Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera
dan primata lainnya, hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan
oleh infeksi protozoa dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari
gejala meriang (panas dingin menggigil) serta demam berkepanjangan.
Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera dan
primata lainnya, hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh
infeksi protozoa dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala
meriang (panas dingin menggigil) serta demam berkepanjangan.
Penyakit malaria memiliki 4 jenis, dan masing-masing disebabkan
oleh spesies parasit yang berbeda. Gejala tiap-tiap jenis biasanya berupa
meriang, panas dingin menggigil dan keringat dingin. Dalam beberapa
kasus yang tidak disertai pengobatan, gejala-gejala ini muncul kembali
secara periodik. Jenis malaria paling ringan adalah malaria tertiana yang
disebabkan oleh Plasmodium vivax, dengan gejala demam dapat terjadi
setiap dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi (dapat terjadi selama 2
minggu setelah infeksi). Demam rimba (jungle fever ), malaria aestivo-
autumnal atau disebut juga malaria tropika, disebabkan oleh Plasmodium
falciparum merupakan penyebab sebagian besar kematian akibat malaria.
Organisme bentuk ini sering menghalangi jalan darah ke otak,
menyebabkan koma, mengigau, serta kematian. Malaria kuartana yang
disebabkan oleh Plasmodium malariae, memiliki masa inkubasi lebih lama
daripada penyakit malaria tertiana atau tropika; gejala pertama biasanya
tidak terjadi antara 18 sampai 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala
tersebut kemudian akan terulang kembali setiap 3 hari. Jenis ke empat dan
merupakan jenis malaria yang paling jarang ditemukan, disebabkan oleh
Plasmodium ovale yang mirip dengan malaria tertiana. Pada masa inkubasi
malaria, protozoa tumbuh didalam sel hati; beberapa hari sebelum gejala
pertama terjadi, organisme tersebut menyerang dan menghancurkan sel
darah merah sejalan dengan perkembangan mereka, sehingga
menyebabkan demam.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Klasifikasi protozoa darah dan jaringan?
2. Bagaimana Morfologi protozoa darah dan jaringan?
3. Bagaimana Siklus Hidup protozoa darah dan jaringan?
4. Bagaimana Habitat protozoa darah dan jaringan?
5. Bagaimana Manifestasi klinis protozoa darah dan jaringan?
6. Bagaimana Epidemiologi protozoa darah dan jaringan?
7. Bagaimana Pengobatan dan pencegahan protozoa darah dan jaringan?
8. Bagaimana Pemeriksaan Laboratorium dan identifikasi protozoa darah
dan jaringan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui klasifikasi protozoa darah dan jaringan.
2. Untuk mengetahui morfologi protozoa darah dan jaringan.
3. Untuk mengetahui siklus Hidup protozoa darah dan jaringan.
4. Untuk mengetahui habitat protozoa darah dan jaringan.
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis protozoa darah dan jaringan.
6. Untuk mengetahui epidemiologi protozoa darah dan jaringan.
7. Untuk mengetahui cara pengobatan dan pencegahan protozoa darah dan
jaringan.
8. Untuk mengetahui cara pemeriksaan Laboratorium dan identifikasi
protozoa darah dan jaringan.
D. Manfaat
1. Dapat menambah pengetahuan tentang parasitologi.
2. Dapat memberikan tambahan informasi bagi pembaca.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Protozoa darah dan jaringan
1. Leishmania sp
a. Leishmania Donovani
a. Klasifikasi
Phylum             : Sarcomastigophora
Subphylum       : Mastigophora
Ordo                   : Kinetoplasitida
Famili               : Trypanosomatidae
Genus                : Leishmania
Spesies              : Leismania donovani
b. Morfologi
Selama Siklus hidupnya, parasit terdapat dalam dua bentuk,
yaitu bentuk leishmania (stadium aflagella atau amastigot) dan
bentuk leptomonad (stadium flagella atau promastigot). Pada
manusia atau hospes reservoir, parasit Leishmania hanya terdapat
sebagai bentuk leishmania, sedangkan dalam tubuh vektor, parasit
terdapat dalam bentuk Ieptomonad yang berada di dalam usus
vektor. Bentuk leptomonad juga diperoleh jika parasit dibiakan
pada medium buatan.
Bentuk Leishmania. Bentuk yang mempunyai flagela ini
lonjong atau bulat dengan ukuran sekitar 2-4 mikron. Intinya
terletak sentral, berbentuk bulat atau lonjong. Kinetoplas tampak
sebagai bintik kecil, terletak di samping inti, terdiri dari benda
parabasal berbentuk batang dan blefaroplas yang berbentuk titik
kecil. Dan kinetoplas keluar benang halus (flamen) yang menuju ke
tepi badan parasit. Bentuk ini disebut aksonema atau rhisoplas dan
terdiri atas akar dan flagel. Di sepanjang aksonema terdapat
vakuola, yaitu rongga rongga jernih tidak berwarna.
Bentuk leptomonad mempunyai bentuk berbeda antara
yang muda dengan yang sudah matang. Leptomonad muda
berbentuk lonjong pendek, beukuran panjang antara 5-10 mikron
dan lebar antara 2-3 mikron. Bentuk leptomonad matang lebih
panjang dan langsing, dengan panjang 15-20 mikron dan lebar 1-2
mikron. Inti terletak sentral, dengan kinetoplas terletak ujung
anterior tubuh parasit. Di tempat akar flagel yang terletak di depan
kinetoplas terdapat rongga berwarna yang disebut vakuola
eosinofilik. Flagel yang keluar dan bagian depan tubuh berukuran

3
sama panjang atau lebih panjang daripada ukuran panjang parasit.
Flagel tidak membentuk undulating membrane.
c. Siklus Hidup
Terdapat dua jenis hospes, yaitu hospes definitif (manusia
dan anjing) dan hospes perantara ( Phelebotomus).
Di dalam tubuh manusia, parasit terdapat dalam bentuk
Ieishmania yang berada di cairan sel-sel retikuloendotelial. Bentuk
ini dapat membelah diri sehingga sel hospes (host-cell) membesar
dan pecah. Parasit yang keluar mencari sel retìkuloendotelial baru,
atau memasuki aliran darah. Parasit di dalam darah terisap masuk
oleh vektor yang menggigit darah penderita.
Di dalam tubuh vektor, bentuk leishmania berubah menjadi
bentuk leptomonad Di dalam mid-gut vektor terjadi multiplikasi
parasit. Dari midgut parasit mengadakan migrasi ke anterior alat
pencernaan, mencapai faring dan rongga mulut. Perkembangan
parasit ini disebut anterior station development. Parasit tidak
mengìnfeksi kelenjar ludah sehingga tidak berperan dalam
penularan penyakit. pada hari ke 6-9 sesudah mengisap darah
penderita, vektor menjadi sangat infektif.
d. Habitat
Leishmania donovani hidup intraseluler di dalam sel-sel
retikuloendotelial hati, limpa dan sumsum tulang penderita
e. Manifestasi klinis
Sesudah masa inkubasi 3-6 bulan, timbul kelainan kulit
primer, berupa nodul yang disebut leishmanioma. Penderita
mengalami demam yang pada awalnya terus-menerus, lalu berubah
menjadi demam remiten. Kulit penderita mengering, kasar dan
hiperpigmentasi. Rambut penderita rapuh dan mudah rontok.
Simtom utama kala-azar berupa demam, pembesaran kelenjar limfe
yang menyeluruh (limfadenopati) dan hepatosplenomegali.
Meskipun demikian pada kala-azar tidak dijumpai jaundis.
Penedrita juga menunjukkan tanda-tanda gangguan toksik
miokardium. Gelaja klinis lain yang dapat timbul berupa
perdarahan hidung dan gingiva, muntah, diare dan udem pada
wajah penderita. Tanpa pengobatan, dalam waktu 2 tahun 75-95%
penderita meninggal akibat terjadinya komplikasi berupa infeksi
sekunder amubiasis, tuberculosis dan penyakit infeksi lainnya.

4
f. Epidemiologi
Parasit ini terdapat diseluruh dunia, tetapi lebih banyak di
daerah yang beriklim tropis dan sub-tropis daripada di daerah yang
beriklim sedang.
g. Pengobatan dan pencegahan
Pengobatan
Obat-obatan antiparasit yang bisa diberikan untuk leismaniasis
viserai adalah sebagai berikut. .
o Antimon pentavalen (Pentostam, Solustibosan). Obat ini
diberikan intramuskuler atau intravena dengan dosis 20 mg/kg
berat badan/hari selama minimum 20 hari, dengan dosis
maksimum 850 mg.
o Pentamidin isetionat (Lomodin) dìberìkan intramuskuler,
dengan dosis 4 mg/kg berat badan/hari diberikan tiga kali per
minggu. selama 5—25 minggu.
o Amfotericin-B hanya diberikan pada infeksì yang lanjut, karena
toksik bagi penderita.
Bila anemia sangat berat, pada penderita dapat diberikan
transfusi darah disertai diet dengan kalori tìnggi.
Pencegahan
Mengobati penderìta merupakan salah satu tindakan pencegahan,
karena penderita adalah sumber infeksi bagi manusia lainnya.
Selain itu pencegahan juga dilakukan dengan memberantas vektor
penularnya menggunakan insektisida atau mencegah gigitan vektor
dan manusia, misalnya tidur memakai kelambu atau menggunakan
repellent.
h. Pemeriksaan Laboratorium dan identifikasi

Untuk memastikan diagnosis kala-azar, dilakukan


pemeriksaan mikroskopis tetes darah dengan melakukan
pemeríksaan. tetes tebal atau hapusan darah, dan atas hasil biopsi
limpa, hati, dan sumsum tulang biakan parasit pada medium NNN
dan kultur pada hewan coba dapat dilakukan pada hasil biopsi.

Selain itu untuk mendukung diagnosis dilakukan


pemeriksaan serologis, yaitu Uji Imunologis, Uji Fiksasi
Komplemen, dam Uji Hemaglutinasi tidak langsung. Pemeriksaan
darah menunjukkan gambaran anemia dengan hemoglobin
menurun di bawah normal. Selain itu juga terdapat leukopeni dan
trombositopeni tetapi jumlah monosit lebih dari 7% pada hitung
jenis darah. Pada pemeriksaan serum, gamma globulin meningkat

5
di atas 16,0 g/L dan IgGmenirigkat sangat tinggi (jauh diatas 16,0
g/L).

b. Leishmania tropica
a. Klasifikasi
Phylum             : Sarcomastigophora
Subphylum       : Mastigophora
Ordo                   : Kinetoplasitida
Famili               : Trypanosomatidae
Genus                : Leishmania
Spesies              : Leishmania tropica
b. Morfologi
Selama siklus hidupnya, parasit terdapat dalam dua bentuk,
yaitu bentuk leishmania dan bentuk leptomonad.
Pada manusia atau hospes reservoir, parasit Leishmania
hanya terdapat sebagai bentuk leishmania, sedangkan di dalam
tubuh vektor, parasit terdapat dalam bentuk leptomonad. Bentuk
leptomonad juga diperoleh jika parasit dibiakkan pada medium
buatan. Morfologi L. tropica tidak dapat dibedakan dan L.
donovani.
c. Siklus Hidup
Siklus hidup L. tropica mirip dengan siklus hidup L.
donovani, kecuali bahwa bentuk leismania terdapat di dalam sel
mononuklear besar dari kulit dan tidak terdapat di dalam visera.
Bentuk leismania yang terdapat pada manusia maupun
bentuk leptomonad yang terdapat dalam tubuh vektor mampu
memperbanyak diri secara binary fission.
d. Habitat
Leishmania tropica hidup intraseluler di dalam sel-sel
retikuloendotelial.
e. Manifestasi klinis
Sesudah masa inkubasi beberapa minggu sampai 6 bulan,
bahkan kadang-kadang sampai 2 tahun, akan timbul kelainan kulit,
berupa nodul kulit yang sering mengalami ulserasi, yang kemudian
sembuh dengan sendirinya dalam waktu sekitar 6 bulan. Lesi kulit
ini disebut Oriental sore atau Delhi sore. Biasanya terdapat dua
atau tiga nodul yang terdapat di daerah wajah atau ekstremitas
penderita.

f. Epidemiologi

6
Oriental sore termasuk penyakit zoonosis karena adanya
hospes reservoir. Di daerah endemik, anjing merupakan hospes
utama, sedangkan di daerah padang pasir Asia Tengah, rodensia
(gerbil) merupakan sumber infeksi penyakit tersebut.
Infeksi terjadi dengan cara inokulasi langsung melalui
gígitan vektor atau karena terjadi pencemaran luka gigitan vektor
dengan remahan tubuh vektor. Tiga minggu sesudah vektor
mengisap darah penderita yang mengandung bentuk leishmania,
akan mulai dijumpai bentuk leptomonad di dalam rongga mulut
vektor. Satu kali seseorang menderita oriental sore, ia akan kebal
untuk seumur hidup terhadap penyakit ini.
g. Pengobatan dan pencegahan
Pengobatan
Obat antiparasit yang bisa diberikan adalah sebagai berikut
o Sodium antimony gluconate (pentavalen antimon) diberikan
untuk terapi sistemik maupun lokal. Untuk terapi sistemik,
dosis 10-20 mg/kg/hari intramuskuler atau intravenus,
maksimum 800 mg, beberapa hari.
Terapi lokal (intralesi) 100-300 mg diulang 1-2 kali, dengan
interval 1-2 hari.
o Pentamidin. diberikan intramuskuler dengan dosis 3-4 mg/kg 1-
2 kali per minggu selama 4 minggu.
o Pengobatan lokal ringan di tempat kelainan dapat diberikan
krim antibiotika.
Pencegahan
Mengobati penderita merupakan salah satu tindakan
pencegahan, karena penderita adalah sumber infeksi bagi manusia
lainnya. Pencegahan juga dapat dilakukan dengan memberantas
vektor penulamya menggunakan insektisida atau mencegah gigitan
vektor dan manusia, misalnya tidur memakai kelambu atau
menggunakan repellent. Jika mungkin hospes reservoir yang
menjadi sumber infeksi diberantas. Vaksinasi menggunakan parasit
hidup dapat memberikan kekebalan tetap.
h. Pemeriksaan Laboratorium dan identifikasi
Untuk memastikan diagnosis leismaniasis kulit, dilakukan
pemeriksaan mikroskopis atas hasil biopsi nodul kulit, lalu diberi
pewarnaan dengan metode Leishman. Biakan parasit hasil biopsi
pada medium NNN dapat dilakukan.
Selain itu untuk mendukung diagnosis dapat dilakukan tes
kulit intrakutan menggunakan vaksin Leishmania.

7
c. Leishmania braziliensis
a. Klasifikasi
Phylum      : Sarcomastigophora
Subphylum:  Mastigophora
Ordo           : Kinetoplasitida
Famili        : Trypanosomatidae
Genus        : Leishmania
Spesies       : Leismania brasiliensis
b. Morfologi
Selama siklus hidupnya, parasit terdapat dalam dua bentuk,
yaitu bentuk leismania dan bentuk leptomonad.
Pada manusia atau hospes reservoir, parasìt Leishmania
hanya terdapat sebagai bentuk leishmania, sedangkan di dalam
tubuh vektor (Phelebotomus intermedius), parasit terdapat dalam
bentuk leptomonad. Bentuk leptormonad juga diperoleh jika parasit
dibiakkan pada medium buatan. Morfologi L. braziliensis tidak
dapat dibedakan dan L. tropica maupun L. donovani.
c. Siklus Hidup
Siklus hidup L. braziliensis membutuhkan Phlebotomus
intermedius sebagai vektornya. Anjing merupakan hospes reservoir
parasìt ini.
Infeksi terjadi dengan cara inokulasi langsung melalui
gigitan veKtor ataU melalui kontak langsung penderita dengan
orang lain. Autoinfeksi dapat juga terjadi pada seorang penderita.
d. Habitat
Leishmania braziliensis hidup intraseluler di dalam sel
makrofag dan kulit dan selaput lendir hidung dan rongga mulut.
e. Manifestasi klinis
Sesudah masa inkubasì beberapa hari sampai beberapa
minggu, akan timbul kelaìnan kulit, berupa nodul kulit yang mirip
nodul akibat infeksi L. tropica. Pada espundia ulkus cenderung
melebar secara melingkar dengan tepi tajam dengan permukaan
ulkus yang basah
Pemeriksaan hìstologis ulkus menunjukkan adanya parasit
dalam bentuk leishmania di dalam monosit dan sel sistem
retikuloendotelial di daerah tepi ulkus. Gejala klinis espundia dapat
dìbagi menjadi dua fase, yaitu fase primer dan fase sekunder. Fase
primer berupa kelainan kulit, dan fase sekunder adalah fase

8
terjadìnya infeksi pada selaput lender mulut dan saluran
pernapasan bagian atas.
.
f. Epidemiologi
Espundia dilaporkan dan negara-negara Amerika Tengah
dan Amerika Selatan.
g. Pengobatan dan pencegahan
Pengobatan
Sebagai leishmaniasid dapat digunakan:
o Sodium antomony gluconate. Dosis 20 mg/kg/hari i.m atau i.v.
selama 4 minggu.
o Pentamidin dengan dosis 4 mg/kg diberikan 3 kali per minggu
selama 5-25 minggu.
o Amphotericin B dipakai jika pengobatan dengan preparat
pentavalen antimon tidak berhasil.
Untuk suntikan lokal dapat digunakan atabrin.

Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan memberantas vektor penular
menggunakan insektisida atau mencegah gigitan vektor
menggunakan repellent. Vaksinasi terhadap penduduk
,menggunakan parasite hidup dapat memberikan kekebalan tetap.
h. Pemeriksaan Laboratorium dan identifikasi
Untuk memastikan diagnosis, dilakukan pemeriksaan
mikroskopis atas bahan-bahan infektif, lalu diberi pewarnaan
dengan metode Leishman untuk menemukan bentuk leishmania
parasit. Biakan pada medium NNN akan mendapatkan parasit
bentuk leptomonad.
Selain itu untuk membantu diagnosis dapat dilakukan uji
fiksasi komplemen, dan tes intradermal (tes Montenegro). Tes
Montenegro yang posìtif menunjukkan adanya pembentukan
eritem dan papul dalam waktu 48 jam sesudah dilakukan tes
intradermal tersebut.

2. Trypanosoma sp
d. Trypanosoma gambiense
a. Klasifikasi
Domain            : Eukarya
Kingdom           : Excavata
Phylum             : Euglenozoa

9
Class                  :  Kinetoplastida
Order                 : Trypanosomatida
Genus                : Trypanosoma
Species             : Trypanosoma gambiense
b. Morfologi
Parasit ini herbentuk mirip bulan sabit melengkung, dengan
panjang antara 15 dan 35 mìkron, dan lebar antara 1 ,5-3,5 mikron.
Inti besar, berbentuk lonjong terletak di tengah tubuh parasit
(sentral). Kinetoplas berukuran kecil, terletak di ujung posterior. Di
dalam sitoplasma terdapat butiran volutin. Flagel keluar dan ujung
posterior, lalu melingkari tubuh parasìt dengan membentuk tiga
atau empat undulating membrane.
c. Siklus Hidup
Manusia adalah hospes definitifparasit ini, dan hospes
perantara adalah lalat tsetse (Glossina palpalis dan G. tachinoides).
Stadium tripanosoma metasiklik masuk ke dalam tubuh manusia
bersama gigitan Glossina, tumbuh menjadi bentuk tripanosoma
yang lalu memperbanyak diri di jaringan daerah sekitar gigitan.
Kemudian parasit memasuki aliran darah perifer dan
memperbanyak diri secara binary longitudinal fission.
Jika penderita digigit lalat tsetse, di dalam tubuh lalat
bentuk tripanosoma akan berubah menjadi bentuk kritidia dan
akhirnya menjadi bentuk tripanosoma metasiklik yang ìnfektif.
Untuk menjadi bentuk infektif, diperlukan waktu sekitar 20 hari
lamanya. Lalat tsetse yang infektif akan tetap infektif sepanjang
masa hidupnya. Berbagai hewan dapat bertindak selaku hospes
reservoir, misalnya sapi, babi, kambing, dan domba.
d. Habitat
Parasit ini hidup di dalam plasma darah, kelenjar getah
benìng dan otak, dalam bentuk bebas di rongga interseluler.
e. Manifestasi klinis
Akibat infeksi T. gambiense, kelainan patologis terjadi
pada kelenjar getah bening dan susunan saraf pusat. Sesudah masa
inkubasi yang berlangsung 6-14 hari, penderita mengalami demam
tak teratur selama beberapa bulan, lalu terjadi eritema diikuti
limfadenitis umum. Stadium ini disebut stadium hematolimfatik.
Stadium terminal tripanosomiasis gambiense adalah stadium
penyakit tidur yang timbul akibat terjadinya meningoensefalitis

f. Epidemiologi

10
Parasit ini endemik di daerah tepi sungai-sungai yang
mengalir di Afrika Barat dan Afrika Tengah sepanjang garis
khatulistiwa.
g. Pengobatan dan pencegahan
Pengobatan
Pengobatan dengan suramin melalui suntikan intravena
perlahan-lahan dengan dosis 5 mg/kg hari ke-1 ditingkatkan
sampai 20 mg/kg/hari pada hari ke-30.
Pencegahan
Pengobatan pencegahan (chemoprophylaxis) menggunakan
obat tripanosid dan memberantas lalat tsetse bermanfaat untuk
mencegah penyebaran tripanosomiasis gambiense.
h. Pemeriksaan Laboratorium dan identifikasi
Untuk menegakkan diagnosis pasti, hams ditemukan
parasitnya melalui pemeriksaan darah tepi, sumsum tulang
sternum, cairan kelenjar limfe dan cairan otak (liquor
cerebrospinalis). Bahan-bahan tersebut diperiksa secara
mikroskopìs, dibiakkan, atau dilakukan inokulasi pada hewan coba.

e. Trypanosoma rhodesiense
a. Klasifikasi
Domain    :  Eukarya
Kingdom  : Excavata
Phylum      : Euglenozoa
Class           : Kinetoplastida
Order          : Trypanosomatida
Genus        : Trypanosoma
Species     :  Trypanosoma rhodesiense
b. Morfologi
Morfologi mikroskopis bentuk-bentuk parasit ini sukar
dibedakan dari Trypanosoma gambiense.
c. Siklus Hidup
Pada manusia, kedua spesies tersebut terdapat dalam
stadium tripomastigot yang hidup dalam darah. Bentuk ini ada dua
macam, yaitu bentuk panjang (32 mikron) dan bentuk pendek  (16
mikron ) yang tidak mempunyai flagel. Stadium tripomastigot
hidup di luar sel (ekstraseluler) dalm darah, limpa, kelenjar limfe,
cairan otak dan di otak. Parasit ini berkembang biak secara belah
pasang longitudinal dan dalam darah tampak bentuk-bentuk yang
membelah. Dalam tubuh Glossina, stadium tripomastigot yang

11
terisap dengan darah berkembang biak di usus tengah dan belakang
(midgut dan hindhut) secara belah pasang longitudinal. Sesudah 15
hari tampak bentuk langsing  (pro-ventricular form) yang
membelah lagi dan kemudian bermigrasi melalui
esofagus,faring,ruang mulut, kemudian masuk kedalam kelenjar
ludahnya. Dalam Kelenjar ludah parasit ini melekat pada epitel dan
berubah menjadi stadium epimastigot. Stadium epimastigot ini
berkembang biak berkali-kali dan kemudian berubah menjadi
stadium tripomastigot metasiklik yang masuk ke saluran kelenjar
ludah, lalu ke probosis dan ditularkan ke manusia. Untuk T.
rhodesiense menjadi infektif sesudah 14 hari.
Infeksi terjadi dengan tusukan lalat Glossina yang
mengandung stadium tripoomastigot metasiklik, yaitu sebagai
bentuk infektif. Cara penularan disebut anterior inoculative.
d. Habitat
Parasit ini hidup di dalam plasma darah, kelenjar getah
benìng dan otak, dalam bentuk bebas di rongga interseluler.
e. Manifestasi klinis
Parasit ini berkembangbiak di sela-sela jaringan di bawah
kulit dan dalam waktu kira-kira 1 minggu timbul syanker
tripanosoma.Stadium tripomastigot masuk ke pembuluh darah dan
terjadi parasitemia. Pada penduduk asli, masa ini di daerah endemi
berlalu afebril, sedangkan penduduk pendatang mengalami
demam.Timbulnya demam disebabkan oleh parasit yang
menyerang kelenjar limfe. Kelenjar limfe menjadi besar dan nyeri.
Hal ini nyata pada daerah servikal belakang yang disebut gejala
“Winterbottom”. Juga terjadi pembesaran kelenjar imfe di daerah
lain seperti ketiak dan inguinal. Selain itu terjadi pula
hepatosplenomegali, penderita sakit berat dapat meninggal.
Pada stadium berikutnya, parasit dapat masuk ke otak dan
menyebabkan meningitis, ensefalitis dengan gejala sakit kepala
yang berat, kelainan motorik, apatis, letargi, koma dan berakhir
dengankematian.Perbedaaninfeksi
T.rhodosiense dan T.gambienseialah: T.rhodesiense sangat virulen,
penyakit akut sehingga penderita meninggal dalam waktu yang
singkat sebelum gejala otak tampak; T.gambiense, penyakitnya
menahun dan sesudah satu tahun, penderita dapat meninggal
dengan gejala otak.
f. Epidemiologi

12
Parasit ini adalah penyebab penyakit tidur yang tersebar di
daerah Afrika Timur.
g. Pengobatan dan pencegahan
Pengobatan
Pengobatan dengan suramin melalui suntikan intravena perlahan-
lahan dengan dosis 5 mg/kg hari ke-1 ditingkatkan sampai 20
mg/kg/hari pada hari ke-30.
Pencegahan
Memberantas vektor merupakan tindakan pencegahan yang
berhasil baik
h. Pemeriksaan Laboratorium dan identifikasi
Diagnosis dengan menemuka parasit :
1. Secara langsung dalam sediaan darah atau caiaran otak ;
2. Dalam biopsi kelenjar dan sumsum tulang belakang ;
3. Secara imunologi dengan zat anti fluoresen.

f. Trypanosoma cruzi
a. Klasifikasi
Domain    :  Eukarya
Kingdom  : Excavata
Phylum      : Euglenozoa
Class           : Kinetoplastida
Order          : Trypanosomatida
Genus        : Trypanosoma
Species     :  Trypanosoma cruzi
b. Morfologi
Pada manusia, Typanosoma cruzi terdapat dalam dua
bentuk stadium, yaitu bentuk tripanosoma dan bentuk leismania.
Hanya bentuk leismania yang mampu mengadakan multiplikasi.
Bentuk tripanosoma mempunyai gambaran seperti huruf C atau U
dengan panjang badan sekitar 20 mikron. Inti parasit ini besar
ukurannya, terletak sentral, dengan kinetoplas berbentuk lonjong
terletak di bagian posterior. Bentuk leismania yang bulat atau
lonjong, berukiiran garis tengah 2-4 mikron terdapat di dalam sel
otot bergaris misalnya otot jantung dan otot rangka, di dalam sel
neuroglia jaringan saraf dan di dalam sel retikuloendotel. Bentuk
ini mempunyai satu inti dan satu kinetoplas.
c. Siklus Hidup
Pada Manusia dan beberapa jenis hewan, misalnya
armadio, opossum, anjing, tikus, dan kucing adalah hospes definitif

13
parasit ini, sebagai vector penularnya adalah serangga famili
Reduviidae, yaitu Triatoma, Panstrongylus dan Rhodnius.
Infeksi pada manusia terjadi dcngan masuknya bentuk
infektif, yaitu bentuk tripanosoma metasiklik mclalui luka gigitan
vektor yang tercemar dengan tinja vektor. Selain ini bentuk infcktíf
juga dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui konjungtiva
atau selaput mukosa.
Di dalam sel jaringan, bentuk tripanosoma metasiklik
berubah menjadi bentuk leismania yang mampu berkembang biak.
Sesudah itu bentuk leismania berubah menjadi bentuk leptomonad,
lalu bentuk kritidial, akhirnya menjadi bentuk tripanosoma yang
kemudian masuk ke dalam darah. Jika vektor mengisap darah
penderita, bentuk tripanosoma akan berubah menjadi bentuk
leismania. Di dalam mid-gut vektor, bentuk leismania
memperbanyak din, lalu berubah menjadi bentuk kritidia yang
segera migrasi ke hind-gut. Di dalam hind-gut ini, bentuk kritidia
memperbanyak diri secara longitudinal fission. Dalam waktu 8-10
hari, akan terbentuk tripanosoma metasiklik yang infektif, yang
berada di dalam tinja vektor.
d. Habitat
Parasit ini hidup di dalam otot, jaringan saraf dan sistem
retikuloendotelial pada stadium leishmania, dan di dalam darah
tepi pada stadium tripanosoma.
e. Manifestasi klinis
Stadium infektif (bentuk tripanosoma metasiklik) masuk
tubuh penderita melalui luka di kulit atau melalui konjungtìva yang
tercemar tinja vektor. Di tempat masuk melalui masuk pada kulit,
terjadi pembengkakan (chagoma). Jika konjungtiva, akan terjadi
pembengkakan kelopak mata Invasi parasit ke organ, menimbulkan
kelainan jantung, otot rangka, sistem saraf, kelenjar tiroid, dan
terutama kerusakan system retikuloendotel. Sesudah masa inkubasi
antara 7-14 hari, akan terjadi gejala klinis bentuk akut dan bentuk
kronis. Gejala klinis akut terutama terjadi pada bayi dan anak kecil,
berupa demam, konjungtivitis, udem unilateral pada wajah,
pembesaran kelenjar limfe dan pembesaran limpa, serta anemia dan
limfositosis. Bentuk akut yang berlangsung 20-30 hari sering
menimbulkan kematian penderita akibat meningoensefalitis atau
gagal miokardial.
Pada bentuk kronis yang penderitanya umumnya adalah
orang dewasa atau remaja, gejala yang terjadi berupa gangguan

14
ritme jantung berupa hambatan jantung (heart block), Adam-Stokes
syndrome, gejala neurologis mìsalnya paralisis spesifik, cian
kelainan psikis. Di daerah endemik sering terjadi komplikasi
berupa megakolon dan megaesofagus, atau kardiomiopati.
f. Epidemiologi
Parasit ini terdapat pada Amerika Selatan.
g. Pengobatan dan pencegahan
Pengobatan
Belum ditemukan obat yang efektif terhadap penyakit Chagas.
Obat obatan yang pemah dicoba dengan hasil baik adalah
nitrofuran (nifurtimox) dengan dosis dewasa 8—10 mg/kg berat
badan per hari, dalam tiga kali pemberian diberikan selama 90 hari.
Dosis anak: 15-20 mg/kg/hari terbagi dalam 4 dosis diberikan
selama 90 hari.
Pencegahan
Memberantas vektor merupakan tindakan pencegahan yang
berhasil baik. Selain itu menghindari gigitan vektor dan dapat
dicoba mengobati penderita untuk mencegah penyebaran penyakit
Chagas
h. Pemeriksaan Laboratorium dan identifikasi
Selain diagnosis penyakit Chagas melalui gejala Minis,
diagnosis laboratorium dilakukan untuk menetapkan diagnosis
pasti dengan menemukan parasitnya. Pemeriksaan hapus darah tepi
kadang.-kadang sulit menemukan parasit ini. Dalam hal ini dapat
dilakukan inokulasi hewan coba (tikus, anjing, kucing) dengan
darah penderita.
Xenodiagnosis dapat dÌIaICUkan dengan menggunakan
vektor (Reduviidae) untuk digigitan pada penderita yang diduga
menderita penyakit Chagas. Kemudian isi usus vektor diperiksa di
bawah mikroskop untuk menemukan T. cruzi.
Biakan parasit pada medium NNN atau medium lainnya
dapat juga dilakukan untuk menemukan parasit. Untuk membantu
menegakkan diagnosis, dapat dilakukan uji fiksasi komplemen (tes
Machado), tes sabin-Feldman (Methylen blue dye test) atau tes
intradermal.

3. Plasmodium sp
a. Klasifikasi
Infrakingdom : Alveolata
Phylum               : Apicomplexa

15
Class                    :  Aconoidasida
Order                   : Haemospororida
Family : Plasmodiidae
Genus                  : Plasmodium
b. Morfologi
Di dalam sel-sel parenkim hati, plasmodium didapatkan
bentuk skizon preeritrositik yang berbeda ukuran dan jumlah
merozoit di dalamnya. Pada Pl. vivax, skizon preeritrositik berisi
12.000 merozoit yang berukuran sekitar 42 mikron. Pada P.
falciparum skizon preeritrositik berisi 40.000 merozoit yang
berukuran 60 x 30 mikron, sedang pada P. ovale berisi 15.000
merozoit berukuran 75 x 45 mikron. Bentuk skizon preeritrositik
belum pernah ditemukan pada P. malariae.
Trofozoit
Bentuk trofozoit Plasmodium dibedakan atas trofozoit muda dan
trofozoit lanjut. Pada P vivax, trofozoit berbentuk cincin dan
mengandung bintik-bintik basofil, lalu trofozoit berbentuk
amuboid yang mengandung bintik-bintik Schuffner (Schuffner
dots). Eritrosit yang terinfeksi tampak membesar. Pada trofozoit
lanjut, tampak adanya pigmen parasit, dan sering ditemukan lebih
dan satu parasit di dalam satu sel eritrosit (double infection).
Pada P. falciparum, trofozoit muda yang berbentuk cincin tampak
berinti dan sebagian sitoplasrna berada dibagian tepi dan eritrosit
(accole atau form applique). Senng dijumpai infeksi lebih dan satu
parasit dengan bintik kromatin ganda. Trofozoit lanjut pada spesies
ini mengandung bintik-bintik Maurer (Maurer dots).
P. malariae mempunyai trofozoit muda berbentuk cincin, dengan
eritrosit yang terinfeksi tidak rnembesar. Trofozoit lanjut berbentuk
pita (bandform) dan tidak dijumpai bintik Schuffner.
Morfologi trofozoit P. ovale rnirip trofozoit P. vivax, terdapat
bintik Schuffner dan pigmen. Eritrosit yang terinfeksi agak
membesar ukurannya. dengan bentuk tidak teratur serta bergerigi,
yang merupakan ciri khas spesies ini.
Skizon
Setiap spesies Plasmodium mempunyai skizon yang berbeda
ukuran dan jumlah maupun susunan rnerozoitnya. Pada P. vivax,
bentuk skizon teratur, berukuran antara 9-10 rnikron dan mengisi
penuh eritrosit yang tampak membesar. Susunan rnerozoit tampak
tidak teratur. Pada P. falciparum skizon yang berukuran sekitar 5
mikron mengandung merozoit yang tidak teratur susunannya.

16
Eritrosit yang terinfeksi plasmodium ini membesar ukurannya.
Skizon P. malariae berukuran sekilar 7 mikron, bentuknya dan
mengisi penuh eritrosit yang terinfeksi. Merzoit berjumlah 8 buah.
tersusun seperti bunga (bentuk roset).
Pl. ovale rnempunyai skizon berukuran 6 mikron, mengisi
tigaperempat bagian eritrosit yang agak membesar. Merozoit
berjumlah delapan. Dengan susunan tidak teratur.
Gametosit
Pada P. vivax bentuk gametosit lonjong atau bulat, dengan eritrosit
yang membesar ukurannya, dan mengandung bintik-bintik
Schuffner. Pada P. falciparum, bentuk gametosit khas seperti
pisang dengan ukuran panjang gametosit lebih besar dan ukuran
diameter eritrosit. Gametosit P. malariae berbentuk bulat atau
lonjong dengan eritrosit tidak membesar. Bintik Schuffner terdapat
pada eritrosit yang terinfeksi gametosit P. ovale yang lonjong
bentuknya. Eritrosit berukuran normal, agak membesar, atau sama
besar dengan ukuran gametosit.
Ciri khas morfologi Plasmodium
Jika dijabarkan, ciri khas morfologis masing-masing plasmodium
yang terdapat pada hapusan darah adalah sebagai berikut:
Plasmodium falciparum : Gametosit berbentuk seperti pisang.
Plasmodium vivax : Trofozoit berbentuk amuboid; sel darah merah
yang terinfeksi parasit ukurannya membesar.
Plasmodium ovale : Sel darah merah yang terinfeksi bentuknya tak
teratur dan bergerigi.
Plasmodium malariae : Trofozoit dewasa berbentuk pita (band-
form).
c. Siklus Hidup
Siklus hidup Plasmodium berlangsung pada manusia dan
nyamuk. Didalam tubuh manusia yang merupakan hospes
perantara. terjadi siklus hidup aseksual yang terdiri dan empat
tahapan, yaitu tahap skizogoni, tahap skizogoni eksoeritrositik,
tahap skizogoni eritrositik dan tahap gametogoni. Tahap skizogoni
preeritrositik dan skizogoni eksoeritrositik berlangsung di dalam
sel-sel hati, sedangkan tahap skizogoni eritrositik dan tahap
gametogoni berlangsung di dalarn sel-sel eritrosit.
Pada tahap skizogoni preeritrositik, stadium sporozoit yang
masuk bersama gigitan nyamuk, mula-mula masuk dan
berkembang biak di dalam jaringan sel-sel parenkim hati. Tahap
skizogoni preeritrositik berlangsung selama 8 hari pada

17
Plasmodium vivax, 6 hari pada Pl. falciparum, dan 9 hari pada Pl.
ovale. Lamanya tahap ini pada Pl. rnalariae sukar ditentukan.
Siklus preeritrositik di dalam jaringan hati pada Plasmodium
falciparurn hanya berlangsung satu kali, sedangkan pada spesies
lainnya siklus ini dapat berlangsung berulang kali (local liver
cycle). Keadaan ini disebut skizogoni eksoeritrositik yang
merupakan sumber pembentukan stadium aseksual parasit yang
menjadi penyebab terjadinya kekambuhan (relaps) pada malaria
vivax, malaria ovale dan malaria malariae.
Tahap skizogoni eritrositik berlangsung di dalam sel darah
merah (eritrosit). Tahap ini berlangsung selama 48 jam pada
Plasmodium vivax, Pl. falciparum, dan Pl. ovale, sedangkan pada
Pl. malariae berlangsung setiap 72 jam. Pada tahap ini akan terjadi
bentuk-bentuk trofozoit, Skizon dan merozoit. Bentuk-bentuk
tersebut mulai dijumpai 12 hari sesudah terinfeksi Plasmodium
vivax, dan 9 han sesudah terinfeksi Pl. falcipanun. Multiplikasi
parasit malaria pada tahap skizogoni eritrositik akan menyebabkan
pecahnya sel eritrosit yang menyebabkan terjadinya demam yang
khas pada gejala klinik malaria (overt malaria).
Sesudah tahap skizogoni eritrositik berlangsung beberapa
kali, sebagian dari merozoit akan berkembang menjadi bentuk
gametosit. Perkembangan ini terjadi di dalam eritrosit yang
terdapat di dalam kapiler-kapiler limpa dan sumsum tulang. Tahap
ini disebut tahap gametogoni yang berlangsung selama 96 jam.
Hanya gametosit yang sudah matang dapat ditemukan di dalam
darah tepi. Gametosit tidak menyebabkan gangguan klinik pada
penderita malaria, sehingga penderita dapat bertindak sebagai
karier malaria.
Di dalam tubuh nyamuk Anopheles yang bertindak scbagai
hospes definitif berlangsung siklus hidup seksual (sporogoni).
Bentuk gametosi, baik mikrogamet maupun makrogamet yang
terhisap bersama darah manusia, di dalam tubuh nyamuk akan
berkembang menjadi bentuk gamet dan akhirnya menjadi bentuk
sporozoit yang infektif bagi manusia. Nyamuk baru dapat
terinfeksi Plasmodium jika kadar gametosit lebih dan 12 parasit per
mililiter darah.
Di dalam lambung (midgut) nyarnuk terjadi proses awal
pematangan parasit. Dan satu mikrogametosit akan terbentuk 4-8
mikrogamet, dan dari satu makrogarnetosit akan terbentuk satu
makrogamet. Fusi antara mikrogamet dengan makrogamet akan

18
menghasilkan zigot yang dalam waktu 24 jam akan berkembang
menjadi ookinet.
Ookinet kemudian menernbus dinding lambung nyamuk,
masuk ke jaringan antara lapisan epitel dan membran basal dinding
lambung, berubah menjadi ookista yang bulat bentuknya. Di dalarn
ookista akan terbentuk ribuan sporozoit. Jika ookista terlalu
matang, dindingnya pecah dan sporozoit memasuki hemokel tubuh
nyamuk, lalu menyebar ke berbagai organ nyamuk, terutama
masuk ke dalam kelenjar ludah nyarnuk (salivary glands).Dalarn
keadaan ini nyamuk rnerupakan vektor yang infektif.
Pada tubuh seekor nyamuk Anopheles betina, dapat hidup
bersama lebih dan satu spesies Plasmodium sehingga terjadi infeksi
campuran (mixed infection).
d. Habitat
Parasit ini hidup di dalam plasma darah, kelenjar getah
benìng dan otak, dalam bentuk bebas di rongga interseluler.
e. Manifestasi klinis
Masa inkubasi setiap jenis malaria berbeda-beda. Pada
malaria vivax dan malaria ovale inkubasi berlangsung antara 10-7
hari, pada malaria falciparum antara 8-12 hari dan pada malaria
malariae, masa inkubasi bcrlangsung antara 21 dan 40 hari.
Malaria menunjukkan gejala-gejala yang khas, yaitu:
o Demam berulang yang terdiri dari tiga stadium: kedinginan
(rigor) yang ecrlangsung antara 20 menit Sampai 1 jam.
stadium panas badan (1-4 jam) dan stadium berkeringat banyak
(2-3 jam).
o Splenomegali.
o Anemia yang disertai malaise.
f. Epidemiologi
Daerah tropis merupakan daerah endemis malaria,
meskipun penyakit ini dilaporkan dan seluruh dunia, terutama di
daerah yang terletak antara 40° Lintang Selatan dan 60° Lintang
Utara. Daerah sebaran Plasmodiurn ovale terbatas di Afrika Timur,
Afrika Barat, Filipina dan Irian Jaya.
g. Pengobatan dan pencegahan
Pengobatan
a. Plasmodium falciparum
Terjadinya resistensi oleh parasit ini terhadap klorokuin dan
berbagai obat antimalaria lainnya, menyulitkan pemberantasan

19
malaria falciparum. Obat antimalaria yang saat ini digunakan
memberantas parasit ini adalah:
a. Artemisini dan derivatnya (artesunate dan artemether)
b. Chinchona alkaloid: kuinin. Kuinidin
c. Meflokuin
d. Halofantrin
e. Sulfadoksin-pirimetamin
f. Proguanil .
b. Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale
Obat piihan adalah klorokuin; untuk terapi radikal. sesudah
pemberian klorokuin diberìkan primakuin.
c. Plasmodium malariae. obat pilihan adalah klorokuin.

Pencegahan
a. Mengobati penderita dan penduduk yang peka, yang berdiam di
daerah endemik.
b. Mengobati karier malaria menggunakan primakuin, karena
mamou memberantas bentuk gametosit. Namun penggunaan
obat ini tidak boleh dilakukan secara massal karena mempunyai
efek samping.
c. Pengobatan pencegahan pada orang yang akan masuk ke daerah
endemis malaria
d. Memberantas nyamuk Anopheles yang menjadi vector
penularnya dengan menggunakan insektisida yang sesuia dan
memusnahkan sarang-sarang nyamuk Anopheles.
e. Menghindarkan diri dari gigitan nyamuk dengan menggunakan
kelambu jika tidur, atau menggunakan repellen yang diusapkan
di malam hari pada kulit badan jika berada di luar rumah pada
malam hari.
h. Pemeriksaan Laboratorium dan identifikasi
Diagnosis pasti malaria ditetapkan jika ditemukan
parasitnya. Pemeriksaan darah tepi mudah dilakukan meskipun
kadang-kadang parasite sukar ditemukan. Parasit malaria sukar
ditemukan jika :
1. Penderita telah atau sedang mendapatkan terapi antimalaria.
2. Darah tepi diambil di luar masa demam (masa apireksia)
atau diambil hari ke-2 atau ke-3 infeksi primer.
Pemeriksaan darah tepi
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan tetes tebal (thick-
smear) atau dengan hapusan darah (thin-smear). Tetes tebal

20
dilakukan untuk menentukan diagnosis malaria secara cepat, tetapi
belum dapat ditentukan spesies parasit Plosmodium. Hapusan
darah dapat digunakan untuk menentukan spesies parasit penyebab
malaria. Untuk membantu menegakkan diagnosis malaria terutama
yang konsentrasi parasit di dalam darahnya sangat rendah,
dilakukan pemeriksaan serologi atas darah tepi, misalnya tes
prisipirin dan uji fiksasi komplemen. Sebagai antigen pemeriksaan
serologis digunakan Plasmodium knowlesi. Pemeriksaan darah
penderita juga menunjukkan gambaran hemoglobin yang menurun,
leukosit normal atau mcnurun, trombosit menurun, aspartate amino
transferase meningkat, alanin amino transferase meningkat dan
bilirubin yang meningkat.

4. Trichomonas Vaginalis

a. Klasifikasi
Domain            : Eukarya
Phylum             : Metamonada
Class                  :  Parabasalia
Order                 : Trichomonadida
Famili :  Trichomonadidae
Genus                : Trichomonas
Species             : Trichomonas vaginalis
b. Morfologi
Parasit yang berbentuk piriform tidak berwarna ini
mempunyai satu inti berbentuk lonjong yang mempunyai butiran
halus. Terdapat empat flagella yang sama panjang (13-18 mikron)
keluar dari badan bagian anterior, dan satu flagel yang ukurannya
lebih pendek daripada ukuran panjang parasit, berjalan ke arah
belakang di sepanjang tepi undulating membrane.
c. Siklus Hidup
Siklus hidup T.vaginalis boleh dilengkapkan dengan single
host yaitu sama ada wanita atau laki-laki. Transmisi infeksi yang
sering adalah melalui hubungan seksual di mana wanita menjadi
reservoir infeksi dari laki-laki. Pada wanita, parasit tersebut akan
mendapat nutrisinya dari permukaan mukosa vagina, serta dari
bakteri dan eritrosit yang diingesti. Setelah itu ia berkembang biak
melalui longitudinal binary fission di mana dimulai dengan
pembahagian nukleus diikuti apparatus neuromotor dan terakhir
adalah pemisahan sitoplasma kepada dua anak trofozoit. Trofozoit
merupakan fase infektif parasit ini. Dan semasa kontak seksual,

21
trofozoit ini akan ditransmisikan kepada laki-laki dan terlokasir
pada urethra atau kelenjar prostat dan mengalami replikasi yang
sama seperti di vagina.
d. Habitat
Habitat T.vaginalis adalah pada vagina wanita, prostat dan
vesikel seminal laki-laki serta urethra wanita dan laki-laki
e. Manifestasi klinis
Trikomoniasis pada penderita perempuan dapat dijumpai
dalam bentuk vaginitis, uretritis, vulvitis, dan servisitis. Pada pria,
infeksi dapat terjadi pada prostat, vesikel seminal, dan uretra.
Derajat infeksi trikomoniasis umumnya ringan, berupa pelunakan,
keradangan dan erosi permukaan selaput lendir, yang tertutup
cairan berwarna kuning dan berbuih. Pada perempuan gejala klinis
berupa terbentuknya cairan vagina (fluor albus), gatal dan panas di
dalam vagina dan daerah sekìtarnya. Pada penderita pria, keluhan
sangat sedikit, dan hanya 10 persen yang mengalami gejala klinis
berupa keluarnya cairan putih dan uretra. Penularan parasit ini
teijadi melalui kontak langsung, misalnya persetubuhan, atau
malalui kontak tidak langsung, mìsalnya karena menggunakan
bersama handuk, alat-alat toilet atau barang lainnya. Penularan
pada bayi dari ibu melalui jalan lahir dapat terjadì pada waktu
proses persalinan.
f. Epidemiologi
Penyebarannya parasit ini kosmopolit di seluruh dunia.
g. Pengobatan dan pencegahan
Pengobatan
Metronidazol, tinidazol, seknidazol, ,nimorazol dan
ornidazol merupakan obat anti trikomoniasis yang memuaskan
hasilnya. Cara pemberian dan dosis obat-obat tersebut adalah
sebagai berikut.
1 . Metronidazol. Dosis pemberian untuk perempuan dan laki-laki
berbeda.
Perempuan: 3 x 250 mg per hari selama 10 hari atau 2 gram dosis
tunggal diberikan malam hari. Pengobatan lokal, berikan tablet
vaginal 500 mg per hari selama 10 hari.
Lelaki: 2 x 250 mg per hari selama 10 hari atau 2 gram dosis
tunggal diberikan malam hari.
2. Tinidazol. Baik perempuan maupun laki-laki diberikan dosis 2
gram dosis tunggal, per oral.
3. Seknidazol. Dosis 2 gram dosis tunggal, per oral.

22
4. Nimorazol. Dosis, 2 x 250 mg selama 6 hari atau diberikan 2
gram dosis tunggal.
5. Ornidazol. Dosis 2 X 750 mg atau dosis tunggal 1500 mg.
Pencegahan
Mengobati penderita dengan baik, menjaga kebersihan
pribadi, dan tidak memakai bersama alat-alat toilet, dapat
mencegah penularan parasit ini.
h. Pemeriksaan Laboratorium dan identifikasi
Gejala klìnìs berupa rasa gatal dan panas di dalam vagina
dan daerah sekitar vagina disertai terjadinya fluor albus, menjadi
tanda penting trikomoniasis. Diagnosis pasti ditegakkan dengan
ditemukannya parasite yang aktif bergerak pada sekret vagina. Jika
pemeriksaan langsung sekret vagina tidak ditemukan parasit, dapat
dilakukan biakan sekret vagina, cairan uretra, cairan prostat atau air
mani untuk menemukan Trichomonas vaginalis.
5. Toxoplasma gondii
a. Klasifikasi
Kerajaan : Protista
Filum :Apicomplexa
Kelas :Conoidasida
Kelas :Coccidiasina
Ordo :Eucoccidiorida
Famili :Sarcocystidae
Genus :Toxoplasma
Spesies :T. gondii
b. Morfologi
Parasit ini berdasar tempat hidupnya mempunyai 2 bentuk,
yaitu bentuk intraseluler dan bentuk ekstroseluler.Bentuk
ekstraseluler parasit seperti bulan sabit yang langsing dengan salah
ujung runcing dan ujung lainnya tumpul, mempunyaì ukuran
sekitar 2 x 5 mikron, dengan sebuah inti parasit yang terletak di
bagian ujung yang tumpul dan parasit. Bentuk intraseluler bulat
atau lonjong sehingga sulit dibedakan morfologinya dari
Leishmania.

c. Siklus Hidup
Didalam tubuh hospes perantara, Toxoplasma terdapat
dalam bentuk penularan dari satu hewan penderita ke hewan
lainnya terjadi sesudah makan daging infektif. Bila kucing
terinfeksi Toxoplasma, di dalam kucing parasit akan berkembang

23
biak, baik dalam bentuk siklus seksual maupun siklus aseksual.
Bentuk ookista akan keluar bersama tinja toksoplasmosis akan
terjadi.
d. Habitat
Protozoa ini hidup intraseluler di dalam sel-sel sistem
retikuloendotelial dan sel parenkim manusia maupun hewan
mamalia dan unggas terutama kucing.

e. Manifestasi klinis
Penyebaran parasit melalui aliran darah dapat mencapai
berbagai organ, misalnya otak, sumsum tulang belakang, mata,
paru, lìmpa, hati, sumsum tulang, kelenjar limfe, otot jantung dan
otot rangka.
Pada orang dewasa, gejala klinis toksoplasmosis tidak jelas
dan tidak ada keluhan penderita. Gejala toksoplasmosis yang jelas
terjadi penderita yang menderita toksoplasmosis kongenital karena
luasnya kerusakan organ dan sistem saraf penderita (bayi dan
anak). Pada anak dan bayi yang terinfeksi ibu hamil pada trimester
terakhirm akan terjadi ensefalimielitis. kalsifikasi serebral,
korioretinitis, hidrosefalus atau mikrosefalus. Kelainan pada sistem
limfatik yang umumnya menyerang anak berusia 5-15 tahun, akan
menyebabkan terjadinya demam disertai limfadenitis.
Kelainan pada kulit menimbulkan ruam makulopapuler
mirip demam tifus, sedangkan pada paru dapat terjadi pneumonia
interstitial. Pada jantung dapat terjadi miokarditis, dan hatì serta
limpa dapat membesar.
f. Epidemiologi
Penyebaran parasit ini kosmopolit di seluruh dunia.
g. Pengobatan dan pencegahan
Pengobatan
Terapi antiparasit sebaiknya diberikan dalarn bentuk
kombinasi Pirimetamin dengan Sulfadiasin, dengan dosis sebagai
berikut.
Hari pertama: Pirimetamin diberikan 50 mg per oral diikuti 6 jam
kemudian, 25 mg. Diberikan juga tambahan Sulfadiasin 2gram
Hari ke-2 sampai dengan hari ke-14: Pirimetamin 25 mg/hari
ditambah sulfadiasin 4 x 1 gram/hari.
Selain, obat kombinasi tersebut, toksoplasmosis dapat
diobat dengan Spiramisin dengan dosis 2-4 gram per hari selama 3-
4 minggu. Jika terjadi toksoplasmosis mata, dapat diberikan

24
prednisolon, vitamin B kompleks dan asam folat sebagai
penunjang.
Pencegahan
Toksoplasmosis dapat dicegah dengan selalu memasak
makanan dan minuman, menghindari kontak langsung dengan
daging atau jaringan hewan yang sedang diproses, misalnya di
abbatoir dan penjual daging. Lingkungan hidup dijaga
kebersihannya, terutama dari tinja kucing atau hewan lainnya serta
mengobati penderita dengan baik. Hewan-hewan penderita
toksoplasmosis segera diobati atau dimusnahkan.
h. Pemeriksaan Laboratorium dan identifikasi
Diagnosis banding yang harus diperhatikan adalah:
mononucleosis infeksiosa, tuberkulosis, kriptokokosis, tularemia,
bruselosis, listeriosis, infeksi virus, sifilis, sistiserkosis dan
hidatidosis.
Diagnosis pasti dìtetapkan scsudah dilakukan pemeriksaan
mikroskopis histologis secara langsung atas hasil biopsi atau
pungsi atau autopsi atas jaringan penderìta, pemeriksaan atau
jaringan berasal dan hewan coba yang diinokulasi dengan bahan
infektif. Pemeriksaan laboratorium untuk menunjang diagnosis
toksoplasmosis dilakukan dengan uji serulogis yaìtu dengan Sabin-
Feldman Dye test, Uji Fiksasi Komplemen, Tes Hemaglutinasi tak
langsung (IHA), Tes toksoplasmin, Uji netralisasi antibodi dan uji
ELISA. Parasit juga mungkin ditemukan pada pemeriksaan
langsung atas darah penderita, sputum, tinja, cairan serebrospinal,
dan cairan amnion. Inokulasi hewan coba dengan hasil biopsi
organ atau janngan untuk menemukan parasitnya. Pemeriksaan
darah tepi menunjukkan gambaran limfositosis (lebih dari 33%),
monositosis (lebih dari 7%). Juga ditemukan sel mononuklir yang
atipik. Pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan adanya
xantokromia, protein yang meningkat dan jumlah sel juga
meningkat.

25
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa terdapat banyak sekali
protozoa darah dan jaringan. Protozoa darah dan jaringan memiliki
klasifikasi, habitat, morfologi, siklus hidup, manifestasi klinis,
epidemiologi, pengobatan dan pencegahan serta pemeriksaan laboratorium
dan identifikasinya masing-masing.
B. Saran
Terhadap akibat dari gangguan parasit terhadap kesejahteraan
manusia, maka perlu dilakukan usaha pencegahan dan pengendalian
penyakitnya. Maka dari itu, sangat diperlukan suatu pengetahuan tentang
kehidupan organisme parasit yang bersangkutan selengkapnya. Serta
dalam penulisan makalah ini masih banyak kesalahan jadi mohon untuk
kritik dan sarannya agar saya dapat memperbaikinya.

26
DAFTAR PUSTAKA
Soedarto. (2008). Parasitologi Klinik. Surabaya : Airlangga University Press.

27

Anda mungkin juga menyukai