Anda di halaman 1dari 12

Bab I

Pendahuluan

Pengobatan malaria merupakan salah satu upaya dalam rangkaian kegiatan program
pemberantasan. Keberhasilan pengobatan untuk penyembuhan maupun pencegahan tergantung
apakah obat itu ideal, diminum secara teratur sesuai dengan jadwal pengobatan dan takaran yang
telah ditetapkan. Obat antimalaria yang ideal adalah obat yang mempunyai efek terhadap semua
jenis dan stadia parasit, menyembuhkan infeksi akut maupun laten, cara pemakaian mudah,
harganya terjangkau oleh seluruh lapisan penduduk dan mudah diperoleh, efek samping ringan
dan toksisitas rendah. Sampai saat ini belum ada obat antimalaria yang ideal. Oleh sebab itu
digunakan kombinasi beberapa obat dalam pengobatan.

Dalam program pemberantasan malaria dengan pengobatan, Departemen Kesehatan


mempunyai standar pengobatan sesuai dengan daerah dan sensitivitas Palsmodium falciparum
terhadap obat-obat antimalarial. Standarisasi tersebut berguna untuk mencegah berkembangnya
kasus resistensi terhadap obat-obat antimalaria lainnya. Resistensi merupakan akibat pemakaian
obat yang tidak tepat. Sampai saat ini hanya P. falciparum yang dilaporkan telah resisten
terhadap klorokuin, maupun obat-obat anti rnalaria lainnya. Di antara keempat spesies Plasmodia
manusia, kasus malaria P. falciparum tampaknya lebih dominan dan juga merupakan penyebab
malaria berat yang banyak menimbulkan kematian.

Di Indonesia dilaporkan terdapat fokus-fokus P. falciparum resisten terhadap klorokuin


pada 26 propinsi, resisten terhadap sulfadoksin-pirimetamin pada 3 propinsi, dan resisten
terhadap meflokuin pada 2 propinsi. Untuk mengatasinya, perlu diketahui obat-obat antimalaria
lainnya yang dapat dipakai sebagai obat alternative.

1
Bab II

Pembahasan

2.1 Pengertian Penyakit Malaria


Malaria merupakan salah satu penyakit dengan prevalensi tinggi di dunia. Setiap
tahunnya penyakit ini menginfeksi setengah juta penduduk, dengan tingkat kematian 2. 300 jiwa
(Devi, et al., 2001). Penyakit ini disebabkan oleh parasit protozoa, yaitu genus plasmodium.
Malaria terutama malaria falciparum merupakan penyakit parasitic terpenting dengan morbiditas
dan mortalitas tinggi umumnya di Negara tropik seperti Indonesia (WHO 2010). Biasanya
ditandai dengan demam berkala. Disamping demam dingin, nyeri kepala yang hebat dan nyeri
otot, gejala-gejala malaria yang penting adalah anemia dan limfa membesar. Pada malaria
tropical kerap kali hati juga membesar dengan adanya penyakit kuning (ikterus).

2.2 Penyebab Penyakit Malaria


Terdapat 3 macam penyakit malaria yang disebabkan oleh beberapa jenis protozoa keturunan
plasmodium, yaitu :

a. Malaria Tropikal : Plasmodium falciparum. Malaria ini adalah yang paling ganas dan
berbahaya, serta dapat mematikan dalam beberapa hari karena terdapat banyak eritrosit
yang rusak menyumbat kapiler-kapiler otak. Gejala : serangan demam yang tak menentu,
terus-menerus dan dapat pula berkala selama 3 hari sekali. Tidak menimbulkan residif
(kambuh) seperti bentuk-bentuk malaria lainnya.
b. Malaria Tertina : Plasmodium vivax dan ovale yang bercirikan demam berkala 3 kali
sehari dengan puncak setelah 48 jam. Seringkali kambuh kembali berhubung adanya
bentuk ekso-eritrositer (bentuk EE) sekunder.
c. Malaria kwartana : Plasmodium malaria mengakibatkan demam berkala 4 hari sekali,
terdapat puncak demam setiap 72 jam. Residif juga sering terjadi karena bentuk EE
sekunder.

Siklus hidup parasit


Pada garis besarnya jenis-jenis plasmodium tersebut memiliki siklus hidup yang sama,
yaitu dalam tubuh manusia (siklus aseksuil) dan dalam tubuh anopheles (siklus seksuil).

Siklus aseksuil dapat dipecah dalam dua bagian, yaitu:

a. Siklus Hati. Penularan terjadi bila nyamuk betina yang telah diinfeksi parasit menyengat
manusia dan menyuntikan sporozoid kedalam darahnya (nyamuk jantan tidak
menyengat karena hanya hidup dari tumbuh-tumbuhan). Parasit masuk kedalam hati,
bertumbuh dan mengalami pembelahan yang kuat (proses schizogoni, dengan hasil

2
schizont). Enam sampai Sembilan hari kemudian schizont-schizont menjadi masak dan
melepaskan diri sebagai beribu-ribu merozoid. Fase pertama ini didalam hati disebut
bentuk-EE primer (ekso-eritrositer = diluar eritrosit).
b. Siklus darah dan sklus eritrosit. Merozoid-merozoid dari hati sebagian memasuki sel-
sel darah merah, lalu berkembang menjadi trofozoit. Bagian lainnya memasuki jaringan-
jaringan lain, dalam limfa atau tinggal dihati dan disebut bentuk-ee sekunder. Didalam
eritrosit terjadi pembelahan aseksuil pula (schizogoni); dalam waktu 48 jam atau 72 jam
sel-sel darah merah pecah dan merozoid yang dilepaskan bias memasuki eritrosit-eritrosit
lain dan siklus dimulai kembali. Setiap sel-sel darah pecah, penderita merasa demam dan
kedinginan, disebabkan oleh merozoid dan protein-protein asing yang dipisahkan.

Siklus seksuil. Setelah beberapa sikli sejumlah merozoid berubah menjadi bentuk-bentuk
seksuil betina dan jantan. Gametosit-gametosit ini tidak berkembang lagi dan akan mati bila
tidak dihisap lagi oleh Anopheles betina. Didalam lambungnya terjadi perubahan dan dalam
waktu tiga minggu terjelma banyak sporozoid kecil yang memasuki kelenjar-kelenjar ludahnya.
Akhirnnya bila nyamuk menyengat manusia, lengkaplah sudah siklus parasit.

Residivitas. Seorang pasien yang telah diobati dan sembuh, bias kambuh kembali
penyakitnya beberapa bulan sampai beberapa tahun kemudian. Sebabnya ialah bentuk-EE
sekunder yang masih berada dalam hati limpa atau organ-organ lain tanpa menimbulkan gejala-
gejala nyata. Pada keadaan-keadaan tertentu, misalnya bila daya-tangkis tubuh menurun atau
keletihan fisik, parasit menjadi aktif dan mulailah siklus darahnya dengan gejala-gejala klinis
demam-dingin dan sebagainya. Bentuk-EE sekunder hanya terdapat pada malaria tertian dan
kwartana, tidak pada malaria tropika.

2.3 Obat-obat Anti Malaria


Obat malaria mempunyai khasiat yang berbeda-beda terhadap berbagai stadium
perkembangan parasit malaria. Saat ini tidak dikenal satu pun senyawa yang dapat
mempengaruhi semua stadium sama baiknya. Berdasarkan kerja utamanya dibedakan kelompok
berikut ini:

a. Sporontosida (obat pencegah) : mencegah pengembangan parasit dalam anopheles.


Obatnya adalah proguanil dan pirimethamin. Berkhasiat terhadap bentuk-EE primer
dalam hati terutama terhadap falciparum : vivax dan malariae hanya untuk sebagian.
Primaquin juga aktif terhadap bentuk ini tetapi terlalu toksis untuk digunakan lama
sebagai pencegah. Obat yang aktif terhadap sporozoit belum diketemukan.
b. Skizontisida darah (obat penyembuh) : menekan perbanyakan parasit dalam eritrosit.
Obatnya adalah Klorquin dan Amodiaquin bekerja kuat dan cepat, kinin lebih lambat.
Proguanil dan pirimethamin juga sangat aktif, tetapi jauh lebih lambat kerjanya dan lebih
sering menimbulkan resistensi.

3
c. Skizontisida jaringan (obat pencegah kambuh) : menghambat perkembangan bentuk
eksoeritrositer. Senyawa ini dapat bekerja kausalprofilatik jika mempengaruhi stadium
perkembangan awal dari parasit dan fase preeritrositer, artinya sebelum parasit
menyerang eritrosit. Satu-satunya obat adalah primaquin yang sangat efektif untuk terapi
jangka pendek, jadi tidak cocok untuk rakyat setempat karena kemungkinan besar akan
reinfeksi.
d. Gametosida : bekerja pada bentuk seksual parasit malaria dan dengan demikian
mencegah penyebaran dari manusia ke nyamuk. Primaquin dalam dosis kecil efektif
dalam 3 hari, Proguanil dan pirimethamin tidak mematikan gametosit, tetapi merintangi
perkembangannya dalam tubuh nyamuk. Klorquin dan kinin juga aktif terhadap gametosit
plasmodium vivax dan malariae.

2.4 Obat-obat Malaria lain

2.4.1 Proguanil
Proguanil atau kloroguanid ialah turunan biguanid yang dalam tubuh diubah menjadi
metabolit tiazin yang berefek skizontoside melalui mekanisme antifolat. Obat ini mudah
penggunaannya dan hampir tanpa efek samping. Dahulu digunakan terutama untuk terapi
profilaksis dan supresi jangka panjang terhadap malaria tropika. Sayangnya, mudah sekali timbu

4
resistensi terhadapnya sehingga penggunaan proguanil telah tergeser oleh antifolat lain yang
lebih efektif.

2.4.2 Meflokuin
Meflokuin ialah salah satu dari turunan 4 quinolin-metanol yang diteliti dalam usaha
menemukan antimalari untuk galur P.falciparum yang resisten terhadap beberapa obat.

Dengan dosis tunggal yang lazim, meflokuin dapat menghilangkan demam dan
parasitemia pada pasien yang terinfeksi P.falciparum strain resisiten didaerah endemic. Obat ini
juga dapat menyebabkan penyembuhan supresi terhadap malaria oleh berbagai strain
P.falciparum. Demikian juga terhadap P.vivax. Walaupun demikian, relaps sering terjadi
beberapa waktu setelah pengobatan dihentikan.

Meflokuin diserap baik disaluran cerna dan banyak terikat pada protein plasma. Saluran
cerna merupakan reservoar untuk meflokuin karena obat ini mengalami sirkulasi enterohepatik
dan enterogastrik. Kadar puncak dicapai beberapa jam setelah pemberian, kemudian menurun
sedikit demi sedikit selama beberapa hari dengan waktu paruh kira-kira 17 hari. Kadar dalam
jaringan, terutama hati dan paru, bertahan tinggi untuk beberapa lama. Ekskresinya dalam bentuk
berbagai metabolit terjadi terutama melalui feses dan hanya sedikit yang melalui urin.

2.4.3 Halofantrin
Obat baru yang diindikasikan pada malaria oleh P.falciparum yang sudah resisten
terhadap obat lain. Ini termasuk skizontosid darah kerja cepat (Rapidly-acting blood
schizontocides). Uji klinik untuk obat ini sudah banyak dilakukan.

FARMAKOKINETIK. Pemberian oral absorpsinya bervariasi. Metabolitnya, desbutil


halofantrin, bersifat aktif dan potensinya setara dengan halofantrin.

EFEK SAMPING. Keluhan saluran cerna merupakan efek samping yang umum. Pada hewan
coba tidak ditemukan adanya efek keratogenik maupun genotoksik. Tetapi pada hewan
percobaan yang hamil ditemukan adanya efek embriotoksik.

KONTRAINDIKASI. Wanita hamil.

INDIKASI. Serangan akut malaria oleh P.falciparum yang sudah resisten obat.

2.4.4 Tetrasiklin
Tetrasiklin dan oksitetrasiklin berguna untuk mengobati penyakit malaria oleh
P.falciparum yang sudah resisten terhadap klorokuin maupun kombinasi pirimetamin
sulfadoksin. Dosis dewasa yang dianjurkan adalah 4 kali sehari 250 mg selama 7-10 hari.

5
Untuk tujuan kemoprofilaksis malaria oleh P.falciparum yang sudah resisten obat,
dianjurkan dosis dewasa 100 mg/ hari dan anak-anak 2 mg/ kgBB/ hari.

2.4.5 Kombinasi pirimetamin sulfadoksin


Obat ini sangat efektif untuk mengobati penderita malaria oleh P.falciparum yang sudah
teresisten oleh klorokuin. Namun penggunaan rutin untuk keperluan kemoprofilaksis malaria
tidak dianjurkan sebab obat ini relatif toksik.

Obat ini bekerja dengan cara mencegah pembentukan asam folinat (asam tetrahidrofoliat)
dari PABA. Pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal maupun hati, juga bila ada diskrasia
darah, sebaiknya tidak digunakan obat ini untuk keperluan kemoprofilaksis.

INDIKASI. Terapi Malaria falciparum yang resisten klorkuin. Dosis dewasa ialah 3 tablet
sebagai dosis tunggal, untuk anak 9-14 tahun : 2 tablet; anak 4-8 tahun : 1 tablet dan anak < 4
tahun tablet.

2.4.6 Artemisinin
Obat ini merupakan senyawa triokasan yang diekstrak dari tanaman Artemisia annua
(quinghaosu). Sebagai tanaman obat, penggunaannya pada malaria telah lama diuji di cina dan
akhir-akhir ini juga dibirma, gambia, Vietnam dan Nigeria. Tanaman ini terdapat juga di
beberapa daerah Indonesia.

Senyawa ini menunjukkan sifat skizontosid yang cepat in-vitro maupun in-vivo sehingga
digunakan untuk malaria yang berat.

2.5 Penelitian Anti Malaria

2.5.1 Penggunaan antimalaria pada penderita Malaria di instalasi rawat inap


BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou manado periode januari 2013 Mei 2013.
a) Metodelogi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di intalasi rekam medik BLU RSUP Prof. Dr. R. D. kamdou, jalan
raya tanawangko no. 56 manado.

Populasi dalam penelitian ini ialah seluruh penderita ialah seluruh penderita yang dirawat
inap selama januari Mei 2013 di instalasi Rawat Inap RSUP Prof. Dr. R. D kandou Manado
dan pengambilan sample secara purposive. Sampel dalam penelitian ini adalah bagian dari
populasi yang memenuhi criteria inklusi. Adapun kritera inklusi atau syarat sampel yang akan di
ambil diantaranya yaitu pasien dengan diagnose malaria yang rawat inap, pasien yang
mendapatkan terapi antimalaria dan yang menyelesaikan pengobatan hingga dinyatakan sembuh

6
oleh dokter, dan pasien yang pulang paksa. Criteria eksklusi dalam penelitian ini adalah catatan
rekam medic yang tidak lengkap dan tidak menerima obat antimalaria.

b) Hasil dan pembahasan

7
Penelitian dilakukan terhadap 104 rekam medis penderita malaria dengan criteria inklusi
sebanyak 68 penderita yang terdiri atas penderita laki-laki sebanyak 43 orang (63,2%) dan
perempuan 25 orang (36, 8%).

Penderita berdasarkan kategori umur (Harlock, 2008), banyak terdapat pada rentang usia
dewasa yaitu 21-60 tahun (66,7%). Usia dewasa ini merupakan usia produktif sehingga setiap
orang dapat terkena penyakit malaria dan perbedaan prevalensi menurut umur sebenarnya
berkaitan dengan perbedaan derajat kekebalan karena variasi keterpaparan kepada gigitan
nyamuk (Harijanto, 2009).

Berdasarkan tatus penyakit, malaria tanpa komplikasi memiliki presentase terbanyak


dibandingkan malaria dengan komplikasi.

8
Ditinjau dari jenis malaria, penderita terbanyak pada penderita dengan diagnose malaria
falciparum sebanyak 45 orang (66,2%).

Ditiinjau dari kategori pengobatan, pada penderita dengan diagnosa jenis malaria
falciparum, sebanyak 26 penderita (57, 8 %) menggunakan obat antimalaria kombinasi artesunat-
amodiakuin-primakuin, dan 11 penderita (24, 4%) menerima kombinasi artesunat-amodiakuin.

2.5.2 Aktivitas antimalaria ekstrak etil asetat kulit batang mundu (Garcinia
dulcis kurz)

a. Metodelogi

Bahan dan Alat

Kulit batang mundu diambil dari boyolali, Jawa Tengah, pada bulan april 2010. Bahan kimia
yang digunakan adalah etil asetas, klorokuin, natrium EDTA, NaCl, carboksimetilselulosa
(CMC), diperoleh dari laboratorium farmakologi USB Surakarta. Bahan antigen yang digunakan
dalam penelitian ini adalah plasmodium bergbei diperoleh dari lab. Parasitologi Fakultas
Kedokteran UGM. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas, botol
maserasi, evaporator, timbangan, pipa kapiler, mikrosentrifugator, mikroskop, vaccum
evaporator, alat simex.

Hewan uji

Hewan uji yang digunakan adalah 25 ekor mencit jantan putih swiss Webster yang sehat,
berusia 2-3 bulan, berat badan 18-20 kg, diperoleh dari lab. Parasitologi Fakultas Kedokteran
UGM.

b. Hasil dan Pembahasan

Pengamatan apusan darah mencit di bawah mikroskop menunjukkan perbedaan karakteristik


eritrosit normal dan terinfeksi. Eritrosit normal berbentuk cakram bikonkaf, berwarna
kekuningan dan tidak berinti, sedangkan eritrosit yang terinfeksi parasit lebih pucat, bertitik-titik
dan lebih besar disbanding eritrosit normal.

2.5.3 Uji Antimalaria Ekstrak Etanol Daun Cococr Bebek (Kalanchoe


blossfeldiana poelln).

a. Metode

Penyiapan tanaman cocor bebek. Cocor bebek didapatkan dari lembang, bandung jawa
barat. Kemudian dilakukan determinasi LIPI Cibinong-Bogor.

9
Pembuatan ekstrak etanol daun cocor bebek. Sebanyak 18 kg daun cocor bebek segar
dipotong-potong lalu diekskresi dengan alat maserator dan etanol 96% sebagai pelarutnya
kemudian didiamkan selama 24 jam. Proses ekstraksi dilakukan pengulangan sebanyak lima kali.
Filtrate ditampung kemudian disaring lalau dipekatkan menggunakan rotary evaporator.

Kultur sinabung P. falciparum. Plasmodium falciparum 3D7 dikultur dalam medium


RPMI 1640 yang mengandung sel darah merah dengan hematokrit 5%, dapar HEPES, serum tipe
AB dan NaHCO3 sesuai tehnik Trager dan Jesen.

Uji aktivitas antimalaria ekstrak etanol daun cocor bebek. Kultur P. falciparum
ditempatkan kedalam lempeng sumur 24 masing-masing berisi 1 ml kultur dengan parasitemia
1% dalam medium RPHS. Medium RPHS diganti dengan medium RPHS yang mengandung
ekstrak etanol daun cocor bebek sebagai konsentrasi. Kultur di inkubasi selama 48 jam, setelah
inkubasi parasit dipanen dan dibuat sediaan apusan darah tipis yang diberi pewarnaan Giemsa.
Selanjutnya dihitung persen parasitemia dengan menghitung jumlah eritrosit yang terinfeksi
terhadap 500 eritrosit.

Pengujian dilakukan pengurangan sebanyak dua kali. Data dianalisis secara statistika dengan
memakai metode analisis probit untuk menghitung hambatan parasit sebesar 50.

b. Hasil dan Pembahasan

Pengujian aktivitas antimalaria ekstrak etanol daun cocor bebek dilakukan pada kultur dan
diinkubasi selama 48 jam. Inkubasi selama 48 jam merupakan siklus aseksual parasit dalam
darah (skizogoni), sehingga dapat dikatakan pengujian ini menghitung besarnya daya hambat
senyawa ekstrak pada fasa intraeritrositik.

Sebagian senyawa aktif yang terkandung dalam beberapa spesies cocor bebek adalah
senyawa-senyawa bufadienolida.

10
Bab III

Penutup

3.1 Kesimpulan
Malaria disebabkan oleh parasit protozoa, yaitu genus plasmodium. Malaria terutama
malaria falciparum merupakan penyakit parasitic terpenting dengan morbiditas dan mortalitas
tinggi umumnya di Negara tropik seperti Indonesia (WHO 2010).
Obat antimalaria yang ideal adalah obat yang mempunyai efek terhadap semua jenis dan
stadia parasit, menyembuhkan infeksi akut maupun laten, cara pemakaian mudah, harganya
terjangkau oleh seluruh lapisan penduduk dan mudah diperoleh, efek samping ringan dan
toksisitas rendah. Sampai saat ini belum ada obat antimalaria yang ideal. Oleh sebab itu
digunakan kombinasi beberapa obat dalam pengobatan.

3.2 Saran
Menyadari bahwa penulisan masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulisan akan
lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang
lebih banyak dan tentunya dapat dipertanggungjawabkan.

11
Daftar Pustaka
1. Novia Akwila Rumagit, Heedy M. Tjitrosantoso, Weny I Wiyono, 2013, Studi
Penggunaan Antimalaria Pada Penderita Malaria Di Instalasi Rawat Inap BLU RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari 2013 Mei 2013 vol. 2 No. 03 Hal.
50-53.
2. Faizal Hermanto, Yenny Febriani Yun, Lilis Siti Aisyah, Tri Reksa Saputra, Arif
Rahman Hakim, Ade Kania Ningsih, Tati Herlina, Euis Julaeha, Achmad Zainudin,
Unang Supearman, 2014, Uji Aktivitas Antimalaria Ekstrak Etanol Daun Cocor
Bebek (Kalanchoe blossfeldiana poelln) pada Plasmodium Falciparum 3D7, vol. 2,
No. 2, Hal 54-58.
3. Gunawan Pamudji Widodo dan Mamik Ponco Rahayu, 2010, Aktivitas Antimalaria
Ekstrak Etil Asetat Kulit Batang Mundu (Garcinia dulcis kurz), Vol. 21, No. 4, Hal
238-242.
4. Farmakologi dan Terapan Edisi ke-4, Hal 545-559.
5. Obat-obat Penting Edisi Ke Empat Hal 136-148.
6. Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi Edisi Kelima, Hal 674-678.

12

Anda mungkin juga menyukai