Anda di halaman 1dari 86

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

SECTIO CAESARE PADA NY. DENGAN ILO DI RUANG


MAWAR RSU Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO

Oleh:
Kelompok 2

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2019

1
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
SECTIO CAESARE PADA NY. DENGAN KASUS ILO
DI RUANG MAWAR RSU Dr. H. KOESNADI
BONDOWOSO

Disusun untuk Memenuhi Tugas Menejemen keperawatan.

Mengetahui, Mengetahui,
Pembimbing Akademik Pembimbing ruangan

Shinta Wahyusari S.Kep,Ns. M.Kep,Sp.Mat Musdalifah CAN.SST

2
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala
limpah rahmat dan hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini,
dan sholawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada proklamator sedunia,
pejuang tangguh yang tak gentar menghadapi segala rintangan demi umat manusia, yakni Nabi
Muhammad SAW.
Adapun maksud penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas di STIKES
Hafshawaty, kami susun dalam bentuk kajian ilmiah dengan judul “Laporan Pendahuluan
dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Masa Nifas Post SC Dengan ILO” dan dengan
selesainya penyusunan makalah ini, kami juga tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, SH.MM sebagai pengasuh pondok pesantren
Zainul Hasan Genggong
2. Ns. Iin Aini Isnawaty, M.Kes. sebagai ketua STIKES Hafshawaty Zainul Hasan
Genggong
3. Shinta Wahyusari S.Kep,Ns. M.Kep,Sp.Mat, sebagai dosen pembimbing mata ajar
maternitas.

Pada akhirnya atas penulisan materi ini kami menyadari bahwa sepenuhnya belum
sempurna. Oleh karena itu, kami dengan rendah hati mengharap kritik dan saran dari pihak
dosen dan para audien untuk perbaikan dan penyempurnaan pada materi makalah ini.

Probolinggo, Agustus 2019

Penyusun

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.........................................................ii
KATA PENGANTAR....................................................................iii
DAFTAR ISI .................................................................................iv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..........................................................................5
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................6
1.3 Tujuan .......................................................................................7
1.4 Mamfaat ....................................................................................8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi fisiologi.......................................................................9
2.2 Definisi....................................................................................15
2.3 Klasifikasi ...............................................................................20
2.8 Penatalaksanaan.......................................................................21
2.9 Komplikasi ..............................................................................26
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian................................................................................23
3.2 Diagnosa Keperawatan............................................................28
3.3 Intervensi Keperawatan...........................................................36
BAB 4 PEMBAHASAN JURNAL
4.1 Pembahasan jurnal TFO..........................................................86
BAB 5 KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan..............................................................................88
5.2 Saran........................................................................................88

DAFTAR PUSTAKA

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Latar Belakang Masalah Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator
untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Salah satu target yang ditentukan dalam tujuan
ke-5 pembangunan milenium yaitu meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan
dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai ¾ risiko kematian ibu.
Penyebab kematian ibu di Indonesia meliputi penyebab obstetri langsung yaitu
perdarahan (28%), preeklamsi/eklamsi (24%), infeksi (11%), sedangkan penyebab tidak
langsung adalah trauma obstetri (5%) dan lain – lain (11%). Diperkirakan 60% kematian
ibu terjadi setelah kehamilan dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama,
dimana penyebab utamanya adalah perdarahan pasca persalinan.
Berdasarkan penyebab terjadi perdarahan adalah atonia uteri (50-60%), retensio
plasenta (16-17%), sisa plasenta (23-24%), laserasi jalan lahir (4-5%), kelainan darah (0,5-
0,8%). Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri adalah uterus tidak berkontraksi, lembek,
terlalu regang dan besar, kelainan pada uterus seperti mioma uteri dan solusio plasenta.
Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta
selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum
hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu. Pada masa nifas akan mengalami perubahan
baik fisik maupun psikis. Perubahan fisik meliputi ligamen - ligamen bersifat lembut dan
kendor, otot-otot tegang, uterus membesar, postur tubuh berubah sebagai kompensasi
terhadap perubahan berat badan pada masa hamil.
Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode masa nifas karena merupakan masa
kritis baik ibu maupun bayi yang bila tidak ditangani segera dengan efektif dapat
membahayakan kesehatan atau kematian bagi ibu. Pada masa nifas terjadi perubahan-
perubahan baik secara fisik maupun psikologi. Proses perubahan ini seharusnya berjalan
normal namun kadang - kadang tidak diperhatikan oleh ibu nifas atau bahkan mereka tidak
mengetahuinya, sehingga dapat menimbulkan komplikasi nifas. Salah satu komplikasi nifas
adalah proses involusi yang tidak berjalan dengan baik, yang disebut sub involusi yang akan
menyebabkan perdarahan dan kematian ibu.
Berdasarkan data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007
menyebutkan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sebesar 228 per 100.000
kelahiran hidup. Angka tersebut masih jauh dari target Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJMN) tahun 2014 sebesar 118 per 100.000 kelahiran hidup dan target
MDG’s sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup tahun 2015. AKI di Provinsi Jawa Timur,
pada lima tahun terakhir, dari tahun 2007 – 2011 menunjukkan kecenderungan yang

5
meningkat. Laporan Kematian Ibu (LKI) 3 kabupaten/kota se-Jatim, menunjukkan pada
tahun 2011 adalah 104,3 per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu di Bojonegoro
pada tahun 2011 sebesar 92 kematian per 100.000 kelahiran hidup dan meningkat pada
tahun 2012 yaitu sebesar 95,50 dari 100.000 kelahiran hidup. Cakupan ibu nifas pada tahun
2011 sebesar 97,27 % dan pada tahun 2012 sebesar 94,07%. Angka kematian ibu nifas pada
tahun 2012 sebesar 11 orang dengan sebab Preeklamsi Berat (PEB) 5 orang, syok karena
perdarahan 1 orang, hipertensi 1 orang, eklamsi 1 orang, jantung 1 orang, idiopatik
trombostopani 1 orang, dan emboli paru sebanyak 1 orang. Berdasarkan hasil studi
pendahuluan data yang diperoleh dari di wilayah Puskesmas Bojonegoro, Jawa Timur pada
tahun 2012 diketahui jumlah ibu nifas sebanyak 791 ibu (97,7%), terdapat 2 kematian ibu
nifas karena perdarahan pasca salin dan eklamsi.
Pada ibu nifas involusi uterus merupakan proses yang sangat penting karena itu
memerlukan perawatan yang khusus, bantuan dan pengawasan demi pulihnya kesehatan
seperti sebelum hamil. Involusi merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi
sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir
akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Involusi disebabkan oleh kontraksi dan retraksi
serabut otot uterus yang terjadi terus-menerus. Pengukuran involusi dapat dilakukan dengan
mengukur tinggi fundus uteri, kontraksi uterus dan juga dengan pengeluaran lokia. Involusi
uterus melibatkan reorganisasi dan penanggalan desidua dan pengelupasan kulit pada situs
plasenta sebagai tanda penurunan ukuran dan berat, perubahan lokasi uterus, warna dan
jumlah lokia. Apabila fundus uteri berada di atas batas normal hal ini menandakan terjadi
kegagalan involusi uterus untuk kembali pada keadaan tidak hamil yang menyebabkan sub
involusi. Gejala dari sub involusi meliputi lokia menetap/merah segar, penurunan fundus
uteri lambat, tonus uteri lembek, tidak ada perasaan mules pada ibu nifas akibatnya
terjadinya perdarahan. Salah satunya adalah perdarahan di dalam rahim, hal ini sangat
berbahaya bila darah keluar dengan deras maka ibu kehilangan banyak darah sehingga
dapat terjadi shock sampai terjadi kematian. Kecepatan involusi uterus dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain usia ibu, jumlah anak yang dilahirkan (paritas), menyusui
eksklusif, mobilisasi dini, senam nifas, dan menyusui dini. Mobilisasi dini sangat
diperlukan ibu nifas agar ibu merasa lebih sehat dan kuat, dapat segera mungkin untuk
merawat bayinya, mencegah trombosis dan trombo emboli, melancarkan sirkulasi darah,
mencegah terjadinya infeksi masa nifas, kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri
menjadi keras maka resiko terjadinya perdarahan dapat dihindarkan. Untuk menurunkan
angka morbiditas pada masa post partum selain mobilisasi dini salah satu cara untuk
mempercepat involusi uterus yaitu dengan melakukan senam nifas yang bertujuan
merangsang otot-otot rahim agar berfungsi secara optimal sehingga diharapkan tidak terjadi
perdarahan post partum dan mengembalikan rahim pada posisi semula. Manfaat senam
nifas adalah memulihkan kembali kekuatan otot dasar panggul, mengencangkan otot-otot

6
dinding perut dan perineum, membentuk sikap tubuh yang baik dan mencegah terjadinya
komplikasi.
Komplikasi yang dapat dicegah sedini mungkin dengan melaksanakan senam nifas
adalah perdarahan post partum. Saat melaksanakan senam nifas terjadi kontraksi otot - otot
perut yang akan membantu proses involusi. Pada kenyataannya banyak ibu nifas yang tidak
melakukan senam nifas karena ada tiga alasan. Pertama, karena tidak tahu bagaimana
senam nifas. Kedua, karena terlalu bahagia dan yang dipikirkan hanya si kecil. Ketiga,
karena alasan sakit. Senam nifas sebaiknya dilakukan dalam waktu 24 jam setelah
melahirkan, secara teratur setiap hari. Setelah 6 jam persalinan normal atau 8 jam setelah
operasi sesar, ibu sudah boleh melakukan mobilisasi dini, termasuk senam nifas. Melakukan
senam nifas akan mempengaruhi kebutuhan otot terhadap oksigen yang mana kebutuhan
akan meningkat, berarti memerlukan aliran darah yang kuat seperti otot rahim. Dengan
dilakukan senam nifas akan merangsang kontraksi rahim, sehingga kontraksi uterus akan
semakin baik, pengeluaran lokia akan lancar yang akan berpengaruh terhadap proses
involusi rahim. Atas dasar tesebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
perbedaan efektivitas senam nifas dan mobilisasi dini terhadap proses involusi uterus di
wilayah Puskesmas Bojonegoro, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur tahun 2013.
1.2 Rumusan Masalah
“Bagaimana asuhan keperawatan pada masa nifas dengan ILO?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum yaitu:


Mahasiswa keperawatan mampu memahami konsep asuhan pada masa nifas dengan
ILO
1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Pengertian masa nifas dengan ILO


b. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Tujuan Asuhan Masa Nifas post SC dengan ILO.
c. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Kebeutuhan Dasar Ibu Masa Nifas dengan ILO
Mahasiswa i.
d. Mampu Menjelaskan Deteksi Dini Komplikasi Pada Masa Nifas dengan ILO Dan
Penanganannya
e. Mahasiswa Mampu Menjelaskan Management Asuhan Keperawatan Nifas

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Mahasiswa

Mahasiswa mampu mengetahui konsep dasar Masa Nifas dengan ILO.

7
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
a. Terciptanya mahasiswa yang paham tentang konsep asuhan masa nifas
dengan ILO.
b. Terciptanya landasan teori konsep asuhan masa nifas dengan ILO.

1.4.3 Bagi Profesi Keperawatan


a. Terciptanya tenaga kesehatan yang professional
b. Terciptanya rasa nyaman pada setiap pasien yang di rawat
c. Terciptanya SDM yang berintelektual tinggi

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi

Kulit merupakan organ terbesar yang ada pada tubuh manusia yaitu sekitar
15% dari total berat badan dewasa. Kulit memiliki berat dua kali lipat dibandingkan
berat otak, yaitu sekitar 3-5 kg. Kulit terdiri dari dua lapisan utama yaitu epidermis
dan dermis. Lapisan subkutan yang merupakan lapisam di bawah dermis tidak
dianggap sebagai bagian dari kulit (Tortora & Derrickson, 2009). Lapisan terluar
yaitu epidermis, terdiri dari kumpulan sel-sel spesifik yang dikenal sebagai
keratinosit, yang bertugas melakukan sintesis keratin. Keratin merupakan protein
panjang yang memiliki peran protektif. Lapisan kedua disebut dermis. Lapisan
tersebut pada dasarnya terdiri dari protein struktural fibrilar yang dikenal sebagai
kolagen. Dermis terletak diatas jaringan subkutan atau disebut sebagai lapisan
hipodermis (panniculus) yang berisi lobus kecil sel-sel lemak yang dikenal sebagai
liposit (Holbrook, 2008). Ketebalan lapisan kulit bervariasi, tergantung lokasinya
pada tubuh. Kelopak mata misalnya, memiliki lapisan tipis epidermis, kurang dari 0,1
mm, sedangkan telapak tangan dan telapak kaki memiliki lapisan epidermis yang
paling tebal, sekitar 1.5 mm (James et al., 2006).
1. Epidermis

9
Epidermis yang merupakan lapisan terluar kulit yang terdiri lapisan dari
epitel skuamosa berkeratin berlapis. Epidermis berisi empat jenis sel utama, yaitu
keratinosit, melanosit, sel langerhans dan sel merkel. Keratinosit merupakan sel
dengan jumlah terbanyak yaitu sekitar 90% dari sel-sel yang ditemukan dalam
lapisan ini. Melanosit menyusun sekitar 8% dari sel-sel epidermis dan bertanggung
jawab untuk memproduksi pigmen melanin. Sel langerhans dan sel merkel juga
ditemukan dalam epidermis. Sel-sel langerhans terlibat dalam respon imun dan sel-
sel merkel berperan dalam sensasi sentuhan (Ziser, 2005). Epidermis merupakan
lapisan avaskular (tanpa pembuluh darah) dan bergantung pada pembuluh darah pada
lapisan dermis untuk proses oksigenasi, penyediaan metabolit dan pembuangan
limbah metabolik.
Epidermis terdiri dari beberapa lapisan, yaitu: stratum basal (lapisan sel
germinativum), stratum spinosum (lapisan sel prikel), stratum granulosum (lapisan
granular), lapisan tanduk (horny layer). Selain itu sebagai tambahan, yaitu lapisan
lusidum, yaitu lapisan tipis sel yang hanya terdapat dalam epidermis tebal. Lapisan
ini merupakan transisi dari stratum granulosum. Epidermis tipis biasanya tidak
memiliki lapisan ini. Secara bersama-sama, lapisan spinosum dan lapisan granulosum
disebut sebagai lapisan malphigi (Kumar & Clark, 2009). Stratum basal merupakan
lapisan terdalam dari epidermis yang terletak berdekatan dengan dermis. Lapisan ini
terbagi atas dua penyusun utamanya yaitu sel keratinosit dan non keratinosit, yang
melekat pada membran dasar oleh hemidesmosom. Keratinosit membelah dan
berdiferensiasi, kemudian berpindah dari lapisan yang lebih dalam menuju ke
permukaan. Sel lainnya yang terdapat dalam lapisan ini adalah melanosit yang
berfungsi menghasilkan pigmen melanin. Sel-sel ini ditandai dengan prosesus
dendritik yang terbentang di antara keratinosit (Tortora & Derrickson, 2009).
Melanin terakumulasi di melanosom yang kemudian ditransfer ke keratinosit di
dekatnya, dimana melanin tersebut menetap sebagai butiran melanin. Pigmen
melanin menyediakan perlindungan terhadap radiasi ultraviolet (UV).
Paparan kronis cahaya meningkatkan rasio melanosit terhadap keratinosit,
sehingga melanosit lebih banyak terdapat di kulit wajah dibandingkan dengan
punggung dan lebih banyak di lengan luar dibandingkan dengan lengan bagian
dalam. Sel-sel Merkel juga ditemukan dalam lapisan basal dengan jumlah besar di
lokasi peka sentuhan seperti jari dan bibir. Sel tersebut berhubungan erat dengan
saraf kutaneus dan terlibat dalam rangsang sentuhan halus atau rabaan (Casey, 2002).
Sebagaimana sel basal yang terus berdiferensiasi dan kemudian menjadi sel
yang lebih matur, bergerak ke arah lapisan kulit yang lebih luar dan awalnya
membentuk lapisan spinosum. Jembatan interselular yang disebut desmosom,
berperan sebagai penghubung sel pada lapisan ini. Pada lapisan ini terdapat pula sel
Langerhans yang merupakan sel imun yang aktif. Sel ini merupakan turunan sel-sel

10
yang berasal dari sumsum tulang. Sel ini dapat ditemukan pada semua permukaan
epidermis tetapi paling banyak terdapat di tengah lapisan ini. Sel tersebut berperan
dalam reaksi imunitas kulit dan bertindak sebagai sel penyaji antigen (Gawkrodger,
2012).
Sel-sel dari lapisan dalam melanjutkan transisi-nya ke permukaan. Sel-sel
tersebut kemudian berubah bentuk menjadi lebih datar, inti mulai hilang dan
sitoplasma terlihat bergranul pada stratum spinosum. Hasil akhir dari pematangan
keratinosit ditemukan dalam stratum korneum, yang terdiri dari lapisan berbentuk
heksagonal dengan sel yang non viabel, yang dikenal sebagai korneosit. Hampir di
seluruh daerah kulit terdapat 10-30 lapisan korneosit, dan lapisan korneosit paling
tebal terdapat pada telapak tangan dan telapak kaki (Mclafferty et al., 2012).

11
Setiap korneosit dikelilingi oleh selubung protein yang terisi oleh protein
keratin yang mampu menahan air. Struktur seluler dan orientasi dari protein
keratin tersebut menambah kekuatan lapisan ini. Korneosit merupakan sel
dengan kandungan protein yang tinggi dan rendah lemak, Sel tersebut dikelilingi
oleh tumpukan lapisan lemak ekstraseluler. Kombinasi struktur tersebut
menghasilkan kemampuan barier fisik dan penahan air alami pada kulit. Lapisan
korneosit dapat menyerap air sebanyak tiga kali beratnya tetapi jika kandungan
air pada lapisan ini berkurang hingga di bawah 10%, maka lapisan tidak lagi
lentur dan dapat 10 mengalami keretakan. Perpindahan sel-sel epidermis untuk
mencapai lapisan ini biasanya memakan waktu sekitar 28 hari (Mescher, 2013).
Dibawah lapisan epidermis terdapat dermoepidermal junction. Dermoepidermal
junction merupakan zona dimana epidermis dan dermis bertemu
Dermoepidermal junction adalah struktur yang kompleks terdiri dari dua lapisan.
Struktur ini dibentuk oleh membran basal berpori yang tidak beraturan sehingga
memungkinkan pertukaran sel dan cairan serta menahan dua lapisan bersama-
sama (Caputo & Peluchetti, 2007). Dermoepidermal junction berperan untuk
menyokong epidermis, menetapkan polaritas sel dan arah pertumbuhan,
mengarahkan organisasi sitoskeleton dalam sel-sel basal, menyediakan sinyal
pertumbuhan, dan juga berfungsi sebagai penghalang semi permeabel antar
lapisan (Mcgrath et al., 2005).
2. Dermis
Dermis tersusun atas berbagai jaringan ikat yang berfungsi untuk
mengakomodasi entri rangsangan oleh jaringan saraf dan pembuluh darah,
derivat epidermis, fibroblas, makrofag, dan juga sel mast. Berbagai sel lain,
termasuk limfosit, sel plasma dan leukosit lain memasuki lapisan ini dalam
menanggapi berbagai rangsangan. Dermis juga berisi pembuluh getah bening,
ujung saraf, kelenjar dan folikel rambut. Lapisan dermis tersusun dari fibroblas,
yang menghasilkan kolagen, elastin dan proteoglikan (Mescher, 2013). Dermis
terdiri dari dua lapisan: lapisan retikuler dan papiler. Lapisan papiler berisi saraf
dan pembuluh kapiler yang memelihara epidermis, sedangkan lapisan retikuler
terdiri dari jaringan ikat yang kuat yang mengandung kolagen dan serat elastis.
Dermis merupakan srtuktur penyusun kulit yang menyediakan kelenturan,
elastisitas dan kekuatan regang kulit. Kemampuan tersebut melindungi tubuh
dari cedera mekanis, meretensi air, membantu dalam termoregulasi, dan
termasuk reseptor stimuli indrawi (Chu, 2008). Dermis berinteraksi dengan
epidermis dalam mempertahankan kedua jaringan tersebut. Dermis terletak di
bawah epidermis dan di atas lapisan subkutan, dan bertanggung jawab untuk
menyediakan nutrisi dan dukungan fisik untuk epidermis Dermis memiliki

12
ketebalan yang bervariasi, mulai dari 0,6 mm pada kelopak mata hingga setebal
3 mm pada punggung, telapak tangan dan telapak kaki (Mescher, 2013).
Komponen dasar dermis adalah kolagen, yang merupakan jenis protein
fibrosa. Kolagen adalah protein yang menyusun sekitar 70% dari berat kering
dermis. Setidaknya terdapat 15 jenis kolagen yang berbeda secara genetik di
kulit manusia. Kolagen yang merupakan protein struktural utama untuk seluruh
tubuh dapat ditemukan dalam tendon, ligamen, dan dermis. Kolagen dan serabut
elastin di dermis tersusun dalam jaringan tenun serat yang memiliki kekuatan
regang sehingga dermis menyediakan kemampuan peregangan dan kontraksi
(Tortora & Derrickson, 2009). Ketika kulit membentang, serabut kolagen
mencegah terjadinya robekan karena serabut tersebut memiliki kekuatan regang
yang tinggi. Serabut kolagen terdapat dalam jumlah yang konstan, serabut ini
didegradasi oleh enzim proteolitik yang disebut dengan collagenase dan
digantikan oleh serabut baru (James et al., 2006). Fibroblas menintegrasikan
molekul prokolagen, yaitu rantai polipeptida heliks spesifik yang menyekresikan
fibroblas, menjadi fibril kolagen. Asam amino glisin, hidroksiprolin, dan
hidroksilisin sangat memperkaya kolagen. Konstituen utama dari dermis adalah
kolagen tipe I. Serabut kolagen longgar ditemukan dalam lapisan papiler dermis,
sedangkan serabut kolagen yang lebih padat tersusun dalam lapisan retikuler
dermis. Kolagen tipe IV ditemukan di zona membran dasar, dan komponen
struktural utama dari penahan fibril adalah kolagen tipe VII yang diproduksi
oleh keratinosit (Tortora & Derrickson, 2009).
Serabut elastin merupakan serabut yang juga disintesis oleh fibroblas.
Serat ini lebih halus daripada kolagen dan ditemukan terjalin di antara buntalan
kolagen. Struktur dan susunan kimiawi dari serabut elastin berbeda dari kolagen.
Serabut ini terdiri dari dua komponen yaitu filamen protein dan protein amorf.
Serabut ini halus dalam lapisan papiler dan sedikit lebih kasar pada lapisan
retikuler dermis. Asam hialuronat merupakan komponen minor yang normal
terdapat dalam dermis (James et al., 2006). Elastin juga memiliki sifat elastis
yang memungkinkan kulit untuk kembali ke posisi normal setelah peregangan.
Elastin mempertahankan elastisitas dan fleksibilitas, sementara proteoglikan
memberikan viskositas dan hidrasi pada kulit. Seiring dengan bertambahnya
usia, maka akan terjadi penurunan jumlah serabut kolagen, dan kolagen yang
tersisa juga kehilangan elastisitasnya. Hal ini mengakibatkan serat kolagen
kehilangan bentuknya dan menjadi kusut. Sementara itu, serat elastis kehilangan
sebagian dari elastisitasnya tetapi akan bertambah ketebalannya. Perubahan ini
akan mengakibatkan kulit kehilangan elastisitas serta fleksibilitas, sehingga
tampilan keriput pada kulit pun muncul. (Murphy, 2007).

13
Dermis menerima suplai darah yang sangat banyak. Terdapat pleksus
arteri superfisial pada dermis papiler dan retikuler yang merupakan percabangan
dari arteri subkutis. Cabang-cabang dari pleksus ini membentuk loop kapiler di
lapisam papiler dermis, masing-masing terdiri atas loop tunggal kapiler, satu
arteri dan satu vena. Vena mengalir menuju pertengahan dermis dan jaringan
vena subkutan (Charkoudian, 2008).
Dilatasi serta konstriksi dari loop kapiler ini memainkan peran langsung
dalam proses termoregulasi dari kulit. Aliran darah di kulit manusia berfluktuasi
secara signifikan dalam menanggapi stress termal karena adanya sistem
termoregulasi yang diperankan oleh hipotalamus preoptik anterior (Boulant,
2005). Vasodilatasi dan aliran darah kulit meningkat bersaman dengan proses
berkeringat yang terjadi untuk mengurangi panas selama adanya paparan panas.
Sebaliknya, selama paparan dingin, vasokonstriksi di kulit mengurangi
kehilangan panas dari tubuh untuk mencegah hipotermia. (Mclafferty et al.,
2012). Kulit juga memiliki suplai persarafan yang sangat kaya. Kulit pada
bagian tangan, wajah dan alat kelamin memiliki kepadatan saraf tertinggi.
Semua saraf kulit memiliki badan sel di dorsal root ganglia. Baik neuron
bermielin dan tanpa mielin dapat ditemukan pada persarafan kulit (Kolarsick et
al., 2005). Ujung serabut saraf sensorik bebas terletak di dermis, ujung serabut
tersebut dapat mendeteksi rasa nyeri, gatal, dan suhu. Reseptor corpuscular
khusus juga terletak di lapisan dermis, reseptor ini memungkinkan sensasi
sentuhan diterima oleh korpus Meissner's, dan getaran oleh korpus Pacini.
Sistem saraf otonom member pasokan untuk persarafan motorik kulit. Serabut
adrenergik mempersarafi pembuluh darah, otot-otot erektor rambut dan kelenjar
apokrin sementara serabut kolinergik mempersarafi kelenjar keringat ekrin.
Sistem endokrin mengatur kelenjar sebasea, tidak dipersarafi oleh serabut
otonom (Ro & Dawson, 2005).
3. Lapisan Subkutan
Secara embriologi, menjelang akhir bulan kelima, sel-sel lemak mulai
berkembang dalam jaringan subkutan. Lobulus sel-sel lemak atau liposit
kemudian dipisahkan oleh septa fibrosa yang tersusun dari pembuluh darah besar
dan kolagen (Mcgrath et al., 2005). Lapisan subkutan memiliki ketebalan yang
bervariasi, sesuai dengan lokasinya pada tubuh. Lapisan ini menyediakan
bantalan lemak bagi tubuh dan juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan
energi. Konversi hormon juga berlangsung dalam lapisan ini misalnya,
pengubahan androstenedion menjadi estron oleh ensim aromatase. Liposit juga
mampu memproduksi leptin, yang merupakan hormon yang berperan dalam
pengaturan berat badan melalui jalur hipotalamus (Kanitakis, 2012).

14
2.2 DEFINISI
Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berpoliferasi di dalam
tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005).
Dalam Kamus Keperawatan disebutkan bahwa infeksi adalah invasi dan
multiplikasi mikroorganisme dalam jaringan tubuh, khususnya yang menimbulkan
cedera seluler setempat akibat metabolisme kompetitif, toksin, replikasi intraseluler atau
reaksi antigen-antibodi. Munculnya infeksi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
saling berkaitan dalam rantai infeksi. Adanya patogen tidak berarti bahwa infeksi akan
terjadi.

 Menurut Utama 2006, Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan
tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul
selama seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala
selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial.
Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang
kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum
pasien masuk rumah sakit, dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam
pasien berada dirumah sakit baru disebut infeksi nosokomial.

 Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar tubuh.
Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang sudah ada
didalam tubuh dan berpindah ke tempat baru yang kita sebut dengan self infection atau
auto infection, sementara infeksi eksogen (cross infection) disebabkan oleh
mikroorganisme yang berasal dari rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya.
(Yudhityarasati, 2007).
2.3 TANDA-TANDA INFEKSI

a. Calor (panas).
Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab terdapat
lebih banyak darah yang disalurkan ke area terkena infeksi/ fenomena panas lokal
karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti dan hiperemia lokal tidak
menimbulkan perubahan.
b. Dolor (rasa sakit)
Dolor dapat ditimbulkan oleh perubahan PH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu
dapat merangsang ujung saraf. pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat
kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf nyeri, selain itu pembengkakan jaringan
yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal dan menimbulkan rasa sakit.
c. Rubor (Kemerahan)

15
Merupakan hal pertama yang terlihat didaerah yang mengalami peradangan. Waktu
reaksi peradangan mulai timbul maka arteriol yang mensuplai daerah tersebut melebar,
dengan demikian lebih banyak darah yang mengalir kedalam mikro sirkulasi lokal.
Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja meregang, dengan cepat
penuh terisi darah. Keadaan ini yang dinamakan hiperemia atau kongesti.
d. Tumor (pembengkakan)
Pembengkakan ditimbulkan oleh karena pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi
darah kejaringan interstisial. Campuran cairan dan sel yang tertimbun di daerah
peradangan disebut eksudat.
e. Functiolaesa
Adanya perubahan fungsi secara superficial bagian yang bengkak dan sakit disrtai
sirkulasi dan lingkungan kimiawi lokal yang abnormal, sehingga organ tersebut
terganggu dalam menjalankan fungsinya secara normal. (Yudhityarasati, 2007).
2.4 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFEKSI LUKA OPERASI
Menurut Delay, 2005 faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi luka operasi adalah :
A. Enviroment.
1. Lamanya waktu tunggu pre operasi di rumah sakit.
 Menurut Haley dalam Iwan 2008 mengatakan bahwa bertambah lama
perawatan sebelum operasi akan meningkatkan resiko terjadinya infeksi
nosokomial dimana perawatan lebih dari 7 hari pre operasi akan
meningkatkan kejadian infeksi pasca bedah dan kejadian tertinggi didapat
pada lama perawatan 7 - 13 hari (dikutip oleh Hadibrata, 1989 : 17). Hasil
penelitian infection rate kira-kira 2 kali lebih besar setelah dirawat 2 minggu
dan 3 kali lebih besar setelah dirawat selama 3 minggu dibandingkan bila
dirawat 1-3 hari sebelum operasi. Lamanya operasi mempengaruhi resiko
terkena infeksinosokomial, semakin lama waktu operasi makin tinggi resiko
terjadinya infeksi nosokomial.
 Menurut Iwan 2008, lingkungan rumah sakit adalah reservoir
mikroorganisme dan merupakan salah satu sumber infeksi. Resiko
peningkatan infeksi terjadi pada waktu rawat yang panjang. Hasil penelitian
infection rate kira-kira 2 kali lebih besar setelah dirawat 2 minggu dan 3 kali
lebih besar setelah dirawat 3 minggu dibandingkan dirawat 1-3 hari sebelum
operasi. Menurut Cruse dan Foord terdapat hubungan antara lama
hospitalisasi sebelum operasi dengan insiden infeksi luka operasi. Angka
infeksi mencapai 1,2 % pada klien yang dirawat 1 hari, 2,1 % pada klien
yang dirawat 1 minggu, dan 3,4 % pada klien yang dirawat 2 minggu
(Malangoni, 1997 : 142).

16
2. Teknik septik antiseptic.
 Menurut Iwan 2008, transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi
dengan menjaga higiene dari tangan. Selain itu, penggunaan sarung tangan
sangat dianjurkan bila akan melakukan tindakan atau pemeriksaan pada
pasien dengan penyakit-penyakit infeksi. Hal yang perlu diingat adalah
memakai sarung tangan ketika melakukan tindakan dan mengambil atau
menyentuh darah, cairan tubuh, atau keringat, tinja, urin, membran mukosa
dan bahan yang kita anggap telah terkontaminasi, dan segera mencuci tangan
setelah melepas sarung tangan.
 Baju khusus juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian selama
kita melakukan suatu tindakan untuk mencegah percikan darah, cairan tubuh,
urin dan feses.
Menurut Rondhianto 2008, terdapat prinsip umum teknik aseptik ruang operasi yaitu :
a). Prinsip asepsis ruangan
Antisepsis dan asepsis adalah suatu usaha agar dicapainya keadaan yang memungkinkan
terdapatnya kuman-kuman pathogen dapat dikurangi atau ditiadakan, baik secara kimiawi,
mekanis atau tindakan fisik. Termasuk dalam cakupan tindakan antisepsis adalah selain alat-
alat bedah, seluruh sarana kamar operasi, semua implan, alat-alat yang dipakai personel operasi
(sandal, celana, baju, masker, topi dan lain-lainnya) dan juga cara membersihkan/melakukan
desinfeksi kulit.
b). Prinsip asepsis personel
Teknik persiapan personel sebelum operasi meliputi 3 tahap, yaitu : Scrubbing (cuci
tangan steril), Gowning (teknik peggunaan gaun operasi), dan Gloving (teknik pemakaian
sarung tangan steril), hal ini diperlukan untuk menghindarkan bahaya infeksi yang muncul
akibat kontaminasi selama prosedur pembedahan (infeksi nosokomial).
Di samping sebagai cara pencegahan terhadap infeksi nosokomial, teknik-teknik
tersebut juga digunakan untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kesehatan terhadap
bahaya yang didapatkan akibat prosedur tindakan yang di lakukan.
c). Prinsip asepsis pasien
Pasien yang akan menjalani pembedahan harus diasepsiskan. Maksudnya adalah dengan
melakukan berbagai macam prosedur yang digunakan untuk membuat medan operasi steril.
Prosedur-prosedur itu antara lain adalah kebersihan pasien, desinfeksi lapangan operasi dan
tindakan draping.
d). Prinsip asepsis instrumen
Instrumen bedah yang digunakan untuk pembedahan pasien harus benar-benar berada
dalam keadaan steril.

17
3. Ventilasi ruang operasi.
 Untuk mencegah kontaminasi udara pada kamar operasi, direkomendasikan
ventilasi mekanik. System AC diatur 20-24 per jam. Dengan desain yang
benar dan kontrol yang baik dari pergerakan staff maka kontaminasi udara
dapat ditekan dibawah 100 cfu/m3 selama operasi jika ditemukan kebersihan
udara.
B. Pasien
1. Umur.
 Menurut Purwandari 2006, bayi mempunyai pertahanan yang lemah terhadap
infeksi, lahir mempunyai antibody dari ibu, sedangkan sistem imunnya
masih imatur. Dewasa awal sistem imun telah memberikan pertahanan pada
bakteri yang menginvasi. Pada usia lanjut, karena fungsi dan organ tubuh
mengalami penurunan, system imun juga mengalami perubahan.
Peningkatan infeksi nosokomial juga sesuai dengan umur dimana pada usia
65 tahun kejadian infeksi tiga kali lebih sering daripada usia muda.
2. Nutrisi dan berat badan
 Menurut Williams & Barbul, 2003 dalam Dealay 2005 bahwa ada hubungan
yang bermakna antara penyembuhan luka operasi dengan status nutrisi.
 Sedangkan menurut Rondhianto 2008, Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan
mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan
atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen.
Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai
komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama
dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi
pasca operasi, dehisiensi, demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada
kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan
kematian.
3. Penyakit
 Menurut Perry & Potter 2005, pada pasien dengan diabetes mellitus terjadi
hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula
darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan
terjadi penurunan protein-kalori tubuh yang berakibat rentan terhadap
infeksi.
 Menurut Nawasasi 2008, Pasien dengan operasi usus, jika ia juga memiliki
penyakit lain seperti TBC, DM , malnutrisi dan lain-lain maka penyakit-
penyakit tersebut tentu saja amat sangat berpengaruh terhadap daya tahan
tubuh sehingga akan mengganggu proses penyembuhan luka operasi.

18
 Iwan 2008, menyampaikan bahwa Faktor daya tahan tubuh yang menurun
dapat menimbulkan resiko terkena infeksi nosokomial. Pasien dengan
gangguan penurunan daya tahan: immunologik. Usia muda dan usia tua
berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh terhadap infeksi.
4. Obat-obat yang digunakan
 Menurut Iwan 2008, di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri yang
patogen oportunis, ada pula bakteri yang secara mutualistik yang ikut
membantu dalam proses fisiologis tubuh. Pengetahuan tentang mekanisme
ketahanan tubuh orang sehat yang dapat mengendalikan jasad renik
oportunis perlu diidentifikasi secara tuntas. Dengan demikian bahaya infeksi
dengan bakteri oportunis pada penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa
harus menggunakan antibiotika.
 Menurut Iwan 2008, Pencegahan infeksi pasca bedah pada klien dengan
operasi bersih terkontaminasi, terkontaminasi, dan beberapa operasi bersih
dengan penggunaan antimikroba profilaksis diakui sebagai prinsip bedah.
Pada pasien dengan operasi terkontaminasi dan operasi kotor, profilaksis
bukan satu-satunya pertimbangan. Penggunaan antimikroba di kamar
operasi, bertujuan mengontrol penyebaran infeksi pada saat pembedahan.
Pada pasien dengan operasi bersih terkontaminasi, tujuan profilaksis untuk
mengurangi jumlah bakteri yang ada pada jaringan mukosa yang mungkin
muncul pada daerah operasi.
 Tujuan terapi antibiotik profilaksis untuk mencegah perkembangan infeksi
dengan menghambat mikroorganisme. CDC merekomendasikan parenteral
antibiotik profilaksis seharusnya dimulai dalam 2 jam sebelum operasi untuk
menghasilkan efek terapi selama operasi dan tidak diberikan lebih dari 48
jam. Pada luka operasi bersih dan bersih terkontaminasi tidak diberikan dosis
tambahan post operasi karena dapat menimbulkan resistensi bakteri terhadap
antibiotik .Bernard dan Cole, Polk Lopez-Mayor membuktikan keefektifan
antibiotik profilaksis sebelum operasi dalam pencegahan infeksi post operasi
efektif bersih terkontaminasi dan antibiotik yang diberikan setelah operasi
tidak mempunyai efek profilaksis (Bennet, J.V, Brachman, P, 1992 : 688).
(Yudhityarasati, 2007).

2.5 PENCEGAHAN INFEKSI LUKA OPERASI


1. Pengertian Infeksi Luka Operasi.
 Infeksi Luka Operasi (ILO) atau Infeksi Tempat Pembedahan (ITP)/ Surgical
Site Infection (SSI) adalah infeksi pada luka operasi atau organ/ruang yang
terjadi dalam 30 hari paska operasi atau dalam kurun 1 tahun apabila terdapat

19
implant. Sumber bakteri pada ILO dapat berasal dari pasien, dokter dan tim,
lingkungan, dan termasuk juga instrumentasi (Hidayat NN, 2009).

2. Klasifikasi
 Klasifikasi SSI menurut The National Nosocomial Surveillence Infection
(NNIS) terbagi menjadi dua jenis yaitu insisional dibagi menjadi superficial
incision SSI yang melibatkan kulit dan subkutan dan yang melibatkan jaringan
yang lebih dalam yaitu, deep incisional SSI.
 Lebih jauh, menurut NNSI, kriteria untuk menentukan jenis SSI adalah sebagai
berikut :
a) Superficial Incision SSI (ITP Superfisial)
 Merupakan infeksi yang terjadi pada kurun waktu 30 hari paska
operasi dan infeksi tersebut hanya melibatkan kulit dan jaringan
subkutan pada tempat insisi dengan setidaknya ditemukan salah
satu tanda sebagai berikut :
- Terdapat cairan purulen.
- Ditemukan kuman dari cairan atau tanda dari jaringan
superfisial.
- Terdapat minimal satu dari tanda-tanda inflammasi
- Dinyatakan oleh ahli bedah atau dokter yang merawat.
b) Deep Insicional SSI ( ITP Dalam )
 Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska
operasi jika tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1
tahun jika terdapat implan dan infeksi tersebut memang tampak
berhubungan dengan operasi dan melibatkan jaringan yang lebih
dalam (contoh, jaringan otot atau fasia ) pada tempat insisi
dengan setidaknya terdapat salah satu tanda :
- Keluar cairan purulen dari tempat insisi.
- Dehidensi dari fasia atau dibebaskan oleh ahli bedah karena
ada tanda inflammasi.
- Ditemukannya adanya abses pada reoperasi, PA atau
radiologis.
- Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter yang merawat

c) Organ/ Space SSI ( ITP organ dalam)


 Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska
operasi jika tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1
tahun jika terdapat implan dan infeksi tersebut memang tampak
berhubungan dengan operasi dan melibatkan suatu bagian

20
anotomi tertentu (contoh, organ atau ruang) pada tempat insisi
yang dibuka atau dimanipulasi pada saat operasi dengan
setidaknya terdapat salah satu tanda :
- Keluar cairan purulen dari drain organ dalam.
- Didapat isolasi bakteri dari organ dalam.
- Ditemukan abses.
- Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter.
 Pencegahan ILO harus dilakukan, karena jika tidak, akan
mengakibakan semakin lamanya rawat inap, peningkatan biaya
pengobatan, terdapat resiko kecacatan dan kematian, dan dapat
mengakibatkan tuntutan pasien. Pencegahan itu sendiri harus
dilakukan oleh pasien, dokter dan timnya, perawat kamar operasi,
perawat ruangan, dan oleh nosocomial infection control team.
3. Prinsip pencegahan ILO adalah dengan :
1. Mengurangi resiko infeksi dari pasien.
2. Mencegah transmisi mikroorganisme dari petugas, lingkungan, instrument dan pasien
itu sendiri.
Kedua hal di atas dapat dilakukan pada tahap pra operatif, intra operatif, ataupun paska
operatif. Berdasarkan karakteristik pasien, resiko ILO dapat diturunkan terutama pada
operasi terencana dengan cara memperhatikan karakteristik umur, adanya diabetes,
kebiasaan merokok, obsesitas, adanya infeksi pada bagian tubuh yang lain, adanya
kolonisasi bakteri, penurunan daya tahan tubuh, dan lamanya prosedur operasi.

2.6 MEMPERCEPAT PENYEMBUHAN LUKA

Luka bedah mengalami stres selama masa penyembuhan. Stres akibat nutrisi
yang tidak adekuat, gangguan sirkulasi, dan perubahan metabolisme akan meningkatkan
risiko lambatnya stres fisik. Regangan jahitan akibat batuk, muntah, distensi, dan
gerakan bagian tubuh dapat mengganggu lapisan luka. Perawat harus melindungi luka
dan mempercepat penyembuhan. Waktu kritis penyembuhan luka adalah 24 sampai 72
jam setelah pembedahan. Jika luka mengalami infeksi, biasanya infeksi terjadi 3 sampai
6 hari setelah pembedahan. Luka bedah yang bersih biasanya tidak kuat menghadapi
stres normal selama 15 sampai 20 hari setelah pembedahan. Perawat menggunakan
teknik aseptik saat mengganti balutan dan merawat luka. Drain bedah harus tetap paten
sehingga akumulasi sekret dapat keluar dari dasar luka. Observasi luka secara terus-
menerus dapat mengidentifikasi adanya tanda dan gejala awal terjadinya infeksi. Klien
lansia terutama berisiko mengalami infeksi luka pascaoperatif, sehingga perawat
preoperatif menurunkan risiko ini dengan cara memberi lingkungan yang aman dan
asuhan keperawatan yang komprehensif (Potter, 2006).
21
1. Pembersihan Luka
(AHCPR, 1994) Proses pembersihan luka terdiri dari memilih cairan yang tepat untuk
membersihkan luka dan menggunakan cara-cara mekanik yang tepat untuk memasukkan cairan
tersebut tanpa menimbulkan cedera pada jaringan luka. Pertama-tama mencuci luka dengan air
yang mengalir, membersihkan dengan sabun yang lembut dan air, serta dapat memberikan
antiseptik yang dibeli di luar apotik (Potter, 2006).
2. Balutan
Menggunakan balutan yang tepat perlu disertai pemahaman tentang penyembuhan luka.
Apabila balutan tidak sesuai dengan karakteristik luka, maka balutan tersebut dapat
mengganggu penyembuhan Luka (Erwin-Toth dan Hocevar, 1995; Krasner, 1995; Motta,
1995). Balutan juga harus dapat menyerap dirainase untuk mencegah terkumpulnya eksudat
yang dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri dan maserasi di sekeliling kulit akibat eksudat
luka (Potter, 2006).
a. Tujuan pembalutan.
1) Melindungi luka dari kontaminasi mikroorganisme.
2) Membantu hemostasis.
3) Mempercepat penyembuhan dengan cara menyerap drainase dan untuk
melakukan debredemen luka.
4) Menyangga atau mengencangkan tepi luka.
5) Melindungi klien agar tidak melihat keadaan luka (bila luka terlihat tidak
menyenangkan).
6) Meningkatkan isolasi suhu pada permukaan luka.
7) Mempertahankan kelembaban yang tinggi diantara luka dengan balutan.
(Potter, 2006).

b. Jenis-jenis balutan
 Balutan terdiri dari berbagai jenis bahan dan cara pemakaiannya
(basah dan kering). Balutan harus dapat digunakan dengan
mudah, nyaman, dan terbuat dari bahan yang mempercepat
penyembuhan luka. Pedoman klinik dari ACHPR (1994) dapat
membantu memilih jenis balutan yang sesuai dengan tujuan
perawatan luka (Potter, 2006).

 Rekomendasi Balutan dari AHCPR 1994 :

22
- Gunakan balutan yang dapat menjaga dasar luka tepat
lembab. Balutan basa-kering hanya boleh digunakan untuk
debridemen dana jangan menggunakan balutan yang
dilembabkan oleh salin secara terus-menerus.
- Gunakan penilaian klinik untuk memilih jenis balutan luka
lembab yang sesuai untuk ulkus. Penelitian terhadap beberapa
jenis balutan luka lembab menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan hasil akibat penyembuhan dekubitus.
- Pilih balutan yang menjaga permukaan kulit yang utuh
(periulkus) di sekitarnya tetap kering sambil menjaga dasar
luka tetap lembab.
- Pilih balutan yang dapat mengontrol eksudat tetapi tidak
menyebabkan desikasi dasar luka.
- Saat memilih jenis balutan, pertimbangkan waktu yang
dimiliki oleh pemberian perawatan.
- Hilangkan daerah luka yang mati dengan cara mengisi seluruh
rongga dengan bahan balutan. Hindarkan pembalutan yang
berlebihan.
- Monitor balutan yang terdapat di dekat anus, karena keutuhan
balutan sulit dijaga.(Potter, 2006)

3. Kondisi Stabil
 Jika kondisi klien stabil (misalnya setelah operasi atau tindakan) perawat
mengkaji luka untuk menentukan kemajuan penyembuhan luka yang dialami
oleh klien. Jika luka tertutup balutan dan dokter belum meminta untuk
menggantinya, perawat tidak boleh menginspeksi luka secara langsung kecuali
jika perawat mencurigai adanya komplikasi serius pada luka. Pada situasi seperti
itu perawat hanya menginspeksi balutan dan semua drain eksternal. Jika dokter
memutuskan untuk mengganti balutan, dokter akan mengkaji luka minimal 1
kali sehari. Saat sedang mengganti balutan, perawat menghindarkan terbuang
atau terangkatnya dari yang ada di bawahnya. Karena penggantian balutan dapat
menimbulkan nyeri, pemberian analgesik 30 menit sebelum melakukan tindakan
dapat membantu mengurangi nyeri klien.
Penampakan luka :
 Perawat mencatat apakah tepi luka telah menutup. Insisi bedah harus memiliki tepi
insisi yang bersih dan saling berdekatan. Sepanjang pinggir luak seringkali terbentuk
kerak yang berada dari eksudat. Luka tusuk biasanya berupa luka kecil yang nelingakr
dengan tepi luka menyatu ke arah tengah. Jika terbuka, tetapi luka terpisah dan perawat

23
harus menginspeksi kondisi jaringan adiposa dan jaringan penyambung yang berada di
bawah luka. Perawat juga melihat adanya komplikasi seperti dehisens dan eviserasi.
Tepi luka bagian luar secara normal terlihat mengalami inflamasi pada hari ke-2 sampai
hari ke-3, tetapi lama kelamanan inflamasi ini akan menghilang. Dalam waktu 7-10 hari,
luka dengan penyembuhan normal akan terisi sel epitel dan bagian pinggirnya akan
menutup. Apabila terjadi infeksi, tepi luka akan terlihat bengkak dan meradang.
 Perubahan warna kulit terjadi akibat memarnya jaringan intestisial atau terbentuknya
hematom. Pada awalnya darah yang berkumpul di antara lapisan kulit akan terlihat
berwarna kebiruan atau keunguan. Perlahan-lahan, bersamaan dengan hancurnya
bekuan darah pada kulit, akan mencul warna coklat atau kuning. (Potter, 2006)

4. Sterilisasi
 Kecepatan penyembuhan luka tergantung dari steril permukaan kulit selama proses
pembersihan luka sebelum pembalutan dan kecepatan membunuh mikroorganisme
pada pemberian teknik antiseptik. Saifuddin (2005) selama sekurang-kurangnya 20
menit untuk instrumen tidak terbungkus, 30 menit untuk instrumen terbungkus.

 Dengan demikian berdasarkan uraian di atas betadine-alkohol yang paling efektif,


karena kecepatan membunuh bakteri membutuhkan waktu 10-20 menit untuk
betadine, 10-15 menit untuk alkohol. Sedangkan betadine-savlon memerlukan waktu
membunuh kuman 10-20 menit untuk betadine, 20-30 menit untuk savlon. Jadi
dapat ditarik kesimpulan bahwa betadine-alkohol memerlukan waktu rentang
membunuh bakteri 10-20 menit, sedangkan betadine-savlon 10-30 menit sebelum
pembalutan. Luka dalam kondisi pembalutan sudah dinyatakan steril, karena sesuai
dengan tujuan pembalutan yaitu salah satunya melindungi luka dari kontaminasi
mikroorganisme.

2.6 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN LUKA

1. Usia
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih
sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor
pembekuan darah (Yusuf , 2009).

2. Nutrisi
 Penyembuhan luka secara normal memerlukan nutrisi yang tepat. Proses fisiologi
penyembuhan luka bergantung pada tersedianya protein, vitamin (terutama vitamin A
dan C) dan mineral renik zink dan tembaga. Kolagen adalah protein yang terbentuk dari
asam amino yang diperoleh fibroblas dari protein yang dimakan. Vitamin C dibutuhkan

24
untuk mensintasi kolagen. Vitamin A dapat mengurangi efek negatif steroid pada
penyembuhan luka. Elemen renik zink diperlukan untuk pembentukan epitel, sintesis
kolagen (zink) dan menyatukan serat-serat kolagen (tembaga) (Potter, 2006).

 Terapi nutrisi sangat penting untuk klien yang lemah akibat penyakit. Klien yang telah
menjalani operasi dan diberikan nutrisi yang baik masih tepat membutuhkan sedikitnya
1500 Kkal/hari. Pemberian makan alternatif seperti melalui enteral dan parenteral
dilakukan pada klien yang tersedia mampu mempertahankan asupan makanan secara
normal (Potter, 2006).
3. Infeksi
Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi (Yusuf ,
2009).
4. Sirkulasi (hipovolemia) dan oksigenasi
 Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah
besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah).
Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak
lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran darah
dapat terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang menderita gangguan
pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus. Oksigenasi jaringan
menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan kronik pada
perokok. Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan
menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka (Yusuf ,
2009).
5. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap
diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar, hal
tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses
penyembuhan luka (Yusuf , 2009).
6. Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian
tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada
luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada
pembuluh darah itu sendiri (Yusuf, 2009).
7. Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi
tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-
kalori tubuh (Yusuf , 2009).
8. Keadaan luka

25
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka.
Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.
9. Obat
 Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik
mempengaruhi penyembuhan luka.

 Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi
luka.

 Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera.

 Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan

 Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab


kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak
akan efektif akibat koagulasi intravaskular. (Yusuf , 2009).
2.7 KOMPLIKASI 
A. Komplikasi dini
1. Infeksi
 Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan
atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 – 7 hari
setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent,
peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka,
peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih.
2. Perdarahan
 Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada
garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing
(seperti drain). Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga
balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama
48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu. Jika
perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan luka steril
mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan mungkin
diperlukan.
3. Dehiscence dan Eviscerasi
 Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius.
Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi
adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi,
kegemukan, kurang nutrisi, ,multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk
yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien
mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 – 5 hari setelah
operasi sebelum kolagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan
eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar,

26
kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera dilakukan
perbaikan pada daerah luka.
B. Komplikasi Lanjut
 Keloid dan jaringan parut hipertrofik timbul karena reaksi serat kolagen yang
berlebihan dalam proses penyembuhan luka. Serat kolagen disini teranyam
teratur. Keloid yang tumbuh berlebihan melampaui batas luka, sebelumnya
menimbulkan gatal dan cenderung kambuh bila dilakukan intervensi bedah.
 Parut hipertrofik hanya berupa parut luka yang menonjol, nodular, dan
kemerahan, yang menimbulkan rasa gatal dan kadang – kadang nyeri. Parut
hipertrofik akan menyusut pada fase akhir penyembuhan luka setelah sekitar
satu tahun, sedangkan keloid tidak.
 Keloid dapat ditemukan di seluruh permukaan tubuh. Tempat predileksi
merupakan kulit, toraks terutama di muka sternum, pinggang, daerah rahang
bawah, leher, wajah, telinga, dan dahi. Keloid agak jarang dilihat di bagian
sentral wajah pada mata, cuping hidung, atau mulut.
 Pengobatan keloid pada umumnya tidak memuaskan. Biasanya dilakukan
penyuntikan kortikosteroid intrakeloid, beban tekan, radiasi ringan dan salep
madekasol (2 kali sehari selama 3-6 bulan). Untuk mencegah terjadinya keloid,
sebaiknya pembedahan dilakukan secara halus, diberikan beban tekan dan
dihindari kemungkinan timbulnya komplikasi pada proses penyembuhan luka.
(Yusuf, 2009)

27
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Prodi S-1 Keperawatan STIKES Hafshawaty


Zainul Hasan Genggong Probolinggo

FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN


PENGKAJIAN POSTNATAL

I. IDENTITAS
ISTRI SUAMI
Nama :Ny H Nama :Tn.F
Umur :19 tahun Umur : 21 tahun
Suku / Kebangsaan :Jawa/ Indonesia Suku / Kebangsaan: Jawa/ Indonesia
Pendidikan :SD Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Tani
Alamat : Sumber jeruk (17/24) Alamat : Sumber Jeruk (17/24)
Jambersari, Bondowoso Jambersari, Bondowoso
Agama : Islam Agama : Islam
Status : Menikah Status : Menikah
Penghasilan :- Penghasilan :-
Golongan Darah : - Golongan Darah: -
I. KELUHAN UTAMA
Keluhan utama: pasien mengatakan infeksi pada luka jahitan
Riwayat penyakit sekarang: pasien datang ke poli untuk kontrol jahitan luka operasi yang
kedua. Terdapat darah dan nanah yang merembes di pembalut luka kemudian disarankan
opname oleh dr dian tri SPOG. Awalnya pasien dilakukan sc di rs koesnadi tanggal
17/06/2019 jam 10.00, dioperasi karena letak sungsang. Tanggal 19/06/2019 pasien boleh
pulang ke rumah, setelah dirumah, pasien makan sedikit dan takut untuk makan makanan
sembarangan, tanggal 25/06/2019 pasien kontrol ke medika dan dirawat luka saja, karena
masih terdapat darah dan nanah yang merembes ke pembalut luka pada tanggal
30/6/2019 luka membuka dan bernanah. Tanggal 2/7/2019 pasien dioperasi kembali
(rehecting). Saat ini control ulang pasca penjahitan ulang hari ke 6 dan disarankan
opname tanggal 8/7/2019 jam 14.00.

28
III. RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN YANG LALU
KEADAAN
N TIPE JENIS BB MASALAH
TAHUN PENOLONG BAYI
O PERSALINAN KELAMIN LAHIR KEHAMILAN
WAKTU
1 2019 Sectio cesaria Dokter Laki-laki 2400 g Hidup -
2
3
4
5
Pengalaman menyusui : tidak berapa lama : -

IV. RIWAYAT KEHAMILAN SAAT INI


a. Berapa kali periksa hamil : 14 kali
b. Masalah kehamilan : kurang nafsu makan

V. RIWAYAT PERSALINAN
a. Jenis Persalinan : Sc A/I Lh, Cpd, Fetal Distress, Postdate Tgl / Jam: 17 juni jam 10.00
b. Jenis kelamin Bayi : P, BB / PB 2500 gram / 50 cm, AS: 7-8
c. Perdarahan : tidak ada Masalah dalam persalinan : tidak ada

VI. RIWAYAT GINEKOLOGI


a. Masalah Ginekologi : tidak ada
b. Riwayat KB : KB suntik 3 bulan selama 2 tahun.

VII. POLA FUNGSI KESEHATAN


a. Pola Personal Higiene ( Mandi, Sikat gigi, Cuci rambut )
Sebelum sakit :pasien mengatakan pasien mandi 3x sehari, sikat gigi 2x sehari, dan
cuci rambut 1x sehari Saat sakit:pasien mengatakan hanya di seka oleh keluarganya
b. Pola Nutrisi :
Sebelum sakit :Pasien mengatakan sebelum sakit makan 3x sehari dengan porsi
sedang komposisi nasi,
Saat sakit : pasien mengatakan saat sakit makan 3x sehari, 1 porsi dari rumah
sakit dihabiskan
c. Pola Cairan :
Sebelum sakit : Pasien mengatakan sebelum sakit minum satu botol aqua ukuran
besar (±1500 ml)
Saat sakit : pasien mengatakan saat sakit minum ±1500 ml
d. Pola Aktivitas

29
Sebelum sakit : Pasien mengatakan sebelum sakit pasien beraktivitas sebagai ibu
rumah tangga
Saat sakit : Pasien mengatakan saat sakit hanya bisa berbaring ditempat tidur
e. Pola Eliminasi Uri
Sebelum sakit :Pasien mengatakan buang air kecil ±4-6x sehari dengan konsistensi
warna kuning jernih dan berbau khas.
Saat sakit : pasien mengatakan buang air kecil 4x sekali ± 100cc dengan
konsistensi warna kuning kemerahan dan berbau khas.
f. Pola Eliminasi Alvi
Sebelum sakit : Pasien mengatakan BAB 1x sehari dengan konsistensi warna kuning,
lembek dan bau khas.
Saat sakit : Pasien mengatakan masih belum BAB dari hari sabtu tanggal 6 juli
2019
g. Pola Tidur dan Istirahat
Sebelum sakit :Pasien mengatakan sebelum sakit pasien tidur malam jam 21.00 s/d
05.00 dan tidur siang jam 12.00 s/d 14.00
saat sakit : Pasien mengatakan saat sakit tidur jam 20.00-05.00
h. Keadaan Mental
Adaptasi Psikologis : pasien mengatakan memang ingin memiliki anak setelah 3 tahun
menikah, dan takut untuk punya anak lagi karena mengalami kondisi yang sekarang
Penerimaan terhadap bayi : Pasien mengatakan menerima bayi dengan baik dan ingin
cepat pulang dari rumah sakit untuk bertemu anak
i. Kemampuan Menyusui : Pasien mengatakan mampu menyusui bayi, namun untuk
sekarang tidak bisa menyusui karena bayi ada di rumah
j. Pola seksualitas:
Sebelum sakit : pasien mengatakan sebelum hamil, pasien melakukan hubungan
suami istri 3 kali seminggu
saat sakit : pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan suami istri karena
masa nifas dan masih belum ingin melakukan hubungan suami istri
k. Pemenuhan kebutuhan rasa nyaman
l. Sebelum sakit : pasien mengatakan tidak pernah merasakan nyeri di anggota tubuh
Saat sakit : pasien mengatakan merasa tidak nyaman karena nyeri luka operasi di
perut bagian bawah, nyeri cekot-cekot, skala nyeri 4, nyeri semakin terasa saat
bergerak dan beraktivitas, nyeri berkurang saat beristirahat.
DATA UMUM KESEHATAN SAAT INI
A. Keadaan Umum
Status Obstetrik : P1A0 Bayi Rawat Gabung : tidak, dikarenakan bayi berada dirumah
Keadaan Umum: Baik Kesadaran composmentis BB/TB 48 Kg/140 Cm
Tanda Vital
Tekanan Darah: 120/90 mmHg ; Nadi : 86 x Suhu : 36,3 C RR: 19 x/menit

B. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala dan Leher
30
Kepala
Bentuk kepala normal, tidak ada oedem, tidak ada tidak ada pendarahan,
warna rambut hitam, ekspresi wajah tampah meringis skala nyeri 4
Leher
bentuk leher normal, tidak ada jejas atau lesi, tidak pembesaran lenjar tiroid,
tidak deviasi trakea
2. Mata
Konjungtiva tidak anemis, reflek cahaya positif, pupil isokor, uk: 3/3 mm tidak
ada ikterik, tidak ada raccon eyes, tidak ada papilla edema
3. Hidung
Tidak ada deviasi hidung, tidak memakai O2 tambahan, tidak ada pernafasan
cuping hidung.
4. Mulut
Tidak ada luka, tidak nampak jejas, bibir mukosa kering,dan pucat
5. Telinga
Struktur telinga lengkap, tidak ada otorea, tidak serumen didaerah telinga
6. Dada dan Payudara
- Jantung :
Inpeksi : ictus cordis tidak nampak
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : pekak
Auskultasi : S1- S2 tunggal
- Paru :
Inpeksi : pergerakan dinding dada simetris, tidak ada restraksi otot dada
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler
- Payudara : tampak adanya bendungan payudara, warna areola coklat
kehitaman
- Putting Susu: menonjol
- Pengeluaran ASI : lancar.

7. Abdomen
- Involusi Uterus: tidak normal
Fundus Uterus : 3 jari dibawah pusat. Kontraksi : lembek tidak sesuai dengan
masa nifasnya
- Kandung kemih : kosong
- Diastasis Rektus Abdominis : 3 cm
- Fungsi Pencernaan : baik
- Abdomen: terdapat luka jahit sc di supra pubik, luka ditutup kasa, terdapat
darah dan nanah yang merembes di pembalut luka,

8. Perineum & Genetalia


31
Vagina : Integritas kulit baik tidak ada edema, tidak ada memar, tidak
ada hematom
Perineum : Utuh
Tanda REEDA : tidak ada
Lokea : Jumlah sedikit, Jenis/warna serosa/ kuning keputihan/
Konsistensi kental, Bau khas
Hemoroid : tidak ada
Ekstremitas
Atas : terpasang infus RL di tangan kiri, tidak terdapat phlebitis, kekuatan otot
sinistra 5 dan dextra 5
Bawah : tidak terdapat edema, kekuatan otot sinistra 5 dan dextra 5
Varises :tidak ada lokasi:-
Tanda Homan : tidak ada

VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Parameter Result Ref. range
WBC 11,5 x 10ˆ3/Ul 4,0-10,0
Lymph 2,4 x 10ˆ3/Ul 0,8-4,0
Mide 0,6 x 10ˆ3/Ul 0,1-1,5
Gran 8,5 x10ˆ3/Ul 2,0-7,0
Limph% 20,8 % 20,0-40,0
Mid% 4,9 % 3,0-15,0
Grand% 74,3 % 50,0-70,0
HGB 10,4 g/Dl 12,0-16,0
RBC 3,63 x 10ˆ6/Ul 3,50-5,50
HCT 32,8 % 37,0-54,0
MCV 90,6 Fl 80,0-100,0
MCH 28,6 pg 27,0-34,0
MCHC 31,7 g/Dl 32,0-36,0
RDW CV 12,6 % 11,0-16,0
RDW BD 46,5 Fl 35,0-56,0
PLT 65,1 x 10’3Ul 150-450
MPV 6,3 Fl 6,5-12,0
PDW 14,5 9,0-17,0
PCT 0,410 0,108-0,282

IX.PENATALAKSANAAN
Metronidazole infus 3x 500mg
Cefixime 3x 200 mg
Infus RL 1000 cc/ 24 jam

X. MASALAH KEPERAWATAN
1. Ketidaknyamanan pasca persalinan berhubungan dengan kondisi pasca persalinan
2. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan tidak rawat gabung
3. Perlambatan pemulihan pasca bedah berhubungan dengan infeksi luka operatif.
ANALISA DATA

Nama :Ny. H
32
No Rekam Medik :

No Data Etiologi Masalah


keperawatan
1 Ds: pasien mengatakan Letak sungsang Perlambatan
terdapat darah dan nanah yang pemulihan pasca
merembes di luka balutan bedah
Indikasi dilakukan section
Do: cesaria
- terdapat luka jahitan sc di
supra pubik
- terdapat darah dan nanah Dilakukan tindakan operatif
yang merembes di
pembalut luka
- luka operasi belum kering Luka operasi
- hasil pemeriksaan lab
WBC
11.000 /Ul, Nilai normal Proteksi kurang
4,0-10,0
- TFU 3 jari dibawah pusat
teraba keras Invasi bakteri

Infeksi luka operasi

Keterlambatan
pemulihan pasca partum

2 Ds: pasien mengatakan merasa Letak sungsang Ketidaknyamanan


tidak nyaman karena nyeri luka pasca persalinan
operasi di perut bagian bawah,
nyeri cekot-cekot, skala nyeri 4, Indiksi dilakukan section
nyeri semakin terasa saat cesaria
bergerak dan beraktivitas, nyeri
berkurang saat beristirahat.
Do: Dilakukan tindakan operatif
- terdapat luka operasi di supra
pubik
- rehecting hari ke 6 Luka operasi
- Tampak meringis saat area
luka disentuh
- Menghindari gerakan yang Jaringan terputus

33
memperparah rasa nyeri
- Tampak membatasi gerak
Mrangsang area sensorik
dan motoric

Ketidaknyamanan pasca
persalinan

3 Ds: Pasien mengatakan Letak sungsang Menyusui tidak


mampu menyusui bayi, namun efektif
untuk sekarang tidak bisa
menyusui karena bayi ada di Indikasi dilakukan sectio
rumah cesaria

Do: Dilakukan tindakan


- terdapat pengeluaran ASI koperatif
saat ditekan
- putting susu menonjol
- terdapat bendungan ASI Infeksi luka operasi
- bayi tidak dirawat gabung
dengan ibu
- tidak ada lesi Ibu masuk rumah sakit
- tidak ada jaringan parut

Tidak rawat gabung


dengan bayi

Menyusui tidak efektif

DIAGNOSA PRIORITAS

No. Daftar diagnosa prioritas Tanggal muncul Tanggal teratasi


1 Menyusui tidak efektif berhubungan 08/7/19 12/7/19
dengan tidak rawat gabung
2 Perlambatan pemulihan pasca bedah 08/7/19 12/7/19

34
berhubungan dengan infeksi luka
operatif
3 Ketidaknyamanan pasca persalinan 08/7/19 12/7/19
berhubungan dengan kondisi pasca
persalinan

35
No. Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi
keperawatan
1. Ketidaknyamanan Setelah dilakukan Dengan indicator: a) Manajemen Nyeri
pasca persalinan tindakan 1. Meningkat 1. Periksa TTV

keperawatan 2x24 2. Cukup meningkat 2. Ciptakan lingkungan tenang


3. Sedang 3. Kaji nyeri
jam diharapkan
4. Cukup menurun 4. Berikan terapi non farmakologis
ketidaknyamanan
5. menurun 5. Pemberian analgetik
pasca partum
berkurang
No outcome SA ST b) Edukasi manajemen nyeri
1 Keluhan 3 5 6. Ajarkan teknik non farmakologis
tidak secara tepat
nyaman c) Perawatan kenyamanan
2 Meringis 3 5 7. Identifikasi gejala yaqng tidak
3 Kontraksi 3 5
menyenangkan
uterus 8. Berikan posisi yang nyaman
4 Merintih 3 5
Tingkat nyeri 9. Dukung keluarga untuk terlibat dalam

1. Menurun pengobatan pasien

2. Cukup menurun 10. Ajarkan latihan pernafasan

3. sedang
4. meningkat
5. cukup meningkat
No outcome SA ST
1 Kemampuan 3 5
menuntaska

36
n aktivitas
2. Menyusui tidak Setelah dilakukan Dengan indicator: a. Edukasi menyusui
efektif tindakan 1. Menurun 1. Identifikasi tujuan/ keinginan

keperawatan 2x24 2. Cukup menurun menyusui

jam diharapkan 3. sedang 2. Berikan materi/ pendidikan


4. cukup meningkat kesehatan
masalah teratasi
5. meningkat 3. Dukung ibu meningkatkan
atau berkurang
kepercayaan diri dalam menyusui
4. Ajarkan perawatan payudara
b. Pemeriksaan payudara
Status menyusui 5. Identifikasi adanya keluhan nyeri,
No Outcome SA ST rasa tidak nyaman, peneluaran
1 Perlekatan 1 5 6. Inspeksi payudara
bayi dan 7. Monitor adanya bekas mastektomi,
ibu lesi, jaringan parut, kemerahan,
3 Suplai ASI 3 5
eritema
Adekuat 8. Atur posisi yang nyaman dan jaga
4 Payudara 2 5
privasi
ibu kosong
9. Lakukan pemeriksaan pada posisi
supine
10. Ajarkan pemeriksaan payudara

Dukungan keluarga
No Indicator SA ST
1 Menanyakan 3 5
kondisi
37
pasien
2 Mencari 3 5
dukungan
social bagi
keluarga
yang sakit
3. Disfungsi seksual Dengan indicator: a. Evaluasi seksualitas
1. Menurun 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
2. Cukup menurun menerima observasi
3. Sedang 2. Sediakan materi dan media
4. Cukup meningkat pendidikan kesehatan
5. Meningkat 3. Berikan kesempatan untuk bertanya
b. Perawatan pasca persalinan
Fungsi seksual 4. Edukasi penggunaan alat kontrasepsi

No Outcome SA ST 5. Kaji pengetahuan, penggunaan alat


1 Verbalisasi 3 5 kontrasepsi sebelumnya
hubungan 6. Berikan edukasi tentang penggunaan

berubah kb yang tepat


2 Ketertarika 3 5 7. Jelaskan macam-macam kontrasepsi
n pada 8. Jelaskan pada ibu dan pasangan
pasangan tentang factor resiko jika terlalu
sering/ terlalu dekat jarak persalinan
Identitas seksual 9. Anjurkan ibu berkonsultasi dengan
No Outcome SA ST dokter / tenaga medis sebagai
1 Verbalisasi 3 5 pertimbangan
hubungan
38
harmonis

Harapan
No Outcome SA ST
1 Keterlibatan
dalam
aktivitas
perawatan
4. Perlambatan Setelah dilakukan Indicator: Perawatan pasca SC:
pemulihan pasca tindakan 3x24 jam Pemulihan pasca bedah 1. Identifikasi riwayat kehamilan dan
bedah diharapkan trauma 1. Menurun persalinan

pasca bedah cepat 2. Cukup menurun 2. Monitor tanda vital ibu


3. Sedang 3. Monitor kondisi luka dan balutan
pulih
4. Cukup meningkat 4. Anjurkan ibu mengkonsumsi TKTP
5. Meningkat Dukungan perawatan diri mandi
No Outcome SA ST 1. Monitor kebersihan tubuh
1 kenyamanan 3 5 2. Monitor integritas kulit
2 mobilitas 3 5
3. Fasilitasi mandi sesuai kebutuan
5 Kemampuan 3 5
4. Beritan bantuan sesuai tingkat
merawat diri
Penyembuhan luka kemandirian

1. Menurun Perawatan luka


2. Cukup menurun 1. Monitor karakteristik luka (missal:
3. Sedang drainase, warna, ukuran, bau)
4. Cukup meningkat 2. Monitor tanda-tanda infeksi
5. Meningkat 3. Lepaskan balutan dan plester

39
secara perlahan
4. Bersihkan dengan cairan NaCl
atau pembersih non toxik
5. Bersihkan jaringan nekrotik
No Outcome SA ST 6. Berikan salep yang sesuai ke kulit
1 Penyatuan 3 5 atau lesi
kulit 7. Pasang balutan sesuai dengan
2 Penyatuan 3 5
jenis luka
tepi luka 8. Pertahankan teknik steril saat
Tingkat infeksi
melakukan perawatan luka
1. Meningkat
9. Ganti balutan sesuan jumlah
2. Cukup meningkat
eksudat dan draige
3. Sedang
10. Jadwalkan perubahan posisi tiap 2
4. Cukup menurun
jam atau sesuai kondisi pasien
5. Menurun
11. Berikan suplemen vitamin sesuai
No Outcome SA ST
indikasi
1 kemerahan 3 5
2 nyeri 3 5 12. Jelaskan tanda infeksi
3 bengkak 3 5 13. Ajarkan prosedur perawatan luka
4 Cairan 3 5
secara mandiri
berbau 14. Kolaborasi pemberian antibiotik
busuk
5 purulen 3 5

40
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
NO. JAM DIAGNOSA KEP IMPLEMENTASI EVALUASI
1 Ketidaknyamanan 1. Melakukan pemeriksaan TTV Ds: pasien mengatakan merasa tidak nyaman
pasca persalinan H: Tekanan Darah: 120/90 mmHg ; karena nyeri luka operasi di perut bagian
Nadi : 86 x/m, Suhu : 36,3 C, RR: 19 bawah, nyeri cekot-cekot, skala nyeri 5, nyeri
x/Menit semakin terasa saat bergerak dan
2. Mengkaji nyeri beraktivitas, nyeri berkurang saat beristirahat.
H: pasien mengatakan merasa tidak Do:
nyaman karena nyeri luka operasi di perut
- terdapat luka operasi di hipogastrik
bagian bawah, nyeri cekot-cekot, skala
- TFU 3 jari dibawah pusat teraba keras
nyeri 5, nyeri semakin terasa saat
- Masa nifas hari ke 22
bergerak dan beraktivitas, nyeri
- Tampak meringis saat area luka disentuh
41
berkurang saat beristirahat. - Menghindari gerakan yang memperparah
3. Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam rasa nyeri
H: klien mampu melakukan relaksasi A. Masalah belum teratasi
dengan nafas dalam
Dengan indicator:
4. Melakukan hasil kolaborasi dengan dokter
6. Meningkat
dengan memberikan terapi farmakologis
7. Cukup meningkat
Oral Asam mefenamat tab 500 mg
8. Sedang
H: pasien tidak punya alergi obat
9. Cukup menurun
10. menurun

No outcome SA ST SC
1 Keluhan 3 5 3
tidak
nyaman
2 Meringis 3 5 3
3 Kontraksi 3 5 3
uterus
4 Merintih 3 5 3
Tingkat nyeri
6. Menurun
7. Cukup menurun
8. sedang
9. meningkat
10. cukup meningkat
No outcome SA ST SC
1 Kemampuan 3 5 3

42
menuntaska
n aktivitas

P: intervensi 1-10 lanjutkan


2. Menyusui tidak 1. Mengkaji keinginan menyusui ibu Ds: Pasien mengatakan mampu menyusui
efektif dengan menanyakan perasaan ibu saat bayi, namun untuk sekarang tidak bisa
ini menyusui karena bayi ada di rumah
H: pasien mengatakan ingin menyusui
bayinya
Do:
2. Mendukung ibu meningkatkan
- terdapat pengeluaran ASI saat ditekan
kepercayaan diri dalam menyusui
- putting susu menonjol
dengan menganjurkan ibu memberikan
- terdapat bendungan ASI
ASI tiap 4 jam menggunakan pompa
dan botol untuk diberikan pada bayi ibu - bayi tidak dirawat gabung dengan ibu

dirumah - tidak ada lesi


H: pasien mengerti - tidak ada jaringan parut,
3. Mengajarkan perawatan payudara A: masalah belum teratasi
dengan mempraktekkan langsung pada Dengan indicator:
ibu. 1. Menurun
H: pasien mengerti 2. Cukup menurun
4. Mengidentifikasi adanya keluhan nyeri, 3. sedang
rasa tidak nyaman, pengeluaran ASI 4. cukup meningkat
H: pasien mengatakan payudara tidak 5. meningkat
nyeri dan biasa saja, Asi lancar Status menyusui
5. Mengobservasi adanya bekas
No Outcome SA ST SC
mastektomi, lesi, jaringan parut, 1 Perlekatan 1 5 1
43
kemerahan, eritema bayi dan
H: tidak ada lesi, tidak ada jaringan ibu
parut 3 Suplai ASI 3 5 3
6. Mencatat kesimetrisan payudara Adekuat
H: Payudara simetris 4 Payudara 2 5 2
7. Ajarkan pemeriksaan payudara sendiri ibu kosong
H: Pasien kooperatif
Dukungan keluarga
No Indicator SA ST SC
1 Menanyakan 3 5 3
kondisi
pasien
2 Mencari 3 5 3
dukungan
social bagi
keluarga
yang sakit
P: intervensi 1-10 lanjutkan
3 Disfungsi Seksual 1. mengkaji penggunaan alat kontrasepsi Ds: saat sakit : pasien mengatakan tidak
sebelumnya bisa melakukan hubungan suami istri karena
H: Pasien pernah menggunakan kb masa nifas dan masih belum ingin melakukan
suntik 3 bulan
hubungan suami istri
2. memberikan edukasi tentang
penggunaan kb
Do:
H: pasien mengerti
- Verbalisasi hasrat seksual menurun
3. menjelaskan macam-macam

44
kontrasepsi - Terdapat lokea rubra jumlah 1 cc
H: pasien mengerti
4. menjelaskan pada ibu dan pasangan A: masalah belum teratasi
tentang factor resiko jika terlalu sering/
Dengan indicator:
terlalu dekat jarak persalinan
1. Menurun
H: pasien paham
2. Cukup menurun
5. Anjurkan ibu berkonsultasi dengan
3. Sedang
dokter / tenaga medis sebagai
4. Cukup meningkat
pertimbangan
5. Meningkat
H: pasien paham
Perawatan pasca persalinan
Fungsi seksual
6. Memonitor Lochea dengan
No Outcome SA ST SC
menginspeksi kelurnya cairan pada jalan
1 Verbalisasi 2 5 2
lahir ibu
hubungan
H: Terdapat lokea rubra jumlah 1 cc
berubah
2 Ketertarika 3 5 3
7. Meraba fundus uterus n pada
H: 3 jari dibawah pusat, kontraksi keras
pasangan
8. menjelaskan tanda bahaya nifas pada
ibu Identitas seksual
H: pasien paham No Outcome SA ST SC
1 Verbalisasi 3 5 3
hubungan
harmonis

45
Harapan
No Outcome SA ST SC
1 Keterlibatan 2 5 2
dalam
aktivitas
perawatan

P: intervensi 1-9 lanjutkan


4. Perlambatan Perawatan SC: Ds: pasien mengatakan terdapat darah dan
pemulihan pasca 1. Mengidentifikasi riwayat kehamilan dan nanah yang merembes di luka balutan
bedah persalinan
H: Hamil pertama dengan riwayat CPD
Do:
2. Memonitor kondisi luka dan balutan
- terdapat luka jahitan sc di hipogastrik
H: terdapat darah dan nana yang
- terdapat darah dan nanah yang
merembes ke obset
merembes di obset
3. Menganjurkan ibu mengkonsumsi makan
- luka operasi belum kering
Tinggi Kalori Tinggi Protein
H: Ibu kooperatif - hasil pemeriksaan lab WBC

Dukungan perawatan diri mandi 11.000 /Ul, Nilai normal 4,0-10,0


1. Memonitor kebersihan tubuh A: masalah teratasi sebagian
H: klien tampak bersih Pemulihan pasca bedah
2. Membantu menyeka ibu 6. Menurun
H: menyiapkan alat seka pasien 7. Cukup menurun
Perawatan luka 8. Sedang
a. Mengkaji karakteristik luka 9. Cukup meningkat
b. Monitor tanda-tanda infeksi 10. Meningkat
46
c. melepaskan balutan dan plester secara No Outcome SA ST SC
perlahan 1 kenyamanan 3 5 3
2 mobilitas 3 5 3
d. membersihkan dengan cairan NaCl
5 Kemampuan 3 5 3
e. memberikan serbuk nebacitine ke area
merawat diri
luka Penyembuhan luka
f. memasang balutan sesuai dengan jenis 6. Menurun
luka 7. Cukup menurun
g. mempertahankan teknik steril saat 8. Sedang
melakukan perawatan luka 9. Cukup meningkat
h. mengganti balutan sesuai jumlah eksudat 10. Meningkat
i. melakukan hasil Kolaborasi dengan
No Outcome SA ST SC
dokter dengan memberikan obat oral 1 Penyatuan 3 5 3
cefixime 200 mg, infus metronidazole 100 kulit
mg 2 Penyatuan 3 5 4
tepi luka
Tingkat infeksi
6. Meningkat
7. Cukup meningkat
8. Sedang
9. Cukup menurun
10. Menurun
No Outcome SA ST SC
1 kemerahan 3 5 3
2 nyeri 3 5 3
3 bengkak 3 5 4
4 Cairan 3 5 3
berbau
47
busuk
5 purulen 3 5 3

P: intervensi 1-10 lanjutkan

CATATAN PERKEMBANGAN
Hari : Rabu
Tanggal : 10 Juli 2019

48
N S O A P I E
o

1. pasien - terdapat Ketidaknyama a)Manajemen Nyeri 1. Melakukan Ds: pasien mengatakan merasa
mengataka luka nan pasca 1. Periksa TTV pemeriksaan TTV tidak nyaman karena nyeri
n merasa operasi di persalinan 2. Ciptakan H: Tekanan Darah: luka operasi di perut bagian
lingkungan 120/80 mmHg ;
tidak hipogastrik bawah, nyeri cekot-cekot,
tenang Nadi : 80 x/m,
nyaman - TFU 3 jari skala nyeri 5, nyeri semakin
3. Kaji nyeri
karena dibawah Suhu : 36,8 C, RR: terasa saat bergerak dan
4. Berikan terapi
nyeri luka pusat 20 x/Menit beraktivitas, nyeri berkurang
non farmakologis
operasi di teraba 2. Mengkaji nyeri saat beristirahat.
5. Pemberian
H: pasien
perut keras analgetik Do:
mengatakan merasa
bagian - Masa nifas - terdapat luka operasi di
tidak nyaman karena
bawah, hari ke 23 b)Edukasi hipogastrik
nyeri luka operasi di
nyeri - Tampak manajemen nyeri - TFU 3 jari dibawah pusat
perut bagian bawah,
cekot- meringis 1.Ajarkan teknik teraba keras
nyeri cekot-cekot,
cekot, saat area non farmakologis - Masa nifas hari ke 23
skala nyeri 5, nyeri
secara tepat
skala nyeri luka semakin terasa saat - Tampak meringis saat area
c) Perawatan
5, nyeri disentuh bergerak dan luka disentuh
kenyamanan
semakin - Menghinda beraktivitas, nyeri - Menghindari gerakan yang
1. Identifikasi
terasa saat ri gerakan berkurang saat memperparah rasa nyeri
gejala yaqng
bergerak yang beristirahat. - Saat rawat luka lukanya masih
tidak
3. Mengajarkan teknik
dan memperpa menyenangkan ada pust dan darah.
relaksasi nafas
beraktivita rah rasa 2. Berikan posisi A: Masalah belum teratasi
dalam
49
s, nyeri nyeri yang nyaman H: klien mampu Dengan indicator:
berkurang 3. Dukung melakukan relaksasi 1. Meningkat
saat keluarga untuk dengan nafas dalam 2. Cukup meningkat
terlibat dalam 4. Melakukan hasil 3. Sedang
beristirahat
pengobatan kolaborasi dengan 4. Cukup menurun
.
pasien dokter dengan 5. menurun
4. Ajarkan latihan memberikan terapi
pernafasan farmakologis N outcome S S SC
5. Oral Asam o A T
mefenamat tab 500 1 Keluhan 3 5 3
mg tidak
H: pasien tidak nyaman
punya alergi obat 2 Meringis 3 5 3
3 Kontraksi 3 5 3
uterus
4 Merintih 3 5 3
Tingkat nyeri
1. Menurun
2. Cukup menurun
3. sedang
4. meningkat
5. cukup meningkat
N outcome S S SC
o A T
1 Kemampua 3 5 3
n

50
menuntaska
n aktivitas

P: intervensi 1-10 lanjutkan


2. Pasien - terdapat Menyusui a) Edukasi menyusui 1. Mengkaji keinginan Ds: Pasien mengatakan tidak
mengataka pengeluara tidak efektif 1. Identifikasi menyusui ibu memeras ASI buat anaknya
n tidak n ASI saat tujuan/ dengan menanyakan dirumah
keinginan perasaan ibu saat ini
menyusui ditekan
menyusui H: pasien
bayinya - putting Do:
2. Berikan mengatakan ingin
selama di susu - terdapat pengeluaran ASI saat
materi/ menyusui bayinya
rumah menonjol ditekan
pendidikan selama dirumah
sakit - terdapat
kesehatan sakit
- pasien tidak tampak memeras
bendungan 3. Dukung ibu 2. Mendukung ibu ASI di ruang rawat
ASI meningkatkan meningkatkan dalam A: masalah belum teratasi
- bayi tidak kepercayaan memeras ASI untuk Dengan indicator:
dirawat diri dalam bayinya 1. Menurun
gabung menyusui H: pasien mengerti 2. Cukup menurun

dengan ibu 4. Ajarkan 3. Mengidentifikasi 3. sedang


perawatan adanya keluhan 4. cukup meningkat
- tidak ada
payudara nyeri, rasa tidak 5. meningkat
lesi
b) Pemeriksaan nyaman, Status menyusui
- tidak ada
payudara pengeluaran ASI N Outcome S S SC
jaringan
1. Identifikasi H: pasien o A T
parut, adanya keluhan mengatakan 1 Perlekata 1 5 1
nyeri, rasa tidak payudara tidak nyeri n bayi dan
51
nyaman, dan biasa saja, Asi ibu
peneluaran lancar 3 Suplai 3 5 3
2. Inspeksi 4. Mengobservasi ASI
payudara adanya bekas Adekuat
3. Monitor adanya mastektomi, lesi, 4 Payudara 2 5 2
bekas jaringan parut, ibu
mastektomi, kemerahan, eritema kosong
lesi, jaringan H: tidak ada lesi,
parut, tidak ada jaringan Dukungan keluarga
kemerahan, parut N Indicator S S SC
eritema o A T
4. Atur posisi yang 1 Menanyaka 3 5 3
nyaman dan n kondisi
jaga privasi pasien
5. Lakukan 2 Mencari 3 5 3

pemeriksaan dukungan
pada posisi social bagi
supine keluarga
6. Ajarkan yang sakit
pemeriksaan P: intervensi 1-10 lanjutkan
payudara
3. - - pasien Disfungsi a) Evaluasi 1. Meraba fundus Ds: -
masih Seksual seksualitas uterus

dalam 1. Identifikasi H: 3 jari dibawah Do:


kesiapan dan pusat, kontraksi
masa nifas - Dalam masa perawatan dirumah
kemampuan keras

52
- ada menerima 2. Mengkaji keluaran sakit
keluaran observasi lokea pasien - Masa nifas
darah 2. Sediakan materi H: rubra 2cc
dan media 3. Menganjurkan
rubra 2cc
pendidikan pasien untuk tidak
- TFU 3 jari A: masalah teratasi
kesehatan berhubungan suami
dibawah Dengan indicator:
3. Berikan istri terlebih dahulu
pusat 1. Menurun
kesempatan sampai selesai masa
2. Cukup menurun
untuk bertanya nifas
3. Sedang
b) Perawatan pasca H: pasien mengerti
4. Cukup meningkat
persalinan 4. Menganjurkan
5. Meningkat
1. Edukasi pasien untuk tetap
penggunaan menjaga kebersihan
Fungsi seksual
alat kontrasepsi vaginanya
2. Kaji H: sering ganti N Outcome S S S

pengetahuan, pembalit jika selesai o A T C


1 Verbalisasi 2 5 5
penggunaan BAK dan BAB
hubungan
alat kontrasepsi
sebelumnya berubah
2 Ketertarika 3 5 5
3. Berikan edukasi
n pada
tentang
penggunaan kb
pasangan

yang tepat
Identitas seksual
4. Jelaskan
N Outcome S S S
macam-macam
kontrasepsi o A T C
53
5. Jelaskan pada 1 Verbalisasi 3 5 5
ibu dan hubungan
pasangan harmonis
tentang factor
resiko jika
terlalu sering/ Harapan
terlalu dekat
N Outcome S S S
jarak persalinan
o A T C
6. Anjurkan ibu 1 Keterlibata 2 5 5
berkonsultasi n dalam
dengan dokter /
aktivitas
tenaga medis
perawatan
sebagai
pertimbangan P: hentikan intervensi
4. pasien - terdapat Perlambatan a) Perawatan a) Perawatan SC: Ds: pasien mengatakan terdapat
mengataka luka pemulihan pasca SC: 1. Mengidentifikasi darah dan nanah yang
n terakhir jahitan sc pasca bedah 1. Identifikasi riwayat kehamilan merembes di luka balutan
riwayat dan persalinan
lawat luka di Do:
kehamilan dan H: Hamil pertama
masih hipogastrik - terdapat luka jahitan sc di
persalinan dengan riwayat
terdapat - terdapat hipogastrik
2. Monitor tanda CPD
darah dan darah dan - terdapat darah dan nanah
vital ibu 2. Memonitor kondisi
nanah nanah luka dan balutan
saat rawat luka
3. Monitor kondisi
pada luka saat rawat H: terdapat darah - luka operasi belum kering
luka dan balutan
post luka 4. Anjurkan ibu dan pust saat - luka masih bau
oprasinya - luka rawat luka - hasil pemeriksaan lab WBC
54
operasi mengkonsumsi 3. Menganjurkan ibu 11.000 /Ul, Nilai normal 4,0-
belum TKTP mengkonsumsi 10,0
kering b) Dukungan makan Tinggi A: masalah teratasi sebagian
perawatan diri Kalori Tinggi
- hasil Pemulihan pasca bedah
mandi Protein seperti
pemeriksa 1. Menurun
1. Monitor putih telur ikan,
an lab 2. Cukup menurun
kebersihan dan daging
WBC 3. Sedang
tubuh H: Ibu kooperatif
4. Cukup meningkat
11.000 /Ul,
2. Monitor b) Dukungan
5. Meningkat
Nilai
integritas kulit perawatan diri
N Outcome S S S
normal
3. Fasilitasi mandi mandi
o A T C
4,0-10,0 sesuai kebutuan 1. Memonitor 1 Kenyamana 3 5 3
4. Beritan bantuan kebersihan tubuh n
sesuai tingkat H: klien tampak 2 Mobilitas 3 5 3
5 Kemampua 3 5 3
kemandirian bersih
c) Perawatan 2. Membantu n merawat

luka menyeka ibu diri


Penyembuhan luka
1. Monitor H: menyiapkan alat
1. Menurun
karakteristik seka pasien
2. Cukup menurun
luka (missal: c) Perawatan luka
3. Sedang
drainase, 1. Mengkaji
4. Cukup meningkat
warna, ukuran, karakteristik luka
5. Meningkat
bau) 2. Monitor tanda-
tanda infeksi N Outcome S S S
2. Monitor tanda-
tanda infeksi 3. melepaskan o A T C
1 Penyatuan 3 5 3
55
3. Lepaskan balutan dan kulit
balutan dan plester secara 2 Penyatuan 4 5 4
plester secara perlahan tepi luka
Tingkat infeksi
perlahan 4. membersihkan
4. Bersihkan dengan cairan 1. Meningkat

dengan cairan NaCl 2. Cukup meningkat

NaCl atau 5. memberikan 3. Sedang

pembersih non serbuk nebacitine 4. Cukup menurun

toxik ke area luka 5. Menurun

5. Bersihkan 6. memasang
jaringan balutan sesuai N Outcome S S S
nekrotik dengan jenis luka o A T C
1 kemerahan 3 5 3
6. Berikan salep 7. mempertahankan
2 Nyeri 3 5 3
yang sesuai ke teknik steril saat 3 Bengkak 4 5 4
kulit atau lesi melakukan 4 Cairan 3 5 4
7. Pasang balutan perawatan luka berbau
sesuai dengan 8. mengganti balutan busuk
jenis luka sesuai jumlah 5 Purulent 3 5 3
8. Pertahankan eksudat
teknik steril saat 9. melakukan hasil
P: intervensi 1-10 lanjutkan

melakukan Kolaborasi dengan


perawatan luka dokter dengan
9. Ganti balutan memberikan obat
sesuan jumlah oral cefixime 200
eksudat dan mg, infus
draige metronidazole 100
56
10. Jadwalkan mg
perubahan
posisi tiap 2 jam
atau sesuai
kondisi pasien
11. Berikan
suplemen
vitamin sesuai
indikasi
12. Jelaskan tanda
infeksi
13. Ajarkan
prosedur
perawatan luka
secara mandiri
14. Kolaborasi
pemberian
antibiotik

57
CATATAN PERKEMBANGAN
Hari : Kamis
Tanggal : 11 Juli 2019
N S O A P I E
o
1. pasien - terdapat Ketidaknya a) Manajemen Nyeri 1. Melakukan Ds: pasien mengatakan rasa
mengataka luka manan 1. Periksa TTV pemeriksaan TTV nyeri sudah berkurang
n masih operasi di pasca 2. Ciptakan H: Tekanan apada daerah luka oprasi.
lingkungan Darah: 120/90
tidak hipogastrik persalinan nyeri cekot-cekot, skala nyeri
tenang mmHg ; Nadi : 86
nyaman - TFU 3 jari 4, nyeri semakin terasa saat
3. Kaji nyeri
pada luka dibawah x/m, Suhu : 36,3 dirawat luka.
4. Berikan terapi
operasi di pusat C, RR: 19 x/Menit Do:
non
perut teraba 2. Mengkaji nyeri - terdapat luka operasi di
58
bagian keras farmakologis H:pasien hipogastrik
bawah, - Masa nifas 5. Pemberian mengatakan - TFU 3 jari dibawah pusat
nyeri hari ke 24 analgetik masih tidak teraba keras
cekot- - Tampak nyaman pada luka - Masa nifas hari ke 24
b) Edukasi
cekot, meringis operasi di perut - Tampak meringis saat area
manajemen nyeri
skala nyeri saat area bagian bawah, luka disentuh waktu rawat luka
1. Ajarkan teknik
5, nyeri luka nyeri cekot-cekot, - Luka masih ada pust dan
non
semakin disentuh farmakologis
skala nyeri 5, nyeri darah
terasa - Merintih secara tepat semakin terasa - Menghindari gerakan yang
dirawat saat c) Perawatan dirawat luka, saat memperparah rasa nyeri
luka, saat dilakukan kenyamanan bergerak dan A: Masalah belum teratasi
bergerak rawat luka 1. Identifikasi beraktivitas. Dengan indicator:
dan - Menghinda gejala yaqng 3. Menganjurkan 1. Meningkat
beraktivita ri gerakan tidak pasien untuk tetap 2. Cukup meningkat
menyenangkan menerapkan teknik 3. Sedang
s. yang
2. Berikan posisi relaksasi jika nyeri 4. Cukup menurun
memperpa
yang nyaman timbul 5. menurun
rah rasa
3. Dukung H: klien mampu
nyeri
keluarga untuk melakukan N Outcome S S S
terlibat dalam relaksasi dengan o A T C
pengobatan nafas dalam 1 Keluhan 3 5 3
pasien 4. Melakukan hasil tidak
4. Ajarkan latihan kolaborasi dengan nyaman
pernafasan dokter dengan 2 Meringis 3 5 4
3 Kontraksi 3 5 3
59
memberikan terapi uterus
farmakologis 4 Merintih 3 5 4
Tingkat nyeri
Oral Asam
1. Menurun
mefenamat tab 500
2. Cukup menurun
mg
3. sedang
H: pasien tidak
4. meningkat
punya alergi obat
5. cukup meningkat
N Outcome S S S
o A T C
1 Kemampua 3 5 3
n
menuntaska
n aktivitas

P: intervensi 1-10 lanjutkan


2. Pasien - pasien Menyusui a. 1. Mengkaji pasien Ds: Pasien mengatakan bayinya
mengataka tidak tidak efektif 1. Identifikasi terkait ASI untuk biar dikasih susu formula dulu
n bayinya tampak tujuan/ bayinya dirumah untuk sementara
keinginan H: Pasien
dikasih memeras
menyusui mengatakan
susu ASI Do:
2. Berikan materi/ bayinya dikasih
formula - tidak ada - Pasien tidak memeras ASI
pendidikan
dirumahny lat susu formula
kesehatan
a memeras dirumahnya A: masalah belum teratasi
3. Dukung ibu
2. Menganjurkan
ASI meningkatkan Dengan indicator:
keluarga untuk
60
diruang kepercayaan diri mendukung pasien 1. Menurun
perawatan dalam menyusui memeras ASI buat 2. Cukup menurun

pasien 4. Ajarkan bayinya dirumah 3. sedang


perawatan H: pasien mengerti 4. cukup meningkat
payudara 3. Mengidentifikasi 5. meningkat
b) Pemeriksaan adanya keluhan Status menyusui
payudara nyeri, rasa tidak N Outcome S S SC
1. Identifikasi nyaman, o A T
adanya keluhan pengeluaran ASI 1 Perlekata 1 5 1
nyeri, rasa tidak H: pasien n bayi dan
nyaman, mengatakan ibu
peneluaran payudara tidak nyeri 3 Suplai 3 5 3
2. Inspeksi dan biasa saja, Asi ASI
payudara lancar Adekuat
3. Monitor adanya 4. Ajarkan 4 Payudara 2 5 2
bekas pemeriksaan ibu
mastektomi, lesi, payudara sendiri kosong
jaringan parut, H: Pasien kooperatif
kemerahan, Dukungan keluarga
eritema N Indicator S S S
4. Atur posisi yang o A T C
nyaman dan 1 Menanyaka 3 5 4
jaga privasi n kondisi
5. Lakukan pasien
pemeriksaan 2 Mencari 3 5 4
pada posisi dukungan
61
supine social bagi
6. Ajarkan keluarga
pemeriksaan yang sakit
payudara
P: intervensi 1-10 lanjutkan

3. pasien - terdapat Perlambata a) Perawatan pasca a) Perawatan SC: Ds: pasien mengatakan terdapat
mengataka luka n pemulihan SC: 1. Memonitor darah dan nanah yang
n terdapat jahitan sc pasca 1. Identifikasi kondisi luka dan merembes di luka balutan
riwayat balutan
darah dan di bedah Do:
kehamilan dan H: terdapat
nanah saat hipogastrik - terdapat luka jahitan sc di
persalinan darah dan pust
rawat luka - terdapat hipogastrik
2. Monitor tanda saat rawat luka
terakhir darah dan - tidah ada rembesan darah
vital ibu 2. Menganjurkan
nanah ibu untuk tetap
pada kassa
3. Monitor
saat rawat meningkatkan - saat rawat luka masih ada
kondisi luka
luka dan balutan konsumsi darah dan pust
- luka 4. Anjurkan ibu makan Tinggi - luka operasi belum kering
operasi mengkonsums Kalori Tinggi - hasil pemeriksaan lab WBC
belum i TKTP Protein 11.000 /Ul, Nilai normal 4,0-
kering b) Dukungan H: Ibu kooperatif 10,0

62
perawatan diri b) Dukungan A: masalah teratasi sebagian
mandi perawatan diri Pemulihan pasca bedah
1. Monitor mandi 1. Menurun
kebersihan 1. Memonitor 2. Cukup menurun
tubuh kebersihan 3. Sedang
2. Monitor tubuh 4. Cukup meningkat
integritas kulit H: klien tampak 5. Meningkat
3. Fasilitasi bersih N Outcome S S S
mandi sesuai 2. Membantu o A T C
kebutuan menyeka ibu 1 Kenyamana 3 5 4
4. Beritan H: menyiapkan n
bantuan alat seka pasien 2 Mobilitas 3 5 4
5 Kemampua 3 5 4
sesuai tingkat c) Perawatan luka
n merawat
kemandirian 1. Mengkaji
c) Perawatan diri
karakteristik
Penyembuhan luka
luka luka
1. Menurun
1. Monitor 2. Monitor tanda-
2. Cukup menurun
karakteristik tanda infeksi
3. Sedang
luka (missal: 3. melepaskan
4. Cukup meningkat
drainase, balutan dan
5. Meningkat
warna, ukuran, plester secara
N Outcome S S S
bau) perlahan
o A T C
2. Monitor tanda- 4. membersihkan
1 Penyatuan 3 5 3
tanda infeksi dengan cairan
kulit
3. Lepaskan NaCl 2 Penyatuan 4 5 4

63
balutan dan 5. memberikan tepi luka
plester secara serbuk Tingkat infeksi
perlahan nebacitine ke 1. Meningkat
4. Bersihkan area luka 2. Cukup meningkat
dengan cairan 6. memasang 3. Sedang
NaCl atau balutan sesuai 4. Cukup menurun
pembersih non dengan jenis 5. Menurun
toxik luka N Outcome S S S
5. Bersihkan 7. mempertahanka o A T C
jaringan n teknik steril 1 kemerahan 3 5 3
2 Nyeri 3 5 3
nekrotik saat melakukan
3 Bengkak 4 5 4
6. Berikan salep perawatan luka 4 Cairan 3 5 4
yang sesuai ke 8. mengganti berbau
kulit atau lesi balutan sesuai
busuk
7. Pasang jumlah eksudat 5 Purulent 3 5 3
balutan sesuai 9. melakukan hasil
dengan jenis Kolaborasi P: intervensi 1-10 lanjutkan
luka dengan dokter
8. Pertahankan dengan
teknik steril memberikan
saat obat oral
melakukan cefixime 200
perawatan mg, infus
luka metronidazole
9. Ganti balutan 100 mg
sesuan jumlah
64
eksudat dan
draige
10. Jadwalkan
perubahan
posisi tiap 2
jam atau
sesuai kondisi
pasien
11. Berikan
suplemen
vitamin sesuai
indikasi
12. Jelaskan
tanda infeksi
13. Ajarkan
prosedur
perawatan
luka secara
mandiri
14. Kolaborasi
pemberian
antibiotik

65
CATATAN PERKEMBANGAN
Hari : Jum’at
Tanggal : 12 Juli 2019
N S O A P I E
o
1. pasien - terdapat Ketidaknyaman a) Manajemen Nyeri 1. Melakukan Ds: pasien mengatakan merasa
mengataka luka an pasca 1. Periksa TTV pemeriksaan TTV tidak nyaman karena nyeri
n merasa operasi di persalinan 2. Ciptakan H: Tekanan luka operasi di perut bagian
lingkungan Darah: 110/80
tidak hipogastrik bawah sudah berkurang ,
tenang mmHg ; Nadi :
nyaman - TFU 3 jari nyeri sudah berkurang, skala
3. Kaji nyeri
karena dibawah 76x/m, Suhu : nyeri 3, nyeri saat dirawat
4. Berikan terapi
nyeri luka pusat 36 C, RR: 20 luka dan beraktivitas.
non
operasi di teraba x/Menit Do:
farmakologis
perut keras 2. Mengkaji nyeri - terdapat luka operasi di
5. Pemberian
bagian - Masa nifas H:pasien hipogastrik tertutup kassa tidah
analgetik
bawah hari ke 24 mengatakan ada rembesan darah
sudah - Tampak b)Edukasi merasa tidak - Masa nifas hari ke 24
berkurang, meringis manajemen nyeri nyaman karena - TFU 4 jari dibawah pusat
nyeri saat area 1. Ajarkan teknik nyeri luka - Tampak meringis saat area
non operasi di perut
cekot- luka luka disentuh saat rawat luka
farmakologis bagian bawah
cekot, disentuh - Luka masih ada darah
secara tepat sudah
skala nyeri - Posisi - Tidak ada pust
66
3, nyeri berjalan c) Perawatan berkurang, nyeri A: Masalah belum teratasi
timbul saat tampak kenyamanan cekot-cekot, Dengan indicator:
dirawat menahan 1. Identifikasi skala nyeri 3, 1. Meningkat
gejala yaqng 2. Cukup meningkat
luka dan di nyeri nyeri timbul
tidak 3. Sedang
buat jalan. - Menghinda saat dirawat
menyenangkan 4. Cukup menurun
ri gerakan luka dan di buat
2. Berikan posisi 5. menurun
yang jalan.
yang nyaman
memperpa 3. Melakukan rawat
3. Dukung N Outcome S S S
rah rasa luka
keluarga untuk
H: luka masih ada o A T C
nyeri terlibat dalam 1 Keluhan 3 5 4
darah tidak ada
pengobatan tidak
pust
pasien
nyaman
4. Ajarkan latihan 2 Meringis 4 5 4
4. Melakukan hasil 3 Kontraksi 3 5 4
pernafasan
kolaborasi dengan uterus
dokter dengan 4 Merintih 4 5 4
memberikan Tingkat nyeri
terapi 1. Menurun

farmakologis 2. Cukup menurun

Oral: 3. sedang

Asam 4. meningkat

mefenamat tab 5. cukup meningkat

500 mg N outcome S S S
H: pasien tidak o A T C
punya alergi obat 1 Kemampua 3 5 3

67
n
menuntaska
n aktivitas

P: intervensi 1-10 lanjutkan


2. Pasien - bayi Menyusui tidak a. 1. Mengkaji faktor Ds: Pasien mengatakan
mengataka dirawat efektif 1. Identifikasi pasien tidak sementara tidak menyusui
n tidak ada dirumah tujuan/ memeras ASInya dulu
keinginan H: Pasien
yang mau - ada
menyusui mengatakan
antar penyeluara Do:
2. Berikan materi/ tidak ada yang
ASInya jika n ASI - putting susu menonjol
pendidikan
diperas mau antar - terdapat bendungan ASI
kesehatan
ASInya jika - bayi tidak dirawat gabung
3. Dukung ibu
diperas dengan ibu
meningkatkan
kepercayaan diri - tidak ada lesi
2. Menganjurkan
dalam menyusui - tidak ada jaringan parut,
pasien utuk tetap
4. Ajarkan A: masalah belum teratasi
mengosongkan
perawatan Dengan indicator:
ASInya agar
payudara 1. Menurun
tidak bengkak
b. 2. Cukup menurun
H: pasien
payudara 3. sedang
mengerti
1. Identifikasi 4. cukup meningkat
3. Mengobservasi
adanya keluhan 5. meningkat
adanya bekas
nyeri, rasa tidak Status menyusui
mastektomi, lesi,
nyaman,
68
peneluaran jaringan parut, N Outcome S S SC
2. Inspeksi kemerahan, o A T
payudara eritema 1 Perlekata 1 5 1
3. Monitor adanya H: tidak ada lesi, n bayi dan
bekas tidak ada ibu
mastektomi, lesi, jaringan parut 3 Suplai 3 5 3
jaringan parut, 4. Mencatat ASI
kemerahan, kesimetrisan Adekuat
eritema payudara 4 Payudara 2 5 2
4. Atur posisi yang H: Payudara ibu
nyaman dan simetris kosong
jaga privasi
5. Lakukan Dukungan keluarga
pemeriksaan N Indicator S S SC
pada posisi o A T
supine 1 Menanyaka 4 5 4
6. Ajarkan n kondisi
pemeriksaan pasien
payudara 2 Mencari 4 5 5
dukungan
social bagi
keluarga
yang sakit
P: intervensi 1-10 lanjutkan
3. pasien - terdapat Perlambatan a) Perawatan pasca a) Perawatan SC: Ds: pasien mengatakan sudak
mengataka luka pemulihan SC: 1. Memonitor tidak ada nanahnya hanya
69
n terdapat jahitan sc pasca bedah 1. Identifikasi kondisi luka darah saja
darah dan di riwayat dan balutan Do:
nanah saat hipogastri kehamilan dan H: terdapat - terdapat luka jahitan sc di
persalinan darah dan
rawat luka k hipogastrik
2. Monitor tanda nana yang
terakhir - terdapat - terdapat darah saat rawat
vital ibu merembes
darah dan luka
3. Monitor ke obset
nanah - tidak ada rembesan darah
kondisi luka 2. Menganjurka
yang dan balutan n ibu
dan nanah pada kassa
merembes 4. Anjurkan ibu mengkonsum - luka operasi belum kering
di obset mengkonsums si makan A: masalah teratasi sebagian
- luka i TKTP Tinggi Kalori Pemulihan pasca bedah
operasi b) Dukungan Tinggi 1. Menurun
belum perawatan diri Protein 2. Cukup menurun

kering mandi H: Ibu 3. Sedang

1. Monitor kooperatif 4. Cukup meningkat


- hasil
kebersihan b) Dukungan 5. Meningkat
pemeriksa
tubuh perawatan diri N Outcome S S S
an lab
2. Monitor mandi o A T C
WBC
integritas kulit 1. Memonitor 1 kenyamana 4 5 4
11.000 /Ul,
3. Fasilitasi kebersihan n
Nilai 2 mobilitas 4 5 4
mandi sesuai tubuh
normal 5 Kemampua 4 5 5
kebutuan H: klien
4,0-10,0 n merawat
4. Beritan tampak
diri
bantuan bersih Penyembuhan luka

70
sesuai tingkat 2. Membantu 1. Menurun
kemandirian menyeka ibu 2. Cukup menurun
c) Perawatan H:menyiapka 3. Sedang
luka n alat seka 4. Cukup meningkat

1. Monitor pasien 5. Meningkat

karakteristik c) Perawatan luka N Outcome S S S


luka (missal: 1. Mengkaji o A T C
drainase, karakteristik 1 Penyatuan 3 5 4
warna, ukuran, luka kulit
2. Monitor tanda- 2 Penyatuan 4 5 4
bau)
2. Monitor tanda- tanda infeksi tepi luka
Tingkat infeksi
tanda infeksi 3. melepaskan
1. Meningkat
3. Lepaskan balutan dan
2. Cukup meningkat
balutan dan plester secara
3. Sedang
plester secara perlahan
4. Cukup menurun
perlahan 4. membersihkan
5. Menurun
4. Bersihkan dengan cairan
NaCl N Outcome S S S
dengan cairan
NaCl atau 5. memberikan o A T C
1 kemerahan 3 5 4
pembersih non serbuk
2 Nyeri 3 5 4
toxik nebacitine ke 3 bengkak 4 5 4
5. Bersihkan area luka 4 Cairan 3 5 4
jaringan 6. memasang berbau
nekrotik balutan sesuai busuk
6. Berikan salep dengan jenis 5 purulen 4 5 5

71
yang sesuai ke luka P: intervensi 1-10 lanjutkan
kulit atau lesi 7. mempertahanka
7. Pasang n teknik steril
balutan sesuai saat melakukan
dengan jenis perawatan luka
luka 8. mengganti
8. Pertahankan balutan sesuai
teknik steril jumlah eksudat
saat 9. melakukan hasil
melakukan Kolaborasi
perawatan dengan dokter
luka dengan
9. Ganti balutan memberikan
sesuan jumlah obat oral
eksudat dan cefixime 200
draige mg, infus
10. Jadwalkan metronidazole
perubahan 100 mg
posisi tiap 2
jam atau
sesuai kondisi
pasien
11. Berikan
suplemen
vitamin sesuai
indikasi
72
12. Jelaskan
tanda infeksi
13. Ajarkan
prosedur
perawatan
luka secara
mandiri
14. Kolaborasi
pemberian
antibiotik

CATATAN PERKEMBANGAN
Hari : Sabtu
Tanggal : 13 Juli 2019
N S O A P I E
o
1. pasien - terdapat Ketidaknya a) Manajemen 1. Melakukan Ds: pasien mengatakan rasa
73
mengataka luka manan Nyeri pemeriksaan TTV sakit pada luka oprasinya
n rasa operasi di pasca 1. Periksa TTV H: Tekanan sangat berkurang. Rasa
tidak hipogastrik persalinan 2. Ciptakan Darah: 120/80 nyeri timbul jika dirawat
lingkungan mmHg ; Nadi : 86
nyaman - TFU 4 jari luka saja saat di tekan-
tenang
karena dibawah x/m, Suhu : 36,2 tekan, skala nyeri 2,
3. Kaji nyeri
nyeri luka pusat C, RR: 20 x/Menit Do:
4. Berikan
operasi di teraba 2. Mengkaji nyeri - terdapat luka operasi di
terapi non
perut keras H:pasien hipogastrik
farmakologis
bagian - Masa nifas mengatakan rasa - TFU 4 jari dibawah pusat
5. Pemberian
bawah hari ke 25 analgetik
tidak nyaman teraba keras
sudah - Tidak karena nyeri luka - Masa nifas hari ke 25
sangat meringis b)Edukasi operasi di perut - Posisi berjalan tidak terlalu
berkurang saat manajemen bagian bawah tegak
, nyeri dirawat nyeri sudah sangat - Luka sudah bersi tidak ada
1. Ajarkan berkurang , nyeri
hilang luka pust dan darah
teknik non hilang timbul,
timbul, - Luka ditutup opside
farmakologi
skala nyeri skala nyeri 2, nyeri A: Masalah belum teratasi
s secara
2, nyeri saat dirawat luka Dengan indicator:
tepat
saat saat ditekan. 1. Meningkat
c) Perawatan
dirawat Rencana mau 2. Cukup meningkat
kenyamanan
luka saat pulang siang 3. Sedang
1. Identifikasi
4. Cukup menurun
ditekan. gejala yaqng
3. Melakukan rawat 5. menurun
Rencana tidak
menyenangk luka

74
mau an H: luka sudah N Outcom SA ST SC
pulang 2. Berikan bersih tidah ada o e
siang posisi yang darah dan pust , 1 Keluhan 4 5 5
nyaman luka ditutup opside tidak
3. Dukung 4. Melakukan hasil nyaman
keluarga kolaborasi dengan 2 Meringis 4 5 5
3 Kontraks 4 5 5
untuk terlibat dokter dengan
dalam memberikan terapi i uterus
4 Merintih 4 5 5
pengobatan farmakologis Tingkat nyeri
pasien 5. Oral Asam 1. Menurun
4. Ajarkan mefenamat tab 500 2. Cukup menurun
latihan mg 3. sedang
pernafasan H: pasien tidak 4. meningkat
punya alergi obat 5. cukup meningkat
N Outcome S S S
o A T C
1 Kemampuan 3 5 4
menuntaska
n aktivitas

P: Hentikan intervensi pasien


pulang
2. Pasien - terdapat Menyusui a. 1. Menganjurkan Ds: Pasien mengatakan
mengataka pengeluar tidak efektif menyusui pasien untuk tetap senang nnti sudah bisa
n nanti an ASI 1. Identifikasi menyusui ketemu bayinya dan bisa

75
dirumah saat tujuan/ bayinyanjika sudah menyusui lagi
bakalan ditekan keinginan dirumah

menyusui - putting menyusui H: Pasien Do:


2. Berikan mengatakan nanti
bayinya susu - terdapat pengeluaran ASI
materi/ dirumah bakalan
lagi menonjol saat ditekan
pendidikan
- terdapat menyusui bayinya - putting susu menonjol
kesehatan
bendunga lagi - terdapat bendungan ASI
3. Dukung ibu
n ASI 2. Menganjurka - bayi tidak dirawat gabung
meningkatkan
keluarga untuk tetap
- bayi tidak kepercayaan dengan ibu
mendukung pasien
dirawat diri dalam A: masalah belum teratasi
dalam memberikan
gabung menyusui Dengan indicator:
ASI
dengan ibu 4. Ajarkan 1. Menurun
H: keluarga
- perawatan 2. Cukup menurun
kooperatif
payudara 3. sedang
3. Menganjurkan
b. 4. cukup meningkat
pasien untuk tetap
payudara 5. meningkat
menjaga kebersihan
1. Identifikasi Status menyusui
payudaranya
adanya N Outcome S S S
sebelum menyusui
keluhan nyeri, o A T C
byinya
rasa tidak 1 Perlekata 1 5 1
H: pasien mengerti
nyaman, n bayi dan
peneluaran ibu
2. Inspeksi 3 Suplai 3 5 3
payudara ASI
3. Monitor
76
adanya bekas Adekuat
mastektomi, 4 Payudara 2 5 2
lesi, jaringan ibu
parut, kosong
kemerahan,
eritema Dukungan keluarga
4. Atur posisi N Indicator S S S
yang nyaman o A T C
dan jaga 1 Menanyaka 4 5 5
privasi n kondisi
5. Lakukan pasien
pemeriksaan 2 Mencari 5 5 5
pada posisi dukungan
supine social bagi
6. Ajarkan keluarga
pemeriksaan yang sakit
payudara P: hentikan intervensi pasien
pulang
3. pasien - terdapat Perlambata a) Perawatan a) Perawatan SC: Ds: pasien mengatakan sudah
mengataka luka n pemulihan pasca SC: 1. Memonitor boleh pulang dan lukanya
n tidak ada jahitan sc pasca 1. Identifikasi kondisi luka dan suda bersih
riwayat balutan
darah dan di bedah Do:
kehamilan H: luka bersih
naha saat hipogastri - terdapat luka jahitan sc di
dan tidak ada darah
rawat luka k hipogastrik
persalinan dan pust
terakhir - tidak ada - luka tetetutup opside
2. Monitor 2. Menganjurkan

77
rembesan tanda vital ibu untuk tetap - tidak ada rembesan darah
darah dan ibu mengkonsumsi A: masalah teratasi
pust pada 3. Monitor makan Tinggi Pemulihan pasca bedah
kondisi luka Kalori Tinggi 1. Menurun
kassa
dan balutan Protein 2. Cukup menurun
- luka
4. Anjurkan dirumahnya 3. Sedang
operasi
ibu 3. H: Ibu kooperatif 4. Cukup meningkat
belum
mengkonsu b) Dukungan 5. Meningkat
kering msi TKTP perawatan diri N Outcome S S S
sepehuny b) Dukungan mandi o A T C
- saat rawat perawatan diri 1. Memonitor 1 Kenyamana 4 5 5
luka tidah mandi kebersihan n
ada darah 1. Monitor tubuh 2 Mobilitas 4 5 5
dan pust 5 Kemampua 4 5 5
kebersihan H: klien tampak
- luka
n merawat
tubuh bersih
sudah 2. Monitor c) Perawatan luka diri
Penyembuhan luka
bersih integritas 1. Mengkaji
1. Menurun
kulit karakteristik
2. Cukup menurun
3. Fasilitasi luka
3. Sedang
mandi 2. Monitor tanda-
4. Cukup meningkat
sesuai tanda infeksi
5. Meningkat
kebutuan 3. melepaskan
4. Beritan N Outcome S S S
balutan dan
bantuan plester secara o A T C
1 Penyatuan 4 5 5
sesuai perlahan
kulit
78
tingkat 4. membersihkan 2 Penyatuan 4 5 5
kemandiria dengan cairan tepi luka
n NaCl Tingkat infeksi
c) Perawatan 5. memberikan 1. Meningkat

luka serbuk 2. Cukup meningkat

1. Monitor nebacitine ke 3. Sedang

karakteristik area luka 4. Cukup menurun

luka 6. memasang 5. Menurun

(missal: balutan sesuai N Outcome S S S


drainase, dengan jenis o A T C
warna, luka 1 kemerahan 4 5 4
7. mempertahanka
2 nyeri 4 5 4
ukuran, 3 bengkak 4 5 5
bau) n teknik steril 4 Cairan 4 5 5
2. Monitor saat melakukan
berbau
tanda-tanda perawatan luka
busuk
infeksi 8. mengganti 5 purulen 5 5 5
3. Lepaskan balutan sesuai

balutan dan jumlah eksudat P: hentikan intervensi pasien


plester 9. melakukan hasil pulang
secara Kolaborasi

perlahan dengan dokter

4. Bersihkan dengan

dengan memberikan

cairan NaCl obat oral

atau cefixime 200


mg, infus
79
pembersih metronidazole
non toxik 100 mg
5. Bersihkan
jaringan
nekrotik
6. Berikan
salep yang
sesuai ke
kulit atau
lesi
7. Pasang
balutan
sesuai
dengan
jenis luka
8. Pertahanka
n teknik
steril saat
melakukan
perawatan
luka
9. Ganti
balutan
sesuan
jumlah
eksudat
80
dan draige
10. Jadwalkan
perubahan
posisi tiap 2
jam atau
sesuai
kondisi
pasien
11. Berikan
suplemen
vitamin
sesuai
indikasi
12. Jelaskan
tanda
infeksi
13. Ajarkan
prosedur
perawatan
luka secara
mandiri
14. Kolaborasi
pemberian
antibiotik

81
82
BAB 4
PEMBAHASAN JURNAL

HASIL
Ada banyak faktor risiko infeksi bedah sc, yang dibagi menjadi faktor ekstrinsik dan
faktor intrinsik. Beberapa faktor intrinsik infeksi bedah ditemukan pada wanita pasca-CS.
Yaitu pada ketuban pecah dini, preeklampsia, obesitas, mobilitas, nutrisi buruk, dan
komorbiditas, seperti diabetes (Dhar et al., 2014; Nobbs & Crozier, 2011; Thornburg et al.,
2012). Diabetes adalah faktor intrinsik umum baik untuk wanita normal maupun wanita
obesitas pasca-SC. Dan faktor ekstrinsik pada wanita pasca-SC baik normal atau kelebihan
berat badan. Faktor ekstrinsik yaitu SC yang tidak terjadwal, penggunaan drainase, lama
operasi, jenis persiapan kulit, teknik bedah, metode penutupan kulit, antibiotik profilaksis,
dan penggunaan saluran air (Hopkins, & Smaill, 2012; Johnson, Young, & Reilly, 2006;
Nobbs, & Crozier, 2011; Olsen et al., 2008; Thornburg et al., 2012; Vermillion, Lamoutte,
Soper, & Verdeja, 2000).
Intervensi dan pencegahan Infeksi bedah SC.
Beberapa intervensi telah ditemukan untuk mencegah infeksi bedah SC baik dalam
perawatan pra-operasi atau pasca operasi. Strategi pencegahan pra-operasi termasuk
persiapan kulit pra-operasi, pendidikan staf, dan pemberian antibiotik profilaksis. Sementara
itu, strategi pencegahan pasca operasi adalah penggunaan bahan ganti yang sesuai.
Intervensi dan pencegahan infeksi bedah SC
Beberapa intervensi untuk mencegah infeksi bedah SC dalah persiapan kulit pra-
operasi, pendidikan staf, pemberian antibiotik profilaksis, dan berpakaian. Seorang calon
Studi kohort (Graling & Vasaly, 2013) menemukan bahwa chlorhexidine gluconate
dibandingkan dengan yodium saja menghasilkan tingkat pertumbuhan bakteri yang lebih
rendah pada 18 jam setelah CS. Bisa disimpulkan bahwa chlorhexidine gluconate lebih
direkomendasikan daripada yodium saja mencegah CS-SSI. Selain itu, mengenai pendidikan
staf, dalam sebuah studi oleh Rauk (2010), the pendidikan dan pelatihan staf diaplikasikan
sebagai paket intervensi, termasuk persiapan kulit pra operasi dengan CHG, persiapan kulit
intraoperatif menggunakan CHG dengan alkohol, dan manajemen sterilisasi instrumen.
Hasilnya ditemukan signifikan pengurangan tingkat SSI keseluruhan setelah intervensi.

83
Namun, itu tidak bisa disimpulkan bahwa pendidikan staf efektif untuk mengurangi SSI
karena itu adalah intervensi kelompok.
Dalam hal pemberian antibiotik profilaksis, sebuah studi menemukan bahwa
awal pemberian antibiotik, 2 hingga 24 jam ke dalam periode pra-operasi dikaitkan dengan
risiko SSI terendah (Skjeldestad, Bjornholt, Gran, & Erisken, 2015). Sebagai tambahan, itu
juga menemukan bahwa rumah sakit yang menyediakan profilaksis antibiotik untuk semua
wanita yang menjalani CS telah mengurangi tingkat SSI superfisial di antara CS yang
direncanakan (Skjeldestad, Bjornholt, Gran, & Erisken, 2015). Juga, menggunakan bahan
ganti yang tepat diperlukan untuk pencegahan SSI di antara wanita yang menjalani CS.
Sebuah studi yang dilakukan di Inggris menemukan bahwa menggunakan madu yang
dimodifikasi secara biologis sebagai bahan pembalut luka mengurangi CS-SSI (Dryden et al.,
2014). Demikian pula, Nikpour et al menemukan bahwa madu yang dimodifikasi secara
biologis efektif untuk meningkatkan status penyembuhan luka untuk mengurangi SSI dan
direkomendasikan karena memang demikian produk alami dengan efek samping yang langka
dan biaya rendah (Nikpour, Shirvani, Azadbakht, Zanjani, & Mousavi, 2014)

84
BAB 5
PENUTUP
5.1 kesimpulan
Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai
suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang
tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu
dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial.
5.2 saran
Infeksi area luka dapat di cegah dengan menjaga kebersihan , makan makanan yang
yang bergizi dan meminum obat antibiotic untuk menjaga infeksi dari dalam.

85
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Hardi. 2013. NANDA NIC NOC jilid 1. Yogyakarta: Mediction Publishing.
Amin, Hardi. 2013. NANDA NIC NOC jilid 2. Yogyakarta: Mediction Publishing.
Ambarwati, Eni Retna Dan Diah Wulandari. 2010. Asuhan kebidanan NIFAS. Yogjakarta: Nuha
Medika
Dewi, Vivian Nanny lia dan Tri Suanarsih.2011.Asuhan kebidanan Pada Ibu Nifas.jakarta : salemba
medika.
Kelly paula, M.D.2010.Buku saku Asuhan Neonatus & Bayi.jakarta:EGC
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction Publishing.

Sulistyawati,Ari.2009.Buku Ajar Asuhan kebidanan pada ibu nifas.Yogjakarta: ANDI


Wulandari, Setyo Retno dan sri handayani.2011.Asuhan Kebidanan Ibu masa nifas.Yokyakarta:
gosyen Publishing

86

Anda mungkin juga menyukai