Anda di halaman 1dari 4

KOLANGITIS AKUT

A. DEFINISI

Kolangitis akut adalah sindrom klinis yang ditandai dengan demam, ikterus, dan nyeri perut
kanan atas yang berkembang sebagai akibat dari sumbatan dan infeksi di saluran empedu. Kolangitis
pertama kali dijelaskan oleh Charcot sebagai penyakit yang serius dan mengancam jiwa, sekarang
diketahui bahwa keparahan yang muncul dapat berkisar dari ringan hingga mengancam nyawa.
Koledokolitiasis atau adanya batu diadalam saluran empedu/bilier merupakan penyebab utama
kolangitis akut. 1,3 Istilah kolangitis akut, kolangitis bakterialis, kolangitis asending dan kolangitis
supuratif semuanya umumnya merujuk pada infeksi bakterial saluran bilier, serta untuk
membedakannya dari penyakit inflamasi saluran bilier seperti kolangitis sklerosis.3

B. ANATOMI
Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang panjangnya sekitar 10
cm, terletak dalam suatu fosa yang menegaskan batas anatomi antara lobus hati kanan dan kiri.4,5
Kandung empedu merupakan kantong berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat tepat
di bawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, dan kolum. Fundus
bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang sedikit memanjang di atas tepi hati. Korpus
merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung
empedu yang terletak antara korpus dan daerah duktus sistika.6 Empedu yang disekresi secara terus-
menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil
bersatu membentuk dua saluran lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus
hepatikus kanan dan kiri yang segera bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus
hepatikus bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus.1,6

C. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi batu empedu di dunia sekitar 20-35% dan resiko terjadinya kolangitis akut
simtomatik dilaporkan sekitar 0.2%. Kolangitis akut dapat pula disebabkan adanya batu primer di
saluran bilier, keganasan dan striktur. 1,6 Dilaporkan angka kematian sekitar 13-88%. Kolangitis ini
dapat ditemukan pada semua ras. Berdasarkan jenis kelamin, dilaporkan perbandingan antara laki-
laki dan perempuan tidak ada yang dominan diantara keduanya.1 Berdasarkan usia dilaporkan terjadi
pada usia pertengahan sekitar 50-60 tahun. 3 Kasus yang parah di laporkan Tokyo Guideline 2007
(TG07) merujuk kepada mereka yang memiliki faktor prognosis yang buruk termasuk syok, gangguan
kesadaran, kegagalan organ, dan disseminated intravascular coagulation. Definisi itu masih diragukan
sebelum penerbitan TG07, yang setelah dilakukan penelitian terhadap frekuensi kolangitis akut,
melaporkan bahwa kejadian kasus yang parah adalah 7-25,5% terjadi syok, 7-22,2% terjadi gangguan
kesadaran, dan 3,5-7,7% terjadi Pentad Reynold. Proporsi kasus didiagnosis sebagai berat (grade III)
sesuai dengan kriteria penilaian keparahan TG07 adalah 12,3% atau 23 dari 187 kasus kolangitis akut
karena saluran empedu batu. 6
Di Amerika Serikat, kolangitis cukup jarang terjadi. Biasanya terjadi bersamaan dengan
penyakit lain yang menimbulkan obstruksi bilier dan infeksi bakteri empedu (misal: setelah prosedur
ERCP, 1-3% pasien mengalami kolangitis).7 Resiko tersebut meningkat apabila cairan pewarna
diinjeksikan secara retrograd. Insidensi Internasional kolangitis adalah sebagai berikut: kolangitis
pyogenik rekuren, kadangkala disebut sebagai kolangio hepatitis iriental, endemik di Asia Tenggara.
Kejadian ini ditandai oleh infeksi saluran bilier berulang, pembentukan batu empedu intrahepatik
dan ekstrahepatik, abses hepar, dan dilatasi dan striktur dari saluran empedu intra dan
ekstrahepatik.6
Trias Charcot terdiri dari nyeri abdomen kanan atas, demam dan ikterik, dapat digunakan
untuk mendiagnosa kolangitis akut secara klinis. Umumnya pasien-pasien dengan kolangitis akut
menunjukan respon dan terjadi resolusi dengan antibiotik, namun demikian pembersihan saluran
bilier secara endoskopi pada akhirnya tetap diperlukan untuk mengatasi terapi penyebab obstruksi.
Meskipun umumnya pasien dapat berespon dengan terapi antibiotik dan drainase bilier, penelitian-
penelitian melaporkan angka morbiditas dari kolangitis akut mencapai 10% . 2
D. ETIOLOGI
Kolangitis akut terjadi sebagai hasil dari obstruksi saluran bilier dan pertumbuhan bakteri
dalam empedu (infeksi empedu). Kolangitis akut membutuhkan kehadiran dua faktor:1,4 (1)
obstruksi bilier (2) pertumbuhan bakteri dalam empedu (bakterobilia) Cairan empedu biasanya
normal pada individu yang sehat dengan anatomi bilier yang normal. Bakteri dapat menginfeksi
sistem saluran bilier yang steril melalui ampula vateri (karena adanya batu yang melewati ampula),
sfingterotomi atau pemasangan sten (yang disebut kolangitis asending) atau bacterial portal, yaitu
terjadinya translokasi bakteri melalui sinusoid-sinusoid hepatik dan celah disse. Bakterobilia tidak
dengan sendirinya menyebabkan kolangitis pada individu yang sehat karena efek bilasan mekanik
aliran empedu, kandungan antibakteri garam empedu, dan produksi IgA. Namun demikian, obstruksi
bilier dapat mengakibatkan kolangitis akut karena berkurangnya aliran empedu dan produksi IgA,
menyebabkan gangguan fungsi sel kupffer dan rusaknya celah membran sel sehingga menimbulkan
refluks kolangiovena. 1 Penyebab paling sering obstruksi bilier adalah koledokolitiasis, stenosis bilier
jinak, striktur anastomosis empedu, dan stenosis dengan penyakit ganas. Koledokolitiasis digunakan
untuk menjadi penyebab paling sering, tetapi barubaru ini kejadian kolangitis akut yang disebabkan
oleh penyakit ganas, sklerosis kolangitis, dan instrumentasi non-bedah saluran empedu telah
meningkat. Hal ini dilaporkan bahwa penyakit ganas sekitar 10-30% menyebabkan kasus akut
kolangitis. 2
Berikut adalah beberapa penyebab terjadinya kolangitis akut, antara lain:2,4  Kolelitiasis 
Benign biliary stricture  Faktor kongenital
Faktor post-operatif (kerusakan ductus bilier, strictured choledojejunostomy, etc.)  Faktor
inlamasi  Oklusi keganasan  Tumor duktus bilier  Tumor kandung empedu  Tumor ampula 
Tumor pankreas  Tumor duodenum  Pankreatitis  Tekanan eksternal  Fibrosis papila 
Divertikulum duodenal  Bekuan darah  Faktor iatrogenic  Parasit yang masuk ke duktus bilier
(Biliary ascariasis)  Sump syndrome setelah anastomosis enterik bilier
E. FAKTOR RISIKO
Empedu dari subyek sehat umumnya bersifat aseptik. Namun, kultur empedu positif
mengandung mikroorganisme pada 16% dari pasien yang menjalani operasi non-bilier, 72% dari
pasien kolangitis akut, 44% dari pasien kolangitis kronis, dan 50% dari mereka dengan obstruksi
bilier.5 Bakteri dalam empedu teridentifikasi pada 90% pasien dengan koledokolitiasis disertai
dengan ikterus. 8 Pasien dengan obstruksi tidak lengkap dari saluran empedu menyajikan tingkat
kultur empedu positif yang lebih tinggi dibandingkan dengan obstruksi lengkap dari saluran empedu.
Faktor resiko untuk bakterobilia mencakup berbagai faktor, seperti dijelaskan di atas. Faktor resiko
lain terjadinya kolangitis yang disebut riwayat infeksi sebelumnya, usia >70 tahun dan diabetes.7,8
F. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal sistem bilier steril dan aliran cairan empedu tidak mengalami
hambatan sehingga tidak terdapat aliran balik ke sistem bilier. Kolangitis terjadi akibat adanya stasis
atau obstruksi di sistem bilier yang disertai oleh bakteria yang mengalami multiplikasi. Obstruksi
terutama disebabkan oleh batu common bile duct (CBD), striktur, stenosis, atau tumor, serta
manipulasi endoskopik CBD. Dengan demikian aliran empedu menjadi lambat sehingga bakteri dapat
berkembang biak setelah mengalami migrasi ke sistem bilier melalui vena porta, sistem limfatik porta
ataupun langsung dari duodenum.3,4 Oleh karena itu akan terjadi infeksi secara ascenden menuju
duktus hepatikus, yang pada akhirnya akan menyebabkan tekanan intrabilier yang tinggi dan
melampaui batas 250 mmH20. Oleh karena itu akan terdapat aliran balik empedu yang berakibat
terjadinya infeksi pada kanalikuli biliaris, vena hepatika dan limfatik perihepatik, sehingga akan
terjadi bakteriemia yang bisa berlanjut menjadi sepsis (25-40%). Apa bila pada keadaan tersebut
disertai dengan pembentukan pus maka terjadilah kolangitis supuratif. 9

G. PENUNJANG
Pada anamnesis penderita kolangitis secara klinis dapat ditemukan trias Charcot yaitu adanya
keluhan demam, ikterus, dan sakit pada perut kanan atas. Beberapa penderita hanya mengalami
dingin dan demam dengan gejala perut yang minimal. Ikterus atau perubahan warna kuning pada
kulit dan mata didapatkan pada sekitar 80% penderita. 1,4 Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan
adanya demam, hepatomegali, ikterus, gangguan kesadaran (delirium), sepsis, hipotensi dan
takikardi. Adanya tambahan syok septis dan delirium pada trias Charcot dikenal sebagai Pentad
Reynold. 3 Morbiditas dari kolangitis akut dikaitkan dengan terjadinya cholangiovenous dan
cholangiolymphatic refluks bersama dengan tekanan tinggi di saluran empedu dan infeksi empedu
akibat obstruksi saluran empedu yang disebabkan oleh batu dan tumor. Kriteria diagnostik menurut
Tokyo Guideline 2013 (TG13) kolangitis akut adalah kriteria untuk menegakkan diagnosis ketika
kolestasis dan peradangan berdasarkan tanda-tanda klinis atau tes darah di samping manifestasi
empedu berdasarkan pencitraan yang hadir.9,10

H. DIAGNOSIS
Diagnosis kolangitis akut dapat ditegakan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik serta melalui
pemeriksaan penunjang. Diagnosis ditegakkan melalui kriteri diagnosis TG13 :
 Inflamasi sistemik
o A-1. Demam
o A-2. Hasil pemeriksaan laboratorium, menunjukan adanya respnon inflamasi
 Kolestasis
o B-1. Ikterus
o B-2. Hasil laboratorium menunjukan tes fungsi hati yang abnormal
o
 Pencitraan
Catatan: A-2: nilai hitung abnormal sel darah putih, peningkatan serum level C-reaktif protein, dan
perubahanolainC-1.
dariDilatasi Bilierinflamasi. B-2: peningkatan serum ALP, Gamma GT, AST dan ALT.
indikator
C-2.
Faktor lainoyang Bukti
dapat dari etiologi
membantu dilakukan
diagnosis pencitraan
kolangitis (penyepitan,
akut termasuk batu, sumbatan
nyeri abdomen dan
kanan atas
lainnya)
dan adanya riwayat dari penyakit bilier sebelumnya seperti gallstones, proses bilier sebelumnya,
dan pemasangan sten bilier. Dalam hepatitis akut penanda respon sistemik inflamasi juga

Diagnosis suspek : satu dari item di A + satu dari item B maupun C

Diagnosis definitif : satu dari item A, satu dari B and satu dari C

Pada anamnesis penderita kolangitis secara klinis dapat ditemukan trias Charcot yaitu adanya
keluhan demam, ikterus, dan sakit pada perut kanan atas. Beberapa penderita hanya mengalami
dingin dan demam dengan gejala perut yang minimal. Ikterus atau perubahan warna kuning pada
kulit dan mata didapatkan pada sekitar 80% penderita. 1,4 Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan
adanya demam, hepatomegali, ikterus, gangguan kesadaran (delirium), sepsis, hipotensi dan
takikardi. Adanya tambahan syok septis dan delirium pada trias Charcot dikenal sebagai Pentad
Reynold. 3 Morbiditas dari kolangitis akut dikaitkan dengan terjadinya cholangiovenous dan
cholangiolymphatic refluks bersama dengan tekanan tinggi di saluran empedu dan infeksi empedu
akibat obstruksi saluran empedu yang disebabkan oleh batu dan tumor. Kriteria diagnostik menurut
Tokyo Guideline 2013 (TG13) kolangitis akut adalah kriteria untuk menegakkan diagnosis ketika
kolestasis dan peradangan berdasarkan tanda-tanda klinis atau tes darah di samping manifestasi
empedu berdasarkan pencitraan yang hadir.9,10

I. PENUNJANG
Kriteria untuk diagnosis definitif kolangitis akut adalah sebagai berikut : adanya trias Charcot
atau bila tidak lengkap, adanya 2 unsur trias Charcot ditambah adanya bukti laboratorium terjadinya
respons inflamasi (leukosit yang abnormal, meningkatnya CRP atau perubahan-perubahan lain yang
mengindikasikan adanya inflamasi), test fungsi hati abnormal (Alkaline Phosphatase/ALP, Gamma
Glutamil Transpeptidase/GGT, Aspartate Transaminase.AST/SGOT, Alanine Transaminase/ALT/SGPT)
dan temuantemuan pencitraan dilatasi bilier atau bukti etiologi (misalnya adanya batu, striktur atau
stenosis). TG13 mendefinisikan suatu diagnosis suspek kolangitis akut bila terdapat 2 atau lebih dari
salah satu kriteria berikut: riwayat penyakit bilier, demam dan/atau menggigil, ikterik dan nyeri
abdomen bagian atas atau kanan atas. Pedoman tersebut menunjukkan adanya kemajuan dan suatu
upaya yang jarang dalam standarisasi definisi kolangitis kaut, namun pedoman tersebut dirasakan
kurang teliti. Misalnya tidak definiskannya berapa tingkat demam atau ikterik, begitu juga nyeri
abdomen kuadran kanan atas. 11 Pada TG13 mendefinisikan kolangitis akut dalam kategori ringan
(merespon terhadap terapi suportif dan antibiotik), sedang (tidak merespon terhadap terapi medikal
namun tidak terjadi disfungsi organ), atau berat (adanya paling tidak 1 tanda disfungsi organ). Tanda
tanda disfungsi organ meliputi hipotensi, sehingga memerlukan pemberian dobutamin atau
dopamine, delirium, rasio PaO2/FiO2 1,5mg/dl, INR >1.5 atau kadar trombosit

J. TATALAKSANA
K.

Anda mungkin juga menyukai