Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN INOVASI BLUD PUSKESMAS JAPANAN

KONTEN PETERPAN
(KOMITMEN TEMUKAN PENDERITA TUBERCULOSIS TERPADU)
DI BLUD PUSKESMAS JAPANAN

OLEH

NISKA APRILIA KARTIKASARI

BLUD PUSKESMAS JAPANAN


JL.Raya Sumberboto Nomor.61 Kec.Mojowarno
Tlp. {0321)494790 Fex. Email : pkmjapanan10@gmail.com
Website : www.pkm-japanan.blogspot.com
KATA PENGANTAR

Alhamdullilah, kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala

limpahan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan laporan hasil

Inovasi BLUD Puskesmas Japanan Program TBC tahun 2021.

Laporan inovasi TBC ini disusun karena dari data SPM target Jumlah terduga TBC

sensitive obat yang dilakukan pemeriksaan laborat belum bisa memenuhi target capaian,

oleh karena itu programer membuat inovasi Konten Peterpan (Komitmen Temukan

Penderita Toberculosis Terpadu) di BLUD Puskesmas Japanan.

Penyusunan laporan hasil inovasi ini merupakan tanggung jawab kegiatan inovasi

yang telah dijalankan selama 1 tahun. Dengan adanya laporan hasil ini diharapkan dapat di

pergunakan sebagai acuan untuk penyusunan kegiatan program TBC di tahun berikutnya.

Mengingat capaian suspek sudah mengalami peningkatan yang mengindikasikan warga

sudah mempunyai kesadarab untuk melakukan pemeriksaan kesehatan terutama TBC,

sedangkan untuk jumlah penderita yang di temukan masih belum mencukupi target.

Ucapan terimakasih dan penghargaan kami sampaikan kepada semua pihak yang

terlibat dalam penyelesaian laporan hasil inovasi ini.

Harapan kami tidak lain adalah bahwa inovasi Konten Peterpan di BLUD

Puskesmas Japanan ini dapat tetap dilaksanakan dan di terapkan oleh tokoh masyarakat,

aparat Desa dan tenaga Pendidik sehingga mendapatkan hasil serta respon sesuai yang di

harapkan, yaitu Indonesia Bebas dari Penyakit TBC.

Jombang, 20 Desember 2022

Programer TBC
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Tuberkulosis (TBC)  atau TB adalah penyakit menular akibat infeksi bakteri. TBC

umumnya menyerang paru-paru, tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lain, seperti

ginjal, tulang belakang, dan otak. Menurut WHO, sebanyak 1,5 juta orang meninggal

akibat penyakit TBC di tahun 2020. Penyakit ini merupakan penyakit dengan urutan

ke–13 yang paling banyak menyebabkan kematian, dan menjadi penyakit menular

nomor dua yang paling mematikan setelah COVID-19.

Berdasarkan catatan di Dinas kesehatan (Dinkes) setempat, telah menemukan

1.679 penderita kasus TBC pada tahun 2019. Jumlah itu naik dibanding temuan tahun

2018 lalu sebanyak 1.573 kasus. Data itu berdasarkan laporan dari Rumah Sakit dan

34 Puskesmas yang ada di Kabupaten Jombang.

"Adanya kenaikan data penderita tahun 2018 dibanding data tahun 2019,

disebabkan hasil kerja pemantauan tim medis di saat pelayanan kesehatan di

pedesaan. Selain, itu adanya peningkatan penderita yang berobat ke Fasilitas

Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) di RS maupun di Puskesmas," ujar Wahyu

Srihadini, Kabid pencegahan dan pemberantasan penyakit (P2P), Dinkes Jombang.

Penambahan data penderita TBC tersebut bukan berarti daerah Jombang

buruk. Namun, dengan ditemukan kasus tambahan akan mempercepat penanganan

yang selanjutnya bisa menekan jumlah penderita.

Data capaian pada indicator SPM untuk program TBC tahun 2020 adalah

jumlah pasien TBC sensitive obat sembuh dan pengobatan lengkap atau angka sukses

rate sebanyak 20 orang. Dari ke 20 orang tersebut sudah selesai melakukan

pengobatan atau 100% success rate.

Jumlah terduga TBC sensitive obat yang dilakukan pemeriksaan laborat dan

ada hasilnya sebesar 108 dengan target 411 orang atau sekitar 25% dari total sasaran

yang seharusnya di periksa.

Seorang penderita TB dengan BTA positif yang derajat positifnya tinggi

berpotensi menularkan penyakit TB. Setiap satu BTA positif akan menularkan kepada
10-15 orang lainnya, sehingga kemungkinan setiap kontak untuk tertular TBC adalah

17%. Hasil studi lainnya melaporkan bahwa kontak terdekat (misalnya keluarga

serumah) akan dua kali lebih berisiko dibandingkan kontak biasa (tidak serumah)

(Widoyono, 2008: 15).

Ada beberapa faktor kemungkinan yang menjadi risiko terjadinya penyakit

Tuberkulosis Paru diantaranya yaitu faktor kependudukan (umur, jenis kelamin,

status gizi, peran keluarga, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan), faktor lingkungan

rumah (luas ventilasi, kepadatan hunian, intensitas pencahayaan, jenis lantai,

kelembaban rumah, suhu dan jenis dinding), perilaku (kebiasaan membuka jendela

setiap pagi dan kebiasaan merokok) dan riwayat kontak (Umar Fahmi Achmadi,

2005: 282, Kemenkes RI, 2010: 15).

Berdasarkan hasil kunjungan dengan tokoh masyarakat di Balai desa

Grobogan tanggal 15 Januari 2021 ternyata banyak dari tokoh masyarakat tersebut

kurang paham dan mengerti tentang tanda dan gejala penyakit tuberculosis, mereka

menganggap jika batuk lama di anggap penyakit biasa yang akan sembuh sendiri.

Sedangkan pada anggaran Jombang Berkadang tahun 2021 dari Pemkab Jombang

terdapat dana khusus yang di alokasikan untuk penangana program TBC seperti

bedah rumah, sosialisasi TBC dan transport kader pendampingan pasien TBC.

Berdasarkan uraian diatas maka saya membuat inovasi dari BLUD Puskesmas

Japanan dengan judul “KONTEN PETERPAN (Komitmen Temukan Penderita

Toberculosis Terpadu ) di BLUD Puskesmas Japanan”

1.2 Rumusan masalah

Bagaimana meningkatkan capaian suspek pederita TBC di wilayah BLUD Puskesmas

Japanan ?.

1.3 Tujuan

1.4 Tujuan umum

Meningkatkan jumlah terduga TBC sensitive obat yang dilakukan pemeriksaan

laborat.
1.5 Tujuan khusus

a. Meningkatkan pengetahuan tokoh masyarakat, aparat desa dan tenaga pendidik

tentang penyakit Tuberculosis

b. Melakukan skrening kepada tokoh masyarakat, aparat desa dan tenaga pendidik.

c. Meningkatkan capaian terduga TBC sensitive obat yang dilakukan pemeriksaan

laborat melalui sosialisasi dari tokoh masyarakat, aparat desa dan tenaga pendidik

d. Tokoh masyarakat, aparat desa dan tenaga pendidik dapat membantu untuk

melakukan skreening kepada masyarakat dan anak didik.

e. Terdapat anggaran untuk membantu menyukseskan program TBC

f. Dapat di temukan penderita TBC baru

1.6 Manfaat Inovasi


a. Meningkatkan pengetahuan tokoh masyarakat, aparat desa dan tenaga pendidik

tentang penyakit Tuberculosis

b. Dapat meningkatkan capaian Puskesmas di bidang SPM terutama

tentang target TBC.

c. Dapat mencegah penularan sejak dini jika penderita TBC sudah

di temukan sejak awal.


BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Tuberkulusis

2.1.1 Definisi

Tuberkulosis paru (tb paru) adalah infeksi paru yang menyerang jaringan prenkim paru,

disebabkan bakteri mycobacterium tuberculosis. (Alwi, 2017 ).

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkanoleh infeksi bakteri

mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menyebar melalui droplet orang yang telah

terinfeksi basil tuberkulosis. (Kemenkes RI. 2014)

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis, yakni bakteri yang mempunyai ukuran 0,5-4 mikron × 0,3-0,6 mikron dengan

bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau tidak mempunyai selubung,

tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid yang sulit ditembus oleh zat kimia

( Maghfiroh, 2017 ).

2.1.2 klasifikasi

Diklasifikasikan menurut :

a. Lokasi anatomi dari penyakit

b. Riwayat pengobatan sebelumnya

c. Hasil pemeriksaan uji kepekaan obat

d. Status HIV
a. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit:

1) Tuberkulosis paru:

Adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB dianggap

sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru. Limfadenitis TB dirongga

dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi pleuratanpa terdapat gambaran

radiologis yang mendukung TB pada paru, dinyatakan sebagai TB ekstra paru. Pasien
yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB ekstra paru,

diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.

2) Tuberkulosis ekstra paru:

Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya: pleura, kelenjar

limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang. Diagnosis TB

ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau klinis.

Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan berdasarkan penemuan Mycobacterium

tuberculosis.

Pasien TB ekstra paru yang menderita TB pada beberapa organ,

diklasifikasikan sebagai pasien TB ekstra paru pada organ menunjukkan gambaran

TB yang terberat.

b. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:

1) Pasien baru TB: adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB

sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari 1 bulan (˂ dari

28 dosis).

2) Pasien yang pernah diobati TB: adalah pasien yang sebelumnya pernah menelan

OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28 dosis). Pasien ini

selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu:

• Pasien kambuh: adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau

pengobatan lengkap dan saat ini didiagnosis TB berdasarkan hasil pemeriksaan

bakteriologis atau klinis (baik karena benar-benar kambuh atau karena

reinfeksi).

• Pasien yang diobati kembali setelah gagal: adalah pasien TB yang pernah

diobati dan dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.

• Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)

: adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow up (klasifikasi

ini sebelumnya dikenal sebagai pengobatan pasien setelah putus berobat


/default).

• Lain-lain: adalah pasien TB yang pernah diobati namun hasil akhir pengobatan

sebelumnya tidak diketahui.

3) Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

c. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat Pengelompokan pasien

disini berdasarkan hasil uji kepekaan contoh uji dari Mycobacterium tuberculosis

terhadap OAT dan dapat berupa :

1) Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis OAT lini pertama saja

2) Poli resistan (TB PR): resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama

selain Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan

3) Multi drug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid (H) dan Rifampisin

(R) secara bersamaan

4) Extensive drug resistan (TB XDR): adalah TB MDR yang sekaligus juga resistan

terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan minimal salah satu dari

OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin dan Amikasin)

5) Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap Rifampisin dengan atau tanpa

resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi menggunakan metode genotip (tes

cepat) atau metode fenotip (konvensional).

d. klasifikasi pasien TB berdasarkan status HIV

1) Pasien TB dengan HIV positif (pasien ko – infeksi TB/HIV) : adalah pasien TB

dengan :

 Hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang mendapat ART

 Hasil HIV positif pada saat diagnosis TB

2) Pasien dengan HIV negatif : adalah pasien TB dengan :

 Hasil HIV negatif sebelumnya

 Hasil HIV negatif pada saat dignosis TB


3) Pasien dengan status HIV tidak diketahui : adalah pasien TB tanpa ada bukti

pendukung hasil tes HIV saat diagnosis TB ditetapkan

(Kememkes RI. 2014)

2.1.3 Etiologi

Penyebab dari penyakit tuberkolosis paru adalah terinfeksinya paru oleh

mycobacterium tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk batang dengan ukuran

sampai 4 mycron dan bersifat anaerob. Sifat ini yang menunjukkan kuman lebih

menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya, sehingga paru-paru merupakan

tempat prediksi penyakit tuberkulosis. Kuman ini juga terdiri dari asal lemak (lipid) yang

membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan

fisik. Penyebaran mycobacterium tuberculosis yaitu melalui droplet nukles, kemudian

dihirup oleh manusia dan menginfeksi (Depkes RI, 2002).

Umumnya Mycobacterium tuberculosis menyerang paru dan sebagian kecil organ

tubuh lain. Kuman ini mempunyai sifat khusus, yakni tahan terhadap asam pada pewarnaan,

hal ini dipakai untuk identifikasi dahak secara mikroskopis. Sehingga disebut sebagai Basil

Tahan Asam (BTA). Mycobacterium tuberculosis cepat mati dengan matahari langsung,

tetapi dapat bertahan hidup pada tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh,

kuman dapat dormant (tertidur sampai beberapa tahun). TB timbul berdasarkan

kemampuannya untuk memperbanyak diri di dalam sel-sel fagosit

(DepKes RI, 2005).

Bakteri tuberculosis ini mati pada pemanasan 100°C selama 5-10 menit atau pada

pemanasan 60°C selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-95% selama 15-30 detik. Bakteri

ini tahan selama 1-2 jam di udara terutama di tempat yang lembab dan gelap (bisa berbulan-

bulan), namun tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara (Widoyono, 2008).

2.1.4 Manifestasi Klinis

Gejala TB paru adalah :


1. Demam 40-410c, sertaada batuk/batuk darah
2. Sesak napas dan nyeri dada

3. Malaise, keringat malam


4. Suara khas pada perkursi dada, bunyi dada

5. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit

6. Pada anak

- Berkuranganya BB 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang

jelas atau gagal tumbuh.

- Demam tanpa sesab jelas, dengan atau tanpa wheeze.

- Batuk kronik > 3 minggu, dengan atau tanpa wheeze.

- Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa.

(Amin, H. 2015)

2.1.5 Patofisiologi

Basil tuberkel yang terhirup dan bersarang pada alveoli. Seringkali, organisme

ini dengan segera hancur, tanpa gejala sisa kekebalan dan patologis lebih lanjut. Jika

organisme tidak hancur, mereka berkembang biak dan melukai dan menghancurkan

jaringan alveolus sekitarnya.

Hal ini pada gilirannya menghancurkan sitokin dan faktor kemotaktik yang

menarik makrofag, neutrofil, dan monosit. Biasanya, pertumbuhan organisme akan

diperiksa sekali ada respons imunitas seluler yang adekuat (imunitas bermedia seluler,

CMI), yang terjadi dalam 2-6 minggu. Sel dan bakteri membentuk sebuah nodul, sebuah

granuloma yang mengandung basil TB, yang disedut sebagai suatu tuberkel. Pada titik

ini, tergantung pada faktor peamu dan virulensi dari strain, beberapa hasil akhir yang

berbeda dapat dicapai.

Pertama, jika tidak ada lagi pertumbuhan, tuberkel merupakan satu-satunya

tempat penyakit, dan organisme bertahan pada stadium laten.


Kedua, Jika ada pertumbuhan lebih lanjut, basil memasuki kelejar limfe dan

menginfeksi kelenjar getah bening hilus, menyebabkan limfadenopati. Tuberkel maupun

kelenjar getah bening mengalami kasifikasi, sebagia konsekuensi jangka panjang proses

jaringan perut dan penahan.

Gabungan tuberkel perifer dan kelenjar limfe hilus yang membesar dan

mengalami kalsifikasi disebut komples Ghon. Sebagain besar infeksi yang berembang

sampai titik ini biasanya menunda pemeriksaan, menciptakan infeksi laten.

Sebagian kecil pasien mengalami penyakit primer progresif di paru, dan sangat

sedikit pasien (sering kali kekebalan ditekan melalui satu mekanisme atau hal lainnya)

mengalami penyebaran hematogen, dengan produksi tuberkel yang tak terhitung di

saluran tubuh. Keadaan ini disebut tuberkulosis militer dan berhubungan dengan

mortalitas yang sangat tinggi. Pasien yang memiliki respons CMI sukses akan

mencerminkan memori imunologi infeksi dengan tes mantoux positif.

Tes ini terdiri dari suntikan protein TB intradermal steril ada mengamati tanda-

tanda respon kekebalan, indurasi dari tempat suntikan 48-72 jam setelah suntikan. Tes

mantoux merupakan andalan tes paparan, yang tercakup dalam rincian lebih besar pada

bagian pengobatan dan pencegahan di awah ini. Infeksi laten tidak selalu tetap laten.

Sekitar 10% dari pasien akan mengaktifkan kembali infeksi laten mereka dalam

3 tahun pertama setelah ifeksi, berlanjut menjadi infeksi nekrotik destruktif dengan

gejala konstitusi yang menonjol. Kerusakan jaringan terlihat sebagai efek dari organisme

dan respons kekealan pajemu. Sekelompok tambahan pasien akan terus berlangsung

untuk di kemudian hari megaktifkan kembali dekade setelah paparan, karena usia,

pengobatan, atau penyakit kembuha mengubah keseimbangan di antara pejamu dan

organisme (Ringel, 2012).

2.1.6 Cara Penularan TB

Penularan utama TB adalah melalui cara cara dimana kuman TB

(mycobacterium tuberculosis) terbesar melalui udara melalui percik renik dahak saat pasien
TB paru atau TB laring batuk, berbicara, menyanyi maupun bersin. Percik renik tersebut

berukuran antara 1-5 mikron sehingga aliran udara memungkinkan percik renik tetap

melayang diudara untuk waktu yang cukup lama dan manyebar keseluruh ruangan. Kuman

TB pada umumnya hanya dutularkan melalui udara, bukan melalui kontak permukaan.

(Kememkes RI. 2014).

2.1.7 Komplikasi

 Komplikasi paru : atelektasis, hemoptisis, fibrosis, bronkiektasis,

pneumotoraks, gagal napas.

 TB ekstra paru : pleuritis, efusi pleura, perikarditis, peritontis, tb

kelenjar limfe, kor pulmoal

(Alwi, 2017).

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

 Darah : LED meningkat

 Mikrobiologis

 BTA sputum positif minimal 2 dari 3 spesimen SPS

 Kultur mycobacterium tuberculosis positif (diagnosis pasti)

 Foto toraks PA+ lateral (hasil bervariasi) : infiltrat, pembahasan

kelenjar getah bening(KGB) hilus / KGB paratrakeal, milier,

atelektasis, efusi pleura, kalsifikasi, bronkiektasis, kavitas,

destroyeb lung.

 Imuno-serologis

 Uji tuberculis : sensitivitas 93,6%.

 Tes PAP, ICT-TB : positif

 PCR-TB dari sputum(hanya menunjang klinis). (Alwi, 2017 ).


2.1.9 penatalaksaan medis

1. Tujuan pengobatan TB adalah :

 menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas pasien

 mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan

 mencegah kekambuhan TB

 mengurangi penularan TB kepada orang lain

 mencegah perkambangan dan penularan resisten obat

2. Prinsip pengobatan TB

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam pengobatan TB.

Pengobatan TB adalah merupakan salah satu upaya paling efesien untuk mencegah

penyebaran lebih lanjut dari kuman TB. Pengobatan yang adekut harus memenuhi prinsip :

 Pengobatan diberikan dalam betuk paduan OTA yang tepat mengandung minimal 4

macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi.

 Diberikan dalam dosis yang tepat

 Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Menelan

Obat) sampai selesai pengobatan.

 Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal serta

tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan,

3. Tahapan pengobatan TB

Pengobatan TB harus selalu meliputi pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan

dengan maksud :

 Tahap awal :

Pengobatan diberikan setiap hari, panduan pengobatan pada tahap ini adalah

dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh

pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah
resistan sejak sebelum pasien mendapat pengobatan. Pengoatan tahap awal pada semua

pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan

secara teratur dan tampa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun

setelah pengobatan selama 2 minggu.

 Tahap lanjutan :

Pengobatan tahap lanjutan merupakan tahap yang panting untuk membunuh

sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh khususnya

kuman persister sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya

kekambuhan

4. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Table 2.1 OAT Line Pertama

Nama obat Sifat Efek samping

Isoniasid (H) Bakterisidal Neuropati perifer, psikosis toksik,


gangguan fungsi hati, kejang
Rifampisin (R) Bakterisidal Flu syndrome, gangguan
gastrointestinal, urine berwarna
merah, gangguan fungsi hati,
trombositopeni, demam, skinrash,
sesak nafas, anemia hemolitik
Pirazinamide(Z) Bakterisidal Gangguan gatrointestinal,
gangguan fungsi hati, gout artritis
Streptomisin(S) Bakterisidal Nyeri ditempat suntikan, gangguan
keseimbangan dan pendengaran,
renjatan anafilaktik, anemia,
agranulositosis, trombositopeni
Etambutol(E) Bakteriostatiki Gangguan penglihatan, buta warna,
neuritis perifer

( Kemenkes RI, 2014 ).

Table 2.2 Kisaran dosis OAT lini pertama bagai pasien dewasa

OAT Dosis
Harian 3x/ minggu
Kisaran Dosis Maksimum Kisaran Dosis Maksimum/hari
(mg/kg BB) (mg) (mg/kg BB) (mg)
Isoniasid 5(4–6) 300 10 ( 8 – 12 ) 900
Rifampisin 10 ( 8 – 12 ) 600 10 ( 8 – 12 ) 600
Pirazinamid 25 ( 20 – 30 ) - 35 ( 30 – 40 ) -
Straptomisin 15 ( 15 – 20 ) - 30 ( 25 – 35 ) -
Etambutol 15 ( 12 – 18 ) - 15 ( 12 – 18 ) 1000

( Kemenkes RI, 2014 ).

Catatan : pemberian streptomisi untuk yang berumur >60 tahun atau pasien

dengan berat badan <50 kg mungkin tidak dapat mentoleransi dosis >500 mg/hari.

5. Panduan OAT yang digunakan di Indonesia ( sesuai rekomendasi WHO )

Panduan OAT yang digunakan oleh program Nasional Pengendalian

Tuberculosis di Indonesia adalah :

a. Kategori 1 : 2 (HRZE)/4(HR)3

b. Kategori 2 : 2 (HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3

c. Kategori Anak : 2 (HRS)/4(HR) atau 2HRZA(s)/4-10HR

d. Obat yang digunakan dalam tatalaksan pasien TB resisten obat di

Indonesia terdiri dari OAT lini ke-2 yaitu kanamisin, kepreomisin,

levofloksasin, etionamide, sikloserine, moksifloksasin, sarta OAT

lini-1, yaitu pirazinamid dan etambol.

6. Panduan OAT KDT Lini pertama dan peruntukannya.

a. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru :

1) Pasien TB paru terkonfirmasi bakteriologis.

2) Pasien TB paru terdiagnosis klinis

3) pasienTB ekstra paru

Table 2.3 Dosis Panduan OAT KDT kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3

Berat Badan Tahap Intensif tiap hari Tahap Lanjutan 3 kali


selama 56 hari RHZE ( seminggu selama 16 minggu 4
150/75/400/275) RH (150/150 )
30 – 37 kg 2 tablet 4 KDT 2 tablet 4 KDT
38 – 37 kg 3 tablet 4 KDT 3 tablet 4 KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4 KDT 4 tablet 4 KDT
≥71 kg 5 tablet 4 KDT 5 tablet 4 KDT

( Kemenkes RI, 2014 ).


b. Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3)

Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BAT positif yang pernah

diobati sebelumnya (pengobatan ulang) :

1) Pasien kambuh

2) Pasien gagal pada pengobatan dengan panduan OAT kategori 1

sebelumnya

3) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat

Tabel 2.4 Dosis Panduan OAT KDT kategori 2:2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3)

Berat Badan Tahap Intensif tiap hari Tahap Lanjut 3 kali


RHZE(150/75/400/275) + S seminggu RH(150/150) +
E(400)
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu

30 – 37 kg 2 tab 4KDT + 2 tab 4KDT 2 tab 2 KDT + 2 tab


500 mg etambutol
streptomisin inj.
38 – 54 kg 3 tab 4KDT + 3 tab 4KDT 3 tab 2 KDT + 3 tab
750 mg etambutol
streptomisin inj.
55 – 70 kg 4 tab 4KDT + 4 tab 4KDT 4 tab 2 KDT + 4 tab
1000 mg etambutol
streptomisin inj.
≥ 71 kg 5 tab 4KDT + 5 tab 4KDT 5 tab 2 KDT + 5 tab
100 mg (>dosis maks) etambutol
streptomisin inj.

( Kemenkes RI, 2014 ).


BAB III
KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

 Tokoh Masyarakat  Dilakukan sosialisasi


 Aparat Desa TBC dan skreening
 Tenaga Pendidik TBC

Peningkatan jumlah
suspek tuberkolusis

Ket :

: Di periksa

: Tidak diperiksa
BAB IV

TEKHNIK INOVASI

4.1 Desain / Rancangan Inovasi

Desain dalam inovasi ini yaitu melakukan kunjungan ke 8 Desa wilayah kerja Puskesmas

Japanan yaitu : Kantor Desa Japanan, Kantor Desa Grobogan, Kantor Desa Rejoslamet, Kantor

Desa Wringinpitu, Kantor Desa Mojoduwur, Kantor Desa Latsari, Kantor Desa Penggaron,

Kantor Desa Karanglo, sekolah, Koramil dan Polsek di kecamatan Mojowarno. Kunjungan

dilakukan bersama dengan Bidan Desa dan tenaga Promkes Puskesmas.

Programer membentuk Tim dan jadwalke tempat yang akan di kunjungi, sebelum

dilakukan kunjungan akan di berikan surat pemberitahuan bahwa akan di adakan sosialisasi

TBC dan pemeriksaan skreening kepada pegawai yang bertugas di tempat tujuan. Jika dari

kantor Desa, sekolah, koramil dan Polsek mengijinkan maka tim akan melakukan kunjungan

dan skreening.

Petugas yang sudah di skreening dan mengalami gejala akan di berikan pot dahak untuk

dilakukan pemeriksaan sputum. Petugas yang mendapatkan pot dahak di minta untuk

mengirimkan dahak di Puskesmas Japanan. Jika petugas tersebut tidak mengirimkan dahak,

maka programer akan bekerja sama dengan Bidan desa untuk mengambil pot dahak di rumah

petugas yang mengalami gejala.

Pot dahak yang telah dikirimkan ke BLUD Puskesmas akan dilakukan pemeriksaan TCM

oleh analis Kesehatan di Puskesmas Japanan sesuai dengan SOP yang berlaku.

Selain itu Programer juga akan berdikusi tentang dana desa yang telah di anggarkan untuk

penderita TBC, Puskesmas dengan senang hati akan membantu sepenuhnya keperluan untuk

menyukseskan program TBC yang telah di anggarkan pada dana Desa.


4.2 SASARAN INOVASI
1. Kriteria Inklusi

a) Tokoh Masyarakat, Pendidik, Aparat Desa, Babinsa, Babinkamtibmas.


b) Tokoh Masyarakat, Pendidik, Aparat Desa, Babinsa, Babinkamtibmas yang mengalami
gejala TBC

2. Kriteria ekslusi

a) Bukan Tokoh Masyarakat, Pendidik, Aparat Desa, Babinsa, Babinkamtibmas.

b) Tokoh Masyarakat, Pendidik, Aparat Desa, Babinsa, Babinkamtibmas yang tidak ada di
tempat saat sosialisasi dan pemeriksaab skrening.

4.3 Lokasi dan Waktu INOVASI


Kegiatan inovasi di lakukan di 8 Desa wilayah kerja Puskesmas Japanan yaitu : Kantor
Desa Japanan, Kantor Desa Grobogan, Kantor Desa Rejoslamet, Kantor Desa Wringinpitu,
Kantor Desa Mojoduwur, Kantor Desa Latsari, Kantor Desa Penggaron, Kantor Desa Karanglo,
sekolah, Koramil dan Polsek di kecamatan Mojowarno.Waktu kegiatan sesuai dengan
permintaan dari kantor yang akan di kunjungi.

4.4 Instrumen INOVASI

Instrumen yang digunakan dalam inovasi ini berupa kuesioner dengan pertayaan tertutup

yang dijawab oleh responden kemudian dilakukan edukasi dan pemberian pot sputum.
BAB VI

LAPORAN HASIL

Laporan hasil inovasi tahun 2022 yang dimulai bulan januari sampai bulan desember,
dengan sasaran terduga sebanyak 435 orang dan sasaran TB sebanyak 81 orang. Hasil
capaian setiap bulan sebagai berikut :

LAPORAN BULANAN
40 38 3838 3838 3838
37 3737
36 3636 3636 36 3636
35 3535 35
3434
35

30

25

20

15

10 7 7 7 7 8 7 8 7
6 6 5 6 5
3 3 4 4 3 3
5 2 2 2 2 2

0
AR
I RI E T
RI
L EI NI LI S R R R R
U A
AR P M JU JU TU BE BE BE BE
N RU M A US EM TO EM M
JA B
AG PT OK V SE
FE NO DE
SE

Sasaran terduga TB Capaian terduga TB Ssaran TB Capaian TB

Dokumentasi Kegiatan
KESIMPULAN

6.1 KESIMPULAN

Demikian proposal inovasi ini kami buat sebagai sebuah acuan bersama dalam
menyelenggarakan kegiatan seperti ini. Segala bentuk dukungan baik moral dan materi
kami sangat mengapresiasi dan terima kasih.

Atas perhatiannya kami mengucapkan banyak terimakasih, semoga dengan


diselenggarakannya inovasi Puskesmas ini dapat mendapat respon dan dukungan yang
positif dan semoga kegiatan ini nantinya dapat berjalan dengan baik

Anda mungkin juga menyukai