Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PATOLOGI UMUM VETERINER

DEHIDRASI

Disusun Oleh :
Rigen Trisbayu (061811133137)
M. Ilyas Wahyudi (061811133138)
Dinda Shofia (061811133139)
Ilham Bagus Saputra (061811133140)
Pegy Rosyta (061811133141)
Fifi Fauziah Ramadhani (061811133142)
Nabila Lystianadewi S (061811133143)
Alkautsar Rizki Arifinsa (061811133144)
Fahla Bani Kurnia (061811133145)
Kevin Mardotillah (061811133146)
Faizah Zakiyyatun Nufus (061811133147)
Afif Haruman Permadi (061811133177)
Riedho Aulia Anggara (061811133217)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2020
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Dehidrasi ini tepat pada
waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada
mata kuliah Patologi Veteriner Umum. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Dehidrasi bagi para pembaca dan juga bagi para penulis.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

April 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
1.1.1 Latar Belakang

Dehidrasi merupakan komplikasi dari kejadian diare yang disebabkan


karena tubuh mengalami kehilangan cairan 40-50 ml/kg berat badan, dimana
banyaknya kehilangan cairan menentukan derajat dehidrasi, dan menyebabkan
gangguan pada termoregulasi di hipotalamus anterior sehingga terjadi demam.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akan menyebabkan perubahan
konsentrasi ion di ruang ekstraseluler sehingga terjadi ketidakseimbangan
potensial membrane ATP ase, difusi Na+, K+ kedalam sel, depolarisasi neuron
dan lepas muatan listrik dengan cepat melalui neurotransmitter sehingga
timbul kejang (Hidayat, 2009).
Pasokan air yang memadai sangat diperlukan untuk mempertahankan
homeostasis seluler dan beberapa fungsi fisiologis. Secara historis, kehilangan
air total tubuh dibedakan menjadi dua jenis: dehidrasi dan penipisan volume.
Dehidrasi terjadi ketika kehilangan air tubuh, kebanyakan dari volume
intraseluler (ICV), lebih tinggi dari asupan. Dehidrasi asupan rendah adalah
kekurangan air murni, yang menyebabkan hilangnya cairan intraseluler dan
ekstraseluler, dan meningkatkan osmolalitas di kedua kompartemen. Penipisan
volume adalah hasil dari kehilangan cairan dan garam yang berlebihan
(terutama natrium dan kadang-kadang komponen lainnya), terutama terkait
dengan hilangnya volume ekstraseluler (ECV), dan secara klinis
mempengaruhi kompartemen interstitial; terutama cairannya hilang, bukan
cairan intraseluler, dan osmolalitas serum akan normal atau rendah. Dari sudut
pandang fisiologis, masuk akal bahwa banyak dokter cenderung menggunakan
istilah dehidrasi untuk setiap kehilangan air tubuh total dalam praktik klinis
sehari-hari. Ada banyak definisi untuk dehidrasi yang menghambat diagnosis.
Pendekatan diagnostik terbaik untuk kondisi kompleks ini dengan demikian
mencakup riwayat, pengamatan klinis, tes laboratorium, dan penilaian fisik.
Dari sudut pandang klinis, dehidrasi dapat didefinisikan sebagai penurunan
cepat >3% dari berat badan.
Akan tetapi, secara patofisiologis, dehidrasi adalah hilangnya air, yang
mengakibatkan defisit relatif dari air tubuh yang mengacu pada natrium.
Akibatnya, peningkatan nilai natrium menyebabkan osmolalitas plasma
meningkat, mengurangi ICV. Ini sering disebut sebagai hipernolemia
hipovolemik atau dehidrasi hipertonik. Bahkan jika umum digunakan,
"dehidrasi isotonik" dan "dehidrasi hipotonik" berbeda dari sudut pandang
patofisiologis, lebih sebagai ciri penurunan volume (kehilangan natrium dari
ECV) daripada dehidrasi. Perbedaan ini sangat relevan untuk pendekatan
terapeutik. Jika asupan cairan terlalu rendah, cairan di dalam dan di sekitar sel-
sel tubuh berkonsentrasi, meningkatkan osmolalitas plasma dan serum. Ini
secara berturut-turut memicu mekanisme perlindungan.
Penulisan ini bertujuan menjelaskan penyebab, pathogenesis, gejala
klisis, gambaran secara makroskopis dan mikroskopis serta akibat atau
patologi anatomi dari dehidrasi.
1.1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari dehidrasi?
2. Apa penyebab terjadinya dehidrasi?
3. Bagaimana pathogenesis dari terjadinya dehidrasi?
4. Apa gejala klinis yang ditimbulkan dari terjadinya dehidrasi?
5. Bagaimana gambaran secara makroskopis dan mikroskopis dari terjadinya
dehidrasi?
6. Bagaimana akibat atau patologi anatomi yang ditimbulkan dari terjadinya
dehidrasi?
1.1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi dari dehidrasi
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya dehidrasi
3. Untuk mengetahui pathogenesis dari terjadinya dehidrasi
4. Untuk mengetahui gejala klinis yang ditimbulkan dari terjadinya dehidrasi
5. Untuk mengetahui gambaran secara makroskopis dan mikroskopis dari
terjadinya dehidrasi
6. Untuk mengetahui akibat atau patologi anatomi yang ditimbulkan dari
terjadinya dehidrasi
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Dehidrasi

Dehidrasi merupakan suatu keadaan keseimbangan cairan tubuh terganggu


karena hilangnya cairan tubuh baik cairan intrasel maupun cairan ekstrasel tanpa
diimbangi dengan konsumsi cairan yang cukup. Banyak penyebab yang dapat
membuat tubuh mengalami kondisi dehidrasi seperti aktivitas yang berlebih, kurang
mengonsumsi cairan, muntah, dan diare. Kasus dehidrasi yang sering terjadi adalah
dehidrasi yang diakibatkan oleh diare akut dan aktivitas yang berlebih tanpa
diimbangi dengan konsumsi cairan atau air yang cukup (Narendra, 2007).
Penelitian lain menyebutkan, dehidrasi adalah kondisi ketika tubuh kehilangan
lebih banyak cairan dari pada yang didapatkan, sehingga keseimbangan gula-garam
tubuh terganggu dan tubuh tidak dapat menjalankan fungsi normalnya, untuk saat ini
pendeteksian dehidrasi umumnya menggunakan urine test strip yang belum tentu
semua orang dapat mengerti cara membacanya (Lestari, Teknik and Magelang, 2018),
Hal tersebut didukung oleh Sari (2017) ada 2 tipe dehidrasi, yaitu hyperosmolar
(water loss dehydration), karena meningkatnya kadar sodium atau glukosa dan
hyponatremia (salt and water loss dehydration). Selain itu, berdasarkan tingkatnya,
dehidrasi dibagi menjadi 2, yaitu dehidrasi ringan dan dehidrasi berat (Isman, 2017).
2.2 Penyebab Dehidrasi
Menurut Adam (1995) dehidrasi sering terjadi akibat hilangnya natrium (Na+)
dan air dari darah dengan kegagalan ginjal dalam waktu yang bersamaan. Berbagai
macam penyakit dapat menjadi penyebab terjadinya dehidrasi seperti diare, muntah,
dan poliuria (El-Hadi, 1996). Kejadian diare merupakan kasus yang paling sering
menyebabkan terjadinya dehidrasi, di samping muntah dan poliuria (Philips et al.,
2001).

Beberapa faktor patologis lain penyebab dehidrasi yang sering, antara lain
stomatitis dan faringitis karena rasa nyeri mulut dan tenggorokan dapat membatasi
asupan makanan dan minuman lewat mulut; KetoAsidosis Diabetes (KAD),
disebabkan karena adanya diuresis osmotic; demam dimana demam dapat
meningkatkan Insensible Water Loss (IWL) dan menurunkan nafsu makan.
2.3 Pathogenesis Dehisdrasi
Air dalam tubuh mengikuti keseimbangan dinamis berdasarkan tekanan
osmotik dan tonisitas. Normalnya terjadi keseimbangan cairan antara yang masuk dan
dikeluarkan tubuh. Asupan air yang tinggi akan menurunkan osmolitas plasma dan
peningkatan volume arteri efektif sehingga menyebabkan regulasi osmotik dan
regulasi vilume teraktivitasi.

Kekurangan cairan atau air minum dapat meningkatkan konsentrasi ionik pada
kompertemen ekstrakuler dan terjadi pengerutan sel sehingga menyebabkan sensor
otak untuk mengontrol minum dan mengontrol ekskresi urin. Pada stadium permulaan
water depletion, ion natrium dan chlor ikut menghilang dengan cairan tubuh, tetapi
kemudian terjadi reabsorpsi ion melalui tubulus ginjal yang berlebihan, sehingga
ekstraseluler mengandung natrium dan chlor berlebihan dan terjadi hipertoni. Hal ini
menyebabkan air akan keluar dari sel sehingga terjadi dehidrasi intraseluler dan inilah
yang menimbulkan rasa haus. Selain itu timbul perangsangan terhadap hipofisis yang
kemudian melepaskan hormon antidiuretik sehingga terjadinya oligura. Hal ini
menimbulkan rasa haus , air liur kering, badan terasa lemas dan berhalusinasi
2.3.1 Tanda-tanda Dehidrasi
Gejala klasik dehidrasi seperti rasa haus, lidah kering, penurunan turgor
dan mata cekung sering tidak jelas. Gejala klinis paling spesifik yang dapat
dievaluasi adalah penurunan berat badan akut lebih dari 3%. Tanda klinis
obyektif lainya yang dapat membantu mengindentifikasi kondisi dehidrasi adalah
hipotensi ortostatik.
2.3.2 Mekanisme Dehidrasi
Dehidrasi menyebabkan 3 tanggapan utama. Reseptor pertama dimulut
mendeteksi kekeringan dan merangsang mekanisme haus membuat tubuh ingin
minum air. Kedua, volume darah yang rendah menyebabkan penurunan aliran
darah ke ginjal menyebabkan laju fltrasi glomerular menurun. Ini menyebabkan
tubuh untuk menanggapi dengan penurunan kuantitas air dalam urin (ADH).
Ketiga, tubuh akan memiliki tekanan darah rendah dan ini akan terdeteksi oleh
baroreceptors dan mereka akan memunculkan tekanan dengan cara
vasokonstriksi.
Tubuh manusia sebagian besar terbentuk dari cairan, dengan prosentase
hampir 75% dari total berat badan. Cairan ini terdistribusi sedemikian rupa
sehingga mengisi hampir di setiap rongga yang ada pada tubuh manusia.
Dehidrasi terjadi jika cairan yang dikeluarkan oleh tubuh melebihi cairan yang
masuk. Namun karena mekanisme yang terdapat pada tubuh manusia sudah
sangat unik dan dinamis maka tidak setiap kehilangan cairan akan menyebabkan
tubuh dehidrasi. Dalam kondisi normal, kehilangan cairan dapat terjadi saat kita :
- Bernafas
- Kondisi cuaca sekitar
- Berkeringat
- Buang air kecil dan buang air besar

Utungnya, tubuh mempunyai mekanisme unik bila kekurangan cairan.


Rasa haus akan serta merta muncul bila keseimbangan cairan dalam tubuh mulai
terganggu. Tubuh akan menghasilkan hormon ADH guna mengurangi produksi
kencing oleh ginjal. Tujuan akhir dari mekanisme ini adalah mengurangi
sebanyak mungkin kehilangan Cairan saat keseimbangan cairan tubuh terganggu.

2.3.3 Tipe Dehidrasi

Kehilangan cairan tubuh biasanya disertai gangguan keseimbangan


elektrolit. Dehidrasi dapat dikategorikan berdasarkan osmolaritas dan derajat
keparahannya. Kadar natrium serum merupakan penanda osmolaritas yang baik
selama kadar gula darah normal.

Berdasarkan perbandingan jumlah natrium dengan jumlah air yang hilang,


dehidrasi dibedakan menjadi tiga tipe yaitu dehidrasi isotonik, dehidrasi
hipertonik, dan dehidrasi hipotonik.5 Variasi kadar natrium mencerminkan jumlah
cairan yang hilang dan memiliki efek patofisiologi berbeda.

1. Dehidrasi isotonik (isonatremik). Tipe ini merupakan yang paling sering


(80%). Pada dehidrasi isotonik kehilangan air sebanding dengan jumlah
natrium yang hilang, dan biasanya tidak mengakibatkan cairan ekstrasel
berpindah ke dalam ruang intraseluler. Kadar. natrium dalam darah pada
dehidrasi tipe ini 135-145 mmol/L dan osmolaritas efektif serum 275-295
mOsm/L.
2. Dehidrasi hipotonik (hiponatremik). Natrium hilang yang lebih banyak
daripada air. Penderita dehidrasi hipotonik ditandai dengan rendahnya
kadar natrium serum (kurang dari 135 mmol/L) dan osmolalitas efektif
serum (kurang dari 270 mOsml/L). Karena kadar natrium rendah, cairan
intravaskuler berpindah ke ruang ekstravaskuler, sehingga terjadi deplesi
cairan intravaskuler. Hiponatremia berat dapat memicu kejang hebat;
sedangkan koreksi cepat hiponatremia kronik (2 mEq/L/jam) terkait
dengan kejadian mielinolisis pontin sentral.
3. Dehidrasi hipertonik (hipernatremik). Hilangnya air lebih banyak daripada
natrium. Dehidrasi hipertonik ditandai dengan tingginya kadar natrium
serum (lebih dari 145 mmol/L) dan peningkatan osmolalitas efektif serum
(lebih dari 295 mOsm/L). Karena kadar natrium serum tinggi, terjadi
pergeseran air dari ruang ekstravaskuler ke ruang intravaskuler. Untuk
mengkompensasi, sel akan merangsang partikel aktif (idiogenik osmol)
yang akan menarik air kembali ke sel dan mempertahankan volume cairan
dalam sel. Saat terjadi rehidrasi cepat untuk mengoreksi kondisi
hipernatremia, peningkatan aktivitas osmotik sel tersebut akan
menyebabkan influks cairan berlebihan yang dapat menyebabkan
pembengkakan dan ruptur sel; edema serebral adalah konsekuensi yang
paling fatal. Rehidrasi secara perlahan dalam lebih dari 48 jam dapat
meminimalkan risiko ini.

2.4 Gambaran Makros


2.5 Akibat Dehidrasi

Dampak buruk akibat dehidrasi yang dialami bergantung pada tingkat


keparahan dehidrasi tersebut. Dehidrasi ringan dapat membaik dengan
meminum banyak air, sedangkan dehidrasi berat merupakan suatu kondisi
gawat darurat yang mengancam nyawa dan membutuhkan pertolongan segera.
Akibat dehidrasi yang dapat terjadi pada berbagai organ tubuh, di antaranya
adalah:

1. Kram otot. Kondisi dehidrasi menyebabkan hipersensitivitas pada otot


dan kontraksiinvolunter.
2. Kekurangan cairan tubuh juga berpengaruh pada otak. Otak merupakan
salah satu organ yang membutuhkan cairan dalam jumlah banyak.
Kekurangan cairan dalam sel otak menyebabkan tidak cukupnya pasokan
energi untuk memenuhi fungsi tubuh sehari-hari. Hal ini membuat
seseorang menjadi mudah lelah, lesu, dan depresi .
3. Dehidrasi juga menyebabkan gangguan pada pencernaan. Ketika tubuh
kekurangan cairan, tubuh akan menyerap cairan dari usus, sehingga sisa
makanan yang ada di usus hanya mengandung sedikit cairan dan menjadi
keras.
4. Peningkatan tekanan darah sering terjadi pada orang dengan dehidrasi
kronis. Saat tubuh kurang cairan, otak akan mengirimkan sinyal ke kelenjar
pituitari untuk memproduksi hormon vasopresin. Hormon ini menyebabkan
retensi cairan dalam tubuh, juga konstriksi pembuluh darah. Keadaan inilah
yang menyebabkan terjadinya hipertensi .
5. Penyakit ginjal. Ginjal merupakan organ yang berfungsi memproduksi
urine (air seni). Pada kondisi dehidrasi, ginjal akan mengurangi produksi
urine lewat konstriksi pada pembuluh darah. Adanya retensi urine dan
hipertensi yang terjadi dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal. Selain
itu, peningkatan konsentrasi urine saat dehidrasi dapat menyebabkan
pembentukan batu ginjal.
6. Dalam keadaan normal, produk uremium akan dibuang lewat ginjal.
Pembuangan produk sisa lewat ginjal dibantu dengan adanya cairan yang
cukup untuk mendilusi urine. Kurangnya cairan tubuh menyebabkan ureum
tidak dapat dikeluarkan dan beredar di sirkulasi darah.
7. Gangguan elektrolit. Dehidrasi dapat menyebabkan terjadinya
hypernatremia ataupun hiponatremia.
8. Setiap sel dalam tubuh membutuhkan cairan untuk tetap berfungsi baik.
Dehidrasi berat dapat berakibat fatal apabila tidak segera mendapat terapi
cairan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Reber, E., Gomes, F., Dähn, I. A., Vasiloglou, M. F., & Stanga, Z. (2019). Management of
Dehydration in Patients Suffering Swallowing Difficulties. Journal of Clinical
Medicine. hal:1-19
Roslizawaty, Sugito, Ramadhani, S., Hasan, M., Daud, R., dan Asmilia, N. 2015. Korelasi
Antara Dehidrasi Dengan Total Protein Plasma, Hemoglobin, Dan Packed Cell
Volume Pada Kambing Kacang Umur 10-14 Hari. Jurnal Medika Veterinaria.
9(1):1-4.
Leksana, E. 2015. Strategi Terapi Cairan pada Dehidrasi. 42(1):70-73.
Suprayogy, A. B., Putri, D. K., Rahmawati, R., dan Muna, N. 2019. Analisis Nilai RGB
YCBCR Pada Urine Untuk Mengetahui Tingkat Dehidrasi. Prosiding Seminar Rekam Medik
Dan Informasi Kesehatan. 1(1):108-113.
Brinkman, Joshua E., Sharma, Sandeep. 2020.Physiology, Body Fluids. Florida. StatPearls
Publishing
Klatt, Edward. 2014. Robbins and Cotran Atlas of Pathology. 3rd Edition. Philadelphia.
Saunders

Anda mungkin juga menyukai