Anda di halaman 1dari 24

WRAP UP SKENARIO 1

BLOK EMERGENSI

“TEKANAN DARAH TINGGI DALAM KEHAMILAN”

KELOMPOK A-9

Ketua : Ahmad Rafi Faiq (1102015012)


Sekretaris : Eka Heriyanti (1102015065)
Anggota : Adinda fauziah Ramadhani (1102016007)
Chelsea Kristiniawati Putri (1102015047)
Desti Dhea Izzani (1102015055)
Fahira Adipramesti Lubis (1102015068)
Faradila Niaoktaviani (1102015071)
Hashifah Shabhati (1102015089)
Indah Mutiara Agustila (1102014129)
Laras Oktaviani (1102015118)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS YARSI

2018
SKENARIO

Seorang pasien wanita usia 18 tahun datang ke IGD RS dengan keluhan utama
kepala terasa sakit. Pasien ini dengan kehamilan pertama dan usia kehamilan 32 minggu
jika dihitung dari hari pertama haid terakhirnya. Pasien melakukan ANC ke Puskesmas
sebanyak 4 kali dan terakhir control 1 minggu lalu. Berdasarkan ANC sebelumnya
diketahui pasien memiliki tekanan darah tinggi dan sudah diberikan obat antihipertensi.
Selama kehamilan pasien mengalami kenaikan berat badan 20 kg dan tidak ada edema
pada tungkai. Dari riwayat penyakit keluarga tidak ada keluarga yang menderita penyakit
jantung, ginjal, diabetes, dan hipertensi. Pada pemeriksaan fisik di dapatkan pasien tampak
sakit sedang, tekanan darah 180/120 mmHg, nadi 92x/menit, nafas 22x/menit, suhu 36,3 oc.
Dari status obstetric didapatkan tinggi fundus uteri 26 cm dan denyut jantung janin
154x/menit. Tanda-tanda persalinan tidak ada. Selanjutnya dilakukan pemerikasaan
penungjang USG dengan hasil janin hidup tunggal intra uterin presentasi kepala dan hasil
pemerikasaan laboraturiun urin protein positif 3. Dari hasil pemeriksaan darah didapatkan
Hb 10,5 gr %, leukosit 12.000/mm3, trombosit 95.000/mm3.
RUMUSAN MASALAH

1. Mengapa pasien sakit kepala ?


2. Mengapa ada proteinuria ?
3. Apakah terdapat hubungan antara usia pasien, usia kehamilan, dan manifestasi
klinis pada pasien ?
4. Apakah hubungan antara TD dengan proteinuria pada pasien ?
5. Apakah normal BB pasien naik 20 kg pada pengukuran terakhir ?
6. Apakah factor resiko kasus ini ?
7. Apakah ada hubungan antara tinggi FU dan usia kehamilan ?
8. Mengapa obat antihipertensi yang diberikan tidak membuat TD turun ?
9. Mengapa pasien mengalami trombositopenia ?
10. Apakah diagnosisnya ?
11. Bagaimana tatalaksana pada pasien ?
12. Mengapa Hb pasien rendah ?
JAWABAN.

1. Pasien mengalami sakit kepala dikarenakan adanya vasokonstriksi di pembuluh


darah otak yang menyebabkan adanya hipertensi.
2. Karena ada masalah disfungsi endotel pada pembuluh darah yang ada di ginjal atau
endotel glomerulus sehingga mengakibatkan permeabilitasnya menurun sehingga
protein dapat keluar dalam jumlah banyak di dalam urin.
3. Semakin tua ataupun semakin muda usia seorang wanita ketika mengalami
kehamilan akan berpengaruh terhadap resiko terjadinya hipertensi pada wanita
tersebut, hal ini dikarenakan jika pada wanita tua terjadi penurunan elastisitas
pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan terjadinya hipertensi begitu pula
pada usia muda dikarenakan tidak terjadinya remodeling arteri pada uterus
sehingga dapat memicu adanya hipertensi dll.
4. Tekanan darah yang rendah mengakibatkan perfusi ke ginjal juga rendah sehingga
kerja ginjal jadi tidak maksimal sehingga jika kondisi ini dibiarkan berlama-lama
maka ginjal akan rusak dan protein banyak yang tidak di daring lalu ikut di
sekresikan bersama urin, sehingga terjadilan proteinuria.
5. Normal, karena normalnya BB ibu naik sebesar 0,57 perminggu selama kehamilan.
6. Primigravida, riwayat keluarga dengan kehamilan preeklamsi, kehamilan ganda,
hipertensi kronis, DM, LSE, obesitas, dan umur yang <20 tahun atau >40 tahun.
7. Ada, karena harusnya tinggi FU antara 31-33 cm tapi karena ada IUGR makanya
jadi 26 cm.
8. Karena hipertensinya disebabkan oleh hipertensi gestasional.
9. Karena trombosit banyak dipakai untuk membentuk thrombus di dalam tubuh.
10. Preeklamsi tipe berat, karena TD nya > 160/110 mmHg dan di temukan proteinuria
beserta sakit kepala.
11. Akhiri kehamilan bila usia kandungan >37 minggu, bila kurang dari itu diberikan
terapi medikamtosa seperti glukokortikoid untuk pematangan paru janin, tirah
baring, MgSO4, hidralazin intravena, labetalol, dan vitamin.
12. Karena banyak terjadi hemolysis.
13.
HIPOTESIS

Pre eklamsia dapat terjadi pada wanita yang memiliki factor-faktor resiko seperti
riwayat keluarga mengalami pre eklamsi, kehamilan pertama, obesitas, kehamilan ganda,
hipertensi kronis, dan usia kehamilan yang <20 tahun atau >40 tahun, dan dapat
mengalami gejala berupa terdapatnya hipertensi dengan TD >140/90 mmHG, proteinuria,
disfungsi endotel pembuluh darah, IUGR, dan lain-lain yang untuk menatalaksainya
adalah dengan di akhiri kehamilanya apabila usia kehamilan >37 minggu, apabila kurang
dari itu maka akan diberikan terapi medikamtosa dan tirah baring.
SASARAN BELAJAR

LI.1. Mempelajari dan Memahami Hipertensi Pada Kehamilan

LO.1.1. Definisi

LO.1.2. Etiologi

LO.1.3. Klasifikasi

LO.1.4. Patofisiologi

LO.1.5. Manifestasi Klinis

LO.1.6. Diagnosis dan Diagnosis Banding

LO.1 7. Tatalaksana

LO.1.8. Komplikasi

LO.1.9. Prognosis
LI.1. Mempelajari dan Memahami Hipertensi Pada Kehamilan

LO.1.1. Definisi

Hipertensi pada kehamilan adalah tekanan darah sistolik dan diastolik ≥


140/90 mmHg. Pengukuran tekanan darah sekurang-kurangnya 2 kali selang 4 jam.
(Prawihardjo, 2002, Ilmu Kebidanan edisi IV, Jakarta, PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo.)

Nilai yang lebih tinggi (sistolik) menunjukkan fase darah yang dipompa
keluar oleh jantung, seangkan nilai yang lebih rendah (diastolik) menunjukkan fase
darah kembali ke dalam jantung. Hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan
vascular yang terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada
masa nifas. Ditandai dengan hipertensi dan sering disertai proteinuria, edema,
kejang, koma atau gejala lain.

 Hipertensi ringan = 140/90 dan 149/99


 Hipertensi sedang = 150/100 dan 159/109
 Hipertensi berat = 160/110 atau lebih (Sastrawinata,2005)
LO.1.2. Etiologi

Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan,


dapat dikelompokkan dalam beberapa faktor risiko yaitu:

 Primigravida, primipaternitas
 Hiperplasentosis, misal: molahidatidosa, kehamilan multipel, DM,
hidrops fetalis, bayi besar.
 Umur yang ekstrim.
 Riwayat keluarga pernah preeklampsia atau eklampsia.
 Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil.
 Obesitas
 Sosio-ekonomi yang rendah
LO.1.3. Klasifikasi

Klasifikasi yang di pakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the


National High Blood Pressure Education Program Working Group on High
Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001, ialah:
1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20
minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan
20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca perslinan.
2. Preeklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria.
3. Eklamsia adalah preekalmpsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau
koma.
4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia adalah hipertensi kronik
yang disertai tanda-tanda atau hipertensi kronik disertai proteinuria.
5. Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa
disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca melahirkan
atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklamsia tanpa proteinuria.
(Prawirohardjo, 2008)

Preeklamsi sendiri adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan


disertai dengan proteinuria. Dimana preeklamsia dibedakan menjadi preeklamsia
ringan dan preeklamsia berat.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:

a. Preekalmsia ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan


menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh
darah dan aktivasi endotel. Dengan manifestadi klinis sebagai berikut :
1) Hipertensi adalah tekanan darah sistolik dan diastolik ≥140/90
mmHg. Pengukuran darah dilakukan sebanyak 2 kali pada selang
waktu 4 jam-6 jam.
2) Proteinuria adalah adanya 300 mg protein dalam urin selama 24
jam atau sama dengan ≥1+ dipstic.
3) Edema, sebelumnya edema tungkai dipakai sebagai tanda-tanda
preeklamsi tetapi sekarang edema tungkai tidak dipakai lagi, kecuali
edema generalisata. Selain itu bila di dapatkan kenaikan berat badan
>0,57kg/minggu. (Prawirohardjo, 2008)
b. Preeklamsia berat adalah preeklamsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160
mmHg dan tekanan diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria > 5 g/24 jam.
Preeklamsia berat dibagi menjadi:
1) Preeklamsia berat tanpa impending eclamsia
2) Preeklamsia berat dengan impending eclamsia, disebut impending
eclamsia bila preeklamsia disertai gejala-gejala subjektif berupa
nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri
epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.

LO.1.4. Patofisiologi

Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui


dengan jelas, banyak teori yang telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi
dalam kehamilan, tetapi tidak ada yang dianggap mutlak benar. Teori yang dianut
adalah:
1 Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari
cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut
menembus miometrium berupa arteri arkuata dan memberi cabang arteria radialis.
Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis
memberi cabang arteri sprialis.

Pada kehamilan normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi
trofoblas kedalam lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi
lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga
memasuki jaringan sekitar arteri spiralis sehingga jaringan matriks menjadi gembur
dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi
dan vasodilatasi arteri spiralis akan memberi dampak berupa penurunan tekanan
darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada daerah
utero plasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi juga
meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini
dinamakan “remodeling arteri spiralis”.

Pada hipertensi pada kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada
lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot-otot spiralis
menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan
mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif vasokonstriksi
dan terjadi kegagalan remodelling arteri spiralis, sehingga aliran darah
uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Diameter
rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan untuk
preeklampsia rata-rata 200 mikron.

2. Teori Iskemia Plasenta, Radikal bebas, dan disfungsi endotel.

a. Iskemia dan pembentukan oksidan atau radikal bebas

Pada kehamilan dengan hipertensi didapatkan ada kegagalan remodeling arteri


spiralis dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang iskemia dan
hipoksia akan menghasilkan oksidan (yang disebut juga radikal bebas).

Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima elektron atau atom/molekul
yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang
dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya
terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada
manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk
perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah mungkin dahulu
dianggap sebagai bahan toksin yang beredar dalam darah, maka hipertensi dalam
kehamilan disebut toxaemia.

Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam
lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak
membran sel, juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel.

b. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan

Pada hipertensi pada kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan, khususnya
peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal vitamin E kadarnya
menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relatif
tinggi.

Peroksida lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksis ini akan beredar
di seluruh tubuh dalam aliran darah dan merusak membran sel endotel. Membran
sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena
letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam
lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal
hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida lemak.
c. Disfungsi endotel

Akibat sel endotel terpapar peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel endotel,
yang kerusakannya dimulai dari membran endotel. Kerusakan membran sel endotel
mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel
endotel. Keadaan inilah yang disebut disfungsi endotel (endothelial dysfunction).
Ketika terjadi disfungsi endotel maka akan terjadi:

 Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi endotel


adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin
(PGE2): suatu vasodilator kuat.

 Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.


Agregasi trombosit digunakan untuk menutup tempat-tempat di lapisan
endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi
tromboksan (TXA2): suatu vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal
kadar prostasiklin sebagai vasodilator lebih tinggi dibandingkan
tromboksan. Pada keadaan preeklampsia kadar tromboksan lebih tinggi
dibandingkan dengan prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi dengan
terjadinya kenaikan tekanan darah.

 Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus (glomerular


endotheliosis).

 Peningkatan permeabilitas kapiler.

 Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO


(vasodilator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor) meningkat.

 Peningkatan faktor koagulasi.

3. Intoleransi imunologik antara janin dan ibu

Beberapa studi menghasilkan fakta-fakta yang menunjukkan bahwa faktor


imunologik turut berperan terhadap hipertensi dalam kehamilan. Risiko terjadinya
hipertensi dalam kehamilan pada primigravida lebih besar dibandingkan dengan
multigravida. Ibu multipara yang menikah lagi juga mempunyai risiko lebih besar
terkena hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami yang
sebelumnya.

Pada wanita yang hamil normal, terdapat human leukocyte antigen protein G
(HLA-G) yang berperan penting dalam modulasi respons imun sehingga tidak
terjadi penolakan hasil konsepsi (plasenta). HLA-G pada plasenta dapat melindungi
trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) ibu. HLA-G juga akan
mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu. Pada hipertensi
dalam kehamilan, plasenta mengalami penurunan ekspresi HLA-G, sehingga
menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua.

Selain itu, pada kehamilan normal, sel limfosit T-helper (Th) diproduksi dengan
perbandingan aktivitas Th2 lebih tinggi dibanding Th1. Namun pada hipertensi
dalam kehamilan, di awal trimester kedua, terjadi perubahan perbandingan antara
aktivitas Th1 dan Th2, di mana Th1 menjadi lebih tinggi dari Th2.

4. Teori adaptasi kardiovaskuler

Pada pasien dengan hipertensi kronik, pasien kehilangan daya refrakter terhadap
bahan vasokonstriktor sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap
bahan vasopressor.

5.Teori Genetik

Genotipe ibu lebih menentukan. Telah terbukti bahwa ibu yang mengalami
preeklampsia, 26% anak perempuannya akan mengalami preeklamsia pula.
6. Teori defisiensi besi

Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan dapat mengurangi


risiko preeklamsia karena minyak ikan mengandung asam lemak tidak jenuh yang
menghambat produksi Tromboksan, menghambat aktivasi trombosit dan mencegah
vasokonstriksi pembuluh Darah.

Ada penelitian yang menggangap bahwa defisiensi kalsium mengakibatkan risiko


terjadinya preeklamsi/eklampsi.

LO.1.5. Manifestasi Klinis

Manifestasi preeklamsia ringan:


 Tekanan darah ≥ 140 mmHg/ 90 mmHg
 Proteinuria ≥ 300 mg/ 24 jam atau ≥ 1 + dipstik
 Edema

Manifestasi preeklamsia berat:


 Tekanan darah ≥ 160 mmHg/ ≥ 110 mmHg
 Proteinuria > 5 g/ 24 jam atau 4 +
 Oliguria
 Gangguan visus dan serebral
 Nyeri epigastirum
 Hemolisis mikroangiopatik
 Trombositopenia berat
 Gangguan fungsi hepar
 Pertumbuhan janin intrauterin terhambat
 Sindrom HELLP

LO.1.6. Diagnosis dan Diagnosis Banding

a) Diagnosis hipertensi kronik:


 Tekanan darah ≥140/90 mmHg
 Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau diketahui adanya hipertensi
pada usia kehamilan <20 minggu
 Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin

b) Diagnosis preeklamsia ringan ditegakkan berdasarkan timbulnya hipertensi


disertai proteinuria dan/atau edema setelah kejamilan 20 minggu.
 Hipertensi: sistolik/diastolik ≥ 140 mmHg/ 90 mmHg
 Proteinuria: ≥ 300 mg/ 24 jam atau ≥ 1 + dipstik
 Edema: edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria preeklamsia, kecuali edema
pada lengan, muka dan perut, edema generalisata.

c) Diagnosis preeklamsia berat ditegakkan bila menemukan satu atau lebih gejala
sebagai berikut:
 Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg.
Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah
sakit dan sudah menjalani tirah baring.
 Proteinuria > 5 g/ 24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif.
 Oliguria, produksi urin < 500 cc/ 24 jam
 Kenaikan kadar kreatinin plasma
 Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma, dan
pandangan kabur.
 Nyeri epigastrium, atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
teregangnya kapsula Glisson).
 Edema paru-paru dan sianosis.
 Hemolisis mikroangiopatik
 Trombositopenia berat: trombosit < 100.000 sel/mm³ atau penurunan trombosit
dengan cepat.
 Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar alanin
aspartate aminotransferase
 Pertumbuhan janin intrauterine terhambat
 Sindrom HELLP

d) Diagnosis eklamsia:
 Didahului oleh gejala preeklamsia.
 Disertai kejang menyeluruh dan koma. Kejang tersebut dapat terjadi pada saat
sebelum, selama dan setelah persalinan.
 Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi, perdarahan
subarakhnoid, dan meningitis)

e) Diagnosis hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia:


 Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum usia kehamilan 20
minggu)
 Tes celup urin menunjukkan proteinuria > + 1 atau trombosit < 100.000 sel/uL
pada usia kehamilan > 20 minggu
f) Diagnosis hipertensi gestasional:
 Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg
 Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di usia
kehamilan <12 minggu.
 Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin).
 Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri ulu hati di
trombositopenia.
 Diagnosis pasti ditegakkan pasca persalinan.

Diagnosis banding:
 Antiphospholipid Antibody  Glomerulonephritis, Chronic
Syndrome and Pregnancy  Graves Disease
 Antithrombin Deficiency  Hashimoto Thyroiditis
 Aortic Coarctation  Hematologic Disease and
 Autoimmune Thyroid Pregnancy
Disease and Pregnancy  Hemolytic-Uremic Syndrome
 Cardiomyopathy, Peripartum  Hydatidiform Mole
 Common Pregnancy Complaints  Hyperaldosteronism, Primary
and Questions  Hyperparathyroidism
 Cushing Syndrome  Hypertension
 Diabetes Mellitus and  Hypertension, Malignant
Pregnancy  Hyperthyroidism
 Disseminated Intravascular  Hypothyroidism
Coagulation
 Nephrotic Syndrome
 Eclampsia
 Normal Labor and Delivery
 Encephalopathy, Hypertensive
 Preeclampsia
 Evaluation of Fetal Death
 Protein C Deficiency
 Evaluation of Gestation
 Protein S Deficiency
 Fetal Growth Restriction
 Pulmonary Disease and
 Gastrointestinal Disease and Pregnancy
Pregnancy
 Systemic Lupus Erythematosus
 Glomerulonephritis, Acute
 Systemic Lupus Erythematosus
and Pregnancy
 Teratology and Drug Use During
Pregnancy
 Thrombotic Thrombocytopenic
Purpura
LO.1 7. Tatalaksana

Pencegahan dan tatalaksana terhadap kejang


 Bila terjadi kejang, perhatikan jalan napas, pernapasan (oksigen), dan sirkulasi
(cairan intravena).
 MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan eklampsia
(sebagai tatalaksana kejang) dan preeklampsia berat (sebagai pencegahan
kejang).
 Pada kondisi di mana MgSO4 tidak dapat diberikan seluruhnya, berikan dosis
awal (loading dose) lalu rujuk ibu segera ke fasilitas kesehatan yang memadai.
 Lakukan intubasi jika terjadi kejang berulang dan segera kirim ibu ke ruang
ICU (bila tersedia) yang sudah siap dengan fasilitas ventilator tekanan positif.
Tatalaksana terhadap hipertensi
 Ibu dengan hipertensi berat selama kehamilan perlu mendapat terapi
Nama Obat Dosis Keterangan
Antihipertensi Nifedipin 10-20 mg per oral Diulang setelah 30 menit;
lini pertama maksimum 120 mg dalam 24
jam.

Tidak boleh diberikan


sublingual karena efek
vasodilatasi sangat cepat
sehingga hanya boleh diberikan
peroral.
Anti hipertensi Sodium 0,25 μg i.v./kg Infus ditingkatkan 0,25 μg
lini kedua nitroprussid /menit i.v./kg /5 menit.
e
Diazokside 30-60 mg i.v./ 5
menit; atau i.v. infus
10 mg/ menit/
ditirasi.

antihipertensi.
 Pilihan antihipertensi didasarkan terutama pada pengalaman dokter dan
ketersediaan obat. Beberapa jenis antihipertensi yang dapat digunakan :
 Antihipertensi golongan ACE inhibitor (misalnya kaptopril), ARB
(misalnya valsartan), dan klorotiazid dikontraindikasikan pada ibu hamil.
 Ibu yang mendapat terapi antihipertensi di masa antenatal dianjurkan untuk
melanjutkan terapi antihipertensi hingga persalinan
 Terapi antihipertensi dianjurkan untuk hipertensi pascasalin berat.

Pemeriksaan penunjang tambahan


 Hitung darah perifer lengkap (DPL)
 Golongan darah ABO, Rh, dan uji pencocokan silang
 Fungsi hati (LDH, SGOT, SGPT)
 Fungsi ginjal (ureum, kreatinin serum)
 Profil koagulasi (PT, APTT, fibrinogen)
 USG (terutama jika ada indikasi gawat janin/pertumbuhan janin
terhambat)

Tatalaksana sikap terhadap kehamilannya


Bedasar William Obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan
gejala-gejala preeklamsia berat selama perawatan; maka sikap terhadap
kehamilannya dibagi menjadi:
1. Perawatan aktif (agresif): sambil memberi pengobatan, kehamilan diakhiri.
Indikasi perawatan aktif adalah bila didapatkan satu atau lebih keadaan
dibawah ini:
Pada ibu
 Umur kehamilan ≥ 37 minggu. Lockwood dan Paids mengambil
batasan umur kehamilan > 37 minggu untuk preeklamsia ringan dan
umur kehamilan ≥ 37 minggu untuk preeklamsia berat.
 Adanya tanda-tanda gejala Impending Eclampsia
 Kegagalan terapi pada perawtan konservatif, yaitu: keadaan klinis dan
laboratorik memburuk.
 Diduga terjadi solusio plasenta.
 Timbul onset persalinan, ketuban pecah, aatu perdarahan.
Pada janin
 Adanya tanda-tanda fetal distress (gawat janin)
 Adanya tanda-tanda Intrauterine Growth Restriction (IUGR)
 NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
 Terjadinya oligohidramnion
Pada laboratorium
 Adanya tanda-tanda “Sindroma HELLP” khususnya menurunnya
trombosit dengan cepat.
2. Perawatan konservatif (ekspektatif): bila kehamilan preterm ≤ 37
minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan
janin baik.
Diberi pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamentosa pada
pengelolaan secara aktif.

Pencegahan Hipertensi dalam Kehamilan


Pencegahan preeklamsia
A. Nonmedical
 Tirah baring untuk yang berisiko tinggi preeklapsia (tidak terbukti
mencegah terjadinya preeklampsia dan mencegah persalinan preterm)
 Diet ditambah suplemen yang mengandung minyak ikan yang kaya
dengan asam lemak tidak jenuh, misalnya omega-3 PUFA, antioksidan :
vitamin C,E,β-karoten, CoQ10, N-asetilsistein, asam lipoik dan elemen
logam berat : zinc, magnesium, kalsium
B. Medical
 Kalsium : 1.500-2.000 mg/hari
 Zinc 200 mg/hari
 Magnesium 365/hari
 Obat anti trombotik yang dianggap dapat dapat mencegah preeklampsia
adalah aspirin dosis rendah rata-rata di bawah 100mg/hari atau
dipyridamole
 Antioksidan : vit. C, vit E, β-karoten, CoQ10, N-asetilsistein, asam
lipoik

LO.1.8. Komplikasi

Yang termasuk komplikasi antara lain atonia uteri, sindrom


HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzimens, Low Platelet Count),
ablasi retina, DIC (Disseminated Intravascular Coagulation), gagal ginjal,
perdarahan otak, edema paru, gagal jantung, hingga syok dan kematian.
Sedangkan pada janin berhubungan dengan akut atau kronisnya
insufisiensi uteroplasental, misalnya pertumbuhan janin terhambat dan
prematuritas.

Definisi Sindrom HELLP


Adalah preeklampsia-eklampsia yang disertai timbulnya hemolisis,
peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar, dan trombositopenia.
H : Hemolysis
EL : Elevated Liver Enzym
LP : Low Platelets Counts

Diagnosis Sindrom HELLP


• Didahului tanda dan gejala yang tidak khas malaise, lemah, nyeri
kepala, mual, muntah (semuanya ini mirip gejala infeksi virus).
• Adanya tanda dan gejala preeclampsia
• Tanda-tanda heolisis intravaskular (kenaikan LDH, AST, dan bilirubin
indirek.
• Tanda kerusakan/disfungsi sel hepatoit hepar (kenaikan ALT, AST,
LDH)
• Trombositopenia (trombosit ≤ 150.000/ml)
• Semua perempuan hamil dengan keluhan nyeri pada daerah kuadran
atas abdomen, tanpa memandang ada tidaknya gejala preeclampsia
harus dipertimbangkan syndroma HELLP.

Klasifikasi Sindrom HELLP menurut Klasifikasi Mississippi


Berasarkan kadar trombosit darah, maka syndroma HELLP
diklasifikasikan dengan nama “klasifikasi Mississippi”.
• Klas 1 : kadar trombosit ≤50.000/ml LDH ≥ 600 IU/l , AST
dan/atau ALT ≥ 40 IU/l
• Klas 2 : kadar trombosi >50.000 ≤100.000/ml, LDH ≥ 600
IU/l, AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l
• Klas 3 : kadar trombosit >100.000 ≤150.000/ml, LDH ≥
600 IU/l, AST dan/atau ALT ≥ 40 IU/l
Diagnosa Banding Preeklamsia - Sindroma HELLP
1. Trombotik angiopatik
2. Kelainan konsumtif fibrinogen, misalnya
 Acute fatty liver of pregnancy
 Hipovolemia berat/perdarahan berat
 Sepsis
3. Kelainan jaringan ikat: SLE
4. Penyakit ginjal primer

Penatalaksanaan Sindroma HELLP


a. Terapi Medikamentosa
Mengikuti terapi medikamentosa preeklampsia-eklampsia dengan
melakukan monitoring trombosit setiap 12 jam. Bila trombosit <
50.000/ml atau danya tanda koagulopati konsumtif, maka harus diperiksa
waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial, dan fibrinogen.
Pemberian dexamethasone rescue, pada antepartum diberikan
dalam bentuk double strength dexamethasone (double dose). Jika
didapatkan kadar trombosit < 100.000/ml atau trombosit 100.000-
150.000/ml dengan disertai tanda-tanda eklampsia, hipertensi berat, nyeri
epigastrium, maka diberikan dexametason 10mg i.v. tiap 12 jam. Pada
postpartum deksametason diberikan 10 mg i.v. tiap 12 jam 2 kali,
kemudian diikuti 5 mg i.v. tiap 12 jam 2 kali. Terapi dexametason
dihentikan bila terjadi perbaikan laboratorium, yaitu trombosit
>100.000/ml dan penurunan LDH serta perbaikan tanda dan gejala klonik
preklamsia-eklampisa. Dapat dipertimbangkan pemberian transfusi
trombosit, bila kadar trombosit < 50.000/ml dan antioksidan.

b. Sikap Pengelolaan Obstetrik


Sikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP ialah aktif, yaitu
kehamilan diakhiri (diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan.
Persalinan dapat dilakukan pervaginam atau perabdominal. (Sarwono,
2010, 554-556)

LO.1.9. Prognosis
Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka
gejala perbaikan akan tampak jelas setelah kehamilanya diakhiri. Segera
setelah persalinan berakhir perubahan patofisiologik akan segera pula
mengalami perbaikan. Diuresis terjadi 12 jam kemudian setelah
persalinan. Keadaan ini merupakan tanda prognosis yang baik, karena hal
ini merupakan gejala pertama penyembuhan. Tekanan darah kembali
normal dalam beberapa jam kemudian.

Eklamsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada


janin pada ibu yang sudah mempunyai hipertensi kronik. Prognosis janin
pada penderita eklamsia juga tergolong buruk. Seringkali janin maati
intrauterine atau mati pada fase neonatal karena kondisi banyi sudah
dangat inferior.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin & Elizabeth, J 2009, Buku saku patofisiologi, edk 3, Nike


Budhi, EGC,Jakarta.

DeCherney, AH & Pernoll, ML 2006, Obstetric & Gynecologic Diagnosis


&Treatment, 10th edn, McGraw-Hill, New York.

Jim Belinda, et al. Hypertension in Pregnancy A Comprehensive


Update.Cardiology in Review. Volume 18. Number 4.

Manuaba, IBG, Manuaba, IAC & Manuaba, IBGF 2007, Pengantar kuliah
obstetri,EGC, Jakarta.

Mochtar, Rustam. 1998.Sinopsis Obstetri. Obstetri Fisiologi Dan Obstetri


Patologi.Jilid 1. Jakarta: EGC. Hlm: 198-208.

Norwitz, Errol. 2007. At a Glance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Erlangga.Hlm
: 88-89.

Prawirodihardjo, S . 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Saifuddin, A B. 2010. Ilmu kebidanan Sarwono Prawihardjo Ed 4. Jakarta: PT


Bina Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai