Anda di halaman 1dari 35

REFERAT

“ALUR DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA TUBERCULOSIS”

Disusun Oleh:
Andika Nursari Putri
N 111 17 097

Pembimbing :
dr. Mariani Rasyid, Sp.P

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS


KEPANITERAAN KLINIK
DIBAGIAN DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2018

1
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama :Andika Nursari Putri

NIM : N 111 17 097

JudulReferat : Alur Diagnosis dan Tatalaksana Tuberculosis

Telah Menyelesaikan Tugas Dalam Rangka Kepaniteraan


Klinik Pada BagianIlmuPenyakitDalam
Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Universitas Tadulako.

Palu, September 2018

Pembimbing Klinik Mahasiswa

(dr. Mariani Rasyid, Sp.P) (Andika Nursari Putri)

2
BAB 1

PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis (MTb). Kuman batang aerobik dan tahan asam
ini, merupakan organisme patogen maupun saprofit. Jalan masuk untuk organisme
MTb adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit.
Sebagian besar infeksi TB menyebar lewat udara, melalui terhirupnya nukleus
droplet yang berisikan organisme basil tuberkel dari seseorang yang terinfeksi1.
Tuberculosis sebenarnya dapat menyerupai penyakit paru lainnya seperti
penumonia, penyakit paru interstitial bahkan keganasan akan tetapi dengan
anamnesis yang baik, tuberculosis dapat dengan mudah di tegakkan. Pada
dasarnya pasien dengan sistem imun yang baik biasanya terserang tuberculosis
hanya pada satu area saja misalnya pada paru atau salah satu organ ekstra paru
sedangkan pada pasien dengan immunokompeten, tuberculosis dapat terjadi lebih
daripada satu organ. Terlepas dari pasien dengan HIV positif, sekitar 80% pasien
dewasa menderita tuberculosis paru, 15% ekstra paru dan 5% menderita
tuberculosis paru dan ekstra paru. Berdasarkan lokasi infeksinya tuberculosis
diklasifikasikan sebagai tuberkulosis paru dan ekstra paru.2
Laporan TB dunia oleh WHO yang terbaru (2016), masih menempatkan
Indonesia sebagai penyumbang TB terbesar nomor 2 di dunia dengan jumlah
kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah kematian sekitar 101.000 pertahun. 3.
Baik di Indonesia maupun di dunia, TB masih tetap menjadi problem
kesehatan dunia yang utama, walaupun sudah lebih dari seabad sejak
penyebabnya ditemukan oleh ilmuwan Jerman, Robert Koch, pada tahun 1882,
TB belum dapat diberantas bahkan terus berkembang 1.
Berdasarkan data tersebut maka penulis membuat tulisan ini yang bertujuan
untuk menambah wawasan mengenai diagnosis dan terapi dini pada pasien
Tuberkulosis demi menurunkan tingkat angka kesakitan Tuberkulosis di
Indonesia.

3
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 27 tahun
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Birobuli
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 27 Juli 2018
Ruangan : Pav. Dahlia RSUD Undata Palu

2.2 Anamnesis
a. Keluhan utama: Sesak napas
b. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien masuk RS dengan keluhan sesak napas yang dirasakan sejak
kurang lebih 2 bulan yang lalu, dan memberat sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit. Sesak dirasakan saat beraktivitas dan beristirahat.
Sesak dirasakan terus-menerus dan lebih nyaman saat pasien duduk.
Keluhan disertai dengan batuk berlendir sejak 2 bulan yang lalu
bersamaan dengan sesak. Pasien mengaku belum pernah mengalami
sesak sebelumnya. Batuk berlendir berwana putih. Batuk berlendir
tidak bercampur darah. Keluhan disertai dengan demam naik turun
sejak 2 bulan yang lalu. Sebelumnya pasien mengaku mengalami
penurunan berat badan dalam waktu satu bulan terakhir, badan terasa
lemas, serta penurunan nafsu makan. Pasien juga mengaku sering sulit
tidur dan berkeringat dingin saat malam hari. Keluhan juga disertai
mual dan muntah. Nyeri dada (-), sakit kepala (-), pusing (-), BAB dan
BAK (+) lancar.

4
c. Riwayat penyakit terdahulu: Riwayat pengobatan 6 bulan (-).
Riwayat Diabetes Mellitus (-). Riwayat Hipertensi (-). Riwayat Stroke
(-). Riwayat merokok (+) Riwayat Asma (-)
d. Riwayat penyakit dalam keluarga: Tidak terdapat keluhan yang
sama pada keluarga.
2.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : GCS 456
Vital sign
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 72x/menit
Pernapasan : 32x/menit
Suhu : 37.90C
BB : 45 kg (sebelumnya 53kg)

Kepala
Wajah : Simetris bilateral, exopthalmus (-), Ptosis (-)
Deformitas : Tidak ada
Bentuk : Normocephal

Mata
Konjungtiva : Anemis +/+
Sklera : Ikterik -/-
Pupil : Isokor (2,5mm/2,5mm)
Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-)

Leher
Kelenjar GB : Tidak ada pembesaran
Tiroid : Tidak ada pembesaran
JVP : Tidak ada peningkatan
Massa lain : Tidak ada

5
Dada
Paru-paru
Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi interkosta tidak ada
Palpasi : Ekspansi paru normal, vocal fremitus paru ka=ki
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Rhonki basah kasar +/+ diseluruh lapang paru, Wh -/-

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba SIC V Linea mid claviculasinistra
Perkusi
Batas atas :SIC II linea midclavicula sinistra
Batas kanan : SIC IV linea midclavicula dextra
Batas kiri : SIC V linea axillaris anterior sinistra
Auskultasi : BJ I/II murni reguler, murmur (-)

Perut
Inspeksi : Tampak datar, simetris.
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Perkusi : Timpani keempat kuadran (+)
Palpasi : Nyeri tekan (-), Massa (-)

Anggota gerak
Atas : Akral hangat(+/+),edema (-/-)
Bawah : Akral hangat(+/+),edema(-/-)
Pemeriksaan Khusus: -

2.4 Resume
Pasien masuk RS dengan keluhan dyspneu yang dirasakan sejak
kurang lebih 2 bulan yang lalu, dan memberat sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. Dyspneu dirasakan saat beraktivitas dan beristirahat.,

6
dirasakan terus-menerus dan lebih nyaman saat pasien duduk. Keluhan
disertai dengan batuk berlendir sejak 2 bulan yang lalu bersamaan dengan
dyspneu, berlendir berwana putih. Keluhan disertai dengan febris naik
turun sejak 2 bulan yang lalu. Penurunan berat badan dalam waktu satu
bulan terakhir, fatigue, serta anorexia. Pasien juga mengaku sering
insomnia dan nocturnal hyperhidrosis. Keluhan juga disertai nausea dan
vomitus 1x.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi
72x/menit, pernapasan 32x/menit dan suhu 37,90C. Conjunctiva anemis
+/+, pada auskultasi thorax ditemukan bunyi rhonki basah kasar di seluruh
lapang paru.

2.5 Diagnosis kerja


TB Paru

2.6 Diagnosis banding


Pneumonia

2.7 Anjuran pemeriksaan lanjutan


- Pemeriksaan Darah Lengkap
- Pemeriksaan TCM dan BTA
- Pemeriksaan anti HIV
- Pemeriksaan SGOT, SGPT
- Pemeriksaan ureum, creatinin
- Pemeriksaan Foto Thoraks
- Pemeriksaan EKG

2.8 Penatalaksanaan
1. Non Medikamentosa : Tidur tirah baring
2. Medikamentosa
- O2 simple mask 5 lpm

7
- IVFD RL 20 tpm
- Levofloxacine inj. 1x750 mg/iv
- N-acetylsistein 3x200mg
- OAT kat 1 3 tab 4 FDC
- Cotrimoxazole 1x960mg

2.9 Hasil pemeriksaan penunjang


1. Laboratorium
Darah rutin
WBC : 16,7 x103/mm3
RBC : 5,27 x103/mm3
HGB : 14,8 g/dl
HCT : 45,9 %
PLT : 272 x103/mm3
SGPT :87 U/L
SGOT :28 U/L
Creatinin:0,77 mg/dL
Urea :18,0 mg/dL
Glukosa :116 mg/dl
TCM :MTb Not Detected
Anti-HIV:Non Reaktif
2. Radiologi

8
Kesan :
1. Tampakan bercak infiltrat pada hemithorax dextra sinistra
2. Nodul-nodul granuler yang tersebat merata pada seluruh lapang
hemithorax dextra sinistra
3. Terdapat kavitas serta garis fibrotik
4. Perselubungan semiopaq pada lobus superior pulmo sinistra
5. Tampakan jantung teardrop
6. Inspirasi cukup, eksposure cukup
7. Tampakan sistema tulang intak
8. Tidak ada destruksi
9. Tidak ada fraktur
10. Tidak ada tanda-tanda meniskus sign, Resesus Costrovertebra
lancip

2.10 Diagnosis akhir


- TB Paru Kasus Baru
- Pneumonia

2.11 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad funcionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

9
BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi pasien TB


Tersangka pasien TB adalah seseorang yang mempunyai keluhan
atau gejala klinis mendukung TB (sebelumnya dikenal sebagai suspek TB)4
1. Pasien TB berdasarkan konirmasi hasil pemeriksaan bakteriologis:4
Adalah seorang pasien TB yang hasil pemeriksaan sediaan
biologinya positif dengan pemeriksaan mikroskopis, biakan atau
diagnostik cepat yang diakui oleh WHO (misal : GeneXpert ).
Semua pasien yang memenuhi deinisi ini harus dicatat tanpa
memandang apakah pengobatan TB sudah dimulai ataukah
belum.Termasuk dalam tipe pasien tersebut adalah pasien TB paru
BTA positif yaitu pasien TB yang hasil pemeriksaan sediaan
dahaknya positif dengan cara pemeriksaan mikroskopis langsung,
biakan atau tes diagnostik cepat (misalnya GeneXpert)
2. Pasien TB berdasarkan diagnosis klinis4 :
Adalah seseorang yang memulai pengobatan sebagai pasien TB
namun tidak memenuhi deinisi dasar diagnosis berdasarkan
konirmasi hasil pemeriksaan bakteriologis. Termasuk dalam tipe
pasien ini adalah4 :
- Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil foto toraks sangat
mendukung gambaran TB
- Pasien TB ekstra paru tanpa hasil konirmasi pemeriksaan
laboratorium
Catatan :
- Pasien TB dengan diagnosis klinis apabila kemudian terbukti
hasil pemeriksaan laboratorium BTA positif (sebelum atau
setelah menjalani pengobatan) harus diklasiikasikan kembali
sebagai pasien TB dengan konirmasi hasil pemeriksaan
bakteriologis sebagaimana deinisi pasien tersebut.

10
3.2 Patogenesis
3.2.1 TB primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan
bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang
pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang
primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru,
berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan
kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfadenitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran
kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer
bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai
kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu
nasib sebagai berikut1,13:
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali
(restitution ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain
sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya.
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu
kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus
medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga
menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan,
dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan
menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus
yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada
lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai
epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan
maupun ke paru sebelahnya atau tertelan

11
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen.
Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh,
jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan
dapat sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak
terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan
menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis
milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis
Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan
tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang,
ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi
dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan :
- Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya
pertumbuhan terbelakang pada anak setelah
mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau
- Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan
tuberkulosis primer.

3.2.2 TB post primer


Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian
setelah tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun.
Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam
yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis
menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama
menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber
penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang
umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus
inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni
kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai
berikut1,13 :
1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat

12
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses
penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya
akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk
perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan
membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan
keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan
kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju
keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya
akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan
menjadi1,13:
-meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang
pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang
disebutkan di atas
-memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh,
tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi
kaviti lagi
-bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau
kaviti menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya
mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus
dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).

13
Gambar 1. Skema perkembangan sarang tuberculosis postprimer dan perjalanan
penyembuhannya
Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. 2009.
3.3 Klasifikasi dan tipe pasien TB
Diagnosis TB dengan konirmasi bakteriologis atau klinis dapat
diklasiikasikan berdasarkan5:
- lokasi anatomi penyakit;
- riwayat pengobatan sebelumnya;
- hasil bakteriologis dan uji resistensi OAT
A. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi:
- TB paru adalah kasus TB yang melibatkan parenkim paru atau
trakeobronkial. TB milier diklasiikasikan sebagai TB paru karena terdapat
lesi di paru. Pasien yang mengalami TB paru dan ekstraparu harus
diklasiikasikan sebagai kasus TB paru.6
- TB ekstraparu adalah kasus TB yang melibatkan organ di luar parenkim
paru seperti pleura, kelenjar getah bening, abdomen, saluran
genitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. Kasus TB ekstraparu
dapat ditegakkan secara klinis atau histologis setelah diupayakan
semaksimal mungkin dengan konirmasi bakteriologis.6

14
B. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan:
1. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapat OAT
sebelumnya atau riwayat mendapatkan OAT kurang dari 1 bulan.6
2. Kasus dengan riwayat pengobatan sebelumnya adalah pasien yang
pernah mendapatkan OAT 1 bulan atau lebih. Kasus ini
diklasiikasikan lebih lanjut berdasarkan hasil pengobatan terakhir
sebagai berikut6:
- Kasus kambuh adalah pasien yang sebelumnya pernah
mendapatkan OAT dan dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap pada akhir pengobatan dan saat ini ditegakkan diagnosis
TB episode rekuren (baik untuk kasus yang benar-benar kambuh
atau episode baru yang disebabkan reinfeksi).
- Kasus pengobatan setelah gagal adalah pasien yang sebelumnya
pernah mendapatkan OAT dan dinyatakan gagal pada akhir
pengobatan.
- Kasus setelah putus obat adalah pasien yang pernah menelan OAT
1 bulan atau lebih dan tidak meneruskannya selama lebih dari 2
bulan berturut-turut atau dinyatakan tidak dapat dilacak pada akhir
pengobatan. (Pada revisi guideline WHO tahun 2013 klasiikasi ini
direvisi menjadi loss to follow up yaitu pernah mendapatkan OAT
dan dinyatakan tidak dapat dilacak pada akhir pengobatan).
3. Klasifikasi berikut ini baru ditambahkan pada revisi guideline WHO
tahun 2013 yaitu:kasus dengan riwayat pengobatan lainnya adalah
pasien sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan hasil akhir
pengobatannya tidak diketahui atau tidak didokumentasikan.9
4. Pasien pindah adalah pasien yang dipindah dari register TB (TB 03)
lain untuk melanjutkan pengobatan. (Klasiikasi ini tidak lagi terdapat
dalam revisi guideline WHO tahun 2013).9
5. Pasien yang tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya adalah
pasien yang tidak dapat dimasukkan dalam salah satu kategori di
atas.9

15
TB Paru
BTA (+)
TB Paru
TB TB Paru
TB Ekstra BTA (-)
Paru

Kasus Baru

Kasus Kambuh

Tipe Penderita
Kasus Drop Out
TB Paru

Kasus Gagal Pengobatan

Unknown

Gambar 2. Klasifikasi Tuberculosis


Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. 2009.
3.4 Alur diagnosis TB
Diagnosis TB ditegakkan berdasarkan terdapat paling sedikit satu
spesimen konirmasi M.Tuberculosis atau sesuai dengan gambaran histologi
TB atau bukti klinis dan radiologis sesuai TB.7
3.4.1 Gejala klinik
Gejala klinis tuberkuosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru
maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ
yang terlibat).7
1. Gejala respiratorik5
- batuk + 2 minggu
- batuk darah
- sesak napas
- nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada

16
gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi.
Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila
bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien
mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi
karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk
membuang dahak ke luar.5
2. Gejala sistemik13
- Demam
- gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia
dan berat badan menurun
3. Gejala tuberkulosis ekstraparu
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang
terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi
pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah
bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala
meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala
sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga
pleuranya terdapat cairan.7
3.4.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai
tergantung dari organ yang terlibat.Pada tuberkulosis paru, kelainan
yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan
(awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali)
menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di
daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior
(S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial,
amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan
paru, diafragma dan mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung

17
dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan
pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak
terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis
tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di
daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-
kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi
“cold abscess”.7

3.4.3 Pemeriksaan bakteriologik

a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.
Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak,
cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan
lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL),
urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)13

b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan


Cara pengambilan dahak 2 kali (SP):5
- Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
- Pagi (keesokan harinya)
Atau setiap pagi 3 hari berturut-turut.
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah
bila5 :
- 2 kali positif ® BTA positif
- 1 kali positif, 1 kali negatif ® BTA positif
- 2 kali negatif ® BTA negative
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD
(rekomendasi WHO).8
Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung
Disease) :8

18
- Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut
negative
- Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah
kuman yang ditemukan
- Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
- Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
- Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)
Pemeriksaan biakan kuman:
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis
pasti, dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga
Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi
MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat
cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin
maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat
pigmen yang timbul.8

3.4.4 Pemeriksaan radiologik


Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas
indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada
pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran
bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang
dicurigai sebagai lesi TB aktif7:
- Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior
lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif6:
- Fibrotik
- Kalsifikasi

19
- Schwarte atau penebalan pleura
Luluh paru (destroyed Lung ) 6:
- Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru
yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran
radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan
fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau
penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologi tersebut.
- Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan
aktiviti proses penyakit
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan
pengobatan dapat dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus
BTA negatif) 6:
- Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua
paru dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru
yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan
dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra
torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti
- Lesi luas
Bila proses lebih luas dari lesi minimal.

3.4.5 Pemeriksaan khusus


Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah
lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman
tuberkulosis secara konvensional. Dalam perkembangan kini ada
beberapa teknik yang lebih baru yang dapat mengidentifikasi kuman
tuberkulosis secara lebih cepat.4
1. Pemeriksaan BACTEC
2. Polymerase chain reaction (PCR):
3. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda a.1:
a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA).

20
b. ICT
c. Mycodot
d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
e. Uji serologi yang baru / IgG TB
3.4.6 Pemeriksaan penunjang lain4
1. Analisis Cairan Pleura
2. Pemeriksaan histopatologi jaringan
3. Pemeriksaan darah
4. Uji tuberculin
Diagnosis TB ditegakkan berdasarkan terdapatnya paling sedikit satu
spesimen konirmasi M. Tuberculosis atau sesuai dengan gambaran histologi
TB atau bukti klinis sesuai TB. WHO merekomendasi pemeriksaan uji
resistensi rifampisin dan/atau isoniazid terhadap kelompok pasien berikut ini
pada saat mulai pengobatan13:
1. Semua pasien dengan riwayat OAT. TB resisten obat banyak didapatkan
pada pasien dengan riwayat gagal terapi.
2. Semua pasien dengan HIV yang didiagnosis TB aktif khususnya mereka
yang tinggal di daerah dengan prevalens sedang atau tinggi TB resisten
obat.
3. Pasien dengan TB aktif setelah terpajan dengan pasien TB resisten obat.
4. Semua pasien baru di daerah dengan kasus TB resisten obat primer
>3%.WHO juga merekomendasi uji resistensi obat selama pengobatan
berlangsung pada situasi berikut ini:
5. Pasien baru atau riwayat OAT dengan apusan dahak BTA tetap positif
pada akhir fase intensif maka sebaiknya melakukan apusan dahak BTA
pada bulan berikutnya. Jika hasil apusan BTA tersebut masih positif maka
biakan M. Tuberculosis dan uji resistensi obat atau pemeriksaan Xpert
MTB/RIF harus dilakukan.

21
Gambar 3. Algoritme diagnosis TB Paru pada orang dewasa
Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, 2014
3.5 Pengobatan TB
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri
dari paduan obat utama dan tambahan.13

22
3.5.1 Obat Anti Tuberculosis (OAT)
Obat yang dipakai6,11:
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
- INH
- Rifampisin
- Pirazinamide
- Streptomisine
- Etambutol
2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
- Fluorokuinolon
- Kanamisin
- Amikasin
- Kapreomisin
- Sikloserino
Tabel 1. Jenis dan dosis OAT tunggal
Obat Dosis Dosis yang dianjurkan Dosis Dosis (mg/kgBB/hari)
(mg/kgBB/ maks/
hari) Harian Intermitten hari <40 40-60 >60
(mg/kgBB/har (mg/kgBB/hari) (mg)
i)
R 8-12 10 10 600 300 450 600

H 4-6 5 10 300 300 300 300

Z 20-30 25 35 750 1000 1500

E 15-20 15 30 750 1000 1500

S 15-18 15 15 1000 Sesua 750 1000


BB

Sumber : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis


dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: 2011

3.5.2 Paduan Obat Antituberculosis (Kombinasi Dosis Tetap)


Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi OAT lini 1 dan OAT lini
2, dimana untuk OAT lini 1 dibagi menjadi OAT kategori 1 untuk

23
pasien TB kasus baru dan OAT kategori 2 untuk pasien TB Relaps,
gagal terapi, putus berobat maupun loss of follow up dengan cara
pemberiannya sebagai berikut10,11:

Tabel 2. Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1

Berat Badan Tahap Intensif Tahap Lanjutan


Tiap hari selama 56 hari 3x seminggu selama 16
RHZE (150/75/400/275) minggu
RH (150/150)
30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Tabel 3. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3

Tahap Lama Dosis per hari/kali Jumlah


Pengoba Pengo hari/kali
tan batan Tablet Kaplet Tablet Tablet menelan
Isoniazid Rifampisi Pirazinamid Etambutol obat
@300mgr n @500 mgr @250mgr
@450mgr
Intensif 2 1 1 3 3 56
bulan
Lanjutan 4 2 1 - - 48
bulan

Tabel 4. Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 2


Berat Tahap Intensif Tahap Lanjutan
Badan Tiap hari 3x seminggu selama
RHZE (150/75/400/275) + S 16 minggu
Selama 56 hari Selama 28 hari RH (150/150)

30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT


+ 500 mg streptomisin inj +2 tab Etambutol
38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
+ 750 mg streptomisin inj +3 tab Etambutol
55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
+ 1000 mg streptomisin inj +4 tab Etambutol
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
+ 1000 mg streptomisin inj +5 tab Etambutol

24
Tabel 5. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 2 : 2HRZE/HRZE/5H3R3E
Tahap Lama Dosis per hari/kali Strepto Jumlah
Pengob Pengob misin hari/
atan atan Tablet Kaplet Tablet Tablet Tablet Inj kali
Isoniazi Rifamp Pirazin Etambu Etambu menela
d isin amid tol tol n obat
@300 @450 @500 @250 @400
mgr mgr mgr mgr mgr
Awal 2 bulan 1 1 3 3 - 0,75 gr 56
(dosis 1bulan 1 1 3 3 - - 28
harian)

Lanjuta 5 bulan 2 1 - - 2 - 60
n
(dosis
3x
seming
gu)
Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, 2014

3.6 Efek samping dan evaluasi OAT


Tabel 5. Efek samping OAT
Jenis Sifat Efek samping
Isoniazid Bakterisidal Neuropati perifer, psikosis toksik, gangguan
(H) fungsi hati, kejang
Rifampisin Bakterisidal Flu syndrome, gangguan gastrointestinal,
(R) urine berwarna merah, gangguan fungsi hati,
trombositopeni, demam, skin rash, sesak nafas,
anemia hemolitik
Pirazinami Bakterisidal Gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi
d (Z) hati, gout arthritis
Streptomisi Bakterisidal Nyeri ditempat suntikan, gangguan
n (S) keseimbangan dan pendengaran, renjatan
anafilaktik, anemia, agranulosistosis,
trombositopeni
Etambutol Bakteriostatik Gangguan penglihatan, buta warna, neuritis
(E) perifer

Tabel 6. Efek samping OAT dan penatalaksanaannya

Efek Samping Penyebab Penatalaksaan


Bercak kemerahan (rash) H, R, Z, S Ikuti petunjuk penatalaksanaan
dengan atau tanpa rasa gatal dibawah
Gangguan pendengaran S S dihentikan

25
(tanpa diketemukan
serumen)
Gangguan keseimbangan S S dihentikan
Ikterus tanpa penyebab lain H, R, Z Semua OAT dihentikan sampai
ikterus menghilang
Bingung, mual muntah Semua Semua OAT dihentikan, segera
(dicurigai terjadi gangguan Jenis OAT lakukan pemeriksaan fungsi hati
fungsi hati apabila disertai
ikterus)
Gangguan penglihatan E E dihentikan
Purpura, renjatan (syok), R R dihentikan
gagal ginjal akut
Penurunan produksi urine S S dihentikan
H, R, Z OAT ditelan malam sebelum tidur.
Tidak ada nafsu makan, Apabila keluhan tetap ada, OAT
mual, sakit perut ditelan dengan makanan. Apabila
keluhan semakin hebat disertai
muntah, waspada efek samping berat
dan segera rujuk ke dokter.
Nyeri sendi Z Beri Aspirin, Parasetamol, atau obat
anti radang nonsteroid
Kesemutan s/d rasa terbakar H Beri vitamin B6 (piridoxin) 50-75
pada telapak kaki atau mg/hari
tangan
Warna kemerahan pada air R Tidak membahayakan dan tidak
seni (urine) perlu diberi obat penawar tapi perlu
penjelasan kepada pasien.
Flu sindrom (demam, R dosis Pemberian R dirubah dari intermiten
menggigil, lemas, sakit intermitten menjadi setiap hari
kepala, nyeri tulang)
Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, 2014
Tabel 7. Efek samping berat OAT
Efek samping Kemungkinan Tatalaksana
Penyebab
Minor OAT diteruskan

Tidak nafsu makan, Rifampisin Obat diminum malam


mual, sakit perut sebelum tidur
Nyeri sendi Pyrazinamid Beri aspirin /allopurinol
Kesemutan s/d rasa INH Beri vitamin B6
terbakar di kaki (piridoksin) 1 x 100 mg
perhari
Warna kemerahan pada Rifampisin Beri penjelasan, tidak
air seni perlu diberi apa-apa

26
Mayor Hentikan obat

Gatal dan kemerahan Semua jenis Beri antihistamin dan


pada kulit OAT dievaluasi ketat

Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan

Gangguan Streptomisin Streptomisin dihentikan


keseimbangan (vertigo
dan nistagmus)
Ikterik / Hepatitis Sebagian besar Hentikan semua OAT
Imbas Obat (penyebab OAT sampai ikterik
lain disingkirkan) menghilang dan boleh
diberikan
hepatoprotektor

Muntah dan confusion Sebagian besar Hentikan semua OAT


(suspected drug- OAT dan lakukan uji fungsi
induced pre-icteric hati
hepatitis)
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan etambutol

Kelainan sistemik, Rifampisin Hentikan rifampisin


termasuk syok dan
purpura
Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2009

3.7 Evaluasi Pengobatan


Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan
efek samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat.6
3.7.1 Evaluasi klinik
1. Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama
pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan
2. Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping
obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit
3. Evaluasi klinis meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisis.6
3.7.2 Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan)
Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak.6
1. Sebelum pengobatan dimulai

27
2. Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
3. Pada akhir pengobatan
Bila ada fasiliti biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji
resistensi.6
3.7.4. Evaluasi radiologik (0 - 2 – 6/9 bulan pengobatan)
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada4,6:
1. Sebelum pengobatan
2. Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga
dipikirkan kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan
pengobatan)
3. Pada akhir pengobatan

3.7.5. Evaluasi efek samping secara klinik


Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal
dan darah lengkap.11,12
- Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum,
kreatinin, dan gula darah , serta asam urat untuk data dasar
penyakit penyerta atau efek samping pengobatan.10,11,12
- Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid
- Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan
etambutol (bila ada keluhan). 10,11,12
- Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji
keseimbangan dan audiometri (bila ada keluhan). 10,11,12
- Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan
pemeriksaan awal tersebut. Yang paling penting adalah evaluasi
klinis kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila pad evaluasi
klinis dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan
pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan
penanganan efek samping obat sesuai pedoman. 10,11,12
3.7.6 Evalusi keteraturan berobat
Yang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat

28
dan diminum / tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat
penting penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan
keteraturan berobat. Penyuluhan atau pendidikan dapat diberikan
kepada pasien, keluarga dan lingkungannya. Ketidakteraturan
berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi. 10,11,12
Kriteria Sembuh
1. BTA mikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan
akhir pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang
adekuat.
2. Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap sama/ perbaikan.
3. Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negative.7
Evaluasi pasien yang telah sembuh
Hal yang dievaluasi adalah mikroskopis BTA dahak dan foto toraks.
Mikroskopis BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan (sesuai indikasi/bila
ada gejala) setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6, 12, 24
bulan setelah dinyatakan sembuh (bila ada kecurigaan TB kambuh).6

Gambar 4. Evaluasi pengobatan OAT


Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, 2014

29
3.8 Pengobatan OAT resisten ganda (Multi Drug Resistance/ MDR)
Klasifikasi OAT untuk MDR 6,12
Kriteria utama berdasarkan data biologikal dibagi menjadi 3
kelompok OAT6,12:
1. Obat dengan aktiviti bakterisid: aminoglikosid, tionamid dan
pirazinamid yang bekerja pada pH asam
2. Obat dengan aktiviti bakterisid rendah: fluorokuinolon
3. Obat dengan akiviti bakteriostatik, etambutol, cycloserin dan
PAS6,12
Fluorokuinolon
Fluorokuinolon (moksifloksasin, levofloksasin, ofloksasin dan
siprofloksasin) dapat digunakan untuk kuman TB yang resisten
terhadap lini-1. 6,12
- Hingga saat ini belum ada paduan pengobatan yang distandarisasi
untuk pasien MDR-TB. Pemberian pengobatan pada dasarnya “tailor
made”, bergantung dari hasil uji resistensi dengan menggunakan
minimal 4 OAT masih sensitive. 6,12
- Obat lini 2 yang dapat digunakan yaitu golongan fluorokuinolon,
aminoglikosida, etionamid, sikloserin, klofazimin, amoksilin+
as.klavulanat. 6,12
- Saat ini paduan yang dianjurkan ialah OAT yang masih sensitif
minimal 2 –3 OAT lini 1 ditambah dengan obat lini 2, yaitu
Siprofloksasin dengan dosis 1000 – 1500 mg atau ofloksasin 600 –
800 mg (obat dapat diberikan single dose atau 2 kali sehari). 6,12
- Pengobatan terhadap tuberkulosis resisten ganda sangat sulit dan
memerlukan waktu yang lama yaitu minimal 18 bulan. 6,12
- Hasil pengobatan terhadap TB resisten ganda ini kurang
menggembirakan. Pada pasien non-HIV, konversi hanya didapat pada
sekitar 50% kasus, sedangkan response rate didapat pada 65% kasus
dan kesembuhan pada 56% kasus. 6,12

30
- Pemberian obat antituberkulosis yang benar dan pengawasan yang
baik, merupakan salah satu kunci penting mencegah resisten ganda.
Konsep Directly Observed Treatment Short Course (DOTS)
merupakan salah satu upaya penting dalam menjamin keteraturan
berobat. 6,12
- Prioriti yang dianjurkan bukan pengobatan MDR, tetapi pencegahan
MDR-TB. 6,12

31
BAB 4

PEMBAHASAN

Pasien masuk RS dengan keluhan dyspneu yang dirasakan sejak


kurang lebih 2 bulan yang lalu, dan memberat sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. Dyspneu dirasakan saat beraktivitas dan beristirahat.,
dirasakan terus-menerus dan lebih nyaman saat pasien duduk. Keluhan
disertai dengan batuk berlendir sejak 2 bulan yang lalu bersamaan dengan
dyspneu, berlendir berwana putih. Keluhan disertai dengan febris naik
turun sejak 2 bulan yang lalu. Penurunan berat badan dalam waktu satu
bulan terakhir, fatigue, serta anorexia. Pasien juga mengaku sering
insomnia dan nocturnal hyperhidrosis. Keluhan juga disertai nausea dan
vomitus 1x.
Dari kasus tersebut dapat diketahui pasien tidak memiliki riwayat
pengobatan 6 bulan sebelumnya sehingga dapat diklasifikasikan sebagai
TB Kasus Baru yang dapat didukung dengan adanya pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi
72x/menit, pernapasan 32x/menit dan suhu 37,90C. Conjunctiva anemis
+/+, pada auskultasi thorax ditemukan bunyi rhonki basah kasar di seluruh
lapang paru.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik tersebut dapat diketahui
adanya kelainan pada sistem pernapasan yang ditunjukan dengan adanya
dyspneu serta rhonki basah kasar pada auskultasi yang bisa mengarahkan
pada diagnosis TB.
Pada hasil laboratoium didapatkan peningkatan pada sel darah putih
memberikan kemungkinan adanya proses infeksi. Selain itu didapatkan
hasil TVM MTb negatif dan pada hasil radiologi didapatkan hasil adanya
tanda-tanda Infeksi Paru Lama Aktif dengan tampakan kavitas dan garis
fibrotik. Berdasarkan hal tersebut menunjukan bahwa pada kasus ini
pasien merupakan pasien TB terkonfirmasi klinis.

32
Terapi yang diberikan pada kasus ini adalah non medika mentosa
dan medikamentosa. Untuk terapi nonmedikamentosanya dianjurkan
pasien untuk tirah baring dan istirahat cukup serta mengkonsumsi
makanan yang cukup dan bergizi agar bisa terjadi kenaikan berat badan.
Sementara untuk terapi medikamentosa pasien diberikan O2 untuk
mengatasai sesak yang dirasakan. Kemudian pasien diberikan terapi cairan
ringer laktat untuk mencukupi kebutuhan cairannya. Pasien juga diberikan
injeksi levofloxacine yang merupakan golongan florokuinolon karena
didapatkan hasil leukosit yang tinggi pada pasien tersebut. N-acetylsistein
diberikan sebagai golongan mukolitik yang mengencerkan dahak pada
pasien. OAT yang diberikan pada pasien ini adalah terapi OAT Lini 1
kategori 1 sesuai dengan diagnosis dan berat badan pasien 45 kg maka
diberikan dengan dosis 3 tablet 4 FDC.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Price. A,Wilson. L. M. Tuberkulosis Paru. Dalam: Patofisiologi Konsep


Klinis Proses-Proses Penyakit, bab 4, Edisi VI. Jakarta: EGC, 2010 : 852-
64.
2. Fauci, Anthony S. Kasper, Dennis L. Longo, Dan L. Braunwald, Hauser,
Eugene Stephen L. Jameson, J. Larry. Loscalzo, Joseph. Chapter 158
Tuberculosis in: Harrison principle of internal medicine 17th edition.
USA: Mc Graw Hill. 2008
3. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. 27 Juli 2014. Available
from http://www.tbindonesia.or.id/pdf/BPN_2014.pdf
4. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
Tata Laksana Tuberkulosis. 2013
5. Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis. 2014
6. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Jakarta. 2011
7. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2014.
8. World Health Organization. Guidance for national tuberculosis
programmes on management of tuberculosis in children. Geneva: World
Health Organization; 2016. (WHO/HTM/TB/2006.371)
9. World Health Organization. Commercial serodiagnostic tests for diagnosis
of tuberculosis: policy statement. 2011. Diunduh dari:
http://whqlibdoc.who.int/ publications/2011/9789241502054_eng.pdf
10. Chang K, Lu W, Wang J, Zhang K, Jia S, Li F, et al. Rapid and effective
diagnosis of tuberculosis and rifampicin resistance with Xpert MTB/RIF
assay: a meta-analysis. J Infect. 2012;64:580–8.
11. WHO. Guidelines for intensiied case-inding for tuberculosis and isoniazid
preventive therapy for people living with HIV in resource-constrained
settings. World Health Organization, Geneva. 2015.

34
12. Smieja MJ, Marchetti C, Cook D, Smail FM. Isoniazid for preventing
tuberculosis in non-HIV infected persons. (Review). Cochrane Database
Syst Rev 2010; 2:CD001363
13. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta. 2009.

35

Anda mungkin juga menyukai