Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN KANKER NASOFARING


Disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah
Dosen pengampu : Ns. Dian Hudiyawati, S. Kep., M. Kep

DISUSUN OLEH:
1. Nurul Maulifatil Jannah J210191099
2. Annisa Ayu Fatmawati J210191115
3. Wiwik Widiyastuti J210191157
4. Zahra Shaflyana J210191174
5. Amalia Nur Hanifah J210191178
6. Ria Arifatara J210191186
7. Luthfi Annisa J210191211
8. Maryam Zunar J210191215
9. Izza Zulfa J210191219
10. Ayu Ananda J210191225
11. Intan Imani Wahdakirana J210191229
12. Vindy Luxfiati Wahyu J210191233
13. Rizka Ramadhan J210191235

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
2019
KATA PENGANTAR

i
Puji dan syukur kepada Allah SWT., yang telah memberikan Rahmat dan karunia-Nya, sehingga
dapat menyelesaikan tugas ini. Makalah dengan judul “MAKALAH LAPORAN
PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KANKER
NASOFARING” disusun untuk memenuhi tugas kelompok Keperawatan Medikal Bedah pada
Program Studi keperawatan Transfer Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan dan
pengarahan dari berbagai pihak baik berupa moril maupun materil. Untuk itu penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Ns. Dian Hudiyawati, S. Kep., M. Kep. Selaku dosen pengampu keperawatan medikal
bedah
2. Kedua orangtua yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil
3. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan laporan ini masih terdapat beberapa
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, hal ini tidak lepas dari terbatasnya pengetahuan dan
wawasan yang penulis miliki, serta sarana dan prasarana lain yang menunjang terselesaikannya
laporan ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang positif
dan membangun sebagai perbaikan di masa yang akan datang.
Akhir kata, semoga laporan ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi
pembaca dalam mengembangkan profesi keperawatan guna menciptakan perawat profesional
yang berakhlakul karimah.
Nasrun minallahi wa fathun qoriib

Surakarta, 5 Desember 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
B. Klasifikasi
C. Etiologi
D. Manifestasi Klinis
E. Pathofisiologi
F. Komplikasi
G. Penatalaksanaan
H. Pencegahan
I. Konsep Teori Asuhan Keperawatan
J. Asuhan Keperawatan
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker Nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring
dengan predileksi di Fosa Rossenmuller dan atap nasofaring. KNF adalah tumor yang
berasal dari sel epitel yang menutupi permukaan nasofaring. Kanker nasofaring merupakan
tumor ganas yang sering dijumpai dibagian telinga, hidung, tenggorokan, kepala dan leher
(THTKL). Kanker nasofaring di Indonesia menduduki urutan keempat dari seluruh
keganasan setelah kanker mulut rahim, payudara dan kulit (Nasir, 2009).
Berdasarkan GLOBOCAN (2012), terdapat 87.000 kasus baru nasofaring muncul
setiap tahunnya (dengan 61.000 kasus baru terjadi pada laki-laki dan 26.000 kasus baru
pada perempuan) dengan 51.000 kematian akibat KNF (36.000 pada laki-laki, dan 15.000
pada perempuan). KNF ditemukan pada pria usia produktif (perbandingan pasien pria dan
wanita adalah 2,18:1) dan 60% pasien berusia antara 25 hingga 60 tahun (Ferlay, 2015).
Kanker nasofaring merupakan salah satu jenis kanker ganas yang sering
ditemukan di Indonesia. Kanker nasofaring berada pada urutan ke-4 kanker terbanyak di
Indonesia setelah kanker payudara, kanker leher rahim, dan kanker paru. Kanker
nasofaring adalah kanker kepala leher tersering (28.4%), dengan rasio pria-wanita adalah
2:4, dan endemis pada populasi Jawa (Adam et al., 2012).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kanker nasofaring?
2. Apa saja klasifikasi dari kanker nasofaring?
3. Apa etiologi dari kanker nasofaring?
4. Apa saja manifestasi klinis dari kanker nasofaring?
5. Bagaimana pathofisiologi dari kanker nasofaring?
6. Apa saja komplikasi yang muncul dari kanker nasofaring?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari kanker nasofaring?
8. Bagaimana pencegahan dari kanker nasofaring?
9. Bagaimana konsep teori asuhan keperawatan pada kanker nasofaring?
10. Bagaimana asuhan keperawatan pada kanker nasofaring?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari kanker nasofaring
2. Untuk mengetahui pembagian klasifikasi dari kanker nasofaring
3. Untuk mengertahui etiologi dari kanker nasofaring
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari kanker nasofaring
5. Untuk mengetahui pathofisiologi dari kanker nasofaring
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari kanker nasofaring

1
7. Untuk mengetahui komplikasi yang muncul dari kanker nasofaring
8. Untuk mengetahui pencegahan dari kanker nasofaring
9. Untuk mengetahui konsep teori asuhan keperawatan pada kanker nasofaring
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada kanker nasofaring

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Kanker Nasofaring (KNF) merupakan kanker yang muncul pada daerah
nasofaring (area di atas tenggorokan dan di belakang hidung, yang menunjukkan bukti
adanya diferensiasi skuamosa mikroskopik ringan atau ultrastruktur (Kementerian
Kesehatan RI).
Kanker Nasofaring adalah kanker yang berasal dari sel epitel nasofaring di rongga
belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut yang tumbuh dari jaringan epitel
yang meliputi jaringan limfosit dengan predileksi di fossa rossenmuller pada nasofaring
yang merupakan daerah transisional dimana epitel kuboid berubah menjadi skuamosa
(Brunner & Suddarth, 2002).
Kanker nasofaring adalah penyakit di mana ganas (kanker) sel terbentuk di
jaringan nasofaring. Nasofaring adalah bagian atas faring (tenggorokan) di belakang
hidung. Kanker nasofaring paling sering dimulai di sel-sel skuamosa yang melapisi
nasofaring (Nasional Cancer Institute, 2013).
Kanker nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh pada ephitalial pelapis
ruangan dibelakang hidung (nasofaring) dan belakang langit-langit rongga mulut dengan
predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Kanker nasofaring merupakan tumor
ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60 % tumor
ganas daerah kepala dan leher merupakan kanker nasofaring., kemudian diikuti tumor
ganas hidung dan paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil,
hipofaring dalam prosentase rendah (Huda Nurarif & Kusuma, 2013).
B. Klasifikasi
WHO menetapkan Kanker Nasofaring (KNF) sebagai kanker yang berasal dari sel
skuamosa dan dibedakan menjadi 3 tipe :
1. Tipe I : keratinizing squamous cell carsinoma
Menunjukkan differensiasi skuamosa dengan adanya jembatan interseluler dan atau
keratinisasi di atasnya.

1
2. Tipe II : differentiated non keratinizing carsinoma
Sel tumor menunjukkan diferensiasi dengan rangkaian maturasi yang terjadi di dalam
sel, terdiri dari sel-sel yang bervariasi mulai dari sel matur sampai anaplastik dan
hanya sedikit sekali membuat keratin atau tidak sama sekali.
3. Tipe III : undifferentiated carsinoma
Mempunyai gambaran patologi yang sangat heterogen. Sel ganas memiliki inti bulat
sampai oval dan vesikuler, batas sel yang tidak jelas, dapat ditemukan sel ganas
berbentuk spindle dengan inti hiperkromatik.
Tipe II dan III lebih radiosensitif dan memiliki hubungan yang kuat dengan virus
Epstein-Barr (Chan dan Felip, 2009)
C. Etiologi
Etiologi kanker nasofaring sudah hampir dapat dipastikan bahwa faktor pencetus
terbesarnya ialah suatu jenis virus yang disebut virus Epstein-Barr. Karena pada semua
pasien nasofaring didapatkan titer anti-virus Epstein-Barr (EB) yang cukup tinggi. Titer ini
lebih tinggi dari titer orang sehat, pasien tumor ganas leher dan kepala lainnya dan tumor
organ tubuh lainnya, bahkan pada kelainan nasofaring yang lain sekalipun (Soepardi et al,
2012). Selain dari itu terdapat juga faktor predisposisi yang mempengaruhi pertumbuhan
tumor ganas ini, seperti :
1. Faktor ras
Banyak ditemukan pada ras Mongoloid, erutama di daerah Cina bagian selatan
berdasarkan hasil pengamatan cara memasak tradisional sering dilakukan dalam
ruang tertutup dan dengan menggunakan kayu bakar (Soepardi et al, 1993).
2. Faktor genetik
Tumor ini atau tumor pada organ lainnya ditemukan pada beberapa generasi dari
suatu keluarga (Soepardi et al, 1993).
3. Faktor sosial ekonomi
Faktor yang mempengaruhi ialah keadaan gizi, polusi, dan lain-lain (Soepardi et al,
1993).
4. Faktor kebudayaan
Kebiasaan hidup dari pasien, cara memasak makanan serta pemakaian berbagai
macam bumbu masak mempengaruhi tumbuhnya tumor ini dan kebiasaan makan
makanan terlalu panas. Terdapat hubungan antara kadar nikel dalam air minum dan
makanan dengan mortalitas kanker nasofaring (Soepardi et al, 2012). Konsumsi ikan
asin meningkatkan resiko 1,7 sampai 7,5 kali lebih tinggi dibanding yang tidak

2
mengkonsumsi ikan asin (Ondrey and Wright, 2003). Ikan asin dan makanan yang
diawetkan menggunakan larutan garam akan mengubah senyawa yang terkandung
dalam ikan yakni senyawa nitrat menjadi senyawa nitrosamin (Barasi, 2007).
Rendahnya kadar vitamin C sewaktu muda dan kekurangan vitamin A dapat merubah
nitrat menjadi nitrit dan senyawa nitrosamin menjadi zat karsinogen pemicu kanker
(Ballenger, 2010).
5. Letak geografis
Terdapat banyak di Asia selatan, Afrika Utara, Eskimo karena penduduk nya sering
mengkonsumsi makanan yang diawetkan (daging dan ikan) terutama pada musim
dingin menyebabkan tingginya kejadian kanker nasofaring (Soepardi et al, 2012).
6. Jenis kelamin
Tumor ini lebih sering ditemukan pada laki-laki dari pada perempuan disebabkan
kemungkinan ada hubungannya dengan faktor kebiasaan hidup laki-laki seperti
merokok, bekerja pada industri kimia cenderung lebih sering menghirup uap kimia
dan lain-lain (Soepardi et al, 2012).
7. Faktor lingkungan
Faktor yang mempengaruhi adalah iritasi oleh bahan kimia. Asap sejenis kayu
tertentu yang dihasilkan dari memasak menggunakan kayu bakar, terutama apabila
pembakaran kayu tersebut tidak sempurna dapat menyebarkan partikel-partikel besar
(5-10 mikrometer) yang dalam segi kesehatan dapat tersangkut di hidung dan
nasofaring, kemudian tertelan. Jika pembersihan tidak sempurna karena ada penyakit
hidung, maka partikel ini akan menetap lebih lama di daerah nasofaring dan dapat
merangsang tumbuhnya tumor (Ballenger, 2010).
D. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda yang sering ditemukan pada kanker nasofaring adalah :
1. Gejala Dini
Karena KNF bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan, maka diagnosis dan
pengobatan yang sedini mungkin sangat diperlukan (Roezin,Anida, 2007).
a. Gejala telinga :
˗ Sumbatan tuba eustachius atau kataralis.
Pasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa berdengung kadang-kadang
disertai dengan gangguan pendengaran.Gejala ini merupakan gejala yang
sangat dini.
˗ Radang telinga tengah sampai perforasi membran timpani.
Keadaan ini merupakan kelainan lanjutan yang terjadi akibat
penyumbatan muara tuba, dimana rongga telinga tengah akan terisi

3
cairan. Cairan yang diproduksi makin lama makin banyak, sehingga
akhirnya terjadi perforasi membran timpani dengan akibat gangguan
pendengaran.
b. Gejala hidung :
˗ Epistaksis
Dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan
dapat terjadi perdarahan hidung atau epistaksis. Keluarnya darah ini
biasanya berulang-ulang, jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur
dengan ingus, sehingga berwarna kemerahan.
˗ Sumbatan hidung
Sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke
dalam rongga hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek
kronis, kadang-kadang disertai dengan gangguan penciuman dan adanya
ingus kental. Gejala telinga dan hidung ini bukan merupakan gejala yang
khas untuk penyakit ini, karena juga dijumpai pada infeksi biasa,
misalnya pilek kronis, sinusitis dan lainlainnya. Epistaksis juga sering
terjadi pada anak yang sedang menderita radang. Hal ini menyebabkan
keganasan nasofaring sering tidak terdeteksi pada stadium dini (Roezin &
Anida, 2007 dan National Cancer Institute, 2009).
2. Gejala Lanjut
a. Pembesaran kelenjar limfe leher
Tidak semua benjolan leher menandakan kekhasan penyakit ini jika timbulnya
di daerah samping leher, 3-5 cm di bawah daun telinga dan tidak nyeri.
Benjolan biasanya berada di level II-III dan tidak dirasakan nyeri, karenanya
sering diabaikan oleh pasien. Sel-sel kanker dapat berkembang terus,
menembus kelenjar dan mengenai otot di bawahnya. Kelenjarnya menjadi lekat
pada otot dan sulit digerakan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut.
Pembesaran kelenjar limfe leher merupakan gejala utama yang mendorong
pasien datang ke dokter.
b. Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar
Karena nasofaring berhubungan dengan rongga tengkorak melalui beberapa
lubang, maka gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi, seperti penjalaran
tumor melalui foramen laserum akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI dan
dapat juga mengenai saraf otak ke-V, sehingga dapat terjadi penglihatan ganda

4
(diplopia). Proses kanker nasofaring yang lanjut akan mengenai saraf otak ke
IX, X, XI, dan XII jika penjalaran melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat
yang relatif jauh dari nasofaring. Gangguan ini sering disebut dengan sindrom
Jackson.Bila sudah mengenai seluruh saraf otak disebut sindrom
unilateral.Dapat juga disertai dengan destruksi tulang tengkorak dan bila sudah
terjadi demikian biasanya prognosisnya buruk.
c. Gejala akibat metastasis
Sel-sel kanker dapat ikut bersama aliran limfe atau darah, mengenai organ
tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring, hal ini yang disebut metastasis
jauh.Yang sering ialah pada tulang, hati dan paru. Jika ini terjadi menandakan
suatu stadium dengan prognosis sangat buruk (Nutrisno , Achadi, 1988 dan
Nurlita, 2009).
E. Patofisiologi
Sudah hampir dipastikan kanker nasofaring disebabkan oleh virus eipstein barr.
Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya protein-protein laten pada penderita ca.
nasofaring. Sel yang terinfeksi oleh EBV akan menghasilkan protein tertentu yang
berfungsi untuk proses proliferasi dan mempertahankan kelangsungan virus didalam sel
host. Protein tersebut dapat digunakan sebagai tanda adanya EBV, seperti EBNA-1 dan
LMP-1, LMP-2A dan LMP-2B. EBNA-1 adalah protein nuclear yang berperan dalam
mempertahankan genom virus. EBV tersebut mampu aktif dikarenakan konsumsi ikan asin
yang berlebih serta pemaparan zat-zat karsinogen yang menyebabkan stimulasi
pembelahan sel abnormal yang tidak terkontrol, sehingga terjadi differensiasi dan
proliferasi protein laten (EBNA-1). Hal inilah yang memicu pertumbuhan sel kanker pada
nasofaring, dalam hal ini terutama pada fossa Rossenmuller.
F. Komplikasi
Toksisitas dari radioterapi dapat mencakup xerostomia, hipotiroidisme, fibrosis
dari leher dengan hilangnya lengkap dari jangkauan gerak, trismus, kelainan gigi, dan
hipoplasia struktur otot dan tulang diradiasi. Komplikasi ini terjadi selama atau beberapa
hari setelah dilakukannya radioterapi. Retardasi pertumbuhan dapat terjadi sekunder akibat
radioterapi terhadap kelenjar hipofisis. Panhypopituitarism dapat terjadi dalam beberapa
kasus. Kehilangan pendengaran sensorineural mungkin terjadi dengan penggunaan
cisplatin dan radioterapi.Toksisitas ginjal dapat terjadi pada pasien yang menerima
cisplatin. Mereka yang menerima bleomycin beresiko untuk menderita fibrosis paru.

5
Osteonekrosis dari mandibula merupakan komplikasi langka radioterapi dan sering
dihindari dengan perawatan gigi yang tepat (Maqbook, 2000 dan Nasir, 2009).
G. Penatalaksanaan
Untuk penyakit tumor nasofaring, ada beberapa terapi yang perlu dilakukan untuk
mendukung pemulihan kondisi pasien diantaranya:
1. Radioterapi
Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam penatalaksanaan
KNF.Modalitas utama untuk KNF adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.
Radioterapi adalah metode pengobatan penyakit maligna dengan menggunakan sinar
peng-ion, bertujuan untuk mematikan sel-sel tumor sebanyak mungkin dan
memelihara jaringan sehat disekitar tumor agar tidak menderita kerusakan terlalu
berat. Kanker nasofaring bersifat radioresponsif sehingga radioterapi tetap
merupakan terapi terpenting. Jumlah radiasi untuk keberhasilan melakukan
radioterapi adalah 5.000 sampai 7.000 cGy. Dosis radiasi pada limfonodi leher
tergantung pada ukuran sebelum kemoterapi diberikan. Pada limfonodi yang tidak
teraba diberikan radiasi sebesar 5000 cGy, <2 cm diberikan 6600 cGy, antara 2-4 cm
diberikan 7000 cGy dan bila lebih dari 4 cm diberikan dosis 7380 cGy, diberikan
dalam 41 fraksi 5,5 mingguHasil pengobatan yang dinyatakan dalam angka respons
terhadap penyinaran sangat tergantung pada stadium tumor. Makin lanjut stadium
tumor, makin berkurang responsnya.Untuk stadium I dan II, diperoleh respons
komplit 80% – 100% dengan terapi radiasi.Sedangkan stadium III dan IV, ditemukan
angka kegagalan respons lokal dan metastasis jauh yang tinggi, yaitu 50% –
80%.Angka ketahanan hidup penderita KNF dipengaruhi beberapa factor diantaranya
yang terpenting adalah stadium penyakit. Terdapat 3 cara utama pemberian
radioterapi, yaitu:
˗ Radiasi Eksterna / Teleterapi
˗ Radiasi Interna / Brakhiterapi
˗ Intravena
Setelah diberikan radiasi, maka dilakukan evaluasi berupa respon terhadap radiasi.
Respon dinilai dari pengecilan tumor primer di nasofaring. Penilaian respon radiasi
berdasarkan criteria WHO, antara lain:
˗ Complete Response: menghilangnya seluruh kelenjar getah bening yang besar.
˗ Partial Response : pengecilan kelenjar getah bening sampai 50% atau lebih.
˗ No Change : ukuran kelenjar getah bening yang menetap.

6
˗ Progressive Disease : ukuran kelenjar getah bening membesar 25% atau lebih.
2. Kemoterapi
Secara definisi kemoterapi adalah segolongan obat-obatan yang dapat menghambat
pertumbuhan kanker atau bahkan membunuh sel kanker. Obat-obat anti kanker dapat
digunakan sebagian terapi tunggal (active single agents), tetapi pada umumnya
berupa kombinasi karena dapat lebih meningkatkan potensi sitotoksik terhadap sel
kanker. Selain itu sel-sel yang resisten terhadap salah satu obat mungkin sensitive
terhadap obat lainnya. Dosis obat sitostatika dapat dikurangi sehingga efek samping
menurun. Beberapa regimen kemoterapi yang antara lain cisplatin, 5-Fluorouracil,
methotrexate, paclitaxel dan docetaxel. Tujuan kemoterapi untuk menyembuhkan
pasien dari penyakit tumor ganas. Kemoterapi bisa digunakan untuk mengatasi tumor
secara lokal dan juga untuk mengatasi sel tumor apabila ada metastasis
jauh.Pemberian kemoterapi terbagi dalam 3 kategori :
a. Kemoterapi adjuvan
Pemberian kemoterapi diberikan setelah pasien dilakukan radioterapi.
Tujuannya untuk mengatasi kemungkinan metastasis jauh dan meningkatkan
kontrol lokal. Terapi adjuvan tidak dapat diberikan begitu saja tetapi memiliki
indikasi yaitu bila setelah mendapat terapi utamanya yang maksimal ternyata:
˗ Kanker masih ada, dimana biopsi masih positif.
˗ Kemungkinan besar kanker masih ada, meskipun tidak ada bukti secara
makroskopis.
˗ Pada tumor dengan derajat keganasan tinggi terjadi karena tingginya
resiko kekambuhan dan metastasis jauh.
b. Kemoterapi neoadjuvant
Pemberian kemoterapi adjuvant yang dimaksud adalah pemberian sitostatika
lebih awal yang dilanjutkan pemberian radiasi. Maksud dan tujuan pemberian
kemoterapi neoadjuvan untuk mengecilkan tumor yang sensitif sehingga
setelah tumor mengecil akan lebih mudah ditangani dengan radiasi.
Kemoterapi neoadjuvan telah banyak dipakai dalam penatalaksanaan kanker
kepala dan leher. Alasan utama penggunaan kemoterapi neoadjuvan pada awal
perjalanan penyakit adalah untuk menurunkan beban sel tumor sistemik pada
saat terdapat sel tumor yang resisten.Vaskularisasi intak sehingga perjalanan ke
daerah tumor lebih baik. Terapi bedah dan radioterapi sepertinya akan memberi
hasil yang lebih baik jika diberikan pada tumor berukuran lebih kecil.

7
c. Kemoterapi concurrent
Kemoterapi diberikan bersamaan dengan radiasi. Umumnya dosis kemoterapi
yang diberikan lebih rendah. Biasanya sebagai radiosensitizer. Kemoterapi
sebagai terapi tambahan pada KNF ternyata dapat meningkatkan hasil terapi
terutama pada stadium lanjut atau pada keadaan relaps. Hasil penelitian
menggunakan kombinasi cisplatin radioterapi pada kanker kepala dan leher
termasuk KNF, menunjukkan hasil yang memuaskan. Cisplatin dapat bertindak
sebagai agen sitotoksik dan radiation sensitizer. Jadwal optimal cisplatin masih
belum dapat dipastikan, namun pemakaian sehari-hari dengan dosis rendah,
pemakaian 1 kali seminggu dengan dosis menengah, atau 1 kali 3 minggu
dengan dosis tinggi telah banyak digunakan.

3. Operasi
Tindakan operasi pada penderita KNF berupa diseksi leher radikal dan
nasofaringektomi. Disekresi leher dilakukan jika masih terdapat sisa kelenjar pasca
radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah
dinyatakan bersih yang dibuktikan melalui pemeriksaan radiologi. Nasofaringektomi
merupakan suatu operasi paliatif yang dilakukan pada kasus-kasus yang kambuh atau
adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil diterapi dengan cara lain.
4. Imunoterapi
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari KNF adalah EBV, maka pada
penderita kanker nasofaring dapat diberikan imunoterapi.
5. Perawatan paliatif
Hal-hal yang perlu perhatian setelah pengobatan radiasi.Mulut terasa kering
disebabkan oleh kerusakan kelenjar liur mayor maupun minor sewaktu penyinaran.
Gangguan lain adalah mukositis rongga mulut karena jamur, rasa kaku didaerah leher
karena fibrosis jaringan akibat penyinaran, sakit kepala, kehilangan nafsu makan dan
kadang-kadang muntah atau rasa mual. Perawatan paliatif diindikasikan langsung
untuk mengurangi rasa nyeri, mengontrol gejala dan memperpanjang usia.
H. Pencegahan
Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan
risiko tinggi. Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah serta mengubah cara memasak
makanan untuk mencegah kesan buruk yang timbul dari bahan-bahan yang berbahaya.
Penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat, meningkatkan keadaan sosial-
8
ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan faktor
penyebab. Terakhir, melakukan tes serologik IgA-anti VCA dan IgA anti EA bermanfaat
dalam menemukan kanker nasofaring lebih dini (Tirtaamijaya, 2009).
I. Konsep Teori Asuhan Keperawatan Kanker Nasofaring
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Biodata klien
1) Nama : tidak mempengaruhi.
2) Tempat tanggal lahir : tidak mempengaruhi.
3) Umur : meningkat setelah umur 30 tahun, puncaknya pada umur 40-59
tahun dan menurun setelahnya.
4) Jenis Kelamin : lebih dominan laki-laki daripada perempuan.
5) Suku Bangsa : lebih dominan ras cina.
6) Status Perkawinan : tidak mempengaruhi.
7) Pendidikan : bagi orang yang tingkat pendidikan rendah/minim
mendapatkan pengetahuan penyakit ini maka akan mengabaikan
bahayanya penyakit ini.
8) Pekerjaan : bagi orang yang tempat kerjaannya sering kontak dengan zat
karsinogen dan penghasilan kurang sehingga kebutuhan sosial ekonomi
rendah maka akan menyebabkan dan memperparah penyakit ini.
9) Status Ekonomi : lebih banyak dimiliki status ekonomi menegah ke
bawah yang sering mengkonsumsi ikan asin.
10) Alamat : mungkin dipengaruhi lingkungan dan kebiasaan hidup di rumah
yang kurang sehat.
11) Tanggal Masuk : tidak mempengaruhi.
12) No. Register : tidak mempengaruhi.
a. Penanggung Jawab
1) Nama :
2) Alamat :
3) Umur :
4) Jenis Kelamin :
5) Pendidikan :
6) Tempat/Tanggal Lahir :
7) Hubungan dengan klien :
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama (keluahan yang pertama kali dirasakan dan diucapkan klien).
Leher terasa nyeri, semakin lama semakin membesar, susah menelan, hidung
terasa tersumbat, telinga seperti tidak bisa mendengar, penglihatan
berkunang-kunang, badan merasa lemas, serta BB turun drastis dalam waktu
singkat.
9
b. Riwayat Kesehatan Sekarang (tanyakan keluhan yang dirasakan sekarang)
P: Nyeri karena gangguan pada nasofaring
Q: Nyeri tak terbayangkan dan tak dapat diungkapkan, terlihat membesar
pada bagian leher dan terasa banyak gangguan pada hidung, telinga, dan
mata, nyeri dirasakan setiap waktu
R: Keluhan dirasakan pada bagian dalam hidung, telinga, mulut dan
menyebar
S: Keluhan yang dirasa mengganggu aktivitas, skala nyeri 10
T: Nyeri hilang timbul dan lebih sering saat bernafas dan menelan, keluhan
muncul secara bertahap
c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu (tanyakan apakah klien pernah menderita
penyakit yang mempermudah terjadinya ca nasofaring)
Mempunyai profil HLA, pernah menderita radang kronis nasofaring
d. Riwayat Kesehatan Keluarga (tanyakan apakah ada kluarga yang menderita
penyakit yang menyebabkan ca nasofaring)
e. Riwayat Kesehatan Lingkungan (tanyakan tentang lingkungan klien) Terbiasa
terhadap lingkungan karsinogen
3. Pola Kesehatan Fungsional (Hidayat & Alimul, 2007)
a. Pola persepsi kesehatan – pemeliharaan kesehatan
Pada klien ca nasofaring terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup
sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak sehingga menimbulkan
presepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak
mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu
perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
b. Pola metabolisme nutrisi
Akibat adanya pembekakan pada saluran pernafasan atas shingga
menimbulkan keluahan nyeri pada leher, susah menelan, berat badan menurun
dan lemas. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan
penderita.

c. Pola eliminasi
Akibat kurangnya konsumsi air putih menyebabkan volume kencing
berkurang, susah kencing. Pada eliminasi alvi terdapat gangguan, klien buang
air besar tidak teratur.
d. Pola aktivitas

10
Adanya Ca Nasofaring menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan
aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami lemah dan
letih. Klien biasanya bekerja diluar rumah, tapi saat ini klien hanya
beristirahat di Rumah Sakit.
e. Pola istirahat – tidur
Adanya Ca nasofaring membuat klien mengalami perubahan pada pola tidur.
Klien kurang tidur baik pada waktu siang maupun malam hari. Klien tampak
tergangu dengan kondisi ruang perawatan yang ramai. Dan adanya faktor-
faktor yang mempengaruhi tidur misalnya nyeri, ansietas, berkeringat malam.
f. Pola kognitif – persepsi
Klien mampu menerima Pengetahuan, ide persepsi, dan bahasa. Klien mampu
melihat, mendengar, mencium, meraba, dan merasa dengan baik.
g. Pola persepsi diri – konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya
biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan
dan gangguan peran pada keluarga. Klien mengalami cemas karena
kurangnya pengetahuan tentang sifat penyakit, pemeriksaan diagnostik dan
tujuan tindakan yang diprogramkan.
h. Pola hubungan – peran
Ca nasofaring yang sukar sembuh menyebabkan penderita malu dan manarik
diri dari pergaulan.
i. Pola seksual – reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan kualitas maupun
ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Selama
dirawat di rumah sakit klien tidak dapat melakukan hubungan seksual seperti
biasanya.
j. Pola penanganan masalah – strees – toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit kronik, perasaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung, kehilangan kontrol, dan
menarik diri dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan
mekanisme koping yang konstruktif/adaptif. Klien merasa sedikit stress
menghadapi tindakan kemoterapi/sitotraktika karena kurangnya pengetahuan.

11
l. Pola keyakinan – nilai-nilai
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta Ca
nasofaring tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengaruhi pada ibadah penderita.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Penampilan atau keadaan umum
b. Secara keseluruhan keadaan tidak baik, BB menurun
c. Tingkat kesadaran
Kesadaran klien tidak begitu terkontrol, mata : 2, Respon Verbal : 5, Respon
motor : 4, indra penciuman terganggu, ketajaman terganggu, berjalan
sempoyongan, tidak bisa seimbang.
d. Tanda-Tanda Vital
1) Suhu Tubuh : 37,5oC
2) Tekanan Darah: 140/90 mmHg
3) Nadi : 94 x/menit
4) RR : 24 x/menit
e. Pemeriksaan Head to Toe
1) Pemeriksaan Kepala
a) Tulang tengkorak : Inspeksi (bentuk mesocepal, ukuran kranium, bulat
sempurna, tidak ada deformitas, tidak ada benjolan, tidak ada
pembesaran kepala) Palpasi (tidak ada nyeri tekan)
b) Kulit kepala : Inspeksi (kulit kepala bersih, tidak ada lesi, tidak ada
skuama, tidak ada kemerahan, tidak ada nevus)
c) Wajah : Inspeksi (ekspresi wajah bingung, keadaan simetris, tidak ada
edema, dan tidak ada massa) Palpasi : (tidak ada kelainan sinus)
d) Rambut : Inspeksi (rambut kotor, ada ketombe, ada uban) Palpasi
(rambut rontok)
e) Mata : Inspeksi (bulat besar, bersih tidak cowong, simestris,
konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, diameter 3
mm, reflek cahaya positif, gerakan mata tidak normal, fungsi
penglihatan tidak terlalu baik) Palpasi (bola mata normal, tidak ada
nyeri tekan)
f) Hidung : Inspeksi (keadaan kotor, ada lendir, ada polip, ada
pernafasan cuping hidung, ada deviasi septum, mukosa lembab,
kesulitan bernafas, warna cokelat, tidak ada benda asing) Palpasi
(tidak ada nyeri tekan)

12
g) Telinga : Inpeksi (Simetris, bersih, fungsi pendengaran kurang baik,
tidak ada serumen, tidak terdapat kelainan bentuk) Palpasi (normal
tidak ada lipatan, ada nyeri)
h) Mulut : Inspeksi (kotor, tidak ada stomatitis, mukosa bibir lembab,
lidah simetris, lidah kotor, gigi kotor, ada sisa makanan, berbau, gigi
atas dan bawah tanggal 3/2, sebagian goyang, faring ada
pembekakan, tonsil ukuran tidak normal, uvula tidak simetris) Palpasi
(tidak ada lesi)
i) Leher dan Tenggorok : Inspeksi dan Palpasi (Tidak ada
pembesaran jvp, ada pembesaran limfe, leher panas)
2) Pemeriksaan Dada dan Thorak
a) Paru-paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada tidak normal, tidak ada batuk,
nafas dada, frekuensi nafas 24 x/menit.
Palpasi : Suara fremitus kanan-kiri, tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : Sonor pada saluran lapang paru.
Auskultasi : Suara dasar paru vesikuler, tidak ada weezing.
b) Jantung
Inspeksi : Normal (Iktus kordis tidak tampak).
Palpasi : Normal (Iktus kordis teraba pada V±2cm)
Perkusi : Normal (Pekak)
Auskultasi : Normal (BJ I-II Murni, tidak ada gallop, tidak ada
murmur)
3) Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Perut datar, tidak ada bekas post operasi, warna cokelat,
permukaan normal
Auskultasi : Bising usus 10x/menit
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan, kulit normal, Hepar tidak
teraba, limpa tidak teraba, Ginjal tidak teraba, tidak ada ascites, tidak ada
nyeri pada Titik Mc. Burney
Perkusi : Timpani, tidak ada cairan atau udara
4) Pemeriksaan Anus dan Genitalia
a) Anus
Inspeksi : Warna cokelat, tidak ada bengkak atau inflamasi
Palpasi : Feses keras, tidak ada darah, tidak ada pus, tidak ada darah
b) Genitalia
Wanita
Inspeksi : Warna merah muda, tidak berbau, tidak ada lesi, nodul, pus,
daerah bersih, bentuk simetris, tidak varices

13
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, Fungsi Reproduksi baik, tidak
terpasang DC
Laki-Laki
Inspeksi : Ada rambut pubis, kulit penis normal, lubang penis
ditengah, kulit skrotum halus, tidak ada pembekakan, posisi testis
norma
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada batang penis dan skrotum

5) Pemeriksaan Ekstremitas
a) Ekstremitas Atas
Inspeksi : Jari tangan lengkap, kuku bersih, bentuk simetris, tidak ada
sianosis di lengan kanan atas, tidak ada edema.
Palpasi : Denyut nadi 94 x/menit, kuku normal, kekuatan
menggenggam normal
b) Ektremitas Bawah
Inspeksi : bentuk simetris, warna kulit cokelat, kuku bersih, ada bulu,
tidak ada lesi, tidak ada edema, tidak ada sianosis, persendian normal.
Palpasi : Nadi 94 x/menit, tidak ada nyeri tekan
6) Tulang Belakang
Inspeksi : Postul normal, vertebra normal, lengkungan normal
Palpasi : Otot bekerja baik
7) Pemeriksaan Kulit
Inspeksi : Kulit bersih, Kulit pucat, kulit kering, tidak ada lesi
Palpasi : Tekstur tidak normal pada bagian leher, ada turgor
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Labolatorium
1) Hb : 11,9 g/dl
2) Leukosit : 3000 sel/mm3
3) Trombosit : 556000/mm3
4) Ht : 35,4%
5) Eritrosit : 4,55 x 106/mm3
6) LED : 10
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Otoskopi : Melihat Liang telinga, membran timpani
b. Nasofaringoskopi : Ada massa di hidung atau nasofaring
c. Rinoskopi anterior : Pada tumor endofilik tak jelas kelainan di rongga hidung
mungkin hanya banyak sekret. Sedangkan pada tumor eksofilik tampak tumor
di bagian belakang rongga hidung, tertutup sekret mukopurulen, fenomena
palatum mole negatif.

14
d. Rinoskopi posterior : Pada tumor endofilik tak terlihat masa, mukosa
nasofaring tampak lebih menonjol, tak rata, dan puskularisasi meningkat.
Sedangkan pada tumor eksofilik tampak masa kemerahan.
e. Biopsi multiple
f. Radiologi : Thorak PA, Foto tengkorak, CT Scan, Bone Scantigraphy (bila
dicurigai metastase tulang)
g. Pemeriksaan Neuro-oftalmologi : untuk mengetahui perluasan tumor
kejaringan sekitar yang menyebabkan penekanan atau infiltrasi kesaraf otak,
manifestasi tergantung dari saraf yang dikenai
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d metastase sel kanker
2. Ketidakefektifan Bersihan jalan nafas b.d adanya bendaa asing (tumor ganas)
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang
kurang
4. Hambatan komunikasi verbal b.d gangguan status organ sekunder metastase tumor
5. Resiko infeksi b.d ketidakkuatan pertahanan sekunder imunosupresi
6. Harga diri Rendah b.d perubahan perkembangan penyakit
C. Intervensi Keperawatan

No Tanggal/ Tujuan dan Kriteria


Intervensi Rasional
Dx Jam Hasil
1. Setelah dilakukan O: Observasi reaksi 1. Informasi
tindakan nonverbal dari memberikan data
keperawatan ketidaknyamanan dasar untuk
selama 2 x 24 jam O: Kaji dan monitor mengevaluasi
klien diharapkan berapa skala nyeri kebutuhan/keefektifa
nyeri dapat O: Lakukan dengan n intervensi
2. Untuk menjaga
berkurang dan komunikasi terapeutik
kenyamanan pasien
terkontrol. N: Pantau aktivitas
3. Meningkatkan
KH : klien, cegah hal-hal
relaksasi dan
K : Klien mampu yang bisa memicu
pengalihan perhatian
menunjukkan terjadinya nyeri 4. Mengurangi rasa
N: Bantu klien untuk
tingkat nyeri ketidaknyamanan
lebih berfokus pada
dengan karena nyeri
aktivitas bukan pada 5. Membantu
menunjukkan skala
nyeri menurunkan ambang
nyeri (0-10)
N: Lakukan
15
A : Klien mampu penanganan nyeri presepsi nyeri
6. Mengurangi rasa
mengutarakan dengan relaksasi
nyeri
ketidaknyamanan E: Berikan sokongan
dengan yang (support) pada
dikeluhkan ektremitas yang luka.
P : Klien merasa C: Kolaborasi
nyerinya sudah pemberian obat-obatan
berkurang analgesik
P : Setelah
dilakukan tindakan
keperawataan klien
dapat melakukan
aktifitas dengan
normal.
Skala nyeri : 6
2. Setelah dilakukan O: Monitor TTV, Klien 1. Untuk mengetahui
tindakan dianjurkan untuk napas TTV dan
keperawatan dalam sebelum memudahkan
selama 2 x 24 jam dilakukan tindakan tindakan
2. Untuk mengetahui
klien diharapkan O: Kaji kebutuhan oral
sumbatan
dapat O: Klien dianjurkan
3. Untuk meringankan
mempertahankan untuk istirahat dan
bebab klien
jalan nafas tetap napas dalam setelah 4. Memungkinkan
terbuka dan dilakukan tindakan untuk
bersihan jalan nafas N: Atur posisi klien pengembangan
paten. dengan bagian kepala maksimal rongga
KH : tempat tidur ditinggikan dada
5. Membedakan suara
K : Klien dapat 450
nafas
menunjukkan jalan N: Auskultasi suara
6. Supaya tidak terjadi
nafas yang paten nafas sebelum dan
infeksi
A : Klien mampu sesudah suctioning 7. Untuk memudahkan

16
mengidentifikasi N: Menggunakan alat pengeluaran secret
8. Untuk memudahkan
dan mencegah yang steril
pengeluaran secret
faktor yang dapat N: Menginstruksikan
9. Jalan napas tetap
menghambat jalan klien tentang batuk dan
stabil
nafas teknik napas dalam 10. Kelembaban
P : Klien mampu N: Penghisapan menurunkan
batuk efektif dan nasofaring untuk kekentalan secret
11. Supaya pasien
suara nafas yang mengeluarkan sekret
mengerti
bersih, tidak ada N: Monitor respirasi
12. Untuk memudahkan
sianosis, dan dan status O2
pengobatan
dyspneu N: Berikan
P : Nasofaring udara/oksigen yang
dapat bekerja telah dihumidifikasi
dengan baik, E: Jelaskan pada klien
respirasi dalam tentang suctioning
batas normal 16- C: Kolaborasi
20x/menit melakukan fisioterapi
TTV dada, melakukan
Suhu : 36,00C suction, memberi
TD : 140/90 mmHg bronkodilstor bila perlu
Nadi : 70 x/menit
RR : 20 x/menit
3. Setelah dilakukan O: Kaji dan hitung 1. Untuk mengetahui
tindakan kadar nutrisi pada klien tentang keadaan dan
keperawatan O: Kaji kemampuan kebutuhan nutrisi
selama 2 x 24 jam klien untuk pasien sehingga
klien diharapkan mendapatkan nutrisi dapat diberikan
mendapatkan yang dibutuhkan tindakan dan
nutrisi yang O: Monitor pengaturan nutrisi
2. Untuk mencegah
seimbang. pertumbuhan dan
kekurangan nutrisi
KH : perkembangan nutrisi
3. Untuk memenuhi

17
K : Klien N: Berikan makanan kebutuhan asupan
mengetahui sedikit dan sering kalori yang adekuat
4. Kebutuhan terhadap
penyebab dengan bahan makanan
diet dapat mencegah
kekurangan nutrisi yang tidak bersifat
komplikasi
A : Klien dapat iritatif
5. Mengetahui
menutarakan N: Anjurkan pasien
perkembangan berat
ketidaknyamanan untuk mematuhi diet
badan
keadaan sekarang yang telah 6. Untuk memudahkan
P : Klien mampu diprogramkan klien menelan
7. Kebutuhan pasien
mengatur pola N: Berikan substansi
teratasi
makan dan gula
8. Untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi N: Timbang klien pada
kebutan nutrisi
P : Klien tidak interval yang tepat 9. Untuk memberikan
mersakan tubuh N: Ubah posisi pasien nutrisi maksimal
lemas, berat badan semi fowler atau fowler dengan upaya
naik, dan nafsu tinggi minimal pasien /
makan bertambah E: Ajarkan klien penggunaan energi
bagaimana membuat
A= BB : menurun catatan makanan harian
B= HB : turun E: Berikan informasi
C= Klien biasanya tentang kebutuhan
tampak lemas dan nutrisi
pucat, kulit kering E: Jelaskan bagaimana
D= Porsi makan tanda-tanda kekurangan
berkurang biasanya nutrisi
3 kali menjadi 1 C: Kolaborasi dengan
kali ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan klien
4. Setelah dilakukan O: Kaji kemampuan 1. Untuk memudahkan

18
tindakan klien untuk intervensi kepada
keperawatan menghindari infeksi klien
2. Merupakan tanda
selama 2 x 24 jam O: Monitor TTV, tanda
adanya infeksi
klien diharapkan dan gejala infeksi
apabila terjadi
tidak terjadi sistemik dan lokal
peradangan
infeksi. O: Monitor kerentanan
3. Untuk melindungi
KH : terhadap infeksi
tubuh terhadap
K : Klien N: Intruksikan untuk
infeksi
mengetahui proses menjaga hygiene 4. Meminimalkan
penularan penyakit personal penyebaran dan
dan faktor N: Berikan perawatan penularan agens
penularan kulit pada area epidema infeksius
5. Untuk Mencegah
A : Klien N: Inspeksi kulit dan
infeksi semakin
menunjukkan suhu membran mukosa
bertambah
norma dan tanda- terhadap kemerahan,
6. Supaya personal
tanda vital normal panas, drainase
hygiene terjaga
P : Klien mampu E: Batasi pengunjung 7. Untuk menjaga
mencegah infeksi E: Pertahankan penularan infeksi
8. Antibiotik dapat
dan melakukan lingkungan aseptik
mencegah sekaligus
hidup sehat E: Ajarkan klien dan
membunuh kuman
P : Klien bernafas keluarga tanda dan
penyakit untuk
normal, melakukan gejala infeksi serta cara
berkembangbiak
nafa dalam untuk menghindari infeksi
mencegah E: Ajakan pengunjung
disfungsi dan untuk mencuci tangan
infeksi respiratori C: Memberi terapi
TTV antibiotik bila perlu
Suhu : 36,00C Infection Protection
TD : 140/90 mmHg
Nadi : 70 x/menit
RR : 20 x/menit

19
5. Setelah dilakukan O: Kaji 1. Untuk mengetahui
tindakan ketidakmampuan klien tingkat kemampuan
keperawatan dalam kemampuan dan
selama 2 x 24 jam untuk berbicara, ketidakmampuan
ganguan mendengar, menulis klien dalam
komunikasi verbal membaca, dan berkomunikasi
2. Untuk membantu
dapat teratasi. memahami
pasien agar cepat/
KH : N: Berdiri didepan
mudah
K : Klien mengerti pasien saat berbicara
berkomunikasi
penyebab tidak bisa dan bicara agak keras
3. Alat bantu dengar
berkomuunikasi N: Dorong klien untuk
dapat membantu
A : Klien berkomunikasi secara
pendengaran
mengungkapkan perlahan dan
sehingga dalam
tidak bisa mengulangi permintaan
berkomunikasi klien
mengontrol respon E: Anjurkan kepada
dapat melakukannya
ketakutan dan pasien dan keluarga 4. Untuk memelihara
kecemasan tentang alat bantu kepercayaan dan
terhadap mendengar mengurangi frustasi
5. Untuk membantu
ketidakmapuan E: Anjurkan keluarga
pasien mudah
mendengar untuk memberi stimulus
berkomunikasi
P : Klien merasa komunikasi
nyeri saat C: Konsultasikan
berkomunikasi dengan dokter
hilang kebutuhan mendengar
P : Klien mampu
mengontrol respon,
memanajemen
kemampuan fisik
yang dimiliki,
mengkomunikasika
n kebutuhan

20
dengan lingkungan
sosial
6. Setelah dilakukan O: Monitor frekuensi 1. Untuk mengetahui
tindakan komunikasi verbal klien seberapa lancar
keperawatan negative berkomunikasi
2. Supaya klien tidak
selama 2 x 24 jam O: Kaji alasan untuk
lagi menyalahkan
gangguan harga mengkritik atau
diri sendiri
diri pasien teratasi. menyalahkan diri
3. Untuk menguatkan
KH : sendiri
diri klien
K : Klien mampu N: Dorong klien 4. Untuk meningkatkan
mengenali mengidentifikasi rasa tanggung jawab
kekuatan diri kekuatan dirinya dan bisa menerima
A : Klien N: Dukung peningkatan keadaan
5. Untuk meningkatkan
mengungkapkan tanggung jawab diri
rasa percaya diri
perubahan gaya N: Dukung Klien untuk
6. Untuk Menambah
hidup tentang menerima tantangan
rasa percaya diri
perasaan tidak baru
pada klien dan lebih
berdaya, dan E: Ajarkan
mudah untuk
keinginan untuk Keterampilan perilaku
mengaplikasikann
mendapatkan yang positif
konseling E: Tunjukkan rasa
P : Klien mampu percaya diri terhadap
menerima diri, kemampuan klien
menerima kritik C: Kolaborasi dengan
dari orang lain dan sumber-sumber lain
komunikasi terbuka (petugas dinas social,
P : Klien dapat perawat spesialis klinis,
beradaptasi dan layanan keagamaa)
terhadap penyakit,
percaya diri,
optimis tentang

21
masa depan, dan
merubah hidup

J. Asuhan Keperawatan
Tn. R berusia 48 tahun dirawat diruangan perawatan umum rumah sakit . Klien
dirawat dengan keluhan pilek sejak 2 bulan yang lalu dan belum hilang, dengan ingus
yang kental dan berbau.akhir-akhir ini klien mengeluh nyeri pada daerah telinga,
hidungnya kadang-kadang suka tersumbat dan sering mengalami epistaksis serta terjadi
gangguan pendengaran. Seorang perawat melakukan anamnesa diperoleh data : klien
suka mengkonsumsi makanan yang diawetkan. Klien tinggal dirumah dengan ventilasi
yang kurang baik. Hasil pemeriksaan fisik diperoleh : terdapat benjolan di leher sinistra,
TD : 130/90 mmHg, HR : 100x/menit, RR : 24x/menit, suhu :38.8 0C. pada pemeriksaan
test dengan Garputala Test Weber ada gangguan tuli konduktif untuk telinga sinistra.
Hasil pemeriksaan CT scan terlihat adanya massa dan erosi pada dasar otak. Hasil
pemeriksaan rontgen dasar tengkorak tampak destruksi tulang. Hasil biopsi nya klien
dinyatakan Kanker Nasofaring. Klien direncanakan untuk dilakukan tindakan kemoterapi.
Namun, klien merasa sia-sia kalau menjalankan kemoterapi klien merasa pasrah dengan
hidupnya, dan juga merasa keberatan dari biaya untuk kemoterapi. Diagnosa medis klien
adalah Kanker Nasofaring Stadium II. Perawat dan dokter serta paramedic lainnya yang
terkait melakukan perawatan secara integrasi untuk menghindari/mengurangi resiko
komplikasi lebih lanjut. Keluarga klien bertanya kenapa bisa terjadi penyakit ini.
I. Pengkajian
A. Identitas
1. Identitas Pasien
Nama : Tn.R
Umur : 48 tahun
Jenis kelamin : Laki- laki
Pekerjaan : Petani
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Alamat : Sukoharjo
Nomer RM : 456321
Diagnosa medis : CNF stadium II
Masuk RS tanggal : 24 November 2019
2. Identitas penanggung jawab
Nama : Ny. A

22
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Sukoharjo
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Pasien mengeluh nyeri pada daerah telinga, hidungnya kadang-kadang suka tersumbat
serta terjadi gangguan pendengaran.
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan nyeri pada daerah telinga. Kilen
mengalami pilek sejak 2 bulan yang lalu dan belum hilang, dengan ingus yang kental
dan berbau. hidungnya kadang-kadang suka tersumbat serta terjadi gangguan
pendengaran. Klien mengatakan suka mengkonsumsi makanan yang diawetkan. Klien
tinggal dirumah dengan ventilasi yang kurang baik.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya.
4. Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular atau
yang lainnya yang serupa dengan penyakit pasien.
5. Riwayat alergi
Pasien mengatakan tidak memiliki allergi terhadap makanan ataupun yang lainnya.
C. Pola Fungsional Gordon
1. Pola persepsi dan manajemen kesehatan
DS : Pasien mengatakan kesehatan itu penting. Jika sakit maka pasien akan menuju ke
pelayanan kesehatan terdekat, seperti Puskesmas atau Rumah sakit.
DO: Pasien dirawat di RS untuk mendapatkan perawatan.
2. Pola nutrisi dan metabolik
DS : Pasien mengatakan setelah sakit tidak nafsu makan karena sulit menelan serta BB
pasien turun
DS : Diet makanan pasien tidak habis.
3. Pola eliminasi
DS : Pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit BAB ± 1 kali sehari dan untuk
BAK ±2-4 kali/hari. Selama sakit, pasien belum pernah BAB, BAK ± 3 kali sehari
DO : Perut pasien tidak asites, pasien tidak memakai pampers ataupun Catether urin,
4. Pola istirahat dan tidur
DS : Pasien mengatakan sebelum sakit pasien tidak mengalami gangguan tidur, pasien
tidur 7-8 jam per hari dan setelah sakit pasien sulit tidur pada malam hari pasien hanya
tidur 4-5 jam dan sesekali terbangun.
DO : Pasien tampak lesu
5. Pola aktivitas dan latihan
23
DS : Pasien mengatakan sebelum dan setelah sakit dapat melakukan aktivitas harian
secara mandiri.

DO:

ADL 0 1 2 3 4
Makan/minum √
Berpakaian √
Toileting √
Mobilisasi √
ROM √
Keterangan :

0 : mandiri
1 : dibantu alat
2 : dibantu orang lain
3 : dibantu orang lain dan alat
4 : tergantung total
6. Pola konsep diri
DS : Pasien mengatakan pasrah dengan hidupnya dan tidak mau melakukan
kemoterapi karena akan sia sia.
DO : Pasien putus asa
7. Pola persepsi dan kognitif
DS : Pasien mengatakan sebelum masuk rumah sakit alat indera pasien dapat
berfungsi dengan baik. Selama sakit alat indera tidak berfungsi terutama telinganya
DO : hasil Test Weber ada gangguan tuli konduktif untuk telinga sinistra
8. Pola seksual dan reproduksi
DS : Pasien mengatakan sudah menikah dan memiliki 2 orang anak.
DO: Pasien adalah seorang Laki-laki dan ditunggui oleh istri dan anaknya.
9. Pola peran dan hubungan
DS : Pasien mengatakan hubungan dengan istri dan anak-anaknya baik-baik saja, tidak
ada masalah.
DO : Pasien ditunggui oleh istri dan anaknya.
10. Pola koping dan toleransi stress
DS : Pasien mengatakan jika ada masalah dikeluarga selalu diceritakan dan
diselesaikan dengan cara bermusyawarah.
DO : Pasien tampak berhubungan baik dengan keluarganya.
11. Pola nilai dan keyakinan
DS : Pasien mengatakan beragama islam.
DO: Pasien tampak selalu berdoa untuk kesembuhannya.
D. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : baik
24
2. Kesadaran : composmentis
3. GCS : E4M6V5
4. Tanda tanda vital :
TD : 130/90 mmHg
N : 100x/menit
S : 38,80C
R: 24x/menit
5. Pemeriksaan head to toe
- Kepala : Bentuk kepala mesochepal, tidak ada luka atau jejas,
rambut putih beruban, tidak ada oedema.
- Wajah : Simetris tidak ada oedema.
- Mata : Mata simetris , konjungtiva anemis.
- Telinga: Kedua telinga simetris, tidak ada luka, bersih tidak
ada serumen. Pendengaran kurang baik
- Hidung: keadaan kotor, ada lendir, ada polip, ada pernafasan cuping hidung, ,
kesulitan bernafas, warna cokelat, tidak ada nyeri tekan.
- Mulut : Bibir kering, gigi bersih.
- Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
- Thorax :
a) Paru-paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada tidak normal, tidak ada batuk,
nafas dada, frekuensi nafas 24 x/menit.
Palpasi : Suara fremitus kanan-kiri, tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : Sonor pada saluran lapang paru.
Auskultasi : Suara dasar paru vesikuler, tidak ada weezing.
b) Jantung
Inspeksi : Normal (Iktus kordis tidak tampak).
Palpasi : Normal (Iktus kordis teraba pada V±2cm)
Perkusi : Normal (Pekak)
Auskultasi : Normal (BJ I-II Murni, tidak ada gallop, tidak ada
murmur)
- Abdomen
Inspeksi : Perut datar, tidak ada bekas post operasi, warna cokelat,
permukaan normal
Auskultasi : Bising usus 10x/menit
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan, kulit normal, Hepar tidak
teraba, limpa tidak teraba, Ginjal tidak teraba, tidak ada ascites, tidak ada
nyeri pada Titik Mc. Burney
Perkusi : Timpani, tidak ada cairan atau udara
- Ekstermitas :
a) Ekstremitas Atas
Inspeksi : Jari tangan lengkap, kuku bersih, bentuk simetris, tidak ada
sianosis di lengan kanan atas, tidak ada edema.
25
Palpasi : Denyut nadi 100 x/menit, kuku normal, kekuatan
menggenggam normal
b) Ektremitas Bawah
Inspeksi : bentuk simetris, warna kulit cokelat, kuku bersih, ada bulu,
tidak ada lesi, tidak ada edema, tidak ada sianosis, persendian normal.
Palpasi : Nadi 100 x/menit, tidak ada nyeri tekan

5 5
5 5
- Genetalia : Pasien berjenis kelamin laki-laki, pasien tidak
terpasang DC.
E. Pemeriksaan penunjang
1. Hasil pemeriksaan CT scan terlihat adanya massa dan erosi pada dasar otak.
2. Hasil pemeriksaan rontgen dasar tengkorak tampak destruksi tulang.
3. Hasil biopsi nya klien dinyatakan Kanker Nasofaring
F. Analisis data

No Data Fokus Masalah Etiologi


1 DS: Nyeri akut
1. Klien mengeluh nyeri telinga Agen pencedera :
pada daerah telinga kanker
P: Klien mengeluh nyeri meningkat
saat telinga tertekan
Q: Klien mengatakan nyeri seperti
ditusuk atau tajam
R: Klien mengatakan nyeri pada daerah
telinga
S: Klien mengatakan nyeri skala 7
T: Klien mengatakan nyeri muncul
akhir akhir ini

DO :
1. Klien terdapat benjolan pada leher
sinistra
2. Tes webber : tuli konduktif pada
telinga sinistra
3. Hasil Ct-scan terdapat massa dan
26
erosi pada dasar otak
4. Hasil rontgen : destruksi dasar
tulang tengkorak
5. Hasil biopsi : kanker nasofaring
6. Dx medis : CNF Stadium II

2 DS : Ketidakefektifan bersihan
1. Klien mengatakan hidung jalan napas sekresi yang
kadang-kadang tersumbat tertahan
2. Klien mengatakan ingus kental
dan berbau
3. Klien mengatakan pilek sejak 2
bulan yang lalu

DO :
1. Klien terdapat benjolan pada
leher sinistra
2. Tes webber : tuli konduktif pada
telinga sinistra
3. Hasil Ct-scan terdapat massa dan
erosi pada dasar otak
4. Hasil rontgen : destruksi dasar
tulang tengkorak
5. Hasil biopsi : kanker nasofaring
6. Dx medis : CNF Stadium II

3 DS: Resiko infeksi


1. Klien mengatakan ingus kental
dan berbau
2. Klien mengatakan hidung
kadang-kadang tersumbat
3. Klien mengatakan suka
mengkonsumsi makanan yang di
awetkan
4. Klien mengatakan tinggal di
27
rumah dengan ventilasi kurang baik.
DO :
1. Hasil TTV di dapatkan :
TD : 130/90 mmHg
HR : 100x/menit
RR : 24x/menit
S : 38,80C
2. Klien terdapat benjolan pada leher .
Hasil rontgen : destruksi dasar tulang
tengkorak
3. Hasil biopi : kanker nasofaring
4. DX medis : CNF Stadium II

4 DS : Ketidakseimbangan nutrisi
1. Pasien mengatakan tidak nafsu kurang dari Ketidakmampuan
makan kebutuhantubuh mencerna
2. Pasien mengatakan BB turun 3
makanan
kg dalam 2 minggu
3. Pasien mengatakan terasa sakit
untuk menelan makanan
DO :
1. Klien terdapat benjolan pada leher
2. Hasil TTV di dapatkan :
TD : 130/90 mmHg
HR : 100x/menit
RR : 24x/menit
S : 38,80C
3. Hasil biopsi : kanker nasofaring
4. DX medis : CNF Stadium II

28
5. DS : Keputusasaan Penurunan kondisi
1. Klien mengatakan merasa sia-sia fisiologis
jika di lakukan kemo klien pasrah
terhadap hidupnya dan merasa berat
dari biaya kemoterapi.
DO :
1. Klien terdapat benjolan pada leher

II. Diagnosa

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera : kanker


2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi yang tertahan
3. Resiko Infeksi
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan
5. Keputusasaan berhubungan dengan Penurunan kondisi fisiologis

III. Intervensi keperawatan

Hari / Diagnosa
Tanggal Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil intervensi
Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC : Manajemen
berhubungan selama 6 jam, diharapkan masalah nyeri nyeri (1400)
dengan agen akut dapat berkurang dengan kriteria
pencedera : hasil :
kanker (00132) Tingkat nyeri (2102)
Indikator Awal Tujuan
Nyeri yang dilaporkan 2 5
Panjangnya episode
2 5
nyeri
Mengerang dan
2 5
menangis
Ekspresi nyeri wajah 2 5
29
Tidak bisa beristirahat 2 5
Mengernyit 2 5
Kehilangan nafsu
2 5
makan
Mual 2 5
Intoleransi makanan 2 5
Frekuensi nafas 2 5
Tekanan darah 2 5
Berkeringat 2 5
Keterangan :
1 : Berat
2 : Cukup berat
3 : Sedang
4 : Ringan
5 : Tidak ada

Ketidakefektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan


an bersihan selama 1x24 jam, diharapkan masalah
NIC : manajemen
jalan nafas ketidakefektifan bersihan jalan napas
jalan nafas (3140)
berhubungan dapat teratasi dengan kriteria hasil:
Penghisapan
dengan sekresi Status pernafasan : kepatenan jalan nafas
lendir pada jalan
yang tertahan (0410)
nafas (3160)
(00081) Indikator Awal Tujuan
Frekuensi pernafasan 2 4
Irama pernafasan 2 4
Kedalaman inspirasi 2 4
Kemampuan untuk
2 4
mengeluarkan sekret
ansietas 2 4
ketakutan 2 4
tersedak 2 4
Akumulasi sputum 2 4
Keterangan :
1 : Deviasi berat dari kisaran normal
2 : Deviasi cukup berat dari kisaran
normal
30
3 : Deviasi sedang dari kisaran normal
4 : Deviasi ringan dari kisaran normal
5 : Tidak ada deviasi dari kisaran normal
Resiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan
(00004) selama 2x24 jam, masalah resiko infeksi NIC : Kontrol
dapat teratasi dengan kriteria hasil : infeksi (6540)
Keparah infeksi (0703)
Indikator Awal Tujuan
Sputum purulent
Demam
Hipotermia
Ketidakstabilan suhu
Nyeri
Jaringan lunak
Malaise
Menggigil
Hilang nafsu makan
Peningkatan jumlah sel
darah putih
Depresi jumlah sel
darah putih

Keterangan :
1 : Berat
2 : Cukup berat
3 : Sedang
4 : Ringan
5 : Tidak ada
1.

Ketidakseimba Setelah dilakukan tindakan keperawatan


ngan nutrisi selama 3x24 jam diharapkan masalah
NIC : Manajemen
kurang dari ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
nutrisi (1100)
kebutuhan kebutuhan tubuh dapat teratasi dengan
tubuh Kriteria hasil:
berhubungan Status nutrisi (1004)
31
dengan Indikator Awal Tujuan
ketidakmampu Asupan gizi 2 5
Asupan makanan 2 5
an mencerna Asupan cairan 2 5
makanan Energi 2 5
Rasio berat badan/tinggi
(00002) 2 5
badan
Hidrasi 2 5
Keterangan :
1 : Sangat menyimpang dari rentang
normal
2 : Banyak menyimpang dari rentang
normal
3 : Cukup menyimpang dari rentang
normal
4 : Sedikit menyimpang dari rentang
normal
5 : Tidak menyimpang dari rentang
normal

32
Keputusasaan Setelah dilakukan tindakan keperawatan
berhubungan selama 6 jam diharapkan keputusasaan Dukungan
dengan dapat diatasi dengan kriteria hasil: spiritual (5420)
Penurunan 1. kontrol diri terhadap depresi (1409)
kondisi Indikator Awal Tujuan
fisiologis Melaporkan tidur yang
2 5
(00124) cukup
Melaporkan
peningkatan alam 2 5
perasaan
Mempertahankan berat
2 5
badan yang stabil
Mengikuti rejimen
2 5
pengobatan
Menggunakan
pengobatan yang 2 5
diresepkan
Menetapkan tujuan
2 5
yang realistis
Menunda keputusan
besar sampai merasa 2 5
lebih baik
Keterangan :
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang- kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Secara konsisten menunjukkan

33
3.5 Implementasi Keperawatan
Tgl/jam No. Dx Implementasi TTD
1. Mengkaji keluhan utama
2. Mengkaji tingakat nyeri
3. Dan monitor TTV
4. Memberikan cairan infuse
1 5. Memberian obat-obatan analgesic
6. Melakukan penanganan nyeri dengan relaksasi
dan memberi sokongan (support) pada ektremitas
yang luka

1. Memposisikan pasien semi fowler


2. Mengauskultasi suara nafas
2 3. Memberikan oksigen
4. Menginstruksikan klien untuk batuk dan teknik
napas dalam
5. Memberikan O2 dengan menggunakan nasal
untuk memfasiliasi suction nasotrakeal
2 6. Memonitor status O2
7. Mengajarkan keluarga bagaimana vara
melakukan suction
1. Membersihkan Lingkungan setelah dipakai
pasien lain
2. Mempertahankan teknik isolasi
3. Membatasi pengunjung bila perlu
3 4. Menginstruksikan pada pengunjung untuk
mencuci tangan saat berkunjung dan setelah
berkunjung meninggalkan pasien
5. Menggunakan sabun antimikroba untuk cuci
tangan
6. Menggunakan baju , sarung tangan, sebagai alat
pelindung
7. Mempertahankan lingkungan aseptic selama
pemasangan alat.
4 1. Mengkaji adanya alergi makanan
2. Mengkolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
3. Menganjurkan pasien meningkatkan Fe
4. Menganjurkan pasien untuk meningkatkan
protein dan vitamin C
5. Memberikan substansi gula
34
6. Memonitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
7. Mengkaji kemampuan pasien untuk mendatkan
nutrisi yang dibutuhkan
5 1. Mengubah posisi pasien semi fowler atau fowler
tinggi
2. Menganjurkan pasien mencuci tangan
3. Memberikan makanan yang lunak
4. Memberikan makanan sedikit dan sering
5. Menganjurkan klien untuk memperbanyak
mengkonsumsi buah dan sayuran.

1. Monitor respirasi dan status O2


2. Monitoring TTV
3. Memantau aktivitas klien, cegah hal-hal yang
6
bisa memicu terjadinya nyeri
4. Membantu klien untuk lebih berfokus pada
aktivitas bukan pada nyeri
1. Memperlakukan pasien dengan bermantabat dan
terhormat
2. Menunujukan keterbukaan, empati dan kesediaan
mendengarkan perasaan
3. Meyakinkan bahwa perawat selalu ada dan
mendukung
4. Menggunakan teknik klarifikasi untuk membantu
7
menilai keyakinan
5. Memfasiltasi mengekspresikan dan meredkn
amarah secara tepat
6. Memotivasi menin jau kehidupan masa lalu dan
focus pada hal yang memberikan spiritual
7. Memotivasi berinteraksi dengan anggota
keluarga, teman dan lainnya

35
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Kanker nasofaring merupakan tumor ganas yang tumbuh pada ephitalial pelapis
ruangan dibelakang hidung (nasofaring) dan belakang langit-langit rongga mulut dengan
predileksi di fossa Rossenmuller dan atap nasofaring. Kanker nasofaring merupakan tumor
ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60 % tumor
ganas daerah kepala dan leher merupakan kanker nasofaring., kemudian diikuti tumor
ganas hidung dan paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil,
hipofaring dalam prosentase rendah.
B. Saran
Penulis menyadari makalah di atas masih terdapat banyak kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Penulis akan menerima kritik yang membangun dari para pembaca.

36
DAFTAR PUSTAKA

Ballanger, Jacob John. 2010. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala, dan Leher. Jilid 2
edisi 22. Jakarta : Binarupa Aksara

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., & Dochterman, J. M. 2016. Nursing interventions


classification (NIC). Edisi Keenam (Edisi Bahasa Indonesia). Terjemah oleh Nurjannah,
I & Roxsana, D. T. 2016. Yogyakarta : Mocomedia

Herdman, T. H. 2015. NANDA International inc. diagnosis keperawatan:


definisi & klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC

Iskandar, N., Soepardi, E., Bashiruddin, J., et al. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher.Edisi 6. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M. L., & Swason, E. 2016. Nursing outcome classification
(NOC). Pengukuran outcome kesehatan. Edisi Kelima (Edisi Bahasa Indonesia).
Terjemah oleh Nurjannah, I & Roxsana, D. T. 2016. Yogyakarta : Mocomedia

National Cancer Institute. 2013. Nasopharyngeal Cancer Treatment

Nur Arif, A. H. dan Hardi, K. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
NANDA & NIC NOC. Yogyakarta :MediAction

37

Anda mungkin juga menyukai