Anda di halaman 1dari 25

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat

penumpukan bilirubin, sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan

konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kernikterus atau

ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan. Ikterus

Neonatorum adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir

hingga usia 2 bulan setelah lahir.

Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalamdarah. Padasebagian

besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalamminggu pertama kehidupannya.

Dikemukakan bahwaangka kejadian ikterus terdapat pada60%bayicukup

bulandan 80%bayikurang bulan.1

Ikterus neonatorum selama usia minggu pertama terdapat pada sekitar 60%

bayi cukup bulan dan 80% bayi preterm.Di Amerika Serikat, dari 4 juta

neonatus yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% menderita ikterus dalam

minggu pertama kehidupannya. Di Malaysia, hasil survei pada tahun 1998 di

rumah sakit pemerintah dan pusat kesehatan di bawah Departemen Kesehatan

mendapatkan 75% bayi baru lahir menderita ikterus dalam minggu pertama

kehidupannya.

Ikterus neonatorum dapat menimbulkan ensefalopati bilirubin (kernikterus)

yaitu manifestasi klinis yang timbul akibat efek toksis bilirubin pada sistem
2

saraf pusat di ganglia basalis dan beberapa nuklei batang otak. Saat ini angka

kelahiran bayi di Indonesia diperkirakan mencapai 4,6 juta jiwa per tahun,

dengan angka kematian bayi sebesar 48/1000 kelahiran hidup dengan ikterus

neonatorum merupakan salah satu penyebabnya sebesar 6,6%.

B. Tujuan
Sebagai wacana untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit pada pasien

dengan Ikterus Neonatorum dan pengaruhnya dalam meningkatkan status

kesehatan pasien. Serta Agar dapat meningkatkan pengetahuan perawat dan

meningkatkan ketrampilan perawat khususnya di ruang perinatologi RSUD

pringsewu dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien ikterus

bayi baru lahir, sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal

guna mengurangi angka kesakitan dan kematian bayi di RSUD Pringsewu.


3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia)

yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus.

(Suzanne C. Smeltzer, 2002)

Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar

nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001). Nilai normal bilirubin indirek 0,3 –

1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.

Jadi, Hiperbilirubun adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah

melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum.

Sesungguhnya hiperbilirubinemia merupakan keadaan normal pada bayi baru

lahir selama minggu pertama, karena belum sempurnanya metabolisme

bilirubin bayi. Ditemukan sekitar 25-50% bayi normal dengan kedaan

hiperbilirubinemia. Kuning/jaundice pada bayi baru lahir atau disebut dengan

ikterus neonatorum merupakan warna kuning pada kulit dan bagian putih dari

mata (sklera) pada beberapa hari setelah lahir yang disebabkan oleh

penumpukan bilirubin.

Gejala ini dapat terjadi antara 25%-50% pada seluruh bayi cukup bulan dan

lebih tinggi lagi pada bayi prematur. Walaupun kuning pada bayi baru lahir

merupakan keadaan yang relatif tidak berbahaya, tetapi pad usia inilah kadar
4

bilirubin yang tinggi dapat menjadi toksik dan berbahaya terhadap sistim saraf

pusat bayi.

B. Klasifikasi

Menurut Kramer, ikterus dimulai dari kepala, leher dan seterusnya. Untuk

penilaian ikterus, Kremer membagi tubuh bayi baru lahir dalam lima bagian

yang di mulai dari kepala dan leher, dada sampai pusat, pusat bagian bawah

sampai tumit, tumit pergelangan kaki dan bahu pergelangan tangan dan kaki

serta tangan termasuk telapak kaki dan telapak tangan.

Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk di tempat yang

tulangnya menonjol seperti tulang hidung, tulang dada, lutut, dan lain

lain. Kemudian penilaian kadar bilirubin dari tiap tiap nomor di sesuaikan

dengan angka rata-rata dalam gambar. Cara ini juga tidak menunjukkan

intensitas ikterus yang tepat di dalam plasma bayi baru lahir. Nomor urut

menunjukkan arah meluasnya ikterus.


5

Tabel. Derajat ikterus pada neonatus menurut kramer

Derajat Perkiraan
ikterus Daerah ikterus kadar
bilirubin
I Kepala dan leher 5,0 mg%

II Sampai badan atas (di atas umbilikus) 9,0 mg%

III Sampai badan bawah (di bawah umbilikus) 11,4 mg/dl

hingga tungkai atas (di atas lutut)

IV Sampai lengan, tungkai bawah lutut 12,4 mg/dl

V Sampai telapak tangan dan kaki 16,0 mg/dl

Bilirubin Ensefalopati Dan kernikterus


Istilah bilirubin ensefalopati lebih menunjukkan kepada manifestasi klinis

yang mungkin timbul akibat efek toksis bilirubin pada system syaraf pusat

yaitu basal ganglia dan pada berbagai nuclei batang otak. Sedangkan istilah

kern ikterus adalah perubahan neuropatologi yang ditandai oleh deposisi

pigmen bilirubin pada beberapa daerah di otak terutama di ganglia basalis,

pons, dan serebelum.

a. Ikterus Fisiologik

Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga

yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar

yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan

tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus fisiologis adalah


6

ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut menurut (Hanifah,

1987), dan (Callhon, 1996), (Tarigan, 2003) dalam (Schwats, 2005) :

a. Timbul pada hari kedua - ketiga.

b. Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg% pada

neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada kurang bulan.

c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.

d. Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%.

e. Ikterus hilang pada 10 hari pertama.

f. Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai

hubungan dengan keadaan patologis tertentu.

b. Ikterus Patologik

Menurut (Tarigan, 2003) adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi

bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk

menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau

mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan

hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup

bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg%

dan 15 mg%. Karakteristik Hiperbilirubinemia sebagai berikut Menurut

(Surasmi, 2003) :

1. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.

2. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24 jam.

3. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus < bulan

dan 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.


7

4. Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi

enzim G6PD dan sepsis).

5. Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu,

asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi,

hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.

c. Kern Ikterus

Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada

otak terutama pada korpus striatum, talamus, nucleus subtalamus,

hipokampus, nukleus merah, dan nukleus pada dasar ventrikulus IV.

Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada

neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg%)

dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak

bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf

simpatis yang terjadi secara kronik.

C. Etiologi

1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan.

2. Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati.

3. Gangguan konjugasi bilirubin.

4. Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah

merah. Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul karena

adanya perdarahan tertutup.


8

5. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya

Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan tertentu.

6. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme

atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah

seperti : infeksi toxoplasma. Siphilis.

D. Patofisiologi

Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.

Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat beban bilirubin pada

sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan

penghancuran eritrosit, polisitemia.

Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan

kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein berkurang,

atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan

peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi

hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan

saluran empedu.

Pada derajat tertentu bilirubin akan bersifat toksik dan merusak jaringan

tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat

sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan

terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus

sawar darah otak. Kelainan yang terjadi di otak disebut kernikterus. Pada

umumnya dianggap bahwa kadar bilirubin indirek lebih dari 20mg/dl.


9

Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak

hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah

melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir

rendah, hipoksia, dan hipoglikemia. (Markum, 1991)

E. Pathways
10

F. Manifestasi Klinis
1. Kulit berwarna kuning sampe jingga

2. Pasien tampak lemah

3. Nafsu makan berkurang

4. Reflek hisap kurang

5. Urine pekat

6. Perut buncit

7. Pembesaran lien dan hati

8. Gangguan neurologic

9. Feses seperti dempul

10. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.

11. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.

12. Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik

pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.

13. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada

hari ke 3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice

fisiologi.

G. Komplikasi

1. Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius)

2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental,

hiperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan yang

melengking.
11

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium (Pemeriksan Darah)

a. Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin

lebih dari 14 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 10 mg/dl

merupakan keadaan yang tidak fisiologis.

b. Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.

c. Protein serum total.

2. USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.

3. Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan

hapatitis dan atresia billiari.

I. Penatalaksanaan

a. Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini

(pemberian ASI).

b. Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran,

misalnya sulfa furokolin.

c. Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.

d. Fenobarbital

Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan memperbesar

konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang

mana dapat meningkatkan billirubin konjugasi dan clereance hepatik

pigmen dalam empedu. Fenobarbital tidak begitu sering digunakan.

e. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.

f. Fototerapi
12

Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin patologis dan

berfungsi untuk menurunkan billirubin dikulit melalui tinja dan urine

dengan oksidasi foto pada billirubin dari billiverdin.

Fototerapi tetap menjadi standar terapi hiperbilirubinemia pada

bayi.Fototerapi yang efisien dapat menurunkan konsentrasi bilirubin serum

secara cepat.Pembentukan lumirubin yang merupakan isomer bilirubin,

komponen yang larut air merupakan prinsip eliminasi bilirubin dengan


13

fototerapi. Faktor yang menentukan pembentukan lumirubin antara lain:

spektrum dan jumlah dosis cahaya yang diberikan

Fototerapi yang intensif dapat membatasi kebutuhan akan transfusi tukar.

Fototerapi (penyinaran 11-14 μW/cm2/nm) dan pemberian asupan sesuai

kebutuhan (feeding on demand) dengan formula atau ASI dapat

menurunkan konsentrasi bilirubin serum > 10 mg/dl dalam 2-5 jam.Saat

ini, banyak bayi mendapatkan fototerapi dalam dosis di bawah rentang

terapeutik yang optimal. Tetapi terapi ini cukup aman, dan efeknya dapat

dimaksimalkan dengan meningkatkan area permukaan tubuh yang terpapar

dan intensitas dari sinar.

Bayi yang diterapi dengan fototerapi ditempatkan di bawah sinar (delapan

bohlam lampu fluoresense) dan lebih baik dalam keadaan telanjang dengan

mata tertutup.Temperatur dan status hidrasi harus terus dipantau.

Fototerapi dapat sementara dihentikan selama 1 – 2 jam untuk

mempersilahkan keluarga berkunjung atau memberikan ASI atau susu

formula. Waktu yang tepat untuk memulai fototerapi bervariasi tergantung

dari usia gestasi bayi, penyebab ikterus, berat badan lahir, dan status

kesehatan saat itu. Fototerapi dapat dihentikan ketika konsentrasi bilirubin

serum berkurang hingga sekitar 4-5 mg/dl.

g. Transfusi tukar.

Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah

yang dilanjutkan dengan pemasukan darah dari donor dalam jumlah yang

sama. Teknik ini secara cepat mengeliminasi bilirubin dari sirkulasi.


14

Antibodi yang bersirkulasi yang menjadi target eritrosit juga disingkirkan.

Transfusi tukar sangat menguntungkan pada bayi yang mengalami

hemolisis oleh sebab apapun.Satu atau dua kateter sentral ditempatkan,

dan sejumlah kecil darah pasien dikeluarkan, kemudian ditempatkan sel

darah merah dari donor yang telah dicampurkan dengan plasma.Prosedur

tersebut diulang hingga dua kali lipat volume darah telah

digantikan.Selama prosedur, elektrolit dan bilirubin serum harus diukur

secara periodik.Jumlah bilirubin yang dibuang dari sirkulasi bervariasi

tergantung jumlah bilirubin di jaringan yang kembali masuk ke dalam

sirkulasi dan rata-rata kecepatan hemolisis.Pada beberapa kasus, prosedur

ini perlu diulang untuk menurunkan konsentrasi bilirubin serum dalam

jumlah cukup. Infus albumin dengan dosis 1 gr/kgBB 1 – 4 jam sebelum

transfusi tukar dapat meningkatkan jumlah total bilirubin yang dibuang

dari 8,7 – 12,3 mg/kgBB, menunjukkan kepentingan albumin dalam

mengikat bilirubinTransfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat

ditangani dengan foto terapi.

h. Terapi Obat-obatan

Misalnya obat phenorbarbital/luminal untuk meningkatkan bilirubin di sel

hati yang menyebabkan sifat indirect menjadi direct, selain itu juga

berguna untuk mengurangi timbulnya bilirubin dan mengangkut bilirubin

bebas ke organ hari.


15

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Keadaan umum lemah, TTV tidak stabil terutama suhu tubuh (hipertermi).

Reflek hisap pada bayi menurun, BB turun, pemeriksaan tonus otot

(kejang/tremor). Hidrasi bayi mengalami penurunan. Kulit tampak kuning

dan mengelupas (skin resh), sclera mata kuning (kadang-kadang terjadi

kerusakan pada retina) perubahan warna urine dan feses. Pemeriksaan

fisik.

2. Riwayat penyakit

Terdapat gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau

golongan darah A,B,O). Infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar

obstruksi saluran pencernaan, ibu menderita DM.

3. Pemeriksaan bilirubin menunjukkan adanya peningkatan.

4. Pengkajian psikososial

Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua

merasa bersalah, perpisahan dengan anak.

5. Hasil Laboratorium :

a. Kadar bilirubin 12mg/dl pada cukup bulan.

b. Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai 15mg/dl.


16

B. Diagnosa

1. Kerusakan integritas kulit b.d. efek dari phototerapi.

2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. phototerapi.

3. Resiko tinggi cedera b.d. meningkatnya kadar bilirubin toksik dan

komplikasi berkenaan phototerapi.

4. Gangguan temperature tubuh (Hipertermia) berhubungan dengan terpapar

lingkungan panas.

C. Intervensi
No Diagnosa NOC NIC
1 Kerusakan Setelah dilakukan Pressure
integritas kulit tindakan keperawatan Management
selama …x24 jam 1. Anjurkan pasien
b.d. efek dari
diharapkan integritas untuk
phototerapi. kulit kembali baik / menggunakan
normal. pakaian yang
Tissue Integrity : Skin longgar
and Mucous 2. Hindari kerutan
Membranes pada tempat tidur
Kriteria Hasil : 3. Jaga kebersihan
 Integritas kulit kulit agar tetap
yang baik bisa bersih dan kering
dipertahankan 4. Mobilisasi pasien
 Tidak ada luka / setiap 2 jam sekali
lesi pada kulit 5. Monitor kulit akan
 Perfusi jaringan adanya kemerahan.
baik 6. Oleskan lotion /
 Menunjukkan minyak / baby oil
pemahaman dalam pada daerah yang
proses perbaikan tertekan
kulit dan mencegah 7. Mandikan pasien
terjadinya cedera dengan sabun dan
berulang air hangat
 Mampu
melindungi kulit
17

dan
mempertahankan
kelembaban kulit
dan perawatan
alami
Indicator Skala :
1. Tidak pernah
menunjukkan.
2. Jarang
menunjukkan
3. Kadang
menunjukkan
4. Sering
menunjukkan
5. Selalu
menunjukkan
2 Resiko tinggi Setelah dilakukan MONITOR CAIRAN
tindakan keperawatan 1. Tentukan riwayat
kekurangan
selama .......x24 jam jumlah dan tipe
volume cairan diharapkan tidak ada intake cairan dan
b.d. phototerapi. resiko kekurangan eliminasi
cairan pada klien. 2. Tentukan
Kriteria Hasil : kemungkinan faktor
1. TD dalam rentang resiko daari
yang diharapkan ketidakseimbangan
2. Tekanan arteri rata- cairan (hipertermia,
rata dalam rentang terapi diuretik,
yang diharapkan kelainan renal,
3. Nadi perifer teraba gagal jantung,
4. Keseimbangan diaporesis, disfungsi
intake dan output hati)
dalam 24 jam 3. Monitor berat badan
5. Suara nafas 4. Monitor serum dan
tambahan tidak ada elektrolit urine
6. Berat badan stabil 5. Monitor serum dan
Indicator Skala : osmolaritas urine
1. Tidak pernah 6. Monitor BP, HR,
RR
menunjukkan.
2. Jarang
menunjukkan
3. Kadang
18

menunjukkan
4. Sering
menunjukkan
5. Selalu
menunjukkan
3 Resiko tinggi Setelah dilakukan Pencegahan jatuh
cedera b.d. tindakan keperawtan 1. Kaji status
selama …x 24 jam neurologis
meningkatnya
diharapkan tidak ada 2. Jelaskan pada
kadar bilirubin resiko cidera. pasien dan keluarga
toksik dan  Risk control tentang tujuan dari
Kriteria hasil : metode
komplikasi
1. Klien terbebas dari pengamanan
berkenaan cidera 3. Jaga keamanan
phototerapi. 2. Klien mampu lingkungan
menjelaskan keamanan pasien
metode untuk 4. Libatkan keluiarga
mencegah injuri/ untuk mencegah
cidera bahaya jatuh
3. Klien mampu 5. Observasi tingkat
memodifikasi gaya kesadaran dan TTV
hidup untuk 6. Dampingi pasien
mencegah injuri.
Indicator Skala :
1. Tidak pernah
menunjukkan.
2. Jarang
menunjukkan
3. Kadang
menunjukkan
4. Sering
menunjukkan
5. Selalu
menunjukkan
4 Gangguan Setelah dilakukan Fever treatment
temperature tindakan keperawtan 1. Monitor suhu
selama …x 24 jam sesering mingkin
tubuh
diharapkan suhu dalam 2. Monitor warna
(Hipertermia) rentang normal. dan suhu kulit
 Termoregulation 3. Monitor tekanan
19

berhubungan Kriteria hasil : darah, nadi, dan


dengan terpapar  Suhu tubuh dalam respirasi
rentang normal 4. Monitor intake
lingkungan
 Nadi dan respirasi dan output
panas. dalam batas normal
 Tidak ada
perubahan warna
kulit
Indicator Skala :
1. Tidak pernah
menunjukkan.
2. Jarang
menunjukkan
3. Kadang
menunjukkan
4. Sering
menunjukkan
5. Selalu
menunjukkan
20

BAB III

PENUTUP

Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa

karena adanya deposisi produk akhir katabolisme heme yaitu bilirubin.Pada

kebanyakan kasus ikterus neonatorum, kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak

memerlukan pengobatan.Sebagian besar tidak memiliki penyebab dasar atau

disebut ikterus fisiologis yang akan menghilang pada akhir minggu pertama

kehidupan pada bayi cukup bulan. Sebagian kecil memiliki penyebab seperti

hemolisis, septikemi, penyakit metabolik (ikterus patologis).

Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk

mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat

menbimbulkan kernikterus atau ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab

langsung ikterus. Dianjurkan agar dilakukan fototerapi, dan jika tidak berhasil

transfusi tukar dapat dilakukan untuk mempertahankan kadar maksimum bilirubin

total dalam serum dibawah kadar maksimum pada bayi preterm dan bayi cukup

bulan yang sehat.


21

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufik dan

hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul

Asuhan Keperawatan Pada Ikterus Neonatorum Di Ruang Perinatologi RSUD

Pringsewu. Harapan penulis semoga Karya Tulis ini membantu menambah

pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca khususnya perawat dalam

lingkungan kerja di RSUD Pringsewu, dan semoga bermanfaat bagi perawat

dalam memberikan asuhan keperawatan yang optimal dan komprehenshif pada

pasien dengan ikterus neonatorum di RSUD Pringsewu. Penulis mengakui karya

tulis ini masih banyak kekurangan dibanyak sisinya. Oleh kerena itu penulis

mengharapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang

bersifat membangun untuk kesempurnaan Karya Tulis ini, Terimakasih.

Pringsewu, 2019
Penulis
22

DAFTAR PUSTAKA

1. Ritarwan, Kiking. Ikterus. Bagian Perinatologi Fakultas Kedokteran

USU/RSU H. Adam Malik. 2011. Sumatra Utara. USU digital library.

2. David C. Dugdale. Medline plus. Oct 2013; [diakses Agustus 2015] Available

fromhttp://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003479.htm

3. Sukadi A. Hiperbilirubinemia. Dalam: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R,Sarosa

GI, Usman A, penyunting. Buku ajar neonatologi. Edisi 1. Jakarta: IDAI.

2008.h.147-69.

4. Kliegman, Robert M.Neonatal Jaundice And Hyperbilirubinemia Dalam

:Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HBEditors. Nelson Textbook Of

Pediatrics. 17ThEdition. Philadelphia: Saunders;2004. p. 592-8

5. Hansen, Thor W.R. Core Concepts: Bilirubin Metabolism. Neoreviews.2010.

vol. 11. p.316-22.

6. Gartner, Lawrence M. Neonatal Jaundice. Pediatrics Review;1994.Vol. 15. p.

422-32

7. Depkes RI. Dalam : Buku Bagan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda

Sakit). Metode Tepat Guna untuk Paramedis, Bidan dan Dokter. Depkes RI;

2001.
23

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IKTERUS NEONATORUM


DI RUANG PERINATOLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ( RSUD)
PRINGSEWU

OLEH
Ns. AMBARWATI, S.Kep
NIP. 197412102006042012

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) PRINGSEWU


KABUPATEN PRINGSEWU
TAHUN 2019
24

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Asuhan Keperawatan Pada Ikterus Neonatorum Di Ruang


Perinatologi Rsud Pringsewu Tahun 2019
Penulis : Ns. Ambarwati, S,Kep
NIP : 197412102006042012

Mengetahui

Kepala Seksi Pelayanan Kepala Ruang Perinatologi


Keperawatan

Ns. Devi Ashari, S.Kep, M.Kes Ns. Sri Banun, S.Kep


NIP.19721221199703 1 005 NIP.196908131993122001
25

DAFTAR HADIR PESERTA PRESENTASI ILMIAH

Judul : Asuhan Keperawatan Pada Ikterus Neonatorum Di Ruang


Perinatologi Rsud Pringsewu Tahun 2019
Hari/Tgl : Selasa/15 Januari 2019
Pkl : 11.00 s.d 12.00 WIB

No Nama Tanda Tangan

Presentator

Ns. Ambarwati, S.Kep


Nip. 197412102006042012

Anda mungkin juga menyukai