KELOMPOK 6 KELAS B
Tutor: dr. WINDY NURUL AISYIAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2020
SKENARIO 2
Seorang laki-laki berusia 52 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan nyeri pada
dada kiri selama 3 bulan terakhir. Keluhan disertai rasa sulit bernapas terutama apabila naik
tangga. Pasien riwayat merokok 2 bungkus per hari. Riwayat keluarga dengan Ayah
meninggal meninggal mendadak pada usia 40 tahun
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 170/95 mmHg, denyut nadi 92
kali/menit. Pemeriksaan fisik lain dalam batas normal
Kalimat kunci:
1. Laki-laki 52 tahun
- HDL 21 mg/dl
- HbA1C 115%
-Nadi 92 kali/menit
PERTANYAAN
- Merokok
- Kolesterol
- Hipertensi
- Obesitas
- Diabetes Melitus
DM – kadar glukosa darah meningkat – (dalam waktu lama) gula darah pekat – pengendapan
aterosklerosis pada arteri koroner – suplai darah ke jantung tidak cukup – nyeri dada
Sesak napas
Ruang rugi fisiologi meningkat maka akan dapat menyebabkan gangguan pertukaran
antara 02 dan CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi makin meningkat sehingga
terjadi sesak napas. Pada orang normal ruang rugi ini hanya berjumlah sedikit dan tidak
terlalu penting, namun pada orang dalam keadaan patologis, ruang rugi akan meningkat.
Saat iritan masuk ke dalam saluran napas ketika inhalasi, maka akan terjadi perubahan
jaringan pada bronkus yang terdiri dari spasme otot polos, edema mukosa dan infiltrasi sel-sel
radang, serta hipersekresi mucus yang kental, menyebabkan penyempitan saluran pernapasan
sehingga pertukaran gas akan terganggu. Terganggunya pertukaran gas menyebabkan tubuh
berespon dengan meningkatkan kebutuhan akan O2. Agar kebutuhan O2 yang meningkat ini
terpenuhi maka dibutuhkan frekuensi pernapasan yang tinggi sehingga timbullah sesak napas.
Referensi : Price, Sylvia Anderson dan Lorraine MW. PatofisiologiVol 1. Ed 6. Jakarta : EGC.
2005.
Penyebab kardiak nyeri dada akut meliputi keadaan iskemik dan non iskemik.
Penyebab iskemik meliputi penyakit jantung koroner, stenosis aorta, spasme arteri koroner,
dan kardiomiopati hipertrofi. Penyebab noniskemik meliputi perikarditis, diseksi aorta,
aneurisma aorta, dan prolaps katup mitral. Mengetahui adanya faktor risiko penyakit jantung
seperti hipertensi, diabetes, hiperdislipidemia, merokok, dan riwayat keluarga sangatlah
penting dalam melakukan anamnesis pasien dengan nyeri dada akut (Braunwald et al., 2001).
Stenosis Aorta
Penyebab stenosis aorta meliputi katup bikuspid kongenital, sklerosis aorta, demam
rematik (Lange dan Hillis, 2001). Penyakit jantung koroner seringkali ada bersamaan dengan
sklerosis aorta. Nyeri dada aorta stenosis bergantung pada aktivitas. Tanda dan gejala dari
gagal jantung juga dapat dijumpai. Sinkop merupakan gejala lanjutan dan berhubungan
dengan aktivitas. Pada pemeriksaan fisik dijumpai murmur ejeksi sistolik yang paling jelas
didengar di ruang antar iga kedua kanan yang menjalar ke karotis (Carmel et al., 2009).
Splitting paradoks bunyi jantung kedua juga dapat dijumpai pada stenosis aorta. Pola
kenaikan denyut karotis terlambat dan beramplitudo rendah. Tanda lainnya adalah adanya
kuat angkat (heaving) pada apeks jantung dan thrill pada ruang antar iga kedua kanan
(Braunwald et al., 2001).
Kardiomiopati Hipertrofi
Vasospasme Koroner
Angina Prinzmetal atau variant angina disebabkan vasospasme koroner. Penyakit ini
lebih sering dijumpai pada wanita di bawah 50 tahun dan biasanya terjadi pagi hari, saat baru
bangun tidur. Pasien mengalami nyeri dada iskemik berulang yang berbeda dari angina tipikal
karena dirasakan pada saat istirahat. Spasme koroner dapat terlihat jelas pada angiografi
(Braunwald et al., 2001). Ketika pasien risiko rendah atau tanpa risiko atherosklerosis
mengalami nyeri dada nontraumatik, pemeriksa harus mencurigai adanya konsumsi kokain.
Kokain dapat memincu vasokonstriksi arteri koroner dan risiko terjadinya infark miokard
bergantung dari jumlah konsumsinya. Infark miokard atau iskhemia miokard akibat kokain
biasanya terjadi dalam 1 jam setelah konsumsi (Braunwald et al., 2001).
Diseksi Aorta
Pasien diseksi aorta biasanya mengeluh nyeri dada hebat akut anterior menjalar ke
belakang atas. Marfan syndrome merupakan salah satu penyebab diseksi aneurisma aorta
(Lange dan Hillis, 2001). Hipertensi sering dijumpai dan merupakan faktor risiko. Diseksi
tipe A terjadi pada aorta asendens, sedangkan tipe B terjadi pada distal arteri subklavia
sinistra. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya murmur insufisiensi aorta. Intensitas denyut
arteri radialis dapat berbeda-beda (Carmel et al., 2009).
Perikarditis
Nyeri dada pasien prolaps katup mitral bersifat tajam di apeks. Gejala penyerta lain
meliputi dispnea, lelah, dan palpitasi. Pasien akan merasakan nyeri berkurang ketika
terlentang. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya murmur sistolik akhir didahului klik
midsistolik yang jelas terdengar di apeks (McGinnis dan Foege, 1993). Murmur bertambah
keras bila pasien berdiri. Kebanyakan pasien prolaps katup mitral adalah wanita kurus
(Braunwald et al., 2001).
Nyeri dada non kardiak akut sering dijumpai pada populasi umum. Suatu penelitian di
Cina meneliti nyeri dada dari 2.209 penduduk. Hasil penelitian menunjukkan nyeri dada
terjadi pada 20,6% penduduk, dan 68% di antaranya merupakan nyeri dada akut nonkardiak
(Michael et al., 1994). Lebih dari setengah pasien dengan nyeri dada nonkardiak merasa tidak
yakin bahwa nyeri dada mereka bukan berasal dari jantung. Selain itu kecemasan dari pasien
ini seringkali melebihi pasien dengan nyeri dada akut kardiak (Owens, 1986)
Carmel MH, Maran T, Brian PG 2009. Mitral Valve Disease. In: Brian PG, Eric JT,
ed. Manual of Cardiovascular Medicine. 3rd ed. Philadelphia: Lippincott Williams
Wilkins.
Jika kita semakin lama terpapar dengan zat-zat kimia yang terkandung di dalam rokok
dan juga sebaliknya. Di dalam asap rokok terkandung berbagai zat kimia terutama nikotin dan
karbon monoksida sehingga semakin lama merokok memungkinkan semakin banyak zat-zat
kimia yang ada tertimbun di dalam darah. Nikotin dalam rokok menyebabkan mobilisasi
katekolamin yang dapat menambah reaksi trombosit dan menyebabkan kerusakan pada
dinding arteri, sedangkan glikoprotein tembakau dapat menimbulkan reaksi hipersensitif
dinding arteri.
Efek rokok juga yang menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh
katekolamin dan menurunnya konsumsi 02 akibat inhalasi CO atau dengan perkataan lain
dapat menyebabkan takikardi, vasokonstriksi pembuluh darah dan merubah permeabilitas
dinding pembuluh darah. Di samping itu rokok dapat menurunkan kadar HDL kolesterol
tetapi mekanis menyabelum jelas. Asap rokok mengandung karbon monoksida (CO) yang
mempunyai kemampuan lebih kuat daripada sel darah merah untuk mengikat oksigen,
sehingga menurunkan kapasitas seldarah merah untuk membawa oksigen kejaringan termasuk
jantung sehingga dapat menyebabkan hipoksia jaringan arteri
Kebutuhan oksigen pun akan meningkat dan akanmenyebabkan arteri koroner mengalami
penyempitan dan kekakuan. Dua pertiga dari pembuluh yang mengalami rupture sebelumnya
mempunyai penyempitan 50% atau kurang, bila penyempitan lebih dari 75% serta dipicu
aktivitas yang berlebihan maka suplai darah koroner akan berkurang. Terjadinya ruptur pun
menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya
trombus
5. INTERPRETASI LAB?
• Nilai LDL tinggi dapat terjadi pada penyakit pembuluh darah koroner atau
hiperlipidemia bawaan. Peninggian kadar dapat terjadi pada sampel yang diambil segera. Hal
serupa terjadi pula pada hiperlipoproteinemia tipe Ha dan Hb, DM, hipotiroidism, sakit
kuning yang parah, sindrom nefrotik, hiperlipidemia bawaan dan idiopatik serta penggunaan
kontrasepsi oral yang mengandung estrogen.
• Penurunan LDL dapat terjadi pada pasien dengan hipoproteinemia atau alfa-beta-
lipoproteinemia.
Deskripsi:
HDL merupakan produk sintetis oleh hati dan saluran cerna serta katabolisme trigliserida
Implikasi klinik:
• Peningkatan HDL dapat terjadi pada alkoholisme, sirosis bilier primer, tercemar racun
industri atau poliklorin hidrokarbon. Peningkatan kadar HDL juga dapat terjadi pada pasien
yang menggunakan klofibrat, estrogen, asam nikotinat, kontrasepsi oral dan fenitoin.
• Penurunan HDL terjadi dapat terjadi pada kasus fibrosissistik, sirosis hati, DM, sindrom
nefrotik, malaria dan beberapa infeksi akut. Penurunan HDL juga dapat terjadi pada pasien
yang menggunakan probucol, hidroklortiazid, progestin dan infus nutrisi parenteral.
c. HbA1c
Semakin tinggi jumlah HbA1c berarti semakin banyak hemoglobin yang berikatan dengan
glukosa, dan ini menandakan bahwa gula darah tinggi. Jika jumlah HbA1c melebihi
8%, kemungkinan Anda mengalami diabetes yang tidak terkontrol dan berisiko
mengalami komplikasi.
7. LANGKAH-LANGKAH DIAGNOSIS?
I. Anamnesis
Sering secara tidak sadar pasien memberitahukan informasi klinis yang amat
Pemeriksaan klinis terdiri atas anamnesis untuk mengetahui gejala, dan melakukan
pemeriksaan fisik untuk melihattanda-tanda dari penyakit kardiovaskular.Seni membuat
anamnesis yang baik termasuk membiarkan pasien menceritakan kisahnya, dan pada waktu
yang sama mengajukan pertanyaan-pertanyaan yangmengarah pada gejala-gejala klinis yang
dapat memberikan informasi yang berhubungan dengan usaha menegakkan diagnosis dan
menetapkan terapi. Diperlukan dengan ungkapan sepele yang mungkin tidak akan diperoleh
jika pengambilanan amnesis ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang sudah disiapkan
sebelumnya, atau lebih parah lagi, berupa kuesioner yang harus diisi pasien. Kesabaran
mendapatkan anamnesis yang jelas darikata-kata pasien sendiri dan dalam waktu yang cukup
bebas, merupakan bagian penting dalam latihan klinis. Dengan semakin meningkatnya
keterampilan seorang klinisi, proses di atas dapat dicapai dalam waktu yang relatif pendek.
Berdasarkan pengalaman, informasi yang berguna juga dapat diperoleh dari sumber lain,
seperti sikap pasien, tingkah laku,emosi, dan pakaian.
Nyeri dada atau rasa tercekik yang disebabkan oleh iskemia (angina), secara khas
mempunyai karakteristik tertentu rasa tidak nyaman di daerah retrosternal yang berat, rasa
tercekik, seperti diikat atau kadang-kadang seperti dibakar, terjadi terutama pada aktivitas
fisik dan sembuh dalam beberapa menit dengan istirahat atau pemberian nitrat sublingual.
Pasien biasanya menjelaskannya sebagai rasa tidak nyaman bukan sebagai rasa nyeri
sebenarnya. Rasa tidak nyaman ini dapat menjalar ke salah satu lengan (paling sering sebelah
kiri), ke leher dan rahang, atau melewati punggung atau perut. Serangan biasanya
berlangsung cepat, sampai 20 menit. Angina kadang-kadang atipikal, menyebabkan rasa tidak
nyaman pada leher, tenggorokan, rahang, punggung, atau perut dengan gejala pada dada.
Angina sering pada penyakit arteri koroner, tapi dapat juga terjadi pada arteri koroner normal
dalam kondisi hipertrofi atau dilatasi ventrikel kiri berat di mana kebutuhan oksigen miokard
tinggi. Angina yang terjadi waktu istirahat atau cepat memburuk disebut 'angina tak stabil'
(unstable angina) dan biasanya menunjukkan penyakit koroner yang kritis. Nyeri angina yang
berlangsung lebih dari tiga puluh menit dan terutama disertai dengan berkeringat, mual, dan
muntah, perlu dicurigai sebagai infark miokard. Nyeri seperti tusukan atau episode nyeri yang
berlangsung hanya beberapa detik menunjukkan penyebab muskuloskeletal yang dikenal
sebagai "musculoskeletal pain".
Pasien biasanya lebih sering menyatakan sesak napas pada waktu aktivitas daripada
nyeri dada, tetapi jika didesaklebih rinci, seringkali keluhan tersebut merupakan rasa berat di
tengah dada (angina) yang menyebabkan kesulitan mengembangkan dada. Akan tetapi sesak
napas ini dapat juga berkaitan dengan disfungsi ventrikel kiri yang terjadi pada iskemia
miokard. Gejala lain yang dapat berkaitan dengan iskemia miokard termasuk cegukan,
kembung, mual, danpusing, dengan tetap terkait pada aktivitas fisik. Gejala yang terjadi di
atas rahang dan di bawah pusar jarang merupakan akibat iskemia miokard.
Pendekatan Umum
Memeriksa dada, abdomen, dan tungkai pasien tanpa gangguan pakaian, dan menjaga
agar pasien tidak ragu-ragu menggunakan pakaian pemeriksaan yang tersedia dan mudah
dibuka. Pemeriksa seharusnya sudah membuat observasi umum tentang sikap, keragu-raguan,
atau pun tingkat kerjasama pasien. Pada saat pasien sudah berbaring dengan nyaman, lakukan
observasi spesifik, seperti pola pernapasan, adanya depresi, keadaan umum, dan habitus
pasien.
Kepala
Leher
Palpasilah tiroid dan jika dicurigai adanya gondok, auskultasilah kelenjar tiroiduntuk
mencari bising (bruit), kemudian periksalah denyut nadi karotis dan gelombang vena
jugularis.
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi
Palpasi
Auskuktasi
Auskultasi jantung merupakan keahlian yang paling sulit dipelajari mahasiswa dan
tidak ada cara-cara lain untuk mendalaminya selain pengalaman. Semakin sering dan banyak
variasi kondisi-kondisi jantung yang didengarkan semakin mudah dan piawai pemeriksa
tersebut. Secara teoretis pengetahuan ini penting tetapi tanpa kemampuan menempatkannya
dalam praktik klinis, nilainya kurang. Sebelum menjelaskan tanda-tanda yang ditemukan
dalam penyakit jantung, akan bermanfaat jika dijelaskan siklus jantung normal dan apa-apa
yang terjadi.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan
di jantung antara lain :
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan Elektrokardiografi
Pemeriksaan Radiologi
Uji Invasif
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah yang dapat dilakukan antara lain :
d. Pemeriksaan lipid
Hiperlipidemia merupakan penyebab yang seringkali menyertai penyakit jantung
f. Pemeriksaan serologi
Diperlukan unyuk mengetahui penyakit jaringan ikat, infeksistreptokokus
g. Kultur darah
Diperlukan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya endokarditisinfektif
Pemeriksaan Elektrokardiografi
Tujuan pemeriksaan EKG adalah menilai fungsi jantung ( kecepatandenyut, irama dan
hantaran listrik), mendiagnosa kelainan irama jantung (blockade jantung, aritmia),
mendiagnosa penyakit jantung (infarkmiokard), mendeteksi efek ketidak seimbangan
elektrolit pada fungsi jantung (hiperkalemia, hipokalemia, dll) serta mengevaluasi efek terapi)
pemberian obat - obatan jantung.
Pemeriksaan Radiologi
a. Foto thoraks
Pada pasien dengan gagal jantung ataupun penyakit katup seringkali terlihat gambaran rasio
kardio thoraks menjadi meningkat
b. Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi diperlukan untuk mengetahui adanyad efek katup, mengevaluasi
fungsi ventrikel kiri dan vegetasi katup pada endokarditis infektif
Uji invasif dilakukan melalui kateterisasi jantung. Indikasi kateterisasi jantung yaitu
angiografi koroner (angina) untuk menentukan terapi, sebelum operasi pada penyakit katup
untuk mengevaluasi anatomikoroner dan pada gagal jantung berat untuk transplantasi jantung.
Referensi:
Huon H, Gray, Keith D. Dawkins, lain A. Simpson & John M. Morgan. 2005. Lecture Notes
onCardiology. Erlangga.
8. DD PADA SKENARIO?
1. ANGINA PEKTORIS
Angina pektoris (AP) adalah rasa nyeri yang timbul karena iskemia miokardium. Biasanya
mempunyai karakteristik tertenteu:
Kualitas nyeri biasanya merupakan nyeri yang tumpul seperti rasa tertindih/berat di
dada, rasa desakan yang kuat dari dalam atau dari bawah diafragma. seperti diremas-
remas atau dada mau pecah dan biasanya pada keadaan yang berat disertai keringat
dingin dan sesak napas serta perasaan takut mati. Biasanya bukanlah nyeri yang
tajanm seperti rasa ditusuk-tusuk/diris sembilu, dan bukan pula mules. Tidak jarang
pasien mengatakan bahwa ia hanya merasa tidak enak di dadanya. Nyeri berhubungan
dengan aktivitas, hilang dengan istirahat; tapi tak berhubungan dengan gerakan pe
rnapasan atau gerakan dada ke kini dan kekanan. Nyeri juga dapat dipresipitasi oleh
stres fisik ataupun emosional.
Kuantitas: Nyeri yang pertama sekali timbul biasanya agak nyata. dari beberapa menit
sampai kurang dari 20 menit. Bila lebih dari 20 menit dan berat maka harus
dipertimbangkan sebagai angina tak stabil Unstable Angina Pectoris UAP) sehingga
dimasukkan ke dalam sindrom koroner memerlukan perawatan khusus. Nyeri dapat
dihilangkan dengan nitrogliserin sublingual dalam hitmgan detik sampai beberapa
menit. Nyeri tidak terus-menerus. tapi hilang timbul dengan intensitas yang makin
bertambah atau makin berkurang sampai terkontrol. Nyeri yang berlangsung terus-
menerus sepanjang hari, bahkan sampai berhari-hari biasanya bukanlah angina
pektoris.
Gradasi beratnya nyeri dada telah dibuat oleh "Canadian Cardiovascular Society" sebagi
berikut:
Klas I. Aktivitas sehari-hari seperti jalan kaki. berkebun, naik tangga 1-2 lantai dan
lain-lain tak menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada baru timbul pada latihan yang berat,
berjalan cepat serta terburu-buru waktu kerja atau bepergian
Klas II. Aktivitas sehari-hari agak terbatas, misalnya AP timbul bila melakukan
aktivitas lebih berat dari biasanya, seperti jalan kaki 2 blok. naik tangga lebih dari I
lantai atau terburu-buru, berjalan menanjak atau melawan angina dan lain-lain.
Klas III. Aktivitas sehari-hari nyata terbatas. AP timbul bila berjalan 1-2 blok. naik
tangga I lantai dengan kecepatan yang biasa.
Klas IV. AP bisa timbul waktu istirahat sekalipun. Hampir semua aktivitas dapat
menimbulkan angina, termasuk mandi, menyapu dan lain-lain.
Nyeri dada ada yang mempunyai ciri-ciri iskemik miokardium yang lengkap. sehingga
tak meragukan lagi untuk diagnosis, disebut sebagai nyeri dada (angina) tipikal; sedangkan
nyeri yang meragukan tidak mempunyai ciri yang lengkap dan perlu dilakukan pendekatan
yang hati- hati. disebut angina atipik. Nyeri dada lainnya yang sudah jelas berasal dari luar
jantung disebut nyeri non kardiak.
Untuk membantu menentukan nyeri tipikal atau bukan maka baiknya anamnesis
dilengkapi dengan mencoba menemukan adanya faktor risiko baik pada pasien atau
keluarganya seperti kebiasaan makan/kolesterol, DM. hipertensi, rokok, penyakit vaskular
lain seperti strok dan penyakit
Pada AP stabil, nyeri dada yang tadinya agak berat, sekalipun tidak atau tanpa
pengobatan. kemudian menetap (misalnya beberapa hari sekali, vaskular perifer, obesitas,
kurangnya latihan dan lain-lain. termasuk UAP. berangsur-angsur turun kuantitas dan
intensitasnya dengan atau baru timbul pada beban/stres yang tertentu atau lebih berat dari
sehari-harinya)
Pada sebagian pasien lagi nyeri dadanya bahkan berkurang terus sampai akhirnya
menghilang, yaitu menjadi asimtomatik, walaupun sebetulnya adanya iskemia tetap dapat
terlihat misalnya pada EKG istirahatnya, keadaan yang disebut sebagai "silent iskhemia":
sedangkan pasien-pasien lainnya lagi yang telah menjadi asimtomatik, EKG istirahatnya
normal pula, dan iskemia baru terlihat pada stres tes.
PEMERIKSAAN FISIS
Tak ada hal-hal yang khusus pada pemeriksaan fisik. Sering memeriksa fisis normal
pada jumlah pasien. Mungkin pemeriksaan fisis yang dilakukan waktu dada dapat
menemukan keberadaan aritmia. gallop bahkan murmur, split S2 paradoksal, ronki basah
dibagian basal Paru, yang hilang lagi pada waktu nyeri sudah berhenti. Penemuan ada tanda-
tanda aterosklerosis umumnya seperti sklerosis A. Carotis. aneurisma abdomen, nadi dorsum
paedis / tibialis posterior tidak teraba, penyakit valvular karena sklerosis. adanya hipertensi.
LVH, xatoma. kelainan fundus mata dan lain-lain, tentu sangat membantu.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
DIAGNOSTIK
Pedoman yang disusun oleh AHA telah cukup lengkap untuk melakukan pemeriksaan
dan penatalaksanaan yang efektif dan efisien bagi pasien PJK, sehingga ia digunakan sebagai
dasar penyusunan pedoman-pedoman yang disetujui berikut ini. Untuk memastikan memang
ada iskemia miokardium sebagai penyebab nyeri maka dibutuhkan beberapa pemeriksaan:
Dikerjakan bila belum dapat dipastikan bahwa nyeri dada adalah non kardiak. Bila
angina tidak tipikal maka EKG ini hanya dapat ditempatkan jika pada 50% pasien. Kelainan
EKG 12 sadapan yang khas adalah perubahan ST-T yang sesuai dengan iskemia miokardium.
Akan tetapi perubahan-perubahan lain ke arah faktor risiko seperti LVH dan ada Q abnormal
sangat berarti untuk keuangan. Gambaran EKG lainnya tidak seperti aritmia, BBB, blok bi
atau trifasikular, dan sebaginya. EKG waktu istirahat sementara dapat memulihkan
ditemukannya kelainan yang sesuai dengan iskemia sampai 50% lagi, meskipun EKG waktu
istirahat masih normal. Depresi ST-I mm atau lebih merupakan pertanda iskemia yang
spesifik, sedangkan perubahan-perubahan lainnya seperti takikardia. BBB, blok fasikular dan
lain-lain, ditambahkan yang kembali normal pada waktu dikonsumsi hilang sesuai pula untuk
iskemia.
b. Foto Toraks
Pemeriksaan ini dapat melihat contoh adanya kalsifikasi koroner atau katup jantung,
tanda-tanda lain, misalnya pasien menderita juga gagal jantung. penyakit jantung katup,
perikarditis, dan anurisma dissekan. serta pasien-pasien yang menderita nyeri dada karena
kelainan paru-paru
Penting sekali dilakukan pada pasien-pasien yang amat dicurigao, termasuk kelainan
EKG seperti BBB dan ST depresi ringan. Begitu pula pada pasien-pasien dengan angina
vasospastik; Sementara pada pasien-pasien dengan mengeluarkan iskemianya rendah, minum
obat digoksin, dengan ST depresi kurang dari I mm boleh saja dikerjakan, meskipun
sebenamya tak perlu. Kontra indikasinya misalnya AMI kurang dari 2 hari, aritmia berat
dengan hemodinamik tergansgu, gagal jantung manifes, emboli Paru dan infark Paru,
perikarditis dan miokarditis akut, diseksi aorta. Kontraindikasi relatif misalnya stenosis LM.
Sebagai moderat atau obstruksi "pengeluaran" lainnya, kelainan elektrolit, hipertensi sistolis>
200 dan diastolis> 100 mm Hg, bradi atau takiaritmia, kardiomiopatia hipertrofik, UAP (yang
terkait dengan risiko yang lebih rendah dan semakin bebas kekhawatiran). dan pemantauan
fisik yang menyulitkan melakukan tes ini Treadmill Latihan Tes memiliki sensitivitas dan
spesifistas masing - masing sebesar 68% +/- 16% dan 77% +/- 17%. Tes ini benar
sensitivitasnya lebih rendah dari stress test lainnya.
d. Ekokardiografi
Pemeriksaan stres ekokardiografi ini bermanfaat pada pasien yang dicurigai menderita
APS EKG saat istirahat yang menunjukkan ST depresi I mm atau lebih atau lebih dianggap
sebagai perbedaan WPW Kedua tes ini bermanfaat juga pada pasien pra revaskularisasi atau
pasien-pasien dengan pacu jantung atau LBBB. Stres ekokardiografi dengan memakai obat-
obatan bermanfaat dilakukan pada pasien-pasien yang tidak dapat stres dengan latihan atau
yang akan dilakukan revaskularisasi (dengan PCI atau CABG). Tes-tes ini kurang bermanfaat
yang dapat dilakukan pada pasien-pasien yang sudah pasti membutuhkan atau disediakan
samasekali belum jelas menderita iskemia miokardium. Pemeriksaan-pemeriksaan stres tes ini
dapat diterapkan juga untuk pasien-pasien asimtomatik, terutama pada pasien-pasien
asimtomatik yang berisik tinggi. Sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan stres pada 60-85%,
sedangkan pemeriksaan dengan radionuklir kira-kira kira-kira antara 80-90%. Selain untuk
pengujian, pengujian ini juga dapat digunakan untuk stratifikasi, prognostik, serta evaluasi
pasien yang telah dilakukan revaskularisasi dengan PCI atau CABG. Dengan dukungan
pemeriksaan noninvasif ini dapatlah digolongkan pasien-pasien ke dalam risiko ringan,
sedang dan tinggi.
f. Angiografi Koroner
Pemeriksaan pasien yang diperlukan pada pasien-pasien yang tetap pada APS
klas 11I-IV yang memerlukan terapi yang memadai, atau pasien-pasien dengan risiko tinggi
tanpa mempertimbangkan angina, serta pasien-pasien yang memerlukan bantuan dari
serangan aritmia ventrikel yang berat sampai henti jantung, yang telah berhasil diatasi. Begitu
pula perlunya pemeriksaan ini pada pasien-pasien yang gagal jantung dan pasien-pasien yang
kritis klinisnya tergolong risiko tinggi Pemeriksaan ini diperlukan juga untuk pasien-pasien
yang berhubungan dengan disfungsi ventrikel kiri (EF kurang dari 45%) karena dengan
angina klas 1- II dan pemeriksaan tidak invasif tidak menentukan risiko tinggi, serta pasien-
pasien yang tidak dapat ditentukan status koronernya dengan pemeriksaan non invasive.
Keterbatasan angiografi koroner misalnya adalah ia tidak dapat menentukan fungsi
miokardium berdasarkan stenosis ko yang ada dan tidak sensitif dalam menentukan ada
trombus. Lagipula ia juga dapat menyebabkan plak sklerosis yang akan menyebabkan
berkembangnya menjadi UAP, yang tergantung pada isi dan kapsul plak tersebut. Tidak
jarang plak yang demikian biasanya menunjukkan stenosis 50%. Dengan tambahan berat
disfungsi LV, angiogarfi koroner bermanfaat sekali untuk stratifikasi prognostik, yang
berkorelasi dengan jumlah pembuluh darah yang memerlukan stenosis, yaitu 1, 2, 3 kapal
atau LM. Kelangsungan hidup 12 untuk pasien dg 0.1.2.3 kapal masing-masing2 91% 745
59% dan 40%, sedangkan LV fungsi sistolis dengan 100%, 35-49% dan <35% melalui - ikut
adalah 73%, 54% dan 21%. EF 50-100%, 35-49% dan <35% berturut-turut adalah 73%, 54%
dan 21%.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan terdiri dari farmakologis dan non farmakologis seperti penurunan BB dan
lain-lain, termasuk reperfusi dengan cara intervensi atau pembedahan pintas (CABG)
Bila ada 2 cara terapi yang sama efektif angina, maka yang dipilih adalah terapi yang terbukti
lebih efektif mencegah serangan jantung dan Menghentikan kematian. Pada stenosis LM
misalnya, bedah pintas lebih dipilih karena lebih efektif terhindar dari kematian.
Memang lebih populer terapi farmakologis adalah untuk segera mengendalikan angina dan
memperbaiki kualitas hidup, tetapi disetujui telah terbukti terapi farmakologis yang mencegah
serangan jantung dan juga kematian, misalnya statin sebagai obat penurun lemak darah.
Koroner.
FARMAKOLOGIS
• Aspirin
• Penyekat beta.
• Angiotensin converting
enzyme, terutama bila disertai hipertensi atau disfungsi LV
• Pemakaian obat-obatan
untuk penurunan LDL pada pasien-pasien dengan LDL >130 mg/dl (target >100 m/dl)
• Nitrogliserin
semprot/sublingual untuk mengontrol angina
• Antagonis Ca atau
nitrat jangka panjang dan kombinasinya untuk tambahan beta bloker apabila ada kontra
indikasi penyekat beta, atau efek samping tak dapat ditolerir atau gagal.
• Klopidogrel untuk
pengganti aspirin yang terkontraindikasi mutlak.
• Antagonis Ca
nondihidropirin long acting sebagai pengganti penyekat beta untuk terapi permulaan
NON FARMAKOLOGIS
Di samping mengeluarkan oksigen dan istirahat pada saat datangnya serangan angina
misalnya, maka hal-hal yang telah disebut di atas seperti perubahan gaya hidup (termasuk
berhenti merokok dan lain-lain), penurunan BB, diet, olahraga teratur dan lain-lain,
merupakan terapi non farmakologis yang diharapkan semuanya ini, termasuk pula perlunya
obat yang dapat diterima sesuai yang diminta dokter dan mengendalikan faktor risiko, serta
jika perlu melibatkan kesehatan dalam pendidikan, dapat dimasukkan juga ke dalam
pendidikan (pendidikan).
Referensi :
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009. Buku Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III. Jakarta : InternaPublishing. Halaman 1626-1628.
2. PENYAKIT JANTUNG KRONER (PJK)
1. Definisi
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung akibat otot jantung
kekurangan darah karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner. Pada waktu jantung
harus bekerja lebih keras terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan oksigen, hal
inilah yang menyebabkan nyeri dada. Kalau pembuluh darah tersumbat sama sekali,
pemasokan darah ke jantung akan terhenti dan kejadian inilah yang disebut dengan serangan
jantung. Adanya ketidakseimbangan antara ketersedian oksigen dan kebutuhan jantung
memicu timbulnya PJK (Huon, 2002). Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013,
secara klinis PJK ditandai dengan nyeri dada atau terasa tidak nyaman di dada atau dada
terasa tertekan berat ketika sedang mendaki, kerja berat ataupun berjalan terburu-buru pada
saat berjalan di jalan datar atau berjalan jauh. Pemeriksaan Angiografi dan Elektrokardiogram
(EKG) digunakan untuk memastikan terjadinya PJK. Hasil pemeriksaan EKG yang
menunjukkan terjadinya iskemik merupakan salah satu tanda terjadinya PJK secara klinis
(Soeharto dalam Haslindah, 2015).
2. Etiologi
3. Epidemiologi
4. Faktor Resiko
Faktor risiko dapat berupa semua faktor penyebab (etiologi) ditambah dengan faktor
epidemiologis yang berhubungan secara independen dengan penyakit. Faktor – faktor utama
penyebab serangan jantung yaitu perokok berat, hipertensi dan kolesterol. Faktor pendukung
lainnya meliputi obesitas, diabetes, kurang olahraga, genetik, stres, pil kontrasepsi oral dan
gout (Huon, 2002).
Faktor risiko seperti umur, keturunan, jenis kelamin, anatomi pembuluh koroner dan faktor
metabolisme adalah faktor-faktor alamiah yang sudah tidak dapat diubah. Namun ada
berbagai faktor risiko yang justru dapat diubah atau diperbaiki. Sangat jarang orang
menyadari bahwa faktor risiko PJK bisa lahir dari kebiasaaan hidup sehari-hari yang buruk
misalnya pola komsumsi lemak yang berlebih, perilaku merokok, kurang olaraga atau
pengelolaan stress yang buruk (Anies,2005).
Dari faktor risiko tersebut ada yang dikenal dengan faktor risiko mayor dan minor. Faktor
risiko mayor meliputi hipertensi, hiperlipidemia, merokok, dan obesitas sedangkan faktor
risiko minor meliputi DM, stress, kurang olaraga, riwayat keluarga, usia dan seks. Menurut
D.Wang (2005) faktor risiko PJK pada wanita meliputi :
1. Obesitas
2. Riwayat Keluarga
3. Diabetes Melitus
4. Kolesterol
5. Merokok
Menurut penelitian yang dilakukan Rosjidi dan Isro’in (2014) Perempuan lebih rentan
terserang penyakit kardiovaskular dibanding laki- laki. Beban faktor resiko penyakit
kardiovaskular perempuan lebih besar dari laki-laki adalah tingginya LDL, tingginya TG, dan
kurangnya aktivitas fisik. Tiga faktor resiko dominan penyakit kardiovaskular pada
perempuan adalah umur, hiperetnsi dan kolesterol tinggi.
5.Patofisiologi
Perkembangan PJK dimulai dari penyumbatan pembuluh jantung oleh plak pada
pembuluh darah. Penyumbatan pembuluh darah pada awalnya disebabkan peningkatan kadar
kolesterol LDL (low-density lipoprotein) darah berlebihan dan menumpuk pada dinding arteri
sehingga aliran darah terganggu dan juga dapat merusak pembuluh darah (Al fajar, 2015).
Penyumbatan pada pembuluh darah juga dapat disebabkan oleh penumpukan lemak disertai
klot trombosit yang diakibatkan kerusakan dalam pembuluh darah. Kerusakan pada awalnya
berupa plak fibrosa pembuluh darah, namun selanjutnya dapat menyebabkan ulserasi dan
pendaeahan di bagian dalam pembuluh darah yang menyebabkan klot darah. Pada akhirnya,
dampak akut sekaligus fatal dari PJK berupa serangan jantung (Naga, 2012).
Pada umumnya PJK juga merupakan ketidakseimbangan antara penyedian dan kebutuhan
oksigen miokardium. Penyedian oksigen miokardium bisa menurun atau kebutuhan oksigen
miokardium bisa meningkat melebihi batas cadangan perfusi koroner peningkatan kebutuhan
oksigen miokardium harus dipenuhi dengan peningkatan aliran darah. gangguan suplai darah
arteri koroner dianggap berbahaya bila terjadi penyumbatan sebesar 70% atau lebih pada
pangkal atau cabang utama arteri koroner. Penyempitan <50% kemungkinan belum
menampakkan gangguan yang berarti. Keadaan ini tergantung kepada beratnya
arteriosklerosis dan luasnya gangguan jantung (Saparina, 2010).
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik PJK yang klasik adalah angina pektoris ialah suatu sindroma klinis
dimana didapatkan nyeri dada yang timbul pada waktu melakukan aktifitas karena adanya
iskemik miorkard. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi >70% penyempitan pembuluh
darah koronaria. Keadaan ini bisa bertambah menjadi lebih berat dan menimbulkan sindroma
koroner akut (SKA) atau yang dikenal sebagai serangan jantung mendadak (Anies, 2006).
Sindrom koroner akut ini biasanya berupa nyeri seperti tertekan benda berat, rasa tercekik,
ditinju, ditikam, diremas, atau rasa seperti terbakar pada dada. Umumnya rasa nyeri dirasakan
dibelakang tulang dada (sternum) disebelah kiri yang menyebar ke seluruh dada. Rasa nyeri
dapat menjalar ke tengkuk, rahang, bahu, punggung dan lengan kiri. Keluhan lain dapat
berupa rasa nyeri atau tidak nyaman di ulu hati yang penyebabnya tidak dapat dijelaskan.
Sebagian kasus disertai mual dan muntah, disertai sesak nafas, banyak berkeringat, bahkan
kesadaran menurun (Huon, 2005).
7. Langkah-Langkah Diagnosis
Aktivitas listrik otot jantung ini penting untuk mendeteksi gejala awal penyakit jantung
koroner. Pemeriksaan EKG dilakukan pasien dalam posisi berbaring di atas tempat tidur.
Pemeriksaan ini baik untuk mendeteksi serangan jantung namun sering kurang
sensitive/akurat untuk penderita PJK stabil.
Pada pemeriksaan ini, pasien berjalan atau berlari pada sebuah alat treadmill di mana tingkat
beban latihan akan terus ditingkatkan untuk melihat toleransi/kemampuan jantung pasien.
Selama pemeriksaan berlangsung, dokter akan memonitor EKG, denyut jantung, dan tekanan
darah pasien secara bersamaan.
3. Multislices CT Scan Cardiac
Pemeriksaan ini dilakukan terutama untuk mendeteksi adanya PJK dengan melihat/memfoto
gambaran dari pembuluh darah koroner dan kondisi lebih mendetail pada struktur jantung
yang mungkin tidak nampak pada pemeriksaan lain.
5. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium umumnya yang berhubungan dengan faktor risiko PJK, dan
biasanya digunakan untuk stratifikasi risiko dan probabilitas awal penyakit jantung koroner
pada seorang individu.
8. Tata Laksana
Pedoman Tatalaksana Penyakit Kardiovaskuler di Indonesia tahun 2009 obat yang disarankan
untuk penderita PJK adalah
a. Golongan Nitrat
Terdapat bukti-bukti bahwa pemberian beta bloker pada pasien angina yang
sebelumnya pernah mengalami infarkmiokard, atau gagal jantung memiliki keuntungan dalam
prognosis. Berdasarkan data tersebut beta bloker merupakan obat lini pertama terapi angina
pada pasien tanpa kontraindikasi (Anonim, 2009).
Beta bloker dapat menimbulkan efek samping berupa gangguan pencernaan, mimpi buruk,
rasa capek, depresi, reaksi alergi blok AV, dan bronkospasme. Beta bloker dapat
memperburuk toleransi glukosa pada pasien diabetes juga mengganggu respon metabolik dan
autonomik terhadap hipoglikemik (Anonim, 2000). Dosis beta bloker sangat bervariasi untuk
propanolol 120-480/hari atau 3x sehari 10-40mg dan untuk bisoprolol 1x sehari 10-40mg.
Mekanisme kerja antagonis kalsium sebagai vasodilatasi koroner dan sistemik dengan
inhibisi masuknya kalsium melalui kanal tipe-L. Verapamil dan diltiazem juga menurunkan
kontraktilitas miokardium, frekuensi jantung dan konduksi nodus A V . Antagonis kalsium
dyhidropyridin (missal: nifedippin, amlodipin, dan felodipin) lebih selektif pada pembuluh
darah (Anonim, 2009).
Pemberian nifedipin konvensional menaikkan risiko infark jantung atau angina berulang 16%,
Penjelasan mengapa penggunaan monoterapi nifedipin dapat menaikkan mortalitas karena
obat ini menyebabkan takikardi refleks dan menaikkan kebutuhan oksigen miokard
(Anonima, 2006). Dosis untuk antagonis kalsium adalah nifedipin dosis 3x5-10mg, diltiazem
dosis 3x30-60mg dan verapamil dosis 3x 40-80mg.
d. Obat antiplatelet
Aspirin bekerja dengan cara menekan pembentukan tromboksan A2 dengan cara menghambat
siklooksigenase dalam platelet (trombosit) melalui asetilasi yang ireversibel. Kejadian ini
menghambat agregasi trombosit melalui jalur tersebut. Sebagian dari keuntungan dapat terjadi
karena kemampuan anti inflamasinya dapat mengurangi ruptur plak (Anonima, 2006).
ACE-I merupakan obat yang telah dikenal luas sebagai obat antihipertensi, gagal
jantung, dan disfungsi ventrikel kiri. Sebagai tambahan, pada dua penelitian besar
randomizedcontrolled ramipril dan perindopril penurunan morbiditas dan mortalitas
kardiovaskular pada pasien penyakit jantung koroner stabil tanpa disertai gagal jantung.
ACE-I merupakan indikasi pada pasien angina pectoris stabil disertai penyakit penyerta
seperti hipertensi, DM, gagal jantung, disfungsi ventrikel kiri asimtomatik, dan pasca
infarkmiokard. Pada pasien angina tanpa disertai penyakit penyerta pemberian ACE-I perlu
diperhitungkan keuntungan dan resikonya (Anonim, 2009). Dosis untuk penggunaan obat
golongan ACE-I untuk captopril 6,25-12,5 mgtigakali sehari. Untuk ramipril dosis awal 2,5
mg dua kali sehari dosis lanjutan 5 mgduakali sehari, lisinopril dosis 2,5-10 mg satu kali
sehari (Lacyetal, 2008).
g. Anti kolesterol
Statin menurunkan resiko komplikasi atherosklerosis sebesar 30% pada pasien angina
stabil. Beberapa penelitian juga menunjukkan manfaat statin pada berbagai kadar kolesterol
sebelum terapi, bahkan pada pasien dengan kadar kolesterol normal. Terapi statin harus slalu
dipertimbangkan pada pasien jantung koroner stabil dan angina stabil. Target dosis terapi
statin untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler sebaiknya berdasarkan
penelitian klinis yang telah dilakukan dosis statin yang direkomendasi adalah simvastatin 40
mg/hr, pravastatin 40 mg/hr, dan atorvastin 10 mg/hr. Bila dengan dosis diatas kadar
kolesterol total dan LDL tidak mencapai target, maka dosis dapat ditingkatkan sesuai
toleransi pasien sampai mencapai target (Anonim, 2009).
Statin juga dapat memperbaiki fungsi endotel, menstabilkan plak, mengurangi pembentukan
trombus, bersifat anti inflamasi, dan mengurangi oksidasi lipid. Statin sebaiknya diteruskan
untuk mendapatkan keuntungan terhadap kelangsungan hidup jangka panjang (Anonima,
2006). Kontraindikasi pasien dengan penyakit hati yang aktif, pada kehamilan dan menyusui.
Efek samping miosis yang reversibel merupakan efek samping yang jarang tapi bermakana.
Statin juga menyebabkan sakit kepala, perubahan nilai fungsi ginjal dan efek saluran cerna
(Anonim, 2000).
9. Pencegahan
Menurut M.N.Bustan (2007) upaya pencegahan PJK dapat meliputi 4 tingkat upaya :
2. Pencegahan primer, yaitu upaya awal pencegahan PJK sebelum seseorang menderita.
Dilakukan dengan pendekatan komunitas dengan pendekatan komuniti berupa
penyuluhan faktor-faktor risiko PJK terutama pada kelompok usia tinggi. Pencegahn
primer ditujukan kepada pencegahan terhadap berkembangnya proses artherosklerosis
secara dini, dengan demikian sasaranya adalah kelompok usia muda.
3. Pencegah sekunder, yaitu upaya pencegahan PJK yang sudah pernah terjadi untuk
berulang atau menjadi lebih berat. Pada tahap ini diperlukan perubahan pola hidup dan
kepatuhan berobat bagi mereka yang pernah menderita PJK. Upaya peningkatan ini
bertujuan untuk mempertahankan nilai prognostik yang lebih baik dan menurunkan
mortalitas.
4. Pencegan tersier, yaitu upaya mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat atau
kematian.
Referensi:
Kusuma, D., Hanif, M., 2004, Patofisiologis Penyakit Jantung Koroner, Buku Ajar
Kardiologi, Editor Rilantono, L. S., Baraas, F., Karo, S. K., Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Majid, A., 2007, Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan, dan Pengobatan
Terkini
Soeharto, 2001, Pencegahan dan Penyembuhan Penyakit Jantung Koroner, Edisi Kedua,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Perubahan Gaya Hidup (PGH) merupakan ujung tombak usaha pencegahan PJK. Yang
harusdilakukan adalah:
Diet rendah lemak trans dan jenuh. Konsumsi asam lemak omega 3, buah,
sayur segar dan kacang- kacangan.
2. Terapi medikamentosa
Obat Penurun Kolesterol. Kolesterol LDL adalah akteutamaatero sklerosis karena itu menjadi
target utama dalam terapi lipid.Obat penurun lipid yang biasa dipakai adalah: statin, fibrat,
bile acid squestrans, niasindan ezetimibe. Diantara semua golongan obat yang ada yang
paling efektif adalah statìn.Seberapa jauh kita turunkan kadar kolesterol tergantung dari posisi
pasien dalam kategori yang mana.
Statin. Statin merupakano bat yang amandan di- toleransi dengan baik.
Sekarang ini merupakan pilihan pertama untuk menurunkan k-LDL.
Tergantung jenis dan dosisnya, statin dapat menurunkan k-LDL lebihdari 55%
dan trigliserida (TG) lebihdari 30% serta dapat menaikkan k-HDL lebih dari
15%. Statin akan memberikan keuntungan yang paling besarpada orang
dengan risiko tinggi. Dosis yang diberikan bias cukup besar karena mungkin
harus menurunkan 30%-40% dari kadar awalnya, karena itu mungkin
diperlukan beberapa kali peningkatan dosis (Gambar 4). Harus diberitahukan
kepada pasien bagaimana pilihan-pilihan obat dan mengevaluasi hasilnya.
Sasaran harus sudah bias tercapai dalam 6 minggu. (Gambar 6). Bisa terjadi
efek samping terhadap liver tetapi jarang, karena itu disarankan untuk
pemeriksaan fungsi liver sebelum memberikan statin dan dievaluasi secara
berkala setiap 6 bulan.
Fibrat. Merupakan obat tunggal yang paling efektif untuk orang dengan TG
yang sangat tinggi dan bias digunakan sebagai obat tambahan apa bila dengan
statin TG masih tetap tinggi. Masalah utamanya adalah efek samping
gastrointestinal dan kemungkinan terbentuknya batu empedu serta interaksi
dengan obat lain. Apabila dipakai fenofibratakan mengurangi kemungkinan
efek interaksi dengan obat lain.
Niasin (asam Nikotinat). Pemberian niasin dalam dosis 1-2 g/hari dapat
menurunkan kadar TG, k-LDL, k-HDL. Penurunan TG biasa sampai>50% dan
k-LDL >25%. Tetapi masalah utamanya adalah efek sampingnya yaitu
kemerahan dimuka (flushing) dan di badan, juga efek samping gastro-
intestinalnya. Peningkatan dosis secara pelan-pelan akan mengurangi efek
samping tersebut. Niasin tunggal atau sebagai kombinasi dengan statin
merupakan alternative terapi pada pasein dengan dislipidemia aterogenik.
(Gambar 5)
Bile acid squestrant. Bekerja di intestine mengikat asam empedu dan tidak
diabsorbsi, karena itu aman untuk anak-anak, wanita hamil dan menyusui.
Terutama menurunkan k-LDL tetapi bisa juga menaikkan TG. Karena itu tidak
dianjurkan pada pasien dengan TG yang tinggi.
Aspirin. Aspirin akan menurunkan aktivitas trombosit. Selain itu juga akan
menurunkan ekspresi mediator- mediator inflamasi (misalnya: CRP, TNF, IL-
6 dan I-CAM) dan menghambat proliferasi sel otot polos vaskular.-Hormon
Replacement Therapy (Terapi Sulih Hormon). Dapat menurunkan ICAM-1,
VCAM-1 dan E-Selectin.
Terjemah Arti: Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu
dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat
bagi orang-orang yang beriman.