Disusun Oleh:
Andika Nursari Putri
N 111 17 097
Pembimbing :
dr. Mariani Rasyid, Sp.P
1
HALAMAN PENGESAHAN
2
BAB 1
PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis (MTb). Kuman batang aerobik dan tahan asam
ini, merupakan organisme patogen maupun saprofit. Jalan masuk untuk organisme
MTb adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit.
Sebagian besar infeksi TB menyebar lewat udara, melalui terhirupnya nukleus
droplet yang berisikan organisme basil tuberkel dari seseorang yang terinfeksi1.
Tuberculosis sebenarnya dapat menyerupai penyakit paru lainnya seperti
penumonia, penyakit paru interstitial bahkan keganasan akan tetapi dengan
anamnesis yang baik, tuberculosis dapat dengan mudah di tegakkan. Pada
dasarnya pasien dengan sistem imun yang baik biasanya terserang tuberculosis
hanya pada satu area saja misalnya pada paru atau salah satu organ ekstra paru
sedangkan pada pasien dengan immunokompeten, tuberculosis dapat terjadi lebih
daripada satu organ. Terlepas dari pasien dengan HIV positif, sekitar 80% pasien
dewasa menderita tuberculosis paru, 15% ekstra paru dan 5% menderita
tuberculosis paru dan ekstra paru. Berdasarkan lokasi infeksinya tuberculosis
diklasifikasikan sebagai tuberkulosis paru dan ekstra paru.2
Laporan TB dunia oleh WHO yang terbaru (2016), masih menempatkan
Indonesia sebagai penyumbang TB terbesar nomor 2 di dunia dengan jumlah
kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah kematian sekitar 101.000 pertahun. 3.
Baik di Indonesia maupun di dunia, TB masih tetap menjadi problem
kesehatan dunia yang utama, walaupun sudah lebih dari seabad sejak
penyebabnya ditemukan oleh ilmuwan Jerman, Robert Koch, pada tahun 1882,
TB belum dapat diberantas bahkan terus berkembang 1.
Berdasarkan data tersebut maka penulis membuat tulisan ini yang bertujuan
untuk menambah wawasan mengenai diagnosis dan terapi dini pada pasien
Tuberkulosis demi menurunkan tingkat angka kesakitan Tuberkulosis di
Indonesia.
3
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 27 tahun
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Birobuli
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 27 Juli 2018
Ruangan : Pav. Dahlia RSUD Undata Palu
2.2 Anamnesis
a. Keluhan utama: Sesak napas
b. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien masuk RS dengan keluhan sesak napas yang dirasakan sejak
kurang lebih 2 bulan yang lalu, dan memberat sejak 2 hari sebelum
masuk rumah sakit. Sesak dirasakan saat beraktivitas dan beristirahat.
Sesak dirasakan terus-menerus dan lebih nyaman saat pasien duduk.
Keluhan disertai dengan batuk berlendir sejak 2 bulan yang lalu
bersamaan dengan sesak. Pasien mengaku belum pernah mengalami
sesak sebelumnya. Batuk berlendir berwana putih. Batuk berlendir
tidak bercampur darah. Keluhan disertai dengan demam naik turun
sejak 2 bulan yang lalu. Sebelumnya pasien mengaku mengalami
penurunan berat badan dalam waktu satu bulan terakhir, badan terasa
lemas, serta penurunan nafsu makan. Pasien juga mengaku sering sulit
tidur dan berkeringat dingin saat malam hari. Keluhan juga disertai
mual dan muntah. Nyeri dada (-), sakit kepala (-), pusing (-), BAB dan
BAK (+) lancar.
4
c. Riwayat penyakit terdahulu: Riwayat pengobatan 6 bulan (-).
Riwayat Diabetes Mellitus (-). Riwayat Hipertensi (-). Riwayat Stroke
(-). Riwayat merokok (+) Riwayat Asma (-)
d. Riwayat penyakit dalam keluarga: Tidak terdapat keluhan yang
sama pada keluarga.
2.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : GCS 456
Vital sign
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 72x/menit
Pernapasan : 32x/menit
Suhu : 37.90C
BB : 45 kg (sebelumnya 53kg)
Kepala
Wajah : Simetris bilateral, exopthalmus (-), Ptosis (-)
Deformitas : Tidak ada
Bentuk : Normocephal
Mata
Konjungtiva : Anemis +/+
Sklera : Ikterik -/-
Pupil : Isokor (2,5mm/2,5mm)
Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-)
Leher
Kelenjar GB : Tidak ada pembesaran
Tiroid : Tidak ada pembesaran
JVP : Tidak ada peningkatan
Massa lain : Tidak ada
5
Dada
Paru-paru
Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi interkosta tidak ada
Palpasi : Ekspansi paru normal, vocal fremitus paru ka=ki
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Rhonki basah kasar +/+ diseluruh lapang paru, Wh -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba SIC V Linea mid claviculasinistra
Perkusi
Batas atas :SIC II linea midclavicula sinistra
Batas kanan : SIC IV linea midclavicula dextra
Batas kiri : SIC V linea axillaris anterior sinistra
Auskultasi : BJ I/II murni reguler, murmur (-)
Perut
Inspeksi : Tampak datar, simetris.
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
Perkusi : Timpani keempat kuadran (+)
Palpasi : Nyeri tekan (-), Massa (-)
Anggota gerak
Atas : Akral hangat(+/+),edema (-/-)
Bawah : Akral hangat(+/+),edema(-/-)
Pemeriksaan Khusus: -
2.4 Resume
Pasien masuk RS dengan keluhan dyspneu yang dirasakan sejak
kurang lebih 2 bulan yang lalu, dan memberat sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. Dyspneu dirasakan saat beraktivitas dan beristirahat.,
6
dirasakan terus-menerus dan lebih nyaman saat pasien duduk. Keluhan
disertai dengan batuk berlendir sejak 2 bulan yang lalu bersamaan dengan
dyspneu, berlendir berwana putih. Keluhan disertai dengan febris naik
turun sejak 2 bulan yang lalu. Penurunan berat badan dalam waktu satu
bulan terakhir, fatigue, serta anorexia. Pasien juga mengaku sering
insomnia dan nocturnal hyperhidrosis. Keluhan juga disertai nausea dan
vomitus 1x.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi
72x/menit, pernapasan 32x/menit dan suhu 37,90C. Conjunctiva anemis
+/+, pada auskultasi thorax ditemukan bunyi rhonki basah kasar di seluruh
lapang paru.
2.8 Penatalaksanaan
1. Non Medikamentosa : Tidur tirah baring
2. Medikamentosa
- O2 simple mask 5 lpm
7
- IVFD RL 20 tpm
- Levofloxacine inj. 1x750 mg/iv
- N-acetylsistein 3x200mg
- OAT kat 1 3 tab 4 FDC
- Cotrimoxazole 1x960mg
8
Kesan :
1. Tampakan bercak infiltrat pada hemithorax dextra sinistra
2. Nodul-nodul granuler yang tersebat merata pada seluruh lapang
hemithorax dextra sinistra
3. Terdapat kavitas serta garis fibrotik
4. Perselubungan semiopaq pada lobus superior pulmo sinistra
5. Tampakan jantung teardrop
6. Inspirasi cukup, eksposure cukup
7. Tampakan sistema tulang intak
8. Tidak ada destruksi
9. Tidak ada fraktur
10. Tidak ada tanda-tanda meniskus sign, Resesus Costrovertebra
lancip
2.11 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad funcionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
9
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
10
3.2 Patogenesis
3.2.1 TB primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan
bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang
pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang
primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru,
berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan
kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfadenitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran
kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer
bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai
kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu
nasib sebagai berikut1,13:
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali
(restitution ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain
sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya.
Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu
kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus
medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga
menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan,
dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan
menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus
yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada
lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai
epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan
maupun ke paru sebelahnya atau tertelan
11
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen.
Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh,
jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan
dapat sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak
terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan
menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis
milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis
Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan
tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang,
ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi
dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan :
- Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya
pertumbuhan terbelakang pada anak setelah
mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau
- Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan
tuberkulosis primer.
12
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses
penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya
akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk
perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan
membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan
keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan
kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju
keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya
akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan
menjadi1,13:
-meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang
pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang
disebutkan di atas
-memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh,
tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi
kaviti lagi
-bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau
kaviti menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya
mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus
dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).
13
Gambar 1. Skema perkembangan sarang tuberculosis postprimer dan perjalanan
penyembuhannya
Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta. 2009.
3.3 Klasifikasi dan tipe pasien TB
Diagnosis TB dengan konirmasi bakteriologis atau klinis dapat
diklasiikasikan berdasarkan5:
- lokasi anatomi penyakit;
- riwayat pengobatan sebelumnya;
- hasil bakteriologis dan uji resistensi OAT
A. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi:
- TB paru adalah kasus TB yang melibatkan parenkim paru atau
trakeobronkial. TB milier diklasiikasikan sebagai TB paru karena terdapat
lesi di paru. Pasien yang mengalami TB paru dan ekstraparu harus
diklasiikasikan sebagai kasus TB paru.6
- TB ekstraparu adalah kasus TB yang melibatkan organ di luar parenkim
paru seperti pleura, kelenjar getah bening, abdomen, saluran
genitourinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. Kasus TB ekstraparu
dapat ditegakkan secara klinis atau histologis setelah diupayakan
semaksimal mungkin dengan konirmasi bakteriologis.6
14
B. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan:
1. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapat OAT
sebelumnya atau riwayat mendapatkan OAT kurang dari 1 bulan.6
2. Kasus dengan riwayat pengobatan sebelumnya adalah pasien yang
pernah mendapatkan OAT 1 bulan atau lebih. Kasus ini
diklasiikasikan lebih lanjut berdasarkan hasil pengobatan terakhir
sebagai berikut6:
- Kasus kambuh adalah pasien yang sebelumnya pernah
mendapatkan OAT dan dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap pada akhir pengobatan dan saat ini ditegakkan diagnosis
TB episode rekuren (baik untuk kasus yang benar-benar kambuh
atau episode baru yang disebabkan reinfeksi).
- Kasus pengobatan setelah gagal adalah pasien yang sebelumnya
pernah mendapatkan OAT dan dinyatakan gagal pada akhir
pengobatan.
- Kasus setelah putus obat adalah pasien yang pernah menelan OAT
1 bulan atau lebih dan tidak meneruskannya selama lebih dari 2
bulan berturut-turut atau dinyatakan tidak dapat dilacak pada akhir
pengobatan. (Pada revisi guideline WHO tahun 2013 klasiikasi ini
direvisi menjadi loss to follow up yaitu pernah mendapatkan OAT
dan dinyatakan tidak dapat dilacak pada akhir pengobatan).
3. Klasifikasi berikut ini baru ditambahkan pada revisi guideline WHO
tahun 2013 yaitu:kasus dengan riwayat pengobatan lainnya adalah
pasien sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan hasil akhir
pengobatannya tidak diketahui atau tidak didokumentasikan.9
4. Pasien pindah adalah pasien yang dipindah dari register TB (TB 03)
lain untuk melanjutkan pengobatan. (Klasiikasi ini tidak lagi terdapat
dalam revisi guideline WHO tahun 2013).9
5. Pasien yang tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya adalah
pasien yang tidak dapat dimasukkan dalam salah satu kategori di
atas.9
15
TB Paru
BTA (+)
TB Paru
TB TB Paru
TB Ekstra BTA (-)
Paru
Kasus Baru
Kasus Kambuh
Tipe Penderita
Kasus Drop Out
TB Paru
Unknown
16
gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi.
Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila
bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien
mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi
karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk
membuang dahak ke luar.5
2. Gejala sistemik13
- Demam
- gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia
dan berat badan menurun
3. Gejala tuberkulosis ekstraparu
Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang
terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi
pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah
bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala
meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala
sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga
pleuranya terdapat cairan.7
3.4.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai
tergantung dari organ yang terlibat.Pada tuberkulosis paru, kelainan
yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan
(awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali)
menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di
daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior
(S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial,
amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan
paru, diafragma dan mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung
17
dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan
pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak
terdengar pada sisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis
tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di
daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-
kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi
“cold abscess”.7
a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.
Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak,
cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan
lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL),
urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)13
18
- Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut
negative
- Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah
kuman yang ditemukan
- Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
- Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
- Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)
Pemeriksaan biakan kuman:
Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis
pasti, dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga
Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi
MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat
cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin
maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat
pigmen yang timbul.8
19
- Schwarte atau penebalan pleura
Luluh paru (destroyed Lung ) 6:
- Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru
yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran
radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan
fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau
penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologi tersebut.
- Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan
aktiviti proses penyakit
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan
pengobatan dapat dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus
BTA negatif) 6:
- Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua
paru dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru
yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan
dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra
torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti
- Lesi luas
Bila proses lebih luas dari lesi minimal.
20
b. ICT
c. Mycodot
d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
e. Uji serologi yang baru / IgG TB
3.4.6 Pemeriksaan penunjang lain4
1. Analisis Cairan Pleura
2. Pemeriksaan histopatologi jaringan
3. Pemeriksaan darah
4. Uji tuberculin
Diagnosis TB ditegakkan berdasarkan terdapatnya paling sedikit satu
spesimen konirmasi M. Tuberculosis atau sesuai dengan gambaran histologi
TB atau bukti klinis sesuai TB. WHO merekomendasi pemeriksaan uji
resistensi rifampisin dan/atau isoniazid terhadap kelompok pasien berikut ini
pada saat mulai pengobatan13:
1. Semua pasien dengan riwayat OAT. TB resisten obat banyak didapatkan
pada pasien dengan riwayat gagal terapi.
2. Semua pasien dengan HIV yang didiagnosis TB aktif khususnya mereka
yang tinggal di daerah dengan prevalens sedang atau tinggi TB resisten
obat.
3. Pasien dengan TB aktif setelah terpajan dengan pasien TB resisten obat.
4. Semua pasien baru di daerah dengan kasus TB resisten obat primer
>3%.WHO juga merekomendasi uji resistensi obat selama pengobatan
berlangsung pada situasi berikut ini:
5. Pasien baru atau riwayat OAT dengan apusan dahak BTA tetap positif
pada akhir fase intensif maka sebaiknya melakukan apusan dahak BTA
pada bulan berikutnya. Jika hasil apusan BTA tersebut masih positif maka
biakan M. Tuberculosis dan uji resistensi obat atau pemeriksaan Xpert
MTB/RIF harus dilakukan.
21
Gambar 3. Algoritme diagnosis TB Paru pada orang dewasa
Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, 2014
3.5 Pengobatan TB
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri
dari paduan obat utama dan tambahan.13
22
3.5.1 Obat Anti Tuberculosis (OAT)
Obat yang dipakai6,11:
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
- INH
- Rifampisin
- Pirazinamide
- Streptomisine
- Etambutol
2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
- Fluorokuinolon
- Kanamisin
- Amikasin
- Kapreomisin
- Sikloserino
Tabel 1. Jenis dan dosis OAT tunggal
Obat Dosis Dosis yang dianjurkan Dosis Dosis (mg/kgBB/hari)
(mg/kgBB/ maks/
hari) Harian Intermitten hari <40 40-60 >60
(mg/kgBB/har (mg/kgBB/hari) (mg)
i)
R 8-12 10 10 600 300 450 600
23
pasien TB kasus baru dan OAT kategori 2 untuk pasien TB Relaps,
gagal terapi, putus berobat maupun loss of follow up dengan cara
pemberiannya sebagai berikut10,11:
24
Tabel 5. Dosis Paduan OAT Kombipak Kategori 2 : 2HRZE/HRZE/5H3R3E
Tahap Lama Dosis per hari/kali Strepto Jumlah
Pengob Pengob misin hari/
atan atan Tablet Kaplet Tablet Tablet Tablet Inj kali
Isoniazi Rifamp Pirazin Etambu Etambu menela
d isin amid tol tol n obat
@300 @450 @500 @250 @400
mgr mgr mgr mgr mgr
Awal 2 bulan 1 1 3 3 - 0,75 gr 56
(dosis 1bulan 1 1 3 3 - - 28
harian)
Lanjuta 5 bulan 2 1 - - 2 - 60
n
(dosis
3x
seming
gu)
Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, 2014
25
(tanpa diketemukan
serumen)
Gangguan keseimbangan S S dihentikan
Ikterus tanpa penyebab lain H, R, Z Semua OAT dihentikan sampai
ikterus menghilang
Bingung, mual muntah Semua Semua OAT dihentikan, segera
(dicurigai terjadi gangguan Jenis OAT lakukan pemeriksaan fungsi hati
fungsi hati apabila disertai
ikterus)
Gangguan penglihatan E E dihentikan
Purpura, renjatan (syok), R R dihentikan
gagal ginjal akut
Penurunan produksi urine S S dihentikan
H, R, Z OAT ditelan malam sebelum tidur.
Tidak ada nafsu makan, Apabila keluhan tetap ada, OAT
mual, sakit perut ditelan dengan makanan. Apabila
keluhan semakin hebat disertai
muntah, waspada efek samping berat
dan segera rujuk ke dokter.
Nyeri sendi Z Beri Aspirin, Parasetamol, atau obat
anti radang nonsteroid
Kesemutan s/d rasa terbakar H Beri vitamin B6 (piridoxin) 50-75
pada telapak kaki atau mg/hari
tangan
Warna kemerahan pada air R Tidak membahayakan dan tidak
seni (urine) perlu diberi obat penawar tapi perlu
penjelasan kepada pasien.
Flu sindrom (demam, R dosis Pemberian R dirubah dari intermiten
menggigil, lemas, sakit intermitten menjadi setiap hari
kepala, nyeri tulang)
Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, 2014
Tabel 7. Efek samping berat OAT
Efek samping Kemungkinan Tatalaksana
Penyebab
Minor OAT diteruskan
26
Mayor Hentikan obat
27
2. Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
3. Pada akhir pengobatan
Bila ada fasiliti biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji
resistensi.6
3.7.4. Evaluasi radiologik (0 - 2 – 6/9 bulan pengobatan)
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada4,6:
1. Sebelum pengobatan
2. Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga
dipikirkan kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan
pengobatan)
3. Pada akhir pengobatan
28
dan diminum / tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat
penting penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan
keteraturan berobat. Penyuluhan atau pendidikan dapat diberikan
kepada pasien, keluarga dan lingkungannya. Ketidakteraturan
berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi. 10,11,12
Kriteria Sembuh
1. BTA mikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan
akhir pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang
adekuat.
2. Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap sama/ perbaikan.
3. Bila ada fasiliti biakan, maka kriteria ditambah biakan negative.7
Evaluasi pasien yang telah sembuh
Hal yang dievaluasi adalah mikroskopis BTA dahak dan foto toraks.
Mikroskopis BTA dahak 3,6,12 dan 24 bulan (sesuai indikasi/bila
ada gejala) setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6, 12, 24
bulan setelah dinyatakan sembuh (bila ada kecurigaan TB kambuh).6
29
3.8 Pengobatan OAT resisten ganda (Multi Drug Resistance/ MDR)
Klasifikasi OAT untuk MDR 6,12
Kriteria utama berdasarkan data biologikal dibagi menjadi 3
kelompok OAT6,12:
1. Obat dengan aktiviti bakterisid: aminoglikosid, tionamid dan
pirazinamid yang bekerja pada pH asam
2. Obat dengan aktiviti bakterisid rendah: fluorokuinolon
3. Obat dengan akiviti bakteriostatik, etambutol, cycloserin dan
PAS6,12
Fluorokuinolon
Fluorokuinolon (moksifloksasin, levofloksasin, ofloksasin dan
siprofloksasin) dapat digunakan untuk kuman TB yang resisten
terhadap lini-1. 6,12
- Hingga saat ini belum ada paduan pengobatan yang distandarisasi
untuk pasien MDR-TB. Pemberian pengobatan pada dasarnya “tailor
made”, bergantung dari hasil uji resistensi dengan menggunakan
minimal 4 OAT masih sensitive. 6,12
- Obat lini 2 yang dapat digunakan yaitu golongan fluorokuinolon,
aminoglikosida, etionamid, sikloserin, klofazimin, amoksilin+
as.klavulanat. 6,12
- Saat ini paduan yang dianjurkan ialah OAT yang masih sensitif
minimal 2 –3 OAT lini 1 ditambah dengan obat lini 2, yaitu
Siprofloksasin dengan dosis 1000 – 1500 mg atau ofloksasin 600 –
800 mg (obat dapat diberikan single dose atau 2 kali sehari). 6,12
- Pengobatan terhadap tuberkulosis resisten ganda sangat sulit dan
memerlukan waktu yang lama yaitu minimal 18 bulan. 6,12
- Hasil pengobatan terhadap TB resisten ganda ini kurang
menggembirakan. Pada pasien non-HIV, konversi hanya didapat pada
sekitar 50% kasus, sedangkan response rate didapat pada 65% kasus
dan kesembuhan pada 56% kasus. 6,12
30
- Pemberian obat antituberkulosis yang benar dan pengawasan yang
baik, merupakan salah satu kunci penting mencegah resisten ganda.
Konsep Directly Observed Treatment Short Course (DOTS)
merupakan salah satu upaya penting dalam menjamin keteraturan
berobat. 6,12
- Prioriti yang dianjurkan bukan pengobatan MDR, tetapi pencegahan
MDR-TB. 6,12
31
BAB 4
PEMBAHASAN
32
Terapi yang diberikan pada kasus ini adalah non medika mentosa
dan medikamentosa. Untuk terapi nonmedikamentosanya dianjurkan
pasien untuk tirah baring dan istirahat cukup serta mengkonsumsi
makanan yang cukup dan bergizi agar bisa terjadi kenaikan berat badan.
Sementara untuk terapi medikamentosa pasien diberikan O2 untuk
mengatasai sesak yang dirasakan. Kemudian pasien diberikan terapi cairan
ringer laktat untuk mencukupi kebutuhan cairannya. Pasien juga diberikan
injeksi levofloxacine yang merupakan golongan florokuinolon karena
didapatkan hasil leukosit yang tinggi pada pasien tersebut. N-acetylsistein
diberikan sebagai golongan mukolitik yang mengencerkan dahak pada
pasien. OAT yang diberikan pada pasien ini adalah terapi OAT Lini 1
kategori 1 sesuai dengan diagnosis dan berat badan pasien 45 kg maka
diberikan dengan dosis 3 tablet 4 FDC.
33
DAFTAR PUSTAKA
34
12. Smieja MJ, Marchetti C, Cook D, Smail FM. Isoniazid for preventing
tuberculosis in non-HIV infected persons. (Review). Cochrane Database
Syst Rev 2010; 2:CD001363
13. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta. 2009.
35