Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA BAYI DEHIDRASI

Disusun Oleh :
LISMAWATI SIANTURI
2018.1420.1001
Tingkat IV / Semester VII

S1 KEPERAWATAN
STIKes NAULI HUSADA SIBOLGA
TAHUN 2021 / 2022
BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Dehidrasi merupakan keadaan keseimbangan air negatif, ketika terjadi proses hilangnya cairan dalam
tubuh melalui urin, keringat, feses, dan udara pernapasan (Armstrong, 2005; Shirreffs, 2003 dalam
Hardinsyah dkk, 2014). Tingkatan dehidrasi berdasarkan keparahannya dibagi menjadi tiga, yaitu
dehidrasi ringan/dehidrasi jangka pendek, dehidrasi sedang dan dehidrasi berat (Kit dan Tong, 2008).
Dehidrasi ringan atau yang biasa disebut dehidrasi jangka pendek adalah kondisi ketika tubuh
kehilangan cairan karena pengeluaran air lebih banyak daripada pemasukan dalam jangka waktu yang
pendek. Dehidrasi berat adalah dehidrasi jangka panjang yang berdampak buruk bagi kesehatan bahkan
mampu menyebabkan kematian (AFIC, 1999 dalam Kit dan Tong, 2008).
Dehidrasi jangka pendek akan berdampak buruk bagi tubuh karena dapat menyebabkan
berkurangnya 20,0% performa baik aktifitas fisik maupun mental, kenaikan suhu internal tubuh,
konsentrasi belajar menurun, sakit kepala, melemahkan anggota gerak, hipotonia, hipotensi, taki kardia,
tingkat kebugaran jasmani menurun, performa kognitif menurun, gangguan psikologis berupa gangguan
perasaan subjektif (mood) sehingga dapat menurunkan produktifitas kerja (Ganio et al., 2011; Barasi,
2007). Dehidrasi yang terjadi terus menerus akan berdampak serius pada kesehatan karena
menyebabkan penyakit kanker, penyakit jantung koroner, penyakit ginjal, kelainan bronkopulmonari
dan kematian (Jiang et al, 2008; Santoso dkk, 2011; Brown, 2005).

Apabila seseorang tidak memenuhi kebutuhan cairan tubuhnya sehari-hari, maka tubuh akan
kekurangan cairan bahkan bisa menjadi dehidrasi. Dehidrasi adalah keadaan tubuh yang
kehilangan cairan sebanyak 1% atau lebih dari berat badan (Williams, 2007). Dari hasil
penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh The Indonesian Hydration Regional Study
(THIRST) pada tahun 2008, menyatakan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 3 bahwa
kejadian dehidrasi lebih banyak terjadi pada remaja sebanyak 49,5% dibandingkan dewasa
hanya sekitar 42,5%. Dehidrasi lebih banyak dialami oleh remaja karena remaja dianggap
sebagai masa penting dalam kehidupan untuk mulai mengahadapi masalah perubahan fisik,
biologik, psikologik maupun sosial sebelum mencapai dewasa. Perubahan tersebut juga ikut
mempengaruhi kebutuhan gizi pada masa remaja oleh adanya peningkatan pertumbuhan dan
perkembangan fisik, berubahnya gaya hidup dan kebiasaan makan, serta aktivitas fisik remaja
itu sendiri. Remaja perempuan lebih sering dehidrasi daripada laki-laki karena terdapat
perubahan komposisi tubuh. Komposisi lemak pada remaja putri lebih banyak (22%) daripada
laki-laki (15%), sedangkan komposisi ototnya lebih sedikit daripada laki-laki (Sayogo, 2006).
Kandungan air dalam lemak lebih sedikit daripada otot sehingga komposisi air pada tubuh
perempuan lebih rendah dibandingkan dengan komposisi air pada tubuh laki-laki (Buanasita,
2015).
Johannes Panggabean bayi usia 9 hari, lahir pada tanggal 14 November 2021. Dirawat
diruang flamboyant RSU FERDINAN LUMBANTOBING SIBOLGA dengan diagnosis
dehidrasi pada bayi pada hari rabu tanggal 23 November 2021 smpai tanggal 25 November
2021, Diduga dehidrasi yang terjadi karena Johannes panggabean terlalu sedikit meminum ASI,
sehingga mengakibatkan kurangnya cairan dalam tubuhnya
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi
Dehidrasi adalah berkurangnya cairan tubuh total, dapat berupa hilangnya air lebih  banyak
dari natrium (dehidrasi hipertonik), atau hilangnya air dan natrium dalam jumlah yang sama
(dehidrasi isotonik), atau hilangnya natrium yang lebih banyak daripada air (dehidrasi
hipotonik). Kadar air dalam lean body mass bayi (tubuh tanpa jaringan lemak) kurang lebih
82%. Apabila bayi kehilangan cairan 5% atau lebih, akan terjadi dehidrasi.
Pada masa gestasi akhir sampai minggu pertama sesudah kelahiran, fungsi ginjal mengalami
perubahan sedemikian rupa sehingga mempengaruhi keseimbangan air dan garam. Air di dalam
tubuh terdapat di dalam sel (intraseluler) atau di luar sel (ekstraseluler). Pada masa gestasi akhir
cairan ekstraseluler bertambah, tetapi pada waktu lahir terjadi perubahan fisiologik yang
menyebabkan berkuangnya cairan ekstraseluler. Dengan ginjal yang makin matur dan
beradaptasi dengan kehidupan ekstrauterin, eksresi urin bertambah mengakibatkan
berkurangnya cairan ekstraseluler. Kecepatn filtrasi glomerulus berkurang, sehingga kehilangan
natrium melalui urin berkurang dan kecepatan reabsorbsi ginjal terhadap natrium melalui
tubulus juga berkurang. Pada bayi prematur karena fungsi ginjal yang imatur,
ketidakseimbangan ini lebih berat.
Pada situasi tertentu, kegagalan bayi untuk tumbuh atau dehidrasi dapat disebabkan oleh
ketidakmampuan ibu untuk menghasilkan ASI yang cukup. Bagian plasenta yang masih
tertinggal dapat menunda diproduksinya ASI yang cukup. Operasi payudara sebelumnya,
khususnya reduksi payudara mungkin menyebabkan kerusakan sara" yang penting atau  jaringan
kelenjar diangkat terlalu banyak. Mungkin adanya cacat lahir atau cedera payudara yang sedang
berkembang tidak memungkinkan laktasi sepenuhnya.
Pada beberapa laporan kasus, berkurangnya laktasi menyebabkan peningkatan kadar 
natrium dalam ASI yang dapat menyebabkan dehidrasi pada bayi baru lahir. Kadar natrium yang
berlebihan dapat juga terjadi ketika terdapat penundaan yang tidak biasa dalam  pematangan
kolostrum menjadi ASI. Kadar natrium dapat dinormalkan dengan konseling laktasi yang tepat,
termasuk cara memompa di antara waktu-waktu pemberian ASI untuk  meningkatkan suplai ASI
lebih cepat.  
Namun yang harus di garis bawahi adalah bahwa dehidrasi dapat berakibat sangat fatal bagi
bayi. Bayi yang mengalami dehidrasi dapat mengalami berbagai kerusakan organ tubuh serta
renjatan atau syok, bahkan kematian. Padahal cairan bagi tubuh manusia berperan sangat
penting karena membantu kelancaran aliran darah yang berkepentingan pada  pengolahan
metabolisme.

B. Klasifikasi
1. Dehidrasi Berdasarkan Derajatnya.
a. Dehidrasi ringan bila kehilangan cairan mencapai 5% berat badan.
b. Dehidrasi sedang bila kehilangan cairan mencapai 5%-10% berat badan.
c. Dehidrasi berat bila kehilangan cairan mencapai 10% berat badan.
2. Dehidrasi Berdasarkan Kadar Natrium/Tonisitas Darah/Perubahan Konsentrasi.
a) Dehidrasi isotonik : atau hilangnya air dan natrium dalam jumlah yang sama. Dehidrasi
isotonik ditandai dengan normalnya kadar natrium serum (135-145 mmol-liter) dan
osmolalitas efektif serum (270-285 mosmol-liter) bila kadar  natrium pada plasma 130-
150 mEq/l dan dapat disebut juga sebagai dehidrasi isonatremia.

b) Dehidrasi hipotonik : hilangnya natrium yang lebih banyak dari pada air. Dehidrasi
hipotonik ditandai dengan rendahnya kadar natrium serum (kurang dari 135 mmol/liter)
dan osmolalitas efektif serum (kurang dari 270 mosmol/liter). Bila kadar natrium pada
plasma kurang 130 mEq/l dan dapat disebut juga sebagai dehidrasi hiponatremia.
Dehidrasi hiponatremik sering terjadi pada anak dengan diare yang minum banyak air
atau cairan hipotonik atau diberi infus glukosa 5%. Hiponatremia dapat terjadi karena
akumulasi Zat terlarut non-elektrolit aktif  glukosa yang menyebabkan perpindahan air
intraseluler ke ekstraseluler. Gejala yang timbul antara lain disorientasi, letalergi, dan
lemah pernaasan, sedangkan  jika kadar lebih dari 110 mg/L maka akan timbul gejala
kejang, koma. Perubahan yang teralu cepat dari hiponatremia (kurang dari 12
mEq/L/24hr) harus dihindari karena dapat beresiko terkena central pontine myelinolysis.
Hiponatremia hipotonik dapat digolongkan dalam dua kategori :
1. Hipotolemia adalah penurunan volume cairan atau penurunan volume arteri
efektif.  
2. Euvolemia adalah peningkatan air bebas dengan perubahan kecil Na-tubuh.

c) Dehidrasi hipertonik : berkurangnya cairan berupa hilangnya air lebih banyak dari
natrium (dehidrasi hipertonik). Hipernatremik biasanya terjadi karena diare, muntah,
diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan, asupan air kurang, asupan natrium
berlebihan Dehidrasi hipertonik ditandai dengan tingginya kadar  natrium serum (lebih
dari 145 mmol/liter) dan peningkatan osmolalitas efektif  serum (lebih dari 285
mosmol/liter) bila kadar natrium pada plasma lebih dari 130-150 mEq/l dan dapat
disebut juga sebagai dehidrasi hipernatremia. Jika kadar Na lebih dari 165 mmol/L
dapat timbul iritabilitas, anoreksis, ataksia, dan keram. Jika kadar Na lebih dari 180
mEq/L dapat menyebabkan coma dan kejang.

C. Patofisiologi
1. Diare atau Muntaber
Hingga kini, diare merupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi. Penyakit
tersebut dapat membuat bayi terinfeksi dengan gejala mual, muntah, dan  berak berulang.
Keadaan ini menjadi semakin parah karena pada saat diare, nafsu makan dan minum bayi
jauh menurun. Kalaupun ada makanan/minuman yang bisa masuk, jumlahnya hanya
sedikit. Itu pun tak lama kemudian dikeluarkan kembali lewat muntah maupun pup.
Ditambah lagi, diare biasanya berlangsung hingga berhari-hari sehingga perbandingan
cairan yang masuk dan keluar jadi tidak seimbang. Sejumlah mineral penting, seperti
sodium, potasium, dan klorida jadi terbuang. Inilah yang menambah risiko dehidrasi.
Diare sendiri umumnya disebabkan asupan makanan yang terkontaminasi  bibit
penyakit ataupun racun. Diare akibat makanan yang terkena kuman biasanya
menimbulkan gejala bayi berak-berak baru kemudian muntah. Sebaliknya, diare karena
keracunan gejala utamanya muntah baru diikuti diare.

2. Pneumonia
Pneumonia (radang paru-paru) bisa menyebabkan dehidrasi karena membuat  bayi
mengalami demam tinggi dan napas terengah-engah. Hal ini akan membuat cairan,
berupa uap air, yang keluar dari paru-paru juga meningkat. Penanganan yang terlambat
atau tidak tepat bisa mengakibatkan dehidrasi.

3. Kurang makan dan minum


Kasus seperti ini jarang terjadi karena kalau lapar atau haus umumnya bayi akan
menangis minta makan atau minum. Namun mungkin saja bayi yang sedang sakit,
terutama bila disertai demam dan mual, kehilangan nafsu makan dan minum. Bila asupan
makan dan minum bayi sangat kurang selama 3-5hari misalnya, dehidrasi  bisa terjadi.

4. Flu atau pilek


Dehidrasi bisa terjadi pada saat si kecil sedang sakit flu atau pilek. Walaupun tidak
muntah dan tidak sering buang air kecil , bayi akan merasa lemas seperti orang
kelaparan dan kehausan. Hal ini terjadi karena bayi menolak makan atau minum.

5. Terlalu lelah
Kelelahan buruk yang dikarenakan banyaknya keringat atau energi yang keluar.

D. Tanda dan Gejala Dehidrasi pada Bayi


Kondisi dehidrasi pada bayi dibagi menjadi tiga: dehidrasi ringan, sedang, dan  berat.
Berikut ciri-cirinya:
1. Dehidrasi ringan.
a. Menangis tanpa air mata
Pada umumnya bayi menangis disertai air mata. Segera waspadai bila ia menangis
tetapi air matanya tidak kunjung keluar.  
b. Mulut dan bibir kering
Kekurangan cairan akan membuat hampir seluruh tubuh menjadi kering. Yang
terlihat jelas adalah bagian mulut dan bibir yang kering.
c. Turun berat badan Karena sedang mengalami pertumbuhan yang sangat pesat
seharusnya  berat badan (BB) bayi terus meningkat. Namun jika yang terjadi malah
sebaliknya, waspadalah. Tanda dari gejala dehidrasi ringan yaitu BB bayi turun
sampai 5% BB asalnya.

2. Dehidrasi sedang.
a. Ubun-ubun cekung
Patokan lain untuk mengenali dehidrasi pada bayi adalah dengan melihat ubun-
ubunnya. Bila cekung, padahal sebelumnya normal-normal saja dan saat itu  bayi
sedang diare, mungkin ia sedang mengalami dehidrasi.  

b. Jarang buang air kecil (BAK)


Frekuensi BAK bayi cukup banyak, yakni d5atas 3 cc/kg BB setiap jamnya. Namun
bayi yang mengalami dehidrasi akan jarang mengeluarkan air seni. Popok bayi
kering selama lebih dari beberapa jam dan tentu tidak boleh kering selama lebih dari
5 atau 6 jam. Hal ini dapat terjadi bila bayi dehidrasi karena tubuhnya menggunakan
sedikit cairan yang diminum dan juga hanya mengeluarkan sedikit cairan. Bilapun
BAK, air seni yang keluar sangat sedikit dan berwarna gelap. Frekuensi BAK dapat
dilihat pula dari beberapa sering bayi ganti popok. Setelah hari pertama atau kedua,
6-8 popok basah (5-6 popok sekali pakai, meskipun bisa jadi sulit menentukan
basahnya pada popok ini ) dan 2-5 kali buang air besar setiap 24 jam berarti bayi
cukup disusui.

c. Mata cekung
Kekurangan cairan pun bisa membuat mata bayi tampak cekung dan seakan
terbenam.

d. Lemas dan mengantuk 


Tak hanya orang dewasa yang merasa lemas ketika haus, bayi pun demikian.
Dia akan lemas bahkan mengantuk ketika mengalami dehidrasi.  Namun karena bayi
tidak bisa mengungkapkannya hal ini lalu ditunjukkan dengan perilakunya yang
sering tidur. Bilapun terbangun dia hanya tergolek di tempat tidur tanpa aktivitas
berarti.

e. Kulit pucat dan tidak elastis


Cairan di dalam tubuh ber"ungsi juga untuk melembabkan kulit. Bila cairan
tersebut sangat minim, maka kulit tampak kering dan terlihat pucat. Untuk  lebih
memastikan cobalah mencubit kulit bayi secara perlahan. Bayi positif  mengalami
dehidrasi jika setelah dicubit, kulitnya tidak cepat kembali normal. Ini disebabkan
kulitnya menjadi tidak elastis dan kekenyalan tubuhnya berkurang.

f. Demam
Seperti layaknya orang dewasa, gejala dehidrasi pada bayi dapat ditandai
dengan peningkatan suhu tubuhnya. Jika diukur, suhunya bisa mencapai sekitar  38
derajat Celsius karena jumlah cairan yang dibutuhkan tubuhnya tidak  terpenuhi.

g. Berat badan turun


Bila BB bayi turun semakin banyak, yaitu 5-10 persen dari BB asalnya,  berarti
dehidrasi bayi sudah meningkat ke taraf sedang.

3. Dehidrasi berat
a. Napas dan denyut jantung cepat
Pada dehidrasi berat, gejala fisik yang terlihat merupakan kelanjutan dari
gejala dehidrasi sedang. Gejala itu akan lebih nyata seluruhnya disusul kesadaran
anak menurun, napas jadi cepat, dan denyut jantung meningkat.  

b. Hilang kesadaran Karena cairan yang sangat dibutuhkan untuk metabolisme tubuh
berkurang, maka seluruh sistem kerja organ tubuh, terutama otak yang mengatur   
pola kerja tubuh akan terganggu. Kala otak tak berfungsi sempurna maka banyak   
bayi hilang kesadarannya.
c. Berat badan turun drastis
Dalam waktu 21 jam, bayi butuh cairan sebanyak 100cc/kg BB-nya.  Namun
ketika mengalami dehidrasi berat, pengeluaran cairan makin tidak  sebanding dengan
kebutuhan saat itu, yakni bisa mencapai 200-250 cc/kg BB dalam sehari. Hal inilah
yang membuat BB bayi bisa turun drastis, yaitu lebih dari 10 % BB asalnya.

E. Penatalaksanaan
Dehidrasi, paling sering disebabkan oleh diare dan umum terjadi pada anak-anak.
Langkah pertama dalam tatalaksana anak dengan dehidrasi adalah menilai derajat (tingkat)
dehidrasinya. Tingkat dehidrasi akan menentukan tingkat keparahan dari situasi dan volume
cairan yang dibutuhkan untuk rehidrasi. Penilaian klinis dehidrasi hanya merupakan
perkiraan; pasien harus dievaluasi ulang secara terus-menerus selama terapi.
Anak dengan dehidrasi membutuhkan sebuah intervensi lebih lanjut untuk 
meyakinkan bahwa telah ada perfusi yang adekuat ke jaringan-jaringan. Fase Resusitasi ini
membutuhkan restorasi cepat untuk volume sirkulasi intravascular. Pengantian cairan ini
dapat dilakukan dengan cairan isotonic seperti normal saline dan RL. Anak tersebut
diberikan fluid bolus biasanya dengan kadar 20ml/Kg dari cairan isotonis setiap diatas 20
menit. Anak dengan dehidrasi sedang biasanya tidak membutuhkan fluid bolus . Di lain
pihak, anak dengan dehidrasi berat membutuhkan banyak fluid bolus dan mungkin butuh
untuk menerima cairan dalam rasio yang lebih cepat. Resusitasi dan dehidrasi dihentikan
bila anak telah memiliki 9olume intra9askular yang cukup. Ditandai dengan beberapa
perubahan manifestasi klinis ke arah yang lebih baik.
Dengan volume intrafaskular yang memadai, sekarang tepat untuk merencanakan
terapi cairan selama 21 jam. Jumlah total air dan elektrolit ditambahkan bersama-sama,
maka cairan yang tepat dipilih. Untuk pasien dengan dehidrasi isotonik, D5 setengah NS
dengan 20 mEq- L KCl adalah cairan yang tepat. Untuk anak dengan berat kurang dari
10hingga 20 kg dengan dehidrasi ringan, pengurangan konsentrasi natrium menjadi
seperempat NS biasanya wajar karena defisit natrium kecil. Kalium biasanya tidak  termasuk
dalam infus cairan, kecuali hipokalemia signinikan hadir. Setengah dari total cairan yang
diberikan selama 8 jam pertama, sisanya diberikan selama 16 jam. Anak-anak  dengan
dehidrasi signifikan yang berkelanjutan harus menerima solusi pengganti yang tepat. Berikut
adalah penatalaksanaan dehidrasi :

a. Tentukan volume cairan ekdtraseluler.  


b. Hipetnaremia dengan 9olume meningkata dapat dilakukan dengan diuresis (misalnya/
"furosemide), dan pergantian urin dengan air (glukosa 5%)
c. Hipernatremia dengan volume normal terapi akut dengan penggantian air (glukosa 5%),
evaluasi untuk kemungkinan diabetes insipidus
d. Hipernatremia dengan volume menurun !erkiraan jumlah air dengan rumus :
(o,6xBB) x (Na serum/140)-1)
Koreksi volume dengan RA/RL, dan lanjutkan dengan cairan hipotonik.

1. Rehidrasi Oral
Ringan hingga sedang dehidrasi akibat diare dari setiap penyebab dapat diobati
secara efektif dengan menggunakan sederhana, larutan rehidrasi oral (ORS) yang
mengandung glukosa dan elektrolit. ORS bergantung pada transportasi ditambah natrium
dan glukosa dalam usus. Terapi rehidrasi oral yang digunakan di banyak negara dan secara
signifikan telah mengurangi morbiditas dan kematian dari diare akut dan diare berkurang
terkait gizi buruk. Rehidrasi oral yang kurang dimanfaatkan di negara maju. erapi
rehidrasi oral lebih murah daripada terapi &F dan memiliki tingkat komplikasi yang lebih
rendah. Terapi IV masih mungkin diperlukan untuk pasien dengan dehidrasi parah; pasien
dengan muntah yang tidak terkendali; pasien tidak bisa minum karena sangat kelelahan,
pingsan, atau koma, atau pasien dengan distensi lambung atau usus.

2. Terapi Rumatan
Bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi. Diberikan dengan
kecepatan rumatan 80ml/jam. Untuk anak dapat digunakan rumus 4:2:1
Misal : BB = 25 kg
Infus = ( 4x10) + ( 2x 10 ) + ( 1 x 5 ) = 65 ml/ jam
Umumnya infus konvensional (RL atau NS) tidak mampu mensuplai kalium sesuai
kebutuhan harian. Fungsi Kalium : Kation Utama Intraselular, repolarisasi membrane sel,
neuro-autonomic, neuromuscular excitability, metabolism protein, pelepasan hormon
pertumbuhan, dan PH intraselular, infus KA-EN mesuplai kalium sesuai kebutuhan harian

3. Hipokalemia
Sebanyak 26% pasien mengalami hipokaliemia selama rawat inap dengan kadar 
serum lebih dari 3,5mmol/L. Khususnya pada pasien dengan diare, muntah, dan malnutrisi.
Pemberian infus yang mengandung kalium 20 mEq/L umumnya diperlukan  pada pasien
ra#at inap. Tanda deplesi kalium pada gastrointestinal adalah anoreksia, nausea, muntah,
kembung, dna ileus, kemudian dapat disertai poliuria, malaise, paralisa  pernafasan, dll.
Ptaofisiologinya adalah kehilangan kalium melalui ginjal emningkat, dan kehilangan kalium
berlebihan melalui feses. Penurunan kadar kalium serum 4 mEq/L menjadi 3 mEq/L
menunjukan defisit kalium total 100-200 mEq. Sedangkan dibawah 3 mEq/L menunjukan
defisit total 200-499 mEq.

4. Asidosis
Asidosis berkaitan dengan proses "isiologis yang menyebabkan penurunan PH darah.
Manifestasi klinisnya antara lain hiperpnea (nafas dalam tak terputus). Penyebab  penting
asidosis pada neonatus antara lain hipovolemia, anemia, kehilangan bikarbonat melalui ginjal,
gangguan metabolisme, dll. Pada neonatus dapat digunakan bikarbonat 4,2%

F. Pathway

Sumber Panas

Aliran Panas Faktor Fisik

Tekanan Panas Aklimatisasi Pekerjaan

Ekskresi Cairan Tubuh

Asupan Cairan

Muntah

Keseimbangan Cairan Volume Keringat


Diare

Konsumsi Obat Volume Urin Dehidrasi


DAFTAR PUSTAKA

Laia. Muhyidin, 2011, “LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK
DENGAN DEHIDRASI”, https://www.scribd.com/document/368446930/Lp-Dehidrasi, diakses
tanggal 26 November 2021.

Nida, “Dehidrasi Pada Neonatus”, https://www.scribd.com/document/335107800/Dehidrasi-Pada-


Neonatus, diakses pada tanggal 26 November 2021.

Nanny L.D.Vivian. 2011. Asuhan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita. Jakarta :Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai