Anda di halaman 1dari 50

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

EVALUASI PERACIKAN SEDIAAN STERIL UNTUK PASIEN PEDIATRI


RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PANTI WILASA Dr. CIPTO
SEMARANG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi

Oleh :
Melviya
NIM : 148114163

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

EVALUASI PERACIKAN SEDIAAN STERIL UNTUK PASIEN PEDIATRI


RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PANTI WILASA Dr. CIPTO
SEMARANG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi

Oleh :
Melviya
NIM : 148114163

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2018

i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi
Peracikan Sediaan Steril untuk Pasien Pediatri Rawat Inap di Rumah Sakit
Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang” sebagai syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung dari Ibu Dina
Christin Ayuning Putri, M.Sc., Apt. dengan nomor SK 070/Penel./LPPM-
USD/IV/2017 dengan judul proposal “Evaluasi Proses Peracikan dan Kualitas
Sediaan Racikan Steril Bagi Penderita Penyakit Degeneratif di Bangsal
Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang”. Keberhasilan penulis dalam
menyelesaikan penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak, dan
penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Aris Widayati, M.Si, Ph.D., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ibu Dr. Sri Hartati Yuliani, Apt. dan Ibu Dina Christin Ayuning Putri M.Sc.,
Apt. sebagai dosen pembimbing yang tidak kenal lelah dalam memberi
bimbingan, motivasi, semangat serta kritik dan saran dalam penyusunan
proposal hingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
3. Ibu Dr. Erna Triwulandari, M.Sc., Apt. selaku DPA yang senantiasa
mengayomi, mendukung dan membimbing penulis selama menjalani
perkuliahan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
4. Ibu Wahyuning Setyani, M.Sc., Apt. dan Bapak Christianus Heru Setiawan,
M.Sc., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritk, saran dan
arahan dalam penyelesain penelitian ini
5. Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang yang telah memberikan izin
untuk melakukan penelitian.
6. Kedua orang tua tercinta, Bapak Eddy Sudianto dan Ibu Guan Hwa, yang
senantiasa mendukung dan mendoakan penulis dalam menjalani kehidupan
serta dalam menyelesaikan penelitian ini.

vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

7. Cicik Melissa dan Koko Michael yang telah memberikan motivasi, semangat
dan doa sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.
8. Teman-teman seperjuangan skripsi Tim Compounding, Delpin dan Sara yang
selalu sabar dan telah menemani dalam suka maupun duka selama proses
pembuatan proposal skripsi, penelitian hingga skripsi ini terselesaikan.
9. Sahabatku tercinta Maria dan Novika yang senantiasa memberikan motivasi
dan menjadi tempat berkeluh kesah bagi peneliti selama proses penelitian
berlangsung
10. Teman-teman KKN RS dan FSMD 2014 atas motivasi dan bantuan dalam
penyusunan skripsi ini
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dan mendukung penulis dalam proses pengerjaan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna, maka
penulis terbuka terhadap kritik dan saran sehingga hasil penelitan dapat menjadi
lebih bermanfaat, terutama dalam bidang kefarmasian. Terimakasih

Yogyakarta,13 Desember 2017

Penulis

vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................... iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................ v
PRAKATA ....................................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xi
ABSTRAK ....................................................................................................... xii
ABSTRACT ....................................................................................................... xiii
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
METODE PENELITIAN ................................................................................. 2
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 4
Personil Peracik ...................................................................................... 5
Sarana dan Prasarana .............................................................................. 6
Prosedur Peracikan Sediaan Steril .......................................................... 7
Hasil Sediaan Racikan ............................................................................ 12
Evaluasi Sediaan Steril ........................................................................... 15
KESIMPULAN ................................................................................................ 19
SARAN ............................................................................................................ 19
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 20
LAMPIRAN ..................................................................................................... 24
BIOGRAFI PENULIS ..................................................................................... 36

viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR TABEL

Tabel I. Jumlah Peracikan Obat yang Teramati .......................................... 5


Tabel II. Personil Peracik Sediaan Steril ..................................................... 6
Tabel III. Data ketepatan volume pelarut untuk rekonstitusi ceftriaxone,
cefotaxime dan omeprazole ........................................................... 10
Tabel IV. Beyond Use date berdasarkan Resiko Kontaminasi...................... 15
Tabel V. pH Sampel Obat Suntik Racikan ................................................... 16
Tabel VI. Nilai Transmittan Hasil Uji Spektrofotometri UV-VIS ................. 17

ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR GAMBAR

Gambar I. Grafik Evaluasi Tahapan Penyiapan Sediaan Steril .................. 8


Gambar II. Grafik Evaluasi Hasil Sediaan Steril Racikan .......................... 13
Gambar III. Label Obat (Depkes RI, 2009) ................................................. 14

x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Perizinan Penelitian Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Cipto
Semarang .................................................................................. 24
Lampiran 2. Lembar Penjelasan Kepada Subjek............................................ 25
Lampiran 3. Informed Concent Subjek Penelitian ......................................... 26
Lampiran 4. Lembar Observasi ...................................................................... 27
Lampiran 5. Sarana dan Prasarana Peracikan Obat Suntik di Bangsal Anak. 29
Lampiran 6. Sampel Obat Suntik dari Rumah Sakit ...................................... 32
Lampiran 7. Uji Normalitas Data Transmittan ............................................... 33
Lampiran 8. Uji Mann Whitney ...................................................................... 34
Lampiran 9. Hasil Uji Sterilitas...................................................................... 35

xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRAK
Peracikan sediaan steril khususnya untuk pasien pediatri rawat inap di
rumah sakit membutuhkan perhatian khusus terkait adanya penyesuaian dosis. Hal
yang perlu diperhatikan dalam peracikan sediaan steril yaitu personil peracik,
penggunaan teknik aseptis serta sarana dan prasarana khusus yang dapat
menjamin kualitas sediaan steril. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji proses
peracikan dan kualitas sediaan parenteral (steril) untuk pasien pediatri rawat inap
di Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang. Penelitian ini merupakan
penelitian observasional analitik dengan teknik pengambilan subjek penelitian
secara incidental sampling. Subyek penelitian adalah personil yang melakukan
peracikan sediaan steril untuk pasien pediatri rawat inap di rumah sakit tersebut.
Hasil pengamatan 114 pencampuran obat suntik yang diamati pada bangsal anak
menunjukkan bahwa personil peracik (100%), sarana prasarana (100%) serta
prosedur pencampuran sediaan steril injeksi tidak sesuai dengan Pedoman
Pencampuran Obat Suntik & Penanganan Sitostatika (2009), sehingga dapat
mempengaruhi kualitas sediaan steril yang dihasilkan. Disamping itu terjadi
inkompatibilitas fisika sebanyak 8,77% meskipun sudah menggunakan pelarut
yang sesuai dengan literatur (100%). pH obat ceftriaxone dan cefotaxime yang
diujikan sudah sesuai dengan literatur sedangkan pH omeprazole tidak sesuai
literatur dan berdasarkan pengujian sterilitas dinyatakan tidak terjadi pertumbuhan
bakteri pada sampel obat suntik.

Kata kunci: Sediaan steril, pediatri, inkompatibilitas, stabilitas, pH, sterilitas

xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT
Compounding sterile preparations especially for hospitalized pediatric
patients needs more concern because of dose adjustment. Things that should be
more concern are compounding personnel, using of aseptic technique and
facilitation that affect the quality of sterile preparations. The aims of this study
were to observe compounding process and quality of sterile preparations for
hospitalized pediatric patients in Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang Hospital. This
was an observational analitic with incidentally sampling research. Subject in this
research was personnel who performed sterile preparations for hospitalized
pediatric patients. Results from 114 sterile preparations which are observed in
pediatric ward showed that compounding personnel (100%), facilities &
infrastuctures and sterile preparations procedure were not appropriate with
Pedoman Pencampuran Obat Suntik (2009) guideline, so it could impact to the
quality of sterile preparations. Compounding procedures has not implemented
aseptic technique (100%), physical incompatibility occurred in 8.77% eventhough
the right solvent has been used. The pH of Ceftriaxone and Cefotaxime was
similar with literature but not for Omeprazole’s pH and based on sterility test,
there are not bacterial growth.

Key word: Sterile preparation, pediatric, compatibility, stability, pH, sterility

xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PENDAHULUAN
Peracikan sediaan steril merupakan rangkaian perubahan bentuk obat dari
kondisi semula menjadi produk baru dengan proses pelarutan atau penambahan
bahan lain yang dilakukan secara aseptis oleh apoteker di sarana pelayanan
kesehatan (Depkes RI, 2009a). Kegiatan ini banyak dilakukan di rumah sakit
terkait dengan kebutuhan pasien dan terus berkembang dari tahun ke tahun hingga
saat ini telah ditetapkan standar peracikan sediaan steril yang baik, untuk
menjamin kualitas produk akhir (Myers, 2013). Standar peracikan sediaan steril,
termasuk kajian resikonya tercantum dalam United State Pharmacopoeia
khususnya pada chapter 797 (Kastango dan Bradshaw, 2004).
Peracikan sediaan steril perlu memperhatikan beberapa aspek kritis yang
dapat mempengaruhi kualitas sediaan steril yang dihasilkan. Aspek kritis yang
perlu diperhatikan yaitu personil yang melakukan peracikan, sarana dan prasarana
yang menunjang (fasilitas peracikan yang tersedia, alat pelindung yang
digunakan), serta prosedur peracikan. Disamping itu, kondisi pengelolan hasil
sediaan steril racikan juga perlu diperhatikan untuk menjamin stabilitas obat tetap
terjaga sehingga dapat menjamin kualitas obat yang dihasilkan (Pedersen et al.,
2015; Khalili et al., 2013; Rich et al, 2013; Surahman et al., 2012).
Penelitian Pandini (2016) menunjukkan bahwa sarana prasarana serta
prosedur pencampuran sediaan steril injeksi yang dilakukan sebuah Rumah Sakit
di daerah Cilacap, belum sesuai dengan Pedoman Pencampuran Obat Suntik.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Lucida (2014) dan Maharani (2010)
menunjukkan bahwa pencampuran sediaan parenteral (steril) yang dilakukan di
beberapa rumah sakit belum memperhatikan teknik aseptis serta adanya potensi
inkompatibilitas yang tinggi. Inkompatibilitas dalam sediaan racikan
menyebabkan perubahan dosis, stabilitas, khasiat hingga keamanan obat. Hal
tersebut menyebabkan terapi bagi pasien menjadi tidak sesuai dan berdampak
pada kualitas pengobatan pasien.
Pemberian obat di rumah sakit, khususnya bagi pasien rawat inap
dilakukan secara parenteral, hal ini terkait dengan beberapa keunggulannya, yaitu
dosis dan pemberian dapat diatur, memberikan onset yang cepat, ketersediaan

1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

hayati obat baik, dan dapat diberikan pada saat pasien dalam kondisi tidak sadar
atau tidak mampu menelan obat (Siregar, 2004).
Peracikan sediaan steril untuk pasien pediatri membutuhkan perhatian
khusus karena pasien pediatri berbeda secara fisiologis, imunologis, anatomis,
serta perkembangan metabolismenya sehingga perlu adanya penyesuaian dosis
obat tanpa mengurangi efektifitas obat (Menkes RI, 2016). Di Jerman dan Inggris,
diperkirakan sekitar 34-48% kesalahan peracikan terletak pada proses penyiapan
dan pemberiannya (Wirtz et al, 2003; Taxis dan Barber, 2004). Kesalahan yang
terjadi meliputi pelarut yang tidak tepat, kesalahan perhitungan dosis, pelabelan
yang salah atau tidak lengkap dari botol (wadah) yang disiapkan, dan berbagai
inkompatibilitas antara campuran bahan (Allegaert et al, 2006; Costa et al, 2008).
Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Cipto merupakan salah satu rumah sakit
tipe C di kota Semarang. Lokasi yang strategis serta keberadaan dokter spesialis
anak, merupakan salah satu alasan RS Panti Wilasa Dr. Cipto menjadi pilihan
warga dalam menjalani perawatan rawat inap untuk anak-anak mereka. Pasien
pediatri rawat inap di rumah sakit ini seringkali mendapat sediaan steril (injeksi).
Hal ini mendorong peneliti untuk melakukan observasi terhadap peracikan
sediaan steril untuk pasien pediatri rawat inap di rumah sakit Panti Wilasa
Dr.Cipto Semarang sehingga dapat digunakan sebagai evaluasi dan dasar
pengembangan untuk mengoptimalkan dan meningkatkan pelayanan kefarmasian,
khususnya dari segi personil peracik, sarana prasarana peracikan, dan kualitas
sediaan steril hasil racikan di rumah sakit tersebut. Kesesuaian terapi dan kualitas
sediaan racikan menjadi dua hal penting untuk mencapai terapi yang optimal bagi
pasien pediatri.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan rancangan
cross-sectional dan cara pengambilan sampel incidental sampling. Data diambil
menggunakan lembar checklist yang sesuai dengan Pedoman Pencampuran Obat
Suntik dan Sitostatika 2009. Pengambilan data dilakukan secara prospektif di
bangsal Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang dengan nomor ijin
penelitian 748.3/RSPWDC/LP/DIKLAT/VII/2017. Penelitian ini merupakan

2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

gabungan antara metode observasi prospektif di rumah sakit dan pembuktian di


laboratorium.
Objek penelitian yang dibutuhkan adalah resep dokter yang didalamnya
terdapat sediaan racikan steril untuk pasien pediatri, proses peracikan sediaan
steril, serta racikan sediaan steril dari Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Cipto
Semarang.
Penelitian ini, terdiri dari 2 bagian, yaitu observasi proses peracikan dan
evaluasi kualitas hasil racikan sediaan steril.
1. Observasi Proses Peracikan
Peneliti melakukan observasi pada personil peracik sediaan steril, sarana
dan prasarana yang mendukung, prosedur peracikan sediaan steril serta hasil
racikan sediaan steril tersebut. Mencatat kejadian yang terjadi selama proses
peracikan menggunakan lembar observasi yang disesuaikan dengan Pedoman
Peracikan Obat Suntik dan Sitostatika 2009. Selanjutnya peneliti melakukan
evaluasi kesalahan peracikan yang terjadi selama proses peracikan sediaan
parenteral berdasarkan kesesuaian pada lembar observasi.
2. Evaluasi Hasil Racikan Sediaan Steril
Evaluasi kualitas sediaan hasil racikan dilakukan dengan mengambil 3
sampel racikan sediaan steril dengan frekuensi peracikan terbesar. Kemudian
tiap sampel diracik 2x (duplo) untuk dilakukan pengujian kompatibilitas, pH,
stabilitas fisik dan sterilitas di Laboratorium. Peracikan sediaan dilakukan di
RS Panti Wilasa Dr.Cipto, sesuai dengan standar pelaksanaan operasional
yang berlaku di rumah sakit tersebut.
a. Kompatibilitas Fisik
Pengamatan kompatibilitas fisik dilakukan dengan melakukan
pengamatan secara visual terhadap hasil sediaan racikan apakah masih
terdapat partikel yang melayang (obat tidak larut), adanya endapan,
perubahan warna dan fenomena lainnya yang menurut literatur
(Handbook of Injectable Drug) tidak seharusnya terjadi dalam sediaan
racikan steril tersebut.

3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

b. Uji pH
Pengujian pH dilakukan untuk mengetahui apakah pH sediaan sudah
sesuai dengan pH obat menurut literatur atau belum, dimana pH
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas dan
kelarutan sediaan tersebut (Gorski et al, 2015). Pengujian dilakukan
dengan menggunakan alat pH meter (Staven et al, 2016). Disamping itu,
pengujian ini dilakukan untuk membandingkan pH sediaan steril yang
diracik di rumah sakit dengan yang di racik di laboratorium.
c. Uji Stabilitas Fisik (Turbiditas)
Pengujian stabilitas dengan menggunakan instrumen spektrofotometer
UV-Vis dengan panjang gelombang maksimum masing-masing sampel
untuk menghitung nilai transmittan dalam sampel sediaan steril racikan
atau dikenal juga dengan turbidimetri (Staven et al, 2016). Sampel yang
diujikan, disimpan terlebih dahulu hingga mendekati waktu Beyond use
Date (BUD) yaitu ± 24 jam untuk Ceftriaxone dan Cefotaxime serta ± 4
jam untuk Omeprazole (Anonim, 2008), kemudian dilakukan analisis
statistika untuk membandingkan kedua kelompok data yang diberi
perlakuan berbeda tersebut (Sugiyono, 2010).
d. Uji Sterilitas
Uji Sterilitas dilakukan di Balai Laboratorium Kesehatan Semarang. Uji
sterilitas dilakukan dengan metode inokulasi langsung menggunakan
media agar Brain-Heart Infusion (BHI) sebagai media penyubur dengan
inkubasi selama 24 jam kemudian dipindahkan pada media universal
yaitu media agar BP. Hasil pengujian berupa pernyataan ada tidaknya
pertumbuhan bakteri terhadap sediaan yang diujikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data diambil pada periode September 2017 – Oktober 2017 setiap hari
Sabtu dan Minggu. Peneliti memperoleh 69 peresepan untuk pasien pediatri
dengan rentang umur 0-18 tahun (berdasarkan pada British Paediatric Association
2007) yang di rawat inap di rumah sakit, dengan total peracikan sebanyak 114
peracikan obat steril. Frekuensi 3 teratas obat yang paling sering diracik saat

4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pengamatan yaitu Ceftriaxone Sodium (48,25%), Cefotaxime (12,28%) dan


Omeprazole Sodium (8,77%). Pada Tabel I disajikan data peracikan obat suntik di
bangsal anak.
Tabel I. Jumlah Peracikan Obat yang Teramati
No. Nama obat Jumlah Persentase
Banyak (Kali) (%)
1 Ceftriaxone sodium (52) dan 55 48.25
Tricefin® (Ceftriaxone sodium) (3)
2 Cefotaxime (13) dan Lapixime® 14 12.28
(cefotaxime) (1)
3 Omeprazole sodium 10 8.77
4 Gentamicin 7 6.14
5 Dexamethasone 5 4.38
6 Ondansetron 4 3.51
7 Ampicilin 3 2.63
8 Ketorolac 3 2.63
9 Methyl Prednisolone 2 1.75
10 Calcium Gluconas 2 1.75
11 Broadced (Ceftriaxone disodium) 2 1.75
12 KCl 1 0.88
13 Tramadol 1 0.88
14 Buscopan 1 0.88
15 Meropenem 1 0.88
16 Phenobarbital 1 0.88
17 ethamsylate (Dycinone) 1 0.88
18 Mikasin (500 mg/2ml) 1 0.88
Total 100.00
Personil Peracik
Dari hasil penelitian, diperoleh hasil bahwa peracikan sediaan steril
untuk pasien pediatri rawat inap di bangsal anak dilakukan sepenuhnya oleh
perawat (100%). Belum ada peran apoteker maupun tenaga teknis kefarmasian
dalam melakukan peracikan obat suntik. Disamping itu juga perawat yang
melakukan peracikan obat suntik menyampaikan bahwa peracikan tersebut
dilakukan berdasarkan pengalaman yang sudah mereka terima sebelumnya dan
mereka tidak mengikuti suatu pelatihan apapun untuk melakukan peracikan obat
suntik. Hal serupa juga terjadi pada penelitian Bülbül et al (2014) dikatakan
bahwa perawat di bangsal anak pada salah satu rumah sakit di Istanbul tidak
mendapat pendidikan dan pelatihan khusus untuk penyiapan dan administrasi obat
suntik sehingga menghasilkan sediaan dengan dosis (29,5%) dan konsentrasi

5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

(30,6%) yang tidak sesuai dengan yang diresepkan. Personil peracik yang terlibat
dalam peracikan sediaan steril disajikan pada Tabel II.
Tabel II. Personil Peracik Sediaan Steril
No Penggolongan Demografi Jumlah (N=10)
1 Sumber Daya Tenaga Teknis Kefarmasian 0
Manusia Perawat 10
2 Jenis Kelamin Wanita 9
Pria 1
Personil yang melakukan peracikan, hendaklah tenaga kefarmasian,
untuk menjamin kualitas sediaan yang dihasilkan, karena berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan, peracikan sediaan steril yang dilakukan oleh tenaga
kefarmasian menghasilkan kualitas produk yang lebih baik dibandingkan dengan
yang dihasilkan oleh tenaga non kefarmasian (Thomas et al., 2005). Personil
peracik haruslah terlatih dalam penerapan teknis aseptis karena walaupun sarana
dan prasarana sudah memadai namun jika tidak disertai kemampuan yang cukup
tidak bisa menjamin bahwa produk terhindar dari kontaminasi (Trissel et al,
2011).
Disamping itu juga sebuah studi yang sama mengatakan bahwa
keterlibatan farmasi klinis dalam praktek kefarmasian di bangsal, dapat
menggantikan tugas perawat dalam menyiapkan obat suntik sehingga dapat
menurunkan angka kejadian medication error, seperti salah dosis, salah pelarut
dan adanya potensi inkompatibilitas (Taxis and Barber, 2004). Personil peracik
hendaklah mengikuti pelatihan secara berkala untuk meracik obat suntik (Cousins
et al, 2005).
Sarana dan Prasarana
Berdasarkan hasil observasi, sarana dan prasarana yang digunakan untuk
peracikan sediaan steril di rumah sakit Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang masih
sangat minim, dimana proses peracikan tidak dilakukan di suatu ruang khusus
(100%) melainkan di ruang/kantor perawat (nursing station) dan peracikan tidak
dilakukan dibawah LAF (100%). Hal tersebut dikhawatirkan dapat meningkatkan
resiko kontaminasi mikroba saat proses peracikan obat suntik. Dalam penelitian

6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Austin dan Elia (2009) dikatakan bahwa peracikan sediaan steril yang dilakukan
terpusat di Instalasi Farmasi dalam ruang khusus (penggunaan LAF) dan peralatan
yang memadai terbukti dapat menurunkan kejadian kontaminasi sediaan.
Menurut Pedoman Dispensing Sediaan Steril (2009a), prosedur
dispensing sediaan steril dilakukan di LAF (Laminar Air Flow) dan apabila tidak
terdapat fasilitas LAF maka prosedur dispensing sediaan steril bisa dilakukan
dalam kondisi khusus dengan memperhatikan beberapa hal. Salah satu hal yang
harus diperhatikan adalah ruang preparasi yang digunakan merupakan ruang
khusus yang paling bersih dan khusus untuk sediaan steril saja. Kemudian hal
lainnya yang harus diperhatikan selama dispensing sediaan steril berdasarkan
pedoman (2009a) adalah meja kerja harus jauh dari pintu.
Disamping itu, pendistribusian obat dan peralatan untuk peracikan
sediaan steril tidak melalui passbox (100%), karena seperti yang telah disebutkan
diatas bahwa peracikan tidak dilakukan di ruang khusus dan memadai untuk
menjamin sterilitas obat. Hal serupa juga terjadi pada penelitian di salah satu
rumah sakit di Cilacap (Pandini, 2016), dimana sarana dan prasarana yang
digunakan untuk peracikan sediaan steril masih belum sesuai dengan Pedoman
(2009b) sehingga di khawatirkan dapat meningkatkan terjadinya kontaminasi
sediaan.
Prosedur Peracikan Sediaan Steril
1. Tahap Penyiapan
Pada tahapan ini seharusnya diawali dengan pemeriksaan obat yang akan
diracik berdasarkan prinsip 5 BENAR (benar pasien, obat, dosis, rute dan waktu
pemberian). Berdasarkan hasil observasi, pengecekan hanya dilakukan terkait
benar obat, pasien dan dosis saja namun tidak dilakukan pengecekan, rute dan
waktu pemberian. Sebuah studi mengatakan bahwa penerapan prinsip 5 Benar
dapat menjadi indikator menjamin keamanan dalam penyiapan dan administrasi
obat (Smeuler et al, 2015). Selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik obat-obatan
yang diterima (33,33%) yaitu dengan mengecek kembali nama obat, jumlah obat
yang diterima saja, tanpa disertai pengecekan No.batch dan tanggal kadaluarsa

7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

obat yang akan digunakan dalam proses peracikan. Tahapan penyiapan dalam
proses peracikan sediaan steril disajikan dalam Gambar I.

Tahap Penyiapan
Ya Tidak

98.25% 100% 98.25% 100%


93.86%

66.67% 70.18%

33.33% 29.82%

1.75% 1.75% 6.14%


0% 0%

Memeriksa Menghitung Menggunakan Menghitung Membuat label Melengkapi Mencuci


kondisi obat kesesuaian pelarut sesuai volume pelarut obat dokumen tangan dengan
yang diterima dosis literatur pencampuran sabun

Gambar I. Grafik Evaluasi Tahapan Penyiapan Sediaan Steril


Perhitungan kesesuaian dosis pada tahapan penyiapan obat suntik
merupakan hal yang penting bagi pasien pediatri maupun dewasa terkait dosis
obat yang berbeda-beda untuk tiap individu (Ong and Subasyini, 2013).
Perhitungan dosis umumnya menggunakan berbagai perbandingan dan proporsi,
misalnya untuk pasien pediatri dosis bisa dihitung berdasakan berat badan
maupun luas permukaan tubuh sehingga dihasilkan dosis yang spesifik (Ochoa &
Vega, 2015). Dari hasil pengamatan hanya sekitar 1,75% obat yang dihitung
kesesuaian dosisnya yaitu perhitungan dosis ceftriaxone. Perhitungan dosis dapat
mencegah terjadinya medication error yaitu kesalahan dosis (Chedoe et al, 2007).
Pemilihan pelarut dalam peracikan sediaan steril merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi kelarutan dan stabilitas obat, dimana pelarut yang
digunakan harus dapat melarutkan sediaan dan bersifat inert (Lukas, 2011). Dari
hasil observasi penggunaan pelarut dalam peracikan obat suntik sudah sesuai
dengan literatur. Kebanyakan obat suntik tidak tersedia dalam dosis untuk anak-
anak, sehingga diperlukan adanya perhitungan volume larutan yang akan
digunakan dari sediaan dosis dewasa (Walsh et al, 2004). Dari hasil pengamatan
hanya sekitar 1,75% obat (ceftriaxone) yang dihitung volume pelarut yang
digunakan. Penelitian Stratton et al (2004) mengatakan bahwa volume obat suntik

8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

merupakan salah satu faktor yang dapat menyebakan medication error yaitu
kesalahan volume obat.
Pada tahap penyiapan seharusnya dibuat label obat yang berisi nama
pasien, No. RM, No. bed, dosis pemberian, cara pemberian obat, kondisi
penyimpanan, tanggal pembuatan dan tanggal kadaluarsa sediaan (Buchanan &
Schneider, 2009). Dari hasil observasi diperoleh hasil hampir seluruh (93,86%)
proses peracikan sediaan steril di bangsal anak diawali dengan pembuatan label
obat berisi nama pasien, No. RM, No. bed, serta nama dan dosis obat yang
kemudian ditempelkan pada spuit untuk injeksi. Namun terdapat 6,14% sediaan
tidak diberi label karena langsung diinjeksikan kepada pasien setelah proses
peracikan.
Disamping itu, peracikan sediaan steril di bangsal anak tidak terdapat
dokumen pencampuran melainkan perawat hanya memberi tanda pada Catatan
Pemberian Obat (CPO) pasien apabila sediaan sudah diracik dan disuntikkan.
Pada tahap penyiapan ini personel peracik yang mencuci tangan sebelum proses
peracikan memilki persentase yang rendah yaitu 29,82%. Pencucian tangan
dengan sabun dapat mengurangi jumlah mikroba dan akumulasi partikel pada
tangan sehingga dapat mengurangi terjadinya kontaminasi saat proses peracikan
(Ochoa&Vega, 2015).
2. Tahap Pencampuran ataupun Rekonstitusi
Selama observasi peracikan sediaan steril untuk pasien pediatri, perawat
yang meracik tidak menerapkan prosedur aseptis meliputi tidak menggunakan
masker dan sarung tangan saat meracik (100%), tidak membersihkan tempat
preparasi (100%), vial obat tidak didesinfeksi dengan menggunakan alkohol
(88,6%) serta teknik pelarutan/rekonstitusi obat (100%) masih belum menerapkan
ANTT (Aseptic Non-Touch Technique). ANTT merupakan metode evidence-
based untuk standardsasi teknik aseptik dari tenaga kesehatan (Pharmacy
Departement UCLH, 2010).
Jika dilihat dari cara merekonstitusi sediaan ada beberapa perawat yang
mengocok vial dengan posisi jarum tetap berada di dalam vial dan ada sebagian
dengan jarum dikeluarkan dari dalam vial. Dan pada saat mengocok vial/botol ada

9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

yang mengocok dengan kencang dan tidak pada posisi 90° sehingga ditemukan
serbuk pada tutup vial, dan pada beberapa kasus ditemukan serbuk yang tidak
larut pada bagian bawah vial. Seharusnya pada saat pengocokan vial, jarum
dilepaskan dari vial kemudian ditutup kembali dengan penutupnya (untuk
mencegah kontaminasi), lalu untuk melarutkan serbuk cukup dilakukan gerakan J-
Motion hingga seluruh serbuk dalam vial terlarut (Depkes RI, 2009b). Hal ini
dilakukan untuk mencegah adanya serbuk yang menempel pada rubber (stopper)
vial yang menyebabkan obat tidak terlarut sempurna. Namun karena keterbatasan
sarana dan prasarana peracikan (tidak adanya LAF) maka saat proses rekonstitusi
jarum bisa dibiarkan di dalam vial, hal ini bertujuan untuk mencegah
menempelnya kontaminan pada jarum suntik. Pengocokan sebaiknya dilakukan
pada posisi 90° karena pada posisi ini kontak antara zat dengan pelarut lebih besar
dan zat dapat terlarut dengan baik. Pengocokan tidak boleh dilakukan terlalu
kencang, karena dapat menyebabkan serbuk tertinggal dibagian bawah tutup vial
(Lucida et al, 2014).
Tabel III. Data ketepatan volume pelarut untuk rekonstitusi ceftriaxone,
cefotaxime dan omeprazole
Jenis dan Volume Pelarut Tempat Teknik
Sediaan (Dosis) Rumah sakit Literatur Pencampuran Aseptis
(Trissel,2009)
Injeksi kering Aqua pro Aqua pro Ruangan Tidak
Ceftriaxone (1 g) injection; 10 injection; 10 ml perawat menggunakan
ml teknik aseptis
Injeksi kering Aqua pro Aqua pi; 10 ml Ruangan Tidak
Cefotaxime(1 g) injection; 10 (i.v) dan 5 ml perawat menggunakan
ml (i.m) teknik aseptis
Injeksi kering Pelarut Pelarut Ruangan Tidak
Omeprazole (40 Omeprazole; Omeprazole; 10 perawat menggunakan
mg) 10 ml ml teknik aseptis
Dari hasil observasi 3 sediaan injeksi dengan frekuensi peracikan
tertinggi, yaitu Ceftriaxone, Cefotaxime dan Omeprazole, volume pelarut yang
digunakan sudah tepat dan sesuai dengan yang tertera pada literatur (ditunjukkan
pada Tabel III). Pelarut yang digunakan sesuai dengan pedoman Handbook of
Injectable Drugs Edisi 16, khususnya injeksi kering omeprazole harus dilarutkan
dengan pelarutnya sendiri yang mengandung 0,5 mg asam sitrat monohidrat dan
PEG 400 0,4 g (Trissel, 2011). Dari hasil pengamatan, injeksi omeprazole sodium

10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

yang diracik masih banyak yang tidak terlarut sempurna sehingga masih terdapat
partikel yang melayang dalam spuit. Hal tersebut merupakan salah satu fenomena
inkompatibilitas fisik, dimana ketika diadministrasikan ke dalam pembuluh darah
pasien dapat menyebabkan terbentuknya emboli (Lukas, 2011)
Pemberian injeksi antibiotika hasil rekonstitusi sudah tepat pasien karena
pada saat penyiapan semua sediaan dilabel terlebih dahulu dengan menuliskan
nama pasien, nama obat dan ruangan tempat pasien dirawat. Sediaan disiapkan
kurang lebih satu jam sebelum jam pemberian, namun dari hasil wawancara
dengan perawat dikatakan bahwa jika pasien ramai dan semua perawat dalam
keadaan sibuk maka peracikan dilakukan sesaat sebelum penyuntikan.
Disamping itu, dalam proses peracikan sediaan injeksi rentan terhadap
kontaminasi mikroba, oleh karena itu direkomendasikan penggunaan sediaan
injeksi untuk satu kali pakai dengan menggunakan syringe dan jarum satu kali
pakai pula (Perz et al, 2010). Pada peracikan obat suntik terdapat kejadian
dimana, penggunaan spuit untuk mengambil larutan dalam vial Ceftriaxone
kemudian digunakan kembali untuk mengambil aqua pro injection dalam
botolnya. Hal tersebut dapat menyebabkan seluruh aqua pro injecton dalam botol
terkontaminasi dengan ceftriaxone. Disamping itu, hal tersebut tidak menutup
kemungkinan adanya resiko kontaminasi silang maupun inkompatibilitas sediaan.
Berdasarkan artikel Pharmaceutical Final Guidelienes for Sterile
Compounding dikatakan bahwa dalam peracikan sediaan steril diperlukan tempat
pembuangan khusus untuk bahan ataupun alat habis pakai seperti jarum suntik,
syringe, vial dan ampul serta bahan habis pakai lainnya yang digunakan untuk
peracikan suatu sediaan steril. Dari hasil penelitian bangsal anak, sudah terdapat
tempat sampah khusus untuk limbah peracikan sediaan steril. Namun perawat
yang melakukan peracikan masih membuang limbah peracikan sediaan steril pada
tidak pada tempat sampah khusus tersebut. Hal tersebut bisa dilihat dari
persentase hasil pengamatan yaitu hanya 67,54% yang membuang limbah
peracikan pada tempat sampah khusus. Disamping itu, dengan tersedianya tempat
sampah khusus untuk limbah peracikan dapat mencegah terjadinya paparan
limbah ke lingkungan (NYSED, 2015)

11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Hasil Sediaan Racikan


Menurut Dwijayanti (2016) salah satu persepsi yang digunakan untuk
mengindikasikan adanya permasalahan terkait pencampuran senyawa obat
intravena dengan pelarutnya adalah perubahan fisik, seperti munculnya endapan,
kekeruhan, perubahan warna, atau terbentuknya kristal. Dari hasil observasi 114
racikan sediaan steril (Gambar II.), terdapat sekitar 10 peracikan sediaan steril
(8,77%) yaitu Ceftriaxone (4 peracikan) dan Omeprazole (6 peracikan) yang
dihasilkan tidak jernih melainkan masih terdapat partikel yang tidak larut setelah
proses rekonstitusi obat. Hal tersebut dapat memberikan dampak pada kualitas
sediaan steril sehingga dapat mempengaruhi dosis, stabilitas dan keamanan obat
yang nantinya dapat memicu terjadinya medication error terutama pada pasien
anak yang sangat peka terhadap sedikit perubahan dosis (Leal et al, 2016).
Perubahan warna yang tidak dinginkan dapat mengindikasikan adanya
ketidakstabilan sediaan setelah mengalami peracikan maupun selama
penyimpanan. Menurut Buchnan& Schneider (2009), adanya perubahan warna
yang tidak dinginkan pada sediaan merupakan salah satu tanda terjadinya
ketidakstabilan kimia (disebabkan karena berbagai reaksi kimiawi) sehingga dapat
menurunkan potensi dan stabilitas sediaan. Berdasarkan 114 peracikan sediaan
steril yang teramati tidak terdapat perubahan warna yang tidak dinginkan pada
hasil sediaan steril racikan tersebut.
Inkompatibilitas secara fisik yang terjadi dalam suatu sediaan bisa
diamati secara visual, seperti ada tidaknya partikel yang tidak larut, adanya
kekeruhan, perubahan warna, endapan dan pembentukan kristal ( Nagaraju et al,
2015). Dari hasil pengamatan seluruh sediaan steril racikan terdapat 10 hasil
sediaan racikan (ceftriaxone dan omeprazole) yang masih belum terlarut sempurna
sehingga terdapat banyak partikel melayang dalam sediaan sehingga hal tersbut
menunjukkan terjadinya inkompatibilitas fisik pada sediaan. Penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Marsilio, Silva dan Bueno (2016) mengatakan
bahwa inkompatibilitas obat yang terjadi dapat menyebabkan terjadinya
penurunan aktivitas obat ataupun peningkatan toksisitas obat.

12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Hasil Sediaan
Ya Tidak
100% 100% 100% 100%
91.23% 91.23% 93.86%

8.77% 8.77% 6.14%


0% 0% 0% 0%

Sediaan jernih Ada perubahan Inkompatibilitas Sediaan diberi Ada keterangan Ada keterangan Penyimpanan
warna fisik label/etiket BUD pada etiket penyimpanan sesuai literatur

Gambar II. Grafik Evaluasi Hasil Sediaan Steril Racikan


Obat dengan resiko tinggi mengalami medication error adalah obat yang
tidak diadministrasikan dengan segera setelah preparasi dan resiko tersebut dapat
meningkat secara signifikan apabila label yang diberikan tidak cukup jelas
(Strbova, Mackov, Milksova dan Urbanek, 2015). Dari hasil observasi hampir
seluruh sediaan racikan steril untuk pasien anak diberi label (93,86%), namun
hanya terdiri dari Nama pasien, No. RM, No. bed, dosis pemberian sedangkan
informasi lainnya tidak dituliskan pada label obat. Pelabelan obat yang tidak
lengkap merupakan salah satu sumber terjadinya medication error, sehingga perlu
diperhatikan agar pada saat obat diadministrasikan tidak terjadi kesalahan yang
bisa membahayakan kondisi pasien atau menurunkan efek terapi (Cousins et al,
2005).
Dalam pedoman National Recommendations for User –applied Labelling
of Medicines, Fluids and Lines, hal-hal yang perlu dicantumkan dalam label
sediaan injeksi meliputi identitas pasien dan informasi lengkap mengenai isi obat
Kelengkapan isi yang tertera pada label menjadi hal yang sangat penting untuk
mencegah terjadinya kesalahan pemberian obat seperti, salah pasien, salah rute
pemberian, salah obat, dan lain sebagainya yang dapat merupakan bagian dari
medication error (Cousins et al, 2005; Cohen and Smetzer, 2007).
Selain kelengkapan identitas pasien dan identitas obat suntik yang harus
tertera dalam label ataupun etiket, ada 2 hal penting lainnya yang perlu
diperhatikan yaitu Beyond Use Date (BUD) obat dan informasi mengenai

13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

penyimpanan obat. Beyond use date didefinisikan sebagai tanggal yang ditetapkan
pada produk steril yang telah dibuka dimana kondisi produk tersebut masih dalam
rentang stabil dan dapat diberikan kepada pasien (Herawati, 2012). Hasil sediaan
racikan obat suntik yang diberi etiket/label, seluruhnya tidak menyertakan
keterangan BUD pada sediaan. Hal tersebut dapat menyebabkan perawat tidak
mengetahui kapan obat masih dalam keadaan stabil atau tidak untuk kemudian di
administrasikan pada pasien (Kastango, 2004).

Gambar III. Label Obat (Depkes RI, 2009)


Informasi mengenai kondisi penyimpanan sediaan steril racikan penting
untuk ditulis pada label obat. Informasi ini dapat mengingatkan perawat untuk
memasukkan sediaan dalam lemari pendingin, melindungi sediaan dari cahaya,
atau tidak mengocok sediaan sebelum diberikan kepada pasien
(Buchnan&Schneider, 2009). Berdasarkan hasil obeservasi, seluruh hasil sediaan
racikan yang diberi label/etiket tidak tertera kondisi penyimpanannya (100%). Hal
tersebut dapat menyebabkan perawat tidak mengetahui kondisi penyimpanan yang
sesuai untuk menjaga stabilitas sediaan (Kastango, 2004). Disamping itu, menurut
Farrugia (2005) dikatakan bahwa kondisi penyimpanan merupakan salah satu
faktor penting yang dapat menjaga stabilitas obat (racikan sediaan steril).
Menurut United States of Pharmacopeia Edisi 31, BUD ditentukan
berdasarkan tingkat resiko kontaminasinya yaitu resiko kontaminasi rendah,
sedang dan tinggi. Peracikan sediaan steril yang dilakukan di ruang perawat, tidak
menggunakan LAF, dan tidak menerapkan teknik aseptis termasuk dalam
katergori resiko kontaminasi tinggi (Kastango dan Bradshaw, 2004). Berikut
disajikan tabel BUD untuk penyimpanan obat steril racikan jika tidak dinyatakan
lain berdasarkan tingkat resiko kontaminasi mikroba menurut USP <797>

14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel IV. Beyond Use date berdasarkan Resiko Kontaminasi


Beyond Use Date (BUD)
Suhu Penyimpanan Resiko Resiko Resiko
kontaminasi kontaminasi kontaminasi tinggi
rendah sedang
Suhu kamar (< 25°C) 48 jam 30 jam 24 jam
Kulkas (2-8 °C) 14 hari 9 hari 3 hari
Suhu beku (≤ -10 °C) 45 hari
Meskipun demikian, BUD yang ditentukan dari tingkat kontaminasi
(USP <797>) merupakan penentuan BUD secara umum sehingga tidak bisa
sepenuhnya menjadi patokan untuk penentuan BUD suatu sediaan karena hanya
dilihat dari resiko kontaminasi mikroba saja. Penentuan BUD disarankan
menggunakan referensi terkait yang tidak hanya dilihat dari sisi kontaminasi
mikroba tapi juga mempertimbangkan stabilitas sediaannya, seperti Handbook of
Injectable Drug. Di rumah sakit penyimpanan obat yang belum di administrasikan
ke pasien diletakkan pada meja preparasi dengan suhu ruang (25°-30° C),
sedangkan untuk sisa obat dalam vial yang belum digunakan disimpan pada
lemari pendingin dengan dijaga suhunya pada ± 4°C.
Berdasarkan pengamatan obat suntik racikan untuk pasien pediatri,
penyimpanan obat yang teramati seluruhnya sudah sesuai dengan literatur
(Handbook of Injectable Drug). Kondisi penyimpanan obat yang meliputi suhu,
kelembapan, dan cahaya merupakan salah satu faktor penting untuk menjaga
stabilitas obat agar tidak kehilangan potensinya yang dapat mempengaruhi
efektifitas dan keamanan sediaan (Shafaat et al, 2013). Disamping itu,
penyimpanan sisa obat hendaklah diberikan label obat yang lengkap (Gambar
III.), namun pada prakteknya di rumah sakit label obat hanya berisi nama pasien,
nama obat, sisa volume obat dan jam peracikan obat.
Evaluasi Sediaan Steril
1. Kompatibilitas
Pengamatan terhadap kompatibilitas dilihat secara fisik untuk sampel
racikan dari rumah sakit dan racikan di laboratorium. Dari sampel 3 racikan obat
steril tertinggi yang diracik di rumah sakit, keseluruhan sampel menunjukkan
adanya kompatibilitas secara fisik, dimana seluruh aspek kritis disesuaikan
dengan SOP yang ada di rumah sakit. Begitu pula untuk sampel racikan sediaan

15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

steril yang dilakukan di laboratorium juga menunjukkan kompatibilitas pada


seluruh sampel racikan steril (Ceftriaxone 1g/10ml; Cefotaxime 1g/10 ml; dan
Omeprazole 40 mg/10 ml) dimana seluruh aspek kritis maupun prosedur
peracikan disesuaikan dengan Pedoman Dasar Peracikan Obat Suntik dan
Sitostatika 2009.
Disamping itu, berdasarkan observasi keseluruhan sampel racikan
sediaan steril untuk pasien anak, sebanyak 8,77% racikan sediaan steril
(Ceftriaxone dan Omeprazole) mengalami inkompatibilitas fisik. Hal tersebut
dilihat dari hasil sediaan yang masih terdapat partikel yang tidak larut dan sediaan
tidak jernih. Meskipun demikian masih terdapat beberapa obat yang mengalami
inkompatibilitas karena obat belum terlarut sempurna saat proses pelarutan di vial,
namun sudah diambil/ditarik ke dalam spuit. Selain itu, perlu diperhatikan juga
dosis obat jika obat rekonstitusi dalam vial masih ada yang tidak larut dan
tertinggal dalam vial sehingga dapat mengurangi ataupun mengubah dosis
pemberian obat secara tidak langsung.
2. pH
Pengujian pH dilakukan untuk mengetahui apakah pH larutan obat
suntik yang diracik sesuai dengan pH obat dalam literatur atau tidak. pH
merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi kelarutan obat
(Buchanan&Schneider, 2009). Disamping itu, obat yang sudah melewati batas
stabilitasnya (degradasi 10%) dapat menyebabkan terjadinya penurunan pH
sediaan (Gorski et al, 2015).
Tabel V. pH Sampel Obat Suntik Racikan
Sampel Literatur (pH) Kontrol (pH) Perlakuan (pH)
Ceftriaxone 6–8 6,5 6,7
1g/10 ml (Trissel, 2011)
Cefotaxime 1 5 - 7,5 5,1 5,1
g/10 ml (Trissel, 2011)
Omeprazole 8,8 – 10 8,4 8,7
40 mg/ 10 ml (Gray et al, 2011)
Pada sampel Ceftriaxone Sodium pH sedian obat suntik racikan rumah
sakit memilki pH yang sesuai dengan pH yang tertera di literature. Selanjutnya,
pada pengujian pH Cefotaxime Sodium, diperoleh hasil yaitu untuk pH sediaan

16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

racikan dari rumah sakit 5,1; dimana hasil tersebut sama dengan pH sampel
cefotaxime yang di racik di laboratorium. Kesesuaian pH peracikan obat dengan
literatur merupakan salah satu usaha untuk menjaga stabilitas obat (Allen,2010).
Omeprazole merupakan obat yang sangat sensitif dimana stabilitasnya
sangat bergantung pada pH (Badry et al, 2009). pH sampel omeprazole yang
diracik di rumah sakit dan di laboratorium keduanya tidak masuk dalam range
yang tertera pada literatur. Hal tersebut dapat disebabkan karena stabilitas
omeprazole yang hanya bertahan selama 4 jam dengan suhu ≤ 25°C (Trisell,
2011), sedangkan kedua sampel omeprazole tersebut disimpan pada suhu ruang
(25°-30°C). Perbedaan suhu penyimpanan tersebut dapat menyebabkan obat
memilki stabilitas kurang dari 4 jam, sehingga obat mengalami degradasi
meskipun tidak terlihat secara visual namun berdampak pada pH sediaan saat
pengukuran.
3. Stabilitas Fisik
Tabel VI. Nilai Transmittan Hasil Uji Spektrofotometri UV-VIS
Nilai Transmittan (%)
Sampel λ max (nm) Kontrol Perlakuan
Mean±SD Mean±SD
Ceftriaxone 241 0.002±0.0017 0.006±0.0035
Cefotaxime 260 0.014±0.0023 0.005±0.0031
Omeprazole 280 0.002±0.0077 0.005±0.0095
Stabilitas fisik dalam sediaan injeksi dilihat dari nilai transmittan sediaan
yang diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS sehingga dapat
menggambarkan tingkat kekeruhan (turbiditas) sediaan. Tujuan dilakukan
pengukuran nilai transmittan untuk sampel dari rumah sakit (kontrol) dan sampel
racikan di laboratorium (perlakuan) adalah untuk membandingkan apakah
terdapat perbedaan nilai transmittan antara kedua kelompok tersebut. Dari hasil
uji normalitas data, diperoleh hasil Lhitung > Ltabel baik untuk data sampel dari
rumah sakit maupun data sampel sediaan yang diracik di laboratorium, sehingga
disimpulkan bahwa data tidak terdistribusi normal (Dahlan, 2009). Selanjutnya
dari hasil pengujian perbedaan rerata dengan menggunakan uji Mann Whitney
sampel dari rumah sakit dan yang diracik di laboratorium tidak terdapat perbedaan

17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

yang bermakna (Uhitung > Utabel) antara kontrol dan perlakuan untuk nilai
transmittan sampel ceftriaxone, cefotaxime dan omeprazole yang diracik tersebut.
Ketiga sampel menunjukkan tingkat kekeruhan yang tinggi (nilai
transmittan yang sangat kecil) sehingga dikhawatirkan partikel obat dalam sampel
banyak terdegradasi (Newton, 2009). Menurut Buchanan & Schneider (2009),
degradasi obat merupakan bentuk ketidakstabilan yang paling sering terjadi
meskipun jarang tampak sebagai kekeruhan, pembentukan endapan dan perubahan
warna.
Meskipun demikian pengujian nilai transmittan dalam penelitian ini tidak
dilakukan optimasi panjang gelombang maksimum (λmax), melainkan
menggunakan λ teoritis. Ketika pengukuran tidak dilakukan pada panjang
gelombang maksimal , cahaya tidak dapat diserap secara maksimal oleh sampel
sehingga banyak cahaya yang lolos dan terbaca oleh detektor sebagai senyawa
yang encer (jernih) (Bassiri, 2013). Disamping itu, keterbatasan dalam penelitian
ini yaitu pengujian ini hanya untuk mengukur stabilitas obat secara fisika saja
yang dilihat dari kekeruhan (turbiditas).
4. Sterilitas
Pengujian sterilitas 3 sampel yang paling sering diracik untuk pasien
anak yaitu ceftriaxone, cefotaxime dan omeprazole diperoleh hasil ketiga sampel
dinyatakan steril. Pengujian sterilitas yang dilakukan oleh Balai Laboratorium
Kesehatan Semarang menggunakan metode inokulasi langsung yaitu pemindahan
langsung sampel ke media kultur steril. Pengujian ini dilakukan hanya untulk
menguji ada tidaknya pertumbuhan bakteri namun tidak untuk spora, jamur dan
mikroorganisme lainnya.
Terdapat 4 faktor yang mempengaruhi sterilitas sediaan parenteral
selama proses pencampuran yaitu ruangan yang memiliki tingkat kontaminasi
mikroba minimal, bahan dan alat steril, perawat terlatih dan penerapan teknik
aseptis (Lucida et al, 2010). Meskipun demikian, hasil uji sterilitas sediaan
dinyatakan tidak terdapat pertumbuhan bakteri walaupun 4 faktor diatas tidak
terpenuhi. Hal tersebut bisa disebabkan karena sampel yang diujikan berupa
antibiotik (ceftriaxone dan cefotaxime) sehingga ada kerja antibiotik yang

18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menghambat pertumbuhan mikroba saat proses peracikan berlangsung. Sedangkan


untuk sediaan omeprazole hasil dikhawatirkan ada kerja dari salah satu kandungan
pelarut omeprazole yaitu asam sitrat yang memiliki fungsi sebagai agen
preservative (Allen, 2009) sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba.
KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa personil peracik, sarana prasarana
serta prosedur pencampuran sediaan steril injeksi tidak sesuai dengan Pedoman
Pencampuran Obat Suntik dan Penanganan Sitostatika 2009 sehingga dapat
mempengaruhi kualitas sediaan steril yang dihasilkan. Evaluasi sediaan steril
racikan secara keseluruhan yaitu pH sediaan Ceftriaxone&Cefotaxime sesuai
literature dan pH sediaan Omeprazole tidak sesuai literature, tidak terjadi
inkompatibilitas, sediaan bebas dari pertumbuhan bakteri dan stabilitas fisik yang
berupa kelarutan obat rendah jika dilihat dari nilai transmitan yang diperoleh.
SARAN
Penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan pengukuran kadar
obat hasil sediaan steril racikan untuk memastikan stabilitas obat secara fisika dan
kimia. Disamping itu, dalam pengujian sterilitas untuk sampel antibiotik perlu
dilakukan penonaktifan kerja antibiotik terlebih dahulu agar tidak mempengaruhi
hasil pengujiaan sterilitas.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini didanai dengan dana hibah LPPM dari penelitian payung
Ibu Dina Christin Ayuning Putri M.Sc., Apt. yang berjudul “Evaluasi Proses
Peracikan dan Kualitas Sediaan Racikan Steril Bagi Penderita Penyakit
Degeneratif di Bangsal Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang” dengan
nomor kontrak penelitian 070/Penel./LPPM-USD/IV/2017.

19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR PUSTAKA
Allegaert K, Anderson BJ, Vrancken M., 2006., Impact of a paediatric vial on the
magnitude of systematic medication errors in neonates, Paediatr Perinat
Drug Ther.,7:59–63.
Allen, L. V., 2009, Handbook of Pharmaceutical Excipients, Sixth Edition, Rowe
R. C., Sheskey, P. J., Queen, M. E., (Editor), London, Pharmaceutical Press
and American Pharmacists Assosiation, p. 181.
Allen, Loyd V., 2010, Secundum Artem: Compounding, Stability and Beyond
Use Date, Current & Practical Compounding Information for the
Pharmacist, Vol. 7(3).
Anonim, 2008, The United States Pharmacopeia, 31th Edition, Chapter <797>,
United States Pharmacopeial Convention, Inc, Rockville.
Association Pharmacist American. 2009- 2010. Drug Information Handbook 18th
edition. USA: Lexi-Comp.
Australian Commission on Safety and Quality in Health Care. National Standard
for User-applied Labelling of Injectable Medicines, Fluids and Lines.
Sydney: ACSQHC, 2015.
Austin P.D., Hand K.S., Elia M., Systematic review and meta-analysis of the risk
of microbial contamination of parenteral doses prepared under aseptic
techniques in clinical and pharmaceutical environments: an update, Journal
of Hospital Infection, (2015), doi: 10.1016/j.jhin.2015.04.007.
Bassiri, E., 2013, Molecular Biology of Life Laboratory, BIOL 123. , pp.1–5.
Buchanan, E. Clyde, Schneider, Philip J., 2009, Peracikan Sediaan Steril, Ed.2,
diterjemahkan oleh: Amalia H. Hadinata dan July Manurung, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, pp. 20, 78-79.
Bülbül, Ali et al, 2014, Assessment of Knowledge of Pediatric Nurses Related
with Drug Administration and Preparation, Türk Ped Arş 2014; 49: 333-9.
Chedoe et al, 2007, Incidence and Nature of Medication Errors in Neonatal
Intensive Care with Strategies to Improve Safety, Drug Safety 2007; 30 (6):
503-513.
Cohen M, Smetzer J. ISMP medication error report analysis: Errors with
injectable medications: unlabeled syringes are surprisingly common!
Hospital Pharmacy. 2007;43:81–4.
Costa LA, Valli C, Alvarenga AP., 2008, Medication dispensing errors at a public
pediatric hospital. Rev Latino-am Enfermagem 2008 setembro-outubro;
16(5):812-7.
Cousins D, Sabatier B, Begue D, Schmitt C, Hoppe-Tichy T., 2005, Medication
errors in intravenous drug preparation and administration: a multicentre
audit in the UK, Germany and France. Quality and Safety in Health Care,
2005;14:190–5.
Departemen Kesehatan RI, 2009a. Pedoman Dasar Dispensing Sediaan Steril,
Bakti Husada. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2009b. Pedoman Pencampuran Obat Suntik dan
Penangan Sediaan Sitostatika. Bakti Husada. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2014, Farmakope Indonesia Edisi V, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, pp. 1359-1360.

20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Dwijayanti, Sherly, 2016, Profil Kompatibilitas Sediaan Obat Intravena dengan


Pelarut pada Pasien Intensive Care Unit, Jurnal Farmasi Klinik Indonesia,
Juni 2016, Vol. 5 No. 2, hlm 84–97.
El-Badry, M., Taha, E.I., Alanazi1, F.K., Alsarra, I.A., 2009, Study of
Omeprazole Stability in Aqueous Solution: Influence of Cyclodextrins, J.
DRUG DEL. SCI. TECH., 19 (5) 347-351 2009.
Gray, A., Wright, J., goodey, V., and Bruce L., 2011. Injectable Drug Guide,
Pharmaceutical Press, London, pp. 136-137, 127-129, 617-619.
Gorski, Lisa A., Hagle, Mary E., Bierman, Steve, Intermittently Delivered IV
Medication and pH: Reevaluating the Evidence, Infusion Nurses Society,
2015, Volume 38(1) , January/February 2015.
Herawati, Fauna, 2012, Beyond Use Date Produk Steril, Buletin Rasional,
Volume 10 No.3, 22-24.
Kastango, Eric S., 2004, The ASHP Discussion Guide on USP Chapter <797> :
Compounding Sterile Preparations, American Journal of Health System
Pharmacy, January 2004.
Kastango, E.S. dan Bradshaw, B.D., 2004. USP chapter 797: Establishing A
PracticeStandard for Compounding Sterile Preparations in Pharmacy.
American Journal of Health System Pharmacy, 61: 1928–1937.
Khalili, H., Sheikhbabayi, M., Samadi, N., Jamalifar, H., Dalili, D., dan Samadi,
N., 2013. Bacterial contamination of single-and multiple-dose vials after
multiple use and intravenous admixtures in three different hospitals in iran.
Iranian Journal of Pharmaceutical Research, 12: 205–209.
Leal, K.D., Leopoldino, R.W., Martins, R.R., Veríssimo, L.M., 2016, Potential
Intravenous Drug Incompatibilities in A Pediatric Unit, einstein.,
2016;14(2):185-9
Lucida, H., Armal, K., Harefa, M.S., Pameswari, P., Yuneidi, M., Yufi, A.B.,
dkk., 2014. 'Kajian Kompatibilitas Sediaan Rekonstitusi Parenteral dan
Pencampuran Sediaan Intravena pada Tiga Rumah Sakit Pemerintah di
Sumatera Barat', , dalam: Prosiding Seminar Nasional Dan Workshop
“Perkembangan Terkini Sains Farmasi Dan Klinik. Dipresentasikan pada
Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV, Universitas Andalas,
Padang.
Maharani, Laksmi, Astuti, aris W., dan Achmad, Anisyah, 2014, Kajian
Kompatibilitas Sediaan Parenteral di Bangsal Bedah Saraf Rumah Sakit
Margono Soekarjo, Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, Vol. 3 No. 1, pp. 1–9.
Marsilio, Naiane R., Silva, D. da, Bueno, Denise, 2016, Drug Incompatibilities in
The Adult Intensive Care, Rev Bras Ter Intensiva, 2016;28(2):147-153.
unit of a university hospital
[Menkes] Menteri Kesehatan RI, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72
Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta, pp. 37-38.
Myers, C.E., 2013. History of sterile compounding in US hospitals: Learning from
the tragic lessons of the past. Am J Health Syst Pharm, 70: 1414–1427.

21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Nagaraju, A. et al, 2015, Assessment of Intravenous Admixtures Incompatibilities


& The Incidence of Intravenous Drug Administration Errors, World Journal
of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, Vol 4, Issue 08, 2015.
Newton, David W., 2009, Drug Incompatibility Chemistry, Am J Health-Syst
Pharm, Vol 66 Feb 15, 2009.
NHS, 2015, Aseptic Non Touch Technique (ANTT) Policy (Online),
http://www.rcht.nhs.uk/DocumentsLibrary/RoyalCornwallHospitalsTrust/Cl
linical/InfectionPreventionAndControl/AsepticNonTouchTechnique.pdf.,
Diakses tanggal 24 Oktober 2017.
NYSED, 2015, Rules for Compounded Sterile Preparations (CSPs),
http://www.op.nysed.gov/prof/pharm/pharmfinalguidelinesforsterilecompou
nding.pdf. Diakses tanggal 11 Desember 2017.
Ochoa, Pamella S., Vega, Jose A.,2015, Concepts in Sterile Preparations and
Aseptic Technique, Jones& Barlett Learning, USA, pp. 67,68,73.
Ong W. M., Subasyini, S., 2013, Medication Errors in Intravenous Drug
Preparation and Administration, Med J Malaysia, Vol 68 No 1 February
2013.
Pandini, I.P., 2016. 'Profil Pencampuran Sediaan Steril Injeksi di Rumah Sakit
Umum Daerah Cilacap Tahun 2016, Universitas Muhammadiyah
Purwokerto.
Pedersen, C.A., Schneider, P.J., dan Scheckelhoff, D.J., 2015. ASHP national
survey of pharmacy practice in hospital settings: Dispensing and
administration–2014. American Journal of Health-System Pharmacy, 72:
1119–1137.
Perz JF, Thompson ND, Schaefer MK, Patel PR. US Outbreak Investigations
Highlight The Need for Safe Injection Practices and Basic Infection Control.
Clin Liver Dis. 2010;14:137–151.
Pharmacy Departement, University College London Hospitals, 2010, UCLH
Hospitals Injectable Medicine Administration Guide, 3th ed., John Wiley
and Sons, Oxford, pp.12-15.
Rich, D., Fricker Jr, M., Cohen, M., dan Levine, S., 2013. Guidelines for the safe
preparation of sterile compounds: results of the ISMP sterile preparation
compounding safety summit of October 2011. Hospital Pharmacy, 48: 282–
294.
Shafaat, Kausar et al, 2013, An Overview: Storage of Pharmaceutical Products,
World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, Volume 2, Issue
5, 2499-2515.
Siregar, C.J.P., 2004. Farmasi Rumah Sakit. EGC, Jakarta.
Smeulers, Marian et al, 2015, Qualitiy Indicators for Safe Medication Preparation
and Administration: A Systematic Review, PLoS ONE 10(4): e0122695.
doi:10.1371/journal.pone.0122695.
Staven, V., Wang, Siri, Grønlie Ingrid, and Tho, Ingunn, 2016, Development and
Evaluation of A Test Program for Y-Site Compatibility Testing of Total
Parenteral Nutrition and Intravenous Drugs, Nutrition Journal (2016) 15:29.

22
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Stratton, Karen M., Blegen, Mary A., Pepper, Ginette, Vaughn, Thomas, 2004,
Reporting of Medications Errors by Pediatric Nurses, Journal of Pediatric
Nursing, Vol 19, No 6 (December), 2004.
Strbova P., Mackova S., Miksova Z., and Urbanek K., 2015, Medication Errors in
Intravenous Drug Preparation and Administration: A Brief Review, Nurs
Care 2015, 4:5.
Sugiyono, 2010, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung, p.124.
Surahman, E., Mandalas, E., dan Kardinah, E.I., 2012. Evaluasi Penggunaan
Sediaan Farmasi Intravena untuk Penyakit Infeksi pada Salah Satu Rumah
Sakit Swasta di Kota Bandung. Pharmaceutical Sciences and Research
(PSR), 5(49).
Taxis K, Barber N, Causes of intravenous medication errors observation of nurses
in a German hospital. J Public Health, 2004;12(2):132-138.
Thomas, Mark, Sanborn, Michael D., and Couldry, Rick, 2005, I.V Admixture,
Contamination, Rates: Traditional Practice Site Versus A Class 1000 Clean
Room, Am J Health-Syst Pharm, Vol 62 Nov 15, 2005.
Trissel, Lawrence A., 2011, Handbook on Injectable Drugs ed 16th, American
Society of Health System Pharmacists.
Walsh K. E., Kaushal R., Chessare J. B., How to Avoid Paediatric Medication
Errors: A User’s Guide to The Literature, Arch Dis Child 2005;90:698–702.
Wirtz V, Taxis K, Barber N (2003) An Observational Study of Intravenous
Medication Errors in The United Kingdom and in Germany. Pharm World
Sci 25:104–111.

23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 1.

Surat Perizinan Penelitian Rumah Sakit Panti Wilasa Dr. Cipto Semarang

24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 2. Lembar Penjelasan Kepada Subjek

25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 3. Informed Concent Subjek Penelitian

26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 4. Lembar Observasi

27
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 5. Sarana dan Prasarana Peracikan Obat Suntik di Bangsal Anak

Lemari penyimpanan obat untuk masing-masing pasien anak

Tempat peracikan obat suntik

29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tempat pembuangan limbah obat suntik

Lemari es untuk menyimpan obat-obatan

30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Rak penyimpanan infus dan alat kesehatan lainnya

Keranjang pengantaran obat dari instalasi farmasi dan tempat sampah obat

31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 6. Sampel Obat Suntik dari Rumah Sakit

32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 7. Uji Normalitas Data Transmittan

RUMAH SAKIT
%T (x) f z f(z) s(z) ǀf(z)-s(z)ǀ
0.003 1 -0.6409 0.260795 0.111111 0.149683
0 1 -1.0014 0.158316 0.222222 0.063906
0.003 1 -0.6409 0.260795 0.333333 0.072539
0.006 1 -0.28039 0.389588 0.444444 0.054856
0.008 1 -0.04006 0.484024 0.555556 0.071531
0.002 1 -0.76107 0.223309 0.666667 0.443358
0.024 1 1.882638 0.970125 0.777778 0.192347
0.02 1 1.401964 0.919537 0.888889 0.030648
0.009 1 0.080112 0.531926 1 0.468074
Jumlah 9
Mean 0.008333 Lv 0.468074
SD 0.008322 Lt 0.295333
TIDAK TERDISTRIBUSI
Lv > Lt NORMAL

LABORATORIUM
%T RS
(x) f z f(z) s(z) ǀf(z)-s(z)ǀ
0.006 1 -0.71559 0.237122 0.111111 0.126011
0.002 1 -1.34392 0.089488 0.222222 0.132734
0.009 1 -0.24435 0.403481 0.333333 0.070147
0.015 1 -0.00192 0.499233 0.444444 0.054789
0.011 1 0.069814 0.527829 0.555556 0.027726
0.015 1 0.698138 0.757454 0.666667 0.090788
0.009 1 -0.24435 0.403481 0.777778 0.374297
0.023 1 1.954786 0.974696 0.888889 0.085807
0.005 1 -0.87267 0.191421 1 0.808579
9
Mean 0.010556 Lv 0.808579
SD 0.006366 Lt 0.295333
TIDAK TERDISTRIBUSI
Lv > Lt NORMAL

33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 8. Uji Mann Whitney

Sampel %T Rank Sampel %T Rank


LAB 0.002 2.5 RS 0 1
LAB 0.005 6 RS 0.002 2.5
LAB 0.006 7.5 RS 0.003 4.5
LAB 0.009 11 RS 0.003 4.5
LAB 0.009 11 RS 0.006 7.5
LAB 0.011 13 RS 0.008 9
LAB 0.015 14.5 RS 0.009 11
LAB 0.015 14.5 RS 0.02 16
LAB 0.023 17 RS 0.024 18
Jumlah 97 Jumlah 74
Mean 10.77778 Mean 8.222222
n1 9 n2 9
U1 52 U2 29

Utabel 17
TIDAK BERBEDA
U>Utabel BERMAKNA

34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 9. Hasil Uji Sterilitas

35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi dengan judul “Evaluasi Peracikan Sediaan


Steril untuk Pasien Pediatri Rawat Inap di Rumah Sakit
Panti Wilasa Dr Cipto Semarang”dengan nama lengkap
Melviya, lahir di Terempa, 14 Januari 1996, meruakan
anak ketiga dari 3 bersaudara dari pasngan Eddy Sudianto
dan Guan Hwa. Pendidikan formal yang pernah ditempuh
penulis yaitu TK Ibu Pertiwi (2000-2001), pendidikan
Sekolah Dasar di SDN 001 Siantan (2001-2007),
pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP N 2 Siantan di Terempa (2007-
2010) dan penddikan Sekolah Menengah Atas di SMA Kristamitra Semarang
(2010-2013). Penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma pada tahun 2014. Organisasi, kegiatan dan kepanitian
yang diikuti penulis, antara lain menjadi anggota divisi konsumsi TITRASI 2015,
anggota divisi medis dalam acara Longmarch (FESADHA) 2015, anggota divisi
akomodasi dalam acara future Pharmacist in Action (FACTION) 2016, dan
anggota divisi perlengkapan dalam acara Pharmacy Badminton Tournament 2016.
Penulis pernah menjadi ketua Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian
Masyarakat (PKM-M) dengan judul LELUCON (Lemari Lucu Minion) tahun
2017.

36

Anda mungkin juga menyukai