Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Trematoda atau cacing daun termasuk dalam filum Platyhelminthes dan hidup
sebagai parasit. Banyak sekali macam hewan yang dapat berperan sebagai hospes definitif
bagi cacing trematoda ,sebut saja kucing ,anjing, sapi ,babi, tikus, burung, dan harimau.
Tidak ketinggalan manusia pun merupakan hospes utama bagi cacing trematoda.
Trematoda menurut tempat hidupnya dibagi menjadi empat yaitu trematoda hati,
trematoda paru, trematoda usus, dan trematoda darah. Trematoda disebut sebagai cacing
hisap karena cacing ini memiliki alat pengisap. Alat pengisap terdapat pada mulut di
bagian anterior alat hisap (Sucker) ini untuk menempel pada tubuh inangnya maka
disebut pula cacing hisap. Pada saat menempel cacing ini menghisap makanan berupa
jaringan atu cairan tubuh inangnya. Ciri khas cacing ini adalah terdapat dua batil isap
yaitu batil isap mulut dan batil isap perut ada juga spesies yang memiliki batil isap
genital. Trematoda memiliki saluran pencernaan berbentuk huruf Y terbalik dan pada
umumnya tidak memiliki alat pernapasan khusus karena hidup secara anaerob. Saluran
ekskresi terdapat simetris bilateral dan berakhir di bagian posterior. Susunan saraf dimulai
dengan ganglion di bagian dorsal esofagus, kemudian terdapat saraf yang memanjang di
bagian dorsal, ventral dan lateral badan. Dengan demikian maka Trematoda merupakan
hewan parasit karena merugikan dengan hidup di tubuh organisme hidup dan
mendapatkan makanan di tubuh inangnya.
Trematoda adalah cacing yang secara morfologi berbentuk pipih seperti daun.
Pada umumnya cacing ini bersifat hermaprodit, kecuali genus Schistosoma. Pada
dasarnya daur hidup trematoda ini melampui beberapa fase kehidupan dimana dalam fase
tersebut memerlukan hospes intermedier untuk perkembangannya. Fase daur hidup
tersebut adalah sebagi berikut: Telur-meracidium-sporocyst-redia-cercaria-metacercariacacing dewasa. Dimana fase daur hidup tersebut sedikit berbeda untuk setiap spesies
cacing trematoda. Cacing ini menyebabkan iritasi pada saluran empedu dan penebalan
dinding saluran dan perubahan jaringan hati yang berupa radang sel hati.

1.2

Tujuan
Makalah ini disusun bertujuan agar mahasiswa mengetahui tentang definisi
termatoda morfologi serta mengetahui spesies dari kelas trematoda hati.

BAB II
ISI
2.1

Pengertian Trematoda
Trematoda berasal dari bahasa yunani Trematodaes yang berarti punya
lobang, bentuk tubuh pipih dorso ventral seperti daun.Umumnya semua organ tubuh
tak punya ronggat tubuh dan mempunyai Sucker atau kait untuk menempel pada
parasit ini di luar atau di organ dalam induk siput. Saluran pencernaaan mempunyai
mulut, pharink, usus bercabang cabang. tapi tak punya anus.
Trematoda merupakan cacing pipih yang berbentuk seperti daun, filum
PLATYHELMINTHES dan hidup sebagai parasit. Mereka dilengkapi dengan alat-alat
ekskresi, alat pencernaan, alat reproduksi jantan dan betina yang menjadi satu
(hermafrodit) kecuali pada Trematoda darah (Schistosoma). Mempunyai batil isap
kepala (mulut) di bagian anterior tubuh dan batil isap perut di bagian posterior tubuh
(asetabulum). Dalam siklus hidupnya Trematoda pada umumnya memerlukan keong
sebagai hospes perantara I dan hewan lain (Ikan, Crustacea , keong) ataupun tumbuhtumbuhan air sebagai hospes perantara kedua. Manusia atau hewan Vertebrata dapat
menjadi hospes definitifnya. Habitat Trematoda dalam tubuh hospes definitif
bermacam-macam, ada yang di usus, hati, paru-paru, dan darah.
Trematoda dewasa pada umumnya hidup di dalam hati, usus, paru-paru, ginjal,
dan pembuluh darah vertebrata .Ternak , Ikan , Manusia Trematoda berlindung di
dalam tubuh inangnya dengan melapisi permukaan tubuhnya dengan kutikula
Permukaan tubuhnya tidak memiliki silia.
Cacing trematoda banyak ditemukan di RRC, Korea, Jepang, Filipina,
Thailand, Vietnam, Taiwan, India, dan Afrika. Beberapa spesies ditemukan di
Indonesia seperti Fasciolopsis buski di Kalimantan, Echinostoma di Jawa dan
Sulawesi, Heterophyidae di Jakarta dan Schistosoma japonicum di Sulawesi Tengah.

2.2

Morfologi Trematoda
Pada umumnya bentuk badan cacing dewasa pipih dorsoventral dan simetri,
bilateral, tidak mempunyai rongga badan. Ukuran panjang cacing dewasa sangat
beranekaragam dari 1 mm sampai kurang lebih 75 mm. tanda khas lainnya adalah
terdapatnya dua buah batil isap, yaitu batil isap mulut dan batil isap perut. Beberapa
spesies mempunyai batil isap genital. Saluran pencernaan menyerupai huruf Y terbalik
3

yang di mulai dengan mulut dan berakhir buntu pada sekum. Pada umumnya
trematoda tidak mempunyai alat pernapasan khusus, karena hidupnya secara anaerob.
Saluran ekskresi terdapat simetris bilateral dan berakhir di bagian posterior. Susnan
saraf di mulai dengan ganglion di bagian dorsal esofagus, kemudian terdapat saraf
yang memanjang di bagian dorsal, ventral dan lateral badan. Cacing ini bersifat
hermafrodit dengan alat reproduksi yang kompleks.
Cacing dewasa hidup di dalam tubuh hospes definitif. Telur diletakan di
saluran hati, rongga usus, paru, pembuluh darah, atau di jaringan tempat cacing hidup
dan telur biasanya keluar bersama tinja, dahak atau urine. Pada umumnya telur berisi
sel telur, hanya pada beberapa spesies telur sudah mengandung mirasidium (M) yang
mempunyai bulu getar. Bila sudah mengandung mirasisium telur,menetes di dalam air
(telur matang). Pada spesies trematoda yang mengeluarkan telur berisi sel telur, telur
akan menjadi matang dalam waktu kurang lebih 2-3 minggu. Pada beberapa spesies
trematoda, telur matang menetes bila ditelan keong (hospes perantara) dan keluarlah
mirasidium yang masuk ke dalam jaringan keong, atau telur dapat langsung menetas
dan mirasidium berengang di air, dalam waktu 24 jam mirasidium harus sudah
menemukan keong air agar dapat melanjutkan perkembangannya. Keong air di sini
berfungsi sebagai hospes perantara pertama (HP I). Dalam keong air tersebut
mirasidium berkembang menjadi sebuah kantung yang berisi embryo, disebut
sporokista (S). Sporokista ini dapat mengandung sporookista lain atau redia (R),
bentuknya berupa kantung yang sudah mempunyai mulut, faring dan sekum. Di dalam
sporokista II atau redia (R), larva berkembang menjadi serkaria (SK).
Perkembangan larva dalam hospes perantara I terjadi sebagai berikut :
M

S1

S2
R1

SK

: Misalnya Clonorchis Sinensis

SK

: Misalnya Schistosoma

R2

SK

: Misalnya Trematoda lainnya

Serkaria kemudian keluar dari keong air dan mencari hospes perantara II yang
berupa ikan, tumbuh-tumbuhan air, katam, udang batu dan keong air lainnya, atau
dapat menginfeksi hospes definitif secara langsung seperti pada Schistosoma. Dalam
hospes perantara II serkaria berubah menjadi metaserkaria yang berbentuk kista.
Hospes definitif mendapat infeksi bila makan hospes perantara II yang mengandung
metaserkaria yang tidak dimasak dengan baik. Infeksi cacing Schistosoma terjadi
dengan cara serkaria menembus kulit hospes definitif, yang kemudian berubah
menjadi skistosomula, lalu berkembang menjadi cacing dewasa dalam tubuh hospes.
4

2.3

Fasciola Hepatica

Gambar 2.1 Fasciola hepatica


1. Klasifikasi
Kingdom
Filum
Kelas
Subkelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies

Gambar 2.2 Telur Fasciola hepatica

: Animalia
: Platyhelminthes
: Trematoda
: Digenea
: Echinostomida
: Fasciolidae
: Fasciola
: Fasciola hepatica

2. Hospes dan Nama Penyakit


Hospes definitif
: Manusia, kambing, dan sapi
Hospes perantara
: 1. Keong air (Lymnea truncatula)
2. Tanaman air
Nama penyakit
: Fasioliasis
3. Penyebaran Geografik
Di Amerika Latin, Kuba, Inggris, Aljazair, Perancis dan Negara-negara sekitar
Laut Tengah banyak ditemukan kasus fasioliasis pada manusia.
4. Morfologi dan Siklus Hidup
Cacing dewasa mempunyai bentuk pipih seperti daun, besarnya 30 x 13 mm.
Bagian anterior berbentuk seperti kerucut terdapat batil isap mulut yang besarnya 1
mm, sedangkan pada bagian dasar kerucut terdapat batil isap perut yang besarnya
1,6 mm. saluran pencernaan bercabang-cabang sampai ke ujung distal sekum. Testis
dan kelenjar vitelin juga bercabang-cabang.
Fasciola hepatica memilki telur yang besar, berbentuk oval, mempunyai
tutup, berwarna kuning sampai cokelat, dan berukuran 130-150 mikron. Telur yang
belum matang, keluar bersama feses. Pematangan dalam air menghendaki suhu
5

optimal 22-25o C selama 9-15 hari. Setelah itu menetaslah mirasidium ini harus
menembus keong air untuk melanjutkan pertumbuhannya. Keong yang bertindak
sebagai hospes intermedietnya ialah jenis Lymnaea.
Dalam keong mirasidium menjadi sporokis muda. Dalam waktu 3 minggu,
sporokis menghasilkan redia induk, yang pada minggu berikutnya mengandung redia
anak. Redia tumbuh menjadi serkaria. Serkaria yang sudah matang meninggalkan
keong untuk hidup bebas dalam air. Beberapa jam dalam air serkaria ini melepaskan
ekornya dan merambat pada berbagai tumbuhan air seperti rerumputan dan karsen air
kemudian mengkista menjadi metaserkaria. Metaserkaria ini dapat hidup dalam waktu
lama di atmosfer yang lembab, tapi akan cepat mati dalam waktu kekeringan. Apabila
ternak merumput, maka ternak tersebut dapat mengalami infeksi. Penting diperhatikan
pada peternakan bahwa metaserkaria dapat bertahan pada jerami dan tanaman
makanan ternak sekitar 28 hari pada suhu 5-10o C, sehingga pada kelembapan udara
yang lebih tinggi mempunyai daya infeksi sampai 70 hari.
Metaserkaria demikian atau cacing muda memulai penyebarannya dalam usus
hospes. Mereka menembus dinding usus dan berkelana melewati rongga perut sampai
ke hati. Setelah mereka menembus lapisan hati, sampailah mereka di saluran empedu
dan kantung empedu. Dalam saluran empedu, cacing muda menjadi cacing dewasa
dalam jangka waktu 1-2 bulan. Cacing yang dewasa akan bertelur. Bersama cairan
empedu, telur berhasil masuk kedalam saluran usus dan dapat ditemukan dalam tinja
(feses). Telur ini selanjutnya memulai daur kehidupannya di luar inang (ternak).
Fasciola hepatica bersifat hemaprodit. Setiap individu dapat menghasilkan kurang
lebih 500.000 butir telur. Hati seekor domba dapat mengandung 200 ekor cacing atau
lebih.
5. Patologi dan Gejala Klinis
Migrasi cacing dewasa muda ke saluran empedu menimbulkan kerusakan
parenkim hati. Selama migrasi (fase akut) dapat tidak bergejala atau menimbulkan
gejala seperti demam, nyeri pada bagian kanan atas abdomen, hepatomegali, malaise,
urtikaria, eosinofilia. Saluran empedu mengalami peradangan, penebalan dan
sumbatan, sehingga menimbulkan sirosis periportal. Sekresi prolin oleh cacing
dewasa diduga menjadi penyebab penebalan dinding saluran empedu. Migrasi cacing
dewasa muda dapat terjadi di luar hati (ektopik) seperti pada mata, kulit, paru, otak.
Gejala yang ditimbulkan bergantung pada organ tempat migrasi larva.

Di daerah Timur Tengah tedapat kebiasaan memakan hati kambing atau


domba mentah yang dapat menimbulkan penyakit Halzoun, yaitu faringitis dan
edema laring karena penempelan cacing dewasa pada mukosa faring posterior.
6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja, cairan duodenum
atau cairan empedu. Reaksi serologi (ELISA) sangat membantu untuk menegakkan
diagnosis. Imunodiagnosis yang lebih sensitive dan spesies-spesies telah
dikembangkan untuk mendeteksi antigen ekskretori-sekretori yang dikeluarkan
parasit. Ultrasonografi digunakan untuk menegakkan diagnosis fasioliasis bilier.
Genus Lymnea yang bertindak sebagai hospes perantara berbeda-beda sesuai
daerah geografinya, seperti Lymnea tementosa di Australia. Cara hidup dari tiap-tiap
jenis keong tersebut dapat berbeda-beda (berair, setengah berair).
7. Pemeriksaan mikroskopis
Telur cacing hati ini akan ditemukan pada pemeriksaan tinja dan cairan usus.
Pada stadium permulaan penyakit ini tidak ditemukan telur.
8. Pemeriksaan imunologis
Pemeriksaan mikroskopis dapat dilakukan dengan metode serologis (CFT) dan
tes kulit (antigen didapat dari cacing dewasa). Dianjurakan pemakaian Test
Immunoflourescent tidak langsung dengan mempergunakan mirasidium Fasciola
sebagai antigen.
9. Pengobatan
Albendazol dan praziquantel merupakan obat pilihan.

10. Kemoterapi
Untuk kemoterapi baik dipergunakan Emetinhydrochlorid untuk manusia
dengan pemberian intravena. Pengobatan dilakukan dalam jangka waktu yang lama
(berbulan-bulan atau betahun-tahun atau berulang-ulang) sampai yakin bahwa semua
parasit benar-benar sudah mati. Selain itu dianjurkan pemakaian ResochinR. Terhadap
hewan obat HetolR dapat bekerja baik, tapi pada manusia tidak dapat digunakan
karena toksisitasnya yang relatif tinggi. Selain itu sekarang dianjurkan pemberian obat

Bithionol yang menghancurkan stadium invasi muda dan sudah membunuhnya dalam
jaringan hati.
11. Epidemiologi
Manusia terinfeksi umumnya karena memakan tanaman air ini. Terinfeksinya
penduduk tergantung pada kebiasaan makanan penduduk. Berdasarkan hal ini ternyata
bahwa misalnya di Perancis terdapat infeksi yang relatif sering, di Jerman jarang
sekali, karena itu sebagai propilak dapat diambil tindakan menghindari makanan
mentah tumbuh-tumbuhan air secara konsekuen.
Coumbaras memberitakan bahwa pribumi di Aljazair dan Maroko tumbuhtumbuhan air hanya dimakan setelah dimasak, tetapi orang-orang Perancis
memakannya sebagai salad (sayur mentah) seperti kebiasaannya orang-orang kulit
putih. Penyakit ini tidak terdapat pada pribumi di sana.

2.4

Dicrocoelium Dendriticum

Gambar 2.3 Dicrocoelium dendriticum


1. Klasifikasi
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies

Gambar 2.4 Telur Dicrocoelium dendriticum

: Animalia
: Platyhelminthes
: Trematoda
: Plagiorchiida
: Dicrocoeliidae
: Dicrocoelium
: Dicrocoelium dendriticum

2. Hospes dan Nama Penyakit


Hospes definitif

: Domba, kambing, sapi, anjing, keledai, kelinci, jarang pada


manusia

Hospes perantara

: 1. Siput (Cionella lubrica)


2. Semut (Famili formica)

Nama penyakit

: Dicrocoeliasis

3. Distribusi Geografik
Parasit ini tersebar di Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika Utara serta Selatan.
4. Morfologi dan Siklus Hidup
Dicrocoelium dendriticum berukuran sekitar 5-12 mm mempunyai tubuh
seperti daun yang kecil. Dalam keadaan hidup kelihatan berwarna kemerahan dengan
struktur dalam lebih gelap, sebagian besar terus terisi uterus yang mengandung telur.
Cacing ini terdapat di saluran empedu dalam hati dan dalam kantung empedu.
Telurnya relative sangat kecil (20-30 mikron); pada waktu dikelurakan telah
mengandung larva (mirasidium) tapi tak pernah bebas dalam iar. Keoang tanah,
seperti genus Zebrina dan Helicella di Jerman, Cionella di Amerika Utara suka
memakan telur ini. Dalam keong ini menetaslah larva yang bersilia. Mereka mulamula tumbuh menjadi sporokista induk, kemudian membentuk sporokista anak.
Dalam sporokista anak ini tumbuhlah serkaria, yang diletakkan dalm gelembunggelembung lendir yang besar, kemudian dimakan oleh semut. Dalam rongga badan
semut tumbuhlah metaserkaria di dalam kista yang berbentuk suatu ellipsoid
berukuran sekitar 365 mikron x 250 mikron. Metaserkaria matang yang berwarna
9

bening akhirnya terletak melingkar dalam selubung kista. Dalam semut dapat
ditemukan lebih dari 300 gelembung kista, kebanyakan diantara 50-60 buah. Lamanya
hidup dalam semut pada suhu 26o C selama 38 sampai 56 hari.
Metaserkaria keluar dalam saluran usus hospes definite melalui lubang kecil
pada salah satu kutub kista dan mengembara melewati duktus koleodokus dalam hati.
Ini berlangsung dalam waktu 2 jam. Mereka kemudian tinggal dalam susunan saluran
empedu. Setelah 50-56 hari setelah infeksi terhadap telur pertama dalam tinja (pada
kelinci atau biri-biri).
Cacing ini menyebabkan gangguan dan penyakit kepada manusia dan biri-biri
yang mengalami infeksi berat. Patologi dan symptom hampir sama dengan Fasciola
hepatica. Hewan parasit dapat menyebabkan pembesaran saluaran empedu,
hyperplasia epitel empedu, dapat atropi sel-sel hati dan pada infeksi berat sirosis
portal. Kerusakan pada hewan ini menyebabkan kurang nafsu makan, kurus, dan lainlain, sehingga berat badannya berkurang. Pada manusia terjadi pembesaran hati,
anemia, rasa sakit perut bagian atas, dan lain-lain gejala yang tidak berkarakteristik.
Pemindahan parasit pada hospes definitive menurut hasil penelitian terakhir
hanya terjadi apabila memakan semut yang terinfeksi di dalam makanan. Hal ini
terjadi sebagai berikut. Setelah semut menelan serkaria, satu serkaria menembus otak,
ke dalam ganglion semut dan tumbuh menjadi kista lunak dan mempunyai selubung
luar yang tipis. Dengan demikian terdapat suatu infeksi pada semut. Semut yang
terinfeksi ini dimakan oleh ternak bersama rumput. Semut semacam ini berada satusatu atau bergerombol. Pada suhu tertentu pada ujung tanaman dan mengeras di sana
sebaliknya semut-semut yang tak terinfeksi berada di sana berjam-jam lamanya. Biribiri, kelinci, dan hospes lain yang memakan semut ini akan menderita infeksi cacing
hati. Orang mendapat infeksi cacing ini pada prinsipnya dengan jalan yang sama.
Melihat epidemik yang luar bisa itu, jelaslah infeksinya pada manusia sangat jarang
dan kebanyakan pada anak-anak.
5. Patologi dan Gejala Klinis
Mirip dengan Fasciola hepatica. Pada binatang, parasit menimbulkan
pembesaran duktus biliaris, hiperplasi epitel bilier, diikuti pembentukkan jaringan ikat
di daerah periduktal, atropi sel hati, dan akhirnya pada infeksi berat akan terjadi
portalsirosis. Perubahan pada hati ini jarang terjadi pada manusia karena biasanya
hanya terjadi infeksi ringan. Gejala pada manusia meliputi gangguan saluran

10

pencernaan makanan, flatulens, muntah, kolik bilier, konstipasi kronik atau diare,
sedangkan gejala keracunan lebih jarang dari fascioliasis.
6. Diagnosa
Ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja serta harus dapat
menyingkirkan kemungkinan infeksi palsu karena memakan hati yang mengandung
telur.
7. Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis tentu saja akan menemukan telur sangat kecil
dengan jumlah yang banyak dalam pemeriksaan tinja. Dianjurkan pada tersangka
yang mendesak untuk menggunakan metode konsentrasi menurut Teleman. Apabila
kita berhasil mendapatkan cairan empedu, kita akan melihat telur pada stadium
permulaan. Pada penemuan positif lemah, haruslah dipikirkan bahwa telur mungkin
berasal dari hati yang dimakan. Oleh karena itu dalam hal ini pemeriksaan perlu
diulangi setelah orang beberapa hari tidak memakan hati lagi.
8. Pengobatan
Pengobatan sama dengan pengobatan penyakit chlonorchiasis yaitu dengan
praziquantel.

9. Kemoterapi
Dianjurkan pemberian Emetinhydroclorida dan ResochinR (1,4-bistrichormethylbenzol). Obat ini juga dapat dipakai pada manusia. Namun berhubung efek
sampingnya yang keras maka tidak lagi dipergunakan dalam kedokteran manusia.
10. Epidemiologi
Adanya cacing ini berhubungan erat dengan tanah kapur, karena keong yang
bertindak sebagai hospes perantara ini memerlukan lingkungan hidup yang demikian.
Hospes perantara pertama adalah keong, dan hospes perantara kedua dalam hal ini
adalah semut. Hewan ternak dapat terinfeksi dengan cara tidak sengaja memakan
semut yang telah terinfeksi, sedangkan pada manusia mendapatkan infeksi dengan
memakan hati yang terdapat telur cacing ini. Namun infeksi ini sangat jarang pada
manusia dan kebanyakan pada anak-anak.

11

2.5

Clonorchis Sinensis

Gambar 2.5 Clonorchis sinensis


1. Klasifikasi
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Family
Genus
Spesies

Gambar 2.6 Telur Clonorchis sinensis

: Animalia
: Platyhelminthes
: Trematoda
: Opisthorchiida
: Opisthorchiidae
: Clonorchis
: Clonorchis sinensis

2. Hospes dan Nama Penyakit


Hospes definitif
: Manusia, kucing, anjing, baruang kutub dan babi
Hospes perantara
: 1. Siput
2. Ikan air tawar
Nama penyakit
: Chlonorchiasis
3. Distribusi Geografik
Cacing ini ditemukan di Cina, Jepang, Korea, dan Vietnam. Penyakit yang
ditemukan di Indonesia bukan infeksi autokton.
4. Morfologi dan Siklus Hidup
Cacing dewasa hidup di saluran empedu, kadang-kadang ditemukan di saluran
pancreas. Clonorchis sinensis berukuran 10-20 mm berbentuk lanset, seperti daun dan
dalam keadaan hidup kelihatan bening. Permukaan badan licin, alat isap mulut jelas
lebih besar dari alat isap perut. Tanda-tanda khas terlihat pada tempat ovary dan
percabangan testis yang terletak di seperempat bagian ujung badan.
Telurnya kecil berwarna cokelat kuning mempunyai ukuran 20 mikron, bentuk
khas seperti kendi. Pada kutub atas terdapat suatu tutup kecil. Pertumbuhan larva
sudah dimulai dalam uterus. Telur yang dikeluarkan telah mengandung mirasidium.
Dengan aliran empedu telur terbawa masuk ke dalam usus dan keluar bersama tinja.
Pertumbuhan selanjutnya berlangsung dalam air, sebagian besar telur termakan oleh
12

keong genus Bulinus, Semisulcospira dan Parafossarulus. Dalam usus keong


keluarlah mirasidium dan tumbuh menjadi sporokista dan di dalamnya terbentuklah
radia. Serkaria keluaran dari keong dan bebas dalam air. Serkaria ini menembus kulit
hospes perantara kedua, ikan air tawar, genus Cifrinida. Dalam otot ikan serkaria
berubah menjadi metaserkaria. Metaserkaria ini ditemukan juga di bawah sisik dan
jaringan ikat subkutan. Hospes definitif seperti manusia terinfeksi karena memakan
daging ikan mentah. Dalam usus halus hospes definitif metaserkaria jadi bebas
tumbuh menjadi cacing muda dan secara aktif mengembara ke dalam saluran empedu
dan mencari daerah distal. Di situ ia menjadi dewasa. Sekitar 14 hari setelah infeksi
ditemukan telur pertama dalam tinja, biasanya lebih lama. Hal yang istimewa di sini
ialah lama hidup yang tidak biasa pada manusia, yaitu bisa mencapai 25 tahun.
Pada infeksi ringan tidak menimbulkan kerusakan yang berarti, namun infeksi
berat menyebabkan pelebaran saluran empedu dan penebalan dindingnya yang diikuti
dengan proliferasi hebat dari mukosa. Selanjutnya dapat menimbulkan kerusakan hati.
Jika penyakitnya akut, hati menjadi besar. Pada kerusakan yang lebih hebat juga
menimbulkan sirosis hati (pengerutan hati), asites, dan oedem. Kadang-kadang terjadi
juga kanker hati. Pada penyakit yang kronis menunjukkan symptom yang tidak
berkarakteristik di daerah saluran usus.
Pemindahan disebabkan karena memakan ikan mentah atau kurang matang
yang menjadi hospes perantara sebagai hospes definitif selain manusia juga babi,
anjing, terutama kucing. Mereka sering mengandung banyak cacing tanpa
menunjukkan gejala-gejala dan kerusakan serta mengeluarkan telur. Infeksi cacing
hati ini dihindarkan dengan memasak atau memanasi ikan atau sisanya.
5. Patologi dan Gejala Klinis
Sejak larva masuk di saluran empedu sampai menjadi dewasa, parasit ini dapat
menyebabkan iritasi saluran empedu dan penebalan dinding saluran. Selain itu dapat
terjadi perubahan jaringan hati berupa radang sel hati. Pada keadaan lebih lanjut dapat
timbul sirosis hati disertai asites dan edema.Luasnya organ yang mengalami
kerusakan bergantung pada jumlah cacing yang terdapat di saluran empedu dan
lamanya infeksi.
Gejala dapat dibagi menjadi 3 stadium. Pada stadium ringan tidak ditemukan
gejala. Stadium progresif ditandai dengan menurunnya napsu makan, perut terasa
penuh, diare, edema dan pembesaran hati. Pada stadium lanjut didapatkan sindrom
hipertensi portal yang terdiri atas pembesaran hati, ikterus, asites, edema, sirosis
hepatis. Kadang-kadang dapat menimbulkan keganasan hati.
13

6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur yang terbentuk khas dalam
tinja atau dalam cairan duodenum. Kadang-kadang diperlukan diagnosis imunologi.
7. Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan penelitian tinja atau cairan usus.
Telur-telur ini cukup banyak dan sering ditemukan karena ukurannya relative kecil.
Dianjurkan dilakukan metode konsentrasi menurut Teleman.

8. Pengobatan
Penyakit ini dapat diobati dengan prazikuantel. Praziquantel, lebih efektif, dan
lebih aman. Terdapat beberapa cara pengobatan yang cukup baik, yaitu dengan dosis
75 mg per kg berat badan dibagi dalam 3 dosis dengan waktu antara 4-6 jam; atau
dosis 14 mg per kilogram berat badan dibagi 3 dosis untuk 5 hari; atau dosis tunggal
40 mg per kg berat badan setelah makan. Pada kasus-kasus berat dengan komplikasi
ikterus obstruktiva, perlu dipikirkan cholecystectomy.
9. Kemoterapi
Kemoterapi dipakai Emetinhydrochlorid intra venous (iv), ResochinR per oral
dan preparat Antimon (seperti Neontimosan (FuadinR) intramuskuler).
10. Epidemiologi
Kebiasaan makan ikan yang diolah kurang matang merupakan faktor yang
penting dalam penyebaran penyakit. Selain itu cara pemeliharaan ikan dan cara
pembuangan tinja di kolam ikan penting dalam penyebaran penyakit.
Kegiatan pemberantasan lebih ditujukan untuk mencegah infeksi pada
manusia. Misalnya penyuluhan kesehatan agar orang makan ikan yang sudah dimasak
dengan baik serta pemakaian jamban yang tidak mencemari air sungai.
2.6

Opisthorchis Felineus

14

Gambar 2.7 Opisthorchis felineus


1. Klasifikasi
Kingdom
Filum
Kelas
Subkelas
Ordo
Subordo
Superfamili
Famili
Genus
Spesies

Gambar 2.8 Telur Opisthorchis felineus

: Animalia
: Platyhelminthes
: Trematoda
: Digenea
: Plagiorchiida
: Opisthorchiata
: Opisthorchioidea
: Opisthorchiidae
: Opisthorchis
: Opisthorchis felineus

2. Hospes dan Nama Penyakit


Hospes definitif

: Manusia, kucing, anjing

Hospes perantara

: 1. Siput air tawar (Bithynea iechi)


: 2. Ikan (Indus dan Tinca)

Nama penyakit

: Opistorkiasis

3. Penyebaran Geografik
Parsit ini ditemukan di Eropa Tengah, Selatan dan Timur, Asia : Jepang dan
Turki, Vietnam, dan India.
4. Morfologi dan Siklus Hidup
Cacing ini berukuran 8-12 mm, yang lain bersamaan dengan Clonorchis
sinensis. Perbedaanna ialah testis yang seperti sobekan kain (perca) yang juga terletak
di seperempat bagian badan belakang. Telur Opisthorchis lebih ramping (30 x 12
mikron) dan operculum yang lebih jelas dari telur Clonorchis.
Siklus hidup Oposthorchis felineus sama seperti Clonorchis sinensis. Cacing
dewasa juga hidup dalam saluran empedu, jarang ditemukan dalam pancreas. Prepaten
terletak antar 3 dan 4 minggu. Kerusakan karena infeksi cacing ini tergantung pada
beratnya infeksi. Beberapa (50-60) cacing umumnya tidak menimbulkan gejala, tapi
dapat juga menimbulkan pembesaran hati, pembengkakan saluran dan kandung
empedu. Pada infeksi kronis kadang-kadang menyebabkan karsinoma saluran empedu
dan pankreas.

15

5. Patologi dan Gejala Klinis


Kelainan yang ditimbulkan cacing ini sama dengan yang ditimbulkan C.
sinensis. Cacing dewasa akan merangsang terjadinya reaksi radang serta proliferasi
sel epitel saluran empedu. Perubahan ini dilanjutkan dengan dibentuknya jaringan
fibrosis. Pada infeksi berat, proses akan merembet ke bagian proksimal saluran
empedu, kandung empedu dan terjadi fibrosis periportal. Beratnya penyakit
tergantung dari jumlah cacing serta lama infeksi. Jumlah cacing 50-60 ekor,
menimbulkan gejala ringan; 1.000 ekor, menimbulkan gejala sedang berupa nyeri,
pembesaran hati serta bendungan pasif pada lien, disertai ikterus dan eosinofili local
pada dinding usus. Pada penyakit berat, cacing akan menyerbu pancreas dengan
disertai gangguan pencernaan makanan. Batu empedu dapat terbentuk sekeliling telur
cacing yang bertindak sebagai inti batu tersebut, disertai cholecystitis dengan kolik.
Timbul gejala penurunan nafsu makan, edema muka, dan ekstremitas disertai asites.
6. Diagnosis
Dasarnya dengan menemukan telur dalam tinja atau drainase duodenum.
7. Pengobatan
Praziquantel merupakan obat yang efektif dan aman diberikan dengan dosis
tunggal 40 mg per kg berat badan, setelah makan. Efek samping berupa nyeri
abdomen, mual, muntah diare, nyeri otot, nyeri kepala dan rash. Diberikan pencahar 4
jam setelah pemberian praziquantel dan akan mengeluarkan cacing bersama tinja
dalam 1-2 jam. Klorokuin, menyembuhkan gejala ringan, mengurangi jumlah cacing.
8. Epidemiologi
Infeksi cacing hati kucing ini pada manusia berhubungan erat dengan
kebiasaan makan, seperti makan ikan yang tidak dimasak. Nelayan yang suka makan
demikian sering terinfeksi. Kucing dan anjing terinfeksi karena memakan ikan segar
atau sisa-sisa buangan ikan. Hewan rumah dapat berperan sebagai pembawa parasit
ini.

16

2.7

Opisthorchis Viverrini

Gambar 2.9 Opisthorchis viverrini


1. Klasifikasi
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Family
Genus
Spesies

Gambar 2.10 Telur O. viverrini

: Animalia
: Platyhelminthes
: Trematoda
: Opisthorchiida
: Opisthorchiidae
: Opisthorchis
: Opisthorchis viverrini

2. Hospes dan Nama Penyakit


Hospes definitif selain manusia juga anjing, kucing, dan mamalia pemakan
ikan. Penyakit ini disebut opistorkiasis.
3. Distribusi Geografik
Tersebar di Asia Tenggara, Thailand sebagai daerah endemi.
4. Morfologi dan Daur Hidup
Mirip dengan O. felineus berbeda dalam ukuran yang lebih besar. Ukuran telur
cacing ini adalah 30 x 12 mikron.
5. Patologi dan Gejala Klinik
Infeksi terjadi dengan makan ikan mentah yang mengandung metaserkaria.
Cacing dalam jumlah sedikit tidak akan menimbulkan gejala, kadang-kadang timbul
gejala berupa diare, kurang nafsu makan, perut kembung, perasaan tidak enak di
epigastrium. Nyeri di kuasdran kanan atas dapat juga timbul disertai hepatomegali,
ikterus, suhu naik 38,5o C. Selanjutnya jika jumlah telur mencapai 10-50 butir pe mg
tinja, penyakit berat dan jika lebih dari 50 butir, penyakit sangat berat.

17

6. Diagnosis
Dasarnya dengan menemukan telur dalam tinja atau dari drainase duodenum.
7. Pengobatan
Cukup baik dengan pemberian obat klorokuin.

18

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
Trematoda merupakan cacing pipih yang berbentuk seperti daun, filum
PLATYHELMINTHES dan hidup sebagai parasit. Mereka dilengkapi dengan alat-alat
ekskresi, alat pencernaan, alat reproduksi jantan dan betina yang menjadi satu
(hermafrodit) kecuali pada Trematoda darah (Schistosoma). Mempunyai batil isap
kepala (mulut) di bagian anterior tubuh dan batil isap perut di bagian posterior tubuh
(asetabulum).
Pada umumnya bentuk badan cacing dewasa pipih dorsoventral dan simetri,
bilateral, tidak mempunyai rongga badan. Ukuran panjang cacing dewasa sangat
beranekaragam dari 1 mm sampai kurang lebih 75 mm. tanda khas lainnya adalah
terdapatnya dua buah batil isap, yaitu batil isap mulut dan batil isap perut. Beberapa
spesies mempunyai batil isap genital.
Spesias dari kelas trematoda hati ilah fasciola hepatica, Dicrocoelium
Dendriticum, Clonorchis Sinensis, Opisthorchis Felineus, dan Opisthorchis Viverrini.

3.2

Saran
Kepada pembaca agar sebaiknya isi dalam makalah ini yakni tentang parasit
yang tergolong pada kelas Trematoda agar tidak hanya dibaca tetapi juga di pahami,
agar nantinya isi makalah ini bisa di jadikan pengetahuan baru dan berguna bagi
kehidupan diri dan orang lain.

19

DAFTAR PUSTAKA
Irianto, Koes. 2009. Parasitologi Berbagai Penyakit yang Mempengaruhi Kesehatan
Manusia. CV. Yrama Widya, Bandung.
Irianto, Koes. 2013. Parasitologi Medis (Medical Parasitologi). Penerbit Alfabeta, Bandung.
Natadisastra, Djaenudin dr., Sp. ParK. dan Prof. Dr. Ridad Agoes, MPH. 2014. Parasitologi
Kedokteran Ditinjau dari Organ Tubuh yang Diserang. Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. 2000. Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga.
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. 2009. Parasitologi Kedokteran Edisi Keempat.
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai