Anda di halaman 1dari 11

A.

Definisi

Dehidrasi adalah berkurangnya cairan tubuh total, dapat berupa hilangnya air lebih

banyak dari natrium (dehidrasi hipertonik), atau hilangnya air dan natrium dalam jumlah yang

sama (dehidrasi isotonik), atau hilangnya natrium yang lebih banyak daripada air (dehidrasi

hipotonik). Kadar air dalam lean body mass bayi (tubuh tanpa jaringan lemak) kurang lebih

82%. Apabila bayi kehilangan cairan 5% atau lebih, akan terjadi dehidrasi.

Pada masa gestasi akhir sampai minggu pertama sesudah kelahiran, fungsi ginjal

mengalami perubahan sedemikian rupa sehingga mempengaruhi keseimbangan air dan garam.

Air di dalam tubuh terdapat di dalam sel (intraseluler) atau di luar sel (ekstraseluler). Pada

masa gestasi akhir cairan ekstraseluler bertambah, tetapi pada waktu lahir terjadi perubahan

fisiologik yang menyebabkan berkuangnya cairan ekstraseluler. Dengan ginjal yang makin

matur dan beradaptasi dengan kehidupan ekstrauterin, eksresi urin bertambah mengakibatkan

berkurangnya cairan ekstraseluler. Kecepatn filtrasi glomerulus berkurang, sehingga

kehilangan Natrium melalui urin berkurang dan kecepatan reabsorbsi ginjal terhadap natrium

melalui tubulus juga berkurang. Pada bayi prematur karena fungsi ginjal yang imatur,

ketidakseimbangan ini lebih berat.

Pada situasi tertentu, kegagalan bayi untuk tumbuh atau dehidrasi dapat disebabkan

oleh ketidakmampuan ibu untuk menghasilkan ASI yang cukup. Bagian plasenta yang masih

tertinggal dapat menunda diproduksinya ASI yang cukup. Operasi payudara sebelumnya,

khususnya reduksi payudara mungkin menyebabkan kerusakan saraf yang penting atau

1
jaringan kelenjar diangkat terlalu banyak. Mungkin adanya cacat lahir atau cedera payudara

yang sedang berkembang tidak memungkinkan laktasi sepenuhnya.

Pada beberapa laporan kasus, berkurangnya laktasi menyebabkan peningkatan kadar

natrium dalam ASI yang dapat menyebabkan dehidrasi pada bayi baru lahir. Kadar natrium

yang berlebihan dapat juga terjadi ketika terdapat penundaan yang tidak biasa dalam

pematangan kolostrum menjadi ASI. Kadar natrium dapat dinormalkan dengan konseling

laktasi yang tepat, termasuk cara memompa di antara waktu-waktu pemberian ASI untuk

meningkatkan suplai ASI lebih cepat.

Namun yang harus di garis bawahi adalah bahwa dehidrasi dapat berakibat sangat

fatal bagi bayi. Bayi yang mengalami dehidrasi dapat mengalami berbagai kerusakan organ

tubuh serta renjatan atau syok, bahkan kematian. Padahal cairan bagi tubuh manusia berperan

sangat penting karena membantu kelancaran aliran darah yang berkepentingan pada

pengolahan metabolisme.

B. Klasifikasi
1. Dehidrasi Berdasarkan Derajatnya.
a. Dehidrasi ringan bila kehilangan cairan mencapai 5% berat badan.
b. Dehidrasi sedang bila kehilangan cairan mencapai 5%-10% berat badan.
c. Dehidrasi berat bila kehilangan cairan mencapai 10% berat badan.
2. Dehidrasi Berdasarkan Kadar Natrium/Tonisitas Darah/Perubahan Konsentrasi.
a. Dehidrasi isotonik : atau hilangnya air dan natrium dalam jumlah yang sama.

Dehidrasi isotonik ditandai dengan normalnya kadar natrium serum (135-145

mmol/liter) dan osmolalitas efektif serum (270-285 mosmol/liter) bila kadar

natrium pada plasma 130-150 mEq/l dan dapat disebut juga sebagai dehidrasi

isonatremia.
b. Dehidrasi hipotonik : hilangnya natrium yang lebih banyak dari pada air. Dehidrasi

hipotonik ditandai dengan rendahnya kadar natrium serum (kurang dari 135

2
mmol/liter) dan osmolalitas efektif serum (kurang dari 270 mosmol/liter. Bila

kadar natrium pada plasma kurang 130 mEq/l dan dapat disebut juga sebagai

dehidrasi hiponatremia. Dehidrasi hiponatremik sering terjadi pada anak dengan

diare yang minum banyak air atau cairan hipotonik atau diberi infus glukosa 5%.

Hiponatremia dapat terjadi karena akumulasi zat terlarut non-elektrolit aktif

glukosa yang menyebabkan perpindahan air intraseluler ke ekstraseluler. Gejala

yang timbul antara lain disorientasi, letalergi, dan lemah pernafasan, sedangkan

jika kadar lebih dari 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma. Perubahan

yang teralu cepat dari hiponatremia (kurang dari 12 mEq/L/24hr) harus dihindari

karena dapat beresiko terkena central pontine myelinolysis. Hiponatremia

hipotonik dapat digolongkan dalam dua kategori :


a) Hipovolemia adalah penurunan volume cairan atau penurunan volume arteri

efektif.
b) Euvolemia adalah peningkatan air bebas dengan perubahan kecil Na-tubuh.
c. Dehidrasi hipertonik : berkurangnya cairan berupa hilangnya air lebih banyak dari

natrium (dehidrasi hipertonik). Hipernatremik biasanya terjadi karena diare,

muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan, asupan air kurang,

asupan natrium berlebihan Dehidrasi hipertonik ditandai dengan tingginya kadar

natrium serum (lebih dari 145 mmol/liter) dan peningkatan osmolalitas efektif

serum (lebih dari 285 mosmol/liter) bila kadar natrium pada plasma lebih dari 130-

150 mEq/l dan dapat disebut juga sebagai dehidrasi hipernatremia. Jika kadar Na

lebih dari 165 mmol/L dapat timbul iritabilitas, anoreksis, ataksia, dan keram. Jika

kadar Na lebih dari 180 mEq/L dapat menyebabkan coma dan kejang.

C. Patofisiologi
1. Diare atau Muntaber

3
Hingga kini, diare merupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi.

Penyakit tersebut dapat membuat bayi terinfeksi dengan gejala mual, muntah, dan

berak berulang. Keadaan ini menjadi semakin parah karena pada saat diare, nafsu

makan dan minum bayi jauh menurun. Kalaupun ada makanan/minuman yang bisa

masuk, jumlahnya hanya sedikit. Itu pun tak lama kemudian dikeluarkan kembali

lewat muntah maupun pup. Ditambah lagi, diare biasanya berlangsung hingga berhari-

hari sehingga perbandingan cairan yang masuk dan keluar jadi tidak seimbang.

Sejumlah mineral penting, seperti sodium, potasium, dan klorida jadi terbuang. Inilah

yang menambah risiko dehidrasi.


Diare sendiri umumnya disebabkan asupan makanan yang terkontaminasi

bibit penyakit ataupun racun. Diare akibat makanan yang terkena kuman biasanya

menimbulkan gejala bayi berak-berak baru kemudian muntah. Sebaliknya, diare

karena keracunan gejala utamanya muntah baru diikuti diare.


2. Pneumonia
Pneumonia (radang paru-paru) bisa menyebabkan dehidrasi karena membuat

bayi mengalami demam tinggi dan napas terengah-engah. Hal ini akan membuat

cairan, berupa uap air, yang keluar dari paru-paru juga meningkat. Penanganan yang

terlambat atau tidak tepat bisa mengakibatkan dehidrasi.


3. Kurang makan dan minum
Kasus seperti ini jarang terjadi karena kalau lapar atau haus umumnya bayi

akan menangis minta makan atau minum. Namun mungkin saja bayi yang sedang

sakit, terutama bila disertai demam dan mual, kehilangan nafsu makan dan minum.

Bila asupan makan dan minum bayi sangat kurang selama 3-5 hari misalnya, dehidrasi

bisa terjadi.
4. Flu atau pilek.

4
Dehidrasi bisa terjadi pada saat si kecil sedang skit flu atau pilek. Walaupun

tidak muntah dan tidak sering buang air kecil , bayi akan merasa lemas seperti orang

kelaparan dan kehausan. Hal ini terjadi karena bayi menolak makan atau minum.
5. Terlalu lelah
Kelelahan buruk yang dikarenakan banyaknya keringat atau energi yang

keluar.

D. Tanda dan Gejala Dehidrasi pada Bayi


Kondisi dehidrasi pada bayi dibagi menjadi tiga: dehidrasi ringan, sedang, dan

berat. Berikut ciri-cirinya:


1. Dehidrasi ringan.
a. Menangis tanpa air mata
Pada umumnya bayi menangis disertai air mata. Segera waspadai bila ia

menangis tetapi air matanya tidak kunjung keluar.


b. Mulut dan bibir kering
Kekurangan cairan akan membuat hampir seluruh tubuh menjadi kering.

Yang terlihat jelas adalah bagian mulut dan bibir yang kering.
c. Turun berat badan
Karena sedang mengalami pertumbuhan yang sangat pesat seharusnya

berat badan (BB) bayi terus meningkat. Namun jika yang terjadi malah

sebaliknya, waspadalah. Tanda dari gejala dehidrasi ringan yaitu BB bayi turun

sampai 5 persen BB asalnya.


2. Dehidrasi sedang.
a. Ubun-ubun cekung
Patokan lain untuk mengenali dehidrasi pada bayi adalah dengan melihat

ubun-ubunnya. Bila cekung, padahal sebelumnya normal-normal saja dan saat itu

bayi sedang diare, mungkin ia sedang mengalami dehidrasi.


b. Jarang buang air kecil (BAK)
Frekuensi BAK bayi cukup banyak, yakni di atas 3 cc/kg BB setiap

jamnya. Namun bayi yang mengalami dehidrasi akan jarang mengeluarkan air

seni. Popok bayi kering selama lebih dari beberapa jam dan tentu tidak boleh

kering selama lebih dari 5 atau 6 jam. Hal ini dapat terjadi bila bayi dehidrasi

5
karena tubuhnya menggunakan sedikit cairan yang diminum dan juga hanya

mengeluarkan sedikit cairan. Bilapun BAK, air seni yang keluar sangat sedikit

dan berwarna gelap. Frekuensi BAK dapat dilihat pula dari berapa sering bayi

ganti popok. Setelah hari pertama atau kedua, 6-8 popok basah (5-6 popok sekali

pakai, meskipun bisa jadi sulit menentukan basahnya pada popok ini) dan 2-5

kali buang air besar setiap 24 jam berarti bayi cukup disusui. Apabila bayi usia 3

atau 4 hari tidak buang air.


c. Mata cekung
Kekurangan cairan pun bisa membuat mata bayi tampak cekung dan

seakan terbenam.
d. Lemas dan mengantuk
Tak hanya orang dewasa yang merasa lemas ketika haus, bayi pun

demikian. Dia akan lemas bahkan mengantuk ketika mengalami dehidrasi.

Namun karena bayi tidak bisa mengungkapkannya hal ini lalu ditunjukkan

dengan perilakunya yang sering tidur. Bilapun terbangun dia hanya tergolek di

tempat tidur tanpa aktivitas berarti.


e. Kulit pucat dan tidak elastis
Cairan di dalam tubuh berfungsi juga untuk melembabkan kulit. Bila

cairan tersebut sangat minim, maka kulit tampak kering dan terlihat pucat. Untuk

lebih memastikan cobalah mencubit kulit bayi secara perlahan. Bayi positif

mengalami dehidrasi jika setelah dicubit, kulitnya tidak cepat kembali normal. Ini

disebabkan kulitnya menjadi tidak elastis dan kekenyalan tubuhnya berkurang.


f. Demam
Seperti layaknya orang dewasa, gejala dehidrasi pada bayi dapat ditandai

dengan peningkatan suhu tubuhnya. Jika diukur, suhunya bisa mencapai sekitar

38 derajat Celsius karena jumlah cairan yang dibutuhkan tubuhnya tidak

terpenuhi.
g. Berat badan turun

6
Bila BB bayi turun semakin banyak, yaitu 5-10 persen dari BB asalnya,

berarti dehidrasi bayi sudah meningkat ke taraf sedang.

3. Dehidrasi berat
a. Napas dan denyut jantung cepat
Pada dehidrasi berat, gejala fisik yang terlihat merupakan kelanjutan dari

gejala dehidrasi sedang. Gejala itu akan lebih nyata seluruhnya disusul kesadaran

anak menurun, napas jadi cepat, dan denyut jantung meningkat.


b. Hilang kesadaran
Karena cairan yang sangat dibutuhkan untuk metabolisme tubuh

berkurang, maka seluruh sistem kerja organ tubuh, terutama otak yang mengatur

pola kerja tubuh akan terganggu. Kala otak tak berfungsi sempurna maka banyak

bayi hilang kesadarannya.


c. Berat badan turun drastis
Dalam waktu 24 jam, bayi butuh cairan sebanyak 100 cc/kg BB-nya.

Namun ketika mengalami dehidrasi berat, pengeluaran cairan makin tidak

sebanding dengan kebutuhan saat itu, yakni bisa mencapai 200-250 cc/kg BB

dalam sehari. Hal inilah yang membuat BB bayi bisa turun drastis, yaitu lebih dari

10 persen BB asalnya.

E. Penatalaksanaan
Dehidrasi, paling sering disebabkan oleh diare dan umum terjadi pada anak-anak.

Langkah pertama dalam tatalaksana anak dengan dehidrasi adalah menilai derajat (tingkat)

dehidrasinya. Tingkat dehidrasi akan menentukan tingkat keparahan dari situasi dan

volume cairan yang dibutuhkan untuk rehidrasi. Penilaian klinis dehidrasi hanya

merupakan perkiraan; pasien harus dievaluasi ulang secara terus-menerus selama terapi.
Anak dengan dehidrasi membutuhkan sebuah intervensi lebih lanjut untuk

meyakinkan bahwa telah ada perfusi yang adekuat ke jaringan-jaringan. Fase resusitasi ini

membutuhkan restorasi cepat untuk volume sirkulasi intravaskular. Pergantian cairan ini

7
dapat dilakukan dengan cairan isotonik seperti normal saline dan RL. Anak tersebut

diberikan fluid bolus biasanya dengan kadar 20ml/Kg dari cairan isotonis setiap diatas 20

menit. Anak dengan dehidrasi sedang biasanya tidak membutuhkan fluid bolus . Di lain

pihak, anak dengan dehidrasi berat membutuhkan banyak fluid bolus dan mungkin butuh

untuk menerima cairan dalam rasio yang lebih cepat. Resusitasi dan dehidrasi dihentikan

bila anak telah memiliki volume intravaskular yang cukup. Ditandai dengan beberapa

perubahan manifestasi klinis ke arah yang lebih baik.


Dengan volume intravaskular yang memadai, sekarang tepat untuk merencanakan

terapi cairan selama 24 jam. Jumlah total air dan elektrolit ditambahkan bersama-sama,

maka cairan yang tepat dipilih. Untuk pasien dengan dehidrasi isotonik, D5 setengah NS

dengan 20 mEq / L KCl adalah cairan yang tepat. Untuk anak dengan berat kurang dari 10

hingga 20 kg dengan dehidrasi ringan, pengurangan konsentrasi natrium menjadi

seperempat NS biasanya wajar karena defisit natrium kecil. Kalium biasanya tidak

termasuk dalam infus cairan, kecuali hipokalemia signifikan hadir. Setengah dari total

cairan yang diberikan selama 8 jam pertama; Sisanya diberikan selama 16 jam. Anak-anak

dengan dehidrasi signifikan yang berkelanjutan harus menerima solusi pengganti yang

tepat. Berikut adalah penatalaksanaan dehidrasi :


a. Tentukan volume cairan ekdtraseluler.
b. Hipetnaremia dengan volume meningkata dapat dilakukan dengan diuresis (misalnya:

furosemide), dan pergantian urin dengan air (glukosa 5%)


c. Hipernatremia dengan volume normal terapi akut dengan penggantian air (glukosa 5%),

evaluasi untuk kemungkinan diabetes insipidus


d. Hipernatremia dengan volume menurun
Perkiraan jumlah air dengan rumus :
(o,6xBB) x [(Na serum/140)-1]
Koreksi volume dengan RA/RL, dan lanjutkan dengan cairan hipotonik.
1. Rehidrasi Oral

8
Ringan hingga sedang dehidrasi akibat diare dari setiap penyebab dapat diobati

secara efektif dengan menggunakan sederhana, larutan rehidrasi oral (ORS) yang

mengandung glukosa dan elektrolit. ORS bergantung pada transportasi ditambah natrium

dan glukosa dalam usus. Terapi rehidrasi oral yang digunakan di banyak negara dan secara

signifikan telah mengurangi morbiditas dan kematian dari diare akut dan diare berkurang

terkait gizi buruk. Rehidrasi oral yang kurang dimanfaatkan di negara maju. Terapi

rehidrasi oral lebih murah daripada terapi IV dan memiliki tingkat komplikasi yang lebih

rendah. Terapi IV masih mungkin diperlukan untuk pasien dengan dehidrasi parah; pasien

dengan muntah yang tidak terkendali; pasien tidak bisa minum karena sangat kelelahan,

pingsan, atau koma, atau pasien dengan distensi lambung atau usus.
2. Terapi Rumatan
Bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi. Diberikan dengan

kecepatan rumatan 80ml/jam. Untuk anak dapat digunakan rumus 4:2:1


Misal : BB =25 kg
Infus = (4x10) + (2x10) + (1x5) = 65 ml/jam
Umumnya infus konvensional (RL atau NS) tidak mampu mensuplai kalium

sesuai kebutuhan harian. Fungsi Kalium : Kation utama intraselular, repolarisasi membran

sel, neuro-autonomic, neuromuscular excitability, metabolisme protein, pelepasan hormon

pertumbuhan, dan PH intraselular. Infus KA-EN mesuplai kalium sesuai kebutuhan

harian.
3. Hipokalemia
Sebanyak 26% pasien mengalami hipokaliemia selama rawat inap dengan kadar

serum lebih dari 3,5mmol/L. Khususnya pada pasien dnegan diare, muntah, dan

malnutrisi. Pemberian infus yang mengandung kalium 20 mEq/L umumnya diperlukan

pada pasien rawat inap. Tanda deplesi kalium pada gastrointestinal adalah anoreksia,

nausea, muntah, kembung, dna ileus, kemudian dapat disertai poliuria, malaise, paralisa

pernafasan, dll. Ptaofisiologinya adalah kehilangan kalium melalui ginjal emningkat, dan

9
kehilangan kalium berlebihan melalui feses. Penurunan kadar kalium serum 4 mEq/L

menjadi 3 mEq/L menunjukan defisit kalium total 100-200 mEq. Sedangkan dibawah 3

mEq/L menunjukan defisit total 200-499 mEq.


Syarat pemberian infus K+
1. Konsentrasi : lebih dari 40 mEq/L
2. Kecepatan : 10 mEq/jam (bila kadar serum 2-3mEq/L)
3. Jumlah : lebih dari 100 mEq/hari
4. EKG monitor, periksa kadar K+ serum
5. Urin: kurang dari 0,5 ml/kg/jam
4. Asidosis
Asidosis berkaitan dengan proses fisiologis yang menyebabkan penurunan PH

darah. Manifestasi klinisnya antara lain hiperpnea (nafas dalam tak terputus). Penyebab

penting asidosis pada neonatus antara lain hipovolemia, anemia, kehilangan bikarbonat

melalui ginjal, gangguan metabolisme, dll.Pada neonatus dapat digunakan bikarbonat

4,2%

10
DAFTAR PUSTAKA

Alimul H., Aziz A. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan.

Jakarta: Salemba Medika

Nanny L.D.Vivian. 2011. Asuhan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika

Prawiriharjo Sarwono. 2008. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatus.Jakarta : Salemba

Medika

Rizka Hanifah. 2011. Penatalaksanaan Dehidrasi dan Ketidak Seimbangan Elektrolit. Terarsip

dalam : http://www.berbagimanfaat.com/2010/03/tatalaksana-dehidrasi-

intususeptum-oleh.html diakses pada tanggal 25 Agustus 2016 pukul 21.30

WIB.

Rukiyah, A.Yeyeh. Yulianti, Lia. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita. Jakarta:

Penerbit Buku Keperawatan Dan Kebidanan

11

Anda mungkin juga menyukai