Anda di halaman 1dari 15

Makalah

Dasar Biomedik II
Tentang
“TREMATODA (PARU)”

Disusun Oleh:
Ilfi Fauziah Effendy

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena Ridho-Nya
lah makalah tentang “Trematoda” ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih,
juga kami sampaikan kepada dosen pembimbing kami yang telah memberi
pengarahan yang baik kepada kami dalam menyusun makalah ini.

Dalam menyusun makalah ini, kami bermaksud untuk memaparkan


mengenai Trematoda secara khusus mengenai “Trematoda Paru” untuk
memenuhi tugas dari dosen pembimbing, sebagai salah satu syarat penilaian mata
kuliah “Dasar Biomedik II”. Harapan kami, makalah ini dapat bermanfaat dan
menambah pengetahuan pembaca mengenai materi yang kami bahas. Kritik dan
saran membangun juga sangat kami harapkan.

Alue peunyareng, April 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Cover

Daftar Pengantar.......................................................................................... ii

Daftar isi ...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................ 3

2.1 Trematoda ............................................................................................. 3


2.2 Morfologi Umum Trematoda ................................................................ 4
2.3 Trematoda Paru (parangonimus westermani) ....................................... 6

BAB III PENUTUP .................................................................................... 11

3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 11


3.2 Saran ...................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cacing dewasa yang termasuk Platyhelminthes mempunyai badan pipih,


tidak mempunyai rongga badan dan biasanya bersifat hemafrodit. Pltyhelminthes
dibagi menjadi kelas Trematoda (cacing daun) dan kelas Cestoda (cacing pita).
cacing Trematoda berbentuk daun, badannya tidak bersegmen, mempunyai alat
pencernaan. cacing cestoda mempunyai badan yang berbentuk pita dan teridiri
dari skoleks. leher dan badan (starbila) yang bersegmen (proglotid) ; makanan
diserap melalui kulit (kutikulum) badan.

Trematoda berasal dari bahasa yunani Trematodaes yang berarti punya


lobang, bentuk tubuh pipih dorso ventral sperti daun.Umumnya semua organ
tubuh tak punya ronggat tubuh dan mempunyai Sucker atau kait untuk menempel
pada parasit ini di luar atau di organ dalam induk semang. Saluran pencernaaan
mempunyai mulut, pharink,usus bercabang cabang. Tapi takpunyaanus. Sistem
eksretori bercabang cabang, mempunyai flame cell yaitu kantong eksretori yang
punya lubang lubang di posterior. Hermaprodit, kecuali famili Schistosomatidae.
Siklis hidup ada secara langsung (Monogenea) dan tak langsung (Digenea).

Trematoda atau cacing daun yang berparasit pada hewan dapat dibagi
menjadi tiga sub klas yaitu Monogenea, Aspidogastrea, dan Digenea. Pada hewan
jumlah jenis dan macam cacing daun ini jauh lebih besar dari pada yang terdapat
pada manusia, karena pada hewan sub-klas ini dapat dijumpai.

Cacing daun yang dikenali merupakan jenis cacing yang tergolong dalam
kelas Trematoda filum Platyhelmintes. Cacing daun ini bersifat parasit. Pada
umumnya cacing ini bersifat hermafrodit, kecuali cacing schistosoma. Spesies
yang menjadi parasit pada manusia merupakan golongan subkelas Dignea, yang
hidup sebagai endoparasit. Sebagian besar caciang trematoda ditemukan di benua
Asia dan Afrika, beberapa spesies yang ditemukan di Indonesia seperti

1
fasciolopsis buski di kalimantan, echinostoma di jawa dan sulawesi, heterophydae
di jakarta, schistoma japonicum di sulawesi tengah.

1.2 Pembahasan
1. Apa itu trematoda?
2. Apa morfologi umum trematoda
3. Apa itu trematoda paru?

1.3 Tujuan penulisan

Dengan adanya penulisan makalah berharap pembaca dapat mengetahui


tentanga cacing yang hidup di paru dan apa bahayanya bagi manusia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Trematoda

Trematoda berasal dari bahasa yunani Trematodaes yang berarti punya


lobang, bentuk tubuh pipih dorso ventral sperti daun.Umumnya semua organ
tubuh tak punya ronggat tubuh dan mempunyai Sucker atau kait untuk menempel
pada parasit ini di luar atau di organ dalam induk semang. Saluran pencernaaan
mempunyai mulut, pharink,usus bercabang cabang. Tapi takpunyaanus. Sistem
eksretori bercabang cabang, mempunyai flame cell yaitu kantong eksretori yang
punya lubang lubang di posterior. Hermaprodit, kecuali famili Schistosomatidae.
Siklis hidup ada secara langsung (Monogenea) dan tak langsung (Digenea).

Trematoda atau cacing daun yang berparasit pada hewan dapat dibagi
menjadi tiga sub klas yaitu Monogenea, Aspidogastrea, dan Digenea. Pada hewan
jumlah jenis dan macam cacing daun ini jauh lebih besar dari pada yang terdapat
pada manusia, karena pada hewan sub-klas ini dapat dijumpai.

Trematoda disebut sebagai cacing isap karena cacing ini memiliki alat
pengisap. Alat penghisap terdapat pada mulut di bagian anterior. Alat hisap
(Sucker) ini untuk menempel pada tubuh inangnya makanya disebut pula cacing
hisap.

Pasa saat menempel cacing ini mengisap makanan berupa jaringan atau
cairan tubuh inangnya. Dengan demikian maka Trematoda merupakan hewan
parasit karena merugikan dengan hidup di tubuh organisme hidupdan
mendapatkan makanan tersedia di tubuh inangnya. Trematoda dewasa pada
umumnya hidup di dalam hati,usus,paru-paru, ginjal, dan pembuluh darah
vertebrata, ternak, ikan, manusia Trematoda. Trematoda berlindung di dalam
inangnya dengan melapisi permukaan tubuhnya dengan kutikula permukaaan
tubuhnya tidak memiliki sila.

3
2.2 Morfologi umum Trematoda

Pada umumnya bentuk badan cacing dewasa pipih dorsoventral dan


simetri, bilateral, tidak mempunyai rongga badan. Ukuran panjang cacing dewasa
sangat beranekaragam dari 1 mm sampai kurang lebih 75 mm. tanda khas lainnya
adalah terdapatnya dua buah batil isap, yaitu batil isap mulut dan batil isap perut.
Beberapa spesies mempunyai batil isap genital. Saluran pencernaan menyerupai
huruf Y terbalik yang di mulai dengan mulut dan berakhir buntu pada sekum.
Pada umumnya trematoda tidak mempunyai alat pernapasan khusus, karena
hidupnya secara anaerob. Saluran ekskresi terdapat simetris bilateral dan berakhir
di bagian posterior. Susnan saraf di mulai dengan ganglion di bagian dorsal
esofagus, kemudian terdapat saraf yang memanjang di bagian dorsal, ventral dan
lateral badan. Cacing ini bersifat hermafrodit dengan alat reproduksi yang
kompleks.

Cacing dewasa hidup di dalam tubuh hospes definitif. Telur diletakan di


saluran hati, rongga usus, paru, pembuluh darah, atau di jaringan tempat cacing
hidup dan telur biasanya keluar bersama tinja, dahak atau urine. Pada umumnya

4
telur berisi sel telur, hanya pada beberapa spesies telur sudah mengandung
mirasidium (M) yang mempunyai bulu getar. Bila sudah mengandung mirasisium
telur,menetes di dalam air (telur matang). Pada spesies trematoda yang
mengeluarkan telur berisi sel telur, telur akan menjadi matang dalam waktu
kurang lebih 2-3 minggu. Pada beberapa spesies trematoda, telur matang menetes
bila ditelan keong (hospes perantara) dan keluarlah mirasidium yang masuk ke
dalam jaringan keong, atau telur dapat langsung menetas dan mirasidium
berengang di air, dalam waktu 24 jam mirasidium harus sudah menemukan keong
air agar dapat melanjutkan perkembangannya. Keong air di sini berfungsi sebagai
hospes perantara pertama (HP I). Dalam keong air tersebut mirasidium
berkembang menjadi sebuah kantung yang berisi embryo, disebut sporokista (S).
Sporokista ini dapat mengandung sporookista lain atau redia (R), bentuknya
berupa kantung yang sudah mempunyai mulut, faring dan sekum. Di dalam
sporokista II atau redia (R), larva berkembang menjadi serkaria (SK).

Perkembangan larva dalam hospes perantara I terjadi sebagai berikut :

M S R SK : Misalnya Clonorchis Sinensis

M S1 S2 SK : Misalnya Schistosoma

M S R1 R2 SK : Misalnya Trematoda lainnya

Serkaria kemudian keluar dari keong air dan mencari hospes perantara II
yang berupa ikan, tumbuh-tumbuhan air, katam, udang batu dan keong air lainnya,
atau dapat menginfeksi hospes definitif secara langsung seperti
pada Schistosoma. Dalam hospes perantara II serkaria berubah menjadi
metaserkaria yang berbentuk kista. Hospes definitif mendapat infeksi bila makan
hospes perantara II yang mengandung metaserkaria yang tidak dimasak dengan
baik. Infeksi cacing Schistosoma terjadi dengan cara serkaria menembus kulit
hospes definitif, yang kemudian berubah menjadi skistosomula, lalu berkembang
menjadi cacing dewasa dalam tubuh hospes.

5
2.3 Trematoda Paru (parangonimus westermani)
 Kingdom : Animalia
 Filum : Platyhelminthes
 Kelas : Trematoda Ordo :
 Plagiorchiida Famili : Troglotrematidae Genus :
 Paragonimus
 Spesies : Paragonimus westermani

Paragonimus westermani adalah salah satu trematoda paru-paru yang


bersifat hermaprodit yang dapat menimbulkan penyakit paragonimiasis. Bagian
tubuh yang paling utama diserang adalah bagian paru.

1. Nama lain paru: parangonimus westermani


Trematoda ini juga mempunyai nama lain yaitu:
 the lung fluke.
 Distoma westermani.
 Paragonimus ringeri
2. Trematoda ini habitatnya didalam paru dengan hospes:
 Hospes definitif : manusia, anjing, kucing.
 Hospes intermedier 1 : keong air tawar (Melania sp.)
 Hospes intermedier 2 : kepiting (Potamon sp., Paratelphusa sp.,
Sesarma sp.) udang air tawar (Astacus sp., Cambarus sp.)

3. Distribusi
Penyebaran geografis cacing ini di daerah Asia Timur, antara lain China,
Jepang, Korea, Taiwan, serta dapat juga ditemukan di Indonesia, Filipina,
Vietnam, India, Afrika, dan Amerika. Spesies-spesies lain dari genus
paragonimus antara lain : Paragonimus africanus (Afrika), Paragonimus
mexicanus (Meksiko dan Amerika Latin), Paragonimus uterobilateralis
(Nigeria), Paragonimus kellicotti (Jepang).

6
4. Morfologi

Ciri-ciri cacing dewasa :


 Cacing dewasa tebal berbentuk seperti biji kopi
 Berwarna coklat kemerahan
 Ukuran : panjang 7 – 12 mm, lebar 4 – 6 mm, dan ketebalan 3 mm
Oral sucker terletak subterminal, ventral sucker di bagian tengah
tubuh.
 Oral dan ventral sucker mempunyai ukuran yang sama besarnya.
 Testis dua buah berlekuk dalam saling berdampingan, terletak di ½
posterior badan
 Ovarium besar berlekuk dalam di sebelah lateral dari testis.
 Kelenjar vitelaria meluas di seluruh daerah lateral.
 Porus genitalis terletak di dekat tepi belakang ventral sucker telur
Paragonimus westermani

7
Ciri-ciri telur :
 Telur berbentuk oval
 Ukuran : panjang 80 – 120 μm dan lebar 50 – 60 μm
 Mempunyai operculum yang khas berdinding tebal
 Telur berisis sel-sel ovu, (belum matang).

5. Siklus hidup

Cacing dewasa hidup di jaringan paru-paru → bertelur kemudian telur akan


melalui bronkus dan keluar dengan dua cara → 1. dibatukkan bersama sputum
yang haemorrhagia, 2. jika sputum tertelan maka telur akan masuk ke dalam
saluran pencernaan dan akan keluar bersama tinja → telur yang belum
mengalami embrionisasi jika jatuh ke air akan matang (berisi mirasidium) →
dalam 3 – 4 minggu menetas dan keluar mirasidium → mirasidium masuk ke
hospes perantara 1 (Melania sp.) → berkembang menjadi sporokista → redia 1
→ redia 2 → cercaria → cercaria keluar kemudian masuk ke hospes perantara
2 → didalam insang hospes perantara 2 cercaria membungkuskan diri dalam
kista buat dan di sebut metaserkaria → metaserkaria dalam hospes perantara 2
tertelan manusia → mengalami enkistasi dalam usus halus → menerobos
dinding usus → menembus diafragma dan rongga pleura → menjadi dewasa

8
dalam paru-paru. Kadang-kadang dapat mengembara ke otak dan menjadi
dewasa di situ. Cacing ini dapat hidup selama 5 – 6 tahun. Morfologi
Paragonimus westermani

6. Patogenesis

Karena cacing dewasa berada dalam kista di paru, maka gejala dimulai
dengan adanya batuk kering yang lama kelamaan menjadi batuk parah.
Keadaan ini disebut dengan endemic hemoptysis, cacing dewasa dapat
pula berimigrasi kealat-alat lain dan menimbulkan abses pada alat tersebut
(antara lain hati, limpa, otak, otot, dinding usus)

7. Gejala Klinis Paragonimiasis


Penyakit akibat infeksi cacing ini dinamakan Paragonimiasis. Infeksi
cacing ini dapat memberikan gejala di paru-paru dan ektopik infeksi.
Gejala paru-paru :
 Berupa kerusakan jaringan
 Tampak juga infiltrasi sel jaringan
 Reaksi jaringan membentuk kapsul fibrotik (kista), di dalamnya
terdapat cacing dan juga telur, jika kista ini berada di brokus maka
oleh suatu hal dapat pecah. Gejala mula-mula batuk kering,
kemudian batuk darah.

9
Ektopik infeksi :

 Di otak → gejala cerebral (epilepsi)


 Di usus → abses dengan gejala diare
 Di jaringan otot → ulcerrosa
 Di hati, dinding usus, pulmo, otot, testis, otak, peritoneum, pleura
terdapat bentuk kista
8. Diagnosis
Diagnosa ditegakkan dengan menemukan telur pada pemeriksaan sputum,
aspirasi cairan pleura serta tinja.
9. Pencegahan dan pengobatan
Pencegahan :
 Tidak memakan kepiting yang belum di masak sampai matang
 Tidak buang air besar sembarangan terutama di lokasi perairan
Melakukan pengobatan pada penderita

Pengobatan :

Obat praziquantel, dengan dosis 25mg/kg/hari secara oral, tiga dosis per
hari selama 2 hari. Obat alternatifnya adalah Triclabendazole dengan dosis
10 mg/kg/hari, satu atau dua dosis perhari.

10
BAB III

PENUTUP\

3.1 Kesimpulan
1. Trematoda berasal dari bahasa yunani Trematodaes yang berarti punya
lobang, bentuk tubuh pipih dorso ventral sperti daun.
2. Trematoda disebut sebagai cacing isap karena cacing ini memiliki alat
pengisap. Alat penghisap terdapat pada mulut di bagian anterior. Alat
hisap (Sucker) ini untuk menempel pada tubuh inangnya makanya disebut
pula cacing hisap.
3. Paragonimus westermani adalah salah satu trematoda paru-paru yang
bersifat hermaprodit yang dapat menimbulkan penyakit paragonimiasis.
Bagian tubuh yang paling utama diserang adalah bagian paru.
3.2 Saran

Dengan adanya makalah ini pembaca dan penyusun makalah agar lebih
memperhatikan kebersihan agar terhindar dari penyakit khususnya penyakit yang
disebabkan oleh trematoda paru.

11
DAFTAR PUTAKA

Natadisastra D. Parasitologi Kedokteran : Ditinjau dari Organ Tubuh

yang Diserang. Natadisastra D, Agoes Ridad, editor. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC, 2009. 105p.

Buku Ajar Parasitologi Kedokteran edisi ke empat. Badan Penerbit FKUI. Jakarta:

2001. Editor: Inge Sutanto, Is suhariah Ismid, Puji K Sjarifuddin, Saleha

sungkar

Sumber : https://medlab.id/paragonimus-westermani/

12

Anda mungkin juga menyukai