Anda di halaman 1dari 77

DR. KARTINI HASBALLAH, MS., APT.

BAGIAN FARMAKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS SYIAH KUALA
Malaria
 Malaria (protozoan disease) :
 Biasanya ditularkan melalui gigitan nyamuk betina
Anopheline yang telah terinfeksi
 Menurut WHO (2008):
-Di seluruh dunia ada 250-300 juta kasus dan 1 juta
mati karena malaria per tahun
-Endemik di lebih dari 100 negara
Plasmodia
Ada 4 spesies parasit malaria:
1. P. falciparum
 Menyeb malaria tertiana ganas  Jenis malaria yg
plg berbahaya pd manusia
 Menyerang eritrosit bbg usia  Parasitemia parah
 Isolasi eritrosit terinfeksi ke sistem mikrovaskular
perifer, hipoglikemia, hemolisis dan syok
Plasmodia
2. P. vivax
 Menyeb malaria tetiana ringan
 Menyeb serangan klinis ringan
 Eritrosit yg terinfeksi tidak terisolir di sistem
mikrovaskular perifer
 Tingkat kematian rendah
 Relaps
Plasmodia
3. P. ovale
 Infeksi malaria yg jarang dijumpai
 Infeksi lebih ringan dan lebih mudah diobati dp
P. vivax
 Relaps = P. vivax
Plasmodia
4. P. malariae
 Menyeb malaria kuartana
 Infeksi yg umum terjadi di daerah tropis yg
terlokalisir
 Serangan klinis dpt terjadi bertahun-tahun ttp
lebih jarang dp P. vivax
Siklus Hidup Parasit Malaria
Tanda-tanda Klinik
 Tergantung pada spesies parasit dan status imun
dari pasien
 Malaria falciparum akutfatal/resiko tinggi terutama
anak2 <5 thn, wanita hamil dan individu2 nonimun
 Komplikasi:malaria serebral, hipoglikema, pulmonary
edema, gagal ginjal akut, hemolisis intravaskular
 Infeksi kronik : splenomegali dan anemia
 Bayi yang lahir di daerah holoendemik, imun
terhadap malaria selama beberapa bulan transfer
antibodi secara pasif dari ibu lewat plasenta
Antimalaria
 Targetnya tergantung fase dari siklus hidup parasit
malaria
 Siklus hidup parasit malaria:
 Sporozoit
 Skizon dalam hepatosit  merozoit
 Hipnozoit (P. vivax dan P. ovale)  relapse
 Skizon dalam sel darah merah (RBC)  merozoit
 Gametosit  nyamuk betina Anopheline
 Penghancuran RBC dan pelepasan ‘waste products’
dari parasit  menggigil dan demam
Antimalaria
 Tergantung spesies dari parasit dan tahap
perkembangannya (parasit yang resisten, strain dari
spesies yang sama pada daerah yang berbeda)
 Metabolisme obat (enzim sitokrom P-450)
 Keseimbangan antara efek yang merugikan dan efek
yang bermanfaat
 Imunitas penjamu (host). Orang yang hidup di
daerah transmissi tinggi  derajat imunitas lebih
tinggi
Antimalaria
 Skizontosid jaringan (tissue schizontocides): mempunyai
aksi terhadap bentuk2 ekso-RBC
 Skizontosid darah (blood schizontocides) yang
menyerang parasit dalam RBC
 Gametositosid: menghancurkan bentuk-bentuk seksual
dari parasit  mencegah transmissi
 Hipnozoitosid  antirelapse
 Sporontosid -/- perkembangan fase sporogonik dari
pembawa gametosit pada nyamuk  mencegah
transmissi
Antimalaria
 Protektif (profilaktik)
 Suppressif profilaksis
 Kausal profilaksis
 Kuratif (terapeutik)
 Pencegahan transmissi
Obat utk kausal profilaksis
 Obat ini bekerja pd bentuk2 plasmodium primer-
jaringan di dlm liver  mencegah infeksi ke tahap
eritrositik
Proguanil
Primakuin
Obat utk mencegah relaps
 Obat ini bekerja pd bentuk laten-jaringan dari P.
vivax dan P. ovale yg tetap tinggal dlm jaringan
liver setelah pelepasan merozoit ke dlm sirkulasi
 Bentuk laten-jaringan  berkembangbiak 
masuk sirkulasi  Serangan/kekambuhan malaria
(dlm wkt ber-bulan2 atau ber-tahun2).
Klorokuin: Tahap eritrositik
Primakuin: Mencegah relaps
Skizontosid darah utk pengobatan klinis
dan supresif
 Obat ini bekerja pd tahap aseksual eritrositik 
mencegah skizogoni eritrositik  Pengobatan klinis
 Obat ini digunakan utk terapi kontinu  Parasit
keluar dari tubuh  Pengobatan Supresif
 Obat ini terbagi 2 kelompok:
Skizontosid darah kerja cepat: Klorokuin, kuinin,
dan derivatnya kuinidin, meflokuin serta
atovakuon dan artemisinin
Skizontosid darah kerja lambat: Senyawa antifolat
antimalaria dan antibiotik
Gametosid
 Obat ini bekerja thd bentuk seksual eritrositik
plasmodium  Mencegah trasmissi malaria ke
nyamuk
 Klorokuin dan kuinin: Gametosid thd P. vivax, P. ovale
dan P. malariae
 Primakuin: Gametosid thd P. falciparum
Sporontosid
 Obat ini menghentikan transmisi malaria dg
mencegah atau menghambat pembentukan
ookista dan sporozoit malaria pd nyamuk yg
terinfeksi
Klorokuin
Obat-obat Antimalaria
 4-Aminokuinolin
Klorokuin dan amodiakuin :
• Aktif terhadap skizon dalam RBC
 Terkonsentrasi pada lisosom parasit yang mencerna
Hb
 Menghambat polimerisasi toksik hemin -/- hemozoin
• Gametositosid terhadap P. vivax, P. malariae,
P. ovale tetapi tidak terhadap P. falciparum
Klorokuin & Amodiakuin
 Digunakan untuk kuratif karena aksinya yang cepat
dan supressif profilaksis
 Cepat diabsorpsi (p. oral), konsentrasi terapeutik
dalam darah dicapai dalam waktu 2-3 jam
 Diekskresi 50% dalam bentuk tidak berubah dan
dieliminasi lambat (lewat ginjal)
 Dimetabolisme 50% dalam liver, umumnya dengan
oksidasi via sitokrom P-450
 Efek samping: mual, muntah, sakit kepala,
penglihatan kabur, hipotensi dan gatal-gatal
 Relatif aman digunakan pada wanita hamil
 Amodiakuin: aktif terhadap klorokuin resisten strain
falciparum; metabolit kuinonimin hepatotoksik &
agranulositosis
Arilaminoalkohol
1. Kuinolin metanol:
a)kuinin
b)kuinidin
 Alkaloid diekstraksi dari kulit batang pohon kina
 Obat pilihan untuk malaria (severe & complicated)
 Diberikan dalam bentuk infus
 Kuinin relatif aman untuk wanita hamil
 Efek samping ringan: tinnitus, hearing loss, mual,
penglihatan kabur dan hipoglikemia
Arilaminoalkohol
c)Meflokuin:
• Sama dg kuinin; “longacting blood schizontocide” efektif
thd multi-drug-resistant P. falciparum ; digunakan untuk
suppressif profilaksis. Bentuk sediaan: tablet
 Efek samping: mual, muntah, kolik abdominal, bradikardi
sinus, aritmia sinus, hipotensi postural. Jarang: psikosis akut,
konvulsi. Dpt menyebabkan abnormalitas janin pd kehamilan
trimester I

2. Fenantren metanol (halofantrin)


• Aktif terhadap multiresistant P. falciparum
Bioavailabilitas oral kecil tetapi dapat ditingkatkan dengan
pemberian makanan yang mengandung lemak
 Efek samping (reversibel): mual, nyeri abdomen, diare.
Jarang: aritmia ventrikular
Antifolat
 Antifolat tipe 1 (berkompetisi dg enzim dihidropteroat
sintetase):
a. Sulfonamid: Sulfadoksin, sulfalen dan kotrimoksazol
b. Sulfon: Dapson
 Antifolat tipe 2 (menghambat dihidrofolat reduktase):
a. Biguanid: Proguanil dan klorproguanil
b. Diaminopiridin: Pirimetamin
Tipe 1 & 2 : menghambat perkembangan parasit 
kausal profilaksis; sporontosid
Campuran tipe 1 & 2: untuk klorokuin-resistant
P. falciparum
Antifolat
 Sulfadoksin
 Half life : 120-200 jam
 Kurang efektif melawan P. vivax dibandingkan dengan
P. falciparum
 Kombinasi dengan pirimetamin (20 : 1)  sinergis
 Efek samping kombinasi: vaskulitis sistemik, sindrom
Stevens-Johnson, nekrosis epidermal pada pasien
yang hipersensitif terhadap sulfonamid
 Tidak dianjurkan pada kehamilan, selama laktasi, bayi
 kernikterus
 Sulfalen
• Half life : 65 jam
• Sering digunakan dlm kombinasi dengan pirimetamin
Antifolat
Kotrimoksazol (trimetoprim & sulfametoksazol)
-antibakterial kombinasi dengan aktivitas antimalaria
Dapson
-Half life : 25 jam
-Terutama digunakan dalam kombinasi dengan
pirimetamin sebagai kemoprofilaktik
Antifolat
 Proguanil & klorproguanil
• Half life : 11-20 jam
 Metabolisme dalam hati (enzim sitokrom P-450)
metabolit aktif sikloguanil & klorsikloguanil  penghambat
kuat terhadap dihidrofolat reduktase
 Efektif terhadap bentuk ekso-RBC dalam hati; mempunyai
efek sporontosidal terhadap P. falciparum
 Karena aman, proguanil 200 mg/hari dikombinasi dengan
klorokuin 300 mg/minggu  kausal profilaksis; dapat
digunakan pada kehamilan
 Pirimetamin
• Half life : 95 jam
 Digunakan dalam bentuk kombinasi dengan sulfonamid dan
sulfon untuk kuratif & profilaksis
8-Aminokuinolin
Primakuin
 Aktif terhadap gametosit terutama P. falciparum
(30-45 mg single dose)
 Aktif terhadap hipnozoit (antirelaps) terhadap P.
vivax & P. ovale (15 mg/hari selama 14 hari, terapi
radikal)
 Efek samping: hemolisis intravaskular pada orang
dengan defisiensi enzim G6PD
 Menembus plasenta & ASI (tidak digunakan
selama kehamilan & masa laktasi)
Tafenokuin
Antibiotika
 Tetrasiklin, doksisiklin, klindamisin : aktif pada tahap
RBC  penghambat sintesis protein ribosom
 Tetrasiklin : sebagai tambahan dengan kuinin untuk
multi-drug-resistant P. falciparum ; tidak digunakan
pada kehamilan, masa laktasi, anak < 8 thn
 Doksisiklin : sebagai suppresif profilaksis pada area
meflokuin resistance seperti di Thailand, Cambodia
tetapi mempunyai efek fotosensitif pada beberapa
individu
 Klindamisin: derivat sintetik dari linkomisin; efektif
terhadap malaria falciparum tanpa komplikasi;
digunakan dalam kombinasi dengan kuinin
Artemisinin & Derivatnya
Artemisinin (quinghaosu)
 Lakton seskuiterpen: diektraksi dari herba Artemisia
annua (sweet wormwood)
 Di Cina digunakan sebagai antipiretik
 Senyawa peroksida (trioksan) aktif sebagai
antimalaria
 Digunakan per oral dan suppositoria
Derivatnya: Artemeter, artesunat & dihidro-
artemisinin (metabolitnya)
 Dosis tinggi pada hewan  central nervous toxicity
Artemisinin & Derivatnya
 Artemeter i.m dan Artesunat per oral & i.v: aktif
terhadap blood schizontocides termasuk multi-
resistant P. falciparum dan malaria serebral
 Kombinasi artesunat tablet dan meflokuin : efektif
untuk multiresistant P. falciparum dari pada masing-
masing artesunat atau meflokuin
 Artemisinin dan derivatnya mempunyai efek
gametositogenesis  ↓ transmissi
Obat Antimalaria Baru
 Kombinasi Artemeter & Lumefantrin (Co Artem)
 Kombinasi Atovakuon (hidroksinaftokuinon) dan
Proguanil
 Kombinasi Klorproguanil dan Dapson
 Pironaridin
 Struktur mirip amodiakuin tetapi mekanisme kerjanya
berbeda
 Bentuk sediaan per oral efektif terhadap multi-
resistant P. falciparum
 Efek samping: sakit kepala, pusing, gangguan GI
Infeksi Cacing (Helmintiasis)
Infeksi cacing menimpa lebih dari 2 milyar
manusia di seluruh dunia dg prevalensi tertinggi di
daerah tropis.
Manusia adalah host utama untuk kebanyakan
infeksi cacing. Kebanyakan cacing-cacing
berkembangbiak secara seksual pada host
manusia dg menghasilkan telur-telur, larvae dan
bila keluar dari tubuh akan menginfeksi host yang
berikutnya.
Dapat terjadi infeksi simultan oleh lebih dari 1
jenis cacing
Infeksi Cacing (Helmintiasis)
Dapat terjadi infeksi simultan oleh lebih dari 1
jenis cacing
Berat ringannya penyakit ini tergantung pada:
Jumlah cacing
Lokasi parasit
Status gizi penderita
Infeksi Cacing (Helmintiasis)
Ada 2 jenis infeksi cacing yang penting secara klinik:
1. Cacing yang hidup di dalam saluran pencernaan host.
 Cestoda (cacing pita): Taenia saginata, T. solium,
Hymenolepis nana, Diphyllobothrium latum.
 Nematoda (cacing gelang usus): Ascaris lumbricoides ,
Enterobius vermicularis, Trichuris trichiura, Strongyloides
stercoralis, Necator americanus, Ankylostoma duodenale.
2. Cacing yang hidup di dalam jaringan (tissue) host.
 Trematoda (Flukes): Schistosoma haematobium, S.
mansoni, S. japonicum
 Cacing gelang jaringan (tissue): Trichenella spiralis,
Dracunculus medinensis dan filariae, yaitu: Wuchereria
bancrofti, Loa loa, Onchocerca volvulus dan Brugia malayi.
Antelmintik
Antelmintik adalah senyawa yang digunakan untuk
pengobatan berbagai jenis parasit cacing.
Antelmintik adalah obat yg bekerja secara lokal utk
mengeluarkan cacing dari saluran cerna atau bekerja
secara sistemik utk membasmi cacing yg menyerang
organ dan jaringan
Antelmintik
Antelmintik yang ideal:
Efektif dan aman
Lebih disukai pemberian secara oral dengan
dosis tunggal
Stabil pada keadaan tertentu dalam waktu yang
cukup lama
Mudah didapat dan murah
Antelmintik
Mekanisme kerja :
 Menyebabkan nekrosis, paralisis atau kematian cacing
(levamisol, pirantel pamoat, dietilkarbamazin)
 Efek iritasi dan merusak jaringan cacing
(heksilresorsinol)
 Menghambat polimerisasi mikrotubulus dengan
mengikat β-tubulin parasit dengan afinitas yang lebih
tinggi dari pada dengan protein mammalia (turunan
benzimidazol, mebendazol)
Antelmintik
Mekanisme kerja (Lanjutan):
 Pada konsentrasi rendah: Menyebabkan peningkatan
aktivitas otot, diikuti dengan kontraksi dan paralisis
spastik; Pada konsentrasi lebih tinggi: Menyebabkan
kerusakan tegumen parasit (prazikuantel)
 Mempengaruhi metabolisme cacing (niklosamid,
niridazol, prazikuantel)
 Penghambat biosintesis asam nukleat (klorokuin,
kuinakrin)
Obat-obat Antelmintik
Benzimidazol (mebendazol, albendazol, tiabendazol)
Mekanisme kerja:
Menghambat polimerasi mikrotubulus dg mengikat
tubulina parasit
Menghambat fumarat reduktase mitokondria,
menurunkan transport gula dan pelepasan fosforilasi
oksidatif parasit
Mebendazol dan albendazol bersifat ovisidal
Obat-obat Antelmintik
Benzimidazol
Mekanisme kerja (Lanjutan):
Mebendazol: askariasis, enterobiasis, cacing tambang,
trikuriasis, dan kapilaria filipinensis
Albendazol: askariasis, enterobiasis, cacing tambang,
trikuriasis, kista hidatid,
neurosistiserkosis,ekinokokosis
Tiabendazol: kutaneus larva migran, infeksi S.
sterkoralis
Resistensi terjadi krn penurunan ikatan dg tubulina
Benzimidazol
Farmakokinetik:
 Mebendazol: absorpsinya tidak baik, konsentrasi plasma
rendah, 95% berikatan dg protein, metabolisme di
empedu dan sedikit ditemukan di urin
 Albendazol: absorpsinya lebih baik dp mebendazol,
meningkat bila ada makanan, metabolitnya albendazol
sulfoksida yg memp aktivitas antelmintik kuat. t½: 4-5
jam dan 70% berikatan dg protein plasma
 Tiabendazol: absorpsinya cepat, Cp: 1 jam, ekskresi dlm
wkt 24 jam
Benzimidazol
Efek samping obat:
 Gangguan saluran cerna: mual, muntah dan anoreksia
 Albendazol: leukopenia
 Tiabendazol: gang. di SSP (mental), hepatotoksis, kolelitiasis
 Mebendazol: Nyeri abdomen, distensi, diare, reaksi alergi

Kontraindikasi:
 Reaksi alergi, wanita hamil, anak <2 thn (mebendazol)

Interaksi obat:
 Glukokortikoid dan prazikuantel dpt meningkatkan kadar
obat2 tsb di dlm plasma
Benzimidazol
Sediaan dan dosis:
Mebendazol:
 Enterebiosis: dosis tunggal 100 mg, diulangi 2 minggu kmd
 Askaris, trikuris, cacing tambang: 2x100 mg (pagi & malam)
selama 3 hari
Albendazol:
 Askaris, trikuris, cacing tambang, enterobiosis: dosis tunggal
400 mg
 Kista hidatid: 2x400 mg selama 28 hari
 Neurosistiserkosis: 2x400 slm 3-28 hr tgt jumlah & lokasi kista
Tiabendazol: tersedia dlm btk topikal
Dietilkarbamazin
 Derivat piperazin, obat lini pertama utk terapi filariasis
limfatik, dan eosinofilia paru (filariasis: W. bancrofti, B.
malayi, B. timori, O. vovulus)
 Obat pilihan utk loiasis (L. loa)
 Tdk berasa, berbau, larut dlm air dan stabil pd kead panas
 Mekanisme kerja: blm pasti, mgk mengganggu
metabolisme asam arakidonat parasit
Dietilkarbamazin
Farmakokinetik:
 Absorpsi cepat di sal. cerna, Cp: 1-2 jam, t½: 2-8 jam tgt
pH urin
 >50% diekskresi dlm btk utuh di urin dan akan menurun
bila urin bersifat basa
 Alkalinisasi urin: kadar obat dlm plasma meningkat dan
wkt paruh lbh panjang
 Penderita gang. ginjal & urin alkalin: dosis hrs diturunkan
Dietilkarbamazin
Efek samping obat:
 Anoreksia, mual, muntah, dan sakit kepala
 Reaksi lokal: limadenitis, abses, ulserasi dan reaksi sistemik:
demam, sakit kepala dan lesu
 Loiasis berat: perdarahan retina, ensefalitis berat
 Onkoserkiasis: Reaksi Manzotti (limadenitis, gatal, kulit
kemerahan, takikardi dan sakit kepala)

Sediaan dan dosis:


Infeksi W. bancrofti, B. malayi, B. timori
Dewasa: Hr 1: 50 mg, hr ke 2: 3x50 mg, hr ke 3: 3x100 mg, hr ke 4-
21: 3x2 mg/kg BB/hr
Anak2: Hr 1: 25-50 mg, hr ke 2: 3x 25-50 mg, hr ke 3: 3x 50-100
mg, hr ke 4-21: 3x2 mg/kg BB/hr
Ivermektin
Mekanisme kerja:
 Obat ini bekerja pd glutamate-gated Cl channel: “paralisis
tonik” imobilisasi
 Dpt menurunkan mikrofilaria di kulit dan mata dlm wkt
6-12 bulan
 Efektif utk larva dan memblok perkemb mikrofilaria dari
uterus cacing betina dewasa
 Efektif utk onkoserkiasis, filariasis limfatik, infeksi
nematoda intestinal dan kutaneus larva migran
Ivermektin
Farmakokinetik:
 Cp: 4-5 jam, t½: 57 jam tgt pH urin, bersihan sistemis
rendah dan volume distribusi besar
 93% berikatan dg protein plasma
 Oleh CYP3A4, obat ini diubah menjadi metabolit berupa
demitilat dan hidroksilat
 Ditemukan dlm btk utuh dan metabolit dlm urin

Efek samping obat:


 Reaksi Manzotti ringan berupa gatal & bengkak
 Pembesaran nodus limfatikus (5-35% kasus) yg hilang
bila diberi aspirin dan antihistamin
Ivermektin
Kontraindikasi:
 Wanita hamil dan anak <5 tahun
 Penderita meningitis, infeksi gabungan dg loiasis berat

Sediaan dan dosis:


 Onkoserkiasis: dewasa dan anak >5thn: dosis tunggal
150 μg/kg BB setiap 6 atau 12 bulan
 Filariasis limfatik: dewasa dan anak >5thn: dosis
tunggal 200-400 μg/kg BB/tahun + Albendazol 400
mg/tahun
 Infeksi nematoda: dewasa dan anak >5thn: dosis
tunggal 100-150 μg/kg BB
Piperazin
Mrpk siklik amin sekunder, efektif utk askariasis (A.
lumbricoides) dan enterobiasis (E. vermikularis)
Mekanisme kerja:
 Obat ini bekerja pd reseptor GABA agonis yg
menimbulkan paralisis flaksid otot cacing dan
dikeluarkan dari tubuh dg gerakan peristaltik
 Dpt menyebabkan hiperpolarisasi dan eksitabilitas otot
cacing
Farmakokinetik:
 Absorpsi di usus kecil cepat, Cp: 2-4 jam
 ± 20% obat tsb diekskresi melalui urin dlm btk utuh
Piperazin
Efek samping obat:
 Iritasi sal. cerna, gang. neurologik semntara & reaksi
urtikaria
 Dosis letal: konvulsi dan depresi

Kontraindikasi:
 Penderita gang. ginjal dan memp riwayat kejang
(epilepsi)

Interaksi obat:
 Tdk boleh diberi: bersm pirantel pamoat (antagonis);
bersm klorpromazin (menimbulkan kejang)
Piperazin
Sediaan dan dosis:
 Askariasis: sbg alternatif mebendazol & pirantel
pamoat, dewasa dan anak2: dosis tunggal 75
mg/kg BB/hr (maks 3,5 g) slm 2 hr berturut-turut
 Enterobiasis: dewasa dan anak: dosis tunggal
harian: 65 mg/kg BB (maks 2,5 g) slm 7 hr, hrs
diulangi dg interval 1 minggu
Prazikuantel
 Infeksi oleh cestoda (T. saginata & T. solium)
dan trematoda (S. mansoni)

Farmakokinetik:
 Absorpsinya baik, Cp: 1-2 jam, t½: 0,8-3 jam, 80%
berikatan dg protein plasma
 Mengalami metabolisme lintas pertama dan
menghasilkan metabolit inaktif
 ± 70% metabolit ditemukan dlm urin
Prazikuantel
Efek samping obat:
 Langsung: nyeri perut, mual, sakit kepala, dan
mengantuk (bbrp jam dalam 1 hari)
 Tdk langsung: demam, gatal, urtikaria, mialgia dan
atralgia

Interaksi obat:
 Simetidin (antagonis)
 Bila diberi bersm karbamazepin, fenitoin,
fenobarbital dan deksametason: menurunkan
bioavailabilitas
Prazikuantel
Sediaan dan dosis:
 Skistosomiasis: dewasa dan anak >4 tahun: dosis
tunggal 40 mg/kg BB atau dg dosis terbagi 3x20
mg/kg BB dg interval 4-6 jam
 Taniasis: dosis oral tunggal 40mg/kg BB atau 3x
20 mg/kg BB efektif untuk menurunkan telur;
dosis oral tunggal 20 mg/kg efektif terhadap
cestoda dewasa
 Btk sediaan : tablet 600 mg
Pirantel Pamoat
 Infeksi cacing gelang, cacing kremi dan cacing
tambang (paralisis spastik cacing)

Mekanisme kerja:
 Menghambat depolarisasi neuromuskular shg
menyebabkan aktivasi persisten reseptor nikotinik
asetilkolin dan menghasilkan paralisis spastik
 Menghambat kolinesterase
 Pirantel efektif thd cacing gelang, enterobiasis
(alternatif dari mebendazol) dan cacing tambang,
sedangkan oksantel hanya utk trikuris (T. trichiura)
Pirantel Pamoat
Farmakokinetik:
 Absorpsi di sal. cerna jelek dan tidak sempurna
 Obat ini sebag besar diekskresikan melalui tinja

Efek samping obat:


 Gang. sal. cerna berupa anoreksia, mual, muntah, sakit kepala,
kulit kemerahan serta demam.
 Dpt terjadi peningkatan SGOT utk sementara

Kontraindikasi:
 Wanita hamil dan anak <2 tahun
 Hati2 pada penderita gang. Hati
Pirantel Pamoat
Interaksi obat:
 Tdk boleh diberi bersm piperazin (antagonis)

Sediaan dan dosis:


 Askariasis dan enterobiasis: dewasa dan anak >2 tahun:
dosis tunggal 11 mg/kg BB (maks 1 g)
 A. duodenale dan N. americanus : dewasa dan anak >2
tahun: dosis tunggal 11 mg/kg BB (maks 1 g), tetapi utk
infeksi yg berat diberikan selama 3 hari berturut-turut
 Bentuk sediaan : tablet 125, 250 mg, sirup 25 mg/mL, 50
mg/mL
Niklosamid
 Mrpk suatu salisilamid berhalogen yg digunakan utk taniasis
 Sbg alternatif prazikuantel

Oksamnikuin
 Mrpk suatu derivat 2-aminometiltetrahidrokuinolin sbg
alternatif utk terapi skistosomiasis (hanya utk S. mansoni)
 Mekanisme kerja blm dik, diduga menyebabkan paralisis otot
dg mempengaruhi pengikatan DNA
 Efek samping obat berupa sakit kepala, muntah, diare dan
nyeri perut
 Dpt terjadi perubahan warna urin menjadi oranye
 Kontraidikasi pada wanita hamil
Infeksi protozoa ptg lainnya
Amebiasis:
 E. histolitica (infeksi 10%, patogen) dan E. dispar
(infeksi 90% non-patogen)
 Menjangkiti ± 50 juta penduduk dunia dan kematian pd
100 ribu org/tahun
 Terjd pd masyarakat sosio-ekonomi rendah dg higiene
sanitasi buruk
 Penularan melalui makanan/minuman yg tercemar kista
ameba
Infeksi protozoa ptg lainnya
Amebiasis:
 Kista ameba msk lambung tropozoit

 Tropozoit Usus kolitis akut/kronis (disentri ameba)


Hati abses hati
Amebisid
Amebiasis intestinal:
 Diloksanid furoat
 Iodokuinol
 Paromomisin
Amebiasis sistemik:
 Disentri ameba berat: Dehidroemetin
 Abses hati: Dehidroemetin atau klorokuin
Amebiasis intestinal dan sistemik (campuran):
 Metronidazol dan paromomisin atau tetrasiklin
Giardiasis
G. lambia (protozoa berflagela)
Penularan melalui makanan/minuman yg tercemar
kista
Kista tertelan tropozoit motil duodenum
Dpt terjadi diare epidemik (tanpa perdarahan) selama
≥ 2 minggu
Dpt terjadi malabsorpsi krn jml lemak dlm feses
berlebihan shg BB ↓
Giardiasis
Pemeriksaan Lab pd spesimen tinja : ditemukan
kista dan atau tropozoit

Terapi
 Tinidazolsingle dose
 Metronidazol selama 5 hari

 Furazolidon Syr utk anak2

 Paromomisin: utk wanita hamil


Trikomoniasis
T. vaginalis (protozoa berflagela)
>200 juta org di seluruh dunia terinfeksi/tahun
Terdpt di sal urogenital manusia (vaginitis pd wanita,
uretritis pd pria)
Penularan melalui kontak seksual
Di dlm sekret terdpt btk tropozoit
Terapi: Metronidazol dosis tunggal
 Tinidazol
Sbg alternatif: parommisin per vaginam
Toksoplasmosis
 Infeksi zoonosis oleh protozoa intrasel dr T. gondii
Host alami: hewan mamalia spt kucing
Rute penularan: 1)makan daging hewan krg matang yg
mgd kista jaringan 2)makan sayur yg tercemar tanah yg
mgd ookista 3)kontak dg feses kucing yg mgd ookista
4)infeksi pd ibu lewat plasenta fetus
Dpt terjadi ensefalitis toksoplasmik kematian
Terapi: Antifolat pirimetamin dan sulfadiazin atau
klindamisin atau spiramisin dan trimetreksat, atovakuon
Spiramisin utk ibu hamil selama 20 minggu I u/mencegah
toksoplasmosis bawaan
Klorokuin
 Sifat farmakologi dpt dilihat pd bag malaria
 Digunakan sbg amebisida sistemik (amebiasis hati)
bila pengobatan dg metronidazol tidak berhasil atau
kontraindikasi
 Terapi utk amebiasis ekstraintestinal pd manusia dg
toksisitas yg lgs thd tropozoit E. histolytica dan
konsentrasi yg tg di dlm hati
 Obat ini kurang efektif thd amebiasis intestinal krn
obat ini hampir seluruhnya diabsorpsi dr usus kecil
dan hanya dlm konsentrasi yg rendah di dinding usus
Klorokuin
 Infeksi kolon oleh E. histolytica selalu  amebiasis
ekstraintestinal shg obat utk amebiasis intestinal +
klorokuin utk amebiasis hati  ↓ kekambuhan
 Dosis klorokuin fosfat:
Amebiasis ekstraintestinal utk org dws: 1 g sehari selama
2 hari, dilanjutkan dg 500 mg sehari slama 2-3 minggu
Diloksanid Furoat
 Scr in vitro memp aktivitas amebisida (0,01 – 0,1 μg/ml)
> poten dp emetin
 Farmakokinetik: Pemberian p.oral terhidrolisis
Diloksanid + Asam furoat di lumen/mukosa usus dan
diloksanid msk sirkulasi sistemik. Cp: 1-6 jam. Stlh 6 jam
muncul dlm urin dan dlm wkt 48 jam, 60-90% diekskresi
ke dlm urin dlm btk glukoronida + 4-9% dlm feses.
 Penggunaan: Efektif utk pasien dg tropozoit + kista
asimtomatik atau amebiasis intestinal simtomatik tanoa
disentri
Diloksanid Furoat
 Penggunaan:
 Efektif utk pasien dg tropozoit + kista asimtomatik atau
amebiasis intestinal simtomatik tanpa disentri
 Amebiasis ekstraintestinal dan invasif: Diloksanid furoat
+ amebisida sistemik atau amebisida campuran
 Dosis p.oral utk org dws: 500 mg 3 x sehari selama 10
hari, bila perlu dpt diteruskan s.d 20 hari
 Efek samping: kembung, mual, muntah, diare, pruritus,
dan kadang2 urtikaria
Emetin dan Dehidroemetin
 Alkaloid dr ipekak, sbg amebisida intestinal dan
ekstraintestinal invasif
 Kedua obat ini lebih toksik dp metronidazol,
sebaiknya tidak digunakan kecuali jika metronidazol
tidak efektif atau kontraindikasi
Metronidazol
 Scr klinis efektif utk trikomoniasis, amebiasis dan
giardiasis.
 Pemberian p.oral memp aktivitas trikomonasida thd
semen dan urin dan efektif pd wanita dan pria
 Memp aktivitas antibakteri thd semua kokus anaerob,
basil gram-negatif anaerob, basil gram-positif pembtk
spora anaerob, bakteri anaerob obligat (Bacterioides
Sp, Clostridium dan Helicobacter)
Metronidazol
 Farmakokinetik:
 Tersedia utk penggunaan p.oral, intravena, topikal dan
intravagina.
 Pemberian dosis tunggal 500 mg p.o: Cp: 8-13 μg/ml
dlm 0,25-4 jam; t½: 8 jam; <20% terikat pd protein
plasma; terdistribusi dg baik ke bbg jaringan dan cairan
tubuh termsk cairan serebrospinal, termsk sekresi vagina,
cairan semen, air liur, ASI, kecuali ke plasenta;
Metabolisme oksidatif berlgs di hati, dpt diinduksi oleh
fenobarbital, prednison, rifampisin, etanol dan dihambat
oleh simetidin. Eliminasi ke dlm urin.

Metronidazol
 Penggunaan:
 Trikomonasida: Dosis oral 2 g tunggal utk wanita atau
pria atau dosis 250-375 mg 2 x sehari selama 7 hari,
bila blm sembuh dpt dilanjutkan s.d 4-6 minggu. Scr
lokal dpt diberikan gel topikal (0,75% metronidazol)
atau supositoria vagina 500-1000 mg.
 Amebisida intestinal dan abses hati: dosis 500-750 mg
p.o 3 x sehari selama 10 hari. Utk anak2: 35-50 mg/kg
BB terbagi dlm 3 dosisselama 10 hari. Stlh
metronidazol + amebisida lumen spt diloksanid furoat
Metronidazol
 Utk terapi giardiasis: dosis utk dws p.o 250 mg 3 x
sehari selama 5 hari; utk anak2 15 mg/kg BB 3 x sehari
selama 5 hari
 Efek samping: sakit kepala, mual, mulut kering, dan
berasa logam di mulut, kadang2 muntah, diare dan
gangguan abdomen
 Interaksi obat:
 Dg disulfiram kebingungan dan kead psikotik
 Simetidin menghambat metabolisme metronidazol
 Metronidazol+Kumarin memperpanjang wkt
protrombin
Daftar Pustaka
 Abbas, A.K, Lichman A.H & Pillai, S. 2012. Cellular and
Molecular Immunology. 7th Ed. Philadelphia, USA: Elsevier-
Saunders.
 Clark, I.A, Budd, A.C, Alleva, L.M & Cowden, W.B. 2006.
Human Malarial Disease: A Consequences of Inflammatory
Cytokine Release. Malaria Journal, 5:85, 1-32.
 Goodman & Gilman: Manual Farmakologi dan Terapi. 2011.
Brunton L. L. et al., (Eds.), Alih bahasa, Sukandar E.Y. et al.,
Manurung J. et al (Editor bahasa Indonesia), Jakarta: EGC.
 Katzung, B.G. 2012. Farmakologi Dasar & Klinik, Alih bahasa,
Aryandhito W.N et al., Windriya K.N et al., (Editor bahasa
Indonesia), Ed. 10, Jakarta: EGC.
Daftar Pustaka
 Souza, J.B.D & Riley, E.M. 2002. Cerebral Malaria: The
Contribution of Studies In Animal Models To Our
Understanding of Immunopathogenesis. Microbes and
Infection, 4, 292-300.

Anda mungkin juga menyukai