Anda di halaman 1dari 3

Translasi Antibiogram Kumulatif ke dalam Bentuk Panduan Penggunaan

Antibiotik (PPAB) dan Implementasi Konsep RASPRO dalam


Tataguna Antibiotik di Rumah Sakit

Ronald Irwanto

Perkumpulan Ilmu Kedokteran Tropis dan Penyakit Infeksi Indonesia (PETRI)


Perkumpulan Pengendalian Infeksi Indonesia (PERDALIN)
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK Trisakti

Abstrak
Ronald Irwanto Antimicrobial Stewardship Program (RASPRO) adalah sebuah konsep
tataguna antibiotik, yang bertujuan untuk meningkatkan penggunaan antibiotik secara bijak.
RASPRO disintesa dari berbagai studi dan kepustakaan. RASPRO memiliki konsep besar yang
disebut “The Rule of 3 PIE” yang terdiri dari (1) Promoting Guidelines (Pembuatan PPAB), (2)
Implementation (Implementasi) dan (3) Evaluation (Evaluasi).
Pembuatan PPAB pada RASPRO didasarkan atas 3 hal, yaitu (1) Stratifikasi Pasien, (2)
Farmakokinetik dan Farmakodinamik Antibiotik dan (3) Antibiogram Kumulatif atau Pola
Kuman. Pada PPAB model RASPRO, setiap fokus infeksi seperti Pneumonia, Infeksi Saluran
Kemih, Infeksi Intra-Abdomen dan Infeksi Jaringan Lunak terbagi atas 3 stratifikasi dalam
prediksi empirik, sebelum akhirnya antibiotik diberikan secara definit berdasarkan pada temuan
kultur. Stratifikasi Tipe I untuk prediksi empirik infeksi kuman multi-sensitif, Stratifikasi Tipe II
untuk prediksi empirik infeksi kuman Extended Spectrum Beta-Lactamase (ESBL), dan
Stratifikasi Tipe III untuk prediksi empirik infeksi kuman Multi-Drug Resistant (MDR) seperti
MDR Pseudomonas sp atau MDR Acinetobacter sp, Methicillin Resistant Staphylococcus aureus
(MRSA) / Methicillin Resistant Staphylococcus epidermidis (MRSE). Pada masing-masing
stratifikasi dituliskan jenis antibiotik yang direkomendasi.
Translasi antibiogram ke dalam PPAB dengan model stratifikasi RASPRO akan lebih
mudah jika dimulai dari pilihan antibiotik untuk Stratifikasi Tipe III. Antibiotik empirik untuk
Stratifikasi Risiko Tipe III RASPRO adalah (1) semua antibiotik yang berdasarkan rujukan
umum terkategori sebagai antibiotik spektrum luas, (2) semua antibiotik yang dapat digunakan
untuk eradikasi MRSA / MRSE dan (3) semua antibiotik yang memiliki sensitifitas di atas
Pseudomonas based cut off atau Acinetobacter based cut off yang ditentukan berdasarkan
kesepakatan bersama internal PPRA rumah sakit, berdasarkan antibiogram kumulatif lokal.
Antibiotik empirik untuk Stratifikasi Tipe II RASPRO dipilih dari semua antibiotik
yang dapat digunakan untuk eradikasi ESBL, baik dari segi jenis, maupun dosisnya (AUC terhadap
kuman-kuman ESBL). Sedangkan antibiotik empirik untuk Stratifikasi Type I RASPRO
adalah antibiotik yang (1) menurut rujukan umum terkategori sebagai antibiotik spektrum sempit
dan / atau (2) menurut antibiogram kumulalif lokal tergolong sebagai antibiotik spektrum sempit
dengan nilai sensitifitas dibawah Pseudomonas based cut off yang ditentukan berdasarkan
kesepakatan bersama internal Panitia Pengawas Resistensi Antimikroba (PPRA) rumah sakit.
Selain berdasarkan hal yang telah disebutkan, pemilihan antibiotik pada ketiga stratifkasi
dalam PPAB juga harus mempertimbangkan farmakokinetik dan farmakodinamik obat baik pada
jaringan target (tissue level) maupun pada aliran darah (blood lining level), sehingga MIC90
terlampaui pada kedua lini in vivo tersebut.
Setelah PPAB terbentuk, maka harus dilakukan implementasi. Untuk implementasi
RASPRO memiliki 4 formulir, yaitu (1) RASAL flowchart, diisi pada peresepan antibiotik
empirik awal, mengarahkan klinisi untuk menentukan stratifikasi pasien dan memberikan
antibiotik sesuai yang direkomendasikan pada stratifikasi yang dimaksud, sementara belum ada
hasil kultur (2) RASLAN flowchart, diisi apabila pergantian antibiotik harus dilakukan secara
empirik, berdasarkan stratifikasi pasien aktual, sementara hasil kultur belum keluar, (3)
RASPATUR, formulir yang harus diisi setiap antibiotik diberikan berdasarkan kultur dan (4)
RASPRAJA, formulir yang harus diisi pada setiap pemberian antibiotik berkepanjangan.
Kontrol dari “arus lalu-lintas” keempat formulir dilakukan oleh perawat dan farmasi
dengan menggunakan RASPRO cardex. Restriksi antibiotik dilakukan apabila pemberian
antibiotik tidak sesuai dengan stratifikasi yang ditentukan di awal oleh RASAL flowchart atau
RASLAN flowchart.
Sesuai amanah SNARS edisi 1 / 2018, evaluasi kuantitatif antibiotik dilakukan dengan
menggunakan rumus baku Defined Daily Dose (DDD), sementara evaluasi kualitatif antibiotik
dilakukan dengan menggunakan tabel Gyssens. Pengisian tabel Gyssens mengandung kesulitan
tersendiri, terutama atas 2 hal, yaitu (1) masalah jumlah besar pasien penerima antibiotik di
rumah sakit yang harus divelauasi, dan (2) masalah sujektifitas yang sangat besar dalam
penilaian dengan tabel Gyssens, yang mungkin dapat membuat pelaporan menjadi tidak seragam
dalam sebuah rumah sakit, terutama apabila kelompok yang melakukan analisa terdiri dari orang
yang berbeda dari event ke event evaluasi.
Untuk masalah evaluasi kualitatif tabel Gyssens yang ke-(1), maka disarankan agar dapat
dilakukan dengan pengambilan sampel dengan rumus sampel tunggal yang representatif yang
sebisa mungkin dapat menggambarkan kondisi menyeluruh. Sedangkan untuk masalah evaluasi
kualitatif dengan tabel Gyssens yang ke-(2), RASPRO membuat sebuah matrix yang menuntun
evaluator untuk mengisi tabel Gyssens, guna menilai kepatuhan pengguna antibiotik pada sistem
yang berlaku. Pengisian tabel Gyssens dengan diarahkan oleh RASPRO matrix diharapkan dapat
memberikan laporan yang lebih seragam siapapun kelompok evaluatornya, sehingga menjadi lebih
valid, minimal untuk lingkungan internal rumah sakit yang bersangkutan. Keberhasilan atau
kegagalan pelaksanaan konsep RASPRO di sebuah rumah sakit tentu tidak terlepas dari dukungan
manajerial, konsolidasi dan kesadaran para klinisi pengguna antibiotik.

Kata kunci : RASPRO, panduan, implementasi, evaluasi

Farmakokinetik dan Farmakodinamik Antibiotik dalam


Tataguna Antibiotik di Rumah Sakit
Ronald Irwanto
Perkumpulan Ilmu Kedokteran Tropis dan Penyakit Infeksi Indonesia (PETRI)
Perkumpulan Pengendalian Infeksi Indonesia (PERDALIN)
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK Trisakti

Abstrak
Salah satu yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan Panduan Penggunaan Antibiotik
(PPAB) dari konsep RASPRO adalah farmakokinetik dan farmakodinamik (PK/PD) antibiotik.
Pada RASPRO “ The Rule of 3 PIE”, PK/PD antibiotik dalam pembuatan PPAB, maka harus
memperhatikan 3 hal, yaitu: (1) Dosis, (2) Cara Pemberian dan (3) Penetrasi ke jaringan.
Dosis. Dosis obat yang diberikan in vivo dalam eradikasi penyebab infeksi , mutlak harus
melampaui Minimum Inhibitory Concentration-90 (MIC90)antibiotik terhadap kuman tersebut.
Hal ini disebabkan karena Clinical Laboratory Standard Institute (CLSI) menentukan cut off
resistensi berdasarkan pada MIC90, bukan berdasar pada Minimal Bactericidal Concentration
(MBC) apalagi Mutation Prevention Concentration (MPC). MIC90 menggambarkan fenotipe
kuman dalam resistensi antibiotik, oleh karenanya menjadi dasar terbaik dalam penentuan
rsesitensi untuk pembuatan antibiogram kumulatif.
Cara Pemberian. Cunha et al membagi antibiotik ke dalam 2 tipe , yaitu (1) Tipe I, Dose
Dependent Antibiotics (AUC>MIC). Antibiotik golongan ini memiliki prolonged Post Antibiotic
Effect (PAE), sehingga pemberian cukup 1x sehari. Daya eradikasi terhadap bakteri akan
meningkat apabila terjadi peningkatan AUC, yaitu dengan melakukan peningkatan dosis
pemberian dalam 1x pemberian. Pada kondisi multi-organ failure, seperti gagal ginjal, dapat
dilakukan time adjusted dalam pemberian antibiotik golongan ini. Contoh antibiotik tipe I adalah
Aminoglikosida dan Fluorquinolone. (2) Tipe II, Time Dependent Antibiotics (T>MIC).
Antibiotik golongan ini memiliki PAE yang pendek. Daya eradikasi dapat ditingkatkan dengan
memperpanjang lama paparan (T), namun AUC harus tetap berada di atas MIC90 . Pada kondisi
multi-organ failure, seperti gagal ginjal, dapat dilakukan dose adjusted dalam pemberian antibiotik
golongan ini. Contoh antibiotik Tipe II antara lain golongan Cephalosporin dan Carbapenem.
Penetrasi ke jaringan. Pembuatan PPAB dengan translasi antibiogram kumulatif tidak
boleh melupakan unsur penetrasi antibiotik ke jaringan. Tes Kepekaan Antibiotik (TKA)
dilakukan secara in vitro. Antibiotik yang memilki persentase sensitifitas tinggi terhadap suatu
kuman, tidak dapat dimasukkan begitu saja untuk eradikasi kuman yang bersangkutan. Namun,
tetap harus mempertimbangkan penetrasi antibiotik secara in vivo terhadap organ tertentu apabila
kuman yang bersangkutan menjadi penyebab infeksi di organ tertentu.

Kata kunci : PK/PD, Dosis, Cara, Penetrasi

Anda mungkin juga menyukai