Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I
LAPORAN KASUS

I.1. IDENTITAS PASIEN


Nama

: Ny. DL

Umur

: 37 tahun

Status Marital

: Belum menikah

Pekerjaan

: Tidak Bekerja

Agama

: Islam

Tanggal masuk

: 27 Desember 2015

I.2. DATA DASAR


I.2.1. Anamnesis
Autoanamnesis tanggal 28 Desember 2015.
Keluhan Utama

: Nyeri pinggang kanan sejak 3 bulan SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang :


Nyeri pinggang kanan dirasakan 3 bulan SMRS. Nyeri dirasakan awalnya dari
perut kanan menembus ke arah belakang. Pasien merasa keluhan membaik ketika
pasien berbaring atau pasien membungkuk. Tidak ada keluhan nyeri saat berkemih,
rasa panas saat berkemih, kencing berpasir atau mengeluarkan batu saat berkemih
serta tidak pernah ada keluhan kencing berdarah. Keluhan sakit kepala dan demam
disangkal.
Keluhan nyeri perut kanan dirasakan kurang lebih 7 bulan SMRS, Pasien
kemudian berobat ke RS Hermina dan kemudian dirujuk ke RS Persahabatan dan
dilakukan pemeriksaan CT-Scan ulang dan didiagnosa batu ureter. Pasien dirujuk
ke RS Persahabatan 2 bulan SMRS untuk dijadwalkan operasi. Namun saat
perawatan didapatkan Hb pasien rendah dan dikonsulkan ke bagian IPD untuk
perbaikan keadaan umum. Setelah 4 hari perawatan pasien dipulangkan untuk
rawat jalan ke poliklinik. Setelah 7 hari pulang dari perawatan, pasien kontrol ke
poliklinik urologi kemudian dipersiapkan untuk operasi.

2
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat Penyakit Kencing Manis

: Disangkal

Riwayat Hipertensi

: Tidak Diketahui

Riwayat Penyakit Jantung

: Disangkal

Riwayat Stroke

: Disangkal

Riwayat Penyakit ginjal

: Disangkal

Riwayat Pribadi Sosial dan Ekonomi


Riwayat Olahraga

: Pasien Jarang Olahraga

Riwayat Merokok dan Alkohol

: Disangkal

Riwayat Pekerjaan

: Tidak bekerja

I.2.2. PEMERIKSAAN FISIK (Obyektif)


Tanggal 28 Desember 2015
Keadaan umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda vital

: TD : 108/69 mmHg, Nadi: 78X/menit, reguler


Suhu: 360C 0C, RR: 20x/menit

Kulit

: Sawo matang, ikterik (-)

Kepala

: Normocephal, rambut putih, distribusi merata

Wajah

: Simetris, ekspresi gelisah

Mata

: Edem palpebra -/-, conjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-

Telinga

: Bentuk normal, simetris, lubang lapang, serumen -/-

Hidung

: Bentuk normal, tidak ada septum deviasi, sekret -/-

Mulut

: Mukosa bibir basah, faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1

Leher

: Simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada


deviasi trakhea, tidak teraba pembesaran KGB, Tiroid DBN

Thorak

: retraksi suprasternal dan interkostal (-)


Pulmo

I : Normochest, dinding dada simetris


P : pergerakan dada simetris
P : Sonor di kedua lapang paru
A : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Cor

I : Tidak tampak ictus cordis

3
P : Iktus cordis teraba, thrill tidak teraba
P : Batas Kiri atas ICS II linea parasternal sinistra
Batas Kanan atas ICS II linea parasternal dextra
Batas kiri bawah ICS IV linea midclavicula
Batas kanan bawah ICS V linea parastemalis dextra
A : BJ I dan II reguler, Gallop -/-, Murmur -/Abdomen

: I : Perut agak cembung


A : Bising usus (+) normal
P : Dinding perut supel, turgor kulit baik, hepatomegali (-),
spleenomegali (-), nyeri tekan (+) pada perut sebelah kanan,
distensi vesica urinaria (-), Balotement ginjal (-/-)
P : Timpani +, Nyeri Ketok CVA (+/-)

Ekstremitas

: Akral hangat, edema tungkai (-), sianosis (-), capilary refill < 2
detik

I.2.3. PEMERIKSAAN LABORATORIUM (28/12/15)


Darah Rutin
Leukosit

: 9.36 ribu/mm3

Eritrosit

: 4.02 juta / uL

Hb

: 10.0 g/dL

Ht

: 29 %

Trombosit

: 163 ribu / mm3

Hemostasis
PT/APTT

:14.6 / 42.1

Elektroit
Na/K/Cl

: 144/3.6/117.0

SGOT/SGPT

: 16/11

Ureum/Creatinin

: 60/1.2

I.2.4. PEMERIKSAAN RADIOLOGI


- Preperitoneal fat line kanan-kiri baik
- Psoas line dan kontur kedua ginjal tertutup bayangan udara usus
- Tampak bayangan radioopak di hemiabdomen kanan berukuran +/- 0,7 x 0,3 cm di
setinggi vertebra L4, proyeksi sepertiga tengah ureter kanan

4
- Distrbusi udara usus mencapai distal
- Tak tampak dilatasi maupun penebalan dinding usus
- Tak tampak gambaran udara bebas ekstra lumendan multiple air fluid level
- Tulang-tulang intak
Kesan: Batu ureter di sepertiga tengah ureter kanan
I.2.5. RESUME
Pasien perempuan usia 37 tahun datang dengan keluhan nyeri pada pinggang
kanan sejak 4 bulan SMRS. Keluhan tidak disertai dengan demam, sakit kepala, dan
keluhan dengan buang air kecil. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah
108/69 mmHg, nadi 78 kali/menit, frekuensi napas 20 kali/menit dengan nyeri ketok
CVA (+) pada pinggang kanan. Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 28/12/2015
didapatkan nilai ureum 64 dan kreatinin 1.2. Pada pemeriksaan rontgen abdomen
ditemukan adanya bayangan radioopak di hemiabdomen kanan berukuran +/- 0,7 x 0,3
cm di setinggi vertebra L4, proyeksi sepertiga tengah ureter kanan.
I.2.4. ASSESMENT
Batu Ureter Proksimal Dextra
I.2.5. PLANNING
1. Pro Open Ureterolitotomi Dextra
2. Cefoperazon 2 x 1 gram iv
2. Transfusi PRC

I.3. PENELUSURAN (FOLLOW UP)

Date
28/12/15

Subjective

Keluhan (-)

Objective

Assesment

TD : 108/69

Batu

N : 72x/menit

Therapy

Ureter 1. Pro Open Ureterolito

Proksimal Dextra

RR : 20 x / menit

2.

S : 36oC

POST URS

LAB

IVFD NaCl 500 cc / 8

Eritorit : 4.02

Cefoperazon 2 x 2 gram

Hb

: 10.0

Ketorolac 3 x 30 mg

Ht

: 29

Ranitidin 2 x 50 mg

Ur/Cr : 60 / 1.2

Vit K 3 x 10 mg

Na/K/Cl:144/3.6/117

Tramadol 3 x 50 mg

BNO polos

Cek Ur/Cr, E-,albumin

Bed rest 12 jam

Diet bertahap bila sada

Leukosit: 9.36

29/12/2015

Nyeri luka operasi

Transfusi PRC

TD : 126/81

Post open nefrectomi Awasi tanda vital, produks

N : 80x/menit

dextra H+1

RR: 20 x /menit
o

Suhu : 36.0 C
UO : 850 cc/8 jam, jernih
Produksi drain 400 cc/18 jam

IVFD NAC 0,9%/12 jam

Cefoperazone 2 x 1 gr (iv)

Ketorolac 3 x 30 mg (iv)

Ranitidin 2 x 50 mg (iv)

Transamin 2 x 500 mg (iv)

Transfusi albumin 3 x 1 vi

Mobilisasi duduk

Diet ekstra putih telur

6
30/12/2015

Keluhan (-)

TD : 138/70

Post open nefrektomi Mobilisasi duduk

N : 80x/menit

dextra H+2

Cek DPL

RR: 20 x /menit

Terapi lanjut

Suhu : 36.0oC

Diet ekstra putih telur

UO : 1000cc/24 jam jernih


Produksi drain 100 cc/24
jam

31/12/2015

Pasien
kembung

merasa TD : 138/70

Post open nefrectomy Mobilisasi duduk-berdiri

N : 80x/menit

dextra H + 3

Aff foley catheter

RR: 20 x /menit

Terapi lanjut

Suhu : 36oC

Ganti balut luka operasi

Drain 65 cc/24 jam

Dulcolax supp 2 x 1 rt

Urin 800 cc/24 jam jernih

BAB II

7
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Anatomi Ginjal
Ginjal berwarna coklat kemerahan dengan berat 150 gram pada laki-laki dan 135
gram pada perempuan serta berukuran 10 12 cm secara vertikal, 5 7 cm secara
tranversal, dan 3 cm secara dimensi anteroposterior. Karena tertekan oleh hati, maka
ginjal kanan terlihat lebih bendek dan lebar dari ginjal kiri. Ginjal termauk organ
retroperitoneum dengan ginjal kanan 1 2 cm lebih rendah dari ginjal kiri. Ginjal
kanan terletak diantara kolumna vertebralis L1 hingga batas bawah L3. Sedangkan
untuk ginjal kiri terletak diantara kolumna vertebralis T12 hingga L3. Ginjal dikelilingi
oleh otot. Secara posterior, diafragma menyelimuti 1/3 bagian atas dari kedua ginjal.
Pada bagian medial, 2/3 bawah dari ginjal terbaring dibawah otot psoas dan pada
bagian lateral terdapat otot quadratus lumborum dan aponeurosis dari otot tranversus
abdominis. Pada bagian anterior, ginjal dibatasi oleh beberapa bagian. Secara kranial,
kutub atas ginjal berbatasan dengan hati dan dipisahkan oleh peritoneum. Ligamen
hepatorenal menempelkan ginjal kanan ke hati. Pada bagian atas juga terdapat kelenjar
adrenal. Dari sisi medial, duodenum asending berbatasan dengan struktur hilus ginjal.
Lalu pada bagian anterior dari kutub bawah ginjal, berjalan fleksura hepatika dari usus
besar. Pada ginjal kiri secara superior berbatasan dengan cauda pankreas dan pembuluh
darah limpa. Pada bagian kranial kutub atas berbatasan dengan kelenjar adrenal dan
limpa. Terdapat ligamentum splenorenalis yang melekatkan ginjal kiri dengan limpa.
Pada bagian kaudal, ginjal kiri diselimuti oleh flexura splenikus dari kolon.

Terdapat 2 komponen pada struktur parenkim ginjal yaitu medula dan korteks.
Medula memiliki warna yang lebih

gelap daripada korteks. Medula disebut juga

piramid serta puncak piramid disebut sebagai papila renalis dimana setiap papilia
diselubungi oleh kaliks minor. Korteks ginjal berwarna lebih terang dari medula dimana

8
secara perifer menyelubungi piramid dan juga berada diantara piramid yang dinamakan
sebagai columns of Bertin. Pada daerah columns of Bertin terdapat pembuluh darah
ginjal yang berasal dari sinus ginjal menuju ke korteks perifer.
Pada bagian sinus ginjal, terdapat pembuluh darah sistem pengumpul yang
dikelilingi oleh lemak kuning. Pada batas medial, sinus ginjal dekat dengan hilum
ginjal. Melalui hilum tersebut pembuluh darah serta pelvis renalis keluar dari ginjal dan
menuju tujuannya masing-masing
Ginjal dilapisi oleh fasia Gerota yang menyelimuti ginjal pada sisi superior,
medial, dan lateral. Pada bagian superior dan lateral, fasia Gerota tertutup, tetapi pada
bagian medial fasia gerota bergabung dengan sisi kontralateral. Pada bagian inferior
fasia Gerota tetap terbuka. Fasia gerota berfungsi sebagai pelindung anatomik dari
penyebaran keganasan.
Ginjal mendapatkan perdarahan dari percabangan aorta abdominalis dan vena
cava inferior tepat dibawah arteri mesentrika superior yang berada pada level L2. Jika
dilihat dari sisi depan maka urutannya kebelakang adalah vena, arteri, dan diikuti oleh
pelvis renalis serta ureter. Arteri yang memasuki ginjal bercabang cabang anterior dan
posterior dimana cabang anterior bercabang menjadi 4 bagian yaitu apikal, superior,
medial, dan inferior. Perlu dipahami dari percabangan ini dikarenakan cabang posteror
memasuki ginjal dari sisi posterior terhadap pelvis renalis sedangkan yang lainnya
melalui sisi anterior pelvis renalis. Obstuksi pada UPJ dapat disebakan oleh karena
cabang posterior memasuki ginjal melalui sisi anterior terhadap ureter. Sumbatan pada
salah satu cabang arteri akan menyebabkan infark segemental dikarenakan tidak
terdapatnya perdarahan kolateral. Ketika telah mencapai sinus renalis, arteri segmental
bercabang menjadi arteri lobaris lalu ketika memasuki parenkim ginjal berubah menjadi
arteri interlobaris yang terdapat pada sisi perifer dari kolumna Bertin. Arteri
interlobularis bercabang menjadi arteri arkuata yang berjalan secara paralel pada sisi
perbatasan korteks dan medula. Arteri interlobularis bercabang menjadi arteri afferen
yang selanjutnya membentuk glomerolus lalu selanjutnya berjalan membentuk arteri
efferent. Terdapat 2 juta glomerolus pada setiap ginjal. Selanjutnya pembuluh darah
yang masuk kedalam piramid dinamakan vasa rekta.
Pembuluh darah vena ginjal memiliki perdarahan kolateral. Vena interlobularis
mengambil darah dari kapiler post glomerular. Setelah itu vena interlobularis
membentuk vena arcuata yang kemudian membentuk interlobularis, lobaris dan cabang
segmentalis. Perlu diketahui pembuluh darah vena berjalan berdampingan dengan arteri

9
dengan jarak sekitar 1 2 cm dari arteri yang didampinginya secara kaudal maupun
kranial.

Secara mikroskopis, collecting system pada ginjal berasal dari korteks renalis
pada glomerolus yang memasuki kapsula bowman. Kapsula bowman dan anyaman
kapiler glomerolus membentuk mapighian corpuscle. Anyaman pembuluh darah
glomerolus diselimuti oleh podosit yang berfungsi sebagai pelidung dan penyaring.
Setelah itu urin akan dikumpulkan pada tubulus proksimal yang terdiri atas epitel
kuboid dengan mikrovili. Tubulus kontroltus proksimal berjalan kembali lalu
membentuk lengkung henle yang selanjutnya membentuk tubulus kontroltus distal.
Selanjutnya berbagai tubulus kontroltus distal disatukan pada tubulus koledokus yang
selanjutnya membentuk nefron dan berjalan menuju medula renalis dan menuju papila
renalis. Terdapat 7 9 papila renalis pada setiap ginjal. Setiap papila renalis
diselubungi oleh kaliks minor. Kaliks merupakan hasil dari penggabungan piramid
renalis dan karena struktur anatomi mereka dapat menyebabkan refluks urin menuju
parenkim ginjal. Setiap kaliks minor akan menjadi infundibulum untuk membentuk 2
3 kaliks major yang dinamakan kaliks mayor superior, medial, dan inferior.
Inervasi persarafan ginjal didapatkan dari T8

melalui L1 yang selanjutnya

berjalan menuju ganglia aorticorenal dan celiaka. Persarafan parasimpatis didapatkan


dari cabang vagus dan berjalan berdampingan dengan saraf simpatis. Fungsi utama dari
inervasi saraf otonom pada ginjal adalah vasomotor dimana simpatis menyebabkan
vasokonstriksi dan parasimpatis menyebabkan vasodilatasi.
II.2. Anatomi Ureter
Ureter adalah struktur tubular bilateral yang bertanggung jawab untuk
mengangkut urin dari pelvis ginjal ke kandung kemih. Ureter umumnya memiliki
panjang 22-30 cm dengan diameter sekitar 3 mm. Dinding ureter terdiri dari beberapa

10
lapisan. Lapisan dalam adalah epitel transisional yang diikuti oleh lamina propria.
Lamina propria merupakan jaringan ikat yang bergabung dengan epitel membentuk
lapisan mukosa. Diatas dari lamina propria adalah lapisan otot polos yang berdekatan
dengan otot meliputi calyces ginjal dan pelvis yang terbagi atas lapisan dalam
longitudinal dan lapisan luar sirkular sehingga gerakan peristaltik dari otot-otot ini
dapat menstransportasi urin dari duktus kolektikus menuju buli melalui ureter. Lapisan
terluar dari ureter adalah tunika adventitia yang membungkus ureter dan mencakup
pembuluh darah serta pembuluh limfa.
Jalur dari ureter berawal dari ureteropelvic junction , terletak pada posterior dari
arteri dan vena renalis, menyusuri tepi anterior dari m.psoas. Pada regio ini juga
terdapat pembuluh darah gonadal yang menyilang didepan dari ureter. Ureter
selanjutnya berjalan diatas arteri iliaca komunis dan pada umumnya sebagai penanda
percabangan dari arteri iliaka interna dan eksterna. Pada sisi anterior ureter dekstra
berhubungan dengan colon ascending, cecum, mesentrium kolon, dan appendiks. Ureter
sinistra pada sisi anterior berhubungan dengan colon sigmoid dan desending. Terdapat 3
titik penyempitan pada ureter yaitu ureteropelvic junction, persilangan pembuluh darah
iliaka, dan ureterovesical junction. Titik-titik ini perlu diperhatikan karena merupakan
lokasi yang cukup sering terjadinya sumbatan oleh batu
Ureter dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu ureter proximal yang terletak dari
pelvis renalis hingga batas bagian atas sakrum, ureter medial yang terletak pada batas
atas sakrum hingga batas bawah sakrum, dan ureter distal yang terletak pada bagian
bawah sakrum hingga buli. Perdarahan ureter pada ureter yang berada diluar rongga
pelvis berasal dari pembuluh darah sisi medial sedangkan pada ureter yang terletak
pada rongga pelvis perdarahannya berasal dari sisi lateral. Ureter memiliki titik
pacemaker sendiri

pada kaliks minor, sehingga peristaltik pada ureter tidak

membutuhkan input dari persarafan otonom.


Persepsi nyeri dapat muncul ketika terjadi tegangan atau distensi pada kapsul
ginjal, duktus koleduktus ginjal, dan ureter. Iritasi pada saluran kemih bagian atas juga
dapat menstimulasi nosiseptor pada T8 melalui L2. Nyeri dan refleks spasme otot
muncul akibat distribusi nervus subcostal, iliohypogastric, ilioinguinal, dan
genitofemoral yang dapat berdampak nyeri serta kontraksi pada batang tubuh,
selangkangan, maupun skrotum.
II.3. Batu Ureter Proksimal

11
Batu ataupun benda asing lainnya yang menyumbat pada ureter proksimal
ataupun distal menyebabkan nyeri yang berat, tajam, atau nyeri pinggang. Nyeri akan
bertambah hebat dan menetap apabila batu berjalan turun sepanjang ureter dan
menyebabkan obstruksi yang hilang timbul. Batu yang tersumbat sehingga tidak
berjalan lagi dapat menyebabkan nyeri ringan, tidak seberat nyeri pada batu yang masih
dapat berjalan. Nyeri pada

ureter proksimal umumnya diproyeksikan pada regio

lumbalis dan pinggang. Pada batu ureter medial, nyeri umumnya dirasakan pada bagian
kaudal dan depan pada bagian perut. Nyeri dapat menyerupai nyeri pada appendisitis
akut atau divertikulitis. Pada batu ureter distal, nyeri dirasakan pada selangkangan dan
skrotum pada pria dan labia major pada wanita. Nyeri ini berasal dari nervus
genitofemoral sehingga perlu disingkirkan kemungkinan-kemungkinan torsio testis dan
epididimitis pada pria dan nyeri saat menstruasi pada wanita.
II.4.

Epidemiologi Urolitiasis
Insidensi batu saluran kemih berhubungan dengan jenis kelamin, ras, usia,
geografi, iklim, pekerjaan, indeks masa tubuh, dan konsumsi air. Berdasarkan jenis
kelamin, dikatakan bahwa kejadian batu saluran kemih pada pria lebih banyak 2 3
kali lipat dibandingkan wanita. Terdapat pernyataan bahwa wanita memiliki hormon
esterogen yang mempengaruhi eksresi sitrat dimana sitrat dapat mencegah
pembentukan batu ginjal. Berdasarkan penelitian, bangsa kulit putih menduduki
peringkat pertama pada kejadian batu saluran kemih dan diikuti oleh Hispanik, Asia,
dan Afrika-Amerika. Untuk katagori usia, batu saluran kemih jarang terjadi pada usia
dibawah 20 tahun tetapi kejadiannya memuncak pada usia diata 40 60 tahun. Secara
geografis, kejadian batu saluran kemih lebih banyak terjadi pada daerah yang beriklim
panas, jarang hujan, dan kering seperti pegunungan, padang pasir, atau area tropis.
Subjek dengan BMI yang lebih tinggi akan lebih mengeksresikan Oxalat, Asam urat,
Natrium, dan Fosfor pada urinnya. Hal yang perlu diperhatikan adalah konsumsi air
yang mencukupi akan mencegah terjadinya pembentukan batu saluran kemih.

II.5. Kandungan Ion Dalam Urin


II.5.1 Kalsium
Kalsium merupakan ion utama dalam urin. Sekitar 50 % kalsium yang terdapat
di dalam plasma terfiltrasi pada glomerolus, tetapi hanya sekitar <2% yang
tereksresikan di dalam urin. Banyak faktor yang mempengaruhi konsentrasi kalsium

12
di dalam urin seperti sitrat, fosfat, dan sulfat. Peningkatan monosodium urates dan
penurunan pH urin dapat meningkatkan agregasi kristal kalsium.
II.5.2 Oxalat
Oxalat merupakan bahan sisa normal hasil metabolisme dan umumnya tidak
larut terhadap air. Konsentrasi oxalat di dalam urin berpengaruh terhadap
pembentukan batu kalsium oxalat. Nilai normal exkresi oxalat pada ginjal adalah 20
45 mg/hari dan tidak berubah terhadap usia. Unsur ini diekskresikan pada tubulus
proksimal. Hal yang perlu diperhatikan adalah perubahan level oxalat dalam urin
meskipun sedikit dapat berdampak pada supersaturasi kalsium oksalat.
II.5.3 Fosfat
Fosfat merupakan unsur buffer yang yang penting dan dapat berikatan dengan
kalsium di dalam urin. Unsur ini merupakan unsur yang penting pada pembentukan
batu kalsium fosfat atau magnesium fosfat. Hal yang perlu diperhatikan, penyerapan
fosfat pada tubulus proksimal dihambat oleh hormon paratiroid.
II.5.4 Asam Urat
Asam urat adalah hasil metabolisme purin. Asam urat dapat menurunkan pH
urin sehinga meningkatkan urate. Hal ini dapat meningkatkan risiko terbentuknya batu
urate. Hal yang perlu diperhatikan, kelainan dalam metabolisme purin dapat
meningkatkan terjadinya pembentukan batu. Kekurangan enzim pengurai xanthine
oxidase akan menyebabkan level xanthine meningkat di dalam urin sehingga risiko
terbentuknya batu akan meningkat. Batu yang terbentuk dari asam urat dapat terlihat
pada CT-Scan non kontras karena sifatnya yang radiolusen.
II.5.5 Natrium
Natrium memiliki peranan penting dalam pembentukan kristal dan agregasi.
Konsentrasi natrium ditemukan tinggi pada inti batu. Diet tinggi Natrium
menyebabkan peningkatan sekresi Kalsium sehingga menurunkan kemampuan urin
dalam mencegah pembentukan kristal kalsium oxalat.
II.5.6 Sitrat
Sitrat memegang peranan kunci dalam pembentukan batu kalsium. Defisiensi
sitrat diduga kuat meningkatkan risiko terbentuknya batu ginjal. Hal yang dapat
mempengaruhi ekskresi sitrat adalah Estrogen dan Alkalosis.
II.5.7. Magnesium

13
Defisiensi magnesium menyebabkan terjadinya pembentukan batu ginjal
kalsium oxalat. Proses bagaimana cara magnesium mencegah batu ginjal saat ini
masih belum diketahui.
II.5.8 Sulfat
Sulfat dapat berikatan dengan kalsium sehingga mencegah kalsium berikatan
dengan oxalat.
II.6.

Patofisiologi
Pembentukan batu memerlukan urin yang pekat. Kepekatan urin bergantung
kepada pH urin, ion, konsentrasi larutan serta bahan terlarut. Pada patogenesis batu
secara umum hal yang harus dipahami adalah proses supersaturasi, nukleasi dan
pertumbuhan kristal, agregasi, dan retensi. Nukleasi merupakan proses pembentukan
inti batu yang diikuti oleh agregasi yaitu saling tarik menariknya inti tersebut terhadap
inti lainnya. Ketika batu sudah terbentuk, akan terjadi proses retensi dimana agregat
kristal menempel pada saluran kemih. Proses pembentukan batu pada batu kalsium
dan nonkalsium berbeda. Insidensi batu kalsium oksalat berkisar 60% dan kalsium
oksalat dengan hydroxyapatite 20%. Untuk batu asam urat dan struvit beriksar 10 %.

II.6.1 Batu Kalsium Oksalat


Hiperkalsiuria merupakan keadaan abnormal yang paling sering ditemukan
pada kasus batu kalsium yang muncul pada 35 65% kasus dimana terdapatnya
kalsium dalam urin > 200mg/hari setelah diet kalsium 400 mg dan 100 mg natrium
selama 1 minggu. Hiperkalsiuria juga dapat dinyatakan dengan terdapatnya kalsium
dalam urin > 4 mg / kg/ hari atau lebih dari 7 mmol/hari pada pria dan > 6 mmol / hari
pada wanita. Hal-hal yang dapat memicu keadaan hiperkalsiuria adalah kelainan pada
reabsorpsi kalsium pada ginjal, hiperparatiroid, penyakit sarcoid dan granulomatous,
keganasan, dan glukokortikoid-induced hypercalcemia.
Hiperokxaluria juga mempengaruhi dari proses pembentukan kalsium oksalat.
Keadaan ini terjadi apabila terdapat oxalat di dalam urin > 40 mg/hari. Penyebab dari

14
keadaan ini adalah gangguan biosintesis, malabsorbsi yang berhubungan dengan
penyakit usus, celiac sprue, enteric hyperoxaluria, dan diet tinggi vitamin C.

Lebih dari 10 %

kasus batu kalsium memiliki keadaan hyperuricosuria

dimana asam urat di dalam urin bernilai > 600 mg/ hari. Hyperuricosuria dapat
meningkatkan level monosodium urate, dimana dapat menjadikan pH urin kurang dari
5.5 yang menyebabkan pembentukan batu. Asam urat juga dapat mencegah kerja dari
glikosaminoglikan seperti heparin yang menghambat kristalisasi kalsium oksalat.
Penyebab utama dari keadaan ini adalah konsumsi purin.
Hypocitraturia adalah kelainan yang ditandai dengan level sitrat di dalam urin
berkisar < 320 mg/hari.yang berpengaruh terhadap pembentukan batu. Sitrat berfungsi
untuk mencegah pembentukan batu dengan cara berikatan dengan kalsium, mencegah
nukleasi kalsium oksalat, mencegah pengendapatn kristal kalsium oksalat dan kalsium
fosfat, dan mencegah efek dari glikoprotein Tamm Horsfall . Gangguan sitrat dapat
terjadi pada peningkatan penyerapan sitrat pada ginjal dan penurunan sintesis sitrat
pada sel peritubuler. Defisiensi sitrat dapat menyebabkan pH urin menjadi lebih
rendah.

II.6.2 Batu Asam Urat


Manusia tidak memiliki enzim uricase yang mengkatalisis perubahan asam
urat menjadi allantonin yang larut dalam air. Perlu diperhatikan pH yang asam (< 6)
dan kondis level asam urat > 500 600 mg/L pada urin dapat meningkatkan risiko

15
terbentuknya batu asam urat. Terdapat 3 jalur utama dalam pembentukan batu asam
urat yaitu pH yang rendah, volume urin yang sedikit, dan hiperuricosuria.

II.6.3 Batu Akibat Infeksi Saluran Kemih

16
Batu akibat infeksi terjadi akibat urin berubah menjadi terlalu basa dengan pH 7.2 8.
Hal ini terjadi akibat terdapatnya mikroorganisme penghasil urease sehingga batu struvit
dapat terbentuk. Bakteri penghasil urease serta patogenesis terjadinya batu struvit terdapat
dalam tabel dan bagan beriku

II.7 Gejala Klinis


Gejala klinis pada penyakit batu saluran kemih terdapat beberapa macam.
Gejala pertama adalah rasa nyeri yang dapat berupa nyeri kolik dan non-kolik. Nyeri
kolik pada umumnya terjadi akibat terjadinya tegangan dan regangan pada collecting
system atau ureter sedangkan nyeri non kolik terjadi akibat kapsul ginjal yang
teregang. Lokasi nyeri juga dapat menentukan letak sumbatan batu apakah terdapat
pada kaliks ginjal, pelvis renalis, ureter proksimal, ureter medial, atau ureter distal.
Hematuria merupakan gejala yang sering muncul pada pasien dengan sumbatan batu
saluran kemih dimana pasien akan mengakui terdapat perubahan warna urin seperti
the. Hanya sekitar 10 15% kasus obstruksi ureter total yang tidak mengalami
microhematuria. Infeksi juga dapat terjadi baik secara sekunder akibat stasis aliran
urin karena sumbatan atau justru sebagai penyebab primer terbentuknya batu saluran
kemih dimana pada kasus ini pH urin > 6.6 . Pasien juga dapat mengalami muntah
dan mual.
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara baik dan holistik. Pada pasien dengan
batu saluran kemih umumnya suka mencari posisi yang aneh untuk mengurangi rasa
nyeri yang dialaminya dan hal ini berbeda pada kasus peritonitis dimana pasien tidak
dapat bergerak atau takut untuk bergerak karena rasa nyeri yang hebat dan

17
menyeluruh. Hal yang perlu diperhatikan adalah nyeri pada sudut kostofrenikus tidak
selalu ada. Perlu diwaspadai keadaan demam, hipotensi, dan vasodilatasi pembuluh
darah kulit dapat terjadi pada pasien urosepsis dan perlu penanganan khusus (ICU)
serta pemberian antibiotik, resusitasi cairan, dan antibiotik intravena.
II.8

Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari batu saluran kemih dapat berupa gangguan dari organ
retroperitoneal maupun intraperitoneal. Beberapa diagnosis banding tersebut adalah
appendisitis akut, kehamilan ektopik terganggu, kista ovarium, emboli arteri renalis,
dan aneurisma aorta abdominalis.

II.9

Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan CT Scan pada umumnya menjadi pilihan utama dalam
memeriksa pasien dengan nyeri kolik renal akut dan juga lebih murah dari BNO-IVP.
Pada pemeriksaan BNO-IVP, nefrolitiasis dapat segera terlihat dengan pemeriksaan
ini serta dapat membedakan batu empedu pada posisi oblique. Pemeriksaan lainnya
adalah tomografi ginjal. Pada pemeriksaan ini, ginjal dapat tervisualisasi pada
potongan koronal. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi batu saluran
kemih dengan opasitas yang rendah, terutama pada pasien gemuk atau dengan gas
yang banyak. Ultrasonografi juga menjadi salah satu alat yang unggul untuk melihat
batu saluran kemih dimana dapat terlihat accoustic shadow pada pemeriksaan ini.
Pemeriksaan yang tidak dianjurkan pada batu saluran kemih adalah MRI.

II.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan

batu

saluran

kemih

dapat

dilakukan

secara

non

medikamentosa maupun medikamentosa sebagai tatalaksana lanjutan.


II.10.1 Nonmedikamentosa
II.10.1.1 Konservatif
Umumnya, batu ureter tidak memerlukan intervensi karena batu dapat
melewati ureter secara spontan tetapi tergantung dengan ukuran batu, bentuk, lokasi,
dan edema ureter yang berhubungan dengan stasisnya batu pada lokasi tersebut.
Berdasarkan persentasi, batu berukuran 4 5 mm dapat melewati ureter dengan

18
probabilitas 40 50 % dan batu dengan ukuran > 6 mm dapat melewati ureter dengan
probabilitas < 5 %. Batu ureter pada ureter distal umumnya dapat melewati
ureterovesiko junction sekitar 50%. Terapi konservatif seperti ini memiliki batas
waktu 6 minggu sejak munculnya gejala.
II.10.1.2 Ureteroskopi
Ureteroskopi memiliki panjang 54 70 cm. Alat ini digunakan dengan masuk
kedalam saluran ureter secara retrograde dimana di era modern alat ini memiliki
saluran untuk bekerja dan saluran irigasi yang berfungsi untuk mendilatasikan ureter
dan menjaga visualisasi agar tetap jelas. Tindakan ini memiliki tingkat efektifitas yang
tinggi pada kasus batu ureter distal.
II.10.1.3 Perkutaneus Nefro Litotomi (PNL)
Tindakan ini diprioritaskan untuk mengatasi batu pada ginjal ataupun ureter
proksimal dimana ukuran batu > 2.5 cm, acute infundibulo-pelvic angle, resisten
terhadap ESWL, dan adanya bukti obstruksi.
II.10.1.4 Operasi Terbuka
Tindakan ini merupakan tindakan klasik untuk mengambil batu tetapi tindakan
ini sudah jarang dilakukan dengan perkembangan instrumen dan pengalaman ahli
bedah.
II.10.1.5 Phyelolitotomi
Pyelolitotomi sangat efektif terutama dengan variasi anatomi dimana pyelum
terletak secara ekstrarenal.
II.10.1.6 ESWL
Extracorporeal Shock Wave Litrhotrisy merupakan tindakan menghancurkan
batu dengan memberikan gelombang kejut yang dihasilkan mesin dari luar tubuh.
Gelombang ini difokuskan ke arah batu dengan berbagai cara. Sesampainya di batu,
gelombang tersebutakan memecah energinya. Batu akan dipecah menjadi ukuran yang
sangat kecil sehingga tidak menimbulkan rasa sakit. ESWL sudah dilengkapi dengan
fluoroskopi sehingga memudahkan dalam pengaturan target/posisi tembak untuk batu
ureter. Perlu diperhatikan, jenis batu akan mempengaruhi efektifitas ESWL seperti

19
batuk kalsium oksalat monohidrat memerlukan tindakan beberapa kali karena batunya
keras dan pada orang gemuka karena ketebalan dari kulit pasien.
II.10.2 Medikamentosa
Agen alkalisator seperti potasium sitrat dibutuhkan untuk meningkatkan pH
urin sebanyak 0.7 0.8 pH unit dengan dosis 60 mEq yang terbagi dalam 3 4 dosis
dengan sediaan 10 mEq/tablet. Potasium sitrat diindikasikan terhadap pasien dengan
batu kalsium oksalat akibat hipositraturia (<320mg/hari) termasuk dengan asidosis
tubulus renalis.
Selulosa fosfat dapat menghambat penyerapan kalsium dan menghambat
sekresinya di ginjal. Obat ini digunakan pada pasien dengan hiperkalsiuria dengan
nefrolitiasis kalsium yang sering kambuh. Obat ini dapat meningkatkan level oksalat
serta fosfat didalam urin. Dosis awal yang digunakan adalah 5 g sebanyak 3 x/ hari
saat makan. Konsumsi magnesium 1 jam sebelum meminum selulosa fosfat terkadang
dibutuhkan.
Obat-obatan diuretik seperti tiazid dapat mengkoreksi kebocoran kalsium yang
berhubungan dengan hiperkalsiuria ginjal. Dosis awal adalah 25 mg yang dititrasi
berdasarkan level kalsium didalam urin.
Allopurinol digunakan untuk mengatasi batu akibat kalsium urat. Allopurinol
merupakan xanthine oxidase inhitibor sehingga bekerja menurunkan level asam urat
pada serum dan urin. Terapi dimulai dengan dosis 300 mg/hari saat makan.
Urease inhibitor seperti asam acetohydroxamide dibutuhkan pada batu saluran
kemih akibat infeksi bakteri penghasil urease. Obat ini menghambat urease dari
bakteri, mengurangi level ammonia, dan mengasamkan urin. Obat ini diperlukan
setelah batu struvit berhasil dikeluarkan. Hal yang perlu diperhatian adalah obat ini
tidak efektif pada pasien dengan serum creatinin > 2.5 mg/dL. Dosis obat ini adalah
250 mg sebanyak 3 4 x / hari dengan dosis maksimal 10 15 mg/kg/hari.

20

BAB III
ANALISA KASUS
ANAMNESIS
Pasien perempuan usia 36 tahun datang dengan keluhan nyeri pada pinggang kiri 4
bulan SMRS. Keluhan tidak disertai dengam demam, sakit kepala, dan keluhan dengan buang
air kecilnya pun disangkal. Keluhan awalnya nyeri perut di sebelah kanan yang menembyus
hingga ke belakang
Nyeri pinggang bersifat hilang timbul merupakan nyeri yang bersifat kolik dan
biasanya menandakan adanya obstruksi pada saluran kemih teruatama ureter. Nyeri
dapat menjalar ke punggung bagian belakang diakibatkan nyeri dipersepsikan menuju
nosiseptor pada L2 menuju T8. Lokasi nyeri umumnya dapat menandakan letak
lokasi atau level sumbatan. Pada pasien ini dikarenakan nyeri dirasakan pada
pinggang dan punggung bagian kiri maka kemungkinan letak sumbatan terdapat pada
ginjal atau ureter bagian proksimal sinistra.
Volume air kencing yang berkurang Volume air kencing yang berkurang
menandakan terdapat kelainan pada proses pembentukan urin atau pada saat proses

21
pengeluaran. Perlu diperhatikan bahwa kemungkinan kelainan pre-renal, renal,
ataupun post renal harus dievaluasi

22
O (Objektif)
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 108 / 69 mmHg, Nadi 78 x/menit, Respirasi 20
x/menit, suhu 36 C.
Tanda vital pada pasien ini masih dalam batas normal, tidak ada kegawatdaruratan
yang mengancam nyawa.
Pada pemeriksaan mata ditemukan keadaan konjungtiva anemis
Konjungtiva anemis menandakan pada pasien ini terjadi keadaan anemia. Perlu
diperhatikan, anemia dapat disebabkan oleh infeksi kronis, perdarahan, keganasan,
atau penyakit kronis. Pada pasien ini, keadaan anemia dapat disebabkan oleh karena
pada pasien ini mengalami kencing yang berdarah karena batu yang terdapat pada
ureter.
Pada pemeriksaan abdomen ditemukan adanya nyeri ketok CVA pada pinggang kanan.
Nyeri dapat muncul akibat distensi dari ureter proksimal. Umumnya keadaan ini
terjadi akibat ada obstruksi dari saluran kemih atau adanya infeksi saluran kemih
bagian atas.
Foto polos Abdomen

: Tampak bayangan radioopak di hemiabdomen kanan berukuran +/-

0,7 x 0,3 cm di setinggi vertebra L4, proyeksi sepertiga tengah ureter kanan
Hal ini memperkuat keluhan nyeri pada pinggang kanan pasien disebabkan adanya
obstruksi oleh batu pada ureter proksimal.
A (Assesment)
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang
Batu Ureter Proksimal Didapatkan dari keluhan nyeri pada pinggang kanan saat
akan berkemih yang disertai dengan ditemukannya nyeri ketok CVA (+) pada
pinggang kanan dan gambaran radioopak pada ureter proksimal sinistra pada
pemeriksaan CT-Scan.
P (Planning)
Cefoperazon 2 x 1 gram iv
Cefoperazone merupakan antibiotic golongan sefalosporin generasi ke-3. Obat ini
dieksresikan tidak melalui ginjal tetapi melalui empedu.
Transfusi PRC

23
Dilakukan transfusi sebelum operasi sampai mencapai target Hb yaitu 10 g/dL.
Open Nefrectomy
Umumnya, operasi terbuka sudah jarang dilakukan, namun pada kasus batu ureter
tndakan operasi terbuka masih menjadi pilihan.

24

DAFTAR PUSTAKA
1. Tanagho EA & McAninch. 2008. Smiths General Urology. 17th ed. USA: McGraw
Hill
2. Wein, Kavoussi, Novick, Partin, & Peters. 2012. Campbell Walsh Urology. 10 thed.
Philadelphia: Elsevier - Saunders

Anda mungkin juga menyukai