PENDAHULUAN
Trematoda disebut sebagai cacing hisap karena cacing ini memiliki alat
pengisap. Alat pengisap terdapat pada mulut di bagian anterior, alat hisap (Sucker)
ini untuk menempel pada tubuh inangnya maka disebut pula cacing hisap.
Pada saat menempel cacing ini mengisap makanan berupa jaringan atau
cairan tubuh inangnya. Ciri khas cacing ini adalah terdapat dua batil isap yaitu
batil isap mulut dan batil isap perut ada juga spesies yang memiliki batil isap
genital. Trematoda memiliki saluran pencernaan berbentuk huruf Y terbalik dan
pada umumnya tidak memiliki alat pernapasan khusus karena hidup secara
anaerob.
Saluran ekskresi terdapat simetris bilateral dan berakhir di bagian posterior.
Susunan saraf dimulai dengan ganglion di bagian dorsal esofagus, kemudian
terdapat saraf yang memanjang di bagian dorsal, ventral dan lateral badan.
Dengan demikian maka Trematoda merupakan hewan parasit karena merugikan
dengan hidup di tubuh organisme hidup dan mendapatkan makanan di tubuh
inangnya. Trematoda dewasa pada umumnya hidup di dalam hati, usus, paru-paru,
ginjal, dan pembuluh darah vertebrata ternak , Ikan, manusia. Trematoda
berlindung di dalam tubuh inangnya dengan melapisi permukaan
tubuhnya dengan kutikula. Permukaan tubuhnya tidak memiliki silia.
Contoh Trematoda adalah cacing hati (Fasciola hepatica).
1
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
Dari tujuan di atas, manfaat yang dapat diambil untuk para pembaca dan
mahasiswa khususnya yaitu untuk meningkatkan ilmu pengetahuan tentang
trematoda, mencegah penyakit, dan berhati-hati dalam mengkonsumsi makanan
khususnya pada daging.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Daur Hidup Trematoda
Pada spesies trematoda yang mengeluarkan telur berisi sel telur, telur akan
menjadi matang dalam waktu kurang lebih 2-3 minggu. Pada beberapa spesies
trematoda, telur matang menetas bila ditelan siput (hospes pelantara) dan
keluarlah mirasidium yang masuk kedalam jaringan siput atau telur dapat
langsung menetas dan mirasidium berenang di air dalam waktu 24 jam
mirasidium harus sudah menemukan siput air agar dapat melanjutkan
perkembanganya. Siput air disini berfungsi sebagai hospes perantara pertama (HP
1). Dalam siput air tersebut mirasidium berkembang menjadi sebuah kantung yang
berisi embrio disebut sporokista (S). sporokista ini dapat mengandung sporokista
lain atau redia ( R) bentuknya berupa kantung yang sudah mempunyai mulut,
faring dan sekum. Didalam sporokista 2 atau redia larva berkembang menjadi
serkaria (SK).
Kemudian serkaria keluar dari siput air dan mencari hospes perantara 2
yang berupa ikan, tumbuh-tumbuhan air, ketam, udang batu, dan siput air lainnya,
atau dapat menginfeksi hospes definif secara langsung seperti pada Schistosoma.
Dalam hospes perantara 2 serkaria berubah menjadi metaserkariayang berbentuk
kista. Hospes definitif mendapat infeksi bila makan hospes perantara 2 yang
mengandung metaserkaria yang tidak dimasak dengan baik. Infeksi cacing
Schistosoma terjadi dengan cara serkaria menembus kulit hospes defintif, yang
kemudian berubah menjadi skistosomula, lalu berkembang menjadi cacing dewasa
yang hidup dalam tubuh hospes.
4
Gambar 2.1 daur hidup trematoda
2.2 Pembahasan
Trematoda berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata Trematode yang artinya
bentuk yang dipenuhi lubang. Trematoda disebut juga cacing isap. Sebagian besar
cacing dewasa bersifat endoparasit pada vertebrata, yaitu dalam darah, saluran
pencernaan. Termasuk dalam Filum Platyhelminthes, yang secara morfologi
berbentuk pipih seperti daun. Umumnya hidup sebagai parasit pada vertebrata.
parasit yang hidup di dalam tubuh organisme atau inang disebut sebagai
endoparasit atau parasit internal. Mereka terjadi di berbagai filum hewan dan
protista. Parasit ini dapat hidup di lingkungan yang baik intraseluler atau
ekstraseluler dalam inang. Pada saat menempel cacing ini menghisap makanan
berupa jaringan atau cairan tubuh inangnya. Dengan demikian maka Trematoda
merupakan hewan parasite, karena merugikan dengan hidup ditubuh organisme
hidup dan mendapatkan makanan dari inangnya. Trematoda dewasa umumnya
hidup di dalam hati, usus, paru-paru, dan pembuluh darah vertebrata, trematoda
memiliki alat hisap yang dilengkapi kait yang berfungsi melekatkan diri pada
inangnya karena golongan ini hidup secara parasit pada manusia dan hewan.
Contoh Trematoda adalah Fasciola (cacing hati), Clonorchis, dan Schistosoma.
5
2.2.2 Struktur Tubuh Trematoda
Tubuh bagian luar ditutupi oleh kutikula (untuk menjaga agar tubuhnya
tidak tercerna oleh inangnya)
Tidak memiliki silia
Sistem reproduksi ada yang hermafrodit. Hermaprodit adalah hewan atau
tumbuhan yang biasanya memiliki sistem reproduksi jantan dan betina,
baik memproduksi telur dan sperma. Banyak hewan tingkat rendah,
terutama spesies bergerak, adalah hermaprodit; dalam beberapa, seperti
cacing tanah, dua hewan bersanggama dan melakukan fertilisasi satu sama
lain. Beberapa spesies parasit, misalnya, cacing pita, melakukan fertilisasi
sendiri serta hermafrodit, menjamin reproduksi di mana parasit mungkin
satu-satunya anggota dari spesies dalam inang.
Mempunyai satu sucker (alat penghisap) dimulut dan satu atau lebih pada
permukaan ventral. Sucker berfungsi untuk menghisap cairan tubuh
inangnya.
Ukuran panjang cacing dewasa sangat beraneka ragam dari 1mm sampai
kurang lebih 75mm.
6
2.2.3 Ukuran, bentuk, dan susunan Trematoda
7
(kelenjar di mana pembuahan terjadi). Kelenjar membuka menjadi uterus
memanjang yang membuka ke luar, berdekatan dengan organ jantan. Ovarium
sering juga dikaitkan dengan kantung penyimpanan sperma dan saluran kopulasi
yang disebut kanal Laurer.
a) Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Kelas : Trematoda
Ordo : Echinostomida
Genus : Fasciola
8
Hospes cacing ini adalah kambing dan sapi, dan kadang-kadang parasit ini
ditemukan pada manusia. Fasciola hepatica merupakan penyakit fascioliasis.
Fascioliasis banyak ditemukan di negara-negara Amerika Latin dan negara-
negara sekitar Laut Tengah
b) Morfologi
Telur
Ukuran : 130 – 150 mikron x 63 – 90 mikron
Warna : kuning kecoklatan
Bentuk : Bulat oval dengan salah satu kutub mengecil, terdapat overculum
pada kutub yang mengecil, dinding satu lapis dan berisi sel-sel granula
berkelompok.
Cacing dewasa
Ukuran 30 mm x 13 mm
Bersifat hermaprodit
Sistem reproduksinya ovivar
Bentuknya menyerupai daun
Mempunyai tonjolan konus pada bagian anteriornya
Memiliki batil isap mulut dan batil isap perut, uterus pendek berkelok-
kelok.
Testis bercabang banyak, letaknya di pertengahan badan berjumlah 2 buah.
Ovarium sangat bercabang
c) Ciri umum :
9
4. Dalam daur hidup cacing hati ini mempunyai dua macam inang
yaitu: inang perantara yakni siput air dan inang menetapnya yaitu hewan
bertulang belakang pemakan rumput seperti sapi dan domba
5. Merupakan entoparasit yang melekat pada dinding duktusbiliferus atau
pada epithelium intestinum atau pada endothelium venae dengan alat
penghisapnya
6. Makanan diperoleh dari jaringan-jaringan, sekresi dan sari-sari makanan
dalam intestinum hospes dalam bentuk cair, lendir atau darah.
7. Di dalam tubuh, makanan dimetabolisir dengan cairan limfa, kemudian
sisa-sisa metabolisme tersebut dikeluarkan melalui selenosit.
8. Perbanyakan cacing ini melalui auto-fertilisasi yang berlangsung pada
Trematoda bersifat entoparasit, namun ada juga yang secara fertilisasi
silang melalui canalis laurer.
d) Hospes
e) Siklus Hidup
Pada spesies F. hepatica, cacing dewasa bertelur di dalam saluran empedu dan
kantong empedu hewan ruminansia dan manusia. Kemudian telur keluar ke alam
bebas bersama feses domba. Bila mencapai tempat basah, telur ini akan menetas
menjadi larva bersilia yang disebut mirasidium. Mirasidium akan mati bila tidak
masuk ke dalam tubuh siput air tawar (Lymnea auricularis-rubigranosa).
10
disebut serkaria yang mempunyai ekor. Dengan ekornya serkaria dapat menembus
jaringan tubuh siput dan keluar berenang dalam air.
Di luar tubuh siput, larva dapat menempel pada rumput untuk beberapa lama.
Serkaria melepaskan ekornya dan menjadi metaserkaria. Metaserkaria
membungkus diri berupa kista yang dapat bertahan lama menempel pada rumput
atau tumbuhan air sekitarnya. Perhatikan tahap perkembangan larva Fasciola
hepatica. Apabila rumput tersebut termakan oleh hewan ruminansia dan manusia,
maka kista dapat menembus dinding ususnya, kemudian masuk ke dalam hati,
saluran empedu dan dewasa disana untuk beberapa bulan. Cacing dewasa bertelur
kembali dan siklus ini terulang lagi.
Penjelasan Singkat
Gejala
11
Diagnosis
g) Pengobatan
Heksakloretan
Heksaklorofan
Rafoxamide
Niklofolan
Bromsalan yang disuntikkan di bawah kulit
Pencegahan
12
2. Clonorchis sinensis
a) Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Kelas : Trematoda
Ordo : Opisthorchiida
Family : Opisthorchiidae
Genus : Clonorchis
13
b) Morfologi
Telur
Bentuk seperti botol ukuran 25–30 µm
Warna kuning kecoklatan
Kulit halus tetapi sangat tebal
Pada bagian ujung yg meluas terdapat tonjolan
Berisi embrio yg bersilia (mirasidium)
Operculum mudah terlihat
Infektif untuk siput air
Cacing Dewasa
Ukuran 12 – 20 mm x 3 – 5 mm
Ventral sucker < oral sucker
Usus (sekum) panjang dan mencapai bagian posterior tubuh
Testis terletak diposterior tubuh & keduanya mempunyai lobus
Ovarium kecil terletak ditengah (anterior dari testis)
c) Hospes
14
d) Siklus Hidup
Telur dalam empedu diekskresikan melalui tinja. Pada tempat yang sesuai,
telur yang fertil (telah dibuahi) akan menetas menjadi larva bersilia yang
disebut mirasidium. Jika telur ini termakan oleh siput (lymnea) sebagai pejamu
pertama yang rentan, maka akan menetas dalam usus siput. Larva atau mirasidium
ini dalam 2 minggu akan berubah bentuk menjadi sporosista.
Serkaria ini kemudian bermigrasi atau meningglkan tubuh siput dan masuk
ke dalam air. Jika mengenai pejamu kedua (ikan), serkaria akan menembus tubuh
ikan dan biasanya masuk ke dalam daging ikan atau biasa juga di bawah sisik
(kulit). Saat itu membentuk metaserkaria (kista). Kemudian melepaskan ekornya.
Ikan yang mengandung metaserkaria akan termakan oleh manusia, jika ikan
tersebut tidak dimasak dengan matang. Metaserkaria dalam bentuk kista akan
masuk ke dalam sistem pencernaan, kemudian berpindah kehati melalui saluran
15
empedu dan tumbuh menjadi cacing dewasa, dan mengulang kembali siklus
hidupnya.
Gejala asites sering ditemukan pada kasus yang berat, tetapi apakah ada
hubungannya antara infeksi C. sinensis dengan asites ini masih belum dapat
dipastikan. Gejala joundice (penyakit kuning) dapat terjadi, tetapi persentasinya
masih rendah, hal ini mungkin disebabkan oleh obstruksi saluran empedu oleh
telur cacing. Kejadian kanker hati sering dilaporkan di Jepang, hal ini perlu
penelitian lebih jauh apakah ada hubungannya dengan penyakit Clonorchiasis.
Cacing ini menyebabkan iritasi pada saluran empedu dan penebalan dinding
saluran dan perubahan jaringan hati yang berupa radang sel hati. Gejala dibagi 3
stadium:
16
f) Diagnosis
g) Pengobatan
Pengobatan untuk parasit ini adalah sama dengan trematoda lainnya, terutama
melalui penggunaan praziquantel sebagai obat pilihan pertama. Obat diberikan
pada 5 mg/kg stat, atau mingguan. Obat yang digunakan untuk mengobati
infestasi mencakup triclabendazole, praziquantel, bithionol, albendazole dan
mebendazol
B. Trematoda Darah
1) Scistosoma japonicum
a) Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Class : Trematoda
Subclass : Digenea
17
Order : Strigeidida
Genus : Schistosoma
Species : S. japonicum
Cacing ini dapat menyerang manusia apabila mereka menyentuh atau mencuci
dengan air yang mengandung larva cacing ini yang biasanya datang dari kotoran
babi yang masuk ke dalamnya. Cacing ini dapat membakar kulit manusia serta
dapat menyelinap ke dalam darah, paru, dan hati. Cacing ini berkembang sangat
cepat, dalam sehari bisa mencapai lebih dari 20000 telur, yang dapat membakar
kulit, lambung dan hati, terkadang dapat menyerang otak dan saraf tulang
belakang yang bisa menyebabkan kelumpuhan dan kematian.
b) Morfologi
Telur
Ukuran 70-80 µm
Bentuk oval, berhialin
Warna transparan atau kuning pucat
Spina sukar dilihat, terletak dilateral dan sangat kecil dapat jadi tertutup
butiran-butiran yang biasanya ditemukan pada permukaan telur
Berisi embrio besar bersilia
18
Serkaria
Bentuk badan ovoid memanjang
Memiliki ekor bercabang
Cacing dewasa
Cacing jantan panjang ± 1,5cm , gemuk, integumen duri-duri sangat halus
dan lancip, memiliki batil isap perut dan kepala serta kanalis ginekoporik,
memliki 6-8 buah testis
Cacing betina panjang ± 1,9cm, langsing, ovarium ditengah tubuh, uterus
merupakan saluran yang panjang dan lurus berisi 50-100 butir telur,
kelenjar vitellaria di posterior terletak dalam kanalis ginekoporus cacing
jantan.
c) Siklus Hidup
19
d) Patologi dan Gejala Klinis
Diagnosis
Epidemiologi
1. Fokus di daerah yang digarap seperti ladang, sawah yang tidak dipakai
lagi, atau di pinggir parit di antara sawah.
20
2. Fokus di daerah hutan di perbatasan bukit dan dataran rendah.
Pencegahan
Persediaan air minum, air untuk mandi dan mencuci pakaian hendaknya
diambil dari sumber yang bebas serkaria atau air yang sudah diberi obat untuk
membunuh serkariannya. Obati penderita di daerah endemis dengan praziquantel
untuk mencegah penyakit berlanjut dan mengurangi penularan dengan
21
mengurangi pelepasan telur oleh cacing. Para wisatawan yang mengunjungi
daerah endemis harus diberitahu akan risiko penularan dan cara pencegahan.
Pengobatan
Dosis yang dipakai adalah 25 mg/kg berat badan/hari selama 10 hari berturut-
turut dan mendapatkan hasil 20% masih positif 2 bulan setelah pengobatan, 13%
masih positif 6 bulan setelah pengobatan 21,8% positif 11 bulan setelah
pengobatan. Efek samping yang pernah dilaporkan adalah keluhan gastrointestinal
seperti mual, muntah, tidak nafsu makan dan diare. Obat Prazikuantel (Embay®
8440; Droncit®, Biltricide®) Bayer, A.G. dan Merck Darmstadt. Di Indonesia
prazikuantel dipakai untuk pertama kali sebagai pengobatan percobaan pada
infeksi S.japonicum (Joesoef dkk, 1980). Dosis yang dipakai adalah 35 mg per kg
berat badan, diberikan 2 kali dalam satu hari sehingga dosis total adalah 70 mg/kg
berat badan per hari. Efek samping adalah mual (3,7%), pusing (6,1%), demam
(2,4%) dan disentri (1,8%).
Dari hasil pengobatan yang diuraikan diatas ternyata obat ini cukup baik
dengan hasil penyembuhan cukup besar serta efek samping dapat dikatakan
ringan, sehingga prospek obat ini cukup baik untuk dipakai dalam pengobatan
masal sebagai obat anti Schistosoma di daerah Danau Lindu dan Napu, Sulawesi
Tengah.
2) Schistosoma mansoni
22
a) Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Class : Trematoda
Subclass : Digenea
Order : Strigeidida
Genus : Schistosoma
Species : S. Mansoni
b) Morfologi
Telur
Ukuran 150 µm
Bentuknya oval , dengan salah satu kutubnya membulat dan yang lain
lebih meruncing
Spina lateral terletak dekat dengan bagian yang membulat besar dan
berbentuk segitiga
Kulit tipis sangat halus
Berwarna kuning pucat
Berisi embrio besar bersilia, diliputi membran (kulit dalam)
Serkaria
23
Bentuk badan ovoid memanjang
Memiliki ekor bercabang
Cacing dewasa
Cacing jantan panjang ±1 cm, gemuk, memiliki 6-9 buah testis, pinggir
lateral saling mengunci oleh duri acuminate, dimana pada tempat ini lebih
panjang dari tempat lain, memiliki kanalis ginekoporus
Cacing betina panjang ±1,4 cm, langsing, integumen terdapat duri-duri
terutama pada ujung tubuh, letak ovariumdi anterior pertengahan tubuh,
kelenjar vitellaria memenuhi pinggir lateral dari pertenganhan tubuh,
uterus merupakan saluran yang pendek berisi 1-4 butir telur.
Diagnosis
Pencegahan
Menghindari kontak langsung dengan air yang terkontaminasi oleh larva cacing,
terapi untuk penderita, pengendalian hospes perantara dan perbaikan sanitasi.
Pengobatan
Pada tahun 1918 Chistopherson mengobati penyakit kala azar dengan tartars
emetikus. Tartars emetikus atau antimon kalium tartrat dapat dikatakan sebagai
obat schistosomisida yang cukup efektif, akan tetapi mempunyai efek amping
yang agak berat, antara lain: mual, muntah, batuk, pusing, sakit kepala, nyeri
24
pada tubuh, miokarditis yang tampak pada EKG, bradi atau takikardia, syok dan
kadang-kadang mati mendadak.
Obat ini pertama kali diperkenalkan di Mesir pada tahun 1929. Obat ini
merupakan trivalent antimony salt yang dapat disuntikkan secara intramuscular
sebagai larutan 7%. Efek sampingnya adalah syok, neuritis retrobulbar, skotoma
sentralis dan buta warna. Sering pula dilaporkan efek samping muntah-muntah,
tidak nafsu makan, nyeri tubuh, sakit kepala, reaksi alergi, syok dan anuria. Hasil
penyembuhan adalah 40-47%.
3) Schistosoma Haematobium
a) Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Class : Trematoda
Subclass : Digenea
Order : Strigeidida
Genus : Schistosoma
Species : S. haematobiu
25
b) Morfologi
Telur
Serkaria
Bentuk badan ovoid memanjang
Memiliki ekor bercabang
Cacing dewasa
Cacing jantan panjang ±1,3 cm, gemuk, memiliki 3-4 buah testis, memiliki
kanalis ginekoporus, memiliki 2 batil isap berotot yang ventral lebih besar.
Cacing betina panjang ± 2 cm, langsing, batil isap kecil, ovarium terletak
posterior dari pertengahan tubuh, uterus panjang berisi 20-30 telur.
c) Siklus Hidup
Cacing dewasa berada dalam vena kandung kemih. Telur dikeluarkan bersama
urin dan tinja. Telur dalam air menetas menjadi mirasidium. Mirasidium masuk ke
dalam tubuh keong (hospes perantara). Mirasidium berkembang menjadi serkaria.
Serkaria menginfeksi manusia dalam air. serkaria menjadi skistosomula.
Kemudian menjadi cacing dewasa dalam hati.
26
d) Patologi dan Gejala Klinis
Pencegahan
Pengobatan
Dosis total untuk dewasa adalah 30-50 mg/kg berat badan, dengan dosis
maksimum 2,5 gram. Dosis total ini harus dibagi dalam 5 kali suntikan. Pada
anak-anak dengan berat badan kurang dari 20 kg, dosis total adalah 40-60 mg/kg
berat badan. Efek samping hampir sama dengan obat antimon lainnya, akan tetapi
lebih ringan seperti pada pengobatan dengan tartras emetikus.
C. Trematoda Paru
Penyakit dari cacing ini adalah Penyakit Paragonimiasis.
1) Klasifikasi
Kingdom : Animalia
27
Filum : Platyhelminthes
Kelas : Trematoda
Ordo : Plagiorchiida
Famili : Troglotrematidae
Genus : Paragonimus
Spesies : Paragonimus Westermani
2) Morfologi Telur
Bentuk : lonjong
Ukuran : 80-118 x 40-60 μ
Dinding tebal, warna kuning kecoklatan
Terdapat penebalan pada ujung kutub
Punya operkulum yang agak tertekan ke dalam
Isi : sel ovum yang belum membelah
Matang dalam waktu 16 hari
3) Morfologi Dewasa
28
• Caecum : berkelok-kelok
• ♂ : 2 testis,berlobus, berdampingan, letak antara B.I.P & ekor.
• ♀ : craniolateral dari testis
• Kel. Vitteline disepanjang daerah lateral.
5) Diagnosis :
6) Pengobatan
Praziquantel
Bitionol
Triclabendazol
D) Trematoda Usus
1) Heterophyes
a) Klasifikasi
29
Kingdom : animalia
Phylum : platyhelminthes
Class : trematoda
Family : heterophyidae
Ordo : protostomata
Genus : heterophyes
Pada infeksi berat terjadi diare kronis berlendir disertai nyeri kolik dan rasa
tidak enak pada abdomen dan nyeri tekan.
Kadang-kadang cacing menembus dinding usus, sehingga telurnya dapat
masuk aliran limfe dan menyangkut di katup-katup jantung payah jantung.
Hal ini dilaporkan pada infeksi cacing Metagonimus dan Haplorchis
yokogawai.
Telur cacing dewasa dapat bersarang di jaringan otak & menyebabkan kelainan
30
Infeksi berat tersebut dapat menimbulkan mulas-mulas/kolik, diare berlendir &
nyeri tekan pada perut.
Manusia, terutama pedagang ikan dan hewan seperti kucing, anjing bila
menderita infeksi.
Ikan yang diproses kurang sempurna .
2) Fasciolopsis buski
a) Klasifikasi
Filum : Platyhelminthes
Kelas Trematoda
Subkelas : Digena
Ordo : Prosostomata
Subordo : Distomata
Famili : Fasciolidae
Genus : Fasciolopsis
31
b) Etiologi
Cacing ini pertama kali di temukan oleh Busk (1843) pada autopsi seorang
pelaut yang meninggal di London.
Hospes definitif : Manusia, babi, anjing, kucing
Hospes perantara pertama : Keong air tawar (Segmentina, Hippeutis)
Hospes perantara kedua : Tumbuh-tumbuhan air (Morning glory, Elichoris
Eichornia grassipes, Trapa natans, Trapa bicornis,
tuberosa, Zizania)
Habitat : Usus halus
Penyakit : Fasciolopsiasis
Distribusi geografik : China, Taiwan, Thailand, Malaysia, Laos, India,
Vietnam dan Indonesia
32
c) Gejala Klinis : cacing dewasa melekat pada duodenum & yeyunum peradangan,
ulkus, abses, perdaraahan,ileus akut (sumbatan)
d) Infeksi berat : intoksikasi & sensitasi karena metabolit cacing dewasa dapat
menyebabkan kematian
e) Diagnosis : menemukan telur dalam tinja
f) Epidemiologi :
Infeksi pada manusia tergantung kebiasaan makan tumbuhan air mentah.
Budidaya tanaman air di daerah tercemar kotoran manusia memperluas penyebaran
penyakit.
33
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Setelah mengetahui definisi dan jenis trematoda (cacing isap) yang dapat
mengakibatkan sakit pada manusia yang disebabkan oleh metaserkaria yang
terkandung dalam daging diperlukan ketelitian dalam memilah dan
mengkonsumsi makanan yang tidak dimasak dengan matang.
34
DAFTAR PUSTAKA
https://triyaniuc.wordpress.com/2013/06/02/trematoda-hati-dan-trematoda-darah/
https://fkunand2010.files.wordpress.com/.../trematod-usus-mhs.ppt
35
LAMPIRAN
Gambar 3: Clonorchis
36
Gambar 4 Scistosoma japonicum
37