BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sering terjadi pada lanjut usia
(lansia). Gangguan ini bisa berupa dehidrasi, hipernatremia, dan hiponatremia.
Menurut data di Amerika Serikat, dehidrasi terjadi pada sekitar 7% penderita yang
berusia lebih dari 65 tahun yang dirawat di rumah sakit dengan rata-rata perawatan 14
hari dan 82% pada pasien demam yang dirawat di rumah. Dehidrasi merupakan salah
satu alasan utama pasien usia lanjut dibawa ke Instalasi Gawat Darurat (IGD), jika
dehidrasi tidak tertangani, angka mortalitas bisa mencapai lebih dari 50%.(1)
Air adalah komponen utama sel dan jaringan hidup. Keseimbangan air penting
untuk fungsi fisiologis yang tepat dari berbagai sistem organ. Ketidakseimbangan
homeostasis air, dalam bentuk dehidrasi atau kelebihan cairan, dapat menyebabkan
masalah kesehatan yang parah. Bahkan perubahan ringan dari keseimbangan air dapat
secara signifikan mempengaruhi homeostasis ion elektrolit dan mineral, termasuk
natrium, kalium, kalsium, dan fosfor; Selain itu, tubuh membutuhkan jumlah
magnesium, klorida, tembaga, florida, yodium, zat besi, dan selenium yang memadai.
Untuk menjaga fungsi sistem organ yang memadai, tubuh perlu terus mendaur ulang
dan mengganti ion air, elektrolit, dan mineral. Koordinasi unik antara sistem saraf,
endokrin, saluran cerna, dan ginjal menjaga keseimbangan air, elektrolit, dan ion
mineral yang diperlukan dalam tubuh. Seiring bertambahnya usia, sistem ini menjadi
lebih rentan terhadap gangguan yang dapat meyebabkan konsekuensi klinis.(2)
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Cairan tubuh total pada laki-laki adalah 60% dari total berat badan, sedangkan
pada permpuan 50% dari total berat badan. Volume darah hanya sekitar 11-12% berat
badan. Pada laki-laki, volume darah adalah 66 mL/kgBB, sedangkan pada perempuan
60 mL/kgBB. Air tubuh total dapat dibagi dalam 2 komponen : cairan ekstraseluler,
yaitu cairan yang dapat dibagi atas plasma dan cairan interstisial. Volume plasma,
merupakan 25% dari volume cairan ekstraseluler. Cairan intraseluler, yaitu yang
berada di dalam sel.(3)
- Berkurangnya LFG
- Berkurangnya kemampuan konsentrasi kepekatan urin
- Peningkatan hormon antidiuretik (ADH)
- Peningkatan Atrial natriuretic peptide (ANP)
- Berkurangnya aldosteron
- Berkurangnya mekanisme haus
- Berkurangnya free-water clearance
- Dehidrasi
- Intoksikasi air
- Edema
Dehidrasi
Dehidrasi adalah berkurangnya cairan tubuh total, dapat berupa hilangnya air
lebih banyak dari natrium (dehidrasi hipertonik), atau hilangnya air dan natrium dalam
jumlah yang sama (dehidrasi isotonik), atau hilangnya natrium lebih banyak daripada
air (dehidrasi hipotonik). Dehidrasi hipertonik ditandai dengan tingginya kadar natrium
serum (lebih dari 145 mEq/L) dan peningkatan osmolaritas efektif serum (lebih dari
285 mosmol/liter). Dehidrasi isotonik ditandai dengan normalnya kadar natrium serum
(135-145 mEq/L) dan osmolaritas efektif serum (270-285 mosmol/liter). Dehidrasi
hipotonik ditandai dengan rendahnya kadar natrium serum ( kurang dari 135 mEq/L)
dan osmolaritas efektif serum (kurang dari 270 mosmol/liter).(1)
Total cairan tubuh berkurang pada lansia. Pada dewasa muda dengan BB ideal,
kandungan air dalam tubuh merupakan 60-65% dari masa tubuh. Pada lansia usia 80
tahun, komposisi air dalam tubuh berkurang menjadi 50%. Walaupun dengan LFG 30-
50 mL/min, air akan tetap dapat diekskresi dengan baik. Peningkatan ADH atau
4
4 Diet
5 Stress
6 Penyakit
7 Tindakan Medis
8 Pengobatan
9 Pembedahan
Gejala dan tanda dehidrasi pada lansia sering tidak jelas, samar, atau bahkan
tidak ada sama sekali. Gejala khas pada dehidrasi seperti rasa haus, lidah kering, turgor
kulit melambat, mata cekung, sering tidak ditemukan pada pasien lansia. Gejala yang
dapat dievaluasi yaitu penurunan berat badan secara akut lebih dari 3%. Tanda klinis
lainnya yaitu bila ditemukan hipotensi ortostatik. (1,5)
5
Pada lansia, rasa haus dinyatakan jarang menjadi keluhan dehidrasi. Hampir
semua lansia mengalami penurunan turgor kulit di atas dahi dan di atas sternum, baik
yang dehidrasi maupun tidak, demikian juga dengan mata cekung. (1,3,6)
Pada dehidrasi ringan terapi cairan dapat diberikan secara oral sebanyak 1500-
2500 ml/24 jam (30ml/kgBB/24jam) untuk kebutuhan dasar, ditambahn dengan
penggantian defisit cairan dan kehilangan cairan yang masih berlangsung. Menghitung
kebutuhan cairan sehari, termasuk jumlah insensible water loss (IWL) perlu dilakukan
setiap hari. Perhtikan tanda-tanda kelebihan cairan seperti ortopnea, sesak nafas,
perubahan pola tidur, atau confusion. Cairan yang diberikan secara oral tergantung
jenis dehidrasi. (1)
6
- Dehidrasi hipertonik : cairan yang dianjurkan adalah air atau minuman dengan
kandungan sodium yang rendah, jus buah seperti apel, jeruk, dan anggur.
- Dehidrasi isotonik : cairan yang dianjurkan adalah air dan suplemen yang
mengandung sodium (jus tomat), dan juga dapat diberikan larutan isotonik yang
ada di pasaran.
- Dehidrasi hipotonik : cairan yang dianjurkan seperti diatas tetapi dbutuhkan
kadar sodium yang lebih tinggi.
Pada dehidrasi sedang – berat, pasien diberikan cairan parenteral. Bila cairan
tubuh yang hilang terutama air, maka jumlah cairan rehidrasi yang dibutuhkan dapat
dihiung dengan rumus :
- Defisit cairan (liter) : Berat badan total (BBT) yang diinginkan – BBT saat ini
- BBT yang diinginkan : Kadar Na serum x BBT saat ini
140
- BBT saat ini (pria) : 50% x berat badan (kg)
- BBT saat ini (wanita) : 45% x berat badan (kg)
Jenis cairan kristaloid yang digunakan untuk rehidrasi tergantung dari jenis
rehidrasinya. Pada dehidrasi isotonik dapat diberikan cairan NaCl 0.9% atau dextrose
5% dengan kecepatan 25-30% dari defisit cairan total per hari. Pada dehidrasi
hipertonik digunakan cairan NaCl 0.45%. Dehidrasi hipotonik ditatalaksana dengan
mengatasi penyebab yang mendasari, penambahan diet natrium, dan bila perlu
pemberian cairan hipertonik. (1,5,7)
Tatalaksana
Penganggulangan yang dilakukan dalam hal ini adalah pemberian diuretik kuat,
furosemid, serta restriksi asupan air. Asupan air yang dianjurkan hanya sebanyak IWL
yaitu + 40 ml/jam. Pasien dengan gagal ginjal akut atau gagal ginjal terminal dengan
hipervolemia memerlukan dialisis. Pasien dengan polidipsia primer, asupan air
melebihi kemampuan pengeluaran melalui ginjal dan kulit, akan menimbulkan gejala
akibat hiponatremia. Penanggulangan pada keadaan ini adalah dengan restriksi asupan
air serta mengatasi gejala akibat hiponatremia akut bila ada. (3)
Penanggulangan edema yang dilakukan meliputi memperbaiki penyakit dasar
bila mungkin, restriksi asupan natrium untuk minimalisasi retensi air, pemberian
diuretik. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemberian diuretik untuk
penanggulangan edema adalah: saat yang tepat, risiko yang akan dihadapi bila edema
dikurangi, waktu yang dibutuhkan untuk menangani edema, cepat atau lambat. Indikasi
atau saat yang paling tepat untuk menanggulangi edema adalah bila ada edema paru,
merupakan satu satunya indikasi pemberian diuretik yang paling tepat dalam
menanggulangi edema. (3)
Hipokalemi
Hipokalemia terjadi bila kadar kalium dalam plasma kurang dari 3,5 mEq/L.
Penyebab hipokalemia dapat dibagi sebagai berikut :1. Asupan kalium yang kurang, 2.
Pengeluaran kalium yang berlebihan melalui saluran cerna atau ginjal atau keringat.
3. Kalium masuk ke dalam sel. (3,8)
Pengeluaran kalium yang berlebihan dari saluran cerna antara lain muntah,
selang naso-gastrik, diare atau pemakaian pencahar. Pada keadaan muntah atau
pemakaian selang nasogastrik, pengeluaran kalium bukan melalui saluran cerna atas
karena kadar kalium dalam cairan lamtung hanya sedikit (5-10 meq/L), akan tetapi
kalium banyak ke luar melalui ginjal. Akibat muntah atau selang nasogastrik, terj adi
alkalosis metabolik sehingga banyak bikarbonat yang difiltrasi di glomerulus yang
8
akan mengikat kalium di tubulus distal (duktus koligentes) yang juga dibantu dengan
adanya hiperaldosteron sekunder dari hipovolemia akibat muntah. Kesemuanya ini
akan meningkatkan ekskresi kalium melalui urin dan terjadi hipokalemi. (3)
Gejala Klinis
Kelemahan pada otot, perasaan lelah, nyeri otot, 'restless legs syndrome'
merupakan gejala pada otot yang timbul pada kadar kalium kurang dari 3 meq/L.
Penurunan yang lebih berat dapat menimbulkan kelumpuhan atau rabdomiolisis.
Aritmia berupa timbulnya fibrilasi atrium, takikardia ventrikular merupakan efek
hipokalemia pada jantung. Hal ini terjadi akibat perlambatan repolarisasi ventrikel pada
keadaan hipokalemi yang menimbulkan peningkatan arus re-entry. (3)
Tekanan darah dapat meningkat pada keadaan hipokalemia dengan mekanisme
yang takjelas. Hipokalemia dapat menimbulkan gangguan toleransi glukosa dan
gangguan metabolisme protein. Efek hipokalemia pada ginjal berupa timbulnya
vakuolisasi pada tubulus proksimal dan distal. Juga terjadi gangguan pemekatan urin
sehingga menimbulkan polyuria dan polidipsia. Hipokalemia juga akan meningkatkan
produksi NH4 dan produksi bikarbonat di tubulus proksimal yang akan Menimbulkan
alkalosis metabolik. Meningkatnya NH4 (amonia) dapat mencetuskan koma pada
pasien dengan gangguan fungsi hati. (3,9)
Hiperkalemi
Hipokalemia terjadi bila kadar kalium dalam plasma lebih dari 5,5 mEq/L.
Penyebab hiperkalemia dapat disebabkan oleh : l. Keluamya kalium dari intrasel ke
ekstrasel. 2. Berkurangnya ekskresi kalium melalui ginjal. Kalium keluar dari sel dapat
terjadi pada keadaan asidosis metabolik bukan oleh asidosis organik (ketoasidosis,
asidosis laktat), defisiensi insulin, katabolisme jaringan meningkat, pemakaian obat
penghambat B-adrenergik, pseudo hiperkalemia akibat pengambilan contoh darah di
laboratorium yang mengakibatkan sel darah merah lisis dan pada latihan olahraga. (3)
9
Gejala Klinis
Hiponatremi
Penatalaksanaan Hiponatremia
Langkah pertama yang dilakukan adalah mencari sebab terjadinya hiponatremia
dengan cara :
- Anamnesis yang teliti (antara lain riwayat muntah, penggunaan diuretis,
penggunaan manitol) . Pemeriksaan fisis yang teliti (antara lain apakah ada
tanda tanda hipovolemi atau bukan) . Pemeriksaan gula darah, lipid darah.
- Pemeriksaan osmolalitas darah (antara lain osmolalitas rendah atau tinggi).
- Pemeriksaan osmolalitas urin atau dapat juga dengan memeriksa BJ (berat
jenis) urin (interpretasi terhadap adakah ADH yang meningkat atau tidak,
gangguan pemekatan).
- Pemeriksaan natrium, kalium dan klorida dalam urin untuk melihat jumlah
ekskresi elektrolit dalam urin. Langkah selanjutnya adalah melakukan
pengobatan yang tepat sasaran.
- Perlu dibedakan apakah kejadian hiponatremia, akut atau kronik.
- Tanda atau penyakit lain yang menyertai hyponatremia perlu dikenali (deplesi
volume, dehidrasi, gagal jantung, gagal ginjal)
- Hiponatremia akut, koreksi Na dilakukan secara cepat dengan pemberian
larutan natriun, hiperlonik intravena. Kadar natrium plasma dinaikkan
sebanyak 5 mEq/L dari kadar natrium awal dalam waktu 1 jam. Setelah itu,
kadar natrium plasma dinaikkan sebesar 1 mEq/L setiap 1 jam sampai kadar
natrium darah mencapai 130 mEq/L. Rumus yang dipakai untuk mengetahui
jumlah natrium dalam lamtan natrium hiperlonik yang diberikan adalah 0,5 x
Berat Badan (kg) x deltaNa. Delta natrium adalah selisih antara kadar natrium
yang diinginkan denga kadar natrium awal.
- Hiponatremia kronik, koreksi Na dilakukan secara perlahan yaihr sebesar 0,5
mEq/L setiap 1jam, maksimal l0 mEq/L dalam24 1am. Bila delta Na sebesar 8
mEq/L, dibutuhkan waktu pemberian selama 16 jam. Rumus yang dipakai
adalah sama dengan di atas. Natrium yang diberikan dapat dalam bentuk
natrium hipertonik intravena atau natrium oral.
12
Hipernatremi
Hipokalsemia
Etiologi :
Tatalaksana
Gejala hipokalsemia baru timbul bila kadar kalsium-ion kurang dari 2,8 mg/dl
atau kurang dari 0,7 mmol/l atau kadar kalsium-total < 7 mg/dl. Gejala hipokalsemia
berupa parestesi, tetani, hipotensi dan kejang. Dapat ditemukan tanda-Chovstek atau
Trousseau sign, bradikardi dan interval-QT yang memanjang. Pengobatan yang
diberikan bila timbul gejala adalah pemberian kalsium intravena sebesar 100-200 mg
kalsium elemental atau 1-2 gram kalsium glukonas dalam 10-20 menit. Lalu diikuti
dengan infus kalsium glukonas dalam larutan dextrosa atau NaCl isotonis dengan dosis
0,5-1,5 mg kalsium-elemental/KgBB dalam 1 jam. Kalsium infus kemudian dapat
ditukar dengan kalsium oral dan kalsitriol 0,25-0,5ig/hari. (3)
Hipomagnesemia dapat juga menimbulkan hipokalsemi. Bila ada
hipomagnesemia dengan fungsi ginjal normal, dapat diberikan larutan l0% magnesium
sulfat sebesar 2 gram selama l0 menit dan kemudian diikuti dengan I gram dalam 100
cc cairan per 1 jam. Pada keadaan hipokalsemi kronik disertai hipoparatiroid, diberi
kalsium oral seperti kalsium karbonat 250 mg kalsium elemental/650 mg tablet. (3, 14)
Hiperkalsemia
- Hiperparatiroidisme
- Tumor ganas
- Intoksikasi Vitamin D
- Intoksikasi Vitamin A
- Sarkoidosis
14
- Hipertiroidisme
- Insufisiensi renal
- Sindrom “Milk Alkali”
Tatalaksana
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA