Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH TENTANG

TREMATODA
DARAH

NAMA: MUAHMMAD RIDWAN


NIM: 17111024140006

JURUSAN S1 KESEHATAN LINGKUNGAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
KALIMANTAN TIMUR
PRIODE 2017/2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
dan rahmatNya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul
“TREMATODA DARAH” tepat pada waktunya. Adapun tujuan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas.

Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mengalami kesulitan, terutama


disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Kami telah
berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan kami. Namun sebagai
manusia biasa, kami tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan baik dari segi tekhnik
penulisan maupun tata bahasa. Tetapi walaupun demikian kami berusaha sebisa
mungkin menyelesaikan makalah ini meskipun tersusun sangat sederhana.

Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan para pembaca
pada umumnya. Sebagai seorang mahasiswa yang masih dalam proses
pembelajaran, penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif dan
membangun, guna penulisan makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan
datang.

Samarinda , 26 Maret 2018

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 2
DAFTAR ISI........................................................................Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 4
A. LATAR BELAKANG ........................................................................................... 4
B. TUJUAN ................................................................................................................ 4
C. MANFAAT ............................................................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 6
A. Schistosoma Joponicum......................................................................................... 6
B. Schistosoma mansoni ........................................................................................... 12
C. Schistosoma Haemotobium ................................................................................. 15
BAB III KESIMPULAN................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 20
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Skistosomiasis disebabkan oleh cacing golongan Trematoda yang
dikenal sebagai cacing darah (Blood Fluke), menyerang beberapa negara
sedang berkembang di Afrika, Amerika Selatan, Timur Tengah, Asia Timur
dan Tenggara termasuk Indonesia (PUTRALI et al., 1988).
Trematoda darah adalah salah satu trematoda yang habitanya di dalam
darah, trematoda darah merupakan trematoda yang termasuk golongan
anhermaprodit (organ genital terpisah). Spesies-spesies penting dan dapat
menimbulkan penyakit pada manusia adalah Schistosoma
japonicum, Schistosoma mansoni, dan Schistosoma haematobium. Ketiga
spesies tersebut mempunyai kemiripan pada lingkaran hidup dan perubahan-
perubahan patologis pada hospes, tetapi berbeda dalam morfologi cacing
dewasa, telur, larva, jenis keong sebagai hospes perantara dan tempat
hidupnya di dalam hospes definitif. Disamping ketiga spesies diatas, terdapat
pula spesies-spesies lain yang kebanyakan adalah parasit pada burung dan
tikus sawah antara lain: Schistosoma intercalatum, Schistosoma muttheri,
dan Schistosoma bovis yang dapat menimbulkan penyakit disebut cercarial
dematitis atau swimmer itch atau penyakit air bebek atau sawah itch. Pada
penyakit ini cercaria Schistosoma berbagai hewan dapat menembus kulit
manusia, tetapi tidak menjadi dewasa dan akan mati. Kelainan dengan gejala
gatal-gatal hanya terbatas pada kulit.
Jenis cacing yang menyerang hewan dan manusia adalah Schistosoma
haematobium, S. mansoni, S. japonicum, S. intercalatum dan S. mekongi.
Daerah penyebaran S. mansoni di Afrika adalah Mesir, Sudan, Libia, Uganda,
Tanzania, Mozambique, Rhodesia, Zambia, Congo, Senegal, Gambia,
Nigeria, Gabon, Togo, Ghana, Pantai Gading, Liberia dan Sierra Lione.
Sedangkan di Amerika Selatan ditemukan endemik di Venezuela, Brazil,
Suriname, Republik Dominika, Pueterico, Guadelope, St. Marten, St. Lucia,
St. Kitts dan Antiqua (BARRINGTON et al., 1979).
B. TUJUAN
Tujuan penyusunan makalah berjudul “Trematoda Parasit Darah
dan Jaringan ini adalah :
1. Untuk mengetahui klasifikasi Trematoda Darah
2. Untuk mengetahui hospes dan nama penyakit yang ditimbulkan oleh
Trematoda Darah
3. Untuk mengetahui morfologi Trematoda Darah
4. Untuk mengetahui distribusi geografik Trematoda Darah
5. Untuk mengetahui epidemiologi Trematoda Darah
6. Untuk mengetahui patologi dan gejala klinis yang ditimbulkan oleh
Trematoda Darah
7. Untuk menngetahui diagnosis yang harus dilakukan dalam penanganan
Trematoda Darah
8. Untuk mengetahui pencegahan yang harus dilakukan agar tidak terjangkit
penyakit yang disebabakan oleh Trematoda Darah
C. MANFAAT
Makalah ini dibuat agar harapannya dapat digunakan sebagai
mengidentifikasi trematoda darah. Selain itu juga kita dapat mengidentifikasi
dan mengklasifikasi lain. Serta mendambah pengetahuan tentang trematoda
dara (S. Joponicum, S. mansoni, S. Haematobium).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Schistosoma Joponicum
1. Klasifikasi
Kelas : Trematoda
Subkelas : Digenea
Ordo : Strigeidida
Genus : Schistosoma
Spesies : Schistosoma joponicum
2. Hospos dan nama penyakit
Hospes dan nama penyakit Hospes utama pada Schistosoma
joponicum ini adalah manusia dan beberapa jenis hewan seperti tikus, babi
hutan, sapi dan anjing hutan. Hospes perantara dari cacing ini adalah keong
air. Habitat keong air yang berada di danau, ladang, dan sawah yang tidak
terpakai lagi, parit diantara sawah dan didaerah hutan perbatasan bukit
serta didaerah dataran rendah. Manusia merupakan hospes definitive dari
Schistosoma joponicum sedangkan babi, anjing, sapi, kucing dan rodensia
merupakan hospes reservoir. Hospes ini memerlukan hospes perantara
seperti siput air tawar. Parasite ini menyebabkan penyakit yaitu Oriental
schistomiasis, Schistosomiasi japonica dan penyakit Katayama atau
demam keong.
3. Morfologi
Cacing dewasa menyerupai Schistosoma mansoni dan Schistosoma
haemotobium. Namun pada Schistosoma joponicum tidak memiliki
integumentary tuberculation.
Cacing jantan memiliki panjang 12-20 mm, diameter 0,5-0,55 mm,
integument ditutupi dengan duri-duri yang sangat halus dan lancip, lebih
menonjol pada daerah batil isap dan kanalis ginekoporik, memiliki 6-8
buah testis.
Cacing betina memilik panjang ± 26mm dan dengan diameter ±
0,3mm. letak ovarium yaitu pada pertengahan tubuh, kelenjar vitellaria
terbatas didaerah lateral ¼ bagian posterior tubuh. Uterus merupakan
saluran yang panjang dan berisi 50-100 butir telur.
Gambar 1. Morfologi Schistosoma joponicum
Telurnya memiliki lapisan hialin, subsperis atau oval jika dilihat dari
lateral, dekat salah satu kutub terdapat daerah melekuk tempat tumbuh
semacam duri rudimenter (tombol); berukuran (70-100) x (50-65) m. telur
cacing ini diletakkan dengan memusatkan pada vena kecil pada
submukosa maupun mukosa organ yang berdekatan. Tempat telur
Schistosoma joponicum biasa ada percabangan vena mesenterika superior
yang mengalirkan darah dari usus halus.
Telur-telur jenis Schistosoma joponicum lebih besar dan lebih bulat
dibanding dengan jenis lainnya, berukuran 70-100 mm dan lebarnya 55-64
mm. Kerangka di telur Shistosoma joponicum lebih kecil dan kurang
mencolok jika dibandingkan dengan spesies lainnya.

Gambar 2. Telur Schistosoma joponicum


4. Distribusi geografi
Cacing Schistosoma joponicum ditemukan di Asia terutama di Cina,
Filipina, Jepang. Sedangkan di Indonesia dapat ditemukan di beberapa
lembah yang terisolasi di Sulawesi Tengah.
5. Epidemologi
Schistosoma joponicum merupakan salah satu dari trematoda darah
pada manusia yang ditemukan di daerah Cina yang mana merupakan
penyebab Schistomiasis japonica yang merupakan salah satu penyakit
yang terutama terjadi didaerah danau dan rawa. Schistomiasis merupakan
infeksi yang disebabkan oleh cacing Schistosoma sp. Schistosoma
joponium memiliki sifat yang paling menular diantara spesies
Schistosoma lainnya. Infeksi oleh cacing Schistosoma diikuti demam
Katayama akut. Penyakit ini sangat endemik didaerah Katayama, Jepang.

Gambar 4. Epidemologi Schistosoma joponicum


Apabila tidak diobati, maka penyakit ini akan berkembang menjadi
penyakit kronis yang ditandai dengan penyakit hepatosclemic dan
perkembangan fisik yang terganggu. Tingkat keparahan dari Schistosoma
joponicum muncul dalam 60% dari semua peyakit syaraf karena migrasi
telur ke otak.
Strain bersifat geographical. Di Indonesia, khususnya di pulau
Sulawesi, dengan keadaan endemik tinggi terdapat didaerah danau Lundu.
Pada tahun 1971, dari pemeriksaan tinja didapatkan infeksi schistosoma
joponicum sebanyak 53% dari 126 penduduk pada usia antara 7-70 tahun.
6. Patologi dan gejala kelinik
Setelah parasit memasuki tubuh inang dan memproduksi telur, parasit
menggunakan system kekebalan inang (granuloma) untuk transportasi
telur ke dalam usus. Telur merangsang pembentukan granuloma disekitar
mereka. Granuloma yang terdiri dari sel motil membawa telur kedalam
lumen usus. Ketika didalam lumen, sel granuloma meninggalkan telur
untuk dibuang dalam feses. Sayangnya sekitar 2/3 dari telur tidak
dikeluarkan, sebaliknya mereka berkembang diusus. Hal ini dapat
menyebabkan terjadinya fibrosis. Pada kasus yang kronis, Schistosoma
joponicum merupakan pathogen dari sebagian besar spesies schistosoma
yang menghasilkan 3000 telur per hari diamana jumlah telur yang
dikeluarkan ini sepuluh kali lebih besar dari schistosoma mansoni.
7. Diagnosis
Identifikasi telur dalam feses atau urin merupakan metode yang paling
praktis untuk diagnosis. Pemeriksaan feses harus dilakukan ketika orang
tersebut dicurigai terinfeksi Schistosoma mansoni ataupun Shistosoma
joponicum dan pemeriksaan urin dilakukan bila ada kecurigaan terinfeki
Schistosoma haemotobium. Feses dapat mengandung telur dari semua
spesies Schistosoma.
Pemeriksaan dapat dilakukan pada pap sederhana (pap untuk 1 sampai
2 mg feses). Telur dapat ditularkan dalam jumlah yag sangat kecil. Dimana
pendeteksian akan ditingkatkan dengan pemeriksaan ulang atau
melakukan prosedur konsentrasi (seperti formalin – teknik etil asetat).
Selain itu, untuk melakukan survei dilapangan, volume pengeluaran telur
dapat diukur dengan metode Kato-Katz yang mana memerlukan 20-50 mg
feses. Telur dapat ditemukan dalam urin yang terinfeksi Schistosoma
haemotobium (waktu yang disarankan untuk pengumpulan urin yaitu pada
waktu siang hari maupun sore hari). Selain itu, diperlukan adanya tindakan
setrifugasi untuk melakukan pemeriksaan sedimen.
Ukuran telur Schistosoma yang kecil, memerlukan adanya diagnosa
teknik. Dimana sebagian besar diperlukan untuk menguji Schistomiasis
kronis tanpa telur.
Tes dengan metode ELISA dapat juga dilakukan untuk menguji
antibodi spesifik untuk Schistosoma. Hasil positif menunjukkan infeksi
saat ini atau terakhir (dalam dua tahun terakhir). Pemeriksaan
ultrasonografi (USG) dapat dilakukan untuk menilai sejauh mana
morbiditas hati dan limfa terkait.
8. Pencegahan
Kontrol infeksi Schistosoma joponicum memerlukan beberapa upaya
pencegahan penting yang terdiri dari pendidikan, menghilangkan penyakit
dari orang yang terinfeksi, pengendalian vektor dan memberikan vaksin
pelindung.
Pendidikan dapat menjadi cara yang sangat efektif, tetapi sulit dengan
kurangnya sumber daya. Dilakukan juga untuk meminta orang untuk
mengubah kebiasaan, tradisi dan prilaku dapat menjadi tugas yang sulit.
Kotoran manusia harus dibuang secara hieginis. Kotoran manusia
didalam air bila dibertemu dengan hospes intermediet berupa siput
Oncomelania merupakan penyebab utama untuk kelangsungan hidup
cacing Schistosoma. Maka sisa kotoran manusia tidak boleh digunakan
untuk nightsoiling (pemupukan tanaman dengan kotoran manusia). Untuk
menghindari infeksi, individu harus menghindari kontak dengan air yang
terkontaminasi oleh kotoran manusia maupun hewan.
Sesaat sebelum masuk kedaerah air yang berpotensi terinfeksi, salep
Cercaricial dapat dioleskan pada kulit. Barrier krim dengan basis
dimenthicone disarankan untuk perlindungan tinggi selama minimal 48
jam.
B. Schistosoma mansoni
1. klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Platyhelminthes
Kelas : Trematoda
Subkelas : Digenea
Ordo : Strigeidida
Genus : Schistosoma
Spesies : Schistosoma mansoni
2. Hospes dan nama penyakit
Hospes definitifnya adalah manusia, sedangkan hospes reservoirnya
adalah kera, Baboon dan hewan pengerat. Hospes perantaranya adalah
keong air tawar genus Biomphalaria sp. dan Australorbis sp. Habitat
cacing ini adalah vena kolon dan rectum. Pada manusia cacing ini dapat
menyebabkan Skistosomiasis usus, Disentri mansoni dan Skistosomiasis
mansoni.
3. Morfologi
Bentuk cacing dewasa seperti Schistosoma haematobium, tetapi
ukurannya lebih kecil. Cacing betina panjangnya 1.7 – 7.2 mm. Kelenjar
vitelaria meluas ke pinggir pertengahan tubuh. Ovariumnya di anterior
pertengahan tubuh, uterus pendek berisi 1 – 4 butir telur. Cacing jantan
panjangnya 6.4 – 12 mm, gemuk dengan bagian ventral terdapat
ginaekoforalis, testes 6– 9 buah dan kulit terdiri dari duri-duri kasar. Telur
berbentuk lonjong, berwarna coklat kekuning-kuningan, dinding hyalin,
berukuran 114 - 175 x 45 – 64 mikron. Pada satu sisi dekat ujung terdapat
duri agak panjang, telur berisi mirasidium.
Gambar 5. Morfologi dan telur Schistosoma mansoni

4. Distribusi geografi
Parasit Schistosoma mansoni ditemukan di banyak Negara di Afrika,
Amerika Selatan (Brasil, Suriname dan Venezuela), Karibia (termasuk
Puerto Rico, St Lucia, Guadeloupe, Martinique, Republik Dominika,
Antigua dan Montserat) dan di bagian Timur Tengah.
5. Epidemologi
Parasit Schistosoma mansoni ditemukan di banyak Negara di Afrika,
Amerika Selatan (Brasil, Suriname dan Venezuela), Karibia (termasuk
Puerto Rico, St Lucia, Guadeloupe, Martinique, Republik Dominika,
Antigua dan Montserat) dan di bagian Timur Tengah. Host definitifnya
adalah manusia, sedangkan hospes reservoirnya adalah kera Baboon dan
hewan pengerat. Hospes perantaranya adalah keong air tawar
genus Biomphalaria sp. dan Australorbis sp. Habitat cacing ini adalah
vena kolon dan rektum.Pada manusia cacing ini dapat menyebabkan
Skistosomiasis usus, Disentri mansoni dan Skistosomiasis mansoni.
6. Patologi dan gejala klinis

Patologi yang berhubungan dengan infeksi dengan Schistosma mansoni dapat


dibagi menjadi dua bidang utama, yaitu schistosomiasis akut dan kronis.
Schistomiasis biasa disebut sebagai demam katayama.
Hal ini terkait dengan timbulnya parasite betina bertelur (sekitar 5 minggu
setelah infeksi), dan pembentukan granuloma sekitar telur terdapat di hati
dan dinding usus ,menyerupai hepatosplenomegali dan leukositosis
dengan eosinofilia, mual, sakit Kepala, batuk, dalam kasus yang ekstrim
diare disertai dengan darah, lendir dan bahan nekrotik. Gejala kronis akan
tampak beberapa tahun setelah infeksi. Gejalanya seperti peradangan pada
hati dan jarang ditemukan di organ lain (paru-paru).
7. Diagonesis

Gambar 7. Schistosoma mansoni dalam kolon


Diagnosis dapat ditentukan dengan menemukan telur didalam tinja.
Beberapa cara untuk dilakukan seperti sediaan hapus langsung dari tinja
(metode Kato) maupun dengan cara sedimentasi (0,5 % gliserin dalam air).
Bila dalam tinja tidak ditemukan telur diagnosis dapat dilakukan dengan
tes serologi, sedangkan untuk menemukan telur yang masih segar dalam
hati dan usus dapat dilakukan dengan teknik digesti jaringan.
8. Pencegahan
Pengendalian Schistosomiasis, dengan mengontrol setiap organisme yang
memungkinkan untuk menularkan cacing. Hal ini bertujuan untuk
mencegah infeksi baru, biasanya oleh gangguan siklus hidup parasit.
Pencegahan dan pengendalian dapat dicapai dengan sejumlah metode
seperti berusaha untuk menghilangkan hospes perantara, penghapusan
parasit dari hospes definitif, pencegahan infeksi pada inang definitif
dan pencegahan infeksi pada hospes perantara.
C. Schistosoma Haemotobium
1. Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Platyhelminthes
Kelas : Trematoda
Subkelas : Digenea
Ordo : Strigeidida
Genus : Schistosoma
Spesies : Schistosoma haematobium
2. Hospes dan nama penyakit
Hospes definitif dari cacing ini adalah manusia, kera dan baboon.
Hospes perantaranya adalah keong air tawar bergenus Bulinus sp, Physopsis sp,
dan Biomphalaria sp. Penyakit yang disebabkan oleh cacing ini adalah
skistosomiasis vesikalis, hematuriskistosoma, bilharziasis urinarius.
Cacing ini tidak ditemukan di Indonesia.
3. Morfologi
Cacing dewasa jantan gemuk berukuran 10-15 x 0,8-1 mm. Ditutupi
integumen tuberkulasi kecil, memiliki dua batil isap berotot, yang ventral
lebih besar. Di sebelah belakang batil isap ventral, melipat ke arah ventral
sampai ekstremitas kaudal, membentuk kanalis ginekoporik. Di belakang
batil isap ventral terdapat 4-5 buah testis besar. Porus genitalis tepat di
bawah batil isap ventral. Cacing betina panjang silindris, ukuran 20x0,25
mm. Batil isap kecil, ovarium terletak posterior dari pertengahan tubuh.
Uterus panjang, sekitar 20-30 telur berkembang pada saat dalam uterus.
Kerusakan dinding pembuluh darah oleh telur mungkin disebabkan oleh
tekanan dalam venule, tertusuk oleh duri telur dan mungkin karena zat lisis
yang keluar melalui pori kulit telur sehingga telur dapat merusak dan
menembus dinding pembuluh darah.
Gambar 8. Morfologi Schistosoma haemotobium
4. Distribusi geografi
Distribusi Schistosoma haematobium ini sebagian besar diSub-Sahara, di
lembah Sungai Nil, Afrika, Negara utara lainnya, dandi Timur Tengah.

Gambar 9. Distribusi geografi Schistosoma haemotobium


5. Epidemologi
Schistosoma haematobium ini merupakan trematoda darah vesicalis yang
dapat menimbulkan schistomiasis vescicalis, schitosomoasis haematobia,
vesical atau urinary bilharziasis, schitosomal hematuria. Infeksi
Schistosoma haematobium sering terjadi dilembah hulu Sungai Nil, meliputi
bagian besar Afrika termasuk kepulauan di pantai Timur Afrika, ujung
Selatan Eropa, Asia Barat dan India.
6. Patologi dan gejala klinis

Setelah kontak dengan kulit manusia, serkaria masuk kedalam


pembuluh darah kulit. Lebih kurang 5 hari setelah infeksi, cacing muda
mulai menjangkau vena portae dan hati. Kira-kira tiga minggu setelah
infeksi pematangan cacing dimulai sejak keluarnya dari vena portae.
Setelah infeksi 10-12 minggu, cacing betina mulai meletakan telur pada
venule. Efek pathogen terdiri atas:
 Reaksi lokal dan umum terhadap metabolit cacing yang sedang
tumbuh dan matang.
 Trauma dengan perdarahan akibat telur keluar dari venule.
 Pembentukan pseudoabses dan pseudotuberkel mengelilingi telur
terbatas pada jaringan perivaskuler.
Penyakit ini seringkali tidak memperlihatkan tanda-tanda awal. Di
beberapa tempat tanda-tanda umum yang sering terliha tadalah adanya
darah di dalam air kencing atau kotoran. Pada wanita, tanda ini bisa juga
disebabkan oleh adanya luka pada alat kelaminnya. Di daerah di mana
penyakit ini banyak terjadi, orangyang memperlihatkan sekedar gejala-
gejala yang tidak parah atau hanya sekedar sakit perut saja, patut diperiksa.
7. Diagonesis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur di dalam tinja atau
jaringan biopsi hati dan biopsi rektum. Reaksi serologi dapat dipakai untuk
membantu menegakkan diagnosis. Reaksi serologi dapat dipakai adalah
COPT (Circumoval precipitin test), IHT (Indirect Haemagglutation test),
CFT (Complement fixationtest), FAT (Fluorescent antibody test) dan
ELISA (Enzyme linkedimmuno sorbent assay).
8. Pencegahan
Penyakit cacing dalam darah tidak ditularkan secara langsung dari
satu ke orang lain. Sebagian hidup cacing harus dihabiskan dengan hidup
di dalam keong air jenis tertentu. Program masyarakat dapat diadakan
untuk membasmi keong-keong tersebut pada lingkungan pemukiman agar
mencegah penularan penyakit cacing pada manusia.

Cara menghindari penyebab penyakit ini antara lain:


 Menghindari kencing atau buang air besar di dalam air atau dekat
sumber air.
 Hindari berenang di dalam air kotor.
 Gunakan perlindungan kaki saat memasuki air, misalnya
menggunakan seoatu boot.
BAB III KESIMPULAN
Tremadota darah terdiri dari Schistosoma japonicum, Schistosoma
mansoni, dan Schistosoma haematobium. Sedangkantrematoda jaringan
terdiri dari Paragonimus westermani (trematoda paru), Clonorchis sinensis,
Opisthorchis felineus, danFasciola hepatica (trematoda hati).
Hampir semua spesies dari trematoda darah dan jaringanmempunyai
hospes definitif manusia, tetapi pada cacing Fasciolahepatica lebih sering
ditemukan pada hewan daripada manusia. Sedangkan secara umum hospes
perantara I adalah keong air, kecuali pada Fasciola hepatica yang selain keong
menggunakantumbuhan air.
Untuk semua cacing pencegahan dan pengendalian yang palingsderhana
yaitu dengan menjaga kebersihan terutama pada saatbuang air besar dan
memasak tumbuhan air, keong, maupun ikandengan benar yaitu dengan cara
dimasak sampai matang.
DAFTAR PUSTAKA
Brown Harrold W. Dasar Parasitologi Klinis: Jakarta. PT Gremedia; 1983 Craig
and Faust’s. Clinical Parasitology. Eighth Edition. LEA & FEBIGER. Philadelphia.
1970
Hardidjaja Pinardi MPH & TM. Penuntun Laboratorium Parasitologi Kedokteran.
FKUI. Jakarta. Cetak ulang 1994.
Jeffry dan Leach. Atlas Helmintologi dan Parasitologi Kedokteran. Edisi 2. EGC;
1983
Lynnes S Garcia David A Bruckner. Alih Bahasa Dr. Robby Makimian Ms.
Diagnostic Parasitologi Kedokteran: EGC; 1996
Onggowaluyo Jangkung Samidjo. Parasitologi medic 1 (Helmintologi): Pendekatan
aspek Identifikasi, diagnose, dan klinis / Jangkung Samidjo Onggowaluyo. Jakarta.
EGC. 2001
Srisasi Gandahusada, Herry D, Wita Pribadi. Parasitologi Kedokteran. Edisi ketiga:
Jakarta. FKUI; 2004
Soedarto. Helmintologi Kedokteran. Cetakan 2 :Jakarta. EGC; 1995
Soejoto dan Soebari. Parasitologi Medik Jilid 3 Protozoologi dan Helmintologi:
Solo. EGC; 1996
Sutanto I, Is Suhariah I, Pudji K Sjarifuddin, Saleha S. Parasitolongi Kedokteran.
Edisi ke 4. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2008
Yamaguchi, Tomio. Alih Bahasa Lesmana Padma sutra, R makimian, Monika
Jukiani Y. Atlas Berwarna Parasitologi Klinik. EGC; 1992

Anda mungkin juga menyukai