Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Katarak berasal dari bahasa Yunani (Katarrhakies), Inggris (Cataract), dan
Latin (Cataracta) yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular
dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah
setiap kekeruhan pada lensa (Vaughan 2013).
Katarak merupakan penyebab kebutaan utama di Indonesia. Berdasarkan data
dari World Health Organization (WHO), sekitar 48% kebutaan di sebabkan oleh
katarak.(2) Katarak dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu trauma, toksin,
penyakit sistemik (diabetes), merokok dan herediter namun penyebab utama katarak
adalah penuaan yang disebut katarak senilis.
Katarak senilis adalah setiap kekeruhan pada lensa yang terdapat pada usia
lanjut yaitu di atas 50 tahun. Pada suatu penelitian didapatkan prevalensi katarak pada
umur 65 - 75 tahun sebanyak 50%, dan prevalensi tersebut meningkat hingga 70%
pada usia di atas 75 tahun.(1) Katarak senilis merupakan jenis katarak yang paling
sering ditemukan yaitu sekitar 90% dari seluruh jenis katarak. Prevalensi katarak
senilis di Indonesia menurut Riskesdas tahun 2023 Prevalensi katarak tertinggi di
Sulawesi Utara (3,7%) diikuti oleh Jambi (2,8%) dan Bali (2,7%). Prevalensi katarak
terendah ditemukan di DKI Jakarta (0,9%) diikuti Sulawesi Barat (1,1%). Sedangkan
pada provinsi Nusa Tenggara Barat prevalensi katarak sebesar 1,6% Tiga alasan
utama penderita katarak belum dioperasi adalah karena ketidaktahuan (51,6%),
ketidakmampuan (11,6%), dan ketidakberanian (8,1%). (Riskesdas, 2013).
Teori proses terjadinya katarak masih belum jelas. Namun pada katarak senilis
yang di pengaruhi oleh proses penuaan diduga terjadi karena adanya proses
kondensasi normal dalam nukleus lensa yang menyebabkan terjadinya sklerosis
nuklear. Biasanya katarak senilis didapatkan bilateral (Vaughan 2013).

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas
 Nama : IS
 Umur : 64 tahun
 Jenis kelamin : Perempuan
 Agama : Islam
 Status : Menikah
 Pendidikan :-
 Pekerjaan : Petani
 MRS tanggal : 9 Januari 2019

2.2 Anamnesa
Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang pasien perempuan umur 53 tahun datang ke poli mata di


RSUD dr. R Seodjono Selong dengan keluhan penglihatan pada mata kanan
kabur seperti berasap sejak  1 tahun yang lalu, perlahan-lahan, semakin lama
dirasakan semakin kabur . Penglihatan kabur dirasakan semakin hari semakin
memberat, saat melihat dekat maupun jauh. Pasien mengeluh silau jika
melihat cahaya, mata merah (-), nyeri (-), mata berair (-), gatal (-), keluar
kotoran air mata (-), melihat ganda (-), melihat pelangi disekitar sumber
cahaya (-).

sejak  2 bulan yang lalu sebelum datang ke rumah sakit, penglihatan


mata kanan semakin kabur hingga mengganggu aktivitas. Pasien belum

3
pernah mengobati keluhan pada mata kanannya tersebut. Keluhan dirasa
semakin memberat hingga pasien merasa terganggu untuk beraktivitas.

Riwayat Penyakit Dahulu


Sebelumnya pasien belum pernah mengalami keluhan yang serupa dengan
saat sekarang ini. riwayat hipertensi sejak umur 35 tahun, riwayat penyakit
jantung disangkal, dan riwayat DM disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien menyangkal di keluarganya ada yang menderita hipertensi, DM, dan
penyakit jantung.

Riwayat Pribadi dan Sosial


Pasien bekerja sebagai petani dan tinggal Bersama keluarga dan 6 anaknya.
Pembiayaan pengobatan pasien ditanggung oleh BPJS.

2.3 Pemeriksaan Fisik


Status Genaralis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis (E4M5V6)
Tekanan darah : 147/100 mmHg
Nadi : 90x/menit
Respirasi rate : 20x/menit
Tempt. Axilla : 36,5º

4
Status Oftalmologi
Tabel.1. Hasil Pemeriksaan Status Opthalmologi Pasien
ORBITA DEKSTRA STATUS ORBITA SINISTRA
(OD) OFTALMOLOGI (OS)
1/300 Visus 15/70
Injeksi Konjungtiva (-) Konjungtiva Injeksi Konjungtiva (-)
Injeksi Silier (-) Injeksi Silier (-)
Edema (-) Kornea Edema (-)
Dangkal COA Dangkal
Reflek cahaya (+) Pupil Reflek cahaya (+)
Keruh Merata Lensa tenang
dbn TIO Dbn

Gambar 1. Mata Pasien

2.4 Diagnosa Banding


-Katarak senilis imatur
-Katarak senilis hipermatur
2.5 Diagnosa Kerja
OD Katarak Senilis Matur

2.6 Planning Diagnostik


 Laboratorium

5
 EKG
 Biometri
 OD pro ECCE+IOL

2.7 Penatalaksaan
 Polidemisin ed 6 x OD
 Amoksisilin tab 3 x 500mg
 Asam mefenamat tab 3 x 500mg
 Amlodipine tab 10 mg 0-0-1
 Alprazolam tab 1 mg ½ -0-½
 Asetazolamid tab 1 x 250mg

2.8 Resume
Ibu S dengan usia 53 tahun datang penglihatan pada mata kanan kabur
seperti berasap sejak  1 tahun yang lalu, perlahan-lahan, sejak  2 bulan yang
lalu sebelum datang ke rumah sakit, penglihatan mata kanan semakin kabur
hingga mengganggu aktivitas.
Dari pemeriksaan status optalmologi pada mata kanan didapatkan Visus
mata kanan menurun (1/300), lensa mata kanan keruh merata. Plan diagnostik
laboratorium,EKG,biometri,dan OD pro ECCE+IOL. Penatalaksanaan konseling
informed consent pre oprasi dan edukasi, Polidemisin ed 6 x OD, Amoksisilin
tab 3 x 500mg, Asam mefenamat tab 3 x 500mg, Amlodipine tab 10 mg 0-0-1,
Alprazolam tab 1 mg ½ -0-½, Asetazolamid tab 1 x 250mg diberikan sebelum
oprasi katarak.

2.9 Follow Up

6
Pasien diperiksa kembali diruangan pada 11 Desember 2018. Pasien masih
mengeluhkan matanya perih ,tapi sudah dapat melihat. Hasil pemeriksaan
didapatkan tekana darah 130/90 mmHg, visus mata kanan 2/60, konjungtiva
hiperemis, COA berisi udara, pupil dan iris bulat dengan ukuran 3 cm, IOL (+).
Pasien diperbolehkan pulang dan diberikan obat, Polidemisin ed 6 x OD,
Amoksisilin tab 3 x 500mg, Asam mefenamat tab 3 x 500mg,dan kontrol
kembali minggu depan.

Gambar 2. Mata pasien saat follow up (11 Januari 2019)

2.10 Prognosis
 Ad vitam : Dubai ad bonam
 Ad sanationam : Dubai ad bonam
 Ad functionam : Dubai ad bonam
 Ad cosmeticam : Dubai ad bonam

BAB III
PEMBAHASAN

7
Ibu S dengan usia 53 tahun datang ke Poliklinik Mata RSUD dr. R. Seodjono
Selong dengan keluhan penglihatan pada mata kanan kabur seperti berasap sejak  1
tahun yang lalu, perlahan-lahan, sejak  2 bulan yang lalu sebelum datang ke rumah
sakit, penglihatan mata kanan semakin kabur hingga mengganggu aktivitas.Dari
pemeriksaan status optalmologi pada mata kanan didapatkan Visus mata kanan
menurun (1/300), lensa mata kanan keruh merata.
Kekeruhan lensa dapat terjadi akibat hidrasi dan denaturasi protein lensa.
Dengan bertambahnya usia, ketebalan dan berat lensa akan meningkat sementara
daya akomodasinya akan menurun. Dengan terbentuknya lapisan konsentris baru dari
kortek, inti nucleus akan mengalami penekanan dan pengerasan. Proses ini dikenal
sebagai sklerosis nuclear. Selain itu terjadi pula proses kristalisasi pada lensa yang
terjadi akibat modifikasi kimia dan agregasi protein menjadi high-molecular-weight-
protein. Hasil dari agregasi protein secara tiba tiba ini mengalami fluktuasi refraktif
index pada lensa sehingga menyebabkan cahaya menyebar dan penurunan
pandangan. Modifiaksi kimia dari protein nukleus lensa juga menghasilkan
pigmentasi progresif yang akan menyebabkan warna lensa menjadi keruh (Sidharta,
2009).
Perubahan lain pada katarak terkait usia juga menggambarkan penurunan
konsentrasi glutatin dan potassium serta meningkatnya konsentrasi sodium dan
calcium. Selain itu, proses degeneratif pada epithelium lensa akan menurunkan
permeabilitas lensa terhadap air dan molekul-molekul larut air sehingga transportasi
air, nutrisi dan antioksidan kedalam lensa menjadi berkurang. Peningkatan produk
oksidasi dan penurunan antioksidan seperti vitamin dan enzim-enzim superoxide
memiliki peran penting pada proses pembentukan katarak (Sidharta, 2009).
Seorang pasien dengan katarak senilis biasanya datang dengan riwayat
kemunduran secara progesif dan gangguan penglihatan. Penyimpangan penglihatan
bervariasi, tergantung pada jenis dari katarak ketika pasien datang, gejala klinisnya

8
meliputi, penurunan visus, merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan pasien
dengan katarak senilis. Mengeluh silau pada siang hari hingga silau ketika mendekat
ke lampu pada malam hari. Progesifitas katarak sering meningkatkan kekuatan
dioptrik lensa yang menimbulkan myopia derajat sedang hingga berat. Sebagai
akibatnya, pasien presbiopi melaporkan peningkatan penglihatan dekat mereka dan
kurang membutuhkan kaca mata baca, keadaan ini disebut dengan second sigh, secara
khas, perubahan miopik dan second sight tidak terlihat pada katarak subkortikal
posterior atau anterior. Kadang-kadang, perubahan nuclear yang terkonsentrasi pada
bagian dalam lapisan lensa, menghasilkan area refraktil pada bagian tengah dari
lensa, yang sering memberikan gambaran terbaik pada reflek merah dengan
retinoskopi atau ophtalmoskopi langsung. Fenomena seperti ini menimbulkan
diplopia monocular yang tidak dapat dikoreksi dengan kacamata, prisma, atau lensa
kontak (Vicente, 2009).
Katarak senilis secara klinik dikenal dalam empat stadium yaitu insipien,
imatur, matur, dan hipermatur. Pada insipient kekeruhan lensa tidak teratur, tampak
seperti bercak-bercak yang membentuk gerigi dangan dasar di perifer dan daerah
jernih di antaranya. Kekeruhan biasanya terletak di korteks anterior dan posterior.
Pada stadium ini terdapat keluhan poliopia yang disebabkan oleh indeks refraksi yang
tidak sama pada semua bagian lensa. Pada katarak imatur terjadi kekeruhan yang
lebih tebal, tetapi belum mengenai seluruh lapisan lensa sehingga masih terdapat
bagian-bagian yang jernih pada lensa. Terjadi penambahan volume lensa akibat
meningkatnya tekanan osmotik  bahan lensa yang degenerative, mendorong iris ke
depan, mengakibatkan bilik mata dangkal sehingga terjadi glaukoma sekunder. Pada
katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Proses degenerasi yang
berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama hasil disintegrasi melalui
kapsul, sehingga lensa kembali ke ukuran normal. Bilik mata depan akan berukuran
kedalaman normal kembali. Stadium terakhir yaitu katarak hipermatur, stadium ini ,
merupakan proses degenerasi lanjut lensa, sehingga masa lensa yang mengalami
degenerasi akan mencair dan keluar melalui kapsul lensa. Lensa menjadi mengecil

9
dan berwarna kuning. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai kapsul yang tebal,
maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan
memperlihatkan sekantong susu dengan nukleus yang terbenam di korteks lensa.
Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni (Vaughan, 2000).
Pemeriksaan dianostik dari didapatkan atas dasar anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan seluruh tubuh terhadap adanya kelainan-kelainan harus dilakukan
untuk menyingkirkan penyakit sistemik yang berefek terhadap mata dan
perkembangan katarak. Pemeriksaan mata yang lengkap harus dilakukan yang
dimulai dengan ketajaman penglihatan untuk gangguan penglihatan jauh dan dekat.
Ketika pasien mengeluh silau, harus diperiksa dikamar dengan cahaya terang.
Pemeriksaan adneksa okular dan struktur intraokular dapat memberikan petunjuk
terhadap penyakit pasien dan prognosis penglihatannya (Sidharta, 2009).
Pemeriksaan visus atau pemeriksaan ketajaman penglihatan adalah pemeriksaan
fungsi mata untuk mengetahui sebab kelainan mata yang mengakibatkan turunnya
tajam penglihatan. Untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang dapat dilakukan
dengan kartu snellen dan bila penglihatan kurang maka tajam penglihatan diukur
dengan menentukan kemampuan melihat jumlah jari (hitung jari) atau proyeksi sinar.
Tajam penglihatan seseorang dikatakan normal bila tajam penglihatan adalah 6/6 atau
100% (Sidharta, 2009).
Pemeriksaan TIO (palpasi) adalah pengukuran tekanan bola mata dengan jari
pemeriksa. Dilakukan denga cara, mata ditutup, pandangan kedua mata menghadap
kebawah, jari-jari yang lain bersandar pada dahi dan pipi pasien, kedua jari telunjuk
menekan bola mata pada bagian belakang kornea bergantian, kemudian satu telunjuk
mengimbangi saat telunjuk lain menekan bola mata. Tinggi rendahnya tekanan dicatat
sebagai berikut; N : normal, N+1 : agak tinggi, N+2 : lebih tinggi, sedangkan, N-1 :
lebih rendah dari normal dan seterusnya (Pavon, 2002).
Pemeriksaan ofthalmoskopi, kepentingan ofthalmoskopi direk dan indirek
dalam evaluasi dari integritas bagian belakang harus dinilai. Masalah pada saraf optik
dan retina dapat menilai gangguan penglihatan (Pavon, 2002)..

10
Pemeriksaan penunjang pada pasien ini meliputi, pemeriksaan labarotirum
darah lengkap, CT-BT, pemeriksaan gula darah sewaktu sebelum dilakukan operasi
katarak bertujuan untuk kelayakan operasi yang akan dilakukan.
Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan, Polidemisin ed 6 x OD, Amoksisilin
tab 3 x 500mg, Asam mefenamat tab 3 x 500mg, Amlodipine tab 10 mg 0-0-1,
Alprazolam tab 1 mg ½ -0-½, Asetazolamid tab 1 x 250mg diberikan sebelum oprasi
katarak.
Polidemisin Eye Drop 5 ml merupakan obat tetes untuk mengobati penyakit
mata, terutama akibat radang yang disertai infeksi bakteri. Obat ini mengandung
Deksametason sodium fosfat (golongan kortikosteroid) yang dikombinasikan dengan
antibiotik jenis Neomisin sulfat dan Polimiksin sulfat. Obat ini hanya digunakan
untuk pengobatan jangka pendek. Jika digunakan dalam jangka waktu yang lama,
obat ini bisa mengakibatkan pertumbuhan organisme berlebih, kerusakan pada saraf
mata, penglihatan kabut, glaukoma, hingga penipisan kornea mata atau sklera
(Mulyardewi, 2010).
Amoxicillin adalah senyawa Penisilina semisintetik dengan aktivitas antibakteri
spektrum luas yang bersifat bakterisid, efektif terhadap sebagian besar bakteri gram
positip dan beberapa gram negatip yang pathogen (Joenoes, 2009).
Asam Mefenamat merupakan derivat asam antranilat dan termasuk kedalam
golongan obat Anti Inflamasi Nonsteroid (AINS). Bekerja dengan cara menghambat
sintesa prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan menghambat enzim
siklooksigenase (COX) sehingga mempunyai efek analgesik, antiinflamasi dan
antipiretik. Tablet asam mefenamat diberikan secara oral. Diberikan melalui oral dan
diabsorbsi pertama kali dari lambung dan usus selanjutnya obat akan melalui hati
diserap darah dan dibawa oleh darah sampai ke tempat kerjanya (Katzung 2010.)
Amlodipine adalah obat antihipertensi generasi ketiga dari Calcium Channel
blocker (kelas dihidropiridin) yang efeknya panjang serta efektif digunakan pada
pengobatan hipertensi dan angina pectoris. Amlodipine merupakan obat generasi
baru golongan antagonis kalsium yang memiliki selektivitas tinggi dibandingkan

11
obat-obat sejenisnya. Mekanisme kerja dari amlodipine ini adalah menghambat
masuknya kalsium ekstraseluler menuju otot polos pembuluh darah melalui blokade
dari kalsium tipe L yang menyebabkan relaksasi dari otot pembuluh darah yang
menyebabkan penurunan tekanan darah (Sargowo, 2009)..
Acetazolamide termasuk ke dalam obat-obatan yang disebut karbonik anhidrase
inhibitor. Karbonik anhidrase adalah suatu kimia dalam tubuh yang berperan
menghasilkan dan mengurai asam karbonat yang salah satu hasilnya adalah
bikarbonat. Bikarbonat memegang peranan penting dalam produksi cairan yang
mengisi bagian belakang bola mata (akuos humor). Acetazolamide mempunyai aksi
menghambat kerja enzim karbonik anhidrase (carbonic anhidrase inhibitor) yang pada
akhirnya menurunkan produksi bikarbonat. Dengan menurunkan produksi bikarbonat,
Acetazolamide menurunkan jumlah akuos humor yang diproduksi oleh mata. Hal ini
berakibat turunnnya tekanan intra-okuli seperti pada keadaan glaukoma.
Acetazolamide juga dipakai sebagai pengobatan kejang epilepsi, hipertensi
intrakranial benigna, mountain sickness, cystinuria dan dural ectasia (Zubaidah,
2008).
Alprazolam merupakan salah satu dari golongan obat Benzodiazepines atau
disebut juga Minor Transquillizer dimana golongan ini merupakan obat yang paling
umum digunakan sebagai anti ansietas. Alprazolam merupakan obat anti ansietas dan
anti panik yang efektif digunakan untuk mengurangi rangsangan abnormal pada otak,
menghambat neurotransmitter asam gama-aminobutirat (GABA) dalam otak sehingga
menyebabkan efek penenang.Alprazolam diabsorbsi dengan baik di dalam saluran
pencernaan dan bekerja cepat dalam mengatasi gejala ansietas pada minggu pertama
pemakaian. Alprazolam memiliki waktu paruh yang pendek yaitu 12 – 15 jam dan
efek sedasi (mengantuk) lebih pendek dibanding Benzodiazepine lainnya, sehingga
tidak akan terlalu mengganggu aktivitas. Mekanisme kerjanya Berikatan dengan
reseptor benzodiasepin pada saraf post sinap GABA di beberapa tempat  di SSP,
termasuk sistem limbik dan formatio retikuler. Peningkatan efek inhibisi GABA

12
menimbulkan peningkatan permiabilitas terhadap ion klorida yang menyebabkan
terjadinya hiperpolarisasi dan stabilisasi (Katzung 2010.)
Prognosis pada pasien ini apabila pada proses pematangan katarak dilakukan
penanganan yang tepat sehingga tidak menimbulkan komplikasi serta dilakukan
tindakan pembedahan pada saat yang tepat maka prognosis pada katarak senilis
umumnya baik

13
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Seorang perempuan berusia 53 tahun datang penglihatan pada mata kanan


kabur seperti berasap sejak  1 tahun yang lalu, perlahan-lahan, sejak  2 bulan
yang lalu sebelum datang ke rumah sakit, penglihatan mata kanan semakin kabur.
Dari pemeriksaan status optalmologi pada mata kanan didapatkan Visus mata
kanan (1/300), lensa mata kanan keruh merata. Pasien didiagnosis dengan
katarak senilis matur okuli dekstra, tatalaksana pasien yaitu tindakan operasi
katarak OD pro ECCE + IOL pada tanggal 10 Januari 2019, diberikan terapi
medikamentosa, Polidemisin tetes mata 6 x OD, Amoksisilin tablet 3 x 500mg,
Asam mefenamat tablet 3 x 500mg, Amlodipine tablet 10 mg 0-0-1, Alprazolam
tablet 1 mg ½ -0-½, Asetazolamid tablet 1 x 250mg diberikan sebelum oprasi
katarak. Prognosis pada katarak senilis umumnya baik apabila pada proses
pematangan katarak dilakukan penanganan yang tepat sehingga tidak
menimbulkan komplikasi

14

Anda mungkin juga menyukai