Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stroke merupakan penyakit kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh

berhentinya suplai darah ke bagian otak. Stroke disebabkan oleh trombosis,

embolisme serebral, iskemia, dan hemoragi serebral. Penderita stroke saat ini

menjadi penghuni terbanyak di bangsal atau ruangan hampir semua pelayanan

rawat inap penderita penyakit saraf.

Angka kejadian stroke di dunia diperkirakan 200 per 100.000 penduduk dalam

setahun. Bila ditinjau dari segi usia terjadi perubahan dimana stroke bukan

hanya menyerang usia tua tapi juga menyerang usia muda yang masih

produktif. Mengingat kecacatan yang ditimbulkan stroke permanen, maka

sangatlah penting bagi usia muda untuk mengetahui informasi mengenai

penyakit stroke, sehingga mereka dapat melaksanakan pola gaya hidup sehat

agar terhindar dari penyakit stroke.

Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk terkena

serangan stroke dan 25% atau 125.000 meninggal dan sisanya mengalami

cacat ringan atau berat. Saat ini stroke menempati urutan ketiga sebagai

penyakit mematikan setelah penyakit jantung dan kanker, sedangkan di

Indonesia stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian di

rumah sakit.

1
Berbagai fakta di atas menunjukkan bahwa stroke masih merupakan masalah

utama dibidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk

mengatasi masalah krusial ini diperlukan strategi penanggulangan stroke yang

mencakup aspek preventif, terapi rehabilitasi, dan promotif.

B. Tujuan

Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah agar perawat mampu memahami,

menjelaskan dan melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan

Stroke Hemoragik. Karena penanganan stroke yang cepat, tepat, dan akurat

akan meminimalkan kecacatan yang ditimbulkan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit

1. Definisi

Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit

neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf

otak. (Sudoyo Aru, dkk, 2009)

Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus

ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak

yang timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan

peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja.

(Muttaqin, 2008)

Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh

darah otak. Hampir 70 % kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita

hipertensi. (Nurarif & Kusuma, 2013)

Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga

menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam

suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya. (Adib, M, 2009).

Stroke hemoragik ada dua jenis yaitu:

a. Hemoragik intra serebral: perdarahan yang terjadi di dalam jaringan

otak.

3
b. Hemoragik sub arachnoid: perdahan yang terjadi pada ruang sub

arachnoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan

yang menutupi otak). (Nurarif & kusuma,2013)

2. Etiologi

Stroke hemoragik umumnya disebabkan oleh adanya perdarahan intra

cranial dengan gejala peningkatan tekanan darah systole > 200 mmHg

pada hipertonik dan 180 mmHg pada normotonik, bradikardia, wajah

keunguan, sianosis, dan pernafasan mengorok.

Penyebab stroke hemoragik, yaitu:

a. Kekurangan suplay oksigen yang menuju otak.

b. Pecahnya pembuluh darah di otak karena kerapuhan pembuluh darah

otak.

c. Adanya sumbatan bekuan darah di otak. (Batticaca, 2008)

3. Patofisiologi dan Pathway

a. Perdarahan intra serebral

Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi

mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak membentuk

massa atau hematoma yang menekan jaringan otak dan menimbulkan

edema disekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat

dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak.

Perdarahan intra serebral sering dijumpai di daerah putamen,

thalamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum.

4
Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding

pembuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.

b. Perdarahan sub arachnoid

Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisme

paling sering didapat pada percabangann pembuluh darah besar di

sirkulasi willisi. AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan

piameter dan ventrikel otak, ataupun di dalam ventrikel otak dan

ruang sub arachnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang

sub arachnoid mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan inta

kranial yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehingga

timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan

tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatan tekanan

intra kranial yang mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina

dan penurunan kesadaran. Perdarahan sub arachnoid dapat

mengakibatkan vaso spasme pembuluh darah serebral. Vaso spasme

ini sering kali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai

puncaknya pada hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke

2-5. Timbulnya vaso spasme diduga karena interaksi antara bahan-

bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan ke dalam cairan

serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang sub arachnoid. Vaso

spasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala,

penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan

hemisensorik, afasia, dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika

5
kebutuhan oksigen dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang

dihasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses

oksidasi. Otak tidak punya cadangan oksigen jadi kerusakan,

kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan

gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai

bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kekurangan dari 20 mg %

karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 %

dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa

plasma turun sampai 70 % maka akan terjadi gejala disfungsi serebral.

Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi oksigen melalui

proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh

darah otak. (Price & Wilson, 2006)

6
Pathway

Stroke Hemoragik Stroke Non Hemoragik

Peningkatan Thrombus/Emboli
tekanan sistemik di serebral

Aneurisma./APM Suplai darah ke


jaringan serebral
tidak adekuat
Perdarahan
arachnoid/ventrikel
Perfusi jaringan
serebral tidak
Vasospasme arteri adekuat
Hematoma serebral serebral/saraf
serebral
PTIK/Herniosis serebral
Iskemik/infork

Penurunan Penekanan sal


kesadaran pernafasan Defisit neurologi

Pola nafas Hemifer kanan Hemifer kiri


tidak efektif
Hemiparase/plegi kiri Hemiparase/plegi kanan
Area brocca

Kerusakan fungsi Defisit perawatan diri gg. mobilitas fisik


nervous VII dan
nervous XII
Kerusakan
integritas kulit
Kerusakan
kemunikasi verbal

Resiko Resiko Resiko Resti nutrisi Kurang pengetahuan


aspirasi trauma jatuh < dari
Kebutuhan

(Nurarif & Kusuma, 2013)

7
4. Manifestasi Klinik

Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi perdarahan dan

jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa

peringatan dan sering selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan

menghilang atau perlahan-lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu.

Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:

a. Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).

b. Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.

c. Kesulitan menelan.

d. Kesulitan menulis atau membaca.

e. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur,

membungkuk, batuk atau kadang terjadi secara tiba-tiba.

f. Kehilangan koordinasi.

g. Kehilangan keseimbangan.

h. Perubahan gerakan biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan

menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan ketrampilan

motorik.

i. Mual atau muntah.

j. Kejang.

k. Sensasi perubahan biasanyan pada satu sisi tubuh, seperti penurunan

sensasi, baal atau kesemutan.

l. Kelemahan pada satu sisi tubuh. (Batticaca, 2008)

8
5. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

a. Penatalaksanaan Medis

1) Menurunkan kerusakan iskemik serebral.

Tindakan awal difokuskan untuk menyelamatkan sebanyak

mungkin area iskemik dengan memberikan oksigen, glukosa dan

aliran darah yang adekuat dengan mengontrol atau memperbaiki

disritmia serta tekanan darah.

2) Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK

Dengan meninggikan kepala 15-30 derajat menghindari flexi dan

rotasi kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.

3) Pengobatan

a) Anti koagulan : Heparin untuk menurunkan kecenderungan

perdarahan pada fase akut.

b) Obat anti trombotik : pemberian ini diharapkan mencegah

peristiwa trombolitik atau embolik.

c) Diuretika : untuk menurunkan edema serebral.

4) Pembedahan

Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki peredaran

darah otak.

b. Penatalaksanaan Keperawatan

1) Posisi kepala dan badan 15-30 derajat. Posisi miring apabila

muntah dan boleh mulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika

stabil.

9
2) Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat.

3) Tanda-tanda vital usahakan stabil.

4) Bedrest.

5) Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.

6) Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau cairan suction yang

berlebih. (Muttaqin, 2008)

6. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium: darah rutin, gula darah, urin rutin, cairan serebrospinal,

AGD, biokimia darah, elektrolit.

b. CT Scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan dan

juga untuk memperlihatkan adanya edema hematoma, iskemia, dan

adanya infark.

c. Ultrasonografi doppler: mengidentifikasi penyakit arterio vena.

d. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara

spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.

e. MRI: menunjukkan darah yang mengalami infark, hemoragic.

f. EEG: memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.

g. Sinar X tengkorak: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng

pineal daerah yang berlawanan dari masa yang meluas, klasifikasi

karotis interna terdapat pada trombosit serebral, klasifikasi parsial

dinding aneurisme pada perdarahan sub arachhnoid. (Batticaca, 2008)

7. Komplikasi

a. Infark serebri.

10
b. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif.

c. Fistula caroticocavernosum.

d. Epistaksis.

e. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal.

f. Gangguan otak berat.

g. Kematian bila tidak dapat mengontrol respon pernafasan atau

kardiovaskuler.(Batticaca, 2008)

11
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas

Meliputi identitas klien (nama, umur, jenis kelamin, status, suku,

agama, alamat, pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan

tanggal pengkajian diambil) dan identitas penanggung jawab (nama,

umur, pendidikan, agama, suku, hubungan dengan klien, pekerjaan,

alamat).

b. Keluhan Utama

Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat

berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak

saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,

mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, kelumpuhan separuh

badan atau gangguan fungsi otak yang lain.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Adanya riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung, anemia, riwayat

trauma kepala, kotrasepsi oral yang lama, penggunan obat-obat anti

koagulasi, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.

e. Riwayat Penyakit Keluarga

12
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, DM, atau

adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu

f. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan Umum

Mengalami penurunan kesadaran, suara bicara, kadnag

mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa

bicara/afasia, TTV meningkat, nadi bervariasi.

a) B1 (Breathing)

Pada infeksi didapatkan klien batuk, peningkatan sputum,

sesak naps, penggunaan alat bantu napas, dan peningkatan

frekuensi napas. Pada klien dengan kesadaran CM, pada

infeksi peningkatan pernapasannya tidak ada kelainan,

palpasi thoraks didapatkan taktil fremitus seimbang,

auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.

b) B2 (Blood)

Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan

(syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.

Tekanan darah biasanya terdapat peningkatan dan dapat

terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200 mmHg)

c) B3 (Brain)

Stroke yang menyebabkan berbagai defisit neurologis,

tergantung pada likasi lesi (pembuluh darah mana yang

tersumbat), ukuran arean perfusinya tidak adekuat, dan aliran

13
darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak

dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain)

merupakan pemeriksan fokus dan lebih lengkap

dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya

d) B4 (Bladder)

Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine

sememntara karena konfusi, ketidakmampuan

mengkomunikasikan kebutuhan dan ketidakmampuan

mengendalian kandung kemih karena kerusakan kontrol

motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal

hilang atau berkurang selama periode ini, dilakukan

kateterisasi intermitten dengan teknik steril. Inkontinensia

urine yang berlanjut menunujukkan kerusakan neurologis

luas.

e) B5 (Bone)

Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat

dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk.

Selain itu, perlu juga tanda-tanda dekubitus terutama pada

daerah yang menonojol karena klien stroke mengalami

masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk beraktivitas

karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/hemiplegi

serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas

dan istirahat

14
2) Pengkajian Tingkat Kesadaran

Pada klien lanjut usia kesadaran klien stroke biasanya berkisar

pada tingkat latergi, stupor dan koma

3) Pengkajian Fungsi Serebral

Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual,

kemampuan bahasa, lobus frontal dan hemisfer

4) Pangkajian Saraf Kranial

Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central

5) Pengkajian Sistem Motorik

Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi

tubuh

6) Pengkajian Reflek

Pada fase akur refleks fisiologis yang lumpuh akan menghilang

setelah beberapa hari reflek fisiologian muncul kembali didahului

refleks patologis

7) Pengkajian Sistem Sensori

Dapat terjadi hemihipertensi. (Adib, M. 2009)

2. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d gangguan aliran darah

sekunder akibat peningkatan tekanan intra cranial.

b. Gangguan komunikasi verbal b.d kehilangan kontrol otot facial atau

oral.

c. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular.

15
d. Defisit perawatan diri b.d hemiparese/ hemiplegic.

e. Resiko tinggi ketidakefektifan pola napas b.d menurunnya reflek

batuk dan menelan, immobilisasi.

f. Resiko tinggi gangguan intergritas kulit b.d tirah baring lama.

g. Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d

ketidakmampuan menelan.

h. Defisiensi pengetahuan b.d informasi yang tidak adekuat. (NANDA

International, 2012-2014)

3. Intervensi/Rencana Tindakan

a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d aliran darah sekunder akibat

peningkatan tekanan intracranial.

Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.

Kriteria Hasil :

1) Klien tidak gelisah.

2) Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.

3) GCS E : 4, M: 6, V: 5.

4) TTV normal (N: 60-100 x/menit, S: 36-36.7 OC, RR: 16-20

x/menit).

Intervensi:

1) Berikan penjelasan pada keluarga tentang sebab-sebab

peningkatan TIK dan akibatnya.

16
Rasional : keluarga dapat berpartisipasi dalam proses

penyembuhan.

2) Berikan klien bed rest total.

Rasional : untuk mencegah perdarahan ulang.

3) Observasi dan catat TTV dan kelainan intrakranial tiap 2 jam.

Rasional : mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien

secara dini untuk penetapan tindakan yang tepat.

4) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30o dengan letak jantung

(beri bantal tipis).

Rasional : mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan

drainase vena dan memperbaiki sirkulasi serebral.

5) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mngejan berlebihan.

Rasional : batuk dan mengejan dapat meningkatkan TIK dan

potensial terjadi perdarahan ulang.

6) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.

Rasional : rangsangan aktivitas yang meningkat dapat

meningkatkan TIK.

7) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat

neuroprotektor.

Rasional : memperbaiki sel yang masih viable.

b. Gangguan komunikasi verbal b.d kehilangan kontrol otot facial atau

oral.

17
Tujuan : setelah diberikan tindakan selama 3x24 jam diharapkan

kerusakan komunikasi verbal klien dapat teratasi

Kriteria Hasil :

1) Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi

2) Mampu berbicara yang koheren

3) Mampu menyusun kata-kata

Intervensi :

1) Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti spontan tidak tampak

memahami kata/mengalami kesulitan berbicara atau membuat

pengertian sendiri.

Rasional : membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan

serebral yang terjadi.

2) Bedakan antara afasia dan disatria.

Rasional : intervensi yang dipilih tergantung pada tipe

kerusakannya.

3) Minta pasien untuk mengikuti perintah sederhana.

Rasional : melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan

sensorik (afasia sensorik).

4) Minta pasien untuk mengucapkan suara sederhana.

Rasional : mengidentifikasi adanya disatria sesuai komponen

motorik dari bicara (seperti lidah, gerakan bibir, kontrol napas)

yang dapat mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga tidak

disertai afasia motorik.

18
5) Berikan metode alternatif seperti menulis di papan tulis.

Rasional : memberikan komunikasi tentang kebutuhan

berdasarakan keadaan defisit yang mendasarnya.

6) Kolaborasi konsultasikan dengan rujuk kepada ahli terapi wicara.

Rasional : mempercepat proses penyembuhan.

c. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular.

Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan

mobilisasi klien mengalami peningkatan atau perbaikan.

Kriteria Hasil :

1) Mempertahankan posisi optimal.

2) Mempertahankan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang

mengalami hemiparese.

Intervensi :

1) Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal.

Rasional : mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat

memberikan informasi mengenai pemulihan.

2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam.

Rasional : menurunkan ressiko terjadinya trauma/iskemia

jaringan.

3) Latih rentang gerak/ROM

Rasional : meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,

membantu mencegah kontroktur.

4) Tempatkan bantal dibawah aksila untuk melakukan abduksi pada

19
tangan.

Rasional : mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.

5) Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi

Rasional : mempertahankan posisi fungsional.

d. Defisit perawatan diri b.d hemiparase/hemiplegic.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi.

Kriteria Hasil :

1) Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai

kemampuan.

2) Klien dapat mengidentifikasikan komunitas untuk memberikan

bantuan sesuai kebutuhan.

Intervensi :

1) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan

perawatan diri.

Rasional : membantu dalam mengantisipasi merencanakan

pemenuhan kebutuhan secara individual.

2) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas sesuai

kemampuan.

Rasional : meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha

terus-menerus.

3) Berikan bantuan perawatan diri sesuai kebutuhan.

Rasional : memenuhi kebutuhan perawatan diri klien dan

20
menghindari sifat bergantung kepada perawat.

4) Berikan umpan balik positif untuk setiap usaha yang

dilakukannya.

Rasional : meningkatkan kemandirian dan mendorong klien

berusaha secara kontinyu.

5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi.

Rasional : memberikan bantuan yang mantap untuk

mengembangan rencana terapi.

e. Resiko tinggi ketidakefektifan pola nafas b.d menurunnya reflek batuk

dan menelan, immobilisasi.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan pola nafas efektif.

Kriteria hasil :

1) Klien tidak sesak nafas.

2) Tidak terdapat suara nafas tambahan.

3) RR dalam rentang normal (16-20 x/menit)

Intervensi :

1) Observasi pola dan frekuensi nafas.

Rasional : mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan pola napas.

2) Auskultasi suara nafas.

Rasional : mengetahui adanya kelainan suara nafas.

3) Ubah posisi tiap 2 jam sekali.

Rasional : perubahan posisi dapat melancarkan saluran nafas.

21
4) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga sebab

ketidakefektifan pola nafas.

Rasional : klien dan keluarga berpartisipasi dalam mencegah

ketidakefektifan pola nafas.

5) Kolaborasi dalam pemberian terapi oksigen.

Rasional : mempertahankan kepatenan pola nafas.

f. Resiko tinggi gangguan integritas kulit b.d tirah baring lama.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan klien mampu mempertahankan keutuhan kulit.

Kriteria hasil :

1) Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.

Intervensi :

1) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM jika mungkin.

Rasional : meningkatkan aliran darah ke semua daerah.

2) Ubah posisi tiap 2 jam.

Rasional : menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.

3) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah

yang menonjol.

Rasional : menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang

menonjol.

4) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar

terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi.

Rasional : hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan.

22
5) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma,

panas terhadap kulit.

Rasional : mempertahankan keutuhan kulit.

g. Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d

ketidakmampuan menelan.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan tidak terjadi gangguan nutrisi.

Kriteria hasil :

1) Turgor kulit baik.

2) Tidak terjadi penurunan berat badan.

3) Tidak muntah.

Intervensi :

1) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan, dan

reflex batuk.

Rasional : untuk menentukan jenis makanan yang akan diberikan

kepada klien.

2) Berikan makan dengan bertahan pada lingkungan yang tenang.

Rasional : klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan

tanpa ada gangguan dari luar.

3) Berikan makanan dalam penyajian masih hangat.

Rasional : menarik minat makan klien.

4) Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan makanan melalui

selang.

23
Rasional : mungkin dibutuhkan bila klien dalam penurunan

kesadaran.

5) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diit yang tepat.

Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien.

h. Defisiensi pengetahuan b.d informasi tidak adekuat.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam

diharapkan kebutuhan pengetahuan klien dan keluarga terpenuhi.

Kriteria hasil :

1) Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,

kondisi, prognosis, dan program pengobatan.

Intervensi :

1) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang

proses penyakit yang spesifik.

Rasional : mengetahui tingkat pengetahuan klien.

2) Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi dengan cara yang

tepat.

Rasional : memenuhi kebutuhan informasi pasien.

3) Sediakan bagi keluarga tentang informasi kemajuan keadaan

pasien.

Rasional : memenuhi kebutuhan informasi keluarga.

4) Diskusikan dalam pemilihan terapi atau penanganan terhadap

pasien.

Rasional : melibatkan pasien dan keluarga dalam pengambilan

24
keputusan tindakan. (Wilkinson & Ahern, 2014)

4. Evaluasi

a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d aliran darah sekunder akibat

peningkatan tekanan intracranial.

1) Klien tidak gelisah.

2) Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.

3) GCS E : 4, M: 6, V: 5.

4) TTV normal (N: 60-100 x/menit, S: 36-36.7 OC, RR: 16-20

x/menit).

b. Gangguan komunikasi verbal b.d kehilangan kontrol otot facial atau

oral.

1) Memperlihatkan suatu peningkatan kemampuan berkomunikasi

2) Mampu berbicara yang koheren

3) Mampu menyusun kata-kata

c. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular.

1) Mempertahankan posisi optimal.

2) Mempertahankan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang

mengalami hemiparese.

d. Defisit perawatan diri b.d hemiparase/hemiplegic.

1) Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai

kemampuan.

2) Klien dapat mengidentifikasikan komunitas untuk memberikan

bantuan sesuai kebutuhan.

25
e. Resiko tinggi ketidakefektifan pola nafas b.d menurunnya reflek batuk

dan menelan, immobilisasi.

1) Klien tidak sesak nafas.

2) Tidak terdapat suara nafas tambahan.

3) RR dalam rentang normal (16-20 x/menit)

f. Resiko tinggi gangguan integritas kulit b.d tirah baring lama.

1) Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.

g. Resiko tinggi gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d

ketidakmampuan menelan.

1) Turgor kulit baik.

2) Tidak terjadi penurunan berat badan.

3) Tidak muntah.

h. Defisiensi pengetahuan b.d informasi tidak adekuat.

1) Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,

kondisi, prognosis, dan program pengobatan. (Wilkinson &

Ahern, 2014)

26
BAB IV

PENUTUP

Pemberian asuhan keperawatan perlu adanya keikutsertaan keluarga karena

keluarga merupakan orang terdekat pasien yang tahu akan perkembangan dan

kebiasaan pasien. Asuhan keperawatan pasien yang komprehenshif disesuaikan

dengan kondisi dan kebutuhan pasien. Diharapkan perawat dapat terus menggali

ilmu pengetahuan untuk menambah wawasan dan ketrampilan sebagai seorang

perawat professional. Semoga karya tulis ini bermanfaat dalam meningkatkan

ilmu pengetahuan dan ketrampilan perawat di Rumah Sakit Umum Daerah

(RSUD) Pringsewu.

27
DAFTAR PUSTAKA

Adib, M. 2009. Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung,

dan Stroke. Yogyakarta: Dianloka Pustaka.

Batticaca, F. B. 2008. Asuan Keperawatan Klien dengan Sistem Persarafan.

Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

NANDA International. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2012-2014.

Jakarta: EGC.

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Panduan Penyusunan Asuhan

Keperawatan Profesional Jilid 2. Yogyakarta: Media Action Publishing.

Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 4.

Jakarta: Interna Publishing.

Sylvia, A. Price &Lorraine, M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan

Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC.

Wilkinson, Judith M. & Ahern, Nancy R. 2014. Buku Saku Diagnosis

Keperawatan Edisi 9. Jakarta: EGC.

28
KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan

rahmat, inayah, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke

Hemoragik di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pringsewu.

Penulis menyadari karya tulis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,

penulis menerima kritik dan saran yang membangun. Penulis mengharapkan

semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam meningkatkan ketrampilan dan ilmu

pengetahuan bagi perawat yang bekerja di RSUD Pringsewu pada umumnya dan

penulis pada khususnya.

Pringsewu, 2019

Penulis

29
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ............................................................................... ii

DAFTAR ISI .............................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................... 1

B. Tujuan ............................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 3

BAB III TINJAUAN KASUS..................................................................... 21

BAB IV PENUTUP .................................................................................... 42

A. Kesimpulan...................................................................................... 42

B. Saran ................................................................................................ 42

DAFTAR PUSTAKA

30
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STROKE HAEMORAGIK

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH( RSUD) PRINGSEWU

OLEH
Ns. ETIKA INDAH PRASTIANI, S.Kep
NIP. 197818012006042011

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) PRINGSEWU

KABUPATEN PRINGSEWU

TAHUN 2019

31
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI BARU LAHIR DI

RSUD PRINGSEWU TAHUN 2019

PENULIS : Ns. ETIKA INDAH PRASTIANI, S.KEP

NIP : 197818012006042011

Mengetahui

Kepala Seksi Pelayanan Kepala Ruang ICU


Keperawatan

Ns. Devi Ashari, S.Kep, M.Kes Ns. Laswanto, S.Kep


NIP.19721221199703 1 005 NIP. 197207171996031002

32

Anda mungkin juga menyukai