Anda di halaman 1dari 3

TOKSOPLASMOSIS SEREBRI

Definisi

Toksoplasmosis serebri adalah suatu infeksi otak akut yang disebabkan oleh reaktivasi kembali kista
patogen intrasel T.gondii laten, mengandung bradisoit dan kemudian mengalami perubahan fase
menjadi takisoit, hal ini terjadi oleh karena adanya keadaan imunokompremis (AIDS) dengan kadar CD4
rendah, manifestasi klinis adanya disfungi neurologis fokal maupun difus dengan histopatologi adanya
nekrosis dan trombosis pembuluh darah dengan inflamasi perivaskular (vaskulitis) pada bagian sentral
tampak sebagai nodul mikroglia serta banyak ditemukan takisoit yang mengelilingi nodul, seperti cincin
pada daerah perbatasan nekrosis arteritis dan takisoit pada dinding pembuluh darah. (Portegies dan
Berger, 2007).

Epidemiologi

Toksoplasmosis Serebri Infeksi toksoplasmosis merupakan oportunistik pada penderita AIDS dan paling
sering menyebabkan lesi desak ruang di otak dengan angka prevalensi beragam diseluruh dunia.
Toksoplasmosis pertama kali dilaporkan oleh Charles Nicolle dan Louis Manceaux di Tunisia pada tahun
1908, kemudian oleh Alfonso Splendore di Brasillia (Hall dkk,. 2001). Toksoplasma berasal dari kata
toxon yang artinya lengkung dan T.gondii ditemukan secara kebetulan pada binatang pengerat sejenis
tikus (Ctenodactylus gondii) sehingga diberikan nama Toxoplasma gondii pertama kali oleh Nicolle.
Serologi zat anti T.gondii ditemukan secara kosmopolit pada manusia dan binatang melalui tes serologi
ditemukan oleh Sabin dan Feldman (Black dan Boothroyd, 2000).

Kasus infeksi pada manusia biasanya terjadi melalui jalur oral, transplasenta, transfusi darah dan melalui
trasplantasi organ. Berdasarkan pemeriksaan serologi prevalensi toksoplasmosis dipengaruhi oleh
banyak faktor seperti faktor geografis misalnya negara beriklim dingin, negara tropis dengan
kelembaban tinggi dan subtropis, faktor kebiasaan makan daging kurang matang, adanya kucing yang
terutama sebagai host definitif, adanya tikus, burung sebagai host perantara yang merupakan makanan
kucing, adanya sejumlah vektor seperti lipas atau lalat yang dapat memindahkan ookista dari tinja
kucing ke makanan dan cacing tanah yang berperan memindahkan ookista dari lapisan dalam tanah ke
permukaan (Pohan,2006; Dubey,2010).
Patogenesis

Toksoplasmosis Serebri. Kasus infeksi T.gondii pada manusia biasanya terjadi melalui jalur oral atau
transplasenta dan sangat jarang melalui transfusi darah maupun transplantasi organ. Kebiasaan
mengkonsumsi daging mentah atau tidak dimasak dengan baik mengandung kista viabel, air dan sayuran
yang terkontaminasi ookista merupakan alur primer penularan melalui oral. Manusia adalah host
sekunder untuk T.gondii, sedangkan kucing adalah host definitif. Kucing terinfeksi menyebarkan
penyakit ketika mengeluarkan ookista melalui kotorannya. Ketika kista jaringan mengandung bradisoit
atau ookista tertelan manusia, kista terlepas oleh enzim pencernaan usus halus, sporozoit dilepaskan
masuk ke sel epitel usus halus dan sebagian mati oleh karena proses fagositosis dan sebagian lagi
melanjutkan perkembangannya menjadi trophozoit atau takisoit (Joynson dan Wreghitt, 2001).

Figure 1

Infeksi T.gondii Pada Manusia (Joynson dan Wreghitt, 2001).


Sporozoit yang terlepas dapat menghindari sistem imun tubuh pertama oleh karena memiliki mantel
lamina dan matrik protein ekstraseluler yang dapat mencegah fagositosis dan kerusakan oksidatif
Aminoff dkk, (2007), walaupun saat ini respon imunitas seluler terhadap toksoplasma sangat efektif
namun pada seseorang dengan imunokompremis (AIDS), sistem ini tidak mampu bekerja secara optimal.
Seiring menurunnya kadar CD4 menyebabkan kista yang awalnya bersifat laten akan mengalami
perubahan fase (gambar 2.11) (Joynson dan Wreghitt, 2001).

Kista di jaringan otak mengandung banyak bradisoit (kista jaringan otak dengan daya replikasi sangat
rendah), akan mengalami perubahan fase menjadi takisoit dalam kista (pseudokista) yang mempunyai
aktivitas pembelahan sangat cepat, aktif dan invasif. Perkembangan selanjutnya takisoit atau trophozoit
akan mengalami replikasi secara cepat sehingga mengisi seluruh sel glial otak (Black dan Boothroyd,
2000; Viqar, 1997). 42 Proses takisoit menembus masuk ke sel glial, menempel pada permukaan sel
hospes kemudian membentuk vakuola, pengeluaran enzim dari roptri sehingga mempermudah
menembus kedalam sel hingga sempurna dalam waktu ± 10 detik. Selanjutnya bereplikasi sangat cepat
mengisi seluruh sel glial hingga penuh menyebabkan sel pecah dan parasit bersporulasi menginfeksi sel
jaringan otak sekitarnya. Takisoit yang baru terbentuk akan menyebar dan segera mengaktivasi sistem
imunitas tubuh ditangkap oleh makrofag dan limfosit yang merupakan sistem imun diluar sistem saraf
pusat (SSP) (Dubey, 2010).

Manifestasi klinis

Sindrom klinis dari infeksi toksoplasmosis serebri pada AIDS beragam misalnya seperti ensefalitis,
meningoensefalitis, lesi massa intrakranial. Ensefalitis terjadi pada 80% kasus. Gejala klinis
toksoplasmosis serebri dibagi atas gejala fokal neurologi, gangguan otak global, gangguan neuropsikiatri
dan gejala umum lainnya seperti panas badan (35%) yang hilang timbul atau terus menerus, sakit kepala
memberat (hampir pada 50% kasus), singulus (hiccups). Tanda-tanda iritasi selaput otak (5%), tekanan
intrakranial meningkat (papil edema). Defisit fokal neurologis akibat lesi massa intrakranial (70%) seperti
hemiparesis, hemiplegia, disfasia, afasia, disartria, gangguan visual, paresis nervus kranialis, ataksia,
dismetri, gerakan involunter (distonia, chorea, atetosis dan hemibalismus, parkinson). Gangguan otak
global seperti bangkitan kejang (38%), kesadaran menurun (40%), gangguan mood dan memori dan
gangguan kognitif global (menyerupai demensia AIDS). Gangguan psikiatri seperti demensia, ansietas,
psikosis, gangguan kepribadian. Defisit fokal neurologis dapat terjadi secara perlahan atau mendadak
menyerupai stroke. Selain gangguan neurologis, juga perlu diketahui adanya tanda diluar neurologis
misalnya, limfadenopati, hepatosplenomegali (Joynson dan Wreghitt, 2007)

Black, M.W., Boothroyd,J.C. 2000. Lytic Cycle of Toxoplasma gondii. Microbiology and Molecular Biology
Reviews; 64(3):607-623.

Dubey, J.P. 2010. Toxoplasmosis of Animals and Humans. Second Edition. New York: CRC Press.

Ferguson, D.J.P., Hutchison, W.M., Pettersen, E. 1989. Tissue cyst rupture in mice chronically infected
with Toxoplasma gondii: an immunocytochemical and ultrastructural study. Parasitologi Research; 75:
599-603.

Jorge, C., Tato, C., Cai, G., Villegas, E.N., Speirs, K., Craig, L., Alexander, J.,Hunter, C.A. 2000.
Identification of a Role for NF-kappa B2 in the Regulation of Apoptosis and in Maintenance of T Cell-
Mediated Immunity to Toxoplasma gondii. J. Immunol: 165: 5720-5728. Joseph,P., Calderon,M.M.,

Gilman,H.R., Quispe,M.L., Cok,J., Ticona,E., Chavez,V., Jiminez,J.A., Chang,M.C., Lopez,M.J., Evans,C.A.


2002. Optimization and Evaluation of a PCR Assay for Detecting Toxoplasmic in Patients with AIDS.
Journal of Clinical Microbiology;40(12):4499-4503.

Viqar, Z. 1997. Toksoplasma gondii. Dalam: Anwar ,C., editors. Atlas Parasitologi Kedokteran.
Kedua.Ed.Jakarta: Penerbit Hipokrates.hal.86-101.

Anda mungkin juga menyukai