Anda di halaman 1dari 59

GANGGUAN INDERA

& FUNGSIONAL

Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular


Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Kementerian Kesehatan RI
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
GANGGUAN INDERA & FUNGSIONAL
DALAM PANDU PTM DI FKTP
UPAYA PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
TIDAK MENULAR (PTM) TERPADU DI FASILITAS
KESEHATAN TINGKAT PERTAMA (FKTP)

TUJUAN PEMBELAJARAN
Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu melakukan
Pencegahan dan pengendalian Terpadu PTM di FKTP
Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu:
 Menjelaskan pengertian Gangguan Indra dan fungsional dan Faktor
resikonya
 Melakukan upaya promotif dan preventif Gangguan Indra dan fungsional
 Melakukan deteksi dini faktor risiko Gangguan Indra dan fungsional
 Melakukan pelayanan terpadu penyakit tidak menular (PANDU- PTM) terkait
program GIF di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama/FKTP sesuai dengan
Pedoman, meliputi:
 Gangguan penglihatan & kebutaan: Katarak, kelainan
refraksi,glaukoma, dibetik retinopathy, Retinophaty of Prematurity, dan
Low vision.
 Gangguan pendengaran & ketulian: Sumbatan serumen, Otitis Media
Supuratif Kronik (OMSK),Gangguan Pendengaran Akibat Bising
(NIHL/GPAB),Tuli kongenital,Presbikusis
 Gangguan Fungsional akibat PTM termasuk Penyandang Disabilitas
fisik, intelektual, mental, dan sensorik
......mari kita mengenal Gangguan Indera dan
Fungsional
PREVALENSI KEBUTAAN DI 15 PROVINSI DI INDONESIA
RAAB 2014 - 2016
Year Provinces Blindness Prevalence No of Blind People % Cataract

2014 Sulawesi Selatan 2,6% 8.515 64,3%


2014 Jawa Barat 2,8% 180.663 71,7%
2014 Nusa Tenggara Barat 4,0% 27.000 78,1%
2015 Jakarta 1,9% 23.464 81,9%
2015 Jawa Tengah 2,7% 176.977 73,8%
2015 Jawa Timur 4,4% 371.599 81,1%
2015 Bali 2,0% 18.016 77,8%
2016 Sumatera Utara 1,7% 30.252 77,8%
2016 Sumatera Barat 1,7% 14.329 87,0%
2016 Sumatera Selatan 3,6% 37.310 85,6%
2016 Kalimatan Selatan 2,0% 9.748 87,9%
2016 Sulawesi Utara 1,7% 8.461 82,2%
2016 Maluku 2,9% 5.377 88,0%
2016 Nusa Tenggara Timur 2,0% 16.394 75,0%
2016 Papua Barat 2,4% 1.606 94,1%

Badan Litbangkes Kemenkes, 2016


INDIKATOR GIF
INDIKATOR 2016 2017 2018 2019
Rencana Kerja Pemerintah/RKP :
Kabupaten /Kota yg 5 %
Puskesmasnya yang melakukan
penanggulangan gangguan Indera 5% 10% 20% 30%
dan atau Fungsional

Renstra :
Persentase Puskesmas yang
melakukan deteksi dini dan rujukan
kasus katarak 5% 10% 20% 30%
GANGGUAN PENGLIHATAN

Gangguan penglihatan yaitu kondisi yang ditandai dengan


PENURUNAN TAJAM PENGLIHATAN ataupun LUAS LAPANGAN
PANDANG, yang dapat mengakibatkan kebutaan.
Beberapa gangguan penglihatan yang menjadi prioritas di
masyarakat yaitu :
 kelainan refraksi
 katarak
 glaukoma
 retinopati diabetikum
 retinopathy of prematurity
 low vision
GANGGUAN PENGLIHATAN DAN KEBUTAAN
WHO – ICD 10
KELAINAN REFRAKSI

• Gangguan refraksi adalah kelainan pembiasan sinar


oleh media penglihatan yang terdiri dari kornea, cairan
mata, lensa, badan kaca atau panjang bola mata,
sehingga bayangan benda dibiaskan tidak tepat di
daerah makula lutea tanpa bantuan akomodasi.
Gangguan refraksi terdiri dari Hipermetropia, Miopi,
Astigmatisme dan Presbiopia.
KATARAK

• Katarak adalah kekeruhan pada lensa yang


menyebabkan penurunan tajam penglihatan (visus).
Katarak merupakan penyebab terbesar kebutaan di
Indonesia dengan prevalensi 0.78 %
• Berdasarkan etiologinya katarak dibagi menjadi
katarak senilis, traumatika, komplikasi dan kongenital.
GLAUKOMA

Glaukoma adalah suatu penyakit yang ditandai


dengan kumpulan gejala berupa peningkatan
tekanan bola mata yang disertai kerusakan saraf
mata dan penyempitan lapang pandang.
LOW VISION

Jika masih memiliki ggn fungsi penglihatan


meskipun telah dilakukan pengobatan, misalnya
operasi dan/atau koreksi refraksi standart
(kacamata atau lensa) dan, Mempunyai tajam
penglihatan
< 6/18 hingga persepsi cahaya, atau luas
penglihatan < 10 derajat
RETINOPATHY OF PREMATURITY
(ROP)

Suatu penyakit mata akibat pertumbuhan/perkembangan retina


yang tidak normal pada bayi prematur.
 
GANGGUAN
PENDENGARAN DAN KETULIAN

Gangguan pendengaran adalah suatu masalah pada fungsi atau organ


pendengaran yang ditandai dengan penurunan ambang pendengaran sampai
dengan terjadinya ketulian.
Prioritas program gangguan pendengaran difokuskan pada 5 penyakit yang dapat
di cegah yaitu:
 Tuli kongenital
 Sumbatan serumen
 Otitis media supuratif kronik (OMSK)
 Noice inducet hearing loss (NIHL)/Gangguan Pendengaran Akibat Bising
(GPAB)
 Presbikusis
TULI KONGENITAL

Tuli Kongenital yaitu tuli yang terjadi sebelum persalinan


atau pada saat persalinan disebabkan oleh kelainan
secara genetik dan non genetik.
Dapat dilakukan deteksi dini dengan menggunakan
Otoacoustic Emission (OAE) adalah gelombang yg
dihasilkan oleh sel rambut halus bagian luar rumah siput
setelah diberi stimulus.
SUMBATAN SERUMEN

Serumen adalah produk kelenjar sebasea dan apokrin


yang terdapat pada kulit liang telinga. Jumlah dan
konsistensinya (lunak, keras) bervariasi pada setiap orang.
Keadaan penumpukan serumen yang keras dan
menyumbat lubang telinga dikenal sebagai Serumen Prop
Pengumpulan serumen baik keras maupun lunak yang
menyebabkan Gangguan Hantaran suara pada liang
telinga.
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK (OMSK)

Infeksi telinga tengah disertai lubang (perforasi)


gendang telinga dan keluarnya cairan ke liang
telinga terus menerus atau hilang timbul.
Infeksi telinga tengah dibagi menjadi 2 fase (otitis
media akut (OMA) dan fase kronis (OMSK). Bila
OMA didak diobati  OMSK
GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING (G P A B)

GPAB/NIHL adalah kurang pendengaran atau tuli akibat


terpajan bising yang cukup keras dalam jangka lama,
biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja dan
tempat rekreasi
PRESBIKUSIS

Presbikusis merupakan akibat dari proses degenerasi, diduga


kejadian presbikusis mempunyai hubungan dengan faktor-faktor
herediter, pola makanan, metabolisme, arteriosklerosis, infeksi,
bising, gaya hidup atau bersifat multifaktor.
Faktor Resiko
Usia Artherosklerosis, penyakit sistemik (diabetes melitus,
hipertensi, kolesterol tinggi) riwayat terpajan bising, penggunan obat
ototoksik yang kurang tepat dan gaya hidup tidak sehat (konsumsi
alkohol, perokok)
Gejala utama berupa berkurangnya pendengaran secara perlahan-
lahan dan progresif, simetris pada kedua telinga (bilateral)
UPAYA PENANGGULANGAN
GANGGUAN INDERA & FUNGSIONAL

PENGENDALIA
PENCEGAHAN PENANGANAN
N
TATALAKSANA
DETEKSI DINI KASUS SECARA
PROMOSI melalui : KOMPREHENSIF
KESEHATAN
ALAT BANTU
LIHAT & 1.HITUNG JARI LIHAT/DENGAR

DENGAR ATAU E-TUMBLING OPERASI


ATAU E CHART ATAU REHABILITASI
MEMBERIKAN KIE SNELLEN CHART • Rehabilitasi medik
KEPADA • Rehabilitasi psikososial
MASYARAKAT AGAR • Rehabilitasi
PEDULI & TERHINDAR 2. TES SUARA ATAU Bersumberdaya
DARI FR GANGGUAN GARPU TALA Masyarakat
INDERA
PROMOSI KESEHATAN
DETEKSI DINI GANGGUAN PENGLIHATAN &
KEBUTAAN SERTA GANGGUAN PENGLIHATAN &
KETULIAN
GANGGUAN PENGLIHATAN GANGGUAN PENDENGARAN
& KEBUTAAN & KETULIAN

POSBINDU
Deteksi Dini Katarak atau
Bukan Katarak

DILAKSANAKAN Deteksi Dini


SECARA OMSK (Otitis Media Supuratif Kronik)
NIHL (Noise Induce Hearing Loss)
TERINTEGRASI Serumen Prop
Presbikusis

Gangguan Refraksi
(Myop, Hipermetrop, astigmatisma,
dan Presbiopia) PANDU
GANGGUAN REFRAKSI MENGGUNAKAN
SNELLEN CHART

Pemeriksaan tajam penglihatan • Pemeriksaan tajam


dengan menggunakan hitung penglihatan menggunakan
jari dan e-tumbling Snellen chart (FKTP &
(POSBINDU) FKRTL)
DETEKSI DINI
TAJAM PENGLIHATAN & PENDENGARAN DI
POSBINDU
Tes menghitung jari Tes Suara Jarak 6 m, 3 m
atau E-Tumbling & 1 meter
PEMERIKSAAN TAJAM PENDENGARAN
PEMERIKSAAN TAJAM PENDENGARAN (POSBINDU)
PEMERIKSAAN TAJAM PENDENGARAN
Pemeriksaan tajam pendengaran dengan
menggunakan garputala di fktp & fkrtl
Terdiri atas 3 (Tiga) pemeriksaan yaitu :
1. Pemeriksaan Rinne
2. Pemeriksaan Weber
3. Pemeriksaan dengan Schwabach
CARA PEMERIKSAAN RINNE
 3 macam penala (garputala) : 512 hz, 1024 hz dan 2048 hz.
 Jika hanya memakai satu penala, gunakan frekuensi 512 hz.

 Tujuan pemeriksaan ini adalah membandingkan konduksi tulang


(bone conduction) dengan konduksi udara (air conduction) pada
telinga yang sama.
 Bila pasien masih dapat mendengar di depan telinga
dibandingkan dengan suara garpu tala diletakkan di prosesus
mastoid pasien, maka tes Rinne positif (+)
 Bila tidak dapat mendengar diletakkan di depan liang telinga,
maka tes Rinne dikatakan negatif (-).

 Interpretasi

Bila Rinne (+) NORMAL


Bila Rinne (-) tuli konduktif 
PEMERIKSAAN WEBBER

Tujuan membandingkan hantaran tulang telinga


kanan
Dan telinga kiri
a. Pemeriksa memegang garpu tala pada bagian
pangkal (column handle)
b. Getarkan garpu tala (512 Hz) dan letakkan di
tengah kening, atau puncak kepala pasien
dengan perlahan
c. Minta pasien menyebutkan dimana telinga
mana yang lebih baik mendengar suara (kana
atau kiri)
 LATERALIS (-), suara terdengar di
tengah/sama kanan dan kiri pendengaran
NORMAL
INTERPRETASI
HASIL PEMERIKSAAN

Tes Rinne Tes Weber Tes Schwaba Diagnosis

Sama dengan
+ Tidak ada lateralisasi Normal
pemeriksaan

Lateralisasi ke telinga
- Memenjang Tuli kondukstif
yang sakit

Lateralisasi ke telinga
+ Memendek Tuli saraf
yang sehat
GANGGUAN FUNGSIONAL

 Gangguan fungsional menggambarkan suatu kelainan


pada fungsi fisiologis pada tingkat sistem tubuh, termasuk
fungsi mental, kognitif dan psikologis.
 Kemampuan fungsi seseorang akan menentukan derajat
kualitas hidupnya.
 Gangguan fungsi yang ada dapat menyebabkan terjadinya
gangguan emosional yang persisten, distres sosial dan
penurunan kualitas hidup. Pada perjalanannya, gangguan
fungsional yang tidak ditangani akan berujung pada
kondisi disabilitas.
FAKTA DISABILITAS
International Classification of Functioning,Disability and Health ( ICF/WHO,2001)

15 dari 100 ± 2 – 4 dari 100 orang


tersebut termasuk dalam
orang kategori penyandang
di dunia merupakan
disabilitas berat.
penyandang disabilitas

Meningkatnya usia harapan Penyakit dan kondisi kesehatan


hidup, maka semakin dapat berimplikasi menjadi
bertambah kecenderungan gangguan fungsional/disabilitas,
penyandang disabilitas demikian juga kejadian bencana
disebabkan karena proses alam, kecelakaan lalu lintas serta
degeneratif. konflik sosial, dll

Permasalahan aksesibilitas
terhadap pelayanan kesehatan
masih menjadi penghalang bagi
penyandang disabilitas
DATA DISABILITAS
MENURUT RISKESDAS 2018
PROPORSI DISABILITAS ANAK 5-17 PROPORSI DISABILITAS UMUR 18-59
TAHUN MENURUT PROVINSI, 2018 TAHUN MENURUT PROVINSI, 2018

12 50
40.6
9 37.5
7
6 25 22
%

%
3.3 13.8
3 12.5
1.4
0 0

Disable anak 5-17 tahun apabila


Disable dewasa umur 18-59 tahun
terdapat kesulitan/hambatan
apabila ada ketidakmampuan fisik dan
fungsi berat atau sangat berat
mental sedang/berat/sangat berat
DATA DISABILITAS
MENURUT RISKESDAS 2018
PROPORSI DISABILITAS PADA LANSIA (≥ 60 TAHUN), 2018

100
• Disabilitas ringan: 22%
74.3 • Disabilitas sedang,
75
berat, dan tergantung
total: 3.7%
50
%

25 22

1.1 1 1.6
0
Man Ri Se B 3 Tergantun...
4
TANTANGAN SAAT INI

Sarana prasarana dan


Masyarakat Provider
peralatan
Jumlah penyandang Jumlah dan kualitas tenaga
disabilitas cenderung yang menangani disabilitas Peralatan untuk penanganan
meningkat masih kurang dan distribusi di fasyankes masih kurang
tidak merata,
Stigma dan diskriminasi
Pemahaman dari pengambil
terhadap penyandang
keputusan pada masalah Aksesibilitas penyandang
disabilitas masih tinggi.
disabilitas masih belum pada pelayanan kesehatan
maksimal belum optimal (fisik bangunan
Faktor risiko disabilitas : dan ruangan, audio visual)
• Gaya hidup tidak sehat
• Tindak kekerasan fisik, Jumlah tenaga pendidik masih
mental, psikologis kurang

Rasa percaya diri dari


penyandang disabilitas Perlakuan diskriminasi
cenderung rendah provider terhadap penyandang
disabilitas
Pengetahuan masyarakat
dan dukungan keluarga Jumlah tenaga kesehatan
pada penyandang yang terlatih untuk pelayanan
disabilitas masih rendah disabilitas masih kurang
Adanya eksploitasi para
penyandang disabilitas oleh
masyarakat
RUANG LINGKUP PENANGGULANGAN
GANGGUAN FUNGSIONAL
Diagnosa Diagnosa
Penyakit Disabilitas
Perjalanan Komplikasi
Penyakit :
- Impairment
- Functional limitation
Perjalanan
Penyakit Kematian

Tertiary
Primary Secondary Prevention
Prevention Prevention
DISABILITY
HEALTH EARLY LIMITATION
PROMOTION DIAGNOSIS &
PROMPT REHABILITAT
SPESIFIC
TREATMENT ION
PROTECTION
AKSESIBILITAS  kemudahan yang disediakan
untuk Penyandang Disabilitas guna mewujudkan
Kesamaan Kesempatan.
o Fasilitas, aksesibilitas, sarana dan prasarana,
contoh : ukuran dasar ruangan, jalur pejalan
kaki, jalur pemandu, area parkir, pintu, ram,
tangga, lif, toilet dan sebagainya
o Media Komunikasi, Informasi, dan Edukasi yang
dapat dipahami sesuai ragam disabilitas.

PERAN TENAGA KESEHATAN UMUM : Identifikasi Penyandang Disabilitas di


Keluarga
UPAYA PENANGGULANGAN
GANGGUAN FUNGSIONAL

1. Pencegahan/Pembatasan
Kedisabilitas

2. Rehabilitasi

3. Pelayanan Kesehatan bagi


Penyandang Disabilitas
• PEMENUHAN LAYANAN KESEHATAN BAGI
PENYANDANG DISABILITAS MERUPAKAN BAGIAN
DARI PROGRAM PENANGGULANGAN GANGGUAN
FUNGSIONAL
Pencegahan Kedisabilitas


Pencegahan disabilitas yang harus dilakukan sedini mungkin. Namun jika disabilitas telah terjadi,
tetap diupayakan tingkat kemandirian seoptimal mungkin sesuai potensi yang dimiliki pasien.

Rehabilitasi


Rehabilitasi medik

Jenis pelayanan yang diberikan dalam rehabilitasi medik dasar berupa :

Asesmen fungsi sederhana pada penyakit neuromuskuloskeletal dan kardiopulmonal

Tatalaksana promotif dan preventif fungsi neuromuskuloskeletal dan kardiopulmonal

Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat

Pelayanan Kesehatan bagi Penyandang Disabilitas


Promotif

Preventif

Kuratif

Habilitatif - Rehabilitatif

SASARAN : ORANG YANG BELUM MENGALAMI DISABILITAS PENYANDANG DISABILITAS


• PEMENUHAN LAYANAN KESEHATAN BAGI
PENYANDANG DISABILITAS MERUPAKAN BAGIAN
DARI PROGRAM PENANGGULANGAN GANGGUAN
FUNGSIONAL

Peningkatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi
PROMOTIF ●


Dukungan regulasi
Kerjasama LP/LS


Pengendalian faktor risiko
PREVENTIF ●


Tatalaksana dini penyakit
Pencegaham komplikasi penyakit dasar dan penyerta


Pelayanan kesehatan dasar hingga rujukan

KURATIF Peningkatan kapasitas petugas



Penguatan kader

Penguatan Jaminan Kesehatan Nasional

HABILITATIF -
DRAF PERMENKES


Pelayanan rehabilitasi medik
Penguatan Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat
REHABILITATIF
PENANGGULANGAN
GANGGUAN FUNGSIONAL

POSBINDU
Peningkatan partisipasi Penyandang Disabilitas
BAGI
DISABILITAS
AKSESIBILTAS
PELAYANAN KESEHATAN INKLUSIF BAGI
PENYANDANG DISABILITAS

INKLUSI

MENGHILAN
GKAN
HAMBATAN

KESETARAAN HAK PROSES


ASASI, PARTISIPASI
PELAYANAN
PENUH DAN AKSES
PELAYANAN KESEHATAN YANG
KESEHATAN SAMA

PENGHORMA
TAN
PERBEDAAN
Hambatan Disabilitas

FISIK ATAU
HAMBATAN APA SAJA YANG DIHADAPI DALAM LINGKUNGAN
KOMUNIKASI
VIDEO TERSEBUT? KEBIJAKAN 42
SIKAP
CARA BERINTERAKSI DENGAN
PENYANDANG DISABILITAS
KESALAHAN DALAM IMPLEMENTASI AKSESIBILITAS

Sumber:
KESALAHAN DALAM IMPLEMENTASI AKSESIBILITAS

Sumber:
www.google.co.id
KESALAHAN DALAM IMPLEMENTASI AKSESIBILITAS

Sumber:
www.google.co.id
KESALAHAN DALAM IMPLEMENTASI AKSESIBILITAS

Sumber:
www.google.co.id
KESALAHAN DALAM IMPLEMENTASI AKSESIBILITAS

Sumber:
KESALAHAN DALAM IMPLEMENTASI AKSESIBILITAS

Sumber:
KESALAHAN DALAM IMPLEMENTASI AKSESIBILITAS

Sumber:
www.google.co.id
KESALAHAN DALAM IMPLEMENTASI AKSESIBILITAS

Sumber:
www.google.co.id
YANG HARUS DILAKUKAN PUSKEMAS/FKTP

1. Memperhatikan aksesibilitas sarana


dan prasarana bagi penyandang
disabilitas
2. Membina UKBM Rehabilitasi
bersumber daya masyarakat (RBM)
3. Mengembangkan kapasitas Tenaga
kesehatan dalam penanggulangan
gangguan fungsional
PUSKESMAS BANDARAYA KOTA BANDA
ACEH PROV. ACEH
………..TERIMA KASIH
AYO...PRAKTEK
DETEKSI DINI
GANGGUAN
PENGLIHATAN &
PENDENGARAN
DI FKTP

Anda mungkin juga menyukai