Anda di halaman 1dari 36

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA

ASMA ANAK

UKK Respirologi PP IDAI


Dr Elvi Suryati, SpA
Definisi Asma
 Penyakit saluran respiratori dengan dasar inflamasi kronik
yang mengakibatkan obstruksi dan hiperreaktivitas saluran
respiratori dengan derajat bervariasi

 Manifestasi klinis
batuk, mengi, sesak napas, dada tertekan yang timbul secara
kronik dan atau berulang, reversibel, cenderung memberat
pada malam atau dinihari, dan biasanya timbul jika ada
pencetus.
Diagnosis
 Anamnesis
 Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan Penunjang
Anamnesis
Karakteristik yang mengarah ke asma adalah:

 Episodisitas : gejala timbul episodik/berulang


 Faktor pencetus (Hiperreaktivitas)
 Iritan: asap rokok, asap bakaran sampah, asap obat nyamuk, suhu
dingin, udara kering, makanan minuman dingin
 Alergen: debu, tungau debu rumah, rontokan hewan, serbuk sari
 Infeksi respiratori, selesma
 Aktivitas fisis: berlarian, berteriak, menangis, atau tertawa
berlebihan

1. Papadopoulus NG, Arakawa H, Carlsen KH, Custovic A, Gern J, Lemanske R et al. International consensus on (ICON) pediatric asthma. Allergy 2012.
Anamnesis
 Riwayat alergi pada pasien atau riwayat asma dalam keluarga
 Variabilitas: intensitas gejala bervariasi dari waktu ke
waktu, bahkan dalam 24 jam. Biasanya malam hari lebih
berat (nokturnal)
 Reversibilitas: gejala dapat membaik secara spontan atau
pemberian obat pereda asma
Pemeriksaan Fisik
 Keadaan:
 Stabil : tanpa gejala
 Gejala batuk atau sesak napas :
 Wheezing
Allergic shiner
 Gejala lain alergi
 Dermatitis atopik, rhinitis alergi
 Allergic shiners, geographic tongue

Geographic tongue
Pemeriksaan Penunjang

 Uji fungsi paru dengan spirometri


 Peak flow meter
 Uji cukit kulit (skin prick test), eosinofil
total darah), pemeriksaan IgE spesifik
 Uji inflamasi respiratori: FeNO (fractional Peak flow meter
exhaled nitric oxide), eosinofil sputum
 Uji provokasi bronkus dengan exercise,
metakolin, hipertonik salin

Spirometri
Pemeriksaan Penunjang
Mencari diagnosis banding:
 Uji tuberkulin • Uji defisiensi imun
 Foto sinus paranasalis • CT-scan toraks
 Foto toraks
• Endoskopi respiratori
 Uji refluks gastroesofagus
(rinoskopi,
 Uji keringat
laringoskopi,
 Uji gerakan silia
bronkoskopi)
Kriteria Diagnosis Asma
Gejala Karakteristik
Wheezing , batuk ,  Biasanya lebih dari 1 gejala respiratori
sesak napas, dada  Gejala berfluktuasi intensitasnya seiring
tertekan, produksi waktu
sputum  Gejala memberat pada malam atau
dinihari
 Gejala timbul bila ada pencetus
Konfirmasi adanya limitasi aliran udara ekspirasi
Gambaran obstruksi FEV1 rendah (<80% nilai prediksi)
saluran respiratori FEV1 / FVC ≤ 90%
Uji reversibilitas
(pasca-bronkodilator) Peningkatan FEV1 >12%
Variabilitas Perbedaan PEFR harian >13%
Uji provokasi Penurunan FEV1 >20%, atau PEFR >15%

2. The Global Initiative for Asthma (GINA). Global strategy for asthma management and prevention 2014. Available from: www.ginasthma.org
Alur Diagnosis Asma
Alur Diagnosis Asma
Alur Diagnosis Asma
Diagnosis Banding
Gejala asma tidak sehingga perlu dipertimbangkan kemungkinan
diagnosis banding1,2 :
Inflamasi: infeksi, alergi Obstruksi mekanis
 Rinitis, rinosinusitis  Laringomalasia, trakeomalasia
 Chronic upper airway cough  Hipertrofi timus
syndrom  Pembesaran KGB
 Infeksi respiratori berulang  Aspirasi benda asing
 Bronkiolitis  Vascular ring, laryngeal web
 Aspirasi berulang  Disfungsi pita suara
 Defisiensi imun  Malforasi kongenital saluran
 Tuberkulosis respiratori

1. Papadopoulus NG, Arakawa H, Carlsen KH, Custovic A, Gern J, Lemanske R et al. International consensus on (ICON) pediatric asthma. Allergy 2012.
2. The Global Initiative for Asthma (GINA). Global strategy for asthma management and prevention 2014. Available from: www.ginasthma.org
Diagnosis Banding
Patologi bronkus Kelainan sistem organ lain
 Bronkopulmonary dysplasia  Penyakit refluks gastro-
 Bronkiektasis esofagus (GERD)
 Diskinesi silia primer  Penyakit jantung bawaan
 Fibrosis kistik  Gangguan neuromuskular
 Batuk psikogen
Klasifikasi
Berdasarkan kekerapan timbulnya gejala 1,4
 Asma intermiten
 Asma persisten ringan
 Asma persisten sedang
 Asma persisten berat

Dalam pedoman ini, klasifikasi berdasarkan kekerapan gejala dipakai sebagai dasar
penilaian awal pasien. Ini berubah dari PNAA sebelumnya yang membagi asma
menjadi asma episodik jarang, asma episodik sering, dan asma persisten.

1. Papadopoulus NG, Arakawa H, Carlsen KH, Custovic A, Gern J, Lemanske R et al. International consensus on (ICON) pediatric asthma. Allergy 2012.
4. Hamasaki Y, Kohno Y, Ebisawa M, Kondo N, Nishima S, Nishimuta T et al. Japanese Guideline for Childhood Asthma 2014. Allergol Inter 2014; 63:335-56.
Klasifikasi
Kekerapan Uraian kekerapan gejala asma
Episode gejala asma <6x/tahun atau jarak
Intermiten
antar serangan ≥6 minggu
Persisten
Episode gejala asma >1x/bulan, <1x/minggu
ringan
Persisten Episode gejala asma >1x/minggu, namun
sedang tidak setiap hari
Persisten
Episode gejala asma terjadi hampir tiap hari
berat
Jika ada keraguan dalam menentukan derajat kekerapan, masukkan
ke dalam derajat yang lebih berat.
1. Papadopoulus NG, Arakawa H, Carlsen KH, Custovic A, Gern J, Lemanske R et al. International consensus on (ICON) pediatric asthma. Allergy 2012.
4. Hamasaki Y, Kohno Y, Ebisawa M, Kondo N, Nishima S, Nishimuta T et al. Japanese Guideline for Childhood Asthma 2014. Allergol Inter 2014; 63:335-56.
Klasifikasi Baru vs Lama
Kesetaraan klasifikasi PNAA 2004 dengan PNAA 2015 adalah:
 Asma intermiten setara dengan asma episodik jarang.
 Asma persisten ringan setara dengan asma episodik sering.
 Asma persisten sedang dan asma persisten berat setara
dengan asma persisten.
Klasifikasi
Berdasarkan derajat beratnya serangan2,4
 Asma serangan ringan-sedang
 Asma serangan berat
 Asma dengan ancaman gagal napas

Dalam pedoman ini klasifikasi derajat serangan


digunakan sebagai dasar penentuan tatalaksana.

2. The Global Initiative for Asthma (GINA). Global strategy for asthma management and prevention 2014. Available from: www.ginasthma.org
4. Hamasaki Y, Kohno Y, Ebisawa M, Kondo N, Nishima S, Nishimuta T et al. Japanese Guideline for Childhood Asthma 2014. Allergol Inter 2014; 63:335-56.
Klasifikasi (7)
Berdasarkan derajat kendali 1,2,4
 Asma terkendali penuh (well controlled)
 Asma terkendali sebagian (partly controlled)
 Asma tidak terkendali (uncontrolled)

Dalam pedoman ini, klasifikasi derajat kendali dipakai untuk menilai


keberhasilan tatalaksana yang tengah dijalankan dan untuk penentuan
peningkatan (step-up),
pemeliharaan (maintenance) atau
penurunan (step-down) tatalaksana yang akan diberikan.
1. Papadopoulus NG, Arakawa H, Carlsen KH, Custovic A, Gern J, Lemanske R et al. International consensus on (ICON) pediatric asthma. Allergy 2012.
2. The Global Initiative for Asthma (GINA). Global strategy for asthma management and prevention 2014. Available from: www.ginasthma.org
4. Hamasaki Y, Kohno Y, Ebisawa M, Kondo N, Nishima S, Nishimuta T et al. Japanese Guideline for Childhood Asthma 2014. Allergol Inter 2014; 63:335-56.
Klasifikasi
Berdasarkan keadaan saat ini:
 Tanpa gejala
 Gejala
 Serangan ringan-sedang
 Serangan berat
 Ancaman gagal napas
DIAGNOSIS ASMA
Dalam deskripsi diagnosis asma harus mencakup ketiga aspek
tersebut :

 Derajat keparahan asma


 Derajat kondisi saat ini
 Derajat kendali asma
TATALAKSANA SERANGAN ASMA
Apa yang dimaksud serangan asma?
 Adalah episode peningkatan yang progresif (perburukan) dari
gejala-gejala batuk, sesak napas, mengi, rasa dada tertekan,
atau berbagai kombinasi dari gejala-gejala tersebut

 Mencerminkan gagalnya tata laksana asma jangka panjang,


atau adanya pajanan dengan pencetus

 Derajat ringan hingga berat mengancam nyawa


Tujuan tata laksana serangan asma
 Mengatasi penyempitan saluran respiratori secepat mungkin
 Mengurangi hipoksemia
 Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya
 Mengevaluasi dan memperbarui tata laksana jangka panjang
untuk mencegah kekambuhan
Patofisiologi serangan asma
Penilaian derajat serangan asma
Parameter klinis, Ancaman
fungsi paru, Ringan Sedang Berat henti
Laboratorium napas
Sesak napas Berjalan Berbicara Istirahat
(breathless)
Bayi: Bayi: Bayi:
Menangis keras - tangis pendek Tidak mau minum / makan
dan lemah
-sulit menetek/makan

Posisi Bisa berbaring Lebih suka duduk Duduk bertopang lengan


Bicara Kalimat Potongan kalimat Kata-kata Tidak dapat bicara

Kesadaran Mungkinirritable Biasanya irritable Biasanyairritable Kebingungan


Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata
Wheezing Sedang, sering Nyaring, Sangat nyaring, Sulit/tidak
hanya pada akhir sepanjang ekspirasi terdengar tanpa terdengar
ekspirasi +inspirasi stetoskop
Penggunaan otot Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakan paradoks
bantu respiratori torako-abdominal

Retraksi Dangkal, Sedang, Dalam, Dangkal/hilang


Pasien risiko tinggi
Pasien dengan riwayat:
 Serangan asma yang mengancam  Kunjungan ke UGD atau perawatan
nyawa rumah sakit (RS) karena asma
 Intubasi karena serangan asma dalam setahun terakhir
 Pneumotoraks dan/atau  Tidak teratur berobat sesuai
pneumomediastinum rencana terapi
 Serangan asma berlangsung dalam  Berkurangnya persepsi tentang
waktu yang lama sesak napas
 Penggunaan steroid sistemik (saat  Penyakit psikiatrik atau masalah
ini atau baru berhenti) psikososial.
 Alergi makanan
Steroid sistemik (oral atau parenteral) perlu diberikan pada
awal penanganan meskipun pada penilaian awal
serangannya masih ringan
Serangan asma ringan
 Nebulisasi sekali memberi respon baik
 Observasi 1 jam baik, dipulangkan
 Dibekali obat β2 agonis hirupan atau oral
 Steroid oral jangka pendek 3-5 hari
 Dianjurkan ke klinik rawat jalan
 Jika observasi I jam gagal, ditatalaksana sebagai serangan
asma sedang
Serangan Asma Sedang
 Nebulisasi 2 kali , respon parsial, biasanya rawat 1 hari.
Oksigen tetap diteruskan
 Nebulisasi β2 agonis + antikolinergik
 Diberikan steroid sistemik(oral) 3-5 hari
 Selama observasi biasanya dipasangi jalur intravena.
 Bila dalam 12 jam tetap stabil, dapat dipulangkan.
Kontrol rawat jalan.
Serangan Asma Berat
 Dengan nebulisasi 3 kali ber-turut2 tdk menunjukkan repon, pasien dirawat
inap.
 Oksigen 2-4 l/menit
 Dehidrasi, asidosis dikoreksi
 Steroid intravena tiap 6-8 jam
 Nebulisasi β2 agonis + antikolinergik 4-6kali
 Aminofilin intravena;
 Bila pasien belum mendapat aminofilin sebelumnya, aminofilin dosis awal (inisial) sebesar 6-8
mg/kgBB, yang dilarutkan dalam dekstrosa atau garam fisiologis sebanyak 20 ml, dan diberikan
selama 30 menit, dengan infusion pump atau mikroburet
 Bila, respons belum optimal dilanjutkan dengan pemberian aminofilin dosis rumatan sebanyak 0,5-
1 mg/kgBB/jam
 Jika pasien telah mendapat aminofilin (kurang dari 8 jam), dosis diberikan separuhnya, baik dosis
awal (3-4 mg/kgBB) maupun rumatan (0,25-0,5 mg/kg/jam)
 Bila memungkinkan, sebaiknya kadar aminofilin diukur dan dipertahankan 10-20 mcg/ml

 Jika perbaikan dalam 24jam, steroid dan aminofilin diganti peroral,


dipulangkan
Obat-obatan yang sering digunakan
 β2 agonis (Salbutamol. Terbutalin)
Dosis: ( 0.05-0,1mg/kbBB/kali)
 Antikolinergik (Ipratropium bromide)
 Steroid (prednison)
Dosis: 0,5-1 mg.kgBB/hari (dibagi 4 dosis)
 Gol.santin (teofilin)
Dosis: 15mg/kgBB/hari
Tata laksana serangan asma di fasyankes
Tata laksana serangan asma di fasyankes &
RS/UGD
Tata laksana di ruang rawat intensif

 Ancaman henti napas


 Hipoksemia tetap terjadi meskipun sudah diberi oksigen
 Tidak ada respons sama sekali terhadap tata laksana awal di
UGD dan/atau perburukan asma yang cepat
 Adanya kebingungan, disorientasi, dan tanda lain ancaman
henti napas, atau hilangnya kesadaran.
 Tidak ada perbaikan dengan tata laksana baku di ruang rawat
inap
Tata laksana serangan asma di fasyankes
Tindak lanjut

 Bila pasien memenuhi kriteria untuk dipulangkan, obat yang


dibawakan pulang:
 β2-agonis kerja cepat (bila tersedia sangat dianjurkan pemberian
inhalasi daripada pemberian preparat oral)
 Kortikosteroid oral, 3-5 hari lalu dapat dihentikan tanpa tappering-off
 Kontrol ulang ke fasyankes 3-5 hari kemudian

Anda mungkin juga menyukai