Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

MELENA ec SUSPEK GASTRITIS EROSIVA dengan PANSITOPENIA

Pembimbing : Dr. Elhamida Gusti,SpPD


Disusun oleh: Olivia Ayu Andita
030.10.215

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD BUDHI ASIH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2014

BAB I
LAPORAN KASUS

STATUS ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH JAKARTA

Nama

: Olivia Ayu Andita

NIM

: 030.10.215

Pembimbing : Dr. Elhamida Gusti,SpPD

I. IDENTITAS
Nama

: Ny. E

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Umur

: 64 tahun

Pendidikan

: SMA

Jenis kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Alamat

: Jl. Prumpung barat

Tanggal masuk

: 31 Agutus 2014

No. RM

: 92.72.76

No.9 RT 09/RW 05, Jakarta Timur


Status pernikahan : Menikah

II. ANAMNESIS
Telah dilakukan autoanamnesis dengan pasien pada hari minggu pukul 08.20 WIB, tanggal
31 Agustus 2014.

Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD RS. Budhi Asih dengan keluhan bab terus-menerus (diare) sejak 4 hari
SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan bab terus-menerus (diare) sejak 4
hari sebelum masuk rumah sakit. Bab berwarna hitam dengan konsistensi cair dan terdapat
ampas. Frekuensi bab pasien > 3x perhari. Pasien juga mengeluh mual dan muntah > 3x
perhari yang timbul sejak 4 hari SMRS. Muntah berisi air dan makanan yang dimakan serta
mulut terasa pahit. Pasien mengaku mual dan muntah yang dialaminya membuat nafsu
makan makin berkurang. Akhir-akhir ini pasien merasa badannya terasa lemas.
Pasien mengatakan terdapat batuk tetapi tidak berdahak sejak 1 bulan SMRS. Pasien juga
merasakan pusing di kepala, gatal-gatal di daerah tenggorokan dan terdapat sariawan di gusi.
Riwayat muntah darah, batuk darah, demam, sesak, pilek disangkal. Bak normal jernih dan
lancar.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasein memiliki riwayat penyakit maag dan hipertensi. Pasien belum pernah dirawat di
rumah sakit sebelumnya. Pasien tidak mempunyai riwayat asma dan kencing manis. Pasien
mengaku tidak mempunyai riwayat penyakit paru dan tidak berobat selama 6 bulan
menggunakan obat berwarna merah. Riwayat alergi terhadap makanan dan obat-obatan
disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku bahwa dikeluarganya tidak ada yang memiliki keluhan yang sama dengan
pasien. Riwayat penyakit hipertensi dan kencing manis pada keluarga disangkal pasien.
Selain itu, Pada keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit paru seperti tb
paru atau pneumonia.

Riwayat Kebiasaan
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga dan memiliki dua orang anak yang sudah
berkeluarga. Pasien mengaku hanya tinggal bersama suami yang sudah pensiun. Pasien
jarang berolah raga dan memiliki kebiasaan makan yang tidak teratur. Pasien senang sekali
makan makanan yang asam dan pedas. Pasien juga mengaku suka minum jamu tetapi jarang.
Riwayat Pengobatan
Pasien pergi ke Puskesmas dengan keluhan bab hitam lalu dirujuk ke RS Budi Asih.
Riwayat alergi
Riwayat alergi obat dan makanan disangkal.
Riwayat Lingkungan
Pasien tinggal dirumah padat penduduk, pencahayaan baik tidak perlu memakai lampu pada
pagi hari, ventilasi cukup baik.
Anamnesis menurut sistem
Kulit : Tidak ada keluhan
Kepala : Kepala pusing. Pada mulut terdapat sariawan di gusi. Pada mata, telinga, hidung
tidak terdapat keluhan.
Leher : Nyeri menelan disangkal, terdapat rasa gatal-gatal di tenggorokan.
Dada : Nyeri dada dan sesak disangkal, terdapat batuk.
Abdomen : Bab hitam, nyeri ulu hati, perut kembung, muntah darah disangkal.
Saluran kemih : Bak lancar, jernih dan lancar.
Genital : Tidak terdapat keluhan pada pasien.
Ekstremitas : Tidak terdapat keluhan pada pasien.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum
Kesan sakit

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

TTV : TD : 130 /90 mmHg

N : 86x/menit

RR : 29x/menit

S : 36,6oC

BB : 55kg
TB : 160 cm
BMI : 21,4
Kesan : Normal
Status Generalis
Kulit
Warna kulit kuning langsat, pucat (+), sianosis (-), ikterik (-), turgor kulit baik, efloresensi
bermakna (-).
Kepala
Normochepali, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut, deformitas (-)
Mata : Ptosis (-), palpebra oedem (-), Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor, reflex cahaya langsung dan tidak langsung (+/+).
Telinga : Normotia, nyeri tarik atau nyeri lepas (-/-), liang telinga lapang (+/+), serumen
(-/-)
Hidung : Deformitas (-), krepitasi (-), nyeri tekan (-), kavum nasal tampak lapang (+/+)
Mulut : sianosis (-), bibir tidak kering, mukosa mulut kering, tidak ada efloresensi yang
bermakna, oral hygine baik, stomatitis aftosa (+), uvula letak di tengah, tidak hiperemis,
arkus faring tidak hiperemis dan tidak tampak detritus, tonsil T1/T1.
4

Leher
Inspeksi : Tak tampak benjolan KGB dan kelenjar tiroid
Palpasi : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba
membesar.
JPV : 5+2 cmH2O
Toraks
Inspeksi : Tidak tampak efloresensi yang bermakna, gerak pernafasan simetris tidak
tampak pergerakan nafas yang tertinggal, tulang iga tidak terlalu vertikal maupun
horizontal, retraksi otot-otot pernapasana (-).
Palpasi : vocal fremitus simetris kiri dan kanan dada. Ictus cordis teraba setinggi ICS-5 1
cm dari garis midclavicula kiri.
Perkusi : Didapatkan perkusi sonor pada kedua lapang paru.
-

batas paru dengan hepar : setinggi ICS-5 linea midclavicula kanan dengan suara
redup

batas paru dengan jantung kanan : setinggi ICS 3-5 linea sternalis kanan dengan suara
redup

batas paru dengan jantung kiri : setinggi ICS-5 1 cm linea midclavicula kiri dengan
suara redup

batas atas jantung : setinggi ICS-3 linea parasternal kiri dengan suara redup

Auskultasi :
-

Jantung : Bunyi jantung I & II regular murmur (-) gallop (-).

Paru : Suara napas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), Ronki (-/-).

Abdomen
Inspeksi : Tidak tampak efloresensi yang bermakna, perut buncit, smiling umbilicus (-),
hernia umbilikalis (-), pulsasi abnormal (-), spider navy (-).
5

Auskultasi : BU (+) normal.


Perkusi : Didapatkan timpani pada seluruh lapang abdomen, shifting dullness (-).
Palpasi : Teraba kembung, tidak teraba massa, defence muscular (-), nyeri tekan
epigastrium (+). Nyeri lepas (-). Hepar, lien tidak teraba, ballotemen (-).
Ekstremitas
Inspeksi : Simetris, tidak tampak efloresensi yang bermakna, oedem ekstremias superior
(-/-), oedem ekstremitas inferior (-/-), palmar eritema (-/-).
Palpasi : Akral teraba hangat, CRT < 2 detik.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

JENIS PEMERIKSAAN

Hasil

Satuan

Nilai normal

Leukosit

2,3

ribu/ul

3,8-11

Eritrosit

juta/ul

3,8-5,2

Hemoglobin

5,9

g/dl

11,7-15,5

Hematokrit

16

35-47

Trombosit

54

ribu/ul

150-440

MCV

84,0

fL

80-100

MCH

29,9

pg

26-34

MCHC

35,8

g/dl

32-36

RDW

15

<14

Gula darah sewaktu

138

mg/dl

<110

Na

126

mmol/l

135-155

4,9

mmol/l

3,6-5,5

Cl

97

mmol/l

98-109

TIBC

217

ug/dl

240-400

Besi(fe/iron)

122

ug/dl

50-170

IV. RINGKASAN
Pasien seorang wanita berusia 64 tahun datang ke IGD RSUD Budhi Asih dengan melena 4
hari SMRS. Pasien juga mengeluh mual dan muntah > 3x perhari yang timbul sejak 4 hari
SMRS. Muntah berisi makanan yang dimakan. Pasien kurang nafsu makan dan badannya
terasa lemas. Pasien juga mengeluh batuk kering sudah 1 bulan, pusing, gatal-gatal pada
tenggorokan, dan terdapat sariawan. Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi (+) dan
maag (+). Pasien memiliki kebiasaan makan yang tidak teratur dan senang mengkonsumsi
makanan asam, pedas, dan suka minum jamu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pre
hipertensi (140/90), takipnoe (24x/menit), kulit pucat, konjungtiva anemis, stomatitis aftosa,
perut teraba kembung dan terdapat nyeri tekan epigastrium.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil pansitopenia, yaitu didapatkan adanya
penurunan leukosit, eritrosit, hemoglobin, hematokrit, dan trombosit. Selain itu, pada
pemeriksaan laboratorium juga didapatkan hiperglikemia dan hiponatremia.
V. DAFTAR MASALAH
-

Melena ec suspek gastritis erosif

Pansitopenia ec suspek
Diagnosis banding : Anemia aplastik
Infeksi virus
Anemia defisiensi nutrisi (B12 dan asam folat)

VI.

Hiponatremia

PENGKAJIAN MASALAH

1. Melena ec suspek gastritis erosif


a. Melena adalah bab berwarna hitam seperti ter dan lengket serta berbau khas akibat
perdarahan pada saluran cerna bagian atas seperti pada penyakit gastritis erosif atau
PVO (pecah varises esofagus). Saluran cerna bagian atas yaitu diatas dari ligamentum
Treitz (esophagus, gaster, duonenum, dan jejunum proksimal). Gastritis erosif
merupakan salah satu tipe dari penyakit gastritis dimana terjadi erosi atau ulserasi
7

pada gaster yang telah mencapai sistem pembuluh darah. Pada pasien ini didapatkan
keluhan bab terus-menerus (diare) sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Bab
berwarna hitam dengan konsistensi cair dan terdapat ampas. Selain itu, pada pasien
juga didapatkan keluhan mual, muntah, perut kembung, dan nyeri pada ulu hati. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan epigastrium.
b. Rencana diagnosis untuk memastikan ada atau tidaknya perdarahan pada saluran cerna
bagian atas serta dapat dilakukan pemeriksaan tinja lengkap berupa pemeriksaan
secara makroskopik, mikroskopik atau secara kimia (benzidine test) dan pemeriksaan
darah rutin, sedangkan untuk mengetahui penyebab melena diperlukan pemeriksaan
endoskopi dan tes fungsi hati yaitu SGOT/SGPT, protein total, albumin dan globulin,
masa perdarahan dan masa pembekuan.
c. Rencana terapi pada melena yaitu untuk non medikamentosa yaitu pasang NGT,
dipuasakan, istirahat yang cukup, hindari factor penyebab yaitu mengkonsumsi
makanan yang asam dan pedas. Terapi medikamentosa yaitu, transfusi PRC 750 cc,
dexamethason 1 ampul, asering/8 jam, ceftazidine injeksi 2x1, pantoprazole injeksi
2x40mg dalam 500cc nacl per 8 jam, tranexamid injeksi 3x1, vit k injeksi 3x1,
sucralfat 4xCI.
2. Pansitopenia
a. Pansitopenia adalah menurunnya jumlah sel darah merah (eritrosit), sel darah putih
(leukosit), dan trombosit. Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin pasien
didapatkan penurunan jumlah leukosit (2,3 g/dl), eritrosit (2 g/dl), dan trombosit
(54.000 /ul). Pansitopenia merupakan suatu manifestasi klinis akibat penyakit lain
yang mendasarinya. Adapun penyakit yang dapat menyebabkan pansitopenia antara
lain :
1. Anemia aplastik
Anemia aplastik merupakan penyakit yang diakibatkan oleh kegagalan sumsum
tulang untuk memproduksi komponen sel-sel darah sehingga mengakibatkan
anemia yang disertai pansitopenia. Adanya jumlah eritrosit yang berkurang dalam
darah menyebabkan kadar hemoglobin dalam darah juga berkurang. Kadar
hemoglobin yang berkurang menyebabkan oksigenasi keseluruh organ tubuh mulai
8

dari otak hingga otot kaki berkurang sehingga timbulah keluhan letih, lesu, mual,
lemas dan juga lemah. Biasanya gejala baru timbul bila kadar hemoglobin dalam
darah <8 g/dl. Pada anamnesis pasien didapatkan keluhan pusing dan lemas,
sedangkan pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis. Pada
pemeriksaan darah rutin pasien didapatkan pansitopenia karena jumlah leukosit,
eritrosit dan trombosit yang menurun. Selain itu, didapatkan juga penurunan
hematokrit dan kadar hemoglobin.
2. Infeksi virus
Beberapa infeksi virus dapat menyebabkan gangguan pada sumsum tulang dalam
memproduksi sel-sel darah. Gangguan yang disebabkan oleh infeksi virus ini
beberapa dapat disembuhkan dan bersifat reversibel. Adapun virus yang dapat
menyebabkan pansitopenia antara lain, Epstein-Barr virus, hepatitis, HIV,
Cytomegalovirus, Parvovirus. Manifestasi klinis yang dapat timbul yaitu, diare,
lemas, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, serta didapatkan hasil
pansitopenia pada pemeriksaan laboratorium. Pada pasien didapatkan keluhan
berupa diare, lemas, dan nafsu makan yang berkurang. Pada pemeriksaan
laboratorium pasien didapatkan hasil pansitopenia.
3. Anemia defisiensi B12 dan asam folat
Anemia defisiensi B12 dan asam folat disebut juga sebagai anemia megaloblastik.
Anemia ini disebabkan oleh kurangnya komponen B12 dan asam folat dalam tubuh
yang diakibatkan oleh kurangnya asupan gizi, B12 dan asam folat. Pada anamnesis
didapatkan pasien memiliki kebiasaan makan yang tidak terarur karena tidak nafsu
makan. Hal ini dapat memungkinkan terjadinya anemia megaloblastik yang dapat
memicu keadaan pansitopenia.
b. Rencana diagnosis pada pasien untuk megetahui penyebab terjadinya pansitopenia
antara lain, pemeriksaan SADT, pemeriksaan darah perifer lengkap, hitung retikulosit,
pemeriksaan BMP (Bone Marrow Puncture), pemeriksaan SGOT/SGPT. Pemeriksaan
anti HAV, HbsAg. Pemeriksaan bilirubin total, bilirubin indirek, bilirubin direk.
Pemeriksaan anti HIV dan CD4.

c. Rencana terapi non medikamentosa yaitu istirahat yang cukup dan makan teratur.
Terapi medikamentosa pada pasien ini yaitu dengan pemberian transfusi PRC 750 cc
dan dexamethason 1 ampul untuk pre transfusi PRC.
3. Hiponatremia
a. Hiponatremia merupakan suatu gangguan keseimbangan elektrolit dimana kadar
natrium dalam darah kurang dari 135 mmol/l. Adapun gejala yang timbul akibat
hiponatremia mulai dari mual, malaise, lemas, pusing hingga terjadi penurunan
kesadaran pada hiponatremia yang berat. Pada pemeriksaan laboratorium pasien
didapatkan kadar natrium dalam darah kurang dari 135 mmol/l yaitu 126 mmol/l.
Selain itu, pada anamnesis pasien mengaku adanya mual dan lemas yang merupakan
salah satu gejala terjadinya hiponatremia. Hiponatremia bisa jadi merupakan suatu
manifestasi klinis akibat penyakit lain yang mendasarinya. Adapun penyakit yang
dapat menyebabkan hiponatremia antara lain, gagal jantung, gagal ginjal, pneumonia.
b. Rencana diagnostik yaitu dengan pemeriksaan elektrolit darah rutin, pemeriksaan
EKG, pemeriksaan ureum kreatinin, dan foto rontgen thoraks. Tujuan dari
pemeriksaan tersebut adalah untuk mengetahui ada atau tidak penyakit yang
mendasarinya.
c. Rencana terapi untuk non medikamentosa yaitu istirahat yang cukup dan makan yang
teratur sedangkan terapi medikamentosanya infus assering per 8 jam.

VII.

PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam


Ad fungsionam : dubia ad bonam

10

VIII.

FOLLOW UP

Tanggal

Subjektif

Objektif

Analisis

Perencanaan

1/09/2014

- bab hitam

Kesadaran Compos

-melena ec susp

-Asering/8 jam

dan lengket

mentis

gastritis erosif

-Inj Vit k 3x1

1x

TD 110/70mmHg

-pansitopenia ec

-Inj Kalnex 3x1

- batuk

N 100x/menit

suspek anemia

-Parasetamol 3x1

kering

RR 20x/menit

aplastik, infeksi

-Syr sukralfat 4xCI

- sariawan

S 37,1 oC

virus,

-Inj ceftazidin 3x1

- riwayat

Mata : CA -/-, SI -/-

-Hiponatremia

-Pantoprazole 1

maag lama

Thx

-suspek AKI dd

ampul/8jam

Paru : Sn

CKD

vesikuler
+/+, ronki -/-,
wheezing -/-

Jantung : S1
dan S2 reg,

Pemeriksaan

M (-), G (-)

anjuran:

Abd : supel, NT (+),

- H2TL post

NTE (+), BU (+).

transfusi kantong

Eks : akral hangat

ke-3

(+/+)

Lab :
Ginjal
-

Ureum: 120

Kreatinin:
2.44

Hati
-

SGOT: 12

SGPT: 10
11

Albumin:
3.0

Hematologi
-

Leukosit 2,8

Eritrosit 3,3

Hb

Hematokrit

9,9

31
-

Trombosit
41

Hasil SADT:
-

Eritrosit:
normositik
normokrom

Leukosit:
jumlah
kurang,
morfologi
normal

Trombosit:
jumlah
kurang,
morfologi
normal

Kesan:
pansitopenia

Hasil EKG:
Sinus takikardi
2/09/2014

- bab lunak

Kesadaran CM

-melena ec susp

-NGT AFF

dan tidak

TD 130/80mmHg

gastritis erosif

-Diit cair

hitam

N 90x/menit

perbaikan

bertahap
12

- nyeri perut

RR 20x/menit

-pansitopenia ec

-Asering/8 jam

berkurang

S 37,5 oC

suspek anemia

-Inj Vit k 3x1

- batuk

Mata : CA -/-, SI -/-

aplastik, infeksi

-Inj Kalnex 3x1

kering

Thx

virus,

-Parasetamol 3x1

Paru : Sn

-suspek AKI dd

-Syr sukralfat 4xCI

vesikuler

CKD

-Inj ceftazidin 3x1

+/+, ronki -/-,

-Hiponatremia

-Inj pantoprazole

-sariawan

wheezing -/-

2x40 mg

Jantung : S1

Pemeriksaan

dan S2 reg,

anjuran:

M (-), G (-)

-USG abdomen

Abd : supel, NT (-),

-ureum kreatinin/

BU (+)

2 hari

-VIP albumin 3x3

Eks : akral hangat


(+/+)
3/09/2014

-batuk kering

Kesadaran CM

-Trombositopenia

-Asering/8 jam

-sariawan

TD 120/80 mmHg

sekunder

-Inj Vit k 3x1

N 90x/menit

-suspek AKI dd

-Inj Kalnex 3x1

RR 20x/menit

CKD perbaikan

-Parasetamol 3x1

S 36,5 C

-Hiponatremia

-Syr sukralfat 4xCI

Mata : CA -/-, SI -/-

perbaikan

-Inj ceftazidin 3x1

Thx
-

-Inj pantoprazole
Paru : Sn

Pemeriksaan

2x40 mg

vesikuler

anjuran:

-VIP albumin 3x3

+/+, ronki -/-,

- H2TL

-Inj

wheezing -/-

-foto rontgen

metilprednisolon

Jantung : S1

toraks

1x62,5

dan S2 reg,

-LED

-Transfusi TC 20

M (-), G (-)

unit

Abd : supel, NT (-),


BU (+)
13

Eks : akral hangat


(+/+)
Lab :
Ginjal
-

Ureum: 109

Kreatinin:
1,80

Hematologi
-

Leukosit 4,2

Eritrosit 3,5

Hb

Hematokrit

10,3

30
-

Trombosit:
6

Elektrolit

4/09/2014

Na: 142

K: 3,8

Cl: 110

-batuk

Kesadaran CM

- pansitopenia ec

-Asering/8 jam

-petekie di

TD 120/70 mmHg

suspek anemia

-Inj Vit k 3x1

tangan dan

N 100x/menit

aplastik, infeksi

-Inj Kalnex 3x1

kaki

RR 20x/menit

virus,

-Parasetamol 3x1

-sariawan

S 37oC

-suspek AKI dd

-Syr sukralfat 4xCI

Mata : CA -/-, SI -/-

CKD

-Inj ceftazidin 3x1

Thx
-

-Inj pantoprazole
Paru : Sn

Pemeriksaan

2x40 mg

vesikuler

anjuran:

-VIP albumin 3x3

+/+, ronki -/-,

- H2TL

-Inj

wheezing -/-

metilprednisolon

Jantung : S1

1x62,5
14

dan S2 reg,

-candistin drop

M (-), G (-)

3x1

Abd : supel, NT (-),


BU (+)
Eks : akral hangat
(+/+)
Lab:
Hematologi
-

Leukosit 2,2

Eritrosit 3,3

Hb

Hematokrit

9,1

28
-

Trombosit
117

LED : 40
Foto rontgen toraks:
-Cardiomegali
5/09/2014

-batuk

Kesadaran CM

- pansitopenia ec

-Asering/8 jam

-petekie di

TD 120/80 mmHg

suspek anemia

-Inj Vit k 3x1

tangan dan

N 60x/menit

aplastik, infeksi

-Inj Kalnex 3x1

kaki

RR 20x/menit

virus,

-Parasetamol 3x1

-sariawan

S 36,5oC

-suspek AKI dd

-Syr sukralfat 4xCI

Mata : CA -/-, SI -/-

CKD

-Inj ceftazidin 3x1

Thx
-

-Inj pantoprazole
Paru : Sn

Pemeriksaan

2x40 mg

vesikuler

anjuran:

-VIP albumin 3x3

+/+, ronki -/-,

- H2TL

-Inj

wheezing -/-

-Sputum BTA

metilprednisolon

Jantung : S1

1x62,5

dan S2 reg,

-candistin drop 3x1


15

M (-), G (-)

-Transfusi PRC

Abd : supel, NT (-),

300 cc

BU (+)
Eks : akral hangat
(+/+)

Lab :
Hematologi
-

Leukosit 2,8

Eritrosit 2,9

Hb

Hematokrit

8,3

24
-

Trombosit
92

6/09/2014

-batuk

Kesadaran CM

- trombositopenia

-Asering/24 jam

berkurang

TD 120/80 mmHg

sekunder

-Parasetamol 3x1

-sariawan

N 90x/menit

-suspek AKI dd

-Syr sukralfat 4xCI

berkurang

RR 20x/menit

CKD

-Inj ceftazidin 3x1

S 36,6 C

-Inj pantoprazole

Mata : CA -/-, SI -/-

2x40 mg

Thx
-

Pemeriksaan

-VIP albumin 3x3

Paru : Sn

anjuran:

-metilprednisolon

vesikuler

- H2TL

8 mg tab 2-1-1

+/+, ronki -/-,

-candistin drop 3x1

wheezing -/-

Jantung : S1
dan S2 reg,
M (-), G (-)

Abd : supel, NT (-),


BU (+)
16

Eks : akral hangat


(+/+)

Lab :
Hematologi
-

Leukosit 5,3

Eritrosit 3,4

Hb

Hematokrit

10,2

30
-

Trombosit
84

8/09/2014

-belum BAB

Kesadaran CM

- trombositopenia

-Asering/24 jam

2 hari

TD 140/90 mmHg

sekunder

-Parasetamol 3x1

-sariawan

N 80x/menit

perbaikan

-Syr sukralfat 4xCI

berkurang

RR 20x/menit

-suspek AKI dd

-Inj ceftazidin 3x1

S 36,6oC

CKD

-Inj pantoprazole

Mata : CA -/-, SI -/-

2x40 mg

Thx

-VIP albumin 3x3

Paru : Sn

-metilprednisolon

vesikuler

8 mg tab 2-1-1

+/+, ronki -/-,

-candistin drop 3x1

wheezing -/-

-lactulac syr 2x1

Jantung : S1

-kenalog oral best

dan S2 reg,

4x1cc

M (-), G (-)

-B12 3x1

Abd : supel, NT (-),

-asam folat 3x1

BU (+)

-yel gel extra 1x

Eks : akral hangat


(+/+)
Lab :
17

Hematologi
- Leukosit 9,5
- Eritrosit 3,8
- Hb

11,1

- Hematokrit
34
- Trombosit 91
9/09/2014

-sudah bisa

Kesadaran CM

-suspek AKI dd

BLPL:

BAB

TD 140/80 mmHg

CKD

-cefixim 2x200

-sariawan

N 100x/menit

-B12 3x1

makin

RR 20x/menit

-Asam folat 3x1

berkurang

S 36,2oC

-Metil

Mata : CA -/-, SI -/-

prednisolon 2-1-1

Thx

-Vip alb 3x1

Paru : Sn
vesikuler
+/+, ronki -/-,
wheezing -/-

Jantung : S1
dan S2 reg,
M (-), G (-)

Abd : supel, NT (-),


BU (+)
Eks : akral hangat
(+/+)

18

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. GASTRITIS EROSIF
I. Definisi
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung
yang dapat bersifat akut, kronis dan difus atau local. Gastritis erosive bila terjadi
kerusakan mukosa lambung yang tidak meluas sampai epitel.
Gastritis merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan
merupakan respon mukosa terhadap berbagai iritan local. Endotoksin bakteri (setelah
menelan makanan), kafein, alcohol, dan aspirin merupakan pencetus yang lazim. Infeksi
Helicobacter pylori lebih sering dianggap penyebab gastritis akut. Obat-obatan seperti
obat anti inflamasi non steroid (OAINS), sulfonamide, steroid juga diketahui
mengganggu sawar mukosa lambung.
II. Epidemiologi
Adanya kasus gastritis di masyarakat:
a. Berdasarkan data yang diperoleh dari medical record suatu Rumah Sakit pada
tahun 2010 ditemukan jumlah pasien yang dirawat dengan penyakit infeksi pada
saluran pencernaan adalah 55% dengan diare, 34,5% dengan gastritis, 4% dengan
infeksi usus, 3,5% dengan peritonitis, dan 3% dengan penyakit infeksi lainnya.
b. Rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia menjaga kesehatan lambungnya,
menyebabkan jumlah penderita gastritis mengalami kenaikan grafik. Di penjuru
dunia saat ini penderita gastritis mencapai 1,7 miliar. Hasil penelitian riset Brain
& Co dengan PT. Kalbe Farma tahun 2010, terhadap 1645 perponden di Medan,
Jakarta, Surabaya dan Denpasar mengungkapkan 60% dai jumlah responden
menderita gastritis.
c. Menurut dr. Ari Fahrial Syam SpPD-KGEH MMB dari Divisi Gastroenterologi
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo dari hasil
19

penelitian yang dilakukan RSCM pada sekitar 100 pasien dengan keluhan
dyspepsia, didapatkan 20% penderita yang mengalami kelainan organic lebih
lanjut dengan menggunakan endoskopi. Suatu penelitian lain dengan jumlah
pasien yang cukup besar dan melibatkan pusat endoskopi pada beberapa kota di
Indonesia juga menunjukkan tinggi penderita gastritis kronis. Dari 7092 kasus
dyspepsia yang dilakukan endoskopi, ditemukan 86,41% penderita mengalami
dyspepsia fungsional. Data-data penelitian dari luar negeri yang menunjukan
angka yang tidak terlalu berbeda. 9
III.

Etiologi
a. Obat-obatan: Asam asetil salisilat (terutama), indomethacin, sulfonamide, OAINS
dan steroid. Misal, aspirin dalam dosis rendah sudah dapat menyebabkan erosi
mukosa lambung.
b. Alkohol
c. Gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung: trauma, luka bakar, sepsis.
d. Mencerna asam atau alkali kuat, dll
e. Inflamasi lambung yang dapat disebabkan oleh ulkus benigna atau maligna dari
lambung atau oleh Helicobacter pylori
Secara makroskopik terdapat lesi erosi mukosa dengan lokasi berbeda.
a. Jika karena stress, erosi ditemukan pada korpus dan fundus.
b. Jika karena OAINS, erosi terutama ditemukan di daerah
antrum, namun dapat juga menyeluruh
Secara mikroskopik, terdapat erosi dengan regenerasi epitel dan ditemukan reaksi sel
inflamasi neutrophil yang minimal.

IV.

Patomekanisme
Gastritis bisa disebabkan karna stres, zat kimia misalnya obat-obatan dan alkohol,
makanan yang pedas, panas maupun asam. Ketika mengalami stres akan terjadi
perangsangan saraf simpatis nervus vagus yang akan meningkatkan HCl didalam
lambung. HCl dilambung akan menimbulkan mual muntah.
20

Zat kimia maupun makanan yg merangsang menyebabkan sel epitel kolumner, yang
berfungsi untuk menghasilkan mukus, mengurangi produksinya. Fungsi mukus untuk
memproteksi mukosa lambung agar tidak ikut tercerna. Lapisan mukosa gaster terdapat
sel yang memproduksi HCl (terutama daerah fundus)dan pembuluh darah.
Vasodilatasi

mukosa

gaster

menyebabkan

produksi

HCl

meningkat.

Anoreksia menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ditimbulkan karena kontak HCl dengan
mukosa gaster. Respon mukosa lambung akibat penurunan sekresi mukus dapat berupa
eksfeliasi (pengelupasan). Eksfeliasi sel mukosa gaster akan mengakibatkan erosi pada
sel mukosa. Hilangnya sel mukosa akibat erosi memicu timbulnya sindrom dyspepsia.

V.

Tanda dan Gejala


Secara umum pasien gastritis erosive mengeluh dyspepsia. Dyspepsia adalah suatu
sindrom/kumpulan gejala berupa mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa
terbakar, rasa penuh ulu hati dan cepat merasa kenyang. Secara umum dyspepsia dibagi
menjadi empat yaitu: dyspepsia akibat tukak, dyspepsia akibat motilitas, dyspepsia akibat
refluks dan dyspepsia tidak spesifik.
Pada dyspepsia gangguan motilitas, keluhan yang paling menonjol adalah perasaan
kembung, rasa penuh ulu hati setelah makan, cepat merasa kenyang disertai sendawa.
Pada dyspepsia akibat refluks, keluhan yang menonjol berapa nyeri ulu hati dan rasa
seperti terbakar, harus disingkirkan adanya pasien kardiologi. Pasien tukak memberikan
ciri seperti nyeri ulu hati, rasa tidak nyaman, disertai muntah. Rasa sakit gastritis erosive
timbul setelah makan, berbeda dengan ulkus duodenum yang lebih enak setelah makan.
Walaupun demikian, rasa nyeri saja tidak cukup menegakkan gastritis erosive, selain itu
dapat terjadi juga perdarahan atau perforasi
Diagnosis
Diagnosis

gastritis

erosive

ditegakkan

berdasarkan

pengamatan

klinis,

pemeriksaan penunjang (radiologi dan endoskopi), dan hasil biopsy untuk


pemeriksaan kuman Helicobacter pylori (Tarigan, P., 2007).
21

Pemeriksaan endoskopi memudahkan diagnosis tepat erosive. Dengan endoskopi


memungkinkan visualisasi dan dokumentasi fotografik sifat ulkus, ukuran, bentuk
dan lokasinya dapat menjadi dasar referensi untuk penilaiian penyembuhan.
Pada pemeriksaan rediologi didapatkan gambaran niche atau crater. Pemeriksaan
tes CLO/PA untuk menunjukan apakah ada infeksi Helicobacter pylori dalam rangka
eredaksi kuman.
VI.

Terapi
Terapi

pada

gastritis

erosive

terdiri

dari

terapi

non-medikamentosa,

medikamentosa dan operasi. Tujuan terapi adalah menghilangkan keluhan,


menyembuhkan atau memperbaiki erosi, mecegah kekambuhan dan mencegah
komplikasi.
a. Non-medikamentosa
i. Istirahat
Stres dan kecemasan memegang peran penting dalam peningkatan
asam lambung. Sebaiknya pasien hidup tenang dan menerima stress dengan
wajar.
ii. Diet
Makanan lunak apalagi bubur saring, makanan yang mengandung
susu tidak lebih baik dari makanan biasa, karena makanan halus dapat
merangsang pengeluaran asam lambung. Cabai, makanan merangsang,
makanan mengandung asam dapat menimbulkan rasa sakit.
b. Medikamentosa
i. Antasida
Pada saat ini sudah jarang digunakan, sering untuk menghillangkan
rasa sakit. Dosis: 3x1 tablet.
ii. Koloid Bismuth
Mekanisme kerja belum jelas, kemungkinan membentuk lapisan
penangkal bersama protein pada dasar ulkus dan melindungi terhadap
22

pengaruh asam dan pepsin. Dosis: 2x2 sehari. Efek samping: tinja
kehitaman sehinggaa menimbulkan keraguan dengan perdarahan.
iii. Sukralfat
Mekanisme

kerja

kemungkinan

melalui

pelepasan

kutub

alumunium hidroksida yang berkaitan dengan kutub positif molekul


protein membentuk lapisan fisikokemikall pada dasar ulkus, yang
melindungi dari asam dan pesin. Efek lain membantu sintesis
prostaglandin

dan

menambah

sekresi

bikarbonat

dan

mukuss,

meningkatkan daya pertahanan dan perbaikan mukosa.


iv. Prostaglandin
Mekanisme kerja dengan mengurangi sekresi asam lambung,
menambah sekresi mucus, bikarbonat dan menambah aliran darah muksa
serta pertahanan dan perbaikaan mukosa. Biasanya digunakan sebagai
penangkal ulkus gaster pada pasien yang menggunakan OAINS.
v. Antagonis Reseptorr H2/ARH2
Struktur

homolog dengan

histamine.

Mekanisme

kerjanya

memblokir efek histamine pada sel parietal untuk tidak memproduksi


asam lambung. Dosis: Simetidin 2x400mg, Ranitidin 300mg/hari,
Nizatidin 1x300mg, Famotidin 1x40mg, Roksatidin 2x75mg.
vi. Proton Pump Inhibitor/PPI
Mekanisme kerja memblokir enzim K+H+ ATP ase yang akan
memecah K+H+ ATP menjadi energy yang digunakan untuk mengeluarkan
asam lambung. Penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kenaikan
gastrin darah. PPI mencegah pengeluaran asam lambung, menyebabkan
pengurangan rasa sakit, mengurangi factor agresif pepsin dengan PH>4.
1. Omeprazol 2x20mg
2. Lanzoprazol/Pantoprazol 2x40mg
23

vii. Penatalaksanaan Infeksi Helicobacter pylori


1. Terapi tripel
a. PPI 2X1 + Amoksilin 2x1000 + Klaritromisin 2x500
b. PPI 2X1 + Metronidazol 3x500 + Klaritromisin 2x500
c. PPI 2X1 + Metronidazol 3x500 + Amoksilin 2x1000
d. PPI 2X1 + Mertonidazol 3x500 + Tetrasiklin 4x500
2. Terapi Kuadrapel: jika gagal dengan terapi tripel. Regimen
terapinya yaitu: PPI 2X1. Bismuth 4x2, metronidazole 4x250,
tetrasiklin 4x500.
VII.

Tindakan operasi

Tindakan operasi saat ini frekuensinya menurun akibat keberhasilan terapi medikamentosa.
Prosedur operasi yang dilakukan pada ulkus gaster pada ulkus refrakter, darurat karena
komplikasi perdarahan dan perforasi, dan sangka keganasan. 10

2. ANEMIA APLASTIK
Definisi
Anemia aplastik definisikan sebagai kegagalan sumsum tulang untuk memproduksi komponen
sel-sel darah.1 Anemia aplastik adalah Anemia yang disertai oleh pansitopenia pada darah tepi
yang disebabkan kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk aplasia atau hipoplasia
tanpa adanya infiltrasi, supresi atau pendesakan sumsum tulang. Pansitopenia sendiri adalah
suatu keadaan yang ditandai oleh adanya anemia, leukopenia, dan trombositopenia dengan segala
manifestasinya.2 Gejala-gejala yang timbul akan sesuai dengan jenis sel-sel darah yang
mengalami penurunan. Jika eritrosit yang menurun maka akan menimbulkan gejala anemia dari
ringan sampai berat, antara lain lemah, letih, lesu, pucat, pusing, sesak nafas, penurunan nafsu
makan dan palpitasi. Bila terjadi leukositopenia maka terjadi peningkatan resiko infeksi,
penampakan klinis yang paling sering nampak adalah demam dan nyeri. Dan bila terjadi
trombositopenia maka akan mudah mengalami pendarahan seperti perdarahan gusi, epistaksis,
petekia, ekimosa dan lain-lain.3,4

24

Epidemiologi
Anemia aplastik merupakan penyakit yang berat dan kasusnya jarang dijumpai. The
International Aplastic Anemia and Agranulocytosis Study menemukan insiden terjadinya anemia
aplastik di Eropa sekitar 2 dari 1.000.000 pertahun. Insiden di Asia 2 sampai 3 kali
lebih tinggi dibandingkan di Eropa. Di China insiden diperkirakan 7 kasus per 1.000.000 orang
dan di Thailand diperkirakan 4 kasus per 1.000.000 orang. Frekwensi tertinggi terjadi pada usia
15 dan 25 tahun, puncak tertinggi kedua pada usia 65 dan 69 tahun.1,5
Etiologi
Penyebab anemia aplastik sendiri sebagian besar (50-70%) tidak diketahui atau bersifat idiopatik
disebabkan karena proses penyakit yang berlangsung perlahan-lahan. Anemia aplastik biasanya
disebabkan oleh dua faktor penyebab yaitu faktor primer dan sekunder. Untuk faktor primer
disebabkan kelainan kongenital (Fanconi, nonFaconi dan dyskeratosis congenital) dan idiopatik.
Faktor sekunder yang berasal dari luar tubuh, bisa diakibatkan oleh paparan radiasi bahan kimia
dan obat, ataupun oleh karena penyebab lain seperti infeksi virus (hepatitis, HIV, dengue),
radiasi, dan akibat kehamilan.1,3
Patofisiologi
Patofisiologi dari anemia aplastik bisa disebabkan oleh dua hal yaitu kerusakan pada sel induk
pluripoten yaitu sel yang mampu berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel-sel darah yang
terletak di sumsum tulang dan karena kerusakan pada microenvironment. Gangguan pada sel
induk pluripoten ini menjadi penyebab utama terjadinya anemia aplastik. Sel induk pluripoten
yang mengalami gangguan gagal membentuk atau berkembang menjadi sel-sel darah yang baru.
Umumnya hal ini dikarenakan kurangnya jumlah sel induk pluripoten ataupun karena fungsinya
yang menurun. Penanganan yang tepat untuk individu
anemia aplastik yang disebabkan oleh gangguan pada sel induk adalah terapi transplantasi
sumsum tulang.1,5 Kerusakan pada microenvironment, ditemukan gangguan pada mikrovaskuler,
faktor humoral (misalkan eritropoetin) maupun bahan penghambat pertumbuhan sel. Hal ini
mengakibatkan gagalnya jaringan sumsum tulang untuk berkembang. Gangguan pada
microenvironment berupa kerusakan lingkungan sekitar sel induk pluripoten sehingga
menyebabkan kehilangan kemampuan sel tersebut untuk
berdiferensiasi menjadi sel-sel darah. Selain itu pada beberapa penderita anemia
25

aplastik ditemukan sel inhibitor atau penghambat pertumbuhan sel. Hal ini dapat dibuktikan
dengan adanya limfosit T yang menghambat pertumbuhan sel-sel
sumsum tulang. 1,5

Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis anemia aplastik dan menyingkirkan berbagai kemungkinan
penyakit penyebab pansitopenia sehingga tidak meragukan hasil diagnosisnya, kita dapat
memulainya dengan melakukan anamnesis seputar keluhan dari pasien, kemudian melakukan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan laboratorium ataupun
radiologis.
1. Anamnesis
Dari anamnesis bisa kita dapatkan keluhan pasien mengenai gejala-gejala seputar anemia seperti
lemah, letih, lesu, pucat, pusing, penglihatan terganggu, nafsu makan menurun, sesak nafas serta
jantung yang berdebar. Selain gejala anemia bisa kita temukan keluhan seputar infeksi seperti
demam, nyeri badan ataupun adanya riwayat terjadinya perdarahan pada gusi, hidung, dan
dibawah kulit. Kita juga bisa menanyakan apakah anggota keluarga lain mengeluhkan gejala
seperti ini atau apakah gejala ini sudah terlihat sejak masih kecil atau tidak? Dimana nantinya
akan dapat mengetahui penyebab dari anemia aplastik ini sendiri. Apakah karena bawaan
(kongenital) atau karena didapat.3,4,6

2. Pemeriksaan fisik
Kita akan menegaskan kembali apa yang sudah dikeluhkan oleh pasien dengan melakukan
pemeriksaan fisik dimana nantinya akan kita dapatkan tanda-tanda dari gejala anemia
misalkan konjunctiva, mukosa serta ekstrimitas yang pucat. Adanya perdarahan pada gusi, retina,
hidung, kulit, melena dan hematemesis (muntah darah). Dan juga tanda-tanda peradangan.3,4,6

3. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium, bisa kita melakukan beberapa tes. Antara lain :
a. Pemeriksaan darah lengkap :
Pada pemeriksaan darah lengkap kita dapat mengetahui jumlah masing-masing sel darah baik
eritrosit, leukosit maupun trombosit. Apakah mengalami penurunan atau pansitopenia. Pasien
26

dengan anemia aplastik mempunyai bermacam-macam derajat pansitopenia. Tetapi biasanya


pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Anemia dihubungkan dengan
indeks retikulosit yang rendah, biasanya kurang dari 1% dan kemungkinan nol walaupun
eritropoetinnya tinggi. Jumlah retikulosit absolut kurang dari 40.000/L (40x109/L). Jumlah
monosit dan netrofil rendah. Jumlah netrofil absolut kurang dari 500/L (0,5x109/L) serta jumlah
trombosit yang kurang dari 30.000/L(30x109/L) mengindikasikan derajat anemia yang berat dan
jumlah netrofil dibawah 200/L (0,2x109/L) menunjukkan derajat penyakit yang sangat berat.5
Jenis anemia aplastik adalah anemia normokrom normositer. Adanya eritrosit muda atau leukosit
muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia aplastik. Persentase retikulosit umumnya
normal atau rendah. Ini dapat dibedakan
dengan anemia hemolitik dimana dijumpai sel eritrosit muda yang ukurannya lebih besar dari
yang tua dan persentase retikulosit yang meningkat.3,6

Gambar 1. Hapusan darah tepi pada anemia aplastik3

b. Pemeriksaan Sumsum tulang


Pada pemeriksaan sumsum tulang dilakukan pemeriksaan biopsi dan aspirasi. Bagian yang akan
dilakukan biopsi dan aspirasi dari sumsum tulang adalah tulang pelvis, sekitar 2 inchi
disebelahtulang belakang. Pasien akan diberikan lokal anastesi untuk menghilangkan nyerinya.
Kemudian akan dilakukan sayatan kecil pada kulit, sekitar 1/8 inchi untuk memudahkan
masuknya jarum. Untuk aspirasi digunakan jarum yang ukuran besar untuk
mengambil sedikit cairan sumsum tulang (sekitar 1 teaspoon). Untuk biopsi, akan diambil
potongan kecil berbentuk bulat dengan diameter kurang lebih 1/16 inchi dan panjangnya 1/3
27

inchi dengan menggunakan jarum. Kedua sampel ini diambil di tempat yang sama, di belakang
dari tulang pelvis dan pada prosedur yang sama.Tujuan dari pemeriksaan ini untuk
menyingkirkan faktor lain yang menyebabkan pansitopenia seperti leukemia atau myelodisplastic
syndrome (MDS). Pemeriksaan sumsum tulang akan menunjukkan secara tepat jenis dan jumlah
sel dari sumsum tulang yang sudah ditandai, level dari sel-sel muda pada sumsum tulang (sel
darah putih yang imatur) dan kerusakan kromosom (DNA) pada sel-sel dari sumsum tulang yang
biasa disebut kelainan sitogenik.4 Pada anaplastik didapat, tidak ditemukan adanya kelainan
kromosom.6 Pada sumsum tulang yang normal, 40-60% dari ruang sumsum secara khas diisi
dengan sel-sel hematopoetik (tergantung umur dari pasien). Pada pasien anemia aplastik secara
khas akan terlihat hanya ada beberapa sel hematopoetik dan lebih banyak diisi oleh sel-sel
stroma dan lemak.1 pada leukemia atau keganasan lainnya juga menyebabkan penurunan jumlah
sel-sel hematopoetik namun dapat dibedakan dengan anemia aplastik. Pada leukemia atau
keganasan lainnya terdapat sel-sel leukemia atau sel-sel kanker.

Gambar 2 Gambaran sumsum tulang normal (kiri) dan sumsum tulang pada pasien anemia
aplastik (kanan)

c. Pemeriksaan Flow cytometry dan FISH (Fluorescence In Situ Hybridization)


Kedua pemeriksaan ini merupakanpemeriksaan spesifik. Pada pemeriksaan Flow cytometry, selsel darah akan diambil dari sumsum tulang, tujuannya untukmengetahui jumlah dan jenis sel-sel
yang terdapat di sumsum tulang. Pada pemeriksaan FISH, secara langsung akan disinari oleh
cahaya pada bagian yang spesifik dari kromosom atau gen. tujuannya untuk mengetahui apakah
terdapat kelainan genetic atau tidak.4
28

d. Tes fungsi hati dan virus


Tes fungsi hati harus dilakukan untuk mendeteksi hepatitis, tetapi pada pemeriksaan serologi
anemia aplastik post hepatitis kebanyakan sering negative untuk semua jenis virus hepatitis yang
telah diketahui. Onset dari anemia aplastik terjadi 2-3 bulan setelah episode akut hepatitis dan
kebanyakan sering pada anak lakilaki. Darah harus di tes antibodi hepatitis A, antibodi hepatitis
C, antigen permukaan hepatitis B, dan virus Epstein-Barr (EBV). Sitomegalovirus dan tes
serologi virus lainnya harus dinilai jika mempertimbangkan dilakukannya BMT (Bone Marrow
Transplantasion). Parvovirus menyebabkan aplasia sel darah merah namun bukan merupakan
anemia aplastik.8
e. Level vitamin B-12 dan Folat
Level vitamin B-12 dan Folat harus diukur untuk menyingkirkan anemia megaloblastik yang
mana ketika dalam kondisi berat dapat menyebabkan pansitopenia.8

4. Pemeriksaan Radiologis
a. Pemeriksaan X-ray rutin dari tulang radius untuk menganalisa kromosom darah tepi untuk
menyingkirkan diagnosis dari anemia fanconi.8
b. USG abdominal untuk mencari pembesaran dari limpa dan/ atau pembesaran kelenjar limfa
yang meningkatkan kemungkinan adanya penyakit keganasan hematologi sebagai penyebab dari
pansitopenia. Pada pasien yang muda, letak dari ginjal yang salah atau abnormal merupakan
penampakan dari anemia Fanconi.8
c. Nuclear Magnetic Resonance imaging merupakan cara pemeriksaan yang terbaik untuk
mengetahui luas perlemakan karena dapat membuat pemisahan tegas antara daerah sumsum
tulang berlemak dan sumsum tulang berselular.6
d. Radionucleide Bone Marrow Imaging (Bone marrow Scanning). Luasnya kelainan sumsum
tulang dapat ditentukan oleh scanning tubuh setelah disuntikkan dengan koloid radioaktif
technetium sulfur yang akan terikat pada makrofag sumsum tulang atau iodine
chloride yang akan terikat pada transferin. Dengan bantuan scan sumsum tulang dapat
ditentukan daerah hemopoesis aktif untuk memperoleh sel-sel guna pemeriksaan sitogenik atau
kultur sel-sek induk.6 Setelah melakukan semua pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis dan
menyingkirkan diagnosis pembandingnya, maka hasil penemuan bisa kita masukkan dalam

29

kriteria diagnosis untuk anemia aplastik. Kriteria diagnosis anemia aplastik menurut
International Agranulocytosis and Aplastic Anemia Study Group (IAASG) adalah:2,4
1. Satu dari tiga sebagai berikut:
a. Hemoglobin kurang dari 10 g/dL atau hematokrit kurang dari 30% (hemoglobin
normalnya 13,8 17,2 g/dL pada laki-laki dan 12- 15,6 g/dL pada perempuan dan
hematokrit pada laki-laki 41-50%, pada perempuan 35-46%. Berbeda tiap klinik atau
rumah sakit).
b. Trombosit kurang dari 50x109/L (normalnya 150-450x109/L)
c. Leukosit kurang dari 3,5x109/L (normalnya 4,5-10x109/L)
2. Dengan retikolosit < 30x109/L (<1%)
3. Dengan gambaran sumsum tulang (harus ada specimen yang adekuat):
a. Penurunan selularitas dengan hilangnya atau menurunnya semua sel hemopoetik atau
selularitas normal oleh hyperplasia eritroid fokal dengan deplesi seri granulosit dan
megakariosit.
b. Tidak adanya fibrosis yang bermakna atau infiltrasi neoplastik
4. Pansitopenia karena obat sitostatika atau radiasi terapeutik harus dieklusi. Setelah diagnosis
ditegakkan, maka kita akan menentukan tingkat kaparahan dari anemia aplastik.

Untuk klasifikasi derajat keparahan dari anemia aplastik dapat dibagi menjadi 3 tingkatan
sebagai berikut :6
1. Anemia aplastik tidak berat dimana sumsum tulang tidak hiposeluler namun sitopenia atau
pansitopenia tidak memenuhi kriteria berat.
2. Anemia aplastik berat dimana selulitas sumsum tulang < 25%, sitopenia sedikitnya dua dari
tiga seri sel darah yaitu hitung neutrofilnya <500/L, hitung trombosit < 20.000/L, hitung
retikulosit absolute< 60.000/L
3. Anemia aplastik sangat berat, sama seperti dengan kriteria anemia aplastik berat kecuali
neutrofilnya < 200/L

Transfusi darah pada anemia aplastik


Tranfusi darah adalah proses pemindahan darah atau komponen darah dari seseorang (donor) ke
orang lain (resipien). Dimana transfusi darah ini bisa berupa darah lengkap atau hanya
30

komponen-komponen darah yang dibutuhkan saja misalkan preparat sel darah merah atau
trombosit. Pada transfusi sel darah merah hampir selalu diindikasikan pada kadar Hemoglobin
(Hb) <7 g/dl, terutama pada anemia akut. Transfusi dapat ditunda jika pasien asimptomatik
dan/atau penyakitnya memiliki terapi spesifik lain, maka batas kadar Hb yang lebih rendah dapat
diterima. Pada kasus anemia aplastik berat dan sangat berat dengan jumlah platelet <10.000/L
(atau <20.000/L dengan gejala demam) dianjurkan untuk memberikan tranfusi darah, tujuannya
untuk menjaga jumlah darah agar tetap dalam kadar normal.6,8 Ada 2 jenis transfusi darah yang
sering diberikan pada anemia aplastik yaitu berupa transfusi sel darah merah dan trombosit.
Transfusi leukosit tidak dianjurkan karena siklus hidupnya lebih singkat dan juga efek samping
yang ditimbulkannya lebih besar dibandingkan manfaatnya.4
Sebelum melakukan tranfusi darah baik transfusi sel darah merah maupun trombosit, darah
pasien akan di tes untuk melihat kecocokan dengan darah pendonor biasanya berlangsung selama
1 jam. Kemudian darah donor akan di saring dan di iridiasi untuk memindahkan dan
menonaktifkan beberapa sel, fungsinya untuk menurunkan resiko terjadinya respon imun yag
buruk terhadap darah. Setelah itu diberikan Tylenol dan Benadryl sebelum transfuse untuk
mencegah demam, dan reaksi alergi. Dan darah pun siap untuk ditransfusi. Sedangkan untuk
transfusi trombosit diberikan bila trombosit <20.000/L dimana meningkatkan resiko terjadinya
pendarahan. Pada mulanya diberikan trombosit donor acak. Tranfusi trombosit konsentrat
berulang dapat menyebabkan pembentukan zat anti terhadap trombosit donor. Bila terjadi
sensitisasi, donor diganti dengan HLAnya (orang tua atau saudara kandung atau pemberian
gammaglobulin dosis terapi. Timbulnya sensitisasi dapat diperlambat dengan menggunakan
donor tunggal.4,6

31

DAFTAR PUSTAKA
1. Alkhouri, Nabiel and Solveig G Ericson. Aplastic Anemia : Review of Etiology and
Treatment. Hospital Physician ; 1999. P;46-52.
2. Bakta, I Made Prof,dr. Hematologi Klinis Ringkas. Jakarta : EGC ; 2006 :97-107.
3. Sembiring, Samuel PK. Anemia Aplastik. Available at : http:/www.morphostlab.com
(Downloaded on: 11th of January 2011)
4. Paquette, Ronald L. Your Guide to Understanding Aplastic Anemia. Available at :
http://www.aamds.org/aplastic/files/dms/AplasticAnemiaGuide.pdf

(Downloaded

on:

11th of January 2011)


5. Segel, Goerge B and Marshall A. Lichtman. Aplastic Anemia : Acquired and Inherited. P.
463-483.

Avalaible

at

http://www.mhprofessional.com/downloads/products/0071621512/kaus_034-%2804630484%29.fm.pdf (Downloaded on : 11th of January 2011)


6. Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Edisi IV. Jilid II.
Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2006 : 627 633
7. Anonim. Aplastic Anemia. American Cancer Society. Avalaible at : www.cancer.org.
(Downloaded on: 11th of January 2011)
8. Marsh Judith CW, Sarah E. Ball, Jamie Cavenagh, Phil Darbyshire, Inderjeet Dokal,
Edward C. Gordonsmith, et all. Guidelines for the diagnosis and management of aplastic
anemia. England : British Journal of Haematology ; 2009. 147 : 43-70
9. Kuipers E, Blaser MJ. Acid peptic disease. In: Goldman L, Schafer AI, eds. Cecil
Medicine. 24th ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2011:chap 141.
10. Lee EL, Feldman M. Gastritis and gastropathies. In: Feldman M, Friedman LS, Brandt
LJ, eds. Sleisenger and Fordtran's Gastrointestinal and Liver Disease. 9th ed.
Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2010:chap 51.

32

Anda mungkin juga menyukai