Anda di halaman 1dari 11

Nama Peserta: dr.

Daniel
Nama Wahana: RSUD Bitung Manembo-nembo
Topik: Dsypnea
Tanggal (kasus): 15 September 2016
Nama Pasien: Tn A
No. RM:
Tanggal Presentasi: 31 Agustus 2013
Nama Pendamping: dr. Reineer Raewaya
Tempat Presentasi: RSUD Bitung Manembo-nembo
Obyektif Presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi: Seorang pria berusia 51 tahun datang dengan keluhan perut dan kaki terasa bengkak disertai kulit
tampak kuning disertai diare dengan konsistensi cair.
Tujuan: Tujuan: Mampu mendiagnosis dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan lab sederhana
Bahan bahasan:
Tinjauan Pustaka
Riset
Kasus
Audit
Cara
Diskusi
Presentasi dan Email
Pos
membahas:
diskusi
Data pasien:
Nama: Tn. A
Nomor Registrasi:
Nama klinik: RSUD Bitung
Telp: 0438-38066
Terdaftar sejak: 2 September 1996
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/Gambaran Klinis:
2 minggu SMRSI pasien mengalami bengkak pada perut, kemudian tungkai bawah, dan muka secara
bertahap. Disertai dengan keluhan mata yang terlihat menguning, perut terasa kembung, cepat lelah. Nafsu
makan baik. Disangkal adanya mual dan muntah, timbulnya bintik-bintik merah pada kulit dan perubahan warna
kulit menjadi lebih gelap atau lebih terang.
1 hari SMRSI pasien mencret, konsistensi cair, 14x/ hari, tidak ada darah dan lendir. Berlangsung sampai
3 hari setelah dirawat, konsistensi menjadi agak padat, 3-4x/ hari. Dikatakan bahwa selama dirawat pernah 1x
BAB menjadi ada lendir dan darah segar. BAK menjadi lebih pekat, frekuensi dan volume masih dalam batas
normal.
Pasien memiliki riwayat minum alkohol setiap hari hingga berbotol-botol, 15 tahun yang lalu dan
berlangsung selama 5 tahun. Disangkal adanya riwayat hepatitis, transfusi darah, dan obat-obatan yang
dikonsumsi dalam waktu lama.
Keadaan Umum
Kesan sakit
Kesadaran
Posisi serta aktifitas

: sakit berat
: compos mentis
: tidak ada letak paksa

Tanda-tanda Vital
Nadi
Suhu tubuh
Pernafasan
Tensi

: 68 x/ menit, reguler, isi cukup, ekual


: 37.0 oC, aksiler
: 20 x/ menit, tipe: thorakoabdominal
: 100/ 60 mmHg

Pengukuran
Umur
Berat badan
Tinggi badan
Status gizi

: 51 tahun 7 bulan
: 78 kg
: 166 cm
: baik

Pemeriksaan sistematik
Rambut
: hitam, lebat, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Kulit
: pucat (-), sianosis (-), ikterik (-), turgor kembali cepat, petekiae (-), spider nevi (-), eritema
palmaris (-), purpura (-)
KGB
: tidak teraba massa
Kepala
: tidak ada kelainan
Mata
: konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik +/+, mata cekung (-)
Hidung
: pernafasan cuping hidung (-), sekret hidung (-), epistaksis (-), ekskoriasi septum nasi sinistra
ulut Mulut
: bibir lembab, mukosa basah, foetor hepaticus (-)
Leher
: kaku kuduk (-)
Dada
: bentuk dan pergerakan simetris, retraksi (-), Spider Naevi (+)
Pulmo
: VBS +/+, rhonki -/-, wheezing -/Jantung
: BJ murni I dan II, reguler, tidak terdapat murmur
Abdomen
: Cembung, tegang, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, bising usus (+) meningkat, nyeri tekan
(-), Caput medusa (+), Shifting Dullnes (+)
Alat kelamin
: Laki-laki, tidak ada kelainan
Anus dan rectum
: tidak ada kelainan
: akral hangat, CRT <2 detik, clubbing finger (-), kuku tampak pucat (+), pitting oedem cruris dextra sinistra (+)
Neurologis
: refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-, Flapping Tremor (+)
Rangsang meningen (-)
Pemeriksaan Penunjang:
14/4/2013
Darah

HbsAg
Bilirubin total
Bilirubin direk
Bilirubin indirek
SGOT
80
SGPT
60
Kreatinin
GDS
135
Urine Rutin
BJ
1,020
Protein
(-)
Reduksi
Keton
(-)
Urobilin
(+)
Bilirubin
(+)
Nitrit
(-)
Epitel
0-2
Eritrosit
(-)
Leukosit
(-)
Bakteri
(-)
Kristal
(-)

(-)
5,2 mg/dl
3,9 mg/dl
1,3 mg/dl
1,3

(-)

Kimia

Albumin
AFP

: 2,2 g/dl
: 46,71 ng/ml

15/4/2013
Darah

Hb
Ht
Leuko
Tc
LED
Diff

12,8
36
17.300
160.000
3
Basofil 0,2
Eosinofil
Staff 0
Segmen
Limfosit
Monosit

0,4
73,5
13,9
12,0

Feses

Warna
Lendir
Amylum
Amoeba

kuning/lembek
(-)
(+)
(-)

17/4/2013
Darah

Glukosa 2jam pp

221 mg/dl

19/4/2013
Darah

GD puasa
GD 2jam pp

146 mg/dl
205 mg/dl

USG (14/4/2013)
Liver
Tampak kecil, permukaan tidak rata, tepi tumpul. Tekstur parenkim tidak homogen, echogenisitas normal.
Di lobus kanan tampak masa padat lebih hiperechoic, batas kurang tegas, ukuran 41x41mm, tekstur parenkim
tidak homogen. Terlihat juga nodul padat hiperechoic diameter 13mm, batas tegas, tekstur parenkim homogen.
Vena porta tidak melebar, salurn empedu normal.
Gall blader
Besar dan bentuk normal. Dinding rata, tidak menebal. Intraluminal tidak tampak kelainan. Perigallblader
normal.
CBD
Tidak melebar, intraluminal tidak tampak kelainan.
Pankreas
Besar dan bentuk normal. Tekstur parenkim homogen, echogenisitas normal. Duktus pancreaticus mayor
normal.
Spleen
Membesar. Tekstur parenkim homogen, echogenisitas normal. Vena lienalis tidak melebar.
Intraperitoneal
Tampak cairan bebas dalam jumlah sedang.

D/ USG saat ini :

liver dengan gambaran cirrhosis, disertai dengan suspek neoplasia di lobus kanan, dan ada nodul
padat hiperechoic kecil (hemangioma? Nodul metastase?)
Splenomegali + asites
Gall blader dan CBD tidak tampak kelainan
Pankreas tidak tampak kelainan
Sedikit efusi Pleura kiri
RO thorax
Kolom udara dalam trachea normal, aorta normal. Cor membesar, dengan apex tertanam pada diafragma. Sinus
normal. Diafragma kanan meninggi. Pulmo: hili kasar, corakan bronchovaskular tidak bertambah.
Costae, clavicula, jaringan lunak dinding dada normal.
Kesan: Cardiomegali, diafragma kanan meninggi, hepatomegali.
Diagnosis:
Diagnosis banding

: Sirosis Hepatis ec. Alkoholisme Kronik


Keganasan hepar

Diagnosis tambahan : Gastroenteritis


Diagnosis kerja
: Sirosis Hepatis ec. Alkoholisme Kronik + Gastroenteritis
Usulan Pemeriksaan: Biopsi Hati
Penatalaksanaan:
Non medikamentosa:
Istirahat yang cukup, tirah baring

Berhenti mengkonsumsi alkohol

Kalori yang adekuat dan protein sebanyak 75-100 g/ hari

Batasi konsumsi natrium 400-800 mg/ hari

Pembatasan asupan cairan (<800-1000 mg/ hari)

Medikamentosa:
Spironolakton 100mg, dosis 1x1 tablet

Furosemide 40mg, dosis 1x1 tablet

Multivitamin dosis 1x1

Curcuma 3x1

Propranolol 10mg, dosis 2x1 tablet

Metronidazole tab 2x250 mg


2. Riwayat Pengobatan: 3. Riwayat kesehatan/Penyakit: Gouty arthritis, Riwayat Hipertensi
4. Riwayat keluarga: Daftar Pustaka:

1.Braunwald, E., dkk. 2008. Harrisons Principales of Internal Medicine, 17th ed. Mc. Graw and Hill; USA.
Page: 1971-1980.
2.Sherlock, Sheila. 1995. Penyakit Hati dan Sistem Saluran Empedu, ed. 2. Widya Medika; Jakarta. Hal: 419422.
3.Tierney, L.M.Jr, dkk. 2004. Lange, Current Medical Diagnosis and Treatment, 43rd ed. Mc. Graw and Hill;
USA. Page: 640-644.
Hasil Pembelajaran:
1. Definisi dan Klasifikasi Sirosis Hepatis
2. Pathogenesis dan Diagnosis Sirosis Hepatis
3. Penatalaksanaan Sirosis Hepatis
4. Komplikasi Sirosis Hepatis
Subyektif
2 minggu SMRSI pasien mengalami bengkak pada perut, kemudian tungkai bawah, dan muka secara
bertahap. Disertai dengan keluhan mata yang terlihat menguning, perut terasa kembung, cepat lelah. Nafsu
makan baik. Disangkal adanya mual dan muntah, timbulnya bintik-bintik merah pada kulit dan perubahan warna
kulit menjadi lebih gelap atau lebih terang.
1 hari SMRSI pasien mencret, konsistensi cair, 14x/ hari, tidak ada darah dan lendir. Berlangsung sampai
3 hari setelah dirawat, konsistensi menjadi agak padat, 3-4x/ hari. Dikatakan bahwa selama dirawat pernah 1x
BAB menjadi ada lendir dan darah segar. BAK menjadi lebih pekat, frekuensi dan volume masih dalam batas
normal.
Pasien memiliki riwayat minum alkohol setiap hari hingga berbotol-botol, 15 tahun yang lalu dan
berlangsung selama 5 tahun. Disangkal adanya riwayat hepatitis, transfusi darah, dan obat-obatan yang
dikonsumsi dalam waktu lama.
Objektif

Pemeriksaan sistematik
Kulit: pucat (-), sianosis (-), ikterik (-), turgor kembali cepat, eritema palmaris (-), purpura (-)
Mata: konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik +/+, mata cekung (-)
ulut Mulut: bibir lembab, mukosa basah, foetor hepaticus (-)
Pulmo
: VBS +/+, rhonki -/-, wheezing -/Jantung
: BJ murni I dan II, reguler, tidak terdapat murmur
Abdomen
: Cembung, tegang, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, bising usus (+) meningkat, nyeri tekan
(-), Caput medusa (+), Shifting Dullnes (+)
Ekstremitas : Akral hangat, kuku:white nail (-), Dupuytren Kontraktur (-)
Alat kelamin
: Laki-laki, tidak ada kelainan
Anus dan rectum
: tidak ada kelainan
Ekstremitas
: akral hangat, CRT <2 detik, clubbing finger (-), kuku tampak pucat (+), pitting oedem cruris
dextra sinistra (+)
Neurologis
: refleks fisiologis +/+, refleks patologis -/-, Flapping Tremor (+)
Rangsang meningen (-)
Pemeriksaan Penunjang:
14/4/2013
Darah

HbsAg
Bilirubin total
Bilirubin direk
Bilirubin indirek

(-)
5,2 mg/dl
3,9 mg/dl
1,3 mg/dl

SGOT
SGPT
Kreatinin
GDS

80
60
1,3
135

Kimia

Albumin
: 2,2 g/dl
AFP : 46,71 ng/ml
15/4/2013
Darah

Hb
Ht
Leuko
Tc
LED
Diff

12,8
36
17.300
160.000
3
Basofil 0,2
Eosinofil
Staff 0
Segmen
Limfosit
Monosit

0,4
73,5
13,9
12,0

Feses

Warna
Lendir
Amylum
Amoeba

kuning/lembek
(-)
(+)
(-)

USG (14/4/2013)
D/ USG saat ini :
liver dengan gambaran cirrhosis, disertai dengan suspek neoplasia di lobus kanan, dan ada nodul
padat hiperechoic kecil (hemangioma? Nodul metastase?)
Splenomegali + asites
Gall blader dan CBD tidak tampak kelainan
Pankreas tidak tampak kelainan
Sedikit efusi Pleura kiri
RO thorax
Kesan: Cardiomegali, diafragma kanan meninggi, hepatomegali.
Sehingga pada kasus ini Sirosis Hepatis et causa Alkoholik kronis dengan gastroenteritis ditegakkan
berdasarkan:
a. Anamnesis (Perut dan kaki terasa bengkak, mata tampak kuning, mencret, riwayat mengkonsumsi alkohol
sejak muda )
b. Pemeriksaan fisik (Sklera ikterik, shifting dullnes (+), pitting oedem (+), Flapping tremor (+))
c. Pemeriksaan Laboratorium: (Bilirubin direk : 3,9 mg/dl, Bilirubin indirek : 1,3 mg/dl, SGOT : 80, SGPT :
60, Albumin : 2,2 g/dl, USG : Gambaran Sirosis Hepatis dan ascites.

Assessment

Definisi Sesak nafas


American Thoracic Society mendefinisikan dyspnea sebagai ketidaknyamanan bernafas. Dyspnea merupakan
fenomena komplek akibat ketidakseimbangan pada oksigenasi, kadar karbon dioksida maupun keseimbangan
asam basa.
Diagnosis banding dyspnea
Dyspnea dapat terjadi secara akut maupun kronis. Adapun kelainan yang menimbulkan keluhan sesak nafas
dibagi berdasar asal yaitu kelainan sistem pulmonal, sistem kardiak atau penyebab lain seperti akibat gangguan
metabolik dan neuromuskular.

Kelainan sistem pulmonal


Kelainan sistem pulmonal dibagi menjadi kelainan obstruktif atau restriktif. Penyakit obstruksi paru tersering
adalah asma atau COPD. Gejala yang biasa dikeluhkan yaitu rasa tertekan di tenggorokan atau dada yang
dicetuskan oleh latihan, udara dingin atau infeksi saluran nafas atas. Pasien umumnya memiliki riwayat merokok
dan batuk kronis dengan produksi dahak. Pemeriksaan fisik didapati wheezing, penurunan suara nafas dan
pemanjangan waktu ekspirasi. Pada sesak karena obstruksi trakea didapati takipnea, keringat dingin dan stridor.
Adapun penyakit paru restriktif seperti emfisema paru menurunkan pertukaran oksigen di alveolus.
Pemeriksaan fisik pasien dengan emfisema didapati pursed lip breathing, takipnea saat istirahat, menurunnya
suara nafas, barrel-shaped chest, hipersonor pada perkusi dan penurunan suara jantung precordial. Penyakit paru
interstisial contohnya sarcoidosis, penyakit paru rheumatoid, scleroderma, asbestosis dan silicosis, dan
idiopathic pulmonary fibrosis. Pasien tersebut mengeluh dyspnea progresif, batuk kering dan nyeri dada pleuritik.
Hipertensi pulmoner primer biasanya merupakan manifestasi dari penyakit lain seperti COPD, penyakit paru
interstisial, obesitas, penyakit jantung kongenital, sleep apnea, dan emboli paru. Tanda fisik yang ditemukan yaitu
penonjolan ventrikel kanan, pulsasi vena jugular yang prominen, suara katub pulmonal yang keras, terdengarnya

suara jantung tiga dan empat, edema kaki, dan hepatomegaly. Penyakit parenkim seperti pneumonia ditandai
dengan demam, menggigil, nyeri dada pleuritik dan batuk. Pemeriksaan ffisik didapati rales, suara nafas
bronkial, perkusi yang redup, meningkatnya fremitus raba, egofoni dan whispering pectoriloquy ditemukan pada
pasien dengan konsolidasi lobar. Efusi pleura juga dapat menyebabkan sesak nafas dan ditandai batuk non
produktif, nyeri dada, penurunan fremitus raba, perkusi yang redup dan penurunan suara nafas. Pneumothorax
ditandai dengan sesak nafas yang mendadak. Emboli paru dapat menyebabkan sesak secara akut. Gejala meliputi
nyeri dada, hipotensi, gejala cor pulmonale. Pemeriksaan fisik sama seperti pada hipertensi pulmonal.
Pemeriksaan Spirometri untuk melihat rasio FEV1/FVC untuk mendiagnosa penyakit paru obstruktif seperti
asma dan COPD. Pemeriksaan x-ray thorax untuk mencari kelainan parenkim maupun interstisial lain seperti
pneumothorax, pneumonia, penyakit paru interstisial dan efusi pleura. Pemeriksaan CT scan juga dapat dilakukan
untuk melihat dengan lebih jelas kelainan parenkim paru. Kultur dahak dilakukan untuk menentukan pilihan
antibiotik.
Bila dari pemeriksaan dicurigai obstruksi dari trakea, dapat dilaukan CT-scan leher dan dada untuk mencari
sumber sumbatan. Laringoskopi direk dilakukan untuk menilai pita suara atau bentuk lain dari sumbatan nafas
atas.
Pada kecurigaan hipertensi pulmonal, diperlukan pemeriksaan untuk menyingkirkan penyebabnya yaitu tes
fungsi paru untuk COPD, echocardiogram untuk kelainan jantung kongenital, polysmonography untuk kelainan
pola nafas saat tidur, atau pemeriksaan emboli paru. Katerisasi jantung kanan dilakukan untuk memastikan
diagnosa hipertensi pulmonal. Pemeriksaan emobli paru dengan CT scan helical dada atau pemindaian ventilasi
perfusi, pemeriksaan kadar D-dimer darah.
Kelainan sistem kardiak
Dibagi kelainan sistem koroner, kardiomiopati, kelainan katub, kelainan pericardial. Sesak akibat kelainan
koroner biasanya timbul saat aktivitas, disertai nyeri dada, keringat dingin, mual, dan keluhan yang berkurang
dengan istirahat. Pemeriksaan fisik baru dapat ditemukan apabila infark miokard terjadi secara luas dan
menyebabkan gagal jantung sehingga dapat dijumpai tanda-tanda seperti suara rales pada auskultasi paru,
takikardia atau adanya suara jantung 3 dan 4.
Kardiomiopati dibagi menjadi tipe dilatasi, restriktif dan hipertrofi. Sesak timbul pada kardiomiopati tahap
lanjut berupa sesak saat istirahat, ortopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea. Pada pemeriksaan dapat dijumpai
tanda-tanda gagal jantung. Tanda-tanda tambahan yang dapat timbul yaitu murmur sistolik karena regurgitasi
mitral atau trikuspid akibat dilatasi ventrikular.
Kelainan katub aorta dan mitral menimbulkan gangguan ventrikel kiri dan distress pernafasan yang makin
memberat. Akibatnya timbul gagal jantung kiri. Triad stenosis aorta sedang-berat yaitu syncope saat aktivitas,
nyeri dada dan gagal jantung kongestif.
Kelainan pericardiac umumnya disebabkan inflamasi yang menimbulkan akumulasi cairan dan adhesi fibrosa
mengakibatkan tamponade pericardial sehingga timbul dyspnea oleh karena penurunan pengisian ventrikel dan
curah jantung. Nyeri dada tumpul atau tajam dapat timbul. Pericardial friction rub dijumpai kurang dari sepertiga
pasien. Temuan lain dari pemeriksaan fisik adalah takipnea, takikardia, hipotensi, pulse pressure sempit, distensi

vena leher, pulsus paradoksus, dan muffled heart sounds.


Segera lakukan pemeriksaan ekg bila sesak dicurigai akibat gangguan sistem kardiak. Bila sesak berlangsung
akut juga dapat dilakukan pemeriksaan enzim jantung. Pemeriksaan x-ray dada dapat menunjukan pembesaran
jantung dan gagal jantung kongestif. Echocardiogram dilakukan bila curiga suatu cardiomyopathy, kelainan katub
jantung dan kelainan pericardial.
Dyspnea akibat sebab lain
Gangguan sistem neuromuskular atau neuropati perifer dicurigai berdasar hasil x-ray dada dan gas darah
arteri. Hasil pemeriksaan akan menunjukan penurunan volume paru dan tanda kompensasi dari asidosis
respiratori. Pemeriksaan elektromyelogram dapat digunakan untuk mendiagnosa myasthenia gravis dengan
Guillain-Barr syndrome. Sesak akibat kyphoscoliosis dapat didiagnosa dari hasil x-ray thorax dan tulang
belakang. Anemia juga sering disertai dengan dyspnea untuk itu diperlukan pemeriksaan darah lengkap, walau
demikian tetap diperlukan pemeriksaan meliputi sistem paru dan jantung juga. Asidosis metabolik akibat
ketoasidosis diabetik atau asidosis laktat didiagnosa bila dijumpai penurunan serum bikarbonat. Kehamilan dan
gangguan psikiatri juga dapat menyebabkan dyspnea, namun pemeriksaan lain tetap perlu dilakukan untuk
menyingkirkan kemungkinan penyebab lainnya.
Plan
Diagnosa
Terapi
Terapi yang paling utama adalah pemberhentian konsumsi alkohol, makanan yang diberikan harus cocok,
dengann kalori yang adekuat dan protein sebanyak 75-100g/d dan, apabila ada retensi cairan, batasi konsumsi
natrium. Bila terdapat ensefalopati hepatikum, intake protein harus diturunkan sampai 60-80g/d. suplemen
vitamin disarankan. pada semua pasien dengan asites, pemasukan natrium harus dibatasi sebanyak 400800mg/hari, bila dieresis sudah baik, pembatasan natrium sudah tidak perlu dilakukan. Pembatasan asupan cairan
(<800-1000 mg/hari) diberikan pada pasien dengan hiponatremia (serum Na, 125 meq/L). Pada beberapa pasien
terdapat penurunan cairan asites yang cepat hanya dengan tirah baring dan pembatasan pemasukan natrium. Pada
individu dengan retensi cairan yang parah atau pada pasien dengan asites yang sulit hilang, ekskresi natrium
biasanya dibawah 10 meq/L
a. Diuretik: spironolakton biasanya dikombinasikan dengan furosemid, harus diberikan pada pasien yang tidak
memberikan respon pada pembatasan konsumsi garam. Dosis awal spironolakton adalah 100 mg/hari. Efek dari
antagonis aldosteron dapat dilihat dari peningkatan konsentrasi Na dalam urine. Dosisnya dapat ditingkatkan
100mg/3-5 hari (sampai dosis maksimal 400mg/hari) sampai diuresis tercapai, biasanya diawali dengan
peningkatan ekskresi natrium. Monitoring hiperkalemia sangat penting dilakukan. Pada pasien yang tidak bisa
menoleransi spironolakton karena efek samping seperti ginekomastia yang nyeri, amiloride, diuretik lain yang
tidak menyebabkan pengeluaran kalium yang lain, dapat digunakan dengan dosis 5-10 mg per hari. Diuresis
dapat ditingkatkan dengan penambahan loop diuretic seperti furosemide. Diuretik yang poten ini, bagaimanapun,
akan mempertahankan efek meskipun dengan penurunan GFR, dengan azotemia prerenal. Batas dosis dari

furosemid sekitar 40-160 mg / hari, dan obatnya harus diberikan dengan monitoring tekanan darah, pengeluaran
urine, status mental, dan elektrolit serum terutama kalium secara ketat.
Hasil akhir dari penurunan berat badan pad pasien dengan edema perifer harus melebihi 0,5-0,7 kg/hari.
b. Paracentesis dalam jumlah besar: pada pasien dengan asites yang berat dan respirasi yang membahayakan, asites
yang susah hilang dengan pemberian diuretik atau intoleransi terhadap efek samping dari diuretik, paracentesis
dalam jumlah besar cukup efektif (4-6L). pada saat selesai, terkadang dicoba pemberian albumin intravena
dengan dosis 10 g/L untuk mempertahankan volume intravascular, namun percobaan ini masih diperdebatkan.
Selain itu, pemberian albumin sangatlah mahal. Paracentesis dalam jumlah besar dapat diulangi setiap hari
sampai asites berkurang banyak dan menurunkan kebutuhan untuk dirawat dirumah sakit. Bila mungkin, diuretik
harus dilanjutkan dengan harapan dapat mencegah berulangnya asites.
c. Transjugular intrahepatic portosystemic shunt (TIPS)-TIPS adalah suatu tindakan bedah alternative pada kasus
tertentu dimana perdarahan esophagus selalu muncul secara refrakter (skleroterapi dengan menggunakan band
ligation endoscopic) dan menunjukkan keuntungan pada pasien dengan asites yang refrakter. Dilakukan dengan
menginsersi stent dari bahan metal antara cabang vena hepatikadan vena porta dengan memasang kateter melalui
vena jugularis interna
d. Shunt peritoneovenous. Pada masa lampau, shunt peritoneovenous disarankan pada pasien dengan asites yang
refrakter. Shunt ini bisa efektif namun memiliki banyak komplikasi: DIC- 65% dari pasien (simptomatik 25%,
berat 5%), infeksi bakteri 4-8 %, gagal jantung kongestif 2-4 % dan perdarahan esophagus dari peningkatan
volume intravascular yang mendadak.
e. Pengobatan untuk mencegah terjadinya varises oesofagus

Mengetahui,

Dr. Reineer Raewaya

Anda mungkin juga menyukai