Anda di halaman 1dari 37

PRESENTASI KASUS ILMU KESEHATAN MATA

EPIBLEPHARON
dengan
z KONJUNGTIVITIS

Desty Ari Sandi – G4A016022


Pembimbing : dr. Teguh Anamani, Sp.M
z
Identitas Pasien

 Nama : An. A

 Jenis Kelamin : Perempuan

 Umur : 10 tahun

 Agama : Islam

 Tanggal periksa RSMS : 19 september 2017


z
Keluhan Utama: Mata sering berair

ANAMNESIS

 Pasien datang ke poliklinik mata RSMS bersama dengan kedua orangtua nya.
keluhan utama pasien datang adalah mata sering berair dan merah sejak usia 7
tahun dan semakin memberat sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan tersebut
semakin memberat jika pasien beraktifitas dan berkurang saat istirahat.
Keluhan dirasakan pasien terus menerus.

 Pasien memiliki riwayat alergi makanan ringan atau snack dan alergi terhadap
minuman rasa anggur, selain mata sering berair, keluhan yang dialami pasien
adalah mata sering merah, terasa gatal, terdapat kotoran mata, dan merasa
bulu matanya masuk ke bola mata sehingga pasien sering menggosok kedua
mata nya. Pasien juga memiliki riwayat sering batuk dan pilek jika terpapar
dengan makanan atau minuman yang memicu kambuhnya alergi pasien. Tetapi
keluhan pusing, nyeri hebat yang menetap pada kedua mata dan penurunan tajam
penglihatan pada pasien disangkal oleh orangtua pasien.
z

 RPD: Riwayat alergi (+), riwayat yang sama (+), trauma pada
mata (-)

 RPK: Riwayat hipertensi (-), Diabetes melitus (-), riwayat alergi


(-), riwayat keluhan yang sama (-), menurut keterangan
orangtua pasien, kakak pasien menderita buta warna (tidak
dapat melihat warna sekunder).
z Riw Sosial Ekonomi

 Pasien adalah anak kedua dari 2 orang bersaudara. Pasien


tinggal bersama kedua orangtua dan kakak laki-laki nya. Saat
lahir pasien memiliki BBLR yaitu < 2500 gr, Sejak kecil pasien juga
sangat sulit menangis dan cenderung terlalu sering tidur
meskipun siang hari, pasien juga mengalami keterlambatan
perkembangan. Pasien saat ini sekolah kelas 1 SD, di sekolah
pasien kadang dapat menulis huruf dan angka tetapi kadang tidak
bisa atau lupa, saat ini pasien sulit diajak komunikasi dan
cenderung sulit menjaga kontak mata dengan orang sekitar.
z
Status Pasien

 TD : -

 N : 85 x/menit

 RR: 20 x/menit

 S : 36.4
 TB : 130 cm

 BB : 49 kg
Status Oftalmologi
z
OD OS
- Visus -
- Visus dengan Kaca Mata -
- Visus Koreksi -
Ukuran normal, hambatan Bola Mata Ukuran normal, hambatan
gerak bola mata (-) gerak bola mata (-)

Silia pada margo inferior Silia Silia pada margo inferior


OD tampak mengarah ke OS tampak mengarah ke
dalam mata, dalam mata,
Madarosis (-) Madarosis (-)
Edem (-), Ptosis (-), Palpebra Superior Edem (-), Ptosis (-),
Hordeolum (-), entropion (- Hordeolum (-), entropion (-
), ektropion (-), massa (-), ), ektropion (-), massa (-),
trikiasis (-) trikiasis (-)
OD OS
z
Palpebra inferior OD Palpebra Inferior Palpebra inferior OS
bagian nasal tampak bagian nasal tampak
melipat arah dalam melipat arah dalam

Folikel (-), Sekret (-), Konjuntiva Palpebra Folikel (-), Sekret (-),
papil (-) papil (-)

Inj Konjungtiva (+), Inj Konjuntiva Bulbi Inj Konjungtiva (+), Inj
Siliar (-) Siliar (-)

Ikterik (-) Sklera Ikterik (-)

Jernih, Infiltrat (-), Arcus Kornea Jernih, Infiltrat (-), Arcus


senilis (-), Edem (-), senilis (-), Edem (-),
keratokonus (-), keratokonus (-),
keratoglobus (-) keratoglobus (-)

Dalam, hifema (-), COA Dalam, hifema (-),


Hipopion (-) Hipopion (-)
OD OS
Warna cokelat, nodul (-), Iris Warna cokelat, nodul (-),
z reguler, sinekia (-),
bentuk bentuk reguler, sinekia (-),
neovaskularisasi (-) neovaskularisasi (-)

Bentuk bulat, reguler, Pupil Bentuk bulat, reguler,


diameter 3 mm, letak diameter 3 mm, letak
sentral, R.Direk (+), sentral, R.Direk (+),
R.Indirect (+ R.Indirect (+)
)
Lensa (+), Keruh (-), Iris Lensa Lensa (+), Keruh (-), Iris
shadow (-) shadow (-)

- Fundus Refleks -
- Korpus Vitreus -
Tonometri digital (+) N TIO Tonometri digital (+) N

Edem (-), Hiperemis (-), Sistem lacrimal Edem (-), Hiperemis (-),
Sekret (-) Sekret (-)

- Test Konfrontasi -
z
z
Ringkasan Pemeriksaan

 ODS Epiblepharon

Diagnosis Banding

ODS Entropion

ODS Trikiasis

ODS Distrikiasis

Diagnosis Kerja:

ODS Epiblepharon Inferior


z
Penatalaksanaan

 Bila kornea masih jernih dapat dilakukan tarikan pada kulit kelopak bawah
dengan plester sepanjang siang dan malam agar bulu mata tidak mengenai
kornea.

 Setelah dilakukan upaya tersebut dievaluasi selama 1-2 bulan. Bila terjadi
perbaikan posisi bola mata, boleh tidak dirujuk. Jika tidak ada perbaikan
setelah di evaluasi atau sudah terdapat kekeruhan pada kornea rujuk ke
dokter spesialis mata.

 Bila sudah terdapat epiteliopati dengan atau tanpa neovaskularisasi, boleh


dilakukan koreksi epiblepharon oleh dokter spesialis mata dengan
melakukan eksisi kulit dan fiksasi tarsus sampai bulu mata tidak mengenai
kornea lagi.
z
Prognosis

 Quo ad Vitam : bonam

 Quo ad Visam : bonam

 Quo ad Sanationam : bonam

 Quo ad Cosmeticam : Dubia ad bonam

 Rencana/Usulan : Rujuk dokter spesialis mata untuk


pertimbangan tindakan operatif jika diperlukan
TINJAUAN PUSTAKA
z
HISTOLOGI PALPEBRA
z ANATOMI PALPEBRA
z
Muskulus Orbikularis
ANATOMI
z DAN FISIOLOGI KONJUNGTIVA

 Tear film

 Respon imun (CALT)

 Pelindung fisik
z
Epiblepharon

 DEFINISI

Epiblepharon adalah kelainan kongenital pada kelopak


mata dimana terdapat lipatan kulit yang horizontal dan
muskulus orbikularis dibawahnya yang mendorong bulu mata
mengarah ke bola mata dengan posisi kelopak mata yang
normal (Jong, 2014).
z
Epidemiologi
 Prevalensi epiblepharon adalah sekitar 10% dari populasi pediatrik
dengan predileksi pada kelompok usia lebih muda yaitu 46% hingga 52,2%
pada bayi, 24% pada anak usia 1 tahun, 7% pada usia 5-6 tahun dan 2%
pada usia 10-18 tahun.
 Epiblepharon umumnya mengenai kedua mata atau bilateral secara
bersamaan walaupun derajat keparahnnya berbeda. Pada 81% kasus, hanya
mengenai palpebra inferior, pada 12% kasus mengenai palpebra superior
dan inferior, dan sisanya yaitu sebesar 7% hanya mengenai palpebra
superior., 2014)

 Epiblepharon paling sering terjadi pada bagian medial


palpebra inferior. Dilaporkan bahwa sebanyak 12,6% penderita
epiblepharon terjadi pada anak-anak di Asia yang berusia 7
hingga 14 tahun (Jong, 2014)
z
Etiopatogenesis

Etiologi belum diketahui pasti,

 Sebagian besar kasus akibat kelainan kongenital: Defek


anatomis  Tidak adanya adhesi otot pada palpebra inferior
dengan lamela anterior  kulit dan otot terlipat ke atas.

 Lemahnya perlekatan antara otot orbikularis okuli pars


tarsalis dan tarsus di bawah kulit Terbentuknya lipatan kulit
dekat margo palpebra mendorong silia ke arah konjungtva
atau kornea Mengiritasi konjungtiva ataupun kornea.
z
Gambaran Klinis

 Umumnya tampak pada usia muda dengan gejala mata merah


atau terdapat tanda-tanda iritasi termasuk eritema konjungtiva.
Apabila epiblepharon terjadi pada palpebra inferior maka silia
akan terdorong ke atas, apabila terjadi pada palpebra superior
maka silia akan terdorong ke bawah, namun lebih sering terjadi
pada palpebra inferior. Selain itu, silia dapat bersentuhan dengan
kornea pada mata dengan posisi normal atau pada saat melirik ke
atas maupun ke bawah (Jeffrey, 2008).
z Diagnosis

Pemeriksaan Fisik

o Silia akan mengarah ke kornea atau


Anamnesis konjungtiva
o Iritasi konjungtiva, mata merah dan
Sensasi mengganjal (seperti adanya epifora (Shen, 2015).
benda asing) merupakan keluhan
terbanyak. Keluhan lainnya meliputi
adanya kotoran mata, fotofobia,
hiperlakrimasi, penurunan ketajaman
penglihatan, serta menggosok mata,
gatal, dan sering berkedip (Shen, 2015)
z
Penatalaksanaan

 Pada banyak kasus, epiblepharon akan sembuh secara spontan seiring


dengan bertambahnya usia.

 Pemberian lubrikasi topikal dapat diberikan jika terjadi gejala iritasi okuler.

 Indikasi untuk Operasi meliputi: Konjungtivitis kronik, keratopati disertai


lakrimasi dan fotofobia, kebiasaan menggosok mata akibat rasa gatal yang
menggangu, serta jika gejala menetap hingga usia > 10 th
Prosedur operatif
z

 Insisi kulit dibawah bulu


mata (insisi subsiliar),
 eksisi sejumlah kecil kulit
dan otot orbikularis okuli pars
tarsalis
 fiksasi kulit yang berbantal
silia ke bawah tarsus dengan
eversi (prosedur Hotz yang
dimodifikasi)
z
Diagnosis banding

 Entropion : suatu kondisi dimana margo palpebra ke arah


dalam sehingga silia menyentuh bola mata dan jarang
terjadi pada anak-anak.

 Involusional entropion

 Sikatrikal entropion
z

Distrikiasis: suatu kelainan dimana terdapat sebaris bulu mata


tambahan yang berasal dari orifisium glandula Meibom.
z

 Trikiasis adalah suatu kondisi yang didapat dimana bulu mata ke


arah bola mata. Pada trikiasis, bulu mata tumbuh secara abnormal
yang ditandai dengan adanya satu atau lebih silia palpebra superior
atau inferior yang terbalik ke dalam.
z
KOMPLIKASI

 Konjungtivitis,

 Keratopati,

 Keratitis,

 Ulkus kornea.

 Selain itu, komplikasi yang dapat timbul adalah entropion pasca


operasi.
z
PROGNOSIS

 Sebagian besar kasus epiblepharon memiliki prognosis bonam, bahkan


pada beberapa kasus cukup teratasi setelah dilakukan evaluasi dengan
penggunaan plester sebagai fiksasi pada palpebra inferior, pada pasien
post operasi epiblepharon juga jarang terjadi koreksi berulang karena
tidak bersifat rekuren
z
Konjungtivitis

 Definisi:
Konjungtivitis adalah radang konjungtiva yang dapat
disebabkan oleh mikroorganisme (virus, bakteri), iritasi atau
reaksi alergi. Konjungtivitis ditularkan melalui kontak langsung
dengan sumber infeksi. Penyakit ini dapat menyerang semua umur
(Ilyas & Yulianti, 2013; Garcia-Ferrer et al., 2013).

Epidemiologi:
Konjungtivitis merupakan penyakit yang dapat terjadi di seluruh
dunia dan dapat diderita oleh seluruh masyarakat tanpa
dipengaruhi usia (Rapuano, 2008).
z
Etiologi

Konjungtiva bisa mengalami peradangan akibat:

 Infeksi oleh virus atau bakteri

 Reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang

 Iritasi oleh angin, debu, asap dan polusi udara lainnya; sinar
ultraviolet dari las listrik atau sinar matahari (Garcia-Ferrer et
al., 2013).
z
Tanda dan gejala

 Pemeriksaan Oftalmologi
 Hiperemis
 Tajam penglihatan normal
 Mata berair
 Injeksi konjungtiva

 Eksudasi  Dapat disertai edem kelopak mata, kemosis

 Pseudoptosis  Eksudasi; eksudat dapat serous, mukopurulen atau


purulen tergantung penyebab.
 Hipertrofi papilar
 Pada konjungtiva tarsal dapat ditemukan folikel,
 Kemosis papil atau papil raksasa, flikten, membran dan
pseudomembran
z
Klasifikasi

 Konjungtivitis bakterial

Konjungtiva hiperemis, secret purulent atau mukopurulen dapat


disertai membrane atau pseudomembran di konjungtiva tarsal.

 Konjungtivitis viral

Konjungtiva hiperemis, secret umumnya mukoserous, dan


pembesaran kelenjar preaurikular.

 Konjungtivitis alergi

Konjungtiva hiperemis, riwayat atopi atau alergi, dan keluhan gatal


z
Komplikasi: Keratokonjungtivitis

Penatalaksanaan:

 Pada infeksi bakteri: Kloramfenikol tetes sebanyak 1 tetes 6 kali sehari


atau salep mata 3 kali sehari selama 3 hari.

 Pada alergi diberikan flumetolon tetes mata dua kali sehari selama 2
minggu.

 Pada konjungtivitis gonore diberikan kloramfenikol tetes mata 0,5-


1%sebanyak 1 tetes tiap jam dan suntikan pada bayi diberikan 50.000 U/kgBB
tiap hari sampai tidak ditemukan kuman GO pada sediaan apus selama 3 hari
berturut-turut.

 Konjungtivitis viral diberikan salep Acyclovir 3% lima kali sehari selama 10


hari (PPK IDI, 2014).
z
Prognosis

 Konjungtivitis pada umumnya bersifat self limited disease atau


dapat sembuh dengan sendirinya. Biasanya akan sembuh
dalam waktu 10-14 hari. Jika diobati sembuh lebih cepat
hingga 1-3 hari. Tetapi sebaliknya jika terjadi infeksi sekunder
maka dapat sembuh lebih lama (PPK IDI, 2014).
z KESIMPULAN

 Epiblepharon adalah kelainan kongenital pada kelopak mata dimana terdapat lipatan kulit yang
horizontal dan muskulus orbikularis dibawahnya yang mendorong bulu mata mengarah ke bola
mata dengan posisi kelopak mata yang normal.

 Epiblepharon paling sering terjadi pada bagian medial palpebra inferior. Dilaporkan bahwa
sebanyak 12,6% penderita epiblepharon terjadi pada anak-anak di Asia yang berusia 7 hingga
14 tahun

 Prinsip penatalaksanaan epiblepharon adalah Bila kornea masih jernih dapat dilakukan tarikan
pada kulit kelopak bawah dengan plester sepanjang siang dan malam agar bulu mata tidak
mengenai kornea. Setelah dilakukan upaya tersebut dievaluasi selama 1-2 bulan. Jika tidak ada
perbaikan setelah di evaluasi atau sudah terdapat kekeruhan pada kornea rujuk ke dokter
spesialis mata. Bila sudah terdapat epiteliopati dengan atau tanpa neovaskularisasi, boleh
dilakukan koreksi epiblepharon oleh dokter spesialis mata dengan melakukan eksisi kulit dan
fiksasi tarsus sampai bulu mata tidak mengenai kornea lagi.
z

TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai