Anda di halaman 1dari 4

PATOFISIOLOGI

Secara konseptual mekanisme terjadinya diare dibagi menjadi penurunan


absorpsi dan peningkatan sekresi.1,3,4,6 Biasanya mekanisme diare terjadi karena
peningkatan cairan dalam usus yang melebihi kapasitas absoprsi maksimum dalam
usus. Diare juga bisa diakibatkan oleh peningkatan motilitas usus yang
mengakibatkan pemendekan waktu transit (transit time). Selain itu penurunan
motilitas juga dapat memicu diare akibat pertumbuhan bakteri karena stasis. 7,8 Ada 2
prinsip mekanisme terjadinya diare cair, yaitu sekretorik dan osmotik.4
1.

Diare Sekretorik
Diare sekretorik disebabkan karena sekresi air dan elektrolit ke dalam usus

halus. Hal ini terjadi bila absropsi natrium oleh vili gagal sedangkan sekresi klorida di
sel epitel berlangsung terus atau meningkat. Hasil akhir adalah sekresi cairan yang
mengakibatkan kehilangan air dan elektrolit dari tubuh sebagai tinja cair. Hal ini
menyebabkan terjadinya dehidrasi. Pada diare yang terjadi karena infeksi, perubahan
yang terjadi akibat adanya rangsangan pada mukosa usus oleh toksin bakteri seperti
Escherichia coli dan Vibrio cholera atau virus (rotavirus). Diare sekretorik
disebabkan karena sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus. Hal ini terjadi bila
absorpsi natrium oleh vili gagal sedangkan sekresi klorida di sel epitel berlangsung
terus atau meningkat.

Gambar 3. Diare sekretorik11


Dikenal dua bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri
dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia. Toksin penyebab diare ini
terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP, cGMP, dan
Ca dependen yang selanjutnya akan meningkatkan protein kinase. Pengaktifan protein
kinase akan menyebabkan fosforilasi membrane protein sehingga mengakibatkan

perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl di kripta keluar. Di sisi lain terjadi
peningkatan pompa natrium dan natrium masuk ke dalam lumen usus bersama Cl.1,2

Gambar 4. Patofisiologi Diare sekretorik

Pada diare terjadi kehilangan air dan elektrolit tubuh melalui tinja. Kehilangan
bertambah bila ada muntah. Kehilangan ini menyebabkan dehidrasi (karena
kehilangan air dan natrium klorida), asidosis (karena kehilangan bikarbonat), dan
kekurangan kalium. Dehidrasi adalah keadaan yang paling berbahaya karena dapat
menyebabkan hipovolemi, kolaps kardiovaskular, dan kematian.
2.

Diare Osmotik
Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilewati air dan elektrolit

dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara isi usus dengan cairan
ekstraseluler. Diare akibat gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang berada di
kolon lebih besar daripada kapasitas absorpsi. Diare terjadi akibat kelainan di usus
halus, mengakibatkan absorpsi menurun atau sekresi bertambah. Dalam keadaan ini,
diare dapat terjadi apabila suatu bahan yang secara osmotik aktif dan sulit diserap.
Jika bahan semacam itu berupa larutan isotonik, air dan bahan yang larut didalamnya

akan lewat tanpa diabsorpsi sehingga terjadi diare. 5,6 Mukosa usus halus adalah epitel
berpori yang dapat dilewati air dan elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan
tekanan osmotik antara isi usus dengan cairan ekstraseluler. Diare terjadi apabila suatu
bahan yang secara osmotik aktif dan sulit diserap. Jika bahan itu berupa larutan
isotonik, air dan bahan yang larut di dalamnya akan lewat tanpa diabsorpsi sehingga
terjadi diare.1,2,7

Gambar 2. Patofisiologi diare osmotik

Proses yang sama mungkin terjadi bila bahan terlarut adalah laktosa (pada anak
dengan defisiensi laktase) atau glukosa (pada anak dengan malabsorpsi glukosa),
kedua keadaan kadang-kadang merupakan komplikasi dari infeksi usus. Bila substansi
yang diabsorpsi dengan buruk misalnya berupa larutan hipertonik, air (dan beberapa
elektrolit) akan berpindah dari ekstraseluler ke dalam lumen usus hingga osmolaritas
dari isi usus sama dengan ekstraseluler dan darah. Hal ini menaikkan volume tinja,
dan menyebabkan dehidrasi karena kehilangan cairan tubuh.5,6,9

DAFTAR PUSTAKA

1. Agtini MD, Soenarto S. Situasi Diare di Indonesia. Buletin Jendela Data dan
Informasi Kesehatan Volume 2, Triwulan 2. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia 2011 Volume 2, Triwulan 2. (1)
2. World Health Organization. 2009. Diare dalam Buku Saku Pelayanan
Kesehatan Anak di Rumah Sakit Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat
Pertama di Kabupaten Kota. Jakarta: WHO Indonesia. (2)
3. Craven L, Editor. Pediatric Gastrointestinal Disease. Edisi Ke-Dua Jilid 1.
Missouri: Mosby; 2009. h. 251-260. (4)
4. Pedoman Pelayanan Medis Kesehatan Anak 2011. Bagian/SMF Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Rumah Sakit
Umum Pusat Sanglah Denpasar. (5)
5. Walker A, Durie PR, Hamilton JR, Walker-Smith JA, Watkins JB. Pediatric
Gastrointestinal Disease. Edisi Ke-Tiga. Canada:BC Decker;2008. h. 28-36.
(6)
6. Juffrie M, Soenarto SY, Oswari H, dkk. Buku Ajar GastroenterologiHepatologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010 h. 87-120 (9)
7. Ikatan Dokter Anak Indonesia. DiareAkut. Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1.
2010; h. 58-62. (10)
8. Anonymous. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak.
RSUP Nasional DR. Cipto Mangunkusumo. 2007. (11)
9. Soenarto, Sri Suparyati. Vaksin Rotavirus untuk Pencegahan Diare. Buletin
Jendela Data dan Informasi Kesehatan Volume 2, Triwulan 2. 2011. (12)

Anda mungkin juga menyukai