Anda di halaman 1dari 8

Pengaruh Terapi Hemodialisa Terhadap Perubahan Kadar Glukosa

Darah Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani


Hemodialisa Di RSU Dr Ferdinand Lumban Tobing Sibolga

Dosen Pembimbing : Rumiris Simatupang.,SKM.,M.Kes

Disusun Oleh :
LISMAWATI SIANTURI
Nim. 2018.1420.1001
Tingkat IV / Semester VII

S1 KEPERAWATAN
STIKes NAULI HUSADA SIBOLGA
TAHUN 2021 / 2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan salah satu dari gangguan yang terjadi

pada ginjal, dimana GGK adalah gangguan yang menyebabkan penurunan fungsi

ginjal secara bertahap dalam hitungan beberapa bulan atau tahun dan bersifat

irreversible. Dikatakan GGK apabila terjadi penurunan nilai Laju Filtrasi Glumerus

(LFG) dengan nilai kurang dari 60mL/min/1,73 m2 dalam kurun waktu minimal 3

bulan. GGK merupakan masalah kesehatan krisis di seluruh dunia dimana 10% dari

populasi seluruh dunia menderita GGK dan setiap 2 tahun 1 juta orang meninggal

dunia akibat tidak memiliki akses terapi yang layak. Lebih dari 2 juta orang di seluruh

dunia mendapat terapi dialysis atau tindakan tranpalansi ginjal, namun angka ini

hanya mewakili 10% orang yang seharusnya mendapat terapi untuk bertahan hidup

(Gracellia Tarigan et al., 2020).

Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO), menyebutkan bahwa

pertumbuhan jumlah penyakit gagal ginjal kronik tahun 2016 meningkat 50% dari

tahun sebelumnya dan penderita gagal ginjal baik akut maupun kronik mencapai

50%, sedangkan yang diketahui dan mendapat pengobatan hanya 25% dan12,5%

dengan penatalaksanaan yang baik (Indrasari dalam Arfah et al., 2019). Prevalensi

gagal ginjal kronik di Amerika Serikat berdasarkan center for disease control and

prevention, pada tahun 2016 diperkirakan lebih dari 10% orang atau lebih dari 20 juta
orang beresiko mengalami gagal ginjal kronik, sedangkan jumlah pasien ginjal kronik

pada tahap akhir di Amerika Serikat yang menjalani pengobatan sebanyak 113,136

penderita (Wahyu dalam Arfah et al., 2019).

Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita gagal ginjal kronik cukup

tinggi. Berdasarkan data dari Riskesdas tahun 2018, prevalensi gagal ginjal kronik di

Indonesia berdasarkan diagnosa dokter pada penduduk umur ≥ 15 tahun menduduki

angka 0,38 % atau sebanyak 713.783 orang, dengan kelompok usia terbanyak jatuh

pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebanyak 159.015 orang. Berdasarkan jenis

kelamin Riskesdas mencatat prevalensi gagal ginjal 2018 sebanyak 355.726 pada

perempuan dan 358.057 pada laki-laki. Prevalensi tertinggi pada provinsi Kalimantan

Utara, Sulawesi Utara dan Gorontalo (Riskesdas, 2018). Di Sumatera Utara

prevalensi gagal ginjal kronis berdasarkan Riskesdas 2018 sebesar 0,33%.

Penyakit gagal ginjal kronik diklasifikasikan menjadi lima stadium. Stadium

ke-5 merupakan stadium akhir dari penyakit gagal ginjal atau disebut juga end-stage

disase (ESRD). Pada ESRD nilai LFG kurang dari 15mL/mnt, sehingga memerlukan

terapi penganti ginjal atau hemodialysis (HD). Hemodialisa merupakan salah satu

pengobatan gagal ginjal tahap akhir (Putri Wahyuni et al., 2018).

Hemodialisa merupakan pengobatan (replacement treatment) pada penderita

gagal ginjal kronik stadium terminal, jadi fungsi gijal digantikan oleh alat yang

disebut dyalizer (artificial kidney), pada dialyzer ini terjadi proses pemindahan zat-zat

terlarut dalam darah kedalam cairan dialisa atau sebaliknya. Hemodialisa adalah suatu
proses dimana komposisi solute darah diubah oleh larutan lain melalui membrane

semi permiabel, hemodialisa terbukti sangat bermanfaat dan meningkatkan kualitas

hidup pasien. Pada umunya hemodialisa pada pasien gagal ginjal kronik dilakukan 1

atau 2 kali seminggu dan sekurang-kurangnya berlangsung selama 3 bulan secara

berkelanjutan. Beberapa dampak atau resiko hemodialisa harus dihadapi oleh pasien

gagal ginjal kronik mengingat tindakan ini merupakan salah satu tindakan yang juga

bermanfaat dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya (Brunner & Suddarth

dalam Pipit Festy, 2019).

Pada hemodialisa, gula darah dapat menurun akibat gula keluar dari tubuh

kecairan dialisat selama tindakan hemodialisa. Kadar gula darah yang tinggi dari

kadar gula darah dialisat akan menimbulkan disfusi sehingga gula darah akan

berpindah ke cairan dialisat pada keadaan normal, kehilangan gula ini akan

dikompensasi tubuh dengan melakukan gluconeogenesis. Hati merupakan organ

penting dalam proses gluconeogenesis. Selama proses hemodialisa 4-5 jam

didapatkan cukup banyak glukosa yang terbuang melalui cairan dialisat. Bila tubuh

tidak dapat kompensasi kehilangan glukosa yang terbuang ini dapat terjadi

hipoglikemia ( Muhammad Arobi et al., 2017).

Hasil penelitian Elya Hartini, dkk di Ruang Hemodialisa RSUD dr.Hi.Abdul

Moeloek Provinsi Lampung 2012 menunjukkan bahwa dari 40 responden didapatkan

bahwa sebagian besar kadar gula darah responden sesudah tindakan hemodialisa

mengalami penurunan yaitu sebanyak 38 orang (95%).


Penelitian tentang kadar gula darah ini sebelumnya juga pernah dilakukan

oleh Muhammad Arobi, dkk di Rumah Sakit Sentra Medika Cibinong 2018 tentang

pengaruh hemodialisa terhadap penurunan kadar gula darah pada pasien gagal ginjal

kronik. Berdasarkan hasil uji Paired t-test menunjukan bahwa rata- rata kadar gula

darah sewaktu pengukuran pre hemodialisa adalah 138,91 mg/dl dengan standar

deviasi 42,402 mg/dl sedangkan pada pengukuran gula darah post hemodialisa

didapatkan rata-rata kadar gula darah sewaktu adalah 109,90 mg/dl dengan standar

deviasi 30,576 mg/dl. Terlihat nilai mean perbedaan antara pengukuran pre dan post

test adalah 29,01 dengan standar deviasi 11,826. Pada Uji Paired T Test pada

penelitian didapatkan hasi lakhir yakni nilai p-value sebesar 0,000< 0,05, karena nilai

p-value sebesar 0,000 atau kurang 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis pada

penelitian ini Ha diterima karena hasil p-value< 0,05, artinya ada perbedaan antara

hasil gula darah sewaktu pre tes dan post test, sehingga dapat disimpulkan pula

bahwa “ada pengaruh hemodialisa terhadap penurunan kadar glukosa darah pada

pasien gagal ginjal kronik di ruang Hemodialisa RS. Sentra Medika Cibinong tahun

2018.

Setelah dilakukan survey awal di RSU Dr. Ferdinand Lumban Tobing pada

bulan april 2022 jumlah pasien yang menjalani terapi hemodialisa sebanyak 34 orang

dan jumlah pasien Hemodialisa yang memiliki riwayat Diabetes Mellitus sebanyak 10

orang. Hasil wawancara dengan salah satu perawat di ruangan Hemodialisa RSU Dr.

Ferdinand Lumban Tobing menyatakan bahwa dalam setiap bulan biasanya pasien
bisa bertambah atau berkurang sekitar 1 atau 2 orang. Perawat juga mengatakan

bahwa mereka tidak pernah melakukan pengecekan kadar gula darah sebelum dan

sesudah terapi hemodialisa, sehingga pasien pada umumnya tidak mengetahui kadar

glukosa darah sebelum dan sesudah mereka terapi hemodialisa.

Berdasarkan teori dan pendahuluan diatas maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Terapi Hemodialisa Terhadap

Perubahan Kadar Glukosa Darah Pada Pasien Gagal Ginjal Yang Menjalani

Hemodialisa Di RSU Dr. Ferdinand Lumban Tobing”.

1.2 Rumusan Masalah

Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan salah satu dari gangguan yang terjadi

pada ginjal. Hemodialisa merupakan pengobatan (replacement treatment) pada

penderita gagal ginjal kronik tahap akhir. Dari hasil beberapa peneliti mengatakan

adanya perubahan kadar glukosa darah setelah melakukan terapi hemodialisa.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan perawat mengatakan tidak pernah

melakukan pengecekan kadar gula darah sebelum dan sesudah terapi hemodialisa dan

pasien pada umumnya tidak mengetahui kadar glukosa darah sebelum dan sesudah

mereka terapi hemodialisa.

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan masalah: “apa pengaruh terapi

hemodialisa terhadap perubahan kadar glukosa darah pada pasien gagal ginjal yang

menjalani hemodialisa Di RSU Dr. Ferdinand Lumban Tobing”.


1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apa pengaruh

terapi hemodialisa terhadap perubahan kadar glukosa darah pada pasien gagal ginjal

yang menjalani hemodialisa Di RSU Dr. Ferdinand Lumban Tobing”.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui kadar gula darah sebelum dilakukan terapi hemodialisa

di ruang hemodialisa di RSU Dr. Ferdinand Lumban Tobing

2. Untuk mengetahui kadar gula darah setelah dilakukan terapi hemodialisa

di ruang hemodialisa di RSU Dr. Ferdinand Lumban Tobing

3. Untuk menganalisa perubahan kadar glukosa darah pada pasien gagal

ginjal yang menjalani hemodialisa Di RSU Dr. Ferdinand Lumban Tobing

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah

1.4.1 Manfaat bagi Rumah Sakit

Memberikan tambahan informasi dan pengembangan pelayanan kesehatan di

Rumah Sakit pada penderita gagal ginjal kronik yang sedang menjalani terapi
hemodialisa dan pelayanan kesehatan khususnya untuk dapat mengontrol

perkembangan kadar gula darah pasien.

1.4.2 Manfaat bagi Institusi Pendidikan

Memberikan gambaran dan menyediakan data dasar yang dapat digunakan

untuk penelitian selanjutnya yang terkait dengan kasus gagal ginjal kronik dan terapi

hemodialisa.

1.4.3 Manfaat bagi Perawat

Sebagai bahan pertimbangan untuk dapat memberikan tindakan dalam

penanganan perubahan kadar glukosa darah pasien yang sedang menjalani terapi

hemodialisa.

1.4.4 Manfaat bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini dapat menjadi data dasar dalam melaksanakan penelitian

selanjutnya

1.4.5 Manfaat bagi

Menambah wawasan dan pengetahuan untuk digunakan sebagai

pembelajaran bagi peneliti terkait dengan pengaruh kadar gula darah bagi pasien yang

menjalani hemodialisa.

Anda mungkin juga menyukai