LAPORAN PBL
MODUL 1 ”GANGGUAN TUMBUH KEMBANG”
BLOK SISTEM TUMBUH KEMBANG
Kelompok: 11B
TUTOR:
dr. Muh. Erwin Rachman, M. Kes, Sp. S
Disusun Oleh :
Imam Hidayat 11020180126
Andi Ayesha Ananda Irwan 11020180134
Andri As’ad 11020180141
Muhammad Yunus Maeta 11020180148
Yugni Maula Thahira 11020180154
Nuzul Shafira Alie 11020180192
Fahmi Satrio Hidayat 11020180196
Ismi Nurlaely Nawir 11020180209
Muhammad Rifqi Mudhoffar 11020180217
Indadzi Arsy Iwan 11020180230
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya
sehingga laporan hasil Tutorial dari kelompok 2B ini dapat terselesaikan dengan baik.
Tak lupa kami kirimkan salam dan shalawat kepada junjungan kita yakni Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam yang penuh kebodohan
menuju ke alam yang penuh dengan ilmu.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah
membantu dalam pembuatan laporan ini dan khususnya kepada dr. Muh. Erwin
Rachman, M. Kes, Sp. S yang telah banyak membantu selama proses Tutorial. Dan
kami juga mengucapkan permohonan maaf kepada setiap pihak jika dalam proses
Tutorial kami telah berbuat salah, baik disengaja maupun tidak disengaja.
Semoga laporan hasil PBL ini dapat bermanfaat bagi setiap pihak yang telah
membaca laporan ini dan khusunya bagi tim penyusun sendiri. Diharapkan setelah
membaca laporan ini dapat memperluas pengetahuan pembaca mengenai sistem
Tumbuh Kembang.
Kelompok 2B
SKENARIO 1
Baso dibawa ibunya ke Puskesmas tgl 1 April 2020, untuk melanjutkan imunisasi. Lahir
tanggal 20-Januari-2019. BBL 2100 gram, PB 45 cm dan LK 30 cm. Riwayat anak lahir dengan
usia gestasi 34 minggu dan segera menangis. Dalam perawatan Baso mengalami kuning hari
ke-4. Bilirubin total 7 mg/dl, Bilirubin direk 1 mg/dl. Anak makan apa yang disajikan di rumah,
ASI + Susu Formula sampai usia 6 bulan. Buku KIA, Imunisasi 1 bulan BCG, OVP; 2 bulan DTP,
Hib, Hep.B, OVP; 3 bulan DTP, Hib, Hep.B. OVP.
Kata Sulit: -
Kata Kunci:
1. Baso dibawa ibunya ke Puskesmas tgl 1 April 2020
2. Lahir tgl 20 Jan 2019, BBL 2100 gr, PB 45 cm, LK 30 cm.
3. Riw anak lahir usia gestasi 34 minggu segera menangis
4. Baso alami kuning hari ke-4, bilirubin total 7 mg/dl, bilirubin direk 1 mg/dl
5. Makan apa saja dirumah, asi+susu formula 6 bulan
6. Imunisasi 1 bulan bcg, ovp; 2 bulan dtp, hib, hep. B, ovp; 3 bln dtp, hib, hep
b, ovp
7. Pada pemeriksaan BB 7200 gram, PB 70 cm, LK 42 cm.
8. Pemeriksaan perkembangan: duduk mandiri, merangkak, belum bisa berdiri
dengan pegangan, papa mama spesifik, menoleh ke sumber suara,
melambaikan tangan, memasukkan benda ke wadah.
9. Pemeriksaan Nn. cranialis: tak ada kelainan, refleks fisiologis dan patologik
tak ada kelainan. Baso lebih banyak digendong karena rewel.
Pertanyaan:
1. Apa saja aspek penilaian tumbuh kembang anak?
2. Factor resiko apa saja yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak?
3. Apa yang menyebabkan bayi kuning pada hari ke-4?
4. Bagaimana hubungan bayi yang sering digendong dengan perkembangan
motoric kasar pada anak?
5. Bagaimana status perkembangan anak yang dinilai dari grow chart?
6. Jelaskan imunisasi apa saja yang diberikan pada anak berdasarkan scenario?
7. Bagaimana tatalaksana berdasarkan scenario?
8. Bagaimana perspektif islam terkait scenario?
Jawaban:
2. Factor resiko apa saja yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak?
Secara umum terdapat dua faktor utama yang berpengaruh terhadap
tumbuh kembang anak, yaitu:
1. Faktor genetik.
Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil
akhir proses tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetik yang
terkandung di dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas
dan kuantitas pertumbuhan. Ditandai dengan intensitas dan kecepatan
pembelahan, derajat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur
pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang. Gangguan pertumbuhan di
negara maju lebih sering diakibatkan oleh faktor genetik. Sedangkan di
negara yang sedang berkembang, gangguan pertumbuhan selain
diakibatkan oleh faktor genetik, juga factor lingkungan yang kurang memadai
untuk tumbuh kembang anak yang optimal. Disamping itu, banyak penyakit
keturunan yang disebabkan oleh kelainan kromosom, seperti sindrom
Down, sindrom Turner, dll.
2. Faktor lingkungan.
Lingkungan ini merupakan lingkungan “bio-fisiko-psiko-sosial” yang
mempengaruhi individu setiap hari, mulai dari konsepsi sampai akhir
hayatnya. Faktor lingkungan ini secara garis besar dibagi menjadi:
a. Faktor lingkungan yang mempengaruhi anak pada waktu masih di dalam
kandungan (faktor prenatal).
b. Faktor lingkungan yang mempengaruhi tumbuh kembang anak setelah lahir
(factor postnatal).
FAKTOR LINGKUNGAN PRANATAL
1. Gizi ibu pada waktu hamil.
Anak yang lahir dari ibu yang gizinya kurang dan hidup di lingkungan
yang sederhana maka akan mengalami kurang gizi dan mudah terkena
infeksi dan selanjutnya akan menghasilkan wanita dewasa yang berat dan
tinggi badannya kurang
2. Mekanis.
Trauma dan cairan ketuban yang kurang dapat menyebabkan kelainan
bawaan pada bayi yang dilahirkan. Demikian pula dengan posisi
janin pada uterus dapat mengakibatkan dislokasi panggul, tortikolis
kongenital, palsi fasialis, atau kranio tabes.
3. Toksin/zat kimia.
Masa organogenesis adalah masa yang sangat peka terhadap
zat-zat teratogen. Misalnya obat-obatan seperti thalidomide, phenitoin,
methadion, obat-obat anti kanker, dan lain sebagainya dapat
menyebabkan kelainan bawaan. Demikian pula dengan ibu hamil yang
perokok berat/peminum alkohol kronis sering melahirkan bayi berat badan
lahir rendah, lahir mati, cacat, atau retardasi mental. Keracunan logam
berat pada ibu hamil, misalnya karena makan ikan yang terkontaminasi
merkuri dapat menyebabkan mikrosefali dan palsi serebralis.
4. Endokrin.
Hormon-hormon yang mungkin berperan pada pertumbuhan
janin, adalah somatotropin, hormon plasenta, hormon tiroid, insulin
dan peptida-peptida lainnya.Somatotropin (growth hormone) disekresi
oleh kelenjar hipofisis janin sekitar minggu ke-9. Produksinya terus
meningkat sampai minggu ke-20, selanjutnya menetap sampai lahir.
Hormon plasenta (human placental lactogen = hormon chorionic
somatromammotropic), Hormon-hormon tiroid seperti TRH (Thyroid
Releasing Hormon), TSH (Thyroid Stimulating Hormon), T3 dan T4 sudah
diproduksi oleh janin sejak minggu ke-12. Pengaturan oleh hipofisis sudah
terjadi pada minggu ke-13.
Kadar hormon ini makin meningkat sampai minggu ke-24, lalu konstan.
jika terdapat defisiensi hormone tersebut, dapat terjadi gangguan pada
pertumbuhan susunan saraf pusat yang dapat mengakibatkan retardasi
mental. Insulin mulai diproduksi oleh janin pada minggu ke-11, lalu
meningkat sampai bulan ke-6 dan kemudian konstan. Berfungsi untuk
pertumbuhan janin melalui pengaturan keseimbangan glukosa darah,
sintesis protein janin, dan pengaruhnya pada pembesaran sel sesudah
minggu ke-30. Cacat bawaan sering terjadi pada ibu diabetes yang
hamil dan tidak mendapat pengobatan pada trimester I kehamilan, umur
ibu kurang dari 18 tahun/lebih dari 35 tahun, defisiensi yodium pada waktu
hamil.
5. Infeksi.
Infeksi intrauterin yang sering menyebabkan cacat bawaan
adalah TORCH Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes
Simplex. Sedangkan lainnya yang juga dapat menyebabkan
penyakit pada janin adalah varisela, Coxsackie, Echovirus, malaria,
lues, HIV, polio, campak, listeriosis, leptospira, mikoplasma, virus
influensa, dan virus hepatitis. Diduga setiap hiperpireksia pada ibu hamil
dapat merusak janin.
6. Stres
Yang dialami ibu pada waktu hamil dapat mempengaruhi tumbuh
kembang janin, antara lain cacat bawaan, kelainan kejiwaan, dll.
7. Imunitas
Rhesus atau ABO inkomtabilitas sering menyebabkan abortus, hidrops
fetalis, kern ikterus, atau lahir mati.
8. Anoksia embrio.
Menurunnya oksigenasi janin melalui gangguan pada plasenta
atau tali pusat, menyebabkan berat badan lahir rendah.
FAKTOR LINGKUNGAN POSTNATAL:
1. Faktor biologis (Ras/suku bangsa, Jenis kelamin, Umur, Gizi,
Hormon, Perawatan kesehatan, Kepekaan terhadap penyakit, dll).
2. Faktor fisik (Cuaca/musim, Sanitasi, Keadaan rumah, Radiasi).
3. Faktor psikososial (Stimulasi, Motivasi Belajar, Hadiah atau
hukuman, Stres, dll)
4. Faktor keluarga dan adat istiadat.
Ikterus Fisiologis
Ikterus Patologis
a) Ikterus Prahepatik
Karena produksi bilirubin yang meningkat yang terjadi pada hemolisis sel
darah merah. Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh:
Kelainan sel darah merah. Infeksi seperti malaria, sepsis. Toksin yang
berasal dari luar tubuh seperti: obat – obatan, maupun yang berasal dari
dalam tubuh seperti yang terjadi pada reaksi transfusi dan eritroblastosis
fetalis.
b) Ikterus Pascahepatik
Bendungan pada saluran empedu akan menyebabkan peninggian bilirubin
konjugasi yang larut dalam air. Akibatnya bilirubin mengalami akan
mengalami regurgitasi kembali kedalam sel hati dan terus memasuki
peredaran darah, masuk ke ginjal dan di eksresikan oleh ginjal sehingga
ditemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya karena ada bendungan
pengeluaran bilirubin kedalam saluran pencernaan berkurang sehingga tinja
akan berwarna dempul karena tidak mengandung sterkobilin.
c) Ikterus Hepatoseluler
Kerusakan sel hati menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu sehingga
bilirubin direk akan meningkat dan juga menyebabkan bendungan di dalam
hati sehingga bilirubin darah akan mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati
yang kemudian menyebabkan peninggian kadar bilirubin konjugasi di
dalam aliran darah. Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan: hepatitis,
sirosis hepatic, tumor, bahan kimia, dll.
Pada umur 12 bulan, bayi mulai dapat melangkah tanpa berpegangan. Rentang
umur anak untuk bisa berjalan sendiri bervariasi. Belajar keterampilan
motorik tidak bisa terjadi sampai anak siap secara matang. Tidak ada gunanya
mencoba mengajarkan gerakan keterampilan anak sebelum sistem saraf dan
otot berkembang dengan baik. Perkembangan motorik bayi terjadi secara
sefalokaudal dan proksimodistal.
Berdasarkan skenario, bayi ini sering digendong oleh bibi. Dengan kata lain,
bayi dengan usia 12 bulan yang apabila terus menerus di gendong maka
rangsangan stimulasi untuk mengembangkan motorik kasar dan motorik halus
menjadi berkurang.
Kesimpulannya, bayi ini dicurigai kurang stimulasi namun sistem saraf yang
normal atau tidak ada kelainan. Refleks-refleks ada dan berfungsi dengan
baik. Bayi ini mengalami sedikit keterlambatan perkembangan motorik kasar
akibat stimulasi yang kurang akibat digendong terus menerus oleh bibi.
Nama : Baso
RIWAYAT LAHIR
Lingkar kepala : 42 cm
PERTUMBUHAN ANAK
1. Berdasarkan Fenton Growth Chart
INTERPRETASI:
- BB: 10 - 50 (Normal)
- PB: 10 - 50 (Normal)
2. Berdasarkan WHO
INTERPRETASI:
- BB: 7200 gram (7,2 kg) → (-3 SD) → berat badan kurang
INTERPRETASI:
- PB: 70 cm → (<-3 SD) → sangat pendek
INTERPRETASI:
- Gizi: -2 SD → gizi kurang
INTERPRETASI:
- BB: < 5 (Underweight)
- PB: <5 (Pendek)
NILAI NORMAL:
6. Jelaskan imunisasi apa saja yang diberikan pada anak berdasarkan scenario?
Jenis-jenis vaksin
Imunisasi wajib merupakan imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah
untuk seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang
bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit menular tertentu.
Imunisasi wajib terdiri atas imunisasi rutin, imunisasi tambahan, dan
imunisasi khusus.
Imunisasi rutin merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan secara
terus-menerus sesuai jadwal. Imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar dan
imunisasi lanjutan. Berikut akan diuraikan macam vaksin imunisasi rutin
meliputi deskripsi, indikasi, cara pemberian dan dosis, kontraindikasi, efek
samping, serta penanganan efek samping.
Imunisasi dasar :
1. Vaksin BCG
Deskripsi :
Vaksin BCG merupakan vaksin beku kering yang mengandung
Mycrobacterium bovis hidup yang dilemahkan (Bacillus Calmette
Guerin), strain paris.
Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberkulosis.
Cara pemberian dosis :
Dosis pemberian: 0,05 ml, sebanyak 1 kali.
Disuntikkan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas
(insertio musculus deltoideus), dengan menggunakan ADS 0,05
ml.
Efek samping :
2–6 minggu setelah imunisasi BCG daerah bekas suntikan timbul bisul
kecil (papula) yang semakin membesar dan dapat terjadi ulserasi dalam
waktu 2–4 bulan, kemudian menyembuh perlahan dengan menimbulkan
jaringan parut dengan diameter 2–10 mm.
Penanganan efek samping :
Apabila ulkus mengeluarkan cairan perlu dikompres dengan cairan
antiseptik.
Apabila cairan bertambah banyak atau koreng semakin membesar
anjurkan orangtua membawa bayi ke ke tenaga kesehatan.
2. Vaksin DTP-HB-Hib
Deskripsi :
Vaksin DTP-HB-Hib digunakan untuk pencegahan terhadap difteri,
tetanus, pertusis (batuk rejan), hepatitis B, dan infeksi Haemophilus
influenzae tipe b secara simultan.
Kontra indikasi :
Kejang atau gejala kelainan otak pada bayi baru lahir atau kelainan saraf
serius .
Cara pemberian dosis :
• Vaksin harus disuntikkan secara intramuskular pada anterolateral
paha atas.
• Satu dosis anak adalah 0,5 ml.
Efek samping :
Reaksi lokal sementara, seperti bengkak, nyeri, dan kemerahan pada
lokasi suntikan, disertai demam dapat timbul dalam sejumlah besar kasus.
Kadang-kadang reaksi berat, seperti demam tinggi, irritabilitas (rewel),
dan menangis dengan nada tinggi dapat terjadi dalam 24 jam setelah
pemberian.
Penanganan efek samping :
• Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI
atau sari buah).
• Jika demam, kenakan pakaian yang tipis.
• Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
• Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam
(maksimal 6 kali dalam 24 jam).
• Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.
• Jika reaksi memberat dan menetap bawa bayi ke dokter
3. Vaksin Hepatitis B
Deskripsi :
Vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasikan dan bersifat non-
infecious, berasal dari HBsAg.
Kontra indikasi :
Penderita infeksi berat yang disertai kejang.
Cara pemberian dosis :
• Dosis 0,5 ml atau 1 (buah) HB PID, secara intramuskuler, sebaiknya
pada anterolateral paha.
• Pemberian sebanyak 3 dosis.
• Dosis pertama usia 0–7 hari, dosis berikutnya interval minimum 4
minggu (1 bulan).
Efek samping :
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan di sekitar
tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya
hilang setelah 2 hari.
Penanganan efek samping :
• Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI).
• Jika demam, kenakan pakaian yang tipis.
• Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
• Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam
(maksimal 6 kali dalam 24 jam).
• Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.
4. Vaksin polio oral (oral polio vaccine [OPV])
Deskripsi :
Vaksin Polio Trivalent yang terdiri dari suspensi virus poliomyelitis tipe
1, 2, dan 3 (strain Sabin) yang sudah dilemahkan.
Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomielitis.
Kontra indikasi :
Pada individu yang menderita immune deficiency tidak ada efek berbahaya
yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit
Cara pemberian dosis :
Secara oral (melalui mulut), 1 dosis (dua tetes) sebanyak 4 kali (dosis)
pemberian, dengan interval setiap dosis minimal 4 minggu.
Efek samping :
Sangat jarang terjadi reaksi sesudah imunisasi polio oral. Setelah
mendapat vaksin polio oral bayi boleh makan minum seperti biasa.
Apabila muntah dalam 30 menit segera diberi dosis ulang.
Penanganan efek samping :
Orangtua tidak perlu melakukan tindakan apa pun.
5. Vaksin Inactive Polio Vaccine (IPV)
Deskripsi :
Bentuk suspensi injeksi.
Indikasi :
Untuk pencegahan poliomyelitis pada bayi dan anak immunocompromised,
kontak di lingkungan keluarga dan pada individu di mana vaksin polio
oral menjadi kontra indikasi.
Kontra indikasi :
• Sedang menderita demam, penyakit akut atau penyakit kronis
progresif.
• Hipersensitif pada saat pemberian vaksin ini sebelumnya.
• Penyakit demam akibat infeksi akut: tunggu sampai sembuh.
• Alergi terhadap Streptomycin.
Cara pemberian dosis :
• Disuntikkan secara intra muskular atau subkutan dalam, dengan dosis
pemberian 0,5 ml.
• Dari usia 2 bulan, 3 suntikan berturut-turut 0,5 ml harus diberikan
pada interval satu atau dua bulan.
• IPV dapat diberikan setelah usia bayi 6, 10, dan 14, sesuai dengan
rekomendasi dari WHO.
• Bagi orang dewasa yang belum diimunisasi diberikan 2 suntikan
berturut-turut dengan interval satu atau dua bulan.
Efek samping :
Reaksi lokal pada tempat penyuntikan: nyeri, kemerahan, indurasi, dan
bengkak bisa terjadi dalam waktu 48 jam setelah penyuntikan dan bisa
bertahan selama satu atau dua hari
Penanganan efek samping :
• Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI).
• Jika demam, kenakan pakaian yang tipis. • Bekas suntikan yang nyeri
dapat dikompres air dingin.
• Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam
(maksimal 6 kali dalam 24 jam)
• Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.
6. Vaksin campak
Deskripsi :
Vaksin virus hidup yang dilemahkan.
Indikasi :
Pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak.
Kontra indikasi :
Individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau individu yang
diduga menderita gangguan respon imun karena leukemia, limfoma.
Cara pemberian dosis :
0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri atas atau anterolateral
paha, pada usia 9–11 bulan.
Efek samping :
Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan
selama 3 hari yang dapat terjadi 8–12 hari setelah vaksinasi.
Penanganan efek samping :
• Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI
atau sari buah).
• Jika demam kenakan pakaian yang tipis.
• Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
• Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kgBB setiap 3–4 jam
(maksimal 6 kali dalam 24 jam).
• Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.
• Jika reaksi tersebut berat dan menetap bawa bayi ke dokter.
Imunisasi lanjutan
Merupakan imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat kekebalan atau
untuk memperpanjang masa perlindungan. Imunisasi lanjutan diberikan
kepada anak usia bawah tiga tahun (Batita), anak usia sekolah dasar, dan
wanita usia subur.
1. Vaksin DT : Suspensi kolodial homogen berwarna putih susu
mengandung toksoid tetanus dan toksoid difteri murni yang terabsorpsi ke
dalam alumunium fosfat. Pemberian kekebalan simultan terhadap difteri
dan tetanus pada anak-anak.
2. Vaksin Td : Suspensi kolodial homogen berwarna putih susu mengandung
toksoid tetanus dan toksoid difteri murni yang terabsorpsi ke dalam
alumunium fosfat. Imunisasi ulangan terhadap tetanus dan difteri pada
individu mulai usia 7 tahun.
3. Vaksin TT : Suspensi kolodial homogen berwarna putih susu dalam vial
gelas, mengandung toksoid tetanus murni, terabsorpsi ke dalam
aluminium fosfat. Perlindungan terhadap tetanus neonatorum pada wanita
usia subur.
Imunisasi tambahan
Diberikan kepada kelompok umur tertentu yang paling berisiko terkena
penyakit sesuai kajian epidemiologis pada periode waktu tertentu. Yang
termasuk dalam kegiatan imunisasi tambahan adalah Backlog fighting, Crash
program, PIN (Pekan Imunisasi Nasional), Sub-PIN, Catch up Campaign
campak dan Imunisasi dalam Penanganan KLB (Outbreak Response
Immunization/ORI).
Imunisasi khusus
Merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan untuk melindungi
masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu. Situasi tertentu
antara lain persiapan keberangkatan calon jemaah haji/umrah, persiapan
perjalanan menuju negara endemis penyakit tertentu dan kondisi kejadian luar
biasa. Jenis imunisasi khusus, antara lain terdiri atas Imunisasi Meningitis
Meningokokus, Imunisasi Demam Kuning, dan Imunisasi Anti-Rabies.
Imunisasi pilihan
Merupakan imunisasi yang dapat diberikan kepada seseorang sesuai dengan
kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dari penyakit
menular tertentu, yaitu vaksin MMR, Hib, Tifoid, Varisela, Hepatitis A,
Influenza, Pneumokokus, Rotavirus, Japanese Ensephalitis, dan HPV.
Jadwal vaksin :
- Imunisasi dasar (0-11 bulan)
0-7 hari : Hep.B O (HB O)
1 bulan : BCG, Polio 1
2 bulan : DPT-HB-Hib 1, polio 2
3 bulan : DPT-HB-Hib 2, Polio 3
4 bulan : DPT-HBHib 3, Polio 4, IPV
9 bulan : Campak
- Imunisasi lanjutan pada usia balita
18 bulan : DPT/HB/Hib
24 bulan : Campak
- Imunisasi lanjutan pada anak usia sekolah
1 SD : DT, Campak
2 SD : Td
3 SD : Td
7. Bagaimana tatalaksana berdasarkan scenario?
Masalah yang dihadapkan pada skenario :
Keterlambatan gerak motorik kasar
Kekurangan gizi
Tatalaksana :
Kemungkinan terbesar penyebab dari keterlambatan gerak motorik kasar pada
skenario adalah kurangnya gizi dan kurangnya stimulasi yang diberikan orang tua.
Baso lebih banyak digendong karena rewel sehingga membatasinya untuk belajar
berdiri. Oleh karena itu, orang tua harus mengubah pola asuh yang diberikan pada
anak, biarkan anak bergerak dengan bebas dan leluasa, jangan terus menerus
digendong. Kebebasan bergerak yang diberikan akan memberikan kemandirian
gerak pada anak, dengan cara ini anak akan termotivasi untuk belajar menguasai
semua tahapan perkembangan secara alami dan benar.
Setiap anak perlu mendapat stimulasi rutin sedini mungkin dan terus menerus
pada setiap kesempatan. Kurangnya stimulasi dapat menyebabkan penyimpangan
tumbuh kembang anak bahkan gangguan yang menetap. Dalam melakukan
stimulasi tumbuh kembang anak, ada beberapa prinsip dasar yang perlu
diperhatikan, yaitu sebagai berikut.
a) Stimulasi dilakukan dengan dilandasi rasa cinta dan kasih sayang.
b) Selalu tunjukkan sikap dan perilaku yang baik karena anak akan meniru
tingkah laku orang-orang yang terdekat dengannya.
c) Berikan stimulasi sesuai dengan kelompok umur anak.
d) Lakukan stimulasi dengan cara mengajak anak bermain, bernyanyi, bervariasi,
menyenangkan, tanpa paksaan dan tidak ada hukuman.
e) Lakukan stimulasi secara bertahap dan berkelanjutan sesuai umur anak,
terhadap ke-4 aspek kemampuan dasar anak.
f) Gunakan alat bantu/permainan yang sederhana, aman dan ada di sekitar anak.
g) Berikan kesempatan yang sama pada anak laki-laki dan perempuan.
h) Anak selalu diberi pujian, bila perlu diberi hadiah atas keberhasilannya.
Stimulasi ini akan menimbulkan rasa aman dan rasa percaya diri pada anak,
sehingga anak akan lebih responsif terhadap lingkungannya dan lebih
berkembang.
Selain itu, pertumbuhan dan perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh
pemenuhan gizi sejak hamil bahkan sejak calon ibu remaja dan stimulasi sejak
dalam kandungan. Pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal hanya bisa
terjadi pada anak-anak yang terpenuhi kebutuhan gizi seimbang baik dari jumlah
dan kualitasnya, pada anak yang sehat serta terstimulasi dengan baik sesuai
dengan tahapan usianya. Baso menderita kurang gizi sehingga hal ini
kemungkinan berpengaruh pada perkembangannya. Pemenuhan nutrisi pada anak
diberikan secara bertahap sesuai dengan usia. Makanan utama pada bayi usia 0–6
bulan adalah Air Susu Ibu atau pemberian ASI Eksklusif. Adapun setelah bayi
berusia 6 bulan, mulai diberikan makanan pendamping ASI (MP ASI),
dilanjutkan dengan makan makanan keluarga.
ASI eksklusif adalah pemberian ASI (air susu ibu) sedini mungkin setelah
persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain, walaupun hanya
air putih, sampai bayi berumur 6 bulan. Hal ini sesuai dengan rekomendasi
UNICEF dan World Health Assembly (WHA) yang menyarankan pemberian ASI
Eksklusif hanya memberikan ASI saja tanpa tambahan pemberian cairan (seperti:
air putih, madu, susu formula, dan sebagainya) atau makanan lainnya (seperti:
buah, biskuit, bubur susu, bubur nasi, tim, dan sebagainya). Sampai usia 6 bulan
kebutuhan gizi dan kalori bayi 100% bisa terpenuhi dari ASI saja. ASI terus
diberikan sampai anak berusia 2 tahun, namun pada saat bayi berusia 6 bulan
harus mendapatkan makanan pendamping ASI (MP-ASI) mengingat kebutuhan
gizinya tidak cukup terpenuhi dari ASI saja. Mulai usia 6 bulan, bayi perlu
mendapat MP-ASI berupa makan lumat (6-9 bulan) seperti bubur nasi saring,
kentang rebus yang dihaluskan, pisang, dan biskut yang dihaluskan. Makanan
lumat konsistensinya lebih sesuai dengan kondisi usus bayi pada saat ini dan
kemampuannya untuk menggerakkan rahang naik turun layaknya mengunyah
makanan.
Tafsir ayat :
Wajib atas orang yang diberikan kepadanya seorang anak (baik ia adalah
suami bagi ibu anak tersebut atau yang lainnya) untuk memberikan nafkah
kepada ibu yang menyusui anaknya tersebut. dhahimnya ayat menunjukkan
bahwa hal itu tidak dibedakan antara ibu yang menyusui tersebut adalah
sebagai istri yang masih terikat dalam hubungan pernikahan atau istri yang
telah dithalak ba'in. jika dia adalah masih dalam ikatan pernikahan maka
nafkah melalui dua jalan atau sebab, melalui dia sebagai istri (yang wajib bagi
suami menafkahinya) dan dari sebab menyusui. Dan apabila dia telah di
thalak ba'in maka nafkah hanya melalui satu sebab yaitu sebab menyusui.
Dari Fatimah binti Al Husain dari bapaknya Al Husain bin Ali mengatakan, ''Tatkala
AI Qasim putra Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam wafat, Khadijah berkata,"
Wahai Rasulullah, air susu Al Qasim melimpah, sekiranya saja Allah menyebutkan
kehidupan hingga tuntas penyusuannya. “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu
menjawab:" Sungguh penyusuannya akan disempurnakan di surga. "(HR. Ibnu Majah
- Kitab: Jenazah, Bab: Menshalati putera Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam)
DAFTAR PUSTAKA
1. Atien, Chamidah Nur. 2009. Jurnal Kesehatan : early detection, growth and
development.
2. Soetjiningsih, (2010), Tumbuh Kembang Anak, Jakarta, Buku Kedokteran
Tumbuh Kembang Anak, Jakarta, EGC
Sujono Riyadi, (2012), Tumbuh Kembang, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Cahyaningsih Sulistyo Dwi, (2011) Tumbuh Kembang Anak dan Remaja,
Jakarta, CV.Sugeng Seto.
3. Prawirohardjo, Sarwono. 2016. Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat. Jakarta :
P.T. Bina Pustaka
Sudigdo dkk. 2004. Tatalaksana Ikterus Neonatorum. Jakarta: HTA
Indonesia
4. Soetjiningsih and Gde Ranuh. 2014. Tumbuh Kembang Anak. Penerbit
buku kedokteran : EGC. Halaman 25-31.
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Standar Antropometri
Penilaian Status Gizi Anak. Hal.4-5,7,10.
6. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan. Buku Ajar
Imunisasi. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan. 2015
https://www.idai.or.id/artikel/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-2017 [cited
April, 20th 2021]
7. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan. 2014. Buku Ajar
Kesehatan Ibu dan Anak
Suhartini, B. 2005. Deteksi Dini Keterlambatan Perkembangan Motorik Kasar
pada Anak. Medikosa. Vol. 1, No. 2