Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Kolangitis akut adalah sindrom klinis yang ditandai dengan demam,

ikterik, dan nyeri perut yang berkembang sebagai akibat dari stasis/sumbatan dan

infeksi di saluran empedu. Kolangitis pertama kali dijelaskan oleh Charcot

sebagai penyakit yang serius dan mengancam jiwa, namun sekarang diakui bahwa

keparahan dapat berkisar dari ringan sampai mengancam. Koledokolitiasis atau

adanya batu didalam saluran empedu/bilier merupakan penyebab utama kolangitis

akut.1,2

2.2 EPIDEMIOLOGI

Prevalensi batu empedu di dunia sekitar 20-35% dan resiko terjadinya

kolangitis akut simptomatik dilaporkan sekitar 0.2%. Kolangitis akut dapat pula

disebabkan adanya batu primer di saluran bilier, keganasan dan striktur.2,3

Kasus yang parah (kelas III) di TG07 merujuk kepada mereka yang

memiliki faktor prognosis yang buruk termasuk shock, gangguan kesadaran,

kegagalan organ, dan disseminated intravascular coagulation. Definisi itu ambigu

sebelum penerbitan TG07, yang, setelah penelaahan terhadap frekuensi kolangitis

akut, melaporkan bahwa kejadian kasus yang parah adalah 7-25,5% untuk shock,

7-22,2% untuk gangguan kesadaran, dan 3,5-7,7% untuk pentad Reynold.

Proporsi kasus didiagnosis sebagai berat (grade III) sesuai dengan kriteria

2
penilaian keparahan TG07 adalah 12,3% atau 23 dari 187 kasus kolangitis akut

karena batu saluran empedu.3

Triad Charcot terdiri dari nyeri abdomen kanan atas, demam dan ikterik

pertamakali diuraikan pada tahun 1877 dan masih digunakan sampai saat ini

untuk mendiagnosa kolangitis akut secara klinis. Umumnya pasien-pasien dengan

kolangitis akut respon dan terjadi resolusi dengan antibiotik, namun demikian

pembersihan saluran bilier secara endoskopi pada akhirnya diperlukan untuk

mengatasi atau terapi penyebab obstruksi. Meskipun umumnya pasien respon

terhadap terapi antibiotik dan drainase bilier, penelitian-penelitian melaporkan

angka morbiditas dari kolangitis akut mencapai 10%.

2.3 ETIOLOGI

Kolangitis akut terjadi sebagai hasil dari obstruksi saluran bilier

(kolestasis) dan pertumbuhan bakteri dalam empedu (infeksi empedu). Kolangitis

akut membutuhkan kehadiran dua faktor: (1) obstruksi bilier dan (2) pertumbuhan

bakteri dalam empedu (infeksi empedu). Cairan empedu biasanya normal pada

individu yang sehat dengan anatomi bilier yang normal. Bakteri dapat

menginfeksi sistem saluran bilier yang steril melalui ampula vateri ( karena

adanya batu yang melewati ampula/passing stone), sfingterotomi atau

pemasangan sten ( yang disebut kolangitis asending/ascending cholangitis) atau

bacterial portal, yaitu terjadinya translokasi bakteri melalui sinusoid-sinusoid

hepatic dan celah disse (Space of Disse). Bakterobilia tidak otomatis dengan

sendirinya menyebabkan kolangitis pada individu yang sehat karena efek bilasan

3
mekanik aliran empedu, kandungan antibakteri garam empedu, dan produksi IgA.

Namun demikian, obstruksi bilier dapat mengakibatkan kolangitis akut karena

berkurangnya atau menurunnya aliran empedu (bile flow) dan produksi IgA,

menyebabkan gangguan fungsi sel kuffer dan rusaknya celah membrane sel

(biliary tight junction) menimbulkan refluks kolangiovena.2 Penyebab sering

obstruksi bilier adalah choledocholithiasis, stenosis bilier jinak, striktur

anastomosis empedu, dan stenosis dengan penyakit ganas. Choledocholithiasis

digunakan untuk menjadi penyebab paling sering, tetapi baru-baru kejadian

kolangitis akut yang disebabkan oleh penyakit ganas, sclerosing cholangitis, dan

instrumentasi non-bedah saluran empedu telah meningkat. Hal ini melaporkan

bahwa penyakit ganas sekitar 10-30% menyebabkan kasus akut kolangitis.

2.4 Faktor Resiko

Empedu dari subyek sehat umumnya bersifat aseptik. Namun, kultur

empedu positif mengandung mikroorganisme pada 16% dari pasien yang

menjalani operasi non-bilier, 72% dari pasien kolangitis akut, 44% dari pasien

kolangitis kronis, dan 50% dari mereka dengan obstruksi bilier (level 4). 12

Bakteri dalam empedu teridentifikasi pada 90% pasien dengan choledocholithiasis

disertai dengan penyakit kuning (level 4). 13 pasien dengan obstruksi tidak

lengkap dari saluran empedu menyajikan tingkat kultur empedu positif yang lebih

tinggi dibandingkan dengan obstruksi lengkap dari saluran empedu. Faktor risiko

untuk bactobilia mencakup berbagai faktor, seperti dijelaskan di atas.1 Faktor

4
resiko lain terjadinya kolangitis yang disebut riwayat infeksi sebelumnya, usia

>70tahun dan diabetes.2

2.5 PATOFISIOLOGI

Kolangitis akut terutama disebabkan oleh infeksi bakteri pada pasien

dengan obstruksi bilier. Organisme biasanya naik dari duodenum, penyebaran

hematogen dari vena portal adalah sumber yang jarang dari infeksi. Faktor

predisposisi yang paling penting bagi cholangitis akut adalah obstruksi bilier dan

stasis. Penyebab paling umum dari obstruksi bilier pada pasien dengan cholangitis

akut tanpa saluran empedu stent adalah batu empedu (28-70 persen), stenosis

jinak (5-28 persen), dan keganasan (10-57 persen)1. Selain itu, kolangitis akut

adalah komplikasi umum penempatan stent untuk obstruksi bilier.1

Mekanisme masuknya bakteri pada saluran empedu

Bakteri dapat masuk ke saluran empedu ketika mekanisme pertahanan

normal terganggu. Hal ini dapat mengakibatkan translokasi bakteri dari sistem

portal atau duodenum ke dalam saluran bilier. Mekanisme pertahanan yang

normal termasuk sfingter Oddi, yang biasanya membentuk suatu penghalang

mekanis yang efektif untuk refluks duodenum dan naik infeksi bakteri. Selain itu,

tindakan pembilasan kontinu empedu ditambah aktivitas bakteriostatik garam

empedu membantu menjaga sterilitas empedu. Sekretorik IgA dan lendir empedu

mungkin berfungsi sebagai faktor pertahanan, mencegah kolonisasi bakteri.

5
Obstruksi bilier menyebabkan pembendungan empedu dan pertumbuhan

bakteri dan juga dapat membahayakan mekanisme pertahanan kekebalan tubuh

inang.1,4 Karena anatomi yang khas, sistem bilier kemungkinan akan terpengaruh

terhadap tekanan tinggi intraductal. Terjadinya bakteremia atau endotoksemia

berkorelasi langsung dengan tekanan intrabiliari. Meningkatnya tekanan

intrabiliari akan menyebabkan peningkatan permeabilitas ductus empedu,

memungkinkan translokasi bakteri dan racun dari sirkulasi portal ke dalam saluran

empedu.5 Tekanan tinggi juga meningkatkan migrasi bakteri dari empedu ke

dalam sirkulasi sistemik, meningkatkan risiko septikemia . Selain itu, peningkatan

tekanan bilier merugikan mempengaruhi sejumlah mekanisme pertahanan tuan

rumah termasuk: Sel Kupffer , Aliran empedu, Produksi IgA.

Bakteri duodenum dapat memasuki sistem empedu dalam konsentrasi

tinggi ketika mekanisme penghalang terganggu, seperti yang terjadi setelah

sphincterotomy endoskopi, bedah koledokus, atau penyisipan stent empedu.

Kolangitis akut sering berkembang setelah endoskopi atau manipulasi perkutan

dengan drainase bilier atau sebagai komplikasi akhir dari penyumbatan stent

empedu.5 Namun, bakteri juga bisa lewat secara spontan melalui sfingter Oddi

dalam jumlah kecil. Kehadiran benda asing, seperti batu atau stent, kemudian

dapat bertindak sebagai media untuk kolonisasi bakteri. Empedu yang diambil

dari pasien tanpa obstruksi steril atau hampir steril . Sebagai perbandingan, sekitar

70 persen dari semua pasien dengan batu empedu memiliki bukti bakteri dalam

empedu.5

6
Bakteri juga dapat dikultur dari batu empedu. Dalam satu studi, misalnya,

80 persen batu pigmen coklat adalah biakan positif, dan 84 persen menunjukkan

pemindaian elektron terdapat bukti mikroskopis struktur bakteri.6 Organisme yang

khas yang terlihat pada kolangitis (enterococci – 40%; Escherichia coli – 17%,

Klebsiella spp – 10%), meskipun rasio enterococci dan E. coli terbalik dari yang

biasanya ditemukan dalam empedu yang terinfeksi.6

Beberapa hal yang dapat meningkatkan patogenisitas dalam pengaturan ini

meliputi:

- Pili eksternal dalam gram negatif Enterobacteriaceae, yang memfasilitasi

keterikatan pada permukaan asing, seperti batu atau stent.

- Sebuah matriks glycocalyx terdiri dari exopolysaccharides yang dihasilkan oleh

bakteri yang melindungi organisme dari mekanisme pertahanan tuan rumah dan

dapat menghalangi penetrasi antibiotik6

2.6 DIAGNOSIS

Diagnosis defenitif kolangitis akut memerlukan konfirmasi infeksi bilier

sebagai sumber gejala sakit sistemik, misalnya dengan aspirasi cairan bilier

purulen pada ERCP. Namun demikian, kolangitis akut biasanya didiagnosis

secara klinis dengan adanya trias Charcod :

1. demam atau bukti inflamasi seperti peradangan

2. ikterik dan Hasil tes fungsi hati yang abnormal seperti kolestasis

3. riwayat penyakit empedu, nyeri abnormal dan empedu dilatasi

7
Apabila terdapat kasus-kasus yang memenuhi 3 kategori dapat didiagnosis

sebagai cholangitis akut, karena tidak adanya metode yang mudah untuk

mendapatkan cairan empedu untuk pemeriksaan dan kultur selain dengan aspirasi

pada ERCP, pungsi perkutan dan pembedahan. Suatu studi prospektif melaporkan

hanya 22% pasien dengan cairan empedu purulen pada operasi koledoktomi

memenuhi criteria triad Charcot. Adanya tambahan syok septic dan delirium

(confusion) pada triad Charcot dikenal sebagai pentad Reynold.

Kriteria diagnostik revisi untuk kolangitis akut ditunjukkan pada Tabel

dibawah. Morbiditas dari kolangitis akut dikaitkan dengan terjadinya

cholangiovenous dan cholangiolymphatic refluks bersama dengan tekanan tinggi

di saluran empedu dan infeksi empedu akibat obstruksi saluran empedu yang

disebabkan oleh batu dan tumor. Kriteria Diagnostik TG13 untuk Akut

Cholangitis menegakkan diagnosis ketika kolestasis dan peradangan berdasarkan

tanda-tanda klinis atau tes darah di samping manifestasi empedu berdasarkan

pencitraan yang hadir.

Pada pertemuan di Tokyo mendefinisikan kolangitis akut sebagai ringan

(respon terhadap terapi supportif dan antibiotic), sedang (tidak respon terhadap

terapi medical namun tidak ada disfungsi organ), atau berat ( adanya paling tidak

1 tanda disfungsi organ). Tanda tanda disfungsi organ meliputi hipotensi,

sehingga memerlukan pemberian dobutamin atau dopamine, delirium (confusion),

rasio PaO2/FiO2 <300, kreatinin serum >1,5mg/dl, INR >1.5 atau kadar trombosit

<100000/μl.8

8
Table 1.Criteria diagnosis kolangitis akut TG13

A.Sytemic inflammation
A-1. Fever and/or shaking chills
A-2. Laboratory data:evidence of inflammatory respons
B.Cholestasis
B-1. Jaundice
B-2. laboratory data: abnormal liver function test
C.Imaging
C-1. Biliary dilatation
C-2. Evidence of the etiology on imaging (stricture,stone,stent etc)
Suspected diagnosis: One item in A + one item B or C
Deinite diagnosis: One item A, one item B and one item in C

Note:
A-2: abnormal white blood cell counts, increase of serum C-reactiv protein levels,
and other c hanges indicating inflammation.
B-2: increased serum ALP,Gamma GT, AST and ALT levels.
Other factors which are helpful in diagnosis of acute cholangitis include
abdominal pain right upper quadrant (RUQ) or upper abdominal and history of
biliary disease such as gallstones, previous biliary prosedures, and placement of
biliary stent.
In acute hepatitis marked systematic inf lamatory response is observed
infrequently. Virological and serological test required whwn differential diagnosis
difficult.

Thresholds:
A-1 Fever Bt>380C
A-2 Evidence of inflammatory response WBC (x1000/μ𝐿) <4.or>10
CRP (mg/dl) ≥1
B-1 Jaundice T-bil≥2mg/dL
B-2 Abnormal Liver function Alp (IU) >1.5xSTD
GGT (IU) >1.5xSTD
AST (IU) >1.5xSTD

Pemeriksaan laboratorium

Kriteria untuk diagnosis definitive kolangitis akut adalah sebagai berikut :

adanya triad Charcot atau bila tidak ada, adanya 2 unsur triad Charcot ditambah

adanya bukti laboratorium adanya respons inflamasi ( leukosit abnormal,

meningkatnya CRP atau perubahan-perubahan lain yang mengindikasikan adanya

9
inflamasi), test fungsi hati abnormal ( Alkali phospatase, gamma glutamil

transpeptidase, SGOT/SGPT) dan temuan-temuan pencitraan dilatasi bilier atau

bukti etiologi (misalnya adanya batu, striktur atau sten).

Partisipan pada pertemuan Tokyo mendefinisikan suatu diagnosis suspek

kolangitis akut bila terdapat 2 atau lebih dari salah satu criteria berikut: riwayat

penyakit bilier, demam atau menggigil, ikterik dan nyeri abdomen bagian atas

atau kanan atas1,8

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang untuk diagnostic kolangitis akut dapat dilakukan

dengan mendeteksi dilatasi bilier dan pemeriksaan penyebab kolangitis akut

melalui pemeriksaan EUS ( endoscopic ultrasonography), MRCP ( magnetic

resonance cholangiopancreotography) dan ERCP (endoscopic retrograde

cholangiopancreotography).

Diantara semuanya hanya MRCP yang tidak bersifat invasive, namun

tidak portable hanya dapat digunakan pada pasien yang dapat dibawa keruang

radiologi, umumnya studi menunjukkan sensivitas >90% untuk MRCP dalam

mendeteksi batu di CBD dan sensivitasnya makin berkurang untuk batu yang

kecil. ERCP selain memiliki sensivitas untuk mendeteksi juga memiliki potensi

untuk terapeutik, dalam mendiagnosis batu CBD, EUS lebih baik dari ERCP,

dalam hal keganasan EUS sama dengan ERCP.

10
Dilatasi intrahepatik tanpa adanya dilatasi CBD, menunjukkan kesan suatu

striktur jinak, sindrom mirri atau lesi di daerah hilus duktus biliaris seperti tumor

ganas. Sebaliknya dilatasi CBD dengan atau tanpa dilatasi intrahepatik konsisten

dengan obstruksi distal seperti batu CBD atau kanker pancreas. Mengetahui

penyebab dilatasi meminimalisai kebutuhan injeksi kontras yang dapat

meningkatkan tekanan bilier cukup kuat untuk menimbulkan refluks cairan bilier

kedalam sirkulasi sistemik dan menghindarkan resiko injeksi yang tidak

diinginkan kedalam segmen yang tidak terdrainase (misalnya pasien dengan

striktur daerah hilus yang kompleks) yang secara potensial dapat menyebabkab

terjadinya kolangitis berat. MRCP dapat meberikan informasi serupa dengan EUS

dan ERCP, namun kurang akurat untuk mendeteksi batu ukuran kecil dan harus

dilakukan sebagai prosedur terpisah. Meskipun USG transabdominal relative tidak

sensitive untuk mendeteksi batu CBD (biasanya <30%), namun tersedia , mudah

dan dapat membantu bila batu atau tumor ditemukan. CT scan lebih sensitive dari

USG transabdominal untuk mendeteksi batu CBD, dan sensitivitas helical CT

tampaknya sebanding dengan MRCP atau EUS pada beberapa studi. Namun

EUS`lebih sensitive dari CT dan MRCP untuk mendiagnosis batu dengan

diameter <1cm.

11
2.8 DIAGNOSA BANDING

Diagnosis demam dan nyeri perut termasuk:

1. Kolesistitis

2. Radang usus buntu

3. Pankreatitis

4. Abses hati

5. Sindrom Mirizzi

2.9 PENATALAKSANAAN

Pada semua pasien kolangitis akut, hidrasi agresif harus diberikan segera

setelah akses vena didapatkan untuk koreksi kekurangan volume atau dehidrasi

dan menormalkan tekanan darah. Terapi kolangitis akut terdiri dari pemberian

antibiotic dan drainase bilier. Beratnya kolangitis akut menetukan perlu tidaknya

pasien dirawat di rumah sakit. bila klinis penyakitnya ringan, dapat berobat jalan,

terutama jika kolangitis akut ringan yang kambuh/berulang (misalnya pada pasien

dengan batu intrahepatik). Namun demikian umumnya dokter menyarankan

perawatan rumah sakit pada kasus kolangitis akut. kolangitis ringan sampai

sedang dapat ditatalaksana di ruangan umum, akan tetapi pada kolangitis berat

sebaiknya dirawat di ICU.1,9,10,11,

12
Terapi Antibiotik

Terapi antibiotik intravena harus diberikan sesegera mungkin. Pedoman

pemberian antibiotik sebaiknya berdasarkan pola infeksi spesifik dan resistensi

lokal rumah sakit. Beberapa panduan (guidelines) menyarankan pada kolangitis

akut ringan sebaiknya pemberian antibiotik jangka pendek 2-3 hari dengan

sefalosporin generasi pertama atau kedua, penisilin dan inhibitor β laktamase.

sedangkan kolangitis sedang sampai berat sebaiknya pemberian antibiotic

minimal 5-7 hari dengan sefalosporin generasi ketiga atau keempat, nonbaktam

dengan atau tanpa metronidazol untuk kuman anaerob, atau karbapenem.

Rekomendasi lain (Jhon Hopskin) menyarankan regimen berikut pada

pasien kolangitis akut ringan sampai sedang atau community acquired: (misalnya

Ampisilin sulbactam iv 3 gram setiap 6 jam, atau ertepenem 1 gram sekali sehari,

atau ampisilin iv 2 gram setiap 6 jam plus gentamicin iv 1.7 mg/kgbb setiap 8 jam

atau golongan fluorokuinolon (misalnya siprofloksasin iv 400 mg setiap 12 jam,

levofloksasin iv 500mg sekali sehari, atau moxifloksasin iv atau oral 400mg sekali

sehari) ditambah metronidazol iv 500mg setiap 6-8 jam untuk bakteri anaerob.

Untuk pasien kolangitis akut berat atau nosokomial (hospital acquired),

direkomendasikan pemberian antibiotic sebagai berikut: piparisilin-tazobaktam

(3.375gr iv stiap 6 jam atau 4.5 gr iv setiap 8 jam), atau 3.1 gr iv tikarsilin-

klavulanat setiap 6 jam, atau tigesilin (100mg iv bolus, diteruskan 50 mg iv sekali

sehari) atau sefalosporin generasi ketiga (misalnya seftriakson 1-2gr sekali sehari

atau cefepim 1-2 gr seiap 12 jam) dengan metronidazol iv 500 mg setiap 6-8 jam

untuk bakteri anaerob.

13
Pada pasien yang resiko tinggi terkena pathogen resistensi antibiotic dapat

diberikan imipenem iv 500 mg setiap 6 jam, meropenem iv 1gr setiap 8 jam atau

doripenem iv 500mg setiap 8 jam. Pengecualian/exception terdapat pada semua

panduan, misalnya sefalosporin generasi pertama tidak mencakup infeksi

enterococcus spp. Walaupun cefazolin disetujui FDA untuk terapi kolangitis akut.

karena itu pemilihan terapi antibiotic sebaiknya berdasarkan sejumlah factor

meliputi sensitivitas antibiotic, beratnya penyakit, adanya disfungsi ginjal atau

hati, riwayat pemakaian antibiotic sebelumnya, pola resistensi kuman local dan

penetrasi bilier dari antibiotic. Pilihan antibiotic harus disesuaikan dengan hasil

kultur darah dan cairan empedu begitu diperoleh, namun pemberian antibotik

tidak boleh terhambat atau tertunda karena menunggu hasil kultur.

Pada akhirnya yang lebih penting dari pemilihan terapi antibitik adalah

drainase bilier efektif, karena adanya obstruksi menghambat ekskresi antibiotik di

bilier. Pada suatu studi, dimana pasien mendapat satu antibiotic (ceftazime,

cefoperazone, imipenem, netilmisin atau siprofloksasin), hanya siprofloksasin

diekskresi kedalam sistem bilier yang obstruksi dan hanya 20% dari konsentrasi

serum9,10.11..

Drainase bilier

Drainase bilier biasanya diperlukan pada pasien kolangitis akut untuk

menghilangkan sumber infeksi dan juga karena obstruksi dapat menurunkan

ekskresi antibiotik di bilier. beratnya penyakit menetukan dan menegaskan

saatnya untuk dilakukan drainase. Drainase dapat dilakukan secara elektif pada

14
pasien kolangitis akut ringan, dalam 24-28 jam pada pasien kolangitis sedang, dan

segera (dalam beberapa jam) pada pasien kolangitis berat karena tidak akan

respon dengan pemberian antibiotik saja. Beratnya kolangitis ditentukan oleh

respon klinik terhadap terapi medical sebagaimana diuraikan dalam panduan

Tokyo, sehingga penggolangan derajat beratnya penyakit kolangitis akut

menuntut observasi untuk mengetahui pasien-pasien mana akan respons baik

terhadap terapi.

Pada suatu studi didapatkaan bahwa sekitar 80% pasien kolangitis akut

respon terhadap terapi medical saja dan resolusi infeksi. namun semua pasien

tersebut akhirnya memerlukan tindakan pembersihan saluran bilier untuk

mencegah kolangitis rekurens. Suatu studi dari hongkong melakukan ERCP

emergenci pada 225 pasien kolangitis. Frekwensi denyut jantung >100x/menit,

kadar albumin <30g/l, kadar bilirubin>50μmol/l dan masa protrombin > 14 detik

pada saat masuk rumah sakit signifikan berkaitan dengan diperlukannya ERCP,

serta menunjukkan terapi endoskopi lebih aman dibandingkan pembedahan dalam

tatalaksana kolangitis akut, sehingga dekompresi surgical tidak mempunyai

peranan dalam manegemen kolangitis akut. Studi Lai dkk secara random

mengalokasikan 82 pasien dengan kolangitis akut berat kedalam 2 grup,

endoskopi atau dekompresi bilier surgical, kelompok surgical signifikan lebih

banyak mengalami komplikasi dan mortalitas selama di rumah sakit dibandingkan

kelompok endoksopi (66% vs 34%, p >0.05 dan 32% vs 10% , p<0.03 secara

berurutan). Dengan demikian, pasien dengan kolangitis akut sebaiknya masuk

dirawat diruangan medical untuk terapi antibiotik intravena dan dekompresi

15
endoskopi. dekompresi bilier surgical sebaiknya dihindari pada pasien kolangitis

akut. ERCP lebih jadi pilihan dibandingkan PTBD (percutaneus biliary drainage)

karena lebih tidah invasive, lebih aman, dapat dilakukan bedside dan dapat

membersihkan batu saluran empedu, tidak perlu koreksi koagulopati dan dapat

dilakukan tanpa paparan radiasi jika perlu ( pada pasien yang hamil).

Keberhasilan ERCP lebih tinggi dibandingkan PTBD untuk tatakasana obstruksi

CBD, namun PTBD dipertimbangkan pada obstruksi hilar, bila ahli endoskopi

tidak ada/tersedia. PTBD biasanya dilakukan pada pasien yang gagal dengan

ERCP awal atau bila terdapat anatomi yang abnormal akibat prosedur

pembedahan sebelumnya seperti koledokoyeyunostomi, kecuali bila ahli

endsokopi untuk tatalaksana pasien seperti itu ada. Pasien dengan kolangitis akut

dimana kontras tidak terdrainase setelah gagal ERCP dapat memerlukan drainase

bilier perkutan mendesak untuk menghindari perburukan sepsis. Kolangitis akut

yang terjadi stelah manipulasi saluran bilier merupakan faktor resiko prognosis

buruk pada kolangitis akut. Karena itu tidak direkomendasikan injeksi kontras

tanpa terlebih dahulu menempatkan guidwire kedalam sistem bilier. Pada

umumnya pusat endoskopi, keberhasilan ERCP untuk drainase bileir lebih dari

90%, jika tidak demikian sebaiknya dirujuk pada unit/pusat layanan endoskopi

yang lebih baik. EUS terbatas , bila tersedia sebaiknya dilakukan sebelumnya

untuk evaluasi dilatasi saluran bilier intrahepatik dan ekstrahepatik, adanya batu,

massa pancreas atau hilus atau batu kandung empedu. Aspirasi jarum halus pada

suatu massa sebaiknya dilakukan hanya jika pasien stabil dan tidak memerlukan

dekompresi bilier mendesak.

16
Gambar 1.Alur penatalaksanaan kolangitis akut menurut Tokyo Guidline 201310.

Diagnosis and Teatment According to Grade, According to Repone, and


Severity According to Need for additional Therapy
Assesment by
TG13 Guidlines
Finish course
Antibiotic and of antibiotics
Grade I General
Treatment for
(Mild) Supportive Care
etiology if
Biliary
still needed
Drainage
(Endoscopic
Grade II Early Biliary Drainage,
treatment,
Antibiotics,
(Moderate percutaneous
General Supportive Care
) treatment, or
surgery)
Urgent Biliary Drainage
Grade III Organ Support
(Severe) Antibiotics

17

Anda mungkin juga menyukai