PERBANDINGAN BIOAVAILABILITAS
SKRIPSI
Oleh :
Clara Jeviana Sri Widyarini
NIM : 038114007
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERBANDINGAN BIOAVAILABILITAS
SKRIPSI
Oleh :
Clara Jeviana Sri Widyarini
NIM : 038114007
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Jika kita tidak dibimbing oleh Roh Allah, kita bekerja hanya demi kesia-siaan belaka,
tanpa makna, terasa hambar apapun yang kita kerjakan…
My Jesus Christ.....
Terima kasih Tuhan atas penyertaan-Mu,
Kau selalu menguatkanku saat ku lemah,
Kau selalu mencukupkan kebutuhanku saat ku kekurangan,
Kau selalu mengangkatku saat kujatuh....
Kakakku tersayang
Almamaterku….
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PRAKATA
Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas berkat
yang selalu diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini
dimaksudkan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana farmasi dari
Selama proses pembuatan dan penyelesaian skripsi ini, penulis telah banyak
mendapatkan bantuan baik materi maupun dorongan dari berbagai pihak. Oleh sebab
kepada penulis.
2. Ibu Rita Suhadi, M. Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
3. Bapak Drs. Mulyono, Apt., selaku dosen pembimbing I dan penguji yang
5. Ibu C. M. Ratna Rini Nastiti, S. Si., Apt., selaku penguji yang memberikan
6. Bapak Yosef Wijoyo, M.Si., Apt., yang telah memberikan saran-saran yang
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
melakukan penelitian.
9. Kakakku Ardiatmoko yang selalu memberi motivasi agar penulis tidak patah
10. Untuk Vincilia “Yeyen” Indriyani atas segala kerja sama, pengetahuan, dan
11. Kepada teman-teman Farmasi 2003 USD yang telah berjuang bersama,
terutama kepada Arnie, Marga, Vita, Mita, Nanda, Raya, Eta, Ria, Galuh,
12. Untuk Surya, Angga, Galih, Fanny dan Essy atas kebersamaan kita selama
13. Untuk Alfons, Dewi, Erlisa, Teddy, dan teman-teman KKN (Abit, Mas
Bayu, Titin, Jane, Ratna, Iis, Vicky, “Nyak” Alfonsa, dan Nani).
14. Dan untuk kawan-kawanku, Acay, Dhamet, Indra, Eci, Rinto, Punto, Poke,
Beny, Bowo, Angga “Too-cool” serta semua teman dari SMU Pangudi
Luhur Van Lith Muntilan gen. X, terima kasih untuk dukungan dan
dorongannya.
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Kepada seluruh pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu
per satu, penulis dengan tulus mengucapkan terima kasih. Penulis sangat menyadari
bahwa skripsi ini belum sempurna, maka kritikan dan saran atas skripsi ini
merupakan sesuatu yang berharga bagi penulis dan bagi perkembangan pengetahuan
Penulis
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI
Obat yang beredar di pasaran dapat dibagi menjadi obat generik dan obat
merk dagang. Kedua jenis obat tersebut harus terjamin keamanan dan khasiatnya.
Dalam penelitian ini, dilakukan perbandingan antara obat merk dagang dan obat
generik dengan pendekatan farmakokinetika. Penelitian ini bertujuan untuk
membandingkan bioavailabilitas obat merk dagang dan obat generik pada kelinci
putih jantan.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan
eksperimental silang. Sampel yang digunakan adalah tablet parasetamol (generik),
tablet Pyrexin®, dan tablet Progesic® yang diberikan kepada kelinci putih jantan
dengan desain cross over. Metode yang digunakan untuk menetapkan kadar
parasetamol adalah metode Chafetz et al. (1971) yang telah dimodifikasi.
Hasil yang diperoleh diolah menjadi parameter bioavailabilitas
menggunakan program STRIPE (Johnston and Woolard, 1983, yang telah
dimodifikasi oleh Jung), kemudian dianalisis statistik dengan metode ANOVA taraf
kepercayaan 90%. Hasil penelitian ini adalah nilai AUC(0-inf) (μg.menit/ml) tablet
parasetamol generik : 21029,077 + 3336,122; tablet Pyrexin® : 16666,110 +
1456,821; dan tablet Progesic® : 33823,687 + 5640,811. Nilai Cmax (μg/ml) tablet
parasetamol generik : 179,743 + 21,631; tablet Pyrexin® : 116,717 + 10,018; dan
tablet Progesic® : 236,037 + 15,762. Nilai tmax (menit) tablet parasetamol generik :
24,733 + 1,943; tablet Pyrexin® : 46,433 + 3,353; dan tablet Progesic® : 33,600 +
3,637. Jadi dapat disimpulkan bahwa bioavailabilitas tablet parasetamol (generik),
tablet Pyrexin®, dan tablet Progesic® tidak sama.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
1. Permasalahan ........................................................................................ 2
2. Keaslian Penelitian.................................................................................. 2
3. Manfaat ................................................................................................. 3
B. Tujuan ......................................................................................................... 3
1. Tujuan Umum ....................................................................................... 3
2. Tujuan Khusus ...................................................................................... 3
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
C. Farmakokinetika ......................................................................................... 23
1. Definisi .................................................................................................. 23
2. Strategi Penelitian Farmakokinetika ..................................................... 25
D. Nasib Obat di Dalam Tubuh ....................................................................... 27
1. Absorpsi ................................................................................................ 27
2. Distribusi ............................................................................................... 29
3. Biotransformasi ..................................................................................... 29
4. Ekskresi ................................................................................................. 30
E. Dasar-Dasar Perhitungan Farmakokinetika ................................................ 31
1. Model Kompartemen ............................................................................ 31
2. Parameter Farmakokinetika .................................................................. 32
F. Darah ........................................................................................................... 36
1. Plasma Darah ........................................................................................ 36
2. Denaturasi Protein Plasma .................................................................... 37
G. Kolorimetri .................................................................................................. 38
1. Definisi .................................................................................................. 38
2. Metode Penetapan Kadar Parasetamol secara Kolorimetri ................... 39
H. Desain Cross Over ...................................................................................... 42
I. Keterangan Empiris .................................................................................... 42
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Penimbangan Tablet untuk Uji Keseragaman Bobot ...... 100
Lampiran 2 Data Kurva Baku Disolusi Tablet ............................................. 101
Lampiran 3 Hasil Uji Disolusi Tablet .......................................................... 102
Lampiran 4 Contoh Cara Perhitungan Data Disolusi Tablet ........................ 103
Lampiran 5 Grafik Uji Disolusi Tablet ........................................................ 104
Lampiran 6 Contoh Cara Perhitungan Faktor Kemiripan Profil Disolusi .... 105
Lampiran 7 Contoh Perhitungan Pembuatan Larutan Obat ......................... 106
Lampiran 8 Tabel Konversi Perhitungan Dosis Antar Jenis Hewan dan
Perhitungan Dosis Awal untuk Orientasi Dosis ........................ 107
Lampiran 9 Operating Time Larutan Parasetamol dalam Plasma dengan
Kadar 100 μg/ml (A) dan 400 μg/ml (B) .................................. 108
Lampiran 10 Panjang Gelombang Maksimum Larutan Parasetamol dalam
Plasma dengan Kadar 100 μg/ml (A) dan 400 μg/ml (B) ......... 109
Lampiran 11 Data Kurva Baku Parasetamol .................................................. 110
Lampiran 12 Kurva Baku ............................................................................... 111
Lampiran 13 Pembuatan Larutan untuk Penentuan Nilai Perolehan
Kembali, Kesalahan Sistematik, dan Kesalahan Acak ............. 112
Lampiran 14 Sertifikat Analisis Parasetamol ................................................. 113
Lampiran 15 Hasil Pengolahan STRIPE untuk Tablet Generik ..................... 114
Lampiran 16 Hasil Pengolahan STRIPE untuk Tablet Pyrexin® ................... 117
Lampiran 17 Hasil Pengolahan STRIPE untuk Tablet Progesic® .................. 120
Lampiran 18 Kurva Kadar Parasetamol dalam Plasma (Cp) vs. Waktu (t) .... 123
Lampiran 19 Kurva ln Kadar Parasetamol dalam Plasma (ln Cp) vs. Waktu (t) 124
Lampiran 20 Harga Rata-Rata Parameter Farmakokinetika ........................... 125
Lampiran 21 Perhitungan Rata-Rata Parameter Bioavailabilitas untuk
Penentuan Bioekivalensi ........................................................... 126
Lampiran 22 Analisis Statistik (SPSS 14.0) ................................................... 127
xx
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Obat yang beredar di pasaran dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
obat generik dan obat bermerk dagang. Obat generik merupakan obat jadi yang
dipasarkan dengan nama umum (nama generik) bahan aktifnya sedangkan obat
bermerk dagang merupakan obat jadi yang dipasarkan dengan nama dagang yang
sehingga harga obat bermerk dagang umumnya lebih mahal daripada obat generik
(Anonim, 2000). Fenomena yang sering terjadi adalah dokter jarang meresepkan obat
generik yang harganya lebih murah, sedangkan pasien cenderung untuk memilih obat
bermerk dagang dengan anggapan bahwa harga yang lebih mahal akan memberikan
Semua obat, baik obat generik maupun obat bermerk dagang, harus terjamin
keamanan dan khasiatnya. Hal tersebut dapat diuji secara farmakokinetika dan
ditimbulkan obat tersebut di dalam tubuh. Selama ini, kebanyakan pasien dan tenaga
kesehatan memandang obat hanya dari sisi farmakodinamika tanpa mengetahui sisi
pada kelinci putih jantan. Sampel yang digunakan adalah beberapa tablet yang
(generik), tablet Pyrexin®, dan tablet Progesic®. Penulis memilih parasetamol sebab
parasetamol banyak digunakan dalam obat bebas dan obat bebas terbatas sebagai
1. Permasalahan
Masalah yang diangkat dari latar belakang tersebut adalah apakah tablet
yang sama ?
2. Keaslian penelitian
Sejauh yang penulis ketahui, masalah tersebut belum pernah diteliti dalam
3. Manfaat
B. Tujuan
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
parasetamol (generik), tablet Pyrexin®, dan tablet Progesic® pada kelinci putih
jantan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
dan Tablet Progesic® dengan Tablet Parasetamol (Generik) pada Kelinci Putih
Jantan, maka dalam bab ini ditelaah tentang Bioavailabilitas dan Bioekivalensi,
1. Definisi
zat aktif dalam suatu produk obat yang mencapai/tersedia dalam sirkulasi sistemik
dapat diukur dari kadarnya dalam darah terhadap waktu atau dari ekskresinya dalam
produk obat dengan produk obat lainnya. Ada beberapa istilah ekivalensi menurut
Malinowski (2000).
a. Ekivalensi kimia.
Jika dua atau lebih bentuk sediaan mengandung obat seperti yang tertera pada
etiket.
b. Ekivalensi klinik.
Jika obat yang sama dalam dua atau lebih bentuk sediaan memberikan efek in
vivo yang identik, yang dapat dilihat dari respon farmakologi atau kontrol
c. Ekivalensi terapeutik.
Ekivalensi terapeutik berarti bahwa dua merk obat diharapkan menghasilkan efek
d. Bioekivalensi.
Jika obat dalam dua atau lebih bentuk sediaan yang sejenis mencapai sirkulasi
e. Ekivalensi farmasetik.
Jika dua produk obat mengandung zat aktif yang sama dalam bentuk sediaan dan
produk obat. Dua produk atau formulasi yang mengandung zat aktif sama dikatakan
bioekivalen jika kecepatan dan jumlah yang diabsorpsi sama (Chereson, 1999).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Menurut Pedoman Uji Bioekivalensi Badan POM RI, dua produk obat disebut
alternatif farmasetik dan pada pemberian dengan dosis molar yang sama akan
dalam hal efikasi maupun keamanan. Dua produk obat mempunyai ekivalensi
farmasetik jika keduanya mengandung zat aktif yang sama dalam jumlah dan bentuk
sediaan yang sama. Dua produk obat merupakan alternatif farmasetik jika keduanya
mengandung zat aktif yang sama tetapi berbeda dalam bentuk kimia (garam, ester,
yang sama dari berbagai produk obat. Apabila produk obat tersebut bioekivalen
maka efikasi dan profil keamanan produk-produk obat tersebut dapat dianggap sama
dan dapat digantikan satu dengan yang lain (Shargel, Wu-Pong, and Yu, 2005).
reseptor sehingga ketersediaan obat dari bentuk sediaan merupakan faktor yang
penting dalam menentukan efikasi obat. Konsentrasi obat pada tempat aksi biasanya
melibatkan pengukuran konsentrasi obat di dalam darah atau urin. Hal ini
berdasarkan pada suatu anggapan bahwa obat pada tempat aksi berada dalam
Obat dalam bentuk sediaan padat yang ditujukan untuk penggunaan sistemik
produk obat yang diikuti pelepasan obat, pelarutan obat dalam media aqueous, dan
absorpsi melewati membran sel menuju sirkulasi sistemik (Shargel et al., 2005).
ditentukan oleh tahap yang paling lambat. Tahap yang paling lambat di dalam
rangkaian proses kinetik disebut tahap penentu kecepatan (rate limiting step).
Disolusi obat
Disolusi obat Disolusi obat
Larutan obat
Absorpsi
Obat dalam darah
Untuk obat-obat yang mempunyai kelarutan kecil dalam air, laju pelarutan biasanya
merupakan tahap yang paling lambat sehingga menjadi penentu kecepatan terhadap
disetujui maupun obat dengan efek terapeutik yang belum disetujui oleh Food and
Drug Administration (FDA) untuk dipasarkan. Dalam menyetujui suatu produk obat
untuk dipasarkan, FDA harus memastikan bahwa produk obat tersebut aman dan
efektif sesuai label indikasi penggunaan. Selain itu, produk obat juga harus
memenuhi seluruh standar yang digunakan dalam identitas, kekuatan, kualitas dan
bioekivalensi untuk semua produk (Shargel et al., 2005). Akibat perkembangan studi
generik bioekivalen terhadap produk dagang sehingga produk generik tidak perlu
diberikan secara oral harus diabsorpsi terlebih dahulu sebelum memberikan efek
yang diberikan secara oral akan termetabolisme pada saluran pencernaan dalam
jumlah yang besar sehingga hanya sedikit obat yang dapat mencapai sirkulasi
sistemik. Kebanyakan obat yang diberikan secara oral juga mengalami first- pass
effect sehingga tidak semua obat yang diberikan akan diabsorpsi (Wagner, 1975).
Dosis yang diberikan harus diperhatikan agar konsentrasi obat dalam darah dapat
Bentuk sediaan obat dapat mempengaruhi laju dan jumlah obat yang mencapai
sirkulasi sistemik.
(Proudfoot, 1990) :
dm D A
= (C s - C) (1)
dt h
Keterangan :
dm
= laju disolusi partikel obat
dt
D = koefisien difusi
A = luas permukaan efektif
h = tebal lapisan difusi
Cs = kelarutan jenuh obat pada lapisan difusi
C = konsentrasi obat pada cairan gastrointestinal
Polimorfi.
Banyak obat memiliki lebih dari satu bentuk kristal. Hal ini disebut
Amorf
bentuk amorf biasanya lebih larut dan laju disolusinya lebih cepat
10
Solvate
1990).
dari asam organik lemah (misal : natrium atau kalium warfarin) akan
dengan itu, garam asam mineral dari basa lemah (misal : amina atau
(Wagner, 1975).
Keterangan :
SpH = kelarutan pada pH tertentu
S0 = kelarutan intrinsik (kelarutan bentuk tak terion)
yang berarti kelarutan asam pada pH mendekati 0 atau
kelarutan basa pada pH mendekati 14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
1990).
(5) Surfaktan.
obat akan menurun sebab obat yang dapat diabsorpsi hanya obat
obat yang lebih larut dalam lemak akan lebih mudah melewati
membran sel daripada obat yang kurang larut lemak. Bagi obat yang
12
Ionisasi suatu elekrolit lemah tergantung pada nilai pKa dan pH yang
[ A- ] (pH-pKa)
untuk asam lemah : = 10 (4)
[HA]
[ B] (pH-pKa)
untuk basa lemah : +
= 10 (5)
[HB ]
Keterangan :
A- = fraksi terion dari obat asam lemah
HA = fraksi tak terion dari obat asam lemah
B = fraksi tak terion dari obat basa lemah
HB+ = fraksi terion dari obat basa lemah
pH = nilai pH media
pKa = nilai pKa obat
(Wagner, 1975).
13
b) Static electrification.
Pada umumnya, urutan laju absorpsi obat dalam bentuk sediaan dari yang
gula, dan tablet salut enterik. Namun urutan tersebut dapat berubah jika
Secara umum, penggunaan bahan tambahan yang tidak larut air akan
dibandingkan dengan penggunaan bahan tambahan yang larut air. Hal ini
karena partikel obat akan diselubungi oleh bahan tambahan yang tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
larut air sehingga obat menjadi lebih hidrofob. Penambahan garam netral
granul dan granul menjadi partikel kecil. Oleh karena itu, ukuran granul
1975).
g) Waktu pencampuran.
1975).
Tablet salut film terdisolusi lebih cepat daripada tablet salut gula. Tablet
salut gula biasanya lebih tebal daripada tablet salut film. Tablet salut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
enterik tidak larut pada lambung, namun larut pada usus halus (Wagner,
1975).
j) Efek matriks.
Dalam tablet lepas lambat, obat dicampur dengan wax atau polimer
sintetik yang inert dan tidak dapat diabsorpsi di saluran pencernaan, yang
disebut dengan matriks. Saat tablet tersebut diberikan secara oral, cairan
akan masuk ke dalam matriks dan dengan perlahan akan melarutkan obat
1975).
Stabilitas obat dalam bentuk sediaan tertentu dapat diuji dengan uji
d. Faktor fisiologis.
Semakin lama obat berada di usus halus, maka semakin banyak obat yang
diabsorpsi dengan asumsi bahwa obat stabil pada cairan intestinal (Proudfoot,
1990).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Kebanyakan obat diabsorpsi secara optimal pada usus halus. Penurunan laju
waktu onset obat. Laju pengosongan lambung juga penting untuk obat yang
Usus halus memiliki luas permukaan area efektif terbesar karena adanya vili
dan mikrovili. Oleh karena itu, mayoritas obat akan diabsorpsi secara
Sebaliknya, luas permukaan lambung dan usus besar relatif kecil karena tidak
Aliran darah pada saluran pencernaan merupakan faktor yang penting untuk
melalui vena porta hepatika dan kemudian menuju ke sirkulasi sistemik. Jika
laju aliran darah mesentrika menurun, maka bioavailabilitas obat juga akan
17
3,5; pH usus halus 5-8 (pH duodenum 5-6, pH ileum 8); pH usus besar 8.
Derajat ionisasi obat dipengaruhi oleh nilai pH. Bentuk tak terion akan
6) Aktivitas enzimatik.
Obat yang diberikan secara oral dan ditujukan untuk sirkulasi sistemik
Molekul obat harus melalui unstirred aqueous layer, lapisan mukus, dan
18
empedu), posisi anatomi tubuh dan aktivitas relatif, suhu tubuh, integritas
Disolusi adalah proses di mana bahan obat padat larut dalam pelarut. Uji
disolusi dapat menentukan bioavailabilitas suatu obat jika terdapat korelasi yang baik
antara uji in vitro dan in vivo. Korelasi in vitro dan in vivo yang dimaksud adalah
obat dalam plasma) dan karakteristik fisika kimia produk obat (Shargel et al., 2005).
Korelasi in vitro dan in vivo ini penting untuk diketahui agar dalam
menentukan bioavailabilitas suatu obat cukup dengan uji in vitro saja, tidak perlu
dengan uji in vivo. Selama ini, uji bioavailabilitas secara in vivo memerlukan waktu
yang lama, biaya yang relatif tinggi, serta terdapat beberapa masalah dalam
bioavailabilitas adalah laju disolusi. Obat yang masuk ke dalam tubuh dapat
diabsorpsi jika sudah dalam bentuk larutan sehingga kecepatan obat untuk larut dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
bentuk sediaannya (laju disolusi) akan menentukan kecepatan dan atau jumlah obat
4. Obat
atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan, memperelok badan
atau bagian badan manusia (Lestari, Rahayu, Rya, Suhardjono, Maisunah, Soewarni,
dkk., 2002).
Obat generik adalah obat dengan nama resmi yang ditetapkan dalam
Farmakope Indonesia untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Nama generik adalah
WHO. Nama generik berlaku di negara manapun dan boleh diproduksi oleh setiap
industri, sedangkan obat paten yaitu obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar
atau nama pembuat atau yang dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli dari
pabrik yang memproduksinya. Nama dagang adalah nama khas yang dilindungi
hukum yaitu merk terdaftar atau Proprietary Name (Lestari dkk., 2002).
B. Parasetamol
Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
C8H9NO2 dihitung terhadap zat anhidrat. Parasetamol berupa serbuk hablur, putih,
(C8H9NO2) tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang
HO NHCOCH3
Parasetamol
BM = 151,16
Kelarutan parasetamol adalah mudah larut dalam etanol (95%) P dan dalam
propilenglikol P; larut dalam air mendidih, dalam natrium hidroksida 1N, dan dalam
aseton P; agak sukar larut dalam air dan dalam gliserol P (Anonim, 1979; Anonim
1995). Parasetamol tidak larut dalam benzen dan eter (Connors et al., 1986).
Parasetamol sangat stabil dalam larutan air dan stabil dalam larutan dengan nilai pH
21
gram parasetamol ternyata menurunkan kecepatan absorpsi menjadi lima kali lebih
Waktu onset parasetamol kurang dari 1 jam dengan durasi 4-6 jam (Lacy et
al., 2003). Parasetamol memiliki tmax 0,5-2 jam. Parasetamol terdistribusi hampir ke
parasetamol akan terikat oleh protein plasma (Lacy et al., 2003). Volume distribusi
parasetamol menurut Melmon & Morelli (1992) adalah 0,94 l/kg. Besarnya
(Gibson and Skett, 1991). Proses metabolisme parasetamol dapat dilihat pada
gambar 3.
metabolit toksik yang berbahaya bagi sel hati (Anonim, 2004a). Glutation di dalam
tubuh dapat berikatan dengan metabolit ini dan membuatnya menjadi tidak toksik.
Namun jumlah glutation yang terdapat di dalam tubuh sangat terbatas sehingga jika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
dosis parasetamol terlalu tinggi tetap bersifat toksik (Bowman and Rand, 1990;
Stringer, 2001).
HO N COCH3
H
Parasetamol (aktif)
Metabolisme dan
konjugasi glutation
HO S O N COCH3 HO O N COCH3
H H
O O
(tidak aktif) HOOC (tidak aktif)
Waktu paruh eliminasi parasetamol sekitar 1-4 jam (Anonim, 2005a). Jalur
eliminasi parasetamol melalui ginjal. Sebanyak 90-100% obat ditemukan dalam urin
sebagai metabolit tidak aktif, sedangkan 2% diekskresi dalam bentuk utuh (Anonim,
2004a). Nilai klirens parasetamol adalah 350 + 100 ml/menit (Benet, 1992).
sama dan telah digunakan sejak tahun 1893. Fenasetin telah diganti oleh parasetamol
dalam banyak sediaan. Namun sampai sekarang tidak dijamin sempurna bahwa
pemberian parasetamol dalam waktu lama lebih kurang toksik terhadap ginjal
23
atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol menurunkan suhu tubuh
dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat
(Wilmana, 2003). Parasetamol memiliki efek analgesik antipiretik yang sama dengan
aspirin. Parasetamol merupakan obat pilihan bagi pasien yang memerlukan efek
analgesik sedang atau antipiretik dan bagi pasien yang kontraindikasi dengan aspirin,
yaitu pasien yang hipersensitif terhadap aspirin, pasien yang mempunyai riwayat
ulcer, pasien dengan penyakit gout, anak yang terinfeksi virus, dan pasien yang
C. Farmakokinetika
1. Definisi
Proses yang berawal dari pemberian obat hingga efek yang ditimbulkan oleh
obat dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase farmasetika, farmakokinetika, dan
bahan obat. Oleh karena itu, fase ini terutama ditentukan oleh sifat-sifat galenik obat
(Mutschler, 1999).
ilmu yang menggambarkan rentang waktu perpindahan obat masuk ke dalam tubuh,
selama di dalam tubuh, dan keluar dari tubuh (Clark and Smith, 1993). Menurut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
eliminasi obat.
obat dalam
bentuk sediaan
pemberian
efek
Gambar 4. Proses obat dalam tubuh untuk menimbulkan efek
(Bowman and Rand, 1990)
fisikakimia. Dalam banyak kasus, aksi farmakologi dan aksi toksikologi obat terkait
dengan konsentrasi obat di dalam plasma. Oleh karena itu, dengan mempelajari
farmakokinetika, farmasis akan mampu memberikan terapi yang tepat kepada pasien
1999).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
tentang nasib obat dalam tubuh secara kuantitatif. Objek penelitian farmakokinetika
matematik dari hasil pengukuran kadar obat atau metabolitnya di dalam darah atau
1) Selektivitas
hayati.
2) Sensitivitas
26
data kadar obat dari waktu ke waktu atau dari kadar tertinggi sampai kadar
Takaran dosis yang diberikan harus menjamin dapat diukurnya kadar obat atau
metabolitnya pada rentang waktu tertentu sehingga diperoleh data yang cukup
sebanyak 3-5 kali t½ eliminasi obat yang diuji. Hal ini disebabkan karena pada
cuplikan obat sebaiknya dilakukan setidaknya 3 kali pada tahap absorpsi, 3 kali
di sekitar puncak, 3 kali pada tahap distribusi, dan 3 kali pada tahap eliminasi.
27
dan pengikatan untuk sampai di tempat kerja dan menimbulkan efek. Kemudian,
dengan atau tanpa biotransformasi, obat diekskresi dari dalam tubuh (Setiawati,
Zunilda, dan Suyatna, 2003). Seluruh proses ini disebut sebagai proses
sirkulasi
sistemik
absorpsi obat bebas ekskresi
biotransformasi
1. Absorpsi
Kebanyakan obat harus dipindahkan ke tempat aksi oleh darah. Obat yang
jumlah obat yang tersedia. Oleh karena itu, menurut para ahli klinis parameter
28
digunakan untuk menggambarkan jumlah obat yang mencapai tempat aksi atau
cairan tubuh. Sebagai contoh, obat yang diberikan per oral harus diabsorpsi terlebih
dahulu dari lambung dan usus halus. Absorpsi ini dipengaruhi oleh sifat bentuk
sediaan dan sifat fisika kimia obat. Obat juga akan mengalami metabolisme di hati
diberikan dan diabsorpsi akan menjadi tidak aktif atau berubah bentuk. Jika kapasitas
transpor aktif atau pinositosis, fagositosis dan persorpsi. Absorpsi obat melalui
saluran cerna pada umumnya terjadi secara difusi pasif. Absorpsi mudah terjadi bila
dQ D A K
= (C GI - C B ) (6)
dt h
Keterangan :
dQ
= laju difusi
dt
D = koefisien difusi
A = luas permukaan membran
K = koefisien partisi
h = tebal membran
CGI - CB B = perbedaan konsentrasi obat dalam saluran cerna dan dalam darah
Konsentrasi obat di dalam darah jauh lebih kecil daripada konsentrasi obat dalam
saluran cerna (CGI >> CB). Kondisi ini disebut dengan kondisi “sink” yang
29
2. Distribusi
Organ target bagi obat biasanya bukan darah sehingga obat harus dapat
menembus jaringan untuk dapat memberi efek yang diharapkan (Clark and Smith,
sirkulasi darah. Selain tergantung aliran darah, distribusi obat juga ditentukan oleh
tubuh. Distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang
perfusinya sangat baik, misalnya jantung, hati, ginjal, dan otak. Selanjutnya,
distribusi fase kedua jauh lebih luas yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak
secepat organ di atas misalnya otot, visera, kulit dan jaringan lemak (Setiawati dkk.,
2003).
Obat yang mudah larut dalam lemak akan melintasi membran sel dan
terdistribusi ke dalam sel, sedangkan obat yang tidak larut lemak akan sulit
Selain itu, distribusi juga dibatasi oleh ikatan obat pada protein plasma dan hanya
obat bebas yang dapat berdifusi dan mencapai keseimbangan. Derajat ikatan obat
pada protein plasma ditentukan oleh afinitas obat terhadap protein, kadar obat, dan
3. Biotransformasi
kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalisis oleh enzim. Pada proses ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
molekul obat diubah menjadi lebih polar sehingga lebih mudah larut dalam air dan
kurang larut dalam lemak sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal. Selain itu,
pada umumnya obat menjadi inaktif sehingga biotransformasi sangat berperan dalam
Reaksi biokimia yang terjadi dapat dibedakan menjadi reaksi fase I dan fase
II. Proses yang termasuk reaksi fase I adalah oksidasi, reduksi, dan hidrolisis. Reaksi
fase I ini mengubah obat menjadi metabolit yang lebih polar. Reaksi fase II yang
disebut juga reaksi sintetik merupakan konjugasi obat atau metabolit hasil reaksi fase
I dengan substrat endogen misalnya asam glukuronat, sulfat, asetat, atau asam amino.
Hasil konjugasi ini bersifat lebih polar dan lebih mudah terionisasi sehingga lebih
demikian pula biotransformasi asam lemak, hormon steroid, dan bilirubin. Untuk itu
obat harus larut lemak agar dapat melintasi membran, masuk ke dalam retikulum
4. Ekskresi
bahan berkhasiat dalam tubuh. Ekskresi dapat terjadi tergantung pada sifat fisika
kimia (bobot molekul, harga pKa, kelarutan, tekanan uap) senyawa yang diekskresi
(Mutschler, 1999). Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi
dalam bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
metabolit polar diekskresi lebih cepat daripada obat larut lemak, kecuali pada
berikut : filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubuli proksimal, dan reabsorpsi pasif
di tubuli proksimal dan distal (Setiawati dkk., 2003). Selain melalui ginjal, ekskresi
obat juga dapat terjadi melalui empedu dan usus (feses), kulit (keringat), air liur, air
mata, air susu, paru-paru (udara ekspirasi) dan rambut (Mutschler, 1999; Setiawati
dkk., 2003). Ekskresi obat melalui kulit dan turunannya tidak begitu penting. Pada
ibu menyusui, eliminasi obat dan metabolitnya dalam air susu dapat menyebabkan
1. Model kompartemen
kecepatan absorpsi dan klirens obat adalah sama (Clark and Smith, 1993). Model
segera terdistribusi ke dalam ruang distribusi secara merata setelah pemakaian. Jika
proses eliminasi mungkin terjadi, maka model satu kompartemen disebut terbuka
(Mutschler, 1999).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
distribusi obat ke dalam ruang distribusi terjadi dengan kecepatan yang berbeda-
beda. Dengan demikian dapat dibedakan menjadi kompartemen pusat, yang secara
kinetika bersifat seperti darah (organ transpor) dan kompartemen perifer. Bila
pertukaran zat antara suatu kompartemen perifer dan kompartemen pusat sangat
2. Parameter farmakokinetika
metabolitnya dalam cairan darah (darah, plasma, dan serum) dan dalam urin terhadap
waktu. Kedua cairan tersebut mudah dilewati dan konsentrasi dalam darah, yaitu alat
kurva konsentrasi terhadap waktu untuk suatu obat, suatu bentuk sediaan tertentu
akan diberikan kepada sekelompok pasien dan sampel darah pasien itu akan diambil
pada periode waktu yang telah ditentukan. Jumlah obat dalam sampel darah ini
kemudian akan dianalisis dan dibuat grafik konsentrasi darah terhadap waktu (Ansel
and Prince, 2006). Kurva konsentrasi darah terhadap waktu dapat digunakan untuk
33
a. Area Under the Curve (AUC). Nilai AUC biasanya dihitung dari profil
kurva konsentrasi plasma terhadap waktu. Nilai AUC menggambarkan jumlah obat
Keterangan :
tn+1 = waktu saat n+1 (menit)
tn = waktu saat n (menit)
Cn = konsentrasi pada waktu tn (μg/ml)
Cn+1 = konsentrasi pada waktu tn+1 (μg/ml)
Jumlah semua area trapezoid merupakan nilai AUC(0-t). Untuk menghitung total
AUC (AUC(0-∞)), maka dilakukan ekstrapolasi bagian akhir area setelah titik akhir
pengukuran (AUC(t-∞)). Prosedur ini sahih jika bagian ekstrapolasi area lebih kecil
dari 10% AUC(0-t) dan sebaiknya data tidak dipakai jika bagian ekstrapolasi lebih
tubuh yang akan diperlukan untuk melarutkan jumlah total obat pada konsentrasi
D
Vd = (8)
Cp
Keterangan :
Vd = volume distribusi (ml)
D = dosis (mg)
Cp = kadar obat dalam plasma (μg/ml)
Volume distribusi dapat dianggap sebagai volume plasma, cairan ekstraseluler, atau
cairan tubuh total. Jumlah total obat dalam tubuh dapat dihitung dari konsentrasi obat
dan volume distribusi. Nilai volume distribusi yang besar menunjukkan bahwa obat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
yang terdistribusi ke jaringan juga besar atau dapat juga obat terkonsentrasi pada
jaringan tertentu.
c. Klirens (Cl). Klirens merupakan volume darah atau plasma yang dapat
dibersihkan dari obat per satuan waktu. Klirens total diperoleh dari hasil kali tetapan
Cl = Vd . kel (9)
D
Cl = (10)
AUC
Keterangan :
Cl = klirens (ml/menit)
Vd = volume distribusi (ml)
kel = tetapan laju eliminasi (menit-1)
D = dosis (mg)
AUC = Area Under the Curve (μg.menit/ml)
Jika obat hanya dieliminasi oleh satu organ, maka klirens total sama dengan klirens
organ tersebut. Namun biasanya nilai klirens total melibatkan beberapa jalur yang
terdiri dari beberapa organ klirens juga. Jalur terpenting adalah hepatik (ClH) dan
kadar obat dalam darah atau plasma menjadi setengah dari kadar awal.
0,693
t1 = (12)
2 k el
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Keterangan :
t½ = waktu paruh eliminasi (menit)
kel = tetapan laju eliminasi (menit-1)
Waktu paruh eliminasi adalah parameter farmakokinetika dan tidak sama dengan
pengeluaran per satuan waktu. Tetapan laju eliminasi dapat dihitung sebagai :
ln 2
k el = (13)
t1
2
Keterangan :
kel = tetapan laju eliminasi (menit-1)
t½ = waktu paruh eliminasi (menit)
pengukuran kadar obat dalam plasma atau urin sebab biasanya tidak mungkin untuk
mengukur langsung kadar obat pada tempat aksi. Faktor-faktor yang menentukan
bioavailabilitas adalah laju dan jumlah obat yang dilepaskan dari bentuk sediaan, laju
Jumlah obat yang diabsorpsi dapat ditentukan dengan membandingkan AUC setelah
AUC x
F= x 100% (14)
AUCi.v
Selain itu, dapat pula ditentukan bioavailabilitas relatif (Frel) yaitu dibandingkan
36
AUC x
Frel = x 100% (15)
AUCstandar
F. Darah
1. Plasma darah
Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas 2 bagian, yaitu bahan
interseluler berupa cairan yang disebut plasma dan di dalamnya terdapat unsur-unsur
padat yaitu sel darah. Volume darah secara keseluruhan kira-kira seper-dua belas
berat badan. Sekitar 55% adalah cairan (plasma) dan sisanya (45%) adalah sel darah
(Pearce, 2002).
faktor-faktor pembekuan. Selain itu, protein di dalam plasma tidak ikut mengendap
suatu obat dalam plasma, yang disebut dengan kadar dalam darah (lebih tepatnya :
kadar obat dalam plasma) merupakan ukuran pengenal yang penting sebab angka
kadar dalam darah dapat ditentukan secara tepat dengan metode analitik modern
(Mutschler, 1999).
Plasma darah manusia mengandung sekitar 90-92% air. Fungsi air selain
sebagai pelarut senyawa organik dan inorganik, juga sangat penting untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
1992).
umum berikut :
[P] adalah kadar protein yang tidak dapat membentuk kompleks dengan molekul
kecil, [A] adalah kadar molekul kecil yang tidak terikat protein dan [PA] adalah
dengan cara diendapkan. Jika protein terdenaturasi, maka kemampuan protein untuk
berikatan dengan obat menjadi rusak sehingga obat yang terikat akan dibebaskan ke
adalah asam trikloroasetat, asam perklorat, dan asam tungstat. Namun asam kuat
dapat merusak obat yang diisolasi dari protein sehingga perlu dilakukan uji beberapa
pengembangan rantai polipeptida dan pemecahan protein menjadi unit yang lebih
38
(Bruice, 1998).
a. Mengubah pH.
ikatan hidrogen dengan protein yang bersifat lebih kuat daripada ikatan
normal.
G. Kolorimetri
1. Definisi
oleh zat berwarna, baik warna dari zat asal maupun warna yang terbentuk akibat
reaksi dengan zat lain (Khopkar, 1990). Pada kolorimetri, dibuat kadar larutan
senyawa yang hendak dianalisis. Menurut Roth and Blaschke (1981), kolorimetri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
juga mencakup pengubahan senyawa yang tidak berwarna menjadi berwarna dan
nm).
1. Metode kolorimetri memberikan hasil yang lebih akurat pada konsentrasi rendah
2. Metode kolorimetri sering digunakan pada kondisi di mana metode titrimetri atau
Ada beberapa macam cara yang dapat digunakan pada metode kolorimetri
Parasetamol dilarutkan dengan metanol dan ditambah dengan larutan asam nitrat
NHCOCH3 NHCOCH3
HNO3
NO2
OH OH
40
dalam suasana basa akan membentuk senyawa berwarna (Belal, Elsayed, El-
+
H / H2O
+ CH3COOH
OH OH
Penetapan kadar parasetamol dalam plasma dengan metode ini tanpa disertai
klorida 6N, natrium nitrit 10%, asam sulfamat 15% dan NaOH 10% akan
akan memiliki kromofor yang yang lebih panjang sehingga serapan dapat terbaca
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
1971).
OH OH O
NO2 NO2
-
NaNO2 OH
HCl
Metode ini sangat spesifik untuk parasetamol meskipun dipengaruhi oleh salisilat
(Chamberlain, 1995). Asam salisilat akan memberikan reaksi yang mirip dengan
parasetamol, tetapi di dalam plasma, asam salisilat baru akan memberi intensitas
warna yang mirip dengan 20 μg/ml parasetamol jika kadar asam salisilat di dalam
dengan 1,0 ml asam klorida 6N dan 2,0 ml natrium nitrit 10% dan didiamkan
dan 5,0 ml natrium hidroksida 10%. Serapan diukur pada panjang gelombang
430 nm dengan air tanpa reagen sebagai blangkonya. Reaksi ini spesifik untuk
parasetamol dan tidak dipengaruhi oleh konjugat sulfat dan konjugat glukuronida
42
memperkecil jumlah subjek yang dibutuhkan. Pemberian produk obat yang pertama
harus dilakukan secara acak agar efek urutan (order effect) maupun efek waktu
Perlakuan pertama dan kedua dipisahkan oleh periode washout yang cukup
untuk eliminasi produk obat yang pertama diberikan (biasanya lebih dari 5 kali
waktu paruh obat). Jika obat mempunyai kecepatan eliminasi yang sangat bervariasi
memperhitungkan kecepatan eliminasi yang lebih rendah pada beberapa subjek. Oleh
karena itu, untuk obat dengan waktu paruh eliminasi lebih dari 24 jam, dapat
I. Keterangan Empiris
Terdapat dua macam obat yang dikenal oleh masyarakat, yaitu obat generik
dan obat bermerk dagang. Selama ini, obat bermerk dagang dianggap lebih baik
daripada obat generik. Semua obat, baik obat generik maupun obat bermerk dagang
generik secara statistik. Selain itu, penelitian ini juga menguji apakah tablet Pyrexin®
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Progesic® dengan Tablet Parasetamol (Generik) pada Kelinci Putih Jantan termasuk
1. Variabel penelitian
a. Variabel utama
1) Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tiga jenis tablet parasetamol.
Dalam hal ini adalah tablet parasetamol (generik), tablet Pyrexin®, dan tablet
Progesic®.
2) Variabel tergantung
parameter-parameter bioavailabilitas :
44
terhadap waktu dari waktu ke-0 sampai waktu terakhir kadar obat diukur.
b. Variabel pengacau
hewan uji
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
2. Definisi operasional
C. Bahan Penelitian
asam klorida pekat kualitas proanalisis (E. Merck, Darmstadt, Germany), natrium
nitrit kualitas proanalisis (E. Merck, Darmstadt, Germany), asam sulfamat kualitas
46
(Meprofarm-no. batch sama), dan tablet Progesic® (Metiska Farma-no. batch sama).
D. Alat Penelitian
vortex (MSI Minishaker IKA), neraca elektrik (Mettler Toledo, model AB 204, made
in Switzerland), mikropipet, hardness tester (Kiya seisakustio, Ltd. Tokyo Japan No.
Untuk tablet yang bobotnya lebih besar dari 300 mg, tidak boleh lebih dari 2 tablet
yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari 5% dan tidak
ada 1 tablet pun yang bobotnya menyimpang lebih besar dari 10% (Anonim, 1979).
Kekerasan tablet terbaca pada layar alat (Kottke and Rudnic, 2002).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
kerapuhan tablet), diputar selama 4 menit dengan laju 25 rpm. Kemudian tablet
dibebas-debukan dan ditimbang kembali. Setelah itu dihitung persen (%) kehilangan
bobot tablet dari bobot keseluruhan tablet semula. Menurut The United States
tengah-tengah tabung kaca yang berisi air pada suhu antara 36°C-38°C. Tabung
dinaik-turunkan 30 kali setiap menit. Tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian
tablet yang tertinggal di atas jaring keranjang. Tablet dinyatakan memenuhi syarat uji
waktu hancur jika kelima tablet hancur dalam waktu kurang dari 15 menit (Anonim,
1979).
e. Uji disolusi
48
1990).
ukur 50,0 ml kemudian diencerkan dengan larutan dapar fosfat pH 5,8 sampai tanda
Sebanyak 1,5; 2,0; 2,5; 3,0; 3,5; 4,0; dan 4,5 ml larutan intermediet I
larutan dapar fosfat pH 5,8 sampai tanda sehingga diperoleh larutan parasetamol
dengan kadar 3,0; 4,0; 5,0; 6,0; 7,0; 8,0; dan 9,0 μg/ml.
Serapan larutan parasetamol dalam larutan dapar fosfat pH 5,8 dengan kadar
49
regresi linier antara kadar parasetamol dalam media disolusi dengan serapan.
Masukkan 900 ml media disolusi pada alat disolusi tipe 2. Setelah itu tablet
dimasukkan dan alat dijalankan dengan kecepatan 50 rpm. Suhu dijaga tetap 37°C.
Ambil 5,0 ml cuplikan pada menit ke-10, 20, dan 30. Setelah mengambil 5,0 ml
cuplikan, tambahkan 5,0 ml larutan dapar fosfat pH 5,8 ke dalam tabung. Ukur
menit, parasetamol harus larut tidak kurang dari 80% jumlah yang tertera pada etiket
(Anonim, 1995).
2. Pembuatan larutan
50
Sebanyak 1,0; 2,0; 3,0; 4,0; 5,0; 6,0; 7,0; dan 8,0 ml larutan persediaan
aquadest sampai tanda sehingga diperoleh larutan parasetamol dengan kadar 100,
Darah kelinci diambil dari vena marginalis salah satu telinga dan ditampung
pada tabung effendorf yang telah diberi 2 tetes heparin. Darah tersebut lalu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
disentrifugasi selama 10 menit pada laju 3000 rpm untuk memperoleh plasma darah,
5. Optimasi metode
Larutan intermediet parasetamol dengan kadar 200 μg/ml dan 800 μg/ml
diambil 0,5 ml lalu ditambahkan ke dalam tabung sentrifuge yang berisi 0,5 ml
trikloroasetat 20%, kemudian dicampur dan disentrifugasi selama 10 menit pada laju
3000 rpm. Semua supernatan yang bening dipindahkan ke dalam labu ukur 10,0 ml,
lalu secara berturut-turut ditambahkan 0,5 ml HCl 6N; 1,0 ml NaNO2 10% dan
sulfamat (H2NSO3H) 15% lewat dinding tabung, lalu ditambahkan 3,2 ml NaOH
10% dan aquadest sampai tanda. Setelah itu di-degassing selama 10 menit. Serapan
430 nm (panjang gelombang teoritis) sampai diperoleh serapan yang stabil pada
Larutan intermediet parasetamol dengan kadar 200 μg/ml dan 800 μg/ml
diambil 0,5 ml lalu ditambahkan ke dalam tabung sentrifuge yang berisi 0,5 ml
trikloroasetat 20%, kemudian dicampur dan disentrifugasi selama 10 menit pada laju
3000 rpm. Semua supernatan yang bening dipindahkan ke dalam labu ukur 10,0 ml,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
lalu secara berturut-turut ditambahkan 0,5 ml HCl 6N; 1,0 ml NaNO2 10% dan
sulfamat (H2NSO3H) 15% lewat dinding tabung, lalu ditambahkan 3,2 ml NaOH
10% dan aquadest sampai tanda. Setelah itu di-degassing selama 10 menit. Serapan
kemudian dibaca dengan spektrofotometer sinar tampak pada waktu operating time
yang telah diperoleh pada panjang gelombang 380 nm sampai 580 nm.
Pada tabung sentrifuge tersebut ditambahkan 2,0 ml larutan asam trikloroasetat 20%,
kemudian dicampur dan disentrifugasi selama 10 menit pada laju 3000 rpm. Semua
supernatan yang bening dipindahkan ke dalam labu ukur 10,0 ml, lalu secara
berturut-turut ditambahkan 0,5 ml HCl 6N; 1,0 ml NaNO2 10% dan didiamkan
(H2NSO3H) 15% lewat dinding tabung, lalu ditambahkan 3,2 ml NaOH 10% dan
aquadest sampai tanda. Setelah itu di-degassing selama 10 menit. Serapan kemudian
dibaca dengan spektrofotometer sinar tampak pada waktu operating time yang telah
maksimum). Kemudian dibuat persamaan kurva baku dengan analisis regresi linier
Larutan intermediet parasetamol dengan kadar 200 μg/ml dan 800 μg/ml
diambil 0,5 ml lalu ditambahkan ke dalam tabung sentrifuge yang berisi 0,5 ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
trikloroasetat 20%, kemudian dicampur dan disentrifugasi selama 10 menit pada laju
3000 rpm. Semua supernatan yang bening dipindahkan ke dalam labu ukur 10,0 ml,
lalu secara berturut-turut ditambahkan 0,5 ml HCl 6N; 1,0 ml NaNO2 10% dan
sulfamat (H2NSO3H) 15% lewat dinding tabung, lalu ditambahkan 3,2 ml NaOH
10% dan aquadest sampai tanda. Setelah itu didegassing selama 10 menit. Serapan
kemudian dibaca dengan spektrofotometer sinar tampak pada operating time yang
kurva baku.
Darah kelinci diambil dari vena marginalis salah satu telinga sebagai
blangko (menit ke-0). Kemudian kelinci diberi larutan parasetamol dengan dosis
awal sebesar 10% LD50 parasetamol yaitu 625 mg/kgBB secara per oral dengan
bantuan mouth block. Dosis berikutnya adalah dosis awal yang dikalikan dengan
faktor tertentu. Kemudian darah kelinci diambil dari vena marginalis salah satu
telinga pada menit-menit yang telah ditentukan dan ditampung pada tabung effendorf
yang telah diberi 2 tetes heparin. Darah tersebut lalu disentrifugasi selama 10 menit
54
dalam tabung sentrifuge. Lalu ditambahkan 2,0 ml larutan asam trikloroasetat 20%,
kemudian dicampur dan disentrifugasi selama 10 menit pada laju 3000 rpm. Semua
supernatan yang bening dipindahkan ke dalam labu ukur 10,0 ml, lalu secara
berturut-turut ditambahkan 0,5 ml HCl 6N; 1,0 ml NaNO2 10% dan didiamkan
(H2NSO3H) 15% lewat dinding tabung, lalu ditambahkan 3,2 ml NaOH 10% dan
aquadest sampai tanda. Setelah itu di-degassing selama 10 menit. Serapan kemudian
dibaca dengan spektrofotometer sinar tampak pada operating time yang telah
maksimum).
55
Darah kelinci diambil dari vena marginalis salah satu telinga sebagai
blangko (menit ke-0). Kemudian kelinci diberi larutan parasetamol dengan dosis
1200 mg/kgBB (hasil orientasi dosis) secara per oral dengan bantuan mouth block.
Kemudian darah kelinci diambil dari vena marginalis telinga pada menit ke-5, 10,
15, 20, 25, 35, 45, 60, 90, 120, 150, 180, 210 dan ditampung pada tabung effendorf
yang telah diberi 2 tetes heparin. Darah tersebut lalu disentrifugasi selama 10 menit
dalam tabung sentrifuge. Lalu ditambahkan 2,0 ml larutan asam trikloroasetat 20%,
kemudian dicampur dan disentrifugasi selama 10 menit pada laju 3000 rpm. Semua
supernatan yang bening dipindahkan ke dalam labu ukur 10,0 ml, lalu secara
berturut-turut ditambahkan 0,5 ml HCl 6N; 1,0 ml NaNO2 10% dan didiamkan
(H2NSO3H) 15% lewat dinding tabung, lalu ditambahkan 3,2 ml NaOH 10% dan
aquadest sampai tanda. Setelah itu di-degassing selama 10 menit. Serapan kemudian
dibaca dengan spektrofotometer sinar tampak pada operating time yang telah
maksimum).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
F. Analisis Hasil
1. Kesahihan metode
kadar terukur
nilai perolehan kembali = x 100% = P%
kadar diketahui
Jika nilai perolehan kembali berada pada rentang 80-120%, maka metode ini
b. Kesalahan sistematik
Jika nilai kesalahan sistematik kurang dari 10%, maka metode ini sahih (Mulja dan
Suharman, 1995).
c. Kesalahan acak
SD
kesalahan acak = x 100%
X
Keterangan : SD
xxxxxxx
= simpangan baku
X = kadar rata-rata
Jika kesalahan acak kurang dari 10%, maka metode ini dikatakan sahih (Mulja dan
Suharman, 1995).
57
farmakokinetika lainnya.
(metode ANOVA) dengan taraf kepercayaan 90% menggunakan program SPSS 14.0
58
BAB IV
diuji tersebut memiliki keseragaman kandungan atau tidak. Tablet yang diuji
memiliki zat aktif parasetamol sebagai bagian terbesar dari tablet sehingga uji
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III (1979), tablet dengan bobot lebih
besar dari 300 mg dikatakan memenuhi syarat keseragaman bobot jika tidak lebih
dari 2 tablet yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari 5%
dan tidak ada 1 tablet pun yang bobotnya menyimpang lebih besar dari 10%. Hasil
60
Hasil uji keseragaman bobot terlihat pada tabel III. Tablet parasetamol
generik memiliki bobot rata-rata 602,515 + 4,875 mg, tablet Pyrexin® memiliki bobot
rata-rata 655,570 + 8,130 mg, dan tablet Progesic® memiliki bobot rata-rata
614,165 + 5,670 mg. Dari keduapuluh tablet yang ditimbang dalam masing-masing
jenis tablet, tidak ada satu pun tablet yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-
ratanya lebih besar dari 5% dan lebih besar dari 10%. Dengan demikian ketiga tablet
Edisi III (1979) dan dapat dianggap memiliki keseragaman kandungan zat aktif.
2. Uji kekerasan
mempengaruhi waktu hancur dan disolusi tablet. Alat yang digunakan untuk menguji
kekerasan tablet adalah hardness tester (Kiya seisakustio, Ltd. Tokyo Japan No.
174886) di mana hasil uji kekerasan akan tampak pada layar alat.
Hasil uji kekerasan tablet dapat dilihat pada tabel IV. Tablet Pyrexin®
memiliki nilai kekerasan terbesar (17,315 + 1,202 KP) yang diikuti dengan tablet
parasetamol generik (16,275 + 1,197 KP), sedangkan tablet Progesic® memiliki nilai
kekerasan terkecil (9,100 + 1,073 KP). Syarat uji kekerasan tablet tidak tercantum
Ansel (1969), tablet dikatakan memenuhi syarat uji kekerasan jika tablet hancur pada
tekanan minimum 4 kg, namun hal itu tidak dapat dijadikan acuan karena tidak
61
3. Uji kerapuhan
Tujuan dari uji kerapuhan tablet adalah untuk melihat seberapa besar angka
tablet akan digunakan oleh pasien. Alat yang digunakan dalam uji kerapuhan tablet
62
Dari tabel V tersebut dapat dilihat bahwa tablet generik memiliki angka
kerapuhan 0,167%, tablet Pyrexin® memiliki angka kerapuhan 0,076%, dan tablet
persentase kerapuhan tidak lebih dari 1%. Dengan demikian, tablet parasetamol
(generik), tablet Pyrexin®, dan tablet Progesic® dinyatakan memenuhi syarat uji
kerapuhan tablet.
Uji waktu hancur tablet dilakukan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan
tablet untuk hancur menjadi partikel-partikel kecil setelah masuk ke dalam tubuh. Uji
waktu hancur penting dilakukan karena merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi absorpsi obat. Alat yang digunakan dalam uji ini adalah
(1979), tablet tidak bersalut dinyatakan memenuhi syarat waktu hancur jika tablet
Dari tabel VI dapat disimpulkan bahwa semua tablet memenuhi syarat uji
waktu hancur tablet. Tablet Progesic® memiliki waktu hancur paling cepat
dibandingkan dengan tablet generik dan tablet Pyrexin®. Hal ini mungkin berkaitan
63
penghancur yang digunakan dalam tablet Progesic® mungkin lebih besar jumlahnya
sehingga tablet Progesic® dapat hancur dengan cepat. Selain itu, hal ini mungkin juga
dipengaruhi oleh kekerasan tablet. Tablet Progesic® yang memiliki nilai kekerasan
terkecil ternyata waktu hancurnya paling singkat. Demikian pula dengan tablet
Pyrexin® yang memiliki nilai kekerasan terbesar ternyata waktu hancurnya paling
lama.
5. Uji disolusi
Uji disolusi dilakukan untuk mengetahui jumlah zat aktif yang terlepas dari
bentuk sediaan dan tersedia untuk diabsorpsi. Uji disolusi juga penting dilakukan
bioavailabilitas obat. Media disolusi yang digunakan adalah larutan dapar fosfat pH
5,8. Tablet dikatakan memenuhi syarat uji disolusi jika jumlah zat aktif yang terlarut
dalam waktu 30 menit tidak kurang dari 80% jumlah yang tertera pada etiket.
uji disolusi. Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, pengukuran zat aktif terlarut
dapar fosfat pH 5,8 dengan kadar 6 μg/ml adalah 243,1 nm. Oleh karena itu, pada uji
64
yang dapat berguna dalam perhitungan kadar parasetamol dalam media disolusi.
Persamaan kurva baku ini diperoleh melalui pengukuran serapan seri kadar larutan
baku parasetamol dalam dapar fosfat pH 5,8 pada panjang gelombang 243,1 nm
regresi antara kadar parasetamol dalam larutan dapar fosfat pH 5,8 sebagai variabel
dapat dilihat pada tabel VII sedangkan kurva baku disajikan pada gambar 9.
media disolusi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
0.9
0.8 Y=0,08331 X + 0,01598
0.7
r = 0,99550
Serapan
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Hasil uji disolusi menunjukkan bahwa ketiga tablet memenuhi syarat uji
disolusi yaitu bahwa dalam waktu 30 menit, jumlah parasetamol yang terlarut dalam
media disolusi tidak kurang dari 80% jumlah yang tertera pada etiket (80% x 500 mg
= 400 mg). Hal ini dapat dilihat pada tabel VIII dan gambar 10. Tablet yang
terdisolusi paling cepat adalah tablet Pyrexin® kemudian tablet Progesic® dan tablet
generik.
66
PROFIL DISOLUSI
500
450
Qkum (mg)
400
350
300
0 10 20 30 40
Waktu (menit)
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎢ 100 ⎥
f2 = 50 log ⎢ ⎥ (16)
⎢ t =n ⎥
⎢ ∑ (R t - Tt )2 ⎥
⎢ 1 + t =1 n ⎥
⎣ ⎦
Keterangan :
Rt = persentase kumulatif obat yang larut pada setiap waktu sampling
dari produk pembanding
Tt = persentase kumulatif obat yang larut pada setiap waktu sampling
dari produk uji
Jika nilai f2 lebih besar atau sama dengan 50, maka hal ini menunjukkan bahwa
terdapat kesamaan atau ekivalensi kedua kurva, yang berarti kedua produk obat
67
nilai f2 58,56. Hal ini berarti tablet Progesic® memiliki kemiripan profil disolusi
dengan tablet generik sedangkan tablet Pyrexin® tidak memiliki kemiripan profil
disolusi dengan tablet generik. Hal tersebut juga dapat dilihat pada kurva profil
disolusi, di mana kurva profil disolusi tablet generik lebih dekat dengan tablet
Dalam penelitian ini digunakan darah kelinci sebab kelinci memiliki volume
darah yang lebih banyak dan darahnya lebih mudah diambil dibandingkan dengan
tikus dan mencit. Darah kelinci diambil melalui bagian vena marginalis salah satu
telinganya. Pengambilan darah dilakukan melalui vena sebab darah yang keluar dari
dan dapat berikatan dengan protein plasma secara reversibel. Sebagian besar
parasetamol dalam darah akan terikat pada protein plasma, bukan pada darah utuh.
Dalam peneliian ini juga tidak menggunakan serum sebab pada serum, sebagian
besar protein sudah mengendap. Plasma darah yang dibutuhkan dalam penelitian
adalah bentuk cairnya. Plasma darah bila dibiarkan akan membeku sehingga
Plasma diperoleh dengan cara melakukan sentrifugasi pada darah yang telah
ditampung dan telah diberi heparin. Proses sentrifugasi berfungsi untuk memisahkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
C. Optimasi Metode
kadar parasetamol dalam bentuk sediaan. Setelah itu, metode tersebut dimodifikasi
oleh Glynn & Kendal (1975) untuk menetapkan kadar parasetamol dalam plasma.
Dalam penelitian ini, dilakukan optimasi dan modifikasi metode sehingga diperoleh
metode yang sesuai dengan kondisi percobaan. Selain itu, metode yang digunakan
menjadi sama untuk setiap langkah dalam penetapan kadar parasetamol dalam
TCA akan merusak struktur tersier dan kuartener protein plasma sehingga protein
plasma tidak dapat berikatan lagi dengan parasetamol. Pada saat dilakukan
sentrifugasi selama 10 menit dengan laju 3000 rpm terhadap larutan plasma yang
telah diberi larutan TCA, protein plasma akan terendapkan dan semua parasetamol
akan terlepas ke dalam fase air. Fase air yang diperoleh diperlakukan dengan metode
Prosedur ini diawali dengan penambahan larutan asam klorida (HCl) 6N dan
larutan natrium nitrit (NaNO2) 10%. Campuran antara HCl dan NaNO2 akan
menghasilkan asam nitrit (HNO2) yang dengan kelebihan asam akan menyebabkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
asam nitrit menjadi ion nitrosonium. Reaksi yang terjadi dapat dilihat pada
gambar 11.
pada posisi ortho dari gugus hidroksil parasetamol. Reaksi tersebut dapat terjadi
karena gugus hidroksil parasetamol lebih kuat sebagai pengarah ortho yang memiliki
OH OH O
N
O
NO+ [O]
+ + H+
O O
HN C HN C
CH3 CH3
= kromofor
= auksokrom
Gambar 12. Reaksi antara parasetamol dengan ion nitrosonium membentuk 2-nitro-4-
asetamidofenol beserta gugus kromofor dan auksokromnya
70
dibutuhkan untuk melakukan transisi elektron ke tingkat eksitasi menjadi lebih kecil.
Oleh karena itu, panjang gelombang menjadi lebih panjang dan intensitas warna
OH OH O
H N
+
NO
O O
HN C HN C
CH3 CH3
OH O OH O
N N
O
[O]
O O
HN C HN C
CH3 CH3
Gambar 13. Mekanisme reaksi antara parasetamol
dengan ion nitrosonium
Kelebihan asam nitrit perlu dihilangkan sebab asam nitrit yang berlebih
71
Selain itu, penambahan asam sulfamat yang terlalu cepat dapat menyebabkan larutan
tumpah akibat dorongan gas nitrogen yang dihasilkan. Reaksinya dapat dilihat pada
gambar 14.
suasana basa dengan penambahan natrium hidroksida (NaOH) 10%. Suasana basa ini
diperlukan untuk menetralkan sisa asam yang ada dari pereaksi sebelumnya dan
untuk membentuk ion fenolat. Reaksi dapat dilihat pada gambar 15.
OH- + H+ H2O
OH O O O O O
N N N
O O O
-
+ OH + H2O
O O O
HN C HN C HN C
2-nitro-4-asetamidofenol
ion 2-nitro-4-asetamidofenolat
berwarna kuning muda
berwarna orange
= kromofor
= auksokrom
Gambar 15. Reaksi penetralan asam dan pembentukan ion fenolat dalam suasana basa
penambahan panjang gugus kromofor. Oleh karena itu, serapan maksimum ion 2-
72
H O O O O O O
N N N
O O O
+ OH + H2O
O O O
HN C HN C HN C
CH3 CH3 CH3
gelembung dapat membiaskan dan memantulkan sinar sehingga serapan yang terbaca
Penentuan operating time adalah tahap pertama yang harus dilakukan dalam
rentang waktu di mana senyawa memberikan serapan yang stabil, yang berarti semua
parasetamol di dalam larutan telah bereaksi dengan semua pereaksi pada metode
sehingga total waktu yang diperlukan setelah penambahan larutan natrium hidroksida
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
larutan parasetamol dalam plasma dengan kadar 100 μg/ml (mewakili larutan kadar
Pada gambar 17 dan 18 ditunjukkan bahwa serapan yang stabil dimulai dari
menit ke-0 sampai menit ke-60. Namun adanya pemakaian waktu selama + 25 menit
pada penelitian ini dimulai dari menit ke-25 sampai menit ke-85.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
asetamidofenolat pada daerah panjang gelombang sinar tampak, yaitu pada panjang
pada dua kadar yang berbeda, yaitu larutan parasetamol dalam plasma dengan kadar
100 μg/ml dan 400 μg/ml. Hal ini dilakukan supaya hasil yang didapat lebih
maksimum.
430 nm. Panjang gelombang maksimum yang diperoleh dalam penelitian ini, baik
untuk kadar 100 μg/ml maupun 400 μg/ml adalah 433 nm.
75
gelombang teori tidak lebih dari 3 nm. Oleh sebab itu, pengukuran serapan larutan
baku dan sampel dilakukan pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh
yang dapat berguna dalam perhitungan kadar sampel parasetamol. Persamaan kurva
baku ini diperoleh melalui pengukuran serapan seri kadar larutan baku parasetamol
pada panjang gelombang 433 nm, kemudian dibuat persamaan garis regresi antara
dapat dilihat pada tabel X sedangkan kurva baku disajikan pada gambar 21.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
1.2
1 Y = 0,00231X - 0,01214
0.8
Serapan
r = 0,9983
0.6
0.4
0.2
0
0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500
acak dilakukan dengan mengukur serapan larutan parasetamol di dalam plasma pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
pengukuran ini digunakan 2 larutan parasetamol di dalam plasma, yaitu kadar 101,2
μg/ml dan 404,8 μg/ml. Serapan yang diperoleh kemudian diolah menjadi kadar
perolehan kembali untuk kadar 101,2 μg/ml adalah 97,31 + 1,78%, sedangkan untuk
kadar 404,8 μg/ml adalah 99,97 + 0,91%. Nilai perolehan kembali merupakan tolok
ukur akurasi metode analisis. Karena nilai perolehan kembali berada pada rentang
80-120%, maka metode ini dinyatakan memiliki nilai akurasi yang baik.
Tabel XI. Nilai Perolehan Kembali, Kesalahan Sistematik, dan Kesalahan Acak
Kadar
Perolehan Kesalahan Kesalahan
Sesungguhnya Kadar Terukur
Kembali (%) Sistematik (%) Acak (%)
(μg/ml)
101,2 97,03 95,88 4,12
101,2 97,90 96,74 3,26 1,83
101,2 100,49 99,30 0,70
X ± SD 98,47 + 1,80 97,31 + 1,78 2,69 + 1,78
404,8 407,42 100,65 0,65
404,8 400,49 98,94 1,06 0,91
404,8 406,12 100,33 0,33
X ± SD 404,68 + 3,68 99,97 + 0,91 0,68 + 0,37
Nilai kesalahan sistematik untuk kadar 101,2 μg/ml adalah 2,69 + 1,78%, sedangkan
untuk kadar 404,8 μg/ml adalah 0,68 + 0,37%. Kesalahan acak merupakan tolok
ukur impresisi suatu metode analisis. Nilai kesalahan acak untuk kadar 101,2 μg/ml
adalah 1,83%, sedangkan untuk kadar 404,8 μg/ml adalah 0,91%. Ditinjau dari nilai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
kesalahan sistematik dan nilai kesalahan acak yang diperoleh, maka metode
Orientasi dosis dilakukan dengan tujuan agar diperoleh dosis yang tepat
sehingga kadar parasetamol di dalam plasma dapat berada di atas KEM (Kadar
Efektif Minimum) dan di bawah KTM (Kadar Toksik Minimum). Pada rentang kadar
tersebut, obat dapat memberikan efek terapi tanpa menimbulkan efek toksik. Selain
itu, orientasi dosis juga berguna untuk menentukan dosis yang digunakan agar nilai
Orientasi dosis ini diawali dengan dosis sebesar 10% dari LD50 yaitu 625
mg/kgBB. Dosis selanjutnya diperoleh dari dosis awal yang dikalikan dengan faktor
tertentu. Hasil orientasi dosis yang diperoleh adalah 1200 mg/kgBB. Dosis tersebut
tablet Progesic®.
Selain itu, tahap orientasi dosis ini juga sekaligus sebagai tahap orientasi
waktu pengambilan sampel darah. Orientasi waktu pengambilan sampel darah ini
bertujuan untuk dapat memperkirakan saat pengambilan sampel yang tepat, yaitu
minimal 3 titik pada fase absorpsi, 3 titik pada fase distribusi, 3 titik pada sekitar
kadar puncak, dan 3 titik pada fase eliminasi. Menurut Pedoman Uji Bioekivalensi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Badan POM, waktu pengambilan sampel darah minimal 3 kali waktu paruh eliminasi
Pada saat orientasi waktu pengambilan sampel darah, beberapa titik waktu
dicoba dan hasil pengukuran kadar dalam darah dianalisis menggunakan program
STRIPE (Johnston and Woolard, 1983, yang telah dimodifikasi oleh Jung). Dari
menentukan waktu pengambilan sampel darah yang tepat, nilai-nilai yang menjadi
acuan adalah AIC dan waktu paruh eliminasi. Nilai AIC yang kecil menunjukkan
tingkat kesalahan yang kecil sehingga dalam tahap ini dicari nilai AIC yang terkecil.
Dari waktu paruh eliminasi dapat ditentukan seberapa lama waktu pengambilan
sampel darah, apakah sudah cukup atau masih harus mengambil sampel lagi. Selain
itu, persen AUC bagian ekstrapolasi (AUC(t-∞)) juga sebaiknya tidak lebih dari 20%.
Hasil dari orientasi waktu pengambilan sampel darah ini adalah darah
diambil pada menit ke-5, 10, 15, 20, 25, 35, 45, 60, 90, 120, 150, 180, dan 210
E. Perbandingan Bioavailabilitas
diperoleh. Tabel XII menunjukkan kadar parasetamol dalam plasma sedangkan tabel
80
Setelah itu, dibuat kurva kadar parasetamol dalam plasma (Cp) terhadap
waktu (t) dan kurva ln kadar parasetamol dalam plasma (ln Cp) terhadap waktu (t).
Kedua jenis kurva tersebut dapat dilihat pada gambar 22 dan gambar 23.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
300
250
Cp (μg/ml)
200
150
100
50
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240
t (menit)
6
5
ln Cp (μg/ml)
4
3
2
1
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240
t (menit)
Dari kurva pada gambar 22 dan gambar 23 dapat dilihat bahwa proses
absorpsi obat terjadi lebih cepat daripada proses eliminasi obat. Selain itu,
kurva ln Cp vs. t memberikan profil yang lebih seragam daripada kurva Cp vs. t. Hal
ini disebabkan karena kinetika obat mengikuti proses kinetika orde satu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Kadar obat dalam plasma dari waktu ke waktu kemudian diolah dengan
program STRIPE (Johnston and Woolard, 1983, yang telah dimodifikasi oleh Jung)
AUC(0-inf) dan Cmax harus diubah menjadi bentuk ln terlebih dahulu sebelum
dilakukan analisis statistik karena kinetika obat mengikuti kinetika orde satu
sehingga dalam skala logaritmik akan diperoleh distribusi yang normal dan varians
yang homogen.
Ada kemungkinan absorpsi obat setelah pemberian obat dosis tunggal tidak
terjadi dengan segera. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor fisiologi seperti waktu
pengosongan lambung dan motilitas usus. Keadaan ini dikenal dengan istilah lag
time. Jadi lag time merupakan penundaan waktu absorpsi. Dalam penelitian ini, pada
tablet generik dan tablet Pyrexin® terdapat lag time. Berarti parasetamol dalam tablet
generik dan Pyrexin® tidak diabsorpsi dengan segera setelah pemberian obat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
2. AUC(0-inf)
D x fa D x fa
AUC(0-inf) = atau AUC(0-inf) = (17)
Vd x k el Cl
Keterangan :
AUC(0-inf) = luas area di bawah kurva (μg.menit/ml)
D = dosis (mg)
fa = fraksi obat yang diabsorpsi (bernilai 0-1)
Vd = volume distribusi (ml)
kel = tetapan laju eliminasi (menit-1)
Cl = klirens (ml/menit)
eliminasi obat di dalam tubuh dianggap tidak berubah (nilai Vd dan kel dianggap
tetap). Dosis yang digunakan dalam penelitian ini sama untuk setiap perlakuan
sehingga besar kecilnya nilai AUC dianggap disebabkan oleh nilai fa (fraksi obat
yang diabsorpsi). Oleh karena itu, nilai AUC dapat digunakan sebagai ukuran
bioavailabilitas obat.
antara tablet Progesic® dengan tablet generik sedangkan antara tablet Pyrexin®
dengan tablet generik berbeda tidak bermakna. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji
84
Uji ini menggunakan taraf kepercayaan 90% sehingga dua obat disebut
berbeda tidak bermakna (“sama”) jika nilai Sig lebih besar dari 0,100. Berdasarkan
hasil uji tersebut, nilai Sig antara tablet Progesic® dan tablet generik adalah 0,019
sedangkan antara tablet Pyrexin® dan tablet generik adalah 0,232. Dengan demikian,
tablet Progesic® berbeda bermakna dengan tablet generik, namun tablet Pyrexin®
generik dan tablet Pyrexin®. Hal ini berarti jumlah parasetamol dari tablet Progesic®
yang tersedia di dalam tubuh lebih besar dibandingkan dengan tablet generik dan
tablet Pyrexin®. Jumlah yang cukup besar tersebut membuat nilai AUC(0-inf)
Progesic® berbeda bermakna bila dibandingkan dengan tablet generik dan tablet
Pyrexin®.
tablet Pyrexin® memiliki nilai Vd terbesar, diikuti oleh tablet generik dan tablet
Progesic®. Selain itu, nilai AUC(0-inf) juga berbanding terbalik dengan Cl. Tablet
Pyrexin® mempunyai nilai klirens terbesar, diikuti oleh tablet generik dan tablet
Progesic®.
3. Cmax
Cmax adalah konsentrasi maksimum obat dalam plasma. Pada sebagian besar
obat, terdapat suatu hubungan antara efek farmakologi dengan konsentrasi obat
dalam plasma. Nilai Cmax dapat menjadi petunjuk bahwa obat diabsorpsi dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
jumlah yang cukup untuk memberi efek terapeutik dan juga memberi petunjuk dari
kemungkinan adanya kadar toksik obat. Nilai Cmax tergantung pada laju distribusi
obat dan volume distribusi. Hal ini dapat dijelaskan dari persamaan berikut :
f a .k a .D
C max = e -k el .t max (18)
Vd(k a - k el )
Keterangan :
Cmax = konsentrasi maksimum obat dalam plasma (μg/ml)
fa = fraksi obat yang diabsorpsi (bernilai 0-1)
ka = tetapan laju absorpsi (menit-1)
D = dosis (mg)
Vd = volume distribusi (ml)
kel = tetapan laju eliminasi (menit-1)
tmax = waktu tercapainya Cmax (menit)
Hasil analisis statistik pada tabel XVI menunjukkan bahwa nilai Cmax antara
ketiga tablet tersebut berbeda bermakna sebab nilai Sig lebih kecil dari 0,100. Dosis
obat yang digunakan dalam penelitian ini sama, yaitu 1200 mg/kgBB, namun
dengan tablet generik dan tablet Pyrexin® sedangkan nilai Vd tablet Progesic®
merupakan nilai Vd terkecil dibandingkan dengan tablet generik dan tablet Pyrexin®.
Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa nilai Cmax berbanding terbalik dengan nilai
Vd.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
4. tmax
mencapai konsentrasi maksimum (Cmax). Pada saat tmax laju absorpsi obat sama
dengan laju eliminasi obat. Setelah tmax tercapai, absorpsi masih berjalan meskipun
Nilai tmax tidak tergantung pada dosis namun tergantung pada tetapan laju
absorpsi (ka) dan tetapan laju eliminasi (kel). Dalam membandingkan produk obat,
nilai tmax dapat digunakan untuk memperkirakan laju absorpsi obat sebab proses
ka
ln k el
tmax = (19)
(k a - k el )
Keterangan :
tmax = waktu tercapainya Cmax (menit)
ka = tetapan laju absorpsi (menit-1)
kel = tetapan laju eliminasi (menit-1)
Nilai tmax antara ketiga tablet berbeda bermakna. Hal ini dapat dilihat pada
tabel XVII yang menunjukkan bahwa nilai Sig lebih kecil dari 0,100. Berarti laju
Dari ketiga tablet, ternyata tablet generik memiliki nilai tmax paling kecil,
87
Hal ini berarti tablet generik paling cepat mencapai konsentrasi maksimum
dibandingkan dengan tablet Progesic® dan Pyrexin®. Selain itu, laju absorpsi tablet
5. Kriteria bioekivalen
Untuk menentukan apakah dua produk obat bioekivalen atau tidak, maka
Pedoman Uji Biekivalensi Badan POM RI, dua produk dikatakan bioekivalen jika :
sedangkan nilai tmax dilakukan perbandingan hanya jika ada klaim yang relevan
secara klinik tentang pelepasan atau kerja yang cepat atau adanya tanda-tanda yang
berhubungan dengan efek samping obat. Namun, karena dalam penelitian ini tidak
dilakukan uji klinik, maka tetap dilakukan perbandingan nilai tmax. Menurut
Chereson dalam Basic Pharmacokinetics (2000), syarat bioekivalen untuk nilai tmax
tersebut disajikan pada tabel XVIII. Dari hasil perhitungan pada tabel XVIII, terlihat
88
bermerk dagang terhadap tablet parasetamol generik ternyata di luar rentang nilai
0,800–0,125. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kedua tablet merk dagang
yang diuji, yaitu tablet Pyrexin® dan tablet Progesic®, ternyata tidak bioekivalen
Selain itu, dengan melihat hasil uji disolusi (in vitro) dan hasil uji in vivo,
dapat dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang baik antara uji in vitro dengan
uji in vivo dalam penetapan bioavailabilitas ini sebab kemiripan profil disolusi belum
tergantung pada proses absorpsi obat di dalam tubuh. Dalam penelitian ini, faktor
rute dan cara pemberian tidak menjadi faktor yang menyebabkan perbedaan
bioavailabilitas sebab rute dan cara pemberian sudah dibuat sama, yaitu per oral.
Selain itu, dosis dan aturan dosis juga sudah dibuat sama, yaitu dosis tunggal 1200
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
mg/kgBB. Oleh karena itu, faktor dosis dan aturan dosis juga tidak dapat dianggap
Waktu hancur tablet dipengaruhi oleh kekerasan tablet. Tablet Progesic® dengan nilai
kekerasan terkecil ternyata memiliki waktu hancur paling cepat, sedangkan tablet
Pyrexin® dengan nilai kekerasan terbesar ternyata memiliki waktu hancur paling
lama. Selain itu, waktu hancur juga sangat dipengaruhi oleh bahan penghancur yang
digunakan dalam masing-masing tablet tersebut. Jika jumlah bahan penghancur yang
digunakan besar, maka tablet akan semakin mudah hancur sehingga waktu
Proses selanjutnya adalah disolusi zat aktif dari bentuk sediaan. Zat aktif
tablet Progesic® dan tablet generik. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh ukuran partikel
obat. Ukuran partikel parasetamol dalam tablet Pyrexin® mungkin lebih kecil
daripada parasetamol dalam tablet Progesic® dan tablet generik sehingga luas
permukaan efektif dari parasetamol dalam tablet Pyrexin® menjadi besar. Oleh
karena itu, meskipun tablet Pyrexin® hancur paling lama, parasetamol dalam tablet
Pyrexin® dapat terdisolusi lebih cepat daripada parasetamol dalam tablet Progesic®
Selain itu, disolusi juga dapat dipengaruhi oleh bahan-bahan tambahan yang
digunakan dalam tablet. Mungkin zat aktif dapat membentuk kompleks dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
bahan tambahan dalam tablet sehingga zat aktif menjadi sulit lepas dari bentuk
sirkulasi sistemik. Tablet generik memiliki nilai tmax terkecil, yang berarti bahwa
Cmax cepat tercapai, sedangkan tablet Pyrexin® memiliki nilai tmax terbesar yang
berarti bahwa Pyrexin® paling lama mencapai Cmax. Dalam hal ini, kemungkinan
menentukan derajat ionisasi parasetamol. Jika nilai pH berubah menjadi lebih asam,
maka bentuk tak terion menjadi lebih banyak sehingga lebih mudah menembus
sekresi asam lambung yang berlebihan ataupun keadaan psikologis dari hewan uji.
Kemampuan menembus membran menjadi rate limiting step pada tablet Pyrexin®
sebab disolusi Pyrexin® berjalan dengan cepat namun absorpsi berjalan dengan
Tablet Progesic® memiliki nilai AUC(0-inf) dan Cmax paling besar, diikuti oleh
tablet generik dan tablet Pyrexin®. Hal ini mungkin berkaitan dengan adanya lag
time pada tablet generik dan tablet Pyrexin®. Karena adanya penundaan absorpsi
jumlah yang diabsorpsi menjadi kecil. Degradasi tersebut dapat disebabkan oleh
pengosongan lambung, waktu transit pada usus, motilitas usus, dan keadaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
psikologis hewan uji. Jika waktu pengosongan lambung lama, maka absorpsi obat
akan tertunda sehingga tmax menjadi besar. Jika waktu transit pada usus hanya
sebentar atau motilitas usus cepat, maka proses absorpsi obat tidak terjadi dengan
sempurna yang dapat mengakibatkan nilai AUC dan Cmax menjadi kecil. Jika hewan
uji dalam keadaan stres, maka waktu pengosongan lambung, aliran darah, dan nilai
bioavailabilitas.
Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah parameter Cmax dan tmax antara
Progesic® dengan tablet generik berbeda bermakna dan antara tablet Pyrexin®
bermerk dagang, yaitu tablet Progesic® dan tablet Pyrexin® yang diuji tidak dapat
Perbedaan secara statistik ini bukan berarti bahwa tablet tersebut benar-
benar berbeda dalam hal efek terapeutiknya (segi farmakodinamika) meskipun segi
Selain itu, penelitian ini juga belum sampai menentukan apakah kedua produk obat
mempunyai ekivalensi terapeutik atau tidak sebab hal itu harus ditunjukkan dalam uji
klinik
diberikan ke hewan uji sudah digerus dan dilarutkan ke dalam aquadest. Dalam
penggerusan tersebut, tidak diketahui apakah ukuran partikel sudah homogen atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
belum karena dalam penelitian tidak dilakukan uji keseragaman ukuran partikel.
Selain itu, uji keseragaman bobot yang dilakukan juga masih berdasarkan
Farmakope Indonesia Edisi III meskipun sebenarnya uji keseragaman bobot juga
terdapat pada Farmakope Indonesia Edisi IV. Seharusnya uji keseragaman bobot ini
dilakukan berdasarkan acuan yang terbaru, yaitu Farmakope Indonesia Edisi IV.
Dalam penelitian ini, juga tidak dilakukan penetapan kadar zat aktif di
dalam tablet. Padahal data tersebut mungkin dapat menjelaskan tentang pengaruh
jumlah zat aktif dalam tablet terhadap disolusi dan bioavailabilitas obat. Hal-hal
BAB V
A. Kesimpulan
tidak sama.
generik.
236,037 + 15,762.
Nilai Cmax tablet Pyrexin® dan tablet Progesic® berbeda bermakna terhadap
tablet generik.
c. Nilai tmax (menit) tablet parasetamol generik sebesar 24,733 + 1,943; tablet
3,637.
Nilai tmax tablet Pyrexin® dan tablet Progesic® berbeda bermakna terhadap
tablet generik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
2. Tablet Pyrexin® dan tablet Progesic® yang diuji tidak bioekivalen dengan tablet
parasetamol generik.
B. Saran
1. Dilakukan pengujian klinik dengan tablet tersebut agar diketahui apakah produk
2. Dilakukan penelitian serupa dengan uji pendahuluan tablet yang lebih tepat,
95
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 649, 650, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 2001b, The Merck Index, 13th Edition, 10, Merck & Co.Inc., Whitehouse
Station, New Jersey
Anonim, 2004a, A to Z Drug Facts, 5th Edition, 7-8, Facts and Comparisons,
Missouri
Anonim, 2004b, Pedoman Uji Bioekivalensi, Badan Pengawas Obat dan Makanan
Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 2005a, Drug Information for The Health Care Professional, Volume I, 25th
Edition, 10, Thomson MICROMEDEX, USA
Anonim, 2005b, The Official Compendia of Standards 2005 : The United States
Pharmacopeia 28 - The National Formulary 23, 2411-2412, 2745, United
States Pharmacopeia Convention Inc., USA
Ansel, H. C., 1969, Introduction to Pharmaceutical Dosage Forms, 296-297, Lea &
Febiger, USA
Bassett, J., Denney, R. C., Jeffery, G. H., and Mendham, J., 1991, Vogel’s Textbook
of Quantitative Analysis Including Elementary Instrumental Analysis,
diterjemahkan oleh A. Hadyana Pudjaatmaka dan L. Setiono, Edisi IV, 847,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Belal, S., Elsayed, M. A-H., El-Waliely, A., and Abdine, H., 1979, Colorimetric
Acetaminophen Determination in Pharmaceutical Formulations, Journal of
Pharmaceutical Sciences, 68, 750-752
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Bowman, W. C., and Rand, M. J., 1990, Textbook of Pharmacology, 2nd Edition,
26.34, 26.35, 40.1, Oxford Blackwell Scientific Publications, Cambridge
Bruice, P. Y., 1998, Organic Chemistry, 2nd Edition, 947-948, Prantice-Hall Inc.,
New Jersey
Chafetz, U., Daly, R. E., Schriftman, H., and Lomner, J. J., 1971, Selective
Colorimetric Determination of Acetaminophen, Journal of Pharmaceutical
Science, 60, 463-466
Chamberlain, J., 1995, The Analysis of Drugs in Biological Fluids, 2nd Edition, 38-
40, CRC Press Inc., USA
Clark, B., and Smith, D. A., 1993, An Introduction to Pharmacokinetics, Revised 2nd
Edition, 1-2, 26-33, Oxford Blackwell Scientific Publications, USA
Connors, K. A., Amidon, G. L., and Stella, V. J., 1986, Chemical Stability of
Pharmaceuticals : A Handbook for Pharmacists, 2nd Edition, 163, 167, John
Wiley & Sons, New York
Frisell, W. R., 1982, Human Biochemistry, 423-427, McMillan Publishing Inc., USA
Gibson, G. G., and Skett, P., 1991, Introduction to Drug Metabolism, diterjemahkan
oleh Iis Aisyah B., 189-190, Universitas Indonesia Press, Jakarta
Glynn, J. P., and Kendal, S. E., 1975, Paracetamol Measurement, The Lancet, 7916,
Volume I, 1147
97
Johnston, A., and Woolard, R. C., 1983, STRIPE : A Computer Program for
Pharmacokinetics, J. Pharmacol. Math., 9, 193-199
Kottke, M. K., and Rudnic, E. M., 2002, Tablet Dosage Forms, in Banker, G. S., and
Rhodes, C. T., (Eds.), Modern Pharmaceutics, 4th Edition, 287-330, Marcell
Dekker Inc., New York
Lacy, C. F., Armstrong, L. L., Goldman, M. P., and Lance, L. L., 2003, Drug
Information, 11th Edition, 25, Lexi-Comp, Ohio
Lestari, C. S., Rahayu, S., Rya, H., Suhardjono, Maisunah, Soewarni, S., dkk., 2002,
Seni Menulis Resep : Teori dan Praktek, 27-36, P.T. Perca, Jakarta
Makoid, M., and Cobby, J., 2000, Introduction, in Makoid, M. C., Vuchetich, P. J.,
and Banakar, U. V. (Eds.), Basic Pharmacokinetics, 1st Edition, 1-2, Available
from http://pharmacy.creighton.edu/pha443/pdf/
McGilveray, I. J., and Mattok, G. L., 1972, Some Factors Affecting the Absorption
of Paracetamol, J. Pharm. Pharmac., 24, 615-619
Melmon, K. L., and Morelli, H. F., 1992, Melmon and Morelli’s : Clinical
Pharmacology Basic Principles in Therapeutics, 3rd Edition, 1032-1033,
McGraw-Hill, USA
Montgomery, R., Conway, T. W., and Spector, A. A., 1993, Biochemistry : A Case-
Oriented Approach, diterjemahkan oleh Staf Pengajar Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Edisi I, Jilid 1, 89-91, Binarupa Aksara, Jakarta
Mulja, M., dan Suharman, 1995, Analisis Instrumental, 35, Airlangga University
Press, Surabaya
Murray, R. K., Granner, D. K., Mayes, P. A., and Rodwell, V. W., 2000, Harper’s
Biochemistry, 25th Edition, 737, McGraw-Hill, New York
Mutschler, E., Derendorf, H., Schäfer-Korting, M., Elrod, K., and Estes, K. S., 1995,
Drug Actions : Basic Principle and Therapeutic Aspects, 33-35, Medpharm
Scientific Publishers, Stuttgart
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Mutschler, E., 1999, Dinamika Obat, diterjemahkan oleh Mathilda B. Widianto dan
Anna Setiadi Ranti, Edisi ke-5, 5-6, 9-47, 167, 200-201, Penerbit ITB, Bandung
Pearce, E. C., 2002, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, diterjemahkan oleh Sri
Yuliani Handoyo, 133, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Roth, H. J., and Blaschke, G., 1981, Pharmaceutical Analysis, diterjemahkan oleh
Sarjoko Kisman dan Slamet Ibrahim, 359-361, 373, Universitas Gajah Mada
Press, Yogyakarta
Setiawati, A., Zunida, S. B., dan Suyatna, F. D., 2003, Pengantar Farmakologi,
dalam Ganiswarna, S. G., Setiabudy, R. (Eds.), Farmakologi dan Terapi, Edisi
4 (Dengan Perbaikan), 5-10, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta
Shargel, L., Wu-Pong, S., and Yu, A. B. C., 2005, Applied Biopharmaceutics &
Pharmacokinetics, 5th Edition, 3, 456-458, 465-468, McGraw-Hill, Singapore
Suryawati, S. dan Donatus, I. A., 1998, Ketersediaan Hayati Obat pada Manusia,
Kursus Penelitian, Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
Widdop, B., 1986, Hospital Toxicology and Drug Abuse Screening, in Moffat, A. C,
et al. (Eds.), Clarke’s Isolation and Idenification of Drugs in Pharmaceuticals,
Body Fluids, and Pos Mortem Material, 2nd Edition, 23, The Pharmaceutical
Press, London
99
100
101
Penimbangan parasetamol
Kertas : 0,3932 g
Kertas + zat : 0,4436 g
Kertas + sisa : 0,3932 g
Zat : 0,0504 g = 50,4 mg
102
103
Pada menit ke-10, diambil sampel sebanyak 5,0 ml. Kemudian dilakukan
pengenceran. Ambil 1 ml, masukkan ke labu ukur 25,0 ml, tambahkan larutan dapar
hingga tanda. (larutan A). Kemudian dilakukan pengenceran lagi. Ambil 3,0 ml
larutan A, masukkan ke labu ukur 10,0 ml, tambahkan larutan dapar hingga tanda.
Ukur serapan pada panjang gelombang 243,1 nm. Pada tabung uji disolusi ditambah
5,0 ml larutan dapar.
Pada menit ke-20, diambil sampel sebanyak 5 ml. Kemudian dilakukan pengenceran
dengan cara yang sama. Pada tabung uji disolusi ditambah 5,0 ml larutan dapar.
Pada menit ke-30, diambil sampel sebanyak 5 ml. Kemudian dilakukan pengenceran
dengan cara yang sama.
Generik Replikasi I
Menit ke-10 :
Serapan (Y) = 0,433
0,433 - 0,01598
X= = 5,006 μg/ml
0,08331
10 25
Kadar sebelum pengenceran = 5,006 μg/ml x x = 417,167 μg/ml.
3 1
900
Dalam media 900 ml (Q900) terdapat parasetamol sebanyak = 2,086 mg x
5
= 375,480 mg
Menit ke-20 :
Serapan (Y) = 0,443
Dengan cara yang sama diperoleh Q900 sebesar 384,480 mg
Qkum = 384,480 mg + 2,086 mg = 386,566 mg
Menit ke-30 :
Serapan (Y) = 0,476
Dengan cara yang sama diperoleh Q900 sebesar 414,180 mg
Qkum = 414,180 mg + 2,086 mg + 2,136 mg = 418,402 mg
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
440.000
420.000
Qkum (mg)
400.000
380.000
360.000
0 10 20 30 40
Waktu (menit)
®
B PROFIL DISOLUSI TABLET PYREXIN
465.000
460.000
Qkum (mg)
455.000
450.000
445.000
440.000
435.000
0 10 20 30 40
Waktu (menit)
®
C PROFIL DISOLUSI TABLET PROGESIC
470.000
450.000
Qkum (mg)
430.000
410.000
390.000
370.000
0 10 20 30 40
Waktu (menit)
105
Nilai f2 Pyrexin®
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎢ 100 ⎥
= 50 log ⎢ ⎥
⎢ t =n
2 ⎥
⎢ ∑ (R t - Tt ) ⎥
⎢ 1+ t =1
⎥
⎣ n ⎦
⎡ ⎤
⎢ 100 ⎥
= 50 log ⎢ ⎥
⎢ 1 + (75, 816−8 9, 736)2 +(79,297 −91,496 )2 +(82,855 −91,940 )2 ⎥
⎣⎢ 3 ⎦⎥
⎡ ⎤
⎢ 100 ⎥
= 50 log ⎢ ⎥
193,766 +148,816 +82,537
⎢ 1+ ⎥
⎣ 3 ⎦
⎡ ⎤
⎢ 100 ⎥
= 50 log ⎢
425,119 ⎥
⎢ 1+ ⎥
⎣ 3 ⎦
⎡ 100 ⎤
= 50 log ⎢ ⎥
⎣⎢ 1 + 141,706 ⎦⎥
= 50 log 8,371
= 46,14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
Penimbangan tablet :
8392,8
Rata-rata = = 645,6 mg
13
Seluruh tablet tersebut digerus halus. Setiap tablet mengandung 500 mg parasetamol,
maka serbuk yang setara dengan 6000 mg parasetamol adalah
6000
= × 645,6 = 7747,2 mg
500
Penimbangan serbuk :
Kertas = 0,4406 g
Kertas + zat = 8,1914 g
Kertas + sisa = 0,4448 g
Zat = 7,7466 g = 7746,6 mg
7746,6 mg
Parasetamol yang ditimbang = × 6000 mg = 5999,53 mg
7747,2 mg
5999,53 mg
Konsentrasi larutan tersebut = = 239,981 mg/ml
25 ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
108
Lampiran 9. Operating Time Larutan Parasetamol dalam Plasma dengan Kadar 100 μg/ml (A) dan 400 μg/ml (B)
109
Lampiran 10. Panjang Gelombang Maksimum Larutan Parasetamol dalam Plasma dengan Kadar 100 μg/ml (A) dan 400 μg/ml (B)
110
Penimbangan parasetamol
Kertas : 0,4259 g
Kertas + zat : 0,4766 g
Kertas + sisa : 0,4265 g
Zat : 0,0501 g = 50,1 mg
111
112
Penimbangan parasetamol
Kertas : 0,4464 g
Kertas + zat : 0,4716 g
Kertas + sisa : 0,4463 g
Zat : 0,0253 g = 25,3 mg
113
114
N(3) : 5 N(2) : 4
Slope : - 0,010 Slope : - 0,033
Intercept : 241,180 Intercept : 19,697
R Value : - 0,952 R Value : - 0,478
Half Life : 69,253 Half Life : 20,902
AUC(0-Tn) : %19530,55
AUC(0-inf) : %22633,76
AUC(Tn-inf) is 13,71% of AUC(0-inf)
AUMC : %2461030,00
MRT : 108,73
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
N(3) : 5 N(2) : 5
Slope : - 0,010 Slope : - 0,034
Intercept : 250,386 Intercept : 13,294
R Value : - 0,945 R Value : - 0,486
Half Life : 68,858 Half Life : 20,598
AUC(0-Tn) : %19702,25
AUC(0-inf) : %23259,63
AUC(Tn-inf) is 15,29% of AUC(0-inf)
AUMC : %2613375,00
MRT : 112,36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
N(3) : 6 N(2) : 3
Slope : - 0,011 Slope : - 0,071
Intercept : 212,874 Intercept : 85,489
R Value : - 0,986 R Value : - 0,939
Half Life : 62,159 Half Life : 9,698
AUC(0-Tn) : %15414,65
AUC(0-inf) : %17193,84
AUC(Tn-inf) is 10,35% of AUC(0-inf)
AUMC : %1700020,25
MRT : 98,87
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
N(2) : 6
Slope : - 0,012
Intercept : 233,676
R Value : - 0,985
Half Life : 58,038
AUC(0-Tn) : %13178,10
AUC(0-inf) : %14984,20
AUC(Tn-inf) is 12,05% of AUC(0-inf)
AUMC : %1613842,62
MRT : 107,70
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
N(2) : 5
Slope : - 0,012
Intercept : 347,879
R Value : - 0,870
Half Life : 56,214
AUC(0-Tn) : %16080,60
AUC(0-inf) : %17480,37
AUC(Tn-inf) is 8,01% of AUC(0-inf)
AUMC : %1904148,00
MRT : 108,93
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
N(2) : 5
Slope : - 0,012
Intercept : 307,142
R Value : - 0,983
Half Life : 57,350
AUC(0-Tn) : %15712,70
AUC(0-inf) : %17533,76
AUC(Tn-inf) is 10,39% of AUC(0-inf)
AUMC : %1884151,25
MRT : 107,46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
N(2) : 7
Slope : - 0,011
Intercept : 339,469
R Value : - 0,990
Half Life : 63,911
AUC(0-Tn) : %24181,75
AUC(0-inf) : %27324,05
AUC(Tn-inf) is 11,50% of AUC(0-inf)
AUMC : %2837051,00
MRT : 103,83
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
N(2) : 6
Slope : - 0,011
Intercept : 537,281
R Value : - 0,939
Half Life : 62,555
AUC(0-Tn) : %34053,63
AUC(0-inf) : %37440,65
AUC(Tn-inf) is 9,05% of AUC(0-inf)
AUMC : %3931267,00
MRT : 105,00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
N(2) : 6
Slope : - 0,011
Intercept : 545,112
R Value : - 0,937
Half Life : 61,029
AUC(0-Tn) : %33592,18
AUC(0-inf) : %36706,36
AUC(Tn-inf) is 8,48% of AUC(0-inf)
AUMC : %3793171,00
MRT : 103,34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
Lampiran 18. Kurva Kadar Parasetamol dalam Plasma (Cp) vs. Waktu (t)
A GENERIK
300
270
240
Cp (μg/ml) 2 10
18 0
15 0
12 0
90
60
30
0
0 20 40 60 80 10 0 12 0 14 0 16 0 18 0 2 0 0 2 2 0 2 4 0
Waktu (m enit)
®
B PYREXIN
300
270
240
2 10
Cp (μg/ml)
18 0
15 0
12 0
90
60
30
0
0 20 40 60 80 10 0 12 0 14 0 16 0 18 0 2 0 0 2 2 0 2 4 0
Waktu (m enit)
®
C PROGESIC
300
270
240
2 10
Cp (μg/ml)
18 0
15 0
12 0
90
60
30
0
0 20 40 60 80 10 0 12 0 14 0 16 0 18 0 2 0 0 2 2 0 2 4 0
Waktu (m enit)
P ro ge s ic 1 P ro ge s ic 2 P ro ge s ic 3
Gambar 25. Kurva Kadar Parasetamol dalam Plasma (Cp) vs Waktu (t) pada
Tablet Parasetamol Generik (A), Tablet Pyrexin® (B), dan Tablet Progesic® (C)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
Lampiran 19. Kurva ln Kadar Parasetamol dalam Plasma (ln Cp) vs. Waktu (t)
A GENERIK
10
ln Cp (μg/ml)
0
0 20 40 60 80 10 0 12 0 14 0 16 0 18 0 200 220 240
Waktu (m enit)
B PYREXIN®
10
ln Cp (μg/ml)
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240
Waktu (menit)
C PROGESIC®
10
ln Cp (μg/ml)
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240
Waktu (menit)
Gambar 26. Kurva ln Kadar Parasetamol dalam Plasma (ln Cp) vs Waktu (t) pada
Tablet Parasetamol Generik (A), Tablet Pyrexin® (B), dan Tablet Progesic® (C)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
126
= 3 9,052.1012 = 20840,628
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
Between-Subjects Factors
Value Label N
obat 1,00 generik 3
2,00 progesic 3
3,00 pyrexin 3
Descriptive Statistics
128
obat
Mean
Difference 90% Confidence Interval
(I) obat (J) obat (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
generik progesic -,474254* ,1221413 ,019 -,781580 -,166928
pyrexin ,226170 ,1221413 ,232 -,081156 ,533496
progesic generik ,474254* ,1221413 ,019 ,166928 ,781580
pyrexin ,700424* ,1221413 ,003 ,393098 1,007750
pyrexin generik -,226170 ,1221413 ,232 -,533496 ,081156
progesic -,700424* ,1221413 ,003 -1,007750 -,393098
Based on observed means.
*. The mean difference is significant at the ,1 level.
Homogeneous Subsets
AUC_0_inf
a,b
Tukey HSD
Subset
obat N 1 2
pyrexin 3 9,718490
generik 3 9,944660
progesic 3 10,418913
Sig. ,232 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = ,022.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
b. Alpha = ,1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
Between-Subjects Factors
Value Label N
obat 1,00 generik 3
2,00 progesic 3
3,00 pyrexin 3
Descriptive Statistics
130
obat
Multiple Comparisons
Mean
Difference 90% Confidence Interval
(I) obat (J) obat (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
generik progesic -,275989* ,0787822 ,030 -,474217 -,077761
pyrexin ,429264* ,0787822 ,004 ,231037 ,627492
progesic generik ,275989* ,0787822 ,030 ,077761 ,474217
pyrexin ,705253* ,0787822 ,000 ,507026 ,903481
pyrexin generik -,429264* ,0787822 ,004 -,627492 -,231037
progesic -,705253* ,0787822 ,000 -,903481 -,507026
Based on observed means.
*. The mean difference is significant at the ,1 level.
Homogeneous Subsets
Cmax
a,b
Tukey HSD
Subset
obat N 1 2 3
pyrexin 3 4,757207
generik 3 5,186471
progesic 3 5,462460
Sig. 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = ,009.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
b. Alpha = ,1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
Between-Subjects Factors
Value Label N
obat 1,00 generik 3
2,00 progesic 3
3,00 pyrexin 3
Descriptive Statistics
132
obat
obat
Multiple Comparisons
Mean
Difference 90% Confidence Interval
(I) obat (J) obat (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
generik progesic -8,8667* 2,50540 ,028 -15,1706 -2,5627
pyrexin -21,7000* 2,50540 ,000 -28,0040 -15,3960
progesic generik 8,8667* 2,50540 ,028 2,5627 15,1706
pyrexin -12,8333* 2,50540 ,005 -19,1373 -6,5294
pyrexin generik 21,7000* 2,50540 ,000 15,3960 28,0040
progesic 12,8333* 2,50540 ,005 6,5294 19,1373
Based on observed means.
*. The mean difference is significant at the ,1 level.
Homogeneous Subsets
Tmax
a,b
Tukey HSD
Subset
obat N 1 2 3
generik 3 24,7333
progesic 3 33,6000
pyrexin 3 46,4333
Sig. 1,000 1,000 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 9,416.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
b. Alpha = ,1.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BIOGRAFI PENULIS