TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
ikterik, dan nyeri perut yang berkembang sebagai akibat dari stasis/sumbatan dan
sebagai penyakit yang serius dan mengancam jiwa, namun sekarang diakui bahwa
akut.1,2
2.2 EPIDEMIOLOGI
kolangitis akut simptomatik dilaporkan sekitar 0.2%. Kolangitis akut dapat pula
Kasus yang parah (kelas III) di TG07 merujuk kepada mereka yang
akut, melaporkan bahwa kejadian kasus yang parah adalah 7-25,5% untuk shock,
Proporsi kasus didiagnosis sebagai berat (grade III) sesuai dengan kriteria
2
penilaian keparahan TG07 adalah 12,3% atau 23 dari 187 kasus kolangitis akut
Triad Charcot terdiri dari nyeri abdomen kanan atas, demam dan ikterik
pertamakali diuraikan pada tahun 1877 dan masih digunakan sampai saat ini
kolangitis akut respon dan terjadi resolusi dengan antibiotik, namun demikian
2.3 ETIOLOGI
akut membutuhkan kehadiran dua faktor: (1) obstruksi bilier dan (2) pertumbuhan
bakteri dalam empedu (infeksi empedu). Cairan empedu biasanya normal pada
individu yang sehat dengan anatomi bilier yang normal. Bakteri dapat
menginfeksi sistem saluran bilier yang steril melalui ampula vateri ( karena
hepatic dan celah disse (Space of Disse). Bakterobilia tidak otomatis dengan
sendirinya menyebabkan kolangitis pada individu yang sehat karena efek bilasan
3
mekanik aliran empedu, kandungan antibakteri garam empedu, dan produksi IgA.
berkurangnya atau menurunnya aliran empedu (bile flow) dan produksi IgA,
menyebabkan gangguan fungsi sel kuffer dan rusaknya celah membrane sel
kolangitis akut yang disebabkan oleh penyakit ganas, sclerosing cholangitis, dan
menjalani operasi non-bilier, 72% dari pasien kolangitis akut, 44% dari pasien
kolangitis kronis, dan 50% dari mereka dengan obstruksi bilier (level 4). 12
disertai dengan penyakit kuning (level 4). 13 pasien dengan obstruksi tidak
lengkap dari saluran empedu menyajikan tingkat kultur empedu positif yang lebih
tinggi dibandingkan dengan obstruksi lengkap dari saluran empedu. Faktor risiko
4
resiko lain terjadinya kolangitis yang disebut riwayat infeksi sebelumnya, usia
2.5 PATOFISIOLOGI
hematogen dari vena portal adalah sumber yang jarang dari infeksi. Faktor
predisposisi yang paling penting bagi cholangitis akut adalah obstruksi bilier dan
stasis. Penyebab paling umum dari obstruksi bilier pada pasien dengan cholangitis
akut tanpa saluran empedu stent adalah batu empedu (28-70 persen), stenosis
jinak (5-28 persen), dan keganasan (10-57 persen)1. Selain itu, kolangitis akut
normal terganggu. Hal ini dapat mengakibatkan translokasi bakteri dari sistem
mekanis yang efektif untuk refluks duodenum dan naik infeksi bakteri. Selain itu,
empedu membantu menjaga sterilitas empedu. Sekretorik IgA dan lendir empedu
5
Obstruksi bilier menyebabkan pembendungan empedu dan pertumbuhan
inang.1,4 Karena anatomi yang khas, sistem bilier kemungkinan akan terpengaruh
memungkinkan translokasi bakteri dan racun dari sirkulasi portal ke dalam saluran
dengan drainase bilier atau sebagai komplikasi akhir dari penyumbatan stent
empedu.5 Namun, bakteri juga bisa lewat secara spontan melalui sfingter Oddi
dalam jumlah kecil. Kehadiran benda asing, seperti batu atau stent, kemudian
dapat bertindak sebagai media untuk kolonisasi bakteri. Empedu yang diambil
dari pasien tanpa obstruksi steril atau hampir steril . Sebagai perbandingan, sekitar
70 persen dari semua pasien dengan batu empedu memiliki bukti bakteri dalam
empedu.5
6
Bakteri juga dapat dikultur dari batu empedu. Dalam satu studi, misalnya,
80 persen batu pigmen coklat adalah biakan positif, dan 84 persen menunjukkan
khas yang terlihat pada kolangitis (enterococci – 40%; Escherichia coli – 17%,
Klebsiella spp – 10%), meskipun rasio enterococci dan E. coli terbalik dari yang
meliputi:
bakteri yang melindungi organisme dari mekanisme pertahanan tuan rumah dan
2.6 DIAGNOSIS
sebagai sumber gejala sakit sistemik, misalnya dengan aspirasi cairan bilier
2. ikterik dan Hasil tes fungsi hati yang abnormal seperti kolestasis
7
Apabila terdapat kasus-kasus yang memenuhi 3 kategori dapat didiagnosis
sebagai cholangitis akut, karena tidak adanya metode yang mudah untuk
mendapatkan cairan empedu untuk pemeriksaan dan kultur selain dengan aspirasi
pada ERCP, pungsi perkutan dan pembedahan. Suatu studi prospektif melaporkan
hanya 22% pasien dengan cairan empedu purulen pada operasi koledoktomi
memenuhi criteria triad Charcot. Adanya tambahan syok septic dan delirium
di saluran empedu dan infeksi empedu akibat obstruksi saluran empedu yang
disebabkan oleh batu dan tumor. Kriteria Diagnostik TG13 untuk Akut
(respon terhadap terapi supportif dan antibiotic), sedang (tidak respon terhadap
terapi medical namun tidak ada disfungsi organ), atau berat ( adanya paling tidak
rasio PaO2/FiO2 <300, kreatinin serum >1,5mg/dl, INR >1.5 atau kadar trombosit
<100000/μl.8
8
Table 1.Criteria diagnosis kolangitis akut TG13
A.Sytemic inflammation
A-1. Fever and/or shaking chills
A-2. Laboratory data:evidence of inflammatory respons
B.Cholestasis
B-1. Jaundice
B-2. laboratory data: abnormal liver function test
C.Imaging
C-1. Biliary dilatation
C-2. Evidence of the etiology on imaging (stricture,stone,stent etc)
Suspected diagnosis: One item in A + one item B or C
Deinite diagnosis: One item A, one item B and one item in C
Note:
A-2: abnormal white blood cell counts, increase of serum C-reactiv protein levels,
and other c hanges indicating inflammation.
B-2: increased serum ALP,Gamma GT, AST and ALT levels.
Other factors which are helpful in diagnosis of acute cholangitis include
abdominal pain right upper quadrant (RUQ) or upper abdominal and history of
biliary disease such as gallstones, previous biliary prosedures, and placement of
biliary stent.
In acute hepatitis marked systematic inf lamatory response is observed
infrequently. Virological and serological test required whwn differential diagnosis
difficult.
Thresholds:
A-1 Fever Bt>380C
A-2 Evidence of inflammatory response WBC (x1000/μ𝐿) <4.or>10
CRP (mg/dl) ≥1
B-1 Jaundice T-bil≥2mg/dL
B-2 Abnormal Liver function Alp (IU) >1.5xSTD
GGT (IU) >1.5xSTD
AST (IU) >1.5xSTD
Pemeriksaan laboratorium
adanya triad Charcot atau bila tidak ada, adanya 2 unsur triad Charcot ditambah
9
inflamasi), test fungsi hati abnormal ( Alkali phospatase, gamma glutamil
kolangitis akut bila terdapat 2 atau lebih dari salah satu criteria berikut: riwayat
penyakit bilier, demam atau menggigil, ikterik dan nyeri abdomen bagian atas
cholangiopancreotography).
tidak portable hanya dapat digunakan pada pasien yang dapat dibawa keruang
mendeteksi batu di CBD dan sensivitasnya makin berkurang untuk batu yang
kecil. ERCP selain memiliki sensivitas untuk mendeteksi juga memiliki potensi
untuk terapeutik, dalam mendiagnosis batu CBD, EUS lebih baik dari ERCP,
10
Dilatasi intrahepatik tanpa adanya dilatasi CBD, menunjukkan kesan suatu
striktur jinak, sindrom mirri atau lesi di daerah hilus duktus biliaris seperti tumor
ganas. Sebaliknya dilatasi CBD dengan atau tanpa dilatasi intrahepatik konsisten
dengan obstruksi distal seperti batu CBD atau kanker pancreas. Mengetahui
meningkatkan tekanan bilier cukup kuat untuk menimbulkan refluks cairan bilier
striktur daerah hilus yang kompleks) yang secara potensial dapat menyebabkab
terjadinya kolangitis berat. MRCP dapat meberikan informasi serupa dengan EUS
dan ERCP, namun kurang akurat untuk mendeteksi batu ukuran kecil dan harus
sensitive untuk mendeteksi batu CBD (biasanya <30%), namun tersedia , mudah
dan dapat membantu bila batu atau tumor ditemukan. CT scan lebih sensitive dari
tampaknya sebanding dengan MRCP atau EUS pada beberapa studi. Namun
diameter <1cm.
11
2.8 DIAGNOSA BANDING
1. Kolesistitis
3. Pankreatitis
4. Abses hati
5. Sindrom Mirizzi
2.9 PENATALAKSANAAN
Pada semua pasien kolangitis akut, hidrasi agresif harus diberikan segera
setelah akses vena didapatkan untuk koreksi kekurangan volume atau dehidrasi
dan menormalkan tekanan darah. Terapi kolangitis akut terdiri dari pemberian
antibiotic dan drainase bilier. Beratnya kolangitis akut menetukan perlu tidaknya
pasien dirawat di rumah sakit. bila klinis penyakitnya ringan, dapat berobat jalan,
terutama jika kolangitis akut ringan yang kambuh/berulang (misalnya pada pasien
perawatan rumah sakit pada kasus kolangitis akut. kolangitis ringan sampai
sedang dapat ditatalaksana di ruangan umum, akan tetapi pada kolangitis berat
12
Terapi Antibiotik
akut ringan sebaiknya pemberian antibiotik jangka pendek 2-3 hari dengan
minimal 5-7 hari dengan sefalosporin generasi ketiga atau keempat, nonbaktam
pasien kolangitis akut ringan sampai sedang atau community acquired: (misalnya
Ampisilin sulbactam iv 3 gram setiap 6 jam, atau ertepenem 1 gram sekali sehari,
atau ampisilin iv 2 gram setiap 6 jam plus gentamicin iv 1.7 mg/kgbb setiap 8 jam
levofloksasin iv 500mg sekali sehari, atau moxifloksasin iv atau oral 400mg sekali
sehari) ditambah metronidazol iv 500mg setiap 6-8 jam untuk bakteri anaerob.
(3.375gr iv stiap 6 jam atau 4.5 gr iv setiap 8 jam), atau 3.1 gr iv tikarsilin-
sehari) atau sefalosporin generasi ketiga (misalnya seftriakson 1-2gr sekali sehari
atau cefepim 1-2 gr seiap 12 jam) dengan metronidazol iv 500 mg setiap 6-8 jam
13
Pada pasien yang resiko tinggi terkena pathogen resistensi antibiotic dapat
diberikan imipenem iv 500 mg setiap 6 jam, meropenem iv 1gr setiap 8 jam atau
enterococcus spp. Walaupun cefazolin disetujui FDA untuk terapi kolangitis akut.
hati, riwayat pemakaian antibiotic sebelumnya, pola resistensi kuman local dan
penetrasi bilier dari antibiotic. Pilihan antibiotic harus disesuaikan dengan hasil
kultur darah dan cairan empedu begitu diperoleh, namun pemberian antibotik
Pada akhirnya yang lebih penting dari pemilihan terapi antibitik adalah
bilier. Pada suatu studi, dimana pasien mendapat satu antibiotic (ceftazime,
diekskresi kedalam sistem bilier yang obstruksi dan hanya 20% dari konsentrasi
serum9,10.11..
Drainase bilier
saatnya untuk dilakukan drainase. Drainase dapat dilakukan secara elektif pada
14
pasien kolangitis akut ringan, dalam 24-28 jam pada pasien kolangitis sedang, dan
segera (dalam beberapa jam) pada pasien kolangitis berat karena tidak akan
terhadap terapi.
Pada suatu studi didapatkaan bahwa sekitar 80% pasien kolangitis akut
respon terhadap terapi medical saja dan resolusi infeksi. namun semua pasien
kadar albumin <30g/l, kadar bilirubin>50μmol/l dan masa protrombin > 14 detik
pada saat masuk rumah sakit signifikan berkaitan dengan diperlukannya ERCP,
peranan dalam manegemen kolangitis akut. Studi Lai dkk secara random
kelompok endoksopi (66% vs 34%, p >0.05 dan 32% vs 10% , p<0.03 secara
15
endoskopi. dekompresi bilier surgical sebaiknya dihindari pada pasien kolangitis
akut. ERCP lebih jadi pilihan dibandingkan PTBD (percutaneus biliary drainage)
karena lebih tidah invasive, lebih aman, dapat dilakukan bedside dan dapat
membersihkan batu saluran empedu, tidak perlu koreksi koagulopati dan dapat
dilakukan tanpa paparan radiasi jika perlu ( pada pasien yang hamil).
CBD, namun PTBD dipertimbangkan pada obstruksi hilar, bila ahli endoskopi
tidak ada/tersedia. PTBD biasanya dilakukan pada pasien yang gagal dengan
ERCP awal atau bila terdapat anatomi yang abnormal akibat prosedur
endsokopi untuk tatalaksana pasien seperti itu ada. Pasien dengan kolangitis akut
dimana kontras tidak terdrainase setelah gagal ERCP dapat memerlukan drainase
yang terjadi stelah manipulasi saluran bilier merupakan faktor resiko prognosis
buruk pada kolangitis akut. Karena itu tidak direkomendasikan injeksi kontras
umumnya pusat endoskopi, keberhasilan ERCP untuk drainase bileir lebih dari
90%, jika tidak demikian sebaiknya dirujuk pada unit/pusat layanan endoskopi
yang lebih baik. EUS terbatas , bila tersedia sebaiknya dilakukan sebelumnya
untuk evaluasi dilatasi saluran bilier intrahepatik dan ekstrahepatik, adanya batu,
massa pancreas atau hilus atau batu kandung empedu. Aspirasi jarum halus pada
suatu massa sebaiknya dilakukan hanya jika pasien stabil dan tidak memerlukan
16
Gambar 1.Alur penatalaksanaan kolangitis akut menurut Tokyo Guidline 201310.
17