Anda di halaman 1dari 137

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERBANDINGAN ANGKA LEMPENG TOTAL (ALT)


SIMPLISIA RIMPANG TEMULAWAK (Curcumae Rhizoma)
DALAM JAMU GODHOG DARI EMPAT PASAR DI
KOTAMADYA YOGYAKARTA DENGAN YANG DIOLAH
SESUAI CARA PEMBUATAN SIMPLISIA YANG BAIK

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

I Putu Chandradinata

NIM : 078114002

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2011
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERBANDINGAN ANGKA LEMPENG TOTAL (ALT)


SIMPLISIA RIMPANG TEMULAWAK (Curcumae Rhizoma)
DALAM JAMU GODHOG DARI EMPAT PASAR DI
KOTAMADYA YOGYAKARTA DENGAN YANG DIOLAH
SESUAI CARA PEMBUATAN SIMPLISIA YANG BAIK (CPSB)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

I Putu Chandradinata

NIM : 078114002

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2011

i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PERSEMBAHAN

“ ORANG HIDUP BAGAIKAN BERJALAN DI LORONG


PANJANG YANG GELAP, KITA TIDAK PERNAH TAhU
APA YANG ADA DI DEPAN KITA, KADANG JATUH,
TERBENTUR ITU HAL YANG WAJAR, HANYA DENGAN
KESABARAN DAN KEYAKINAN, TERUS BERJALAN
MAKA KITA AKAN SAMPAI DIUJUNG LORONG , ADA
APA DISANA? PALING TIDAK DISANA ADA CAHAYA
AGAR KITA LEBIH JELAS MELIHAT.” (Indra, 2011)

Karya kecil ini kupersembahkan untuk :


Bapak dan Ibu
Seseorang yang selalu memberi motivasi
Sahabatku dan Almamaterku

iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PRAKATA

Puji syukur dan terimakasih penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang

Widhi Wasa yang Maha Kasih, atas segala berkat dan anugrah-Nya dalam

penyelesaian skripsi. Skripsi dengan judul “Perbandingan Angka Lempeng Total

(ALT) Simplisia Rimpang Temulawak (Curcumae Rhizoma) Dalam Jamu

Godhog Dari Empat Pasar di Kotamadya Yogyakarta Dengan yang Diolah Sesuai

Cara Pembuatan Simplisia yang Baik (CPSB)” merupakan karya ilmiah penulis

untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Banyak kesulitan yang penulis hadapi dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Akan tetapi, di tengah kesulitan tersebut penulis mendapat dukungan, bimbingan,

kritik dan saran dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis

mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc.,Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Maria Dwi Budi Jumpowati, S.Si selaku Dosen Pembimbing atas

kebijaksanaan, perhatian, dan kesabarannya dalam membimbing

penyusunan skripsi ini.

3. Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt dan Yohanes Dwiatmaka, M.Si selaku

Dosen Penguji.

vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4. Ibu CM. Ratna Rini Nastiti, M.Pharm., Apt selaku Ketua Program Studi

Farmasi sekaligus Ketua Tim Panitia Skripsi Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma.

5. Laboran Laboratorium Mikrobiologi dan Farmakognosi-Fotokimia: Mas

Sarwanto, mas Wagiran, dan mas Sigit atas semua bantuan yang telah

diberikan.

6. Teman-teman seperjuangan penelitian yang selalu men-support dan

mengingatkan : I Wayan Arditayasa, Mega Gunawan dan Raisa Wanadri P.

7. Ni Luh Winarti, I Wayan Sucipta, I Kadek Aditya Mahardika, dan Ni Ketut

Ary Widiasih yang selalu mendukung, memberi semangat, dan mendoakan.

8. Teman-teman di saat susah dan senang yang selalu menyejukkan hati

Veronica Dewi P., Margareth Christina H., Margareta Krisantini, Dinar

Catur Mardianti, Titien, Fransisca Ayuningtyas Wiranti, Pia Rika

Puspawati, Afni Panggar Besi dan Elisabeth Eskaria Chandra Kusuma.

9. Teman-teman angkatan 2007 khususnya FKK A ‟07.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah

membantu dalam kelancaran penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,

segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi

sempurnanya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberi

informasi bagi pembaca.

Penulis

vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

INTISARI

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan salah satu dari


sembilan tanaman obat unggulan yang ditetapkan Direktorat Jenderal POM RI
(Yusron, 2009). Temulawak banyak dijual di pasar tradisional sebagai jamu
godhog. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 661/MenKes/SK/VII/1994
dinyatakan perlu dicegah beredarnya obat tradisional yang tidak memenuhi
persyaratan uji mikroba patogen, Angka Lempeng Total (ALT), Angka Kapang
Kamir (AKK) dan aflatoksin (Depkes RI, 1994).
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Data yang diperoleh
merupakan data kuantitatif yang dianalisis dengan perhitungan ALT dengan
rancangan penelitian deskriptif komparatif. Nilai ALT yang diperbolehkan dalam
sediaan obat tradisional rajangan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI
No: 661/MenKes/SK/VII/1994 tidak boleh lebih dari 107 CFU/gram sampel.
Perbandingan ALT simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog yang
beredar di empat pasar tradisional di Kotamadya Yogyakarta yaitu Pasar
Demangan, Beringharjo, Giwangan dan Kranggan, dianalisis secara statistik
Mann-Whitney untuk mengetahui perbedaan bermakna atau berbeda tidak
bermakna nilai ALT dibandingkan dengan yang diolah sesuai Cara Pembuatan
Simplisia yang Baik (CPSB).
Dari data kuantitatif 5 sampel dengan 6 kali replikasi diperoleh hasil rata-
rata nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog yang dijual di empat pasar
di Kotamadya Yogyakarta dan rimpang temulawak yang diolah menjadi simplisia
berdasarkan CPSB memenuhi persyaratan nilai ALT rajangan sesuai Keputusan
Menteri Kesehatan RI No: 661/MenKes/SK/VII/1994.
Dari hasil perbandingan statistik Mann-Whitney nilai ALT sampel dari ke
empat pasar dengan nilai ALT simplisia rimpang temulawak yang diolah dengan
CPSB pada inkubasi 48 jam diperoleh hasil nilai ALT simplisia rimpang
temulawak dalam jamu godhog dari Pasar Beringharjo dan Kranggan berbeda
tidak bermakna dengan nilai ALT simplisia rimpang temulawak yang diolah
sesuai CPSB. Nilai perbandingan ALT simplisia rimpang temulawak dalam jamu
godhog dari pasar Demangan dan Giwangan berbeda bermakna dengan nilai ALT
pada simplisia rimpang temulawak yang diolah sesuai CPSB.

Kata Kunci: jamu godhog, Kotamadya Yogyakarta, Cara Pembuatan Simplisia


yang Baik (CPSB), Angka Lempeng Total (ALT)

ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ABSTRACT

Java turmeric (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) is one of nine medicinal


plants which are set by the Direktorat Jenderal POM RI as beneficial medicine
plant (Yusron, 2009). Java turmeric sold in traditional markets as jamu godhog.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 661/MenKes/SK/VII/1994 stated that need
to prevent the circulation of traditional medicines that are not pass the test
requirements of microbial pathogens, Total Plate Count (TPC), the enumeration of
molds and yeast and aflatoxin (Depkes RI, 1994).
This research was an experimental research. The data was quantitative data
which were analyzed by calculation of TPC with descriptive comparative study
design. TPC value which were allowed in the preparation of traditional medicine
based on Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 661/MenKes/SK/VII/1994, were
not higher than 107 CFU/g sample. Then the comparison of the TPC value of java
turmeric simplicia on jamu godhog that was circulated in the four traditional
markets in Yogyakarta, such as Demangan market, Beringharjo, Giwangan and
Kranggan, analyzed by Mann Withney‟s statistically was done to know different
significantly or different not significantly TPC value with java turmeric simplicia
that was made in accordance with Cara Pembuatan Simplisia yang Baik (CPSB).
The average TPC values of java turmeric simplicia on jamu godhog sold in
four markets in Yogyakarta and processed into simplicia based on CPSB, which
fulfill the requirement of TPC value in Keputusan Menteri Kesehatan RI No:
661/MenKes/SK/VII/1994, were obtained from the data of 5 quantitative samples
with 6 times replication.
The results of Mann Whitney„s statistical comparison, the TPC value of
the four markets with the TPC value of simplicia java turmeric that was processed
in accordance with CPSB on 48-hour incubation obtained the result of TPC value
of java turmeric simplicia from Beringharjo and Kranggan markets were different
not significantly from TPC value of java turmeric simplicia which was made in
CPSB.
While the TPC value comparison of java turmeric simplicia samples from
and Giwangan and Demangan markets were different significantly from TPC
value of java turmeric simplicia that was made in accordance with CPSB.

Keywords: jamu godhog, Kotamadya Yogyakarta, Cara Pembuatan Simplisia


yang Baik (CPSB), Total Plate Count (TPC)

x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................


ii

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................................


iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................................


iv

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .............................................................


v

PRAKATA .................................................................................................................
vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ....................................................................


viii

INTISARI...................................................................................................................
ix

ABSTRACT .................................................................................................................
x

DAFTAR ISI ..............................................................................................................


xi

DAFTAS GAMBAR ..................................................................................................


xiv

DAFTAR TABEL ......................................................................................................


xv

DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................................


xvi

BAB I. PENGANTAR……………………………………………………….. 1

A. Latar Belakang ......................................................................................................


1

1. Permasalahan ....................................................................................................
5

2. Keaslian penelitian............................................................................................
5

3. Manfaat penelitian ............................................................................................


6

B. Tujuan Penelitian ...................................................................................................


6

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA………………………………………... 7

A. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) ..........................................................


7

xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1. Keterangan botani ..........................................................................................


7

2. Deskripsi tanaman ..........................................................................................


7

3. Kandungan senyawa kimia dan kegunaan rimpang temulawak

(Curcumae Rhizoma) .....................................................................................


8

B. Jamu Godhog ........................................................................................................


9

C. Angka Lempeng Total (ALT) ...............................................................................


10

D. Cara Pembuatan Simplisia yang Baik (CPSB) ......................................................


13

1. Proses pembuatan simplisia (Depkes RI, 1985) ...............................................


14

2. Wadah dan penyimpanan ..................................................................................


18

E. Landasan Teori ......................................................................................................


19

F. Hipotesis ................................................................................................................
22

BAB III. METODE PENELITIAN................................................................... 23

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ............................................................................


23

B. Variabel dan Definisi Operasional ........................................................................


23

1. Variabel penelitian .....................................................................................


23

2. Definisi operasional ...................................................................................


25

C. Bahan Penelitian ....................................................................................................


25

D. Alat Penelitian .......................................................................................................


26

E. Tata Cara Penelitian ..............................................................................................


26

1. Pengumpulan dan pemilihan sampel rimpang temulawak ..............................


26

2. Pengujian ALT sampel simplisia rimpang temulawak yang diolah


sesuai CPSB dan dari jamu godhog di empat pasar tradisional di
Kotamadya Yogyakarta ...................................................................................
29

xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

F. Analisis Hasil ........................................................................................................


33

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………. 35

A. Penyiapan Rimpang Temulawak ...........................................................................


36

1. Pemilihan sampel jamu godhog dari empat pasar tradisional di

Kotamadya Yogyakarta ....................................................................................


36

2. Indentifikasi simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog yang

dijual di empat pasar di Kotamadya Yogyakarta ..............................................


38

3. Pembuatan simplisia rimpang temulawak sesuai CPSB (Depkes RI,

1985) .................................................................................................................
41

B. Penyerbukan Sampel Rimpang Temulawak ..........................................................


44

C. Angka Lempeng Total (ALT) ...............................................................................


45

1. Homogenisasi sampel ......................................................................................


46

2. Pengenceran .....................................................................................................
48

3. Uji Angka Lempeng Total (ALT) ...................................................................


48

D. Hasil uji Shapiro-Wilk nilai ALT pada simplisia rimpang temulawak


dalam jamu godhog yang dijual di empat pasar di Kotamadya Yogyakarta
dan yang diolah sesuai CPSB ……………………………………………. 63

E. Hasil uji Mann-Whitney nilai ALT pada simplisia rimpang temulawak


dalam jamu godhog yang dijual di empat pasar di Kotamadya Yogyakarta
dan yang diolah sesuai CPSB ……………………………….……………. 66

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………... 72


A. Kesimpulan ............................................................................................................
72

B. Saran ......................................................................................................................
73

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................


74

LAMPIRAN ...............................................................................................................
77
BIOGRAFI PENULIS ...............................................................................................
120

xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Hasil identifikasi secara makroskopis simplisia rimpang


temulawak............................................................................... 40
Gambar 2. Kontrol pelarut dan kontrol media........................................... 52
Gambar 3. Perlakuan ALT inkubasi 24 jam dan 48 jam........................... 52
Gambar 4. Hasil uji ALT simplisia rimpang temulawak dalam jamu
godhog dari empat pasar di Kotamadya Yogyakarta dan
62
yang diolah sesuai CPSB (Depkes RI, 1985)...........................

xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR TABEL

Tabel I. Hasil identifikasi simplisia rimpang temulawak dalam jamu


godhog dari empat pasar di Kotamadya Yogyakarta dan yang
diolah sesuai CPSB ………………………………………… 39

Tabel II. Nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog
yang dijual di Pasar Demangan............................................... 54

Tabel III. Nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog
yang dijual di Pasar Beringharjo.............................................. 56

Tabel IV. Nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog
yang dijual di Pasar Giwangan................................................ 57

Tabel V. Nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog


yang dijual di Pasar Kranggan………………………………. 59

Tabel VI. Nilai ALT simplisia rimpang temulawak yang diolah sesuai
CPSB (Depkes RI, 1985)…..................................................... 61

Tabel VII. Hasil uji normalitas nilai ALT waktu inkubasi 24 jam pada
simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog dari empat
pasar di Kotamadya Yogyakarta dengan yang diolah sesuai
CPSB………………………………....................................... 64

Tablel VIII. Hasil uji normalitas nilai ALT waktu inkubasi 48 jam pada
simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog dari empat
pasar di Kotamadya Yogyakarta dengan yang diolah sesuai
CPSB………………………………....................................... 65

Tabel IX. Hasil uji Mann-Withney nilai simplisia rimpang temulawak


dalam jamu godhog dari empat pasar di Kotamadya
Yogyakarta dengan yang diolah sesuai CPSB ALT inkubasi
48 jam……………………………………………………….. 67

xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Sampel simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog


dari empat pasar di Kotamadya Yogyakarta dan yang
diolah sesuai CPSB ………………………………..……… 78

Lampiran 2. Nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog yang


dijual di Pasar Demangan inkubasi 24 jam .......................... 79

Lampiran 3. Nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog yang


dijual di Pasar Demangan inkubasi 48 jam........................... 80

Lampiran 4. Hasil uji ALT pada sampel jamu godhog yang dijual di
Pasar Demangan inkubasi 24 jam dan 48 jam....................... 83

Lampiran 5. Nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog yang


dijual di Pasar Beringharjo inkubasi 24 jam………………. 84

Lampiran 6. Nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog yang


dijual di Pasar Beringharjo inkubasi 48 jam………………. 85

Lampiran 7. Hasil uji ALT pada sampel jamu godhog yang dijual di
Pasar Beringharjo inkubasi 24 jam dan 48 jam..................... 88

Lampiran 8. Nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog yang


dijual di Pasar Giwangan inkubasi 24 jam............................ 89

Lampiran 9. Nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog yang


dijual di Pasar Giwangan inkubasi 48 jam............................ 90

Lampiran 10. Hasil uji ALT pada sampel jamu godhog yang dijual di
Pasar Giwangan inkubasi 24 jam dan 48 jam....................... 93

Lampiran 11. Nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog yang
dijual di Pasar Kranggan inkubasi 24 jam............................. 94

Lampiran 12. Nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog yang
dijual di Pasar Kranggan inkubasi 48 jam............................. 95

Lampiran 13. Hasil uji ALT pada sampel jamu godhog yang dijual di
Pasar Kranggan inkubasi 24 jam dan 48 jam........................ 98

Lampiran 14. Nilai ALT rimpang temulawak yang diolah sesuai CPSB
inkubasi 24 jam..................................................................... 99

Lampiran 15. Nilai ALT rimpang temulawak yang diolah sesuai CPSB

xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

inkubasi 48 jam..................................................................... 100

Lampiran 16. Hasil uji ALT rimpang temulawak yang diolah sesuai
CPSB inkubasi 24 jam dan 48 jam…………………………
103
Lampiran 17. Hasil analisis statistik nilai angka lempeng total (ALT)
simplisia rimpang temulawak yang terdapat pada jamu
godhog yang dijual di empat pasar di Kotamadya
Yogyakarta dan nilai ALT simplisia rimpang temulawak
yang diolah sesuai CPSB inkubasi 24 jam...........................
104
Lampiran 18 Hasil analisis statistik nilai angka lempeng total (ALT)
simplisia rimpang temulawak yang terdapat pada jamu
godhog yang dijual di empat pasar di Kotamadya
Yogyakarta dan nilai ALT simplisia rimpang temulawak
yang diolah sesuai CPSB inkubasi 48 jam……....................
112

xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) oleh Direktorat Jenderal

Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia ditetapkan sebagai salah satu dari

sembilan tanaman obat unggulan yang memiliki banyak manfaat dan hampir terdapat

pada setiap jenis obat tradisional Indonesia (Yusron, 2009). Bagian yang

berkhasiat dari temulawak adalah rimpangnya yang mengandung minyak atsiri, resin,

kurkumin, lemak, kamfer, serat kasar dan kalsium klorida (Agusta dan Chaerul,

1994). Minyak atsiri rimpang temulawak mengandung banyak sekali komponen yang

bermanfaat, antara lain berpotensi sebagai senyawa antioksidan, anti hepatotoksik,

meningkatkan sekresi empedu, anti hipertensi, melarutkan kolesterol, merangsang air

susu (laktagoga), tonik bagi ibu pasca melahirkan, peluruh haid, antibakteri, pewarna

makanan dan kain, serta bahan kosmetik (Hadi,1985).

Rimpang temulawak banyak dijual di pasar-pasar tradisional di Kotamadya

Yogyakarta dalam bentuk jamu godhog. Jamu godhog masih banyak diminati oleh

masyarakat karena harganya yang terjangkau dan khasiatnya yang sudah dirasakan

turun-temurun. Jamu godhog diproduksi dengan teknologi yang sederhana dan hanya

dipasarkan secara terbatas, sehingga industri jamu godhog ini tidak memerlukan ijin

usaha industri sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan nomor

246/MenKes/Per/V/1990 pasal 2 (Depkes RI, 1990). Karena tidak adanya ijin usaha

1
2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

bagi industri atau pedagang jamu godhog di pasar tradisional dan pengolahannya

masih dengan teknologi yang sederhana, maka keamanan, kemanfaatan, dan mutu

dari jamu godhog ini tidak terjamin. Proses pengolahan jamu godhog merupakan

kunci dalam menjamin keamanan, kemanfaatan, dan mutu dari jamu godhog. Proses

pengolahan ini meliputi tahapan sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan,

sortasi kering dan penyimpanan yang pada masing-masing tahap harus dilakukan

secara higienis untuk menghindari kontaminasi mikroba. Dalam pembuatan obat

tradisional khususnya jamu godhog, standar yang digunakan dalam proses

pembuatan simplisia di Indonesia adalah standar Cara Pembuatan Simplisia yang

Baik (CPSB) (Depkes RI, 1985).

Untuk menjamin keamanan, kemanfaatan, dan mutu dari simplisia, maka

diperlukan CPSB yang diikuti dengan evaluasi aspek mikrobiologis sediaan simplisia.

CPSB meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan simplisia yang mutu

produknya tergantung dari bahan awal dan proses produksi simplisia. Adanya

penerapan CPSB diharapkan diperoleh simplisia dengan mutu yang baik dan dengan

cemaran mikroba minimal.

Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 661/MenKes/SK/VII/1994

menyatakan bahwa perlu dicegah beredarnya obat tradisional yang tidak memenuhi

persyaratan keamanan, kemanfaatan, dan mutu. Parameter yang dipersyaratkan dalam

Keputusan Menteri Kesehatan RI No : 661/MenKes/SK/ VII/1994 adalah uji mikroba

patogen, Angka Lempeng Total (ALT), Angka Kapang Kamir (AKK) dan aflatoksin.

Obat tradisional untuk penggunaan obat dalam perlu diwaspadai adanya bakteri
3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

seperti: Salmonella, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Pseudomonas

aeruginosa (Depkes RI, 1994).

Bakteri kelompok Salmonella dapat menyebabkan penyakit yang

membahayakan. Salmonella typhi dan S. paratyphi dapat menyebabkan penyakit

demam tifoid dan paratifoid. Beberapa jenis Escherichia coli memiliki faktor

virulensi dan menyebabkan gastroenteritis pada manusia dengan beberapa mekanisme

yang berbeda. Pseudomonas aeruginosa adalah spesies yang paling penting

dipertimbangkan bagi masyarakat, meskipun tidak menimbulkan efek jika tertelan,

namun bakteri ini resisten terhadap banyak antibiotik dan dapat menghasilkan infeksi

nosokomial serius jika masuk ke tubuh melalui luka atau garis intravena, penyakit

meningitis dan infeksi saluran kencing. Staphylococcus aureus dapat menyebabkan

penyakit tidak hanya secara langsung oleh infeksi (seperti pada kulit), namun juga

secara tidak langsung dengan menghasilkan racun-racun penyebab keracunan

makanan dan toxic shock syndrome (World Health Organization, 2003).

Penelitian aspek mikrobiologis simplisia jamu godhog yang beredar di

beberapa pasar di Daerah Istimewa Yogyakarta yang dilakukan Gunawan,

Chandradinata, Arditayasa, Primadani, dan Hening, (2010) diperoleh hasil bahwa

ditemukan mikroba patogen pada simplisia jamu godhog yang beredar di Daerah

Istimewa Yogyakarta, dan simplisia yang paling banyak mengandung mikrobia

patogen, salah satunya adalah temulawak. Penelitian Perbandingan Angka Kapang

Kamir (AKK) Simplisia Rimpang Temulwak (Curcumae Rhizoma) dalam Jamu

Godhog dari Empat Pasar di Kotamadya Yogyakarta dengan yang Diolah Sesuai Cara
4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pembuatan Simplisia yang Baik yang dilakukan Arditayasa (2011) diperoleh hasil

nilai AKK simplisia rimpang temulawak dari Pasar Demangan, Giwangan, dan

Beringharjo tidak memenuhi persyaratan nilai AKK yang tercantum dalam

KepMenKes RI No : 661/MenKes/SK/VII/1994, yaitu 104 CFU/ g sampel, sedangkan

simplisia rimpang temulawak dari Pasar Kranggan memenuhi persyaratan nilai AKK

yang tercantum dalam KepMenKes RI No : 661/MenKes/SK/VII/1994.

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan tentang aspek mikrobiologis

jamu godhog yang dilakukan oleh Gunawan dkk (2010), dan Arditayasa (2011) yang

merupakan penelitian evaluasi keamanan jamu godhog untuk melengkapi data

penelitian aspek mikrobiologis jamu godhog yang beredar di Daerah istimewa

Yogyakarta. Pada penelitian ini dilakukan perbandingan nilai ALT pada simplisia

rimpang temulawak pada jamu godhog dari empat pasar di Kotamadya Yogyakarta

dengan yang diolah sesuai CPSB.

Keputusan Menteri Kesehatan RI No : 661/MenKes/SK/VII/1994 disebutkan

persyaratan nilai ALT untuk obat tradisional, yaitu untuk sediaan rajangan yang

penggunaannya dengan cara pendidihan tidak lebih dari 107 CFU/gram bahan

(Depkes RI, 1994). Nilai ALT simplisia rimpang temulawak yang dibuat sesuai

CPSB dibandingkan dengan simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog dari

ke empat pasar tradisional menggunakan analisis statistik normalitas data Shapiro-

wilk kemudian dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney untuk melihat adanya

perbedaan bermakna atau perbedaan tidak bermakna nilai ALT dari masing-masing

sampel rimpang temulawak.


5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1. Permasalahan

a. Apakah nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog dari empat pasar di

Kotamadya Yogyakarta dan yang diolah sesuai CPSB memenuhi persyaratan

berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 661/MenKes/SK/VII/1994,

yaitu tidak lebih dari107 CFU / gram bahan?

b. Adakah perbedaan bermakna nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog

dari empat pasar di Kotamadya Yogyakarta dibandingkan dengan yang diolah

menjadi simplisia berdasarkan CPSB?

2. Keaslian penelitian

Sejauh pengetahuan dan penelusuran pustaka yang dilakukan oleh peneliti,

penelitian tentang jamu godhog berjudul “Penelitian Aspek Mikrobiologis Simplisia

Jamu godhog yang Dijual di Beberapa Pasar Tradisional Daerah Istimewa

Yogyakarta” pernah diteliti oleh Gunawan dkk. (2010). Penelitian berjudul

“Perbandingan Angka Lempeng Total (ALT) Rimpang Temulawak (Curcumae

Rhizoma) dalam Jamu godhog dari Empat Pasar di Kotamadya Yogyakarta dengan

yang Diolah Sesuai CPSB” belum pernah diteliti dan merupakan penelitian lanjutan

dari penelitian Gunawan dkk. (2010) tersebut.


6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai nilai

ALT jamu godhog dari empat pasar di Kotamadya Yogyakarta dan yang diolah

sesuai CPSB.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data nilai ALT yang

merupakan keterangan mutu dan keamanan jamu godhog, sehingga masyarakat

dapat memperoleh kualitas, keamanan dan khasiat jamu godhog tanpa adanya

efek samping terhadap kesehatan masyarakat akibat cemaran bakteri.

B. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui nilai ALT simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog

dari empat pasar di Kotamadya Yogyakarta dan yang diolah sesuai CPSB

memenuhi persyaratan ataukah tidak berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan

RI No: 661/MenKes/SK/VII/1994, yaitu tidak lebih dari 107 koloni / gram bahan.

2. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan bermakna nilai ALT simplisia rimpang

temulawak dalam jamu godhog dari empat pasar di Kotamadya Yogyakarta dan

yang diolah menjadi simplisia sesuai CPSB.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

1. Keterangan botani

Temulawak menurut Backer and van den Brink (1968) merupakan tanaman

obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Di daerah Jawa Barat temulawak

disebut sebagai koneng gede, sedangkan di Madura disebut sebagai temu lobak.

Tanaman ini familli Zingiberaceae, genus Curcuma, species Curcuma xanthorrhiza

Roxb.

2. Deskripsi rimpang

Rimpang basah temulawak berupa rimpang berbentuk bulat besar, seperti

telur bebek, berwarna kuning tua berbau khas aromatik (Soenanto dan Kuncoro,

2009). Pemerian simplisia rimpang temulawak adalah bau aromatik, rasa tajam dan

pahit. Simplisia rimpang temulawak secara makroskopik memiliki keping tipis

berbentuk bundar atau jorong, ringan, keras, garis tengah sampai 6 cm, tebal 2 - 5

mm, permukaan luar berkerut, warna coklat kuning sampai coklat, bidang irisan

berwarna coklat kuning buram melengkung tidak beraturan, tidak rata, sering dengan

tonjolan melingkar pada batas antara silinder pusat dengan korteks, korteks sempit,

tebal 3 - 4 mm, warna kuning jingga sampai coklat jingga terang (Depkes RI, 1979).

7
8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3. Kandungan senyawa kimia dan kegunaan rimpang temulawak (Curcumae


Rhizoma)
Di Indonesia satu-satunya bagian tanaman temulawak yang dimanfaatkan

adalah rimpang temulawak untuk dibuat jamu godhog. Rimpang ini mengandung

48-59, 64% zat tepung, 1,6 - 2,2% kurkumin dan 1,48 - 1,63% minyak atsiri dan

dipercaya dapat meningkatkan kerja ginjal serta anti inflamasi. Manfaat lain dari

rimpang temulawak adalah sebagai obat jerawat, meningkatkan nafsu makan, anti

kolesterol, anemia, anti oksidan, pencegah kanker, dan anti mikroba (Kementerian

Riset dan Teknologi, 2008).

Temulawak dapat digunakan untuk obat sakit gangguan hati, demam, sakit

kuning, pegal-pegal, sembelit, obat kuat (tonikum), perangsang ASI (laktogoga), obat

peluruh haid (emmenagogum) (Rukmana, 1995).

B. Jamu Godhog

Salah satu jenis obat tradisional yang cukup diminati oleh masyarakat,

terutama oleh masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah adalah jamu

godhog. Jamu godhog umumnya dijual di pasar-pasar tradisional, baik yang sudah

dikemas maupun masih berupa simplisia kering yang diletakkan dalam suatu wadah

yang besar dan dijual sesuai dengan permintaan konsumen. Jamu godhog umumnya

diracik secara manual oleh masyarakat dalam bentuk simplisia kering (rajangan) dan

langsung dijajakan di pasar tanpa perlu melewati pengujian dan proses registrasi

bahan obat. Oleh karena itu, kualitas dan keamanan simplisia yang dihasilkan untuk
9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pembuatan jamu godhog belum dapat dipastikan sudah memenuhi syarat seperti yang

tertera pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 661/MenKes/

SK/VII/1994, yaitu uji mikroba patogen, Angka Lempeng Total (ALT), Angka

Kapang Kamir (AKK) dan aflatoksin (Gunawan dkk, 2010).

Rajangan adalah sediaan obat tradisional berupa potongan simplisia,

campuran simplisia, atau campuran simplisia dengan sediaan galenik, yang

penggunaannya dilakukan dengan pendidihan (menggodhog) atau penyeduhan

dengan air panas (Depkes RI, 1994). Merebus (menggodhog) tanaman obat

merupakan cara yang sangat mudah dan lazim dilakukan di masyarakat. Tujuan

merebus tanaman obat adalah untuk memindahkan zat-zat berkasiat yang ada pada

tanaman ke dalam larutan air, kemudian diminum untuk kebutuhan pengobatan

(Mahendra, 2006). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:

661/MenKes/SK/VII/1994, menyatakan bahwa persyaratan nilai Angka Lempeng

Total (ALT) rajangan adalah tidak lebih dari 107 CFU/gram bahan untuk rajangan

yang penggunaannya dengan cara pendidihan, tidak lebih dari 106 CFU/gram bahan

untuk rajangan yang penggunaannya dengan cara penyeduhan dan kadar air tidak

lebih dari 10% (Depkes RI,1994).

C. Angka Lempeng Total (ALT)

Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 661/MenKes/SK/VII/1994

menyatakan bahwa perlu dicegah beredarnya obat tradisional yang tidak memenuhi
10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

persyaratan keamanan, kemanfaatan, dan mutu. Parameter yang dipersyaratkan dalam

Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 661/MenKes/SK/ VII/1994 adalah uji mikroba

patogen, Angka Lempeng Total (ALT), Angka Kapang Kamir (AKK) dan aflatoksin

(Depkes RI, 1994).

Mikroba patogen adalah semua mikroba yang dapat menyebabkan orang

menjadi sakit, maka uji mikroba patogen pada sediaan obat tradisional harus negatif.

Obat tradisional untuk penggunaan obat dalam perlu diwaspadai adanya bakteri

seperti: Salmonella, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Pseudomonas

aeruginosa (Depkes RI, 1994).

Bakteri kelompok Salmonella dapat menyebabkan penyakit yang

membahayakan. Salmonella typhi dan S. paratyphi dapat menyebabkan penyakit

demam tifoid dan paratifoid. Escherichia coli kebanyakan tidak patogen dan

merupakan flora normal pada usus manusia. Beberapa jenis E. coli memiliki faktor

virulensi dan menyebabkan gastroenteritis pada manusia dengan beberapa mekanisme

yang berbeda. Ada banyak spesies Pseudomonas yang tersebar luas di lingkungan

dan umumnya pada tanah dan air. Pseudomonas aeruginosa adalah spesies yang

paling penting dipertimbangkan bagi masyarakat, meskipun tidak menimbulkan efek

jika tertelan, namun bakteri ini resisten terhadap banyak antibiotik dan dapat

menghasilkan infeksi nosokomial serius jika masuk ke tubuh melalui luka atau garis

intravena. Staphylococcus dikenal sebagai Staph, dapat menyebabkan banyak

penyakit sebagai akibat dari infeksi beragam jaringan tubuh. Bakteri-bakteri Staph
11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dapat menyebabkan penyakit tidak hanya secara langsung oleh infeksi (seperti pada

kulit), namun juga secara tidak langsung dengan menghasilkan racun-racun yang

menyebabkan keracunan makanan dan toxic shock syndrome (WHO, 2003).

Angka Lempeng Total (ALT) merupakan metode yang digunakan untuk

menetapkan angka bakteri aerob mesofilik yang terdapat dalam sediaan obat

tradisional. Prinsip dasar pengujian ALT, yaitu pertumbuhan koloni bakteri aerob

mesofilik setelah cuplikan diinokulasikan pada media lempeng agar dengan cara

tuang dan diinkubasi pada suhu yang sesuai (Balai POM RI, 2006). Bakteri mesofilik

mampu tumbuh pada suhu tubuh manusia, yaitu pada suhu 370C. Suhu optimum

pertumbuhan bakteri mesofilik adalah 35 - 450C (Cappucino, 2008). Nilai ALT harus

ditekan sekecil mungkin. Meskipun bakteri aerob mesofilik ada yang tidak

membahayakan bagi kesehatan, tetapi kadang-kadang karena pengaruh suhu optimum

dan ketersediaan nutrisi yang memadai bakteri mesofilik menjadi mikroba yang

membahayakan (DepKes RI, 1994).

Bakteri aerob mesofilik merupakan bakteri indikator, yaitu golongan atau

spesies bakteri yang kehadirannya dalam makanan dalam jumlah di atas batas tertentu

merupakan pertanda bahwa makanan tersebut berada dalam kondisi yang

memungkinkan berkembang biaknya mikroba patogen. Mikroba indikator digunakan

untuk menilai keamanan dan mutu mikrobiologi makanan (BPOM RI, 2008).

Perhitungan jumlah bakteri yang hidup (viable count) menggambarkan

jumlah sel yang hidup, sehingga lebih tepat bila dibandingkan dengan cara total cell
12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

count. Pada metode ini setiap sel mikroba yang hidup dalam suspensi akan tumbuh

menjadi 1 koloni setelah diinkubasikan dalam media biakan dan lingkungan yang

sesuai. Koloni bakteri adalah sekumpulan dari bakteri-bakteri yang sejenis yang

mengelompok menjadi satu dan membentuk suatu koloni-koloni. Setelah masa

inkubasi, jumlah koloni yang tumbuh dihitung dan merupakan perkiraan atau dugaan

dari jumlah mikroba dalam suspensi tertentu (Hadioetomo, 1985). Koloni yang

tumbuh tidak selalu berasal dari 1 sel mikroba, karena beberapa mikroba tertentu

cenderung untuk berkelompok atau berantai. Bila ditumbuhkan pada media dan

lingkungan yang sesuai, kelompok bakteri ini hanya akan menghasilkan 1 koloni.

Berdasarkan hal tersebut seringkali digunakan istilah colony forming unit (CFU)

untuk menghitung jumlah mikroba hidup. Sebaiknya hanya lempeng agar yang

mengandung 25-250 koloni saja yang digunakan dalam perhitungan (Standar

Nasional Indonesia, 1992). Lempeng agar dengan koloni > 250 sulit untuk dihitung

sehingga kemungkinan kesalahan perhitungan sangat besar. Pengenceran sampel akan

membantu untuk memperoleh penghitungan jumlah yang benar, namun pengenceran

yang terlalu tinggi akan menghasilkan lempeng agar dengan jumlah koloni yang

rendah (< 25 koloni). Lempeng sedemikian tidak absah secara statistik untuk

digunakan dalam perhitungan (Lay, 1994).


13
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

D. Cara Pembuatan Simplisia yang Baik (CPSB )

Obat tradisional merupakan produk yang dibuat dari bahan alam yang jenis

dan sifat kandungannya sangat beragam, sehingga untuk menjamin mutu obat

tradisional diperlukan cara pembuatan yang baik dengan lebih memperhatikan proses

produksi dan penanganan bahan baku (BPOM RI, 2005).

Simplisia adalah bahan alami yang dipergunakan sebagai obat yang belum

mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, simplisia merupakan

bahan yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani,

dan simplisia pelikan atau mineral (Depkes RI, 1985).

Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun

kegunaannya, maka simplisia harus memenuhi persyaratan minimal. Untuk

memenuhi persyaratan minimal tersebut, ada beberapa faktor yang berpengaruh,

antara lain adalah bahan baku simplisia, proses pembuatan simplisia termasuk cara

penyimpanan bahan baku simplisia, cara pengepakan dan penyimpanan simplisia

(Depkes RI, 1985).

1. Proses pembuatan simplisia (Depkes RI, 1985)

a. Pengumpulan bahan baku

Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda, antara lain

tergantung dari bagian tanaman yang digunakan, umur tanaman atau bagian tanaman

pada saat panen, waktu panen, lingkungan tempat tumbuh (Depkes RI, 1985).
14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pada saat panen, bagian tanaman yang diambil adalah rimpangnya.

Pengambilan dilakukan pada musim kering dengan tanda-tanda mengeringnya bagian

atas tanaman. Dalam keadaan ini ukuran rimpang dalam keadaan besar yang

maksimum (Depkes RI, 1985).

b. Sortasi basah

Sortasi basah perlu dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau

bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Pada simplisia yang dibuat dari akar

suatu tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput batang, daun,

akar yang telah rusak, serta pengotor lainnya harus dibuang. Tanah mengandung

bermacam-macam mikroba dalam jumlah yang tinggi, oleh karena itu pembersihan

simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal (Depkes RI,

1985).

c. Pencucian

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang

melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih, misalnya air

dari mata air, air sumur dan air PAM. Bahan simplisia yang mengandung zat yang

mudah larut di dalam air yang mengalir perlu dilakukan pencucian dalam waktu yang

sesingkat mungkin (Depkes RI, 1985).

Cara sortasi dan pencucian sangat mempengaruhi jenis dan jumlah mikroba

awal simplisia. Apabila air yang digunakan untuk mencuci adalah kotor, maka jumlah

mikroba pada permukaan bahan simplisia dapat bertambah dan air yang terdapat pada
15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

permukaan bahan simplisia tersebut dapat mempercepat pertumbuhan mikroba.

Bakteri yang umum terdapat dalam air adalah Pseudomonas, Proteus, Micrococcus,

Bacillus, Streptococcus, Enterobacter dan Escherichia. Pada simplisia akar, batang,

atau buah dapat pula dilakukan pengupasan kulit luar untuk mengurangi jumlah

mikroba awal karena sebagian besar mikroba biasanya terdapat pada permukaan

bahan simplisia (Depkes RI, 1985).

d. Perajangan

Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan.

Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan,

pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru diambil tidak langsung dirajang ,

tetapi dijemur dalam keadaan utuh selama 1 hari. Penjemuran sebelum perajangan

diperlukan untuk mengurangi pewarnaan akibat reaksi antara bahan simplisia dan

logam pisau. Rimpang diiris-iris arah melintang setebal 3-4 mm dengan pisau yang

tajam ataupun dengan mesin pengiris khusus (Depkes RI, 1985), sedangkan menurut

Rukmana (1995) ketebalan rajangan rimpang temulawak adalah 7-8 mm pada waktu

rimpang masih segar. Setelah dijemur atau dikeringkan dalam ruangan pengering,

tebal irisan menjadi 5-6 mm (DepKes, 1979).

Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat penguapan air,

sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi, irisan yang terlalu tipis juga

dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkasiat yang mudah menguap,

sehingga mempengaruhi komposisi, bau dan rasa yang diinginkan. Oleh karena itu,
16
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

bahan simplisia seperti temulawak, temu giring, jahe, kencur dan bahan sejenis

lainnya dihindari perajangan yang terlalu tipis untuk menghindari berkurangnya

minyak atsiri. Selama perajangan seharusnya jumlah mikroba tidak bertambah

(Depkes RI, 1985).

e. Pengeringan

Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah

rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi

kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik dan dicegah penurunan mutu atau

perusakan simplisia (Depkes RI,1985).

Pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau

dengan menggunakan suatu alat pengering. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam

proses pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, waktu

pengeringan dan luas permukaan bahan simplisia. Pada pengeringan bahan simplisia

tidak dianjurkan menggunakan alat dari plastik karena menghambat aliran udara

sehingga pengeringan simplisia menjadi lebih lama (Depkes RI, 1985).

Selama proses pengeringan bahan simplisia, faktor-faktor tersebut harus

diperhatikan sehingga diperoleh simplisia kering yang tidak mudah mengalami

kerusakan selama penyimpanan. Cara pengeringan yang salah dapat mengakibatkan

terjadinya face hardening, yakni bagian luar bahan sudah kering, sedangkan bagian

dalamnya masih basah. Hal ini dapat disebabkan oleh irisan bahan simplisia yang

terlalu tebal, suhu pengeringan yang terlalu tinggi, atau oleh suatu keadaan lain yang
17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menyebabkan penguapan air di permukaan bahan jauh lebih cepat dari pada difusi air

dari dalam ke permukaan bahan simplisia, sehingga permukaan bahan menjadi keras

dan menghambat pengeringan selanjutnya. Face hardening dapat mengakibatkan

kerusakan atau pembusukan di bagian dalam bahan yang dikeringkan. Simplisia

rimpang temulawak dikatakan kering apabila kadar airnya 10% yang ditunjukkan

dengan simplisia mudah dipatahkan (Depkes RI, 1985).

Suhu pengeringan tergantung kepada bahan simplisia dan cara

pengeringannya. Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu 30 - 900 C, tetapi suhu

yang terbaik adalah tidak melebihi 600 C. Bahan simplisia yang mengandung

senyawa aktif yang tidak tahan panas atau mudah menguap harus dikeringkan pada

suhu serendah mungkin, misalnya 30 - 450 C atau dengan cara pengeringan vakum,

yaitu dengan mengurangi tekanan udara di dalam ruang atau lemari pengeringan

sehingga tekanan kira-kira 5 mmHg. Kelembaban juga tergantung pada bahan

simplisia , cara pengeringan, dan tahap-tahap selama pengeringan (Depkes RI, 1985).

f. Sortasi kering

Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan

simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing, seperti bagian-bagian

tanaman yang tidak diinginkan dan pengotor-pengotor lain, misalnya kerikil dan

bagian tanaman yang busuk yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering

(Depkes RI, 1985).


18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2. Wadah dan penyimpanan

Penyimpanan simplisia dilakukan dalam wadah tertutup baik disimpan pada

suhu kamar, di tempat kering dan terlindung dari sinar matahari. Wadah tertutup baik

harus melindungi isinya terhadap masuknya bahan padat dari luar dan mencegah

kehilangan isi waktu pengangkutan, penyimpanan dan penjualan dalam keadaan dan

dengan cara biasa. Sebaiknya obat tradisional dapat tetap memenuhi persyaratan obat

tradisional, meskipun sudah diedarkan dalam waktu yang lama. Wadah dan

sumbatnya tidak boleh mempengaruhi obat tradisional yang disimpan di dalam

wadah, baik secara kimia maupun secara fisika yang dapat mengakibatkan perubahan

keamanan, kemanfaatan, dan mutu (Depkes RI, 1994).

Obat tradisional harus disimpan sedemikian rupa sehingga mencegah

mikroba dari luar dan terjadinya peruraian, terhindar dari pengaruh udara,

kelembaban, panas dan cahaya, disimpan pada suhu kamar adalah disimpan pada

suhu 15 - 300 C (Depkes RI, 1994).

E. Landasan teori

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan salah satu dari

sembilan tanaman unggulan dari Ditjen POM yang memiliki banyak manfaat

(Yusron, 2009). Rimpang temulawak ini banyak dijual dalam bentuk jamu godhog.

Jamu godhog biasanya dijual di pasar-pasar tradisional dengan harga yang

terjangkau, diproduksi dengan teknologi yang sederhana dan hanya dipasarkan secara
19
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

terbatas, sehingga industri jamu godhog ini tidak memerlukan ijin usaha industri

sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 246/MenKes/Per/V/1990 pasal 2

(Depkes RI, 1990). Tidak adanya ijin usaha maka keamanan, kemanfaatan, dan mutu

dari jamu godhog ini tidak terjamin.

Menurut Gay dan Diehl (cit.,Sigit, 2003), untuk penelitian deskriptif jumlah

sampel yang digunakan minimum 10% dari jumlah populasi. Oleh karena itu, pada

penelitian ini dipilih empat pasar dari 31 pasar di Kotamadya Yogyakarta dengan

metode Simple Random Sampling (cara undian), yaitu Pasar Demangan, Pasar

Beringharjo, Pasar Kranggan, dan Pasar Giwangan.

Proses pengolahan jamu godhog merupakan kunci dalam menjamin

keamanan, kemanfaatan, dan mutu dari jamu godhog. Dalam pembuatan obat

tradisional, khususnya simplisia rajangan, standar yang digunakan dalam proses

pembuatan obat tradisional di Indonesia adalah standar Cara Pembuatan Simplisia

yang Baik (CPSB). CPSB meliputi beberapa tahapan standar, yaitu sortasi basah,

pencucian, perajangan, pengeringan, dan sortasi kering.

Sortasi basah bertujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-

bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Pencucian untuk menghilangkan tanah dan

pengotor lainnya yang melekat pada bahan simplisia dengan air bersih, misalnya air

dari mata air, air sumur dan air PAM. Perajangan bahan untuk mempermudah proses

pengeringan. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau

dengan menggunakan suatu alat pengering. Tahapan terakhir dalam pembuatan


20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

simplisia rimpang temulawak adalah sortasi kering yang bertujuan untuk memisahkan

benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan

pengotor-pengotor lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering (Depkes

RI, 1985).

Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 661/MenKes/SK/VII/1994

menyatakan bahwa perlu dicegah beredarnya obat tradisional yang tidak memenuhi

persyaratan keamanan, kemanfaatan, dan mutu. Parameter yang dipersyaratkan dalam

Keputusan Menteri Kesehatan RI No : 661/MenKes/SK/ VII/1994 adalah uji mikroba

patogen, Angka Lempeng Total (ALT), Angka Kapang Kamir (AKK) dan aflatoksin.

Obat tradisional untuk penggunaan obat dalam perlu diwaspadai adanya mikroba

seperti: Salmonella, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus

aureus (Depkes RI, 1994). Mikroba-mikroba tersebut dapat menyebabkan penyakit

demam tifoid, gastroenteritis, infeksi nosokomial, keracunan makanan dan toxic

shock syndrome (WHO, 2003).

Keputusan Menteri Kesehatan RI No : 661/MenKes/SK/VII/1994 disebutkan

persyaratan nilai ALT untuk obat tradisional, yaitu untuk sediaan rajangan yang

penggunaannya dengan cara pendidihan tidak lebih dari 107 CFU/gram bahan.

Bakteri aerob mesofilik merupakan bakteri indikator, yaitu golongan atau spesies

bakteri yang kehadirannya dalam makanan dan obat dalam jumlah di atas batas

tertentu merupakan pertanda bahwa makanan dengan kondisi yang memungkinkan

berkembang biaknya mikroba patogen (BPOM RI, 2008). Nilai ALT harus ditekan
21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

sekecil mungkin. Meskipun bakteri aerob mesofilik ada yang tidak membahayakan

bagi kesehatan, tetapi kadang-kadang karena pengaruh suhu optimum dan

ketersediaan nutrisi yang memadai bakteri mesofilik menjadi mikroba yang

membahayakan (Depkes RI,1994).

Pada penelitian ini dilakukan perbandingan nilai ALT pada simplisia

rimpang temulawak pada jamu godhog dari empat pasar di Kotamadya Yogyakarta

dengan yang diolah sesuai CPSB. Hasil perbandingan dari nilai ALT yang diperoleh

secara tidak langsung menggambarkan seberapa tingkat penerapan cara pembuatan

simplisia yang baik pada produsen jamu godhog. Nilai ALT simplisia rimpang

temulawak yang dibuat sesuai cara pembuatan simplisia yang baik dibandingkan

dengan simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog dari ke empat pasar

tradisional menggunakan analisis statistik normalitas data Shapiro-Wilk kemudian

dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney untuk melihat apakah perbedaan nilai ALT-

nya bermakna atau tidak bermakna.

F. Hipotesis

Nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog dari empat pasar di

Kotamadya Yogyakarta memiliki perbedaan bermakna dengan nilai ALT rimpang

temulawak yang diolah menjadi simplisia berdasarkan Cara Pembuatan Simplisia

yang Baik (CPSB).


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental murni dengan

rancangan penelitian deskriptif-komparatif, karena penelitian ini menggambarkan

nilai ALT dari masing-masing sampel yang kemudian dibandingkan dengan

persyaratan nilai ALT obat tradisional yang tercantum dalam KepMenKes No:

661/MenKes/SK/VII/1994 yaitu tidak melebihi 107 CFU/gram sampel. Nilai ALT

masing-masing sampel dari empat pasar di Kotamadya Yogyakarta yaitu Pasar

Demangan, Beringharjo, Giwangan dan Kranggan, kemudian dibandingkan dengan

sampel simplisia yang diolah berdasarkan Cara Pembuatan Simplisia yang Baik

(CPSB) menggunakan analisis statistik, yaitu uji normalitas data Shapiro-Wilk dan

dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan

bermakna. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Farmakognosi

Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

B. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas

Simplisia rimpang kering temulawak dalam jamu godhog dari empat pasar di

Kotamadya Yogyakarta (Pasar Demangan, Pasar Kranggan, Pasar Beringharjo dan

22
23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Pasar Giwangan) serta rimpang segar temulawak dari Pasar Borobudur, Magelang,

Jawa Tengah pada bulan yang diolah menjadi simplisia rajangan berdasarkan CPSB

(Depkes RI, 1985).

b. Variabel tergantung

Nilai ALT dari simplisia rimpang kering temulawak dalam jamu godhog dari

empat pasar di Kotamadya Yogyakarta serta nilai ALT rimpang segar temulawak

dari Pasar Borobudur, Magelang, Jawa Tengah yang diolah menjadi simplisia

rajangan berdasarkan CPSB (Depkes RI, 1985).

c. Variabel pengacau terkendali

1) Untuk simplisia kering temulawak dalam jamu godhog :

Suhu inkubasi (350C), lama inkubasi (24 – 48 jam), media pertumbuhan

bakteri aerob mesofilik Nutrien Agar (NA), asal rimpang temulawak (Pasar

Demangan, Pasar Kranggan, Pasar Beringharjo dan Pasar Giwangan).

2) Untuk simplisa yang diolah berdasarkan Cara Pembuatan Simplisia yang Baik :

Waktu panen (10 bulan), umur temulawak (10 bulan), suhu pengeringan

oven (500C), tebal rajangan (3-4 mm), lama pengeringan (± 10 jam), suhu inkubasi

(350C), lama inkubasi (24 – 48 jam), media pertumbuhan bakteri Nutrien Agar ( NA).

d. Variabel pengacau tak terkendali

1) Untuk simplisia kering temulawak dalam jamu godhog :

Lama penyimpanan jamu godhog, cara penyimpanan jamu godhog, suhu

penyimpanan dan cara pengemasan jamu godhog.


24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2. Definisi Operasional

a. Jamu godhog adalah jamu yang berupa rajangan bagian tanaman obat dalam

kemasan plastik bening yang berisi simplisia rimpang temulawak, digodhog atau

direbus sebelum diminum dan diijual di empat pasar di Kotamadya Yogyakarta

yaitu Pasar Demangan, Pasar Beringharjo, Pasar Giwangan dan Pasar Kranggan.

b. Simplisia rimpang kering temulawak adalah rimpang temulawak yang berasal dari

jamu godhog dari empat pasar di Kotamadya Yogyakarta yaitu Pasar Demangan,

Pasar Kranggan, Pasar Beringharjo dan Pasar Giwangan yang dibeli pada bulan

Februari 2011.

c. Rimpang segar temulawak diperoleh dari Pasar Borobudur, Magelang, Jawa

Tengah pada bulan Februari 2011, kemudian diolah menjadi simplisia

berdasarkan Cara Pembuatan Simplisia yang Baik (Depkes RI, 1985).

d. Angka Lempeng Total (ALT) merupakan jumlah bakteri aerob mesofilik yang

terdapat dalam simplisia rimpang temulawak yang dianalisis sesuai dengan Badan

Standarisasi Nasional (1992).

e. Cara Pembuatan Simplisia yang Baik (CPSB) adalah standar proses pengolahan

rimpang temulawak menjadi simplisia rimpang temulawak berdasarkan buku

Cara Pembuatan Simplisia (Depkes RI, 1985).

C. Bahan Penelitian

Simplisia rimpang kering temulawak dalam jamu godhog yang dijual di

empat pasar di Kotamadya Yogyakarta (Pasar Demangan, Pasar Kranggan, Pasar


25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Beringharjo, dan Pasar Giwangan), rimpang segar temulawak dari Pasar Borobudur,

Magelang, Jawa Tengah yang di panen pada bulan Februari 2011 yang diolah

menjadi simplisia berdasarkan cara pembuatan simplisia yang baik. Nutrien Agar

(NA), Buffered Pepton Water (BPW), Triphenyl Tetrazolium chloride 1% (TTC 1%)

dan aquadest, etanol 70%.

D. Alat Penelitian

Microbiological Safety Cabinet (MSC), Autoklaf, Inkubator (Hereaus),

Vortex (Stuart Scientific), Oven (Memmert model 400), Hot plate (Heidolph MR

2002), Colony counter (Electric Bactery Colony Counter Healt®), cawan Petri,

ayakan, pipet tetes, tabung reaksi, Erlenmeyer, Gelas Piala, gelas ukur, neraca

analitik, lampu spiritus, stirer magnetic, dan alat-alat gelas.

E. Tata Cara Penelitian

1. Pengumpulan dan pemilihan sampel rimpang temulawak

Penelitian ini menggunakan dua jenis sampel, yaitu:

a. Simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog dari empat pasar di

Kotamadya Yogyakarta

1) Penentuan pasar

Sampling pasar menggunakan metode random sampling dengan cara undian

tanpa pengembalian sehingga didapatkan empat pasar yaitu Pasar Demangan, Pasar
26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Kranggan, Pasar Beringharjo dan Pasar Giwangan. Dipilih satu pedagang dan

digunakan satu sampel dari masing-masing pedagang (Gunawan dkk., 2010). Dari

masing-masing pasar yang terpilih tersebut, dipilih satu pedagang jamu godhog

menggunakan metode convinience sampling (sampling perkoleh).

2) Identifikasi simplisia rimpang temulawak

Identifikasi simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog yang dijual di

Pasar Demangan, Pasar Kranggan, Pasar Beringharjo dan Giwangan dengan cara:

diambil sebanyak 15 g dan diuji secara organoleptik dan makroskopis menurut buku

panduan determinasi tanaman (Depkes RI, 1979) yaitu bau aromatik, rasa tajam dan

pahit, keping tipis berbentuk bundar atau jorong, ringan, keras, rapuh, garis tengah

sampai 6 cm, tebal 2 - 5 mm, permukaan luar berkerut, warna coklat kuning sampai

coklat, bidang irisan berwarna coklat kuning buram, melengkung tidak beraturan,

tidak rata, sering dengan tonjolan melingkar pada batas antara silinder pusat dengan

korteks, korteks sempit, tebal 3 - 4 mmm, warna kuning jingga sampai coklat jingga

terang.

b. Simplisia rimpang temulawak yang diolah menjadi simplisia berdasarkan


Cara Pembuatan Simplisia yang Baik (Depkes RI, 1985)

1) Pengumpulan rimpang segar temulawak

Rimpang segar temulawak berasal dari Pasar Borobudur, Magelang, Jawa

Tengah pada bulan Februari 2011. Rimpang segar temulawak yang diperoleh

sebanyak 5 kg. Kriteria pemilihan rimpang segar temulawak adalah dipanen saat
27
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

berumur 10 bulan, belum membusuk, permukaannya kering, tidak bertunas, dan

hanya sedikit kotoran yang menempel pada permukaan rimpang.

2) Tahapan pembuatan simplisia rimpang temulawak (DepKes RI, 1985)

Rimpang segar temulawak disortasi basah untuk membuang kotoran atau

bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia seperti tanah, kerikil, rumput, akar

yang telah rusak, dan pengotor lainnya. Hasil sortasi basah kemudian dicuci

menggunakan air mengalir dan disikat untuk menghilangkan kotoran yang menempel

di permukaan rimpang.

Perajangan dilakukan ketika rimpang sudah bersih dengan pisau stainless

steel sehingga diperoleh irisan dan potongan dengan ukuran yang dikehendaki (3-4

mm). Pengeringan dilakukan dalam oven dengan suhu 500 C selama ± 10 jam atau

sampai kadar air simplisia kurang dari 10%, yaitu ditunjukkan dengan simplisa yang

mudah dipatahkan.

Simplisa yang sudah kering dipisahkan dari benda-benda asing seperti

bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotor lain yang masih tertinggal pada

simplisia kering. Simplisia yang sudah dipisahkan dari benda-benda asing, kemudian

disimpan dalam wadah plastik tertutup rapat pada suhu kamar 15-300 C, terhindar dari

cemaran mikrobia dari luar, panas, cahaya, kelembaban dan pengaruh udara dari luar.

c. Pembuatan serbuk sampel rimpang temulawak

Setiap melakukan pembuatan serbuk untuk masing-masing sampel, blender

dicuci dengan air bersih terlebih dahulu, kemudian ditiriskan, dibersihkan dengan
28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kapas beralkohol 70%, dan ditunggu hingga kering. Sampel simplisia rimpang

temulawak diserbuk dengan blender yang telah dibersihkan. Serbuk hasil

pemblenderan diayak dengan pengayakan tepung kemudian dilakukan homogenisasi.

2. Pengujian ALT sampel simplisia rimpang temulawak yang diolah sesuai


CPSB dan dari jamu godhog yang dijual di empat pasar di Kotamadya
Yogyakarta.

a. Pembuatan media dan larutan pengencer

1) Media Nutrien agar (NA)

Media yang digunakan adalah Nutrient agar (NA) yang dibuat dengan cara

menimbang 20 gram serbuk NA dan dilarutkan dalam 1 liter air suling, dipanaskan

sampai mendidih (sambil diaduk). Kemudian disterilkan pada suhu 1210C selama 15

menit dengan autoklaf. Kemudian ditambahkan Triphenyl Tertrazolium Chloride 1%

( TTC 1%) di dalam Microbiological Safety Cabinet (MSC).

2) Larutan pengencer Buffered Pepton Water (BPW)

Pembuatan larutan pengencer Buffered Pepton Water (BPW) dibuat dengan

cara menimbang 20 gram serbuk BPW dilarutkan dalam 1 liter air suling dan diukur

pH 7,0 ± 1. Kemudian disterilkan dengan autoklaf 1210C selama 15 menit.

b. Homogenisasi sampel

Dengan cara aseptis, ditimbang sebanyak 10 g sampel ke dalam wadah steril

yang sesuai, kemudian ditambahkan 90 ml BPW dan dihomogenkan. Jika jumlah


29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

sampel kurang dari 10 g, maka pengambilan cuplikan dan pengencer disesuaikan

hingga diperoleh suspensi pengenceran 1 : 10 dan dikocok homogen. Dalam

penelitian ini 1 g sampel ditambahkan dengan 9 ml BPW dan masing-masing sampel

direplikasi 6 kali (Balai POM RI, 2006).

c. Uji Angka Lempeng Total (ALT)

Disiapkan 5 buah tabung reaksi atau lebih yang masing-masing telah diisi

dengan 9 ml pengencer BPW untuk masing-masing replikasi. Dari hasil

homogenisasi pada penyiapan contoh dipipet pengenceran 10-1 ml sebanyak 1 ml ke

dalam tabung yang berisi pengencer BPW pertama hingga diperoleh pengenceran 10-2

dan dikocok sampai homogen dengan vortex. Kemudian dibuat pengenceran

selanjutnya hingga pengenceran 10-6 atau sesuai dengan yang diperlukan. Dipipet 1ml

BPW yang berisi sampel dari masing-masing pengenceran dan dituangkan pada

cawan petri dan dibuat duplo. Ke dalam tiap cawan petri dituangkan 15 ml media NA

(45±10C) kemudian segera cawan petri digoyang sambil diputar agar suspensi

tersebar merata (pour plate) (Badan Standarisasi Nasional, 1992).

Untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer dilakukan kontrol (uji

blangko), dengan menuangkan 1 ml pengencer dan media dalam suatu cawan petri

dan dibiarkan memadat. Kemudian menuangkan pula media ke cawan petri lain dan

dibiarkan memadat pula. Seluruh cawan petri diinkubasi pada suhu 35 – 37 0C selama

24 - 48 jam dengan posisi terbalik (Badan Standarisasi Nasional, 1992).


30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung, cara perhitungan hasil

dilakukan sesuai tata cara perhitungan halaman 30-32 Perlakuan pengujian ALT

tersebut dilakukan terhadap sampel rimpang kering temulawak yang dibuat sesuai

Cara Pembuatan Simplisia yang Baik dan sampel rimpang temulawak yang berasal

dari empat pasar di Kotamadya Yogyakarta dengan masing-masing 6 kali replikasi.

d. Cara menganalisis hasil pengujian sesuai dengan Badan Standarisasi


Nasional (1992)

1) Dipilih cawan dari satu pengenceran yang menunjukan jumlah koloni antara 25-

250 setiap cawan. Dihitung semua koloni dalam cawan petri dengan

menggunakan alat penghitung koloni (Colony Counter). Dihitung rata-rata

jumlah koloni dan dikalikan dengan faktor pengenceran dan dinyatakan hasilnya

sebagai jumlah bakteri per mililiter atau gram

2) Jika salah satu dari dua cawan petri terdapat jumlah koloni lebih kecil dari 25

atau lebih besar dari 250, dihitung rata-rata jumlah koloni, dikalikan dengan

faktor pengenceran dan dinyatakan hasilnya sebagai jumlah bakteri per gram

3) Jika hasil dari 2 pengenceran jumlahnya berturut-turut terletak antara 25-250

koloni, dihitung jumlah koloni dari masing-masing pengenceran seperti yang

disebut pada butir 1 dan 2 di atas, dan dihitung rata-rata jumlah koloni dari ke

dua pengenceran tersebut. Jika jumlah yang tertinggi lebih besar dari dua kali

jumlah yang terkecil, dinyatakan jumlah yang terkecil sebagai jumlah bakteri per

gram
31
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4) Jika rata-rata jumlah koloni masing-masing petri tidak terletak antara 25 dan 250

koloni, dihitung jumlah koloni seperti pada butir a dan b di atas, dan dinyatakan

sebagai jumlah bakteri perkiraan per gram atau lebih.

5) Jumlah koloni dari semua pengenceran lebih dari 250 koloni, maka setiap dua

cawan petri dengan pengenceran tertinggi dibagi dalam 2,4, atau 8 sektor.

Dihitung jumlah koloni dalam satu bagian atau lebih. Untuk mendapatkan jumlah

koloni dalam satu cawan petri, dihitung rata-rata jumlah koloni dan kalikan

dengan faktor pembagi dan pengenceran. Dinyatakan sebagai jumlah bakteri

perkiraan per gram

6) Jika dalam 1/8 bagian cawan petri terdapat lebih dari 200 koloni, maka jumlah

koloni yang didapat = 8 x 200 (1600), dikalikan dengan faktor pengenceran dan

dinyatakan hasilnya sebagai jumlah bakteri perkiraan permililiter atau gram lebih

besar dari jumlah yang didapat (lebih besar dari 1600 x faktor pengenceran)

7) Jika tidak ada koloni yang tumbuh dalam cawan petri, dinyatakan jumlah bakteri

perkiraan lebih kecil dari satu dikalikan dengan pengenceran terendah (< 10)

8) Menghitung koloni perambat (spreader)

Ada 3 macam perambatan pada koloni, yaitu :

a) Merupakan rantai yang tidak terpisah

b) Perambatan yang terjadi di antara dasar cawan petri dan pembenihan

c) Perambatan yang terjadi pada pinggir atau permukaan pembenihan.

d) Kalau terjadi hanya 1 perambatan (seperti rantai) maka koloni dianggap 1

(satu). Tetapi bila 1 atau lebih rantai terbentuk dan yang berasal dari sumber
32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

yang terpisah, maka tiap sumber dihitung sebagai 1 (satu) koloni. Bila ada (2)

dan (3) terjadi maka sebaiknya pemeriksaan diulangi karena koloni dalam

keadaan semacam ini agak sukar dihitung

e. Cara menghitung dan membulatkan angka

Dalam melaporkan jumlah koloni atau jumlah koloni perkiraan hanya 2

angka penting yang digunakan, yaitu angka yang pertama dan ke dua (di mulai dari

kiri), sedangkan angka yang ke tiga diganti dengan 0 apabila kurang dari 5 dan

apabila 5 atau lebih dijadikan 1 yang ditambah pada angka yang ke dua.

Contoh: 523.000 dilaporkan sebagai 520.000 (5.2 x 105)

83.600 dilaporkan sebagai 84.000 (8.4 x 104)

F. Analisis Hasil

Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa data kuantitatif jumlah koloni

bakteri yang dianalisis dengan cara perhitungan ALT. Data tersebut kemudian

dideskripsikan dan dikomparasikan dengan nilai ALT yang tercantum dalam

KepMenKes No: 661/MenKes/SK/1994 tentang persyaratan obat tradisional

(MenKes RI, 1994). Persyaratan untuk sediaan rajangan dengan pendidihan adalah

tidak boleh lebih dari 107 CFU/ gram bahan. Dari perhitungan nilai ALT ini,

diketahui nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di

empat pasar di Kotamadya Yogyakarta dan simplisia rimpang temulawak yang diolah

sesuai CPSB memenuhi persyaratan ataukah tidak berdasarkan KepMenKes No: 661/

MenKes/SK/1994.
33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Nilai ALT simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog dari ke empat

pasar di Kotamadya Yogyakarta dibandingkan dengan simplisia rimpang temulawak

yang dibuat sesuai cara pembutaan simplisia yang baik menggunakan analisis

statistik, yaitu uji normalitas data Shapiro-Wilk dan dilanjutkan dengan Uji Mann-

Whitney untuk mengetahui perbedaan nilai ALT bermakna atau tidak bermakna.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jamu godhog masih banyak diminati oleh masyarakat karena harganya yang

terjangkau dan khasiatnya yang sudah dirasakan turun-temurun. Jamu godhog

diproduksi dengan teknologi yang sederhana dan hanya dipasarkan secara terbatas,

sehingga industri jamu godhog ini tidak memerlukan ijin usaha industri sesuai dengan

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 246/MenKes/Per/V/1990 pasal 2 (Depkes RI,

1990). Karena tidak adanya ijin usaha bagi industri atau pedagang jamu godhog di

pasar tradisional dan pengolahannya masih dengan teknologi yang sederhana, maka

keamanan, kemanfaatan, dan mutu dari jamu godhog ini tidak terjamin. Penelitian

perbandingan angka lempeng total (ALT) pada simplisia rimpang temulawak pada

jamu godhog yang dijual di empat pasar di Kotamadya Yogyakarta dengan yang

dibuat sesuai CPSB (Depkes RI, 1985) merupakan salah satu evaluasi keamanan dari

jamu godhog yang dapat memberikan jaminan keamanan bagi konsumen jamu

godhog terhadap efek samping yang dapat ditimbulkan oleh cemaran bakteri yang

terdapat pada jamu godhog.

Pada penelitian aspek mikrobiologis simplisia jamu godhog yang beredar di

beberapa pasar di DIY yang dilakukan Gunawan, dkk., (2010) diperoleh hasil bahwa

ditemukan mikroba patogen pada simplisia jamu godhog yang beredar di Daerah

Istimewa Yogyakarta, dan simplisia yang paling banyak mengandung mikroba

patogen, salah satunya adalah rimpang temulawak. Penelitian Perbandingan Angka

34
35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Kapang Kamir (AKK) Simplisia Rimpang Temulwak (Curcumae Rhizoma) dalam

Jamu Godhog dari Empat Pasar di Kotamadya Yogyakarta dengan yang Diolah

Sesuai Cara Pembuatan Simplisia yang Baik (CPSB) yang dilakukan Arditayasa

(2011) diperoleh hasil nilai AKK simplisia rimpang temulawak dari Pasar Demangan,

Giwangan, dan Beringharjo tidak memenuhi persyaratan nilai AKK, sedangkan

simplisia rimpang temulawak dari Pasar Kranggan memenuhi persyaratan nilai AKK

yang tercantum dalam KepMenKes RI No : 661/MenKes/SK/VII/1994, yaitu 104

CFU/ g sampel.

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan tentang aspek mikrobiologis

jamu godhog yang dilakukan oleh Gunawan dkk (2010), dan Arditayasa (2011) yang

merupakan penelitian evaluasi keamanan jamu godhog untuk melengkapi data

penelitian aspek mikrobiologis jamu godhog yang beredar di Daerah istimewa

Yogyakarta.

A. Penyiapan Rimpang Temulawak

1. Pemilihan sampel jamu godhog dari empat pasar tradisional di Kotamadya


Yogyakarta

Di Kotamadya Yogyakarta terdapat 31 pasar tradisional. Menurut Gay dan

Diehl (cit.,Sigit, 2003), untuk penelitian deskriptif jumlah sampel yang digunakan

minimum 10% dari jumlah populasi, sehingga dipilih empat pasar sebagai lokasi

penelitian ini.

Penentuan pasar dilakukan dengan menggunakan metode Simple Random

Sampling (cara undian). Metode ini digunakan agar 31 pasar yang ada di Kotamadya
36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Yogyakarta memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih. Setelah melakukan

pengundian, empat pasar pasar yang terpilih adalah Pasar Demangan, Pasar

Beringharjo, Pasar Kranggan, dan Pasar Giwangan.

Dari masing-masing pasar yang terpilih tersebut, dipilih 1 pedagang jamu

godhog menggunakan metode Convinience sampling (sampling perkoleh). Metode ini

dipilih karena populasi pedagang jamu godhog yang tidak homogen (Sigit, 2003).

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti, para penjual jamu

godhog di pasar-pasar tradisional biasanya kurang memperhatikan kondisi

penyimpanan yang sesuai untuk simplisia yang terdapat dalam jamu godhog, seperti

kelembaban dan suhu tempat penyimpanan. Kondisi penyimpanan yang terlalu

lembab dapat menyebabkan peningkatan pertumbuahan bakteri yang dapat berakibat

terhadap berkurangnya senyawa berkhasiat akibat degradasi oleh bakteri dan

menjadikan jamu godhog tidak aman dikonsumsi karena jumlah cemaran bakterinya

melewati batas minimal yang ditetapkan, yaitu tidak lebih dari 107 CFU/g sampel.

Jamu godhog yang dijual di pasar tradisional biasanya hanya dibungkus dengan

kantong plastik tanpa ada absorben sebagai pengatur kelembaban, sehingga

kemungkinan bakteri untuk tumbuh lebih besar. Penjual jamu godhog biasanya

kurang memperhatikan kualitas dari pembungkus jamu godhog yang dijualnya,

sehingga seringkali peneliti menemukan jamu godhog yang pembungkusnya rusak

atau terbuka. Kerusakan pada pembungkus jamu godhog dapat menjadi celah

masuknya udara yang mengandung bakteri sehingga memungkinkan terjadinya

kontaminasi bakteri terhadap jamu godhog.


37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Sebagian besar jamu godhog yang dijual di empat pasar di Kotamadya

Yogyakarta yaitu Pasar Demangan, Pasar Beringharjo, Pasar Giwangan, dan Pasar

Kranggan terdapat rimpang temulawak. Hal ini dikarenakan rimpang temulawak

mempunyai banyak khasiat sehingga banyak produsen jamu godhog yang

manambahkan temulawak resep jamu godhog untuk penyakit yang berbeda,

misalnya untuk diabetes, kanker dan anti hipertensi. Menurut Rachman (2008) Jawa

Tengah merupakan sentra tani temulawak dan salah satunya adalah di daerah

Borobudur dan para produsen jamu godhog yang dijual di empat pasar di

Kotamadya Yogyakarta memperoleh rimpang temulawak dari daerah Borobudur,

Magelang, Jawa Tengah.

2. Identifikasi simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog yang dijual di


empat pasar di Kotamadya Yogyakarta

Identifikasi sampel simplisia rimpang temulawak yang dijual di empat pasar

di Kotamadya Yogyakarta bertujuan untuk menjamin sampel yang kita gunakan

adalah benar simplisia rimpang temulawak (Curcumae Rhizoma). Identifikasi

simplisia rimpang temulawak dilakukan dengan membandingkan sampel simplisia

rimpang temulawak yang diuji dengan deskripsi simplisia rimpang temulawak yang

terdapat pada panduan determinasi tanaman temulawak (Depkes RI, 1979) secara

makroskopis. Hasil identifikasi rimpang temulawak disajikan pada tabel I.


38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel I. Hasil identifikasi simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog


yang dari di empat pasar di Kotamadya Yogyakarta dan yang diolah sesuai
CPSB
Persyaratan
Sampel Pesyaratan makroskopis
Oganoleptik
Simplisia Bau Keping tipis berbentuk bundar atau jorong, ringan, keras,
rimpang aromatik, rapuh, garis tengah sampai 6 cm, tebal 2 mm sampai 5 mm,
temulawak rasa tajam permukaan luar berkerut, warna coklat kuning sampai
menurut dan pahit coklat, bidang irisan berwarna coklat kuning buram,
DepKes RI melengkung tidak beraturan, tidak rata,sering dengan
(1979) tonjolan melingkar pada batas antara silinder pusat dengan
korteks, korteks sempit, tebal 3 mm sampai 4 mm.
Rimpang Bau Keping tipis berbentuk bundar, ringan, keras, rapuh, garis
temulawak aromatik, tengah 6 cm, tebal 3 mm, permukaan luar berkerut, warna
dari Pasar rasa tajam coklat kuning, bidang irisan berwarna coklat kuning
Demangan dan pahit buram, melengkung tidak beraturan, tidak rata, korteks
tebal 4 mm.
Rimpang Bau Keping tipis berbentuk jorong, ringan, keras, rapuh, garis
temulawak aromatik, tengah 5 cm, tebal 2 mm, permukaan luar berkerut, warna
dari Pasar rasa tajam coklat kuning, bidang irisan berwarna coklat kuning
Beringharjo dan pahit buram, melengkung tidak beraturan, tidak rata, korteks 3
mm.
Rimpang Bau Keping tipis berbentuk jorong, ringan, keras, rapuh, garis
temulawak aromatik, tengah 6 cm, tebal 4 mm, permukaan luar berkerut, warna
dari Pasar rasa tajam coklat kuning sampai coklat, bidang irisan berwarna coklat
Giwangan dan pahit kuning buram, melengkung tidak beraturan, tidak rata,
korteks 3 mm.
Rimpang Bau Keping tipis berbentuk bundar atau jorong, ringan, keras,
temulawak aromatik, rapuh, garis tengah 5 cm, tebal 3 mm, permukaan luar
dari Pasar rasa tajam berkerut, warna coklat kuning, bidang irisan berwarna
Krangggan dan pahit coklat kuning buram, melengkung tidak beraturan, tidak
rata, korteks 4 mm.
Rimpang Bau Keping tipis berbentuk jorong, ringan, keras, rapuh, garis
temulawak aromatik, tengah 6 cm, tebal 7 cm, permukaan luar berkerut,
diolah rasa tajam warnacoklat kuning, bidang irisan berwarna coklat kuning
sesuai CPSB dan pahit buram, melengkung tidak beraturan, tidak rata, korteks 3
(DepKes RI, mm.
1985)
39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

A B

C D

Gambar 1. Hasil identifikasi secara makroskopis simplisia rimpang temulawak


Keterangan :
A. Simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog dari Pasar Kranggan
B. Simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog dari Pasar Giwangan
C. Simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog dari Pasar Beringharjo
D. Simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog dari Pasar Demangan
E. Simplisia rimpang temulawak yang diolah sesuai CPSB
40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Berdasarkan dari hasil identifikasi yang terdapat pada tabel I, terdapat

kesesuaian ciri-ciri persyaratan organoleptik dan makroskopis rimpang temulawak

antara sampel dengan yang terdapat pada panduan determinasi tanaman temulawak

(Depkes RI, 1979), sehingga dapat di pastikan bahwa sampel simplisia yang di

analisis merupakan simplisia rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.).

3. Pembuatan simplisia rimpang temulawak sesuai CPSB (DepKes RI, 1985)


Rimpang temulawak segar yang yang digunakan dalam penelitian ini

diperoleh dari Pasar Borobudur, Magelang, Jawa Tengah pada bulan Februari 2011.

Kriteria pemilihan rimpang segar temulawak adalah ukurannya besar, dipanen ±

berumur 10 bulan, belum membusuk, permukaannya kering, tidak bertunas, dan

hanya sedikit kotoran yang menempel pada permukaan rimpang. Dipilih rimpang

segar temulawak yang belum membusuk, permukaannya kering dan hanya sedikit

kotoran yang menempel pada permukaan rimpang bertujuan untuk mengurangi

cemaran mikroba sebelum memasuki proses pembuatan simplisia. Menurut Rukmana

(1995), pemilihan rimpang temulawak yang berumur 10 bulan dan tidak bertunas

karena pada umur 9-10 bulan tanaman temulawak sudah siap panen dan kandungan

senyawa berkhasiat dari rimpang temulawak paling tinggi. Ciri-ciri umum rimpang

temulawak yang berumur 10 bulan adalah rimpang berukuran besar-besar serta

berwarna kuning-kotor.

Setelah memperoleh rimpang temulawak segar, rimpang tersebut kemudian

diolah menjadi simplisia rimpang kering temulawak sesuai CPSB. Rimpang


41
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

temulawak disortasi basah dengan tujuan untuk membuang kotoran atau bahan-bahan

asing lainnya dari bahan simplisia seperti tanah, kerikil, rumput, akar yang telah

rusak, dan pengotor lainnya. Tanah mengandung mikroba dalam jumlah yang tinggi,

oleh karena itu pembersihan simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi

jumlah mikroba awal (Depkes RI,1985).

Hasil sortasi basah kemudian dicuci menggunakan air mengalir untuk

menghilangkan kotoran yang menempel di permukaan rimpang. Pencucian dilakukan

dengan air sumur. Digunakan air yang mengalir agar sisa-sisa air cucian yang kotor

tidak kembali mencemari rimpang temulawak. Jika air yang digunakan untuk

pencucian kotor, maka jumlah mikroba yang ada pada permukaan simplisia dapat

bertambah dan air yang terdapat pada permukaan bahan tersebut dapat mempercepat

pertumbuhan mikroba tersebut (Depkes RI,1985).

Perajangan dilakukan ketika rimpang sudah bersih dengan pisau stainless

steel sehingga diperoleh irisan dan potongan dengan ukuran yang dikehendaki, yaitu

tebal rajangan 7-8 mm diiris melintang . Pada pedoman cara pembuatan simplisia

yang baik (Depkes RI, 1985) disebutkan tebal rajangan rimpang temulawak 3-4 mm

tetapi pada pelaksanaannya dilakukan pengirisan rimpang temulawak dengan

ketebalan 7-8 mm (Rukmana, 1995). Perajangan rimpang temulawak dengan

ketebalan 7-8 mm dikarenakan semakin tipis bahan yang akan dikeringkan dapat

menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkasiat yang mudah menguap,

sehingga mempengaruhi komposisi, bau dan rasa yang diinginkan. Oleh karena itu,
42
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

bahan simplisia seperti temulawak dihindari perajangan yang terlalu tipis untuk

menghindari berkurangnya minyak atsiri (Depkes RI,1985).

Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses

pengeringan dan pengepakan. Tanaman yang baru diambil tidak langsung dirajang,

tetapi dijemur dalam keadaan utuh selama 1 hari. Penjemuran sebelum perajangan di

perlukan untuk mengurangi pewarnaan akibat reaksi antara bahan simplisia dan

logam pisau. Untuk mencegah perubahan kimia senyawa berkhasiat yang terdapat

pada bahan simplisia pada saat pengeringan, untuk bahan simplisia yang

memerlukan perajangan perlu diatur perajangannya, sehingga simplisia pada saat

pengeringan tidak mengalami kerusakan (Depkes RI,1985).

Pengeringan dilakukan dalam oven dengan suhu 500 C selama ± 10 jam atau

sampai kadar air simplisia kurang dari 10%, yaitu ditunjukkan dengan simplisa yang

mudah dipatahkan. Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang

tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama.

Mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan mencegah penurunan

mutu atau perusakan simplisia. Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar

tertentu dapat merupakan media tumbuh mikroba. Enzim tertentu dalam sel masih

dapat bekerja menguraikan senyawa berkhasiat sesaat setelah sel mati dan selama

simplisia tersebut masih mengandung kadar air tertentu. Reaksi enzimatik tidak

berlangsung bila kadar air dalam simplisia kurang dari 10%. Proses pengeringan

sudah dapat menghentikan proses enzimatik dalam sel bila kadar airnya dapat

mencapai kurang dari 10% (Depkes RI,1985).


43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Simplisia yang sudah kering dilakukan sortasi kering yaitu simplisia

dipisahkan dari benda-benda asing seperti bagian tanaman yang tidak diinginkan dan

pengotor lain yang masih tertinggal pada simplisia kering. Pada simplisia bentuk

rimpang, jumlah akar yang melekat pada rimpang terlampau besar dan harus dibuang.

Dengan demikian pula adanya partikel-partikel pasir, benda-benda tanah lain yang

tertinggal harus dibuang untuk menjaga higienitas dari simplisia (Depkes RI,1985).

Simplisia yang sudah dipisahkan dari benda-benda asing kemudian

disimpan dalam wadah plastik tertutup rapat pada suhu kamar 15-300 C. Pada bahan

obat yang tempat penyimpanannya tidak tertutup rapat, dapat dipastikan bahan

tersebut akan cepat lembab sehingga memicu timbulnnya mikroba serta simplisia

akan menjadi lapuk dan warna simplisia akan berubah (Mahendra, 2006).

B. Pembuatan Serbuk Sampel Rimpang Temulawak

Sebelum melakukan homogenisasi dilakukan penyerbukan sampel simplisia

rimpang temulawak. Menurut Badan POM RI (2008), penyerbukan bertujuan untuk

memperkecil ukuran partikel sampel sehingga sel bakteri yang terlindung partikel

sampel dapat terbebaskan dan untuk memperoleh distribusi bakteri sebaik mungkin.

Penyerbukan sampel menggunakan blender. Sebelum digunakan, blender

dicuci terlebih dahulu dengan air bersih kemudian ditiriskan. Setelah blender agak

kering, blender kemudian dibersihkan dengan kapas yang berisi alkohol 70% dan

dikeringkan. Tujuan pembersihan dengan kapas beralkohol adalah untuk menjaga

higienitas proses penyerbukan dengan cara mengurangi cemaran mikroba yang


44
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

menempel pada dinding blender. Mikroba yang terdapat pada blender dapat

mengganggu perhitungan ALT sampel, sehingga mikroba tersebut harus dikurangi

agar mikroba yang terhitung pada pengujian ALT hanya berasal dari sampel.

Serbuk simplisia rimpang temulawak hasil penyerbukan kemudian diayak

dengan pengayak tepung. Tujuan pengayakan adalah untuk mendapatkan ukuran

partikel yang seragam (Voigt,1995) dan ukurannya tidak melebihi ukuran lubang

pipet volume 1 ml. Bila ukuran serbuk melebihi lubang pipet volume 1 ml, serbuk

dapat menyumbat lubang pipet volume 1 ml yang dapat mengganggu proses

pengenceran. Setelah serbuk diayak dilakukan proses homogenisasi.

C. Angka Lempeng Total (ALT)

Uji Angka Lempeng Total (ALT) merupakan metode yang digunakan untuk

menetapkan angka bakteri aerob mesofilik yang terdapat dalam sediaan obat

tradisional. Prinsip cara pengujian ALT yaitu pertumbuhan koloni bakteri aerob

mesofilik setelah cuplikan diinokulasikan pada media lempeng agar dengan cara

tuang dan diinkubasi pada suhu yang sesuai (Balai POM RI, 2006).

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No : 661/MenKes/SK/VII/1994

menyatakan bahwa perlu dicegah beredarnya obat tradisional yang tidak memenuhi

persyaratan keamanan, kemanfaatan, dan mutu. Parameter yang dipersyaratkan dalam

Keputusan Menteri Kesehatan RI No : 661/MenKes/SK/ VII/1994 adalah uji mikroba

patogen, Angka Lempeng Total (ALT), Angka Kapang Kamir (AKK) dan aflatoksin

(Depkes RI, 1994).


45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Penggunaan obat tradisional perlu diwaspadai adanya mikroba patogen

seperti: Salmonella, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Pseudomonas

aeruginosa (Depkes RI, 1994). Bakteri kelompok Salmonella dapat menyebabkan

penyakit demam tifoid dan paratifoid. Bakteri Escherichia coli

memiliki faktor virulensi dan menyebabkan gastroenteritis pada manusia.

Pseudomonas aeruginosa adalah spesies yang paling penting dipertimbangkan bagi

masyarakat. Meskipun tidak menimbulkan efek jika tertelan, namun P. aeruginosa ini

resisten terhadap banyak antibiotik dan dapat menghasilkan infeksi nosokomial serius

jika memperoleh akses masuk ke tubuh melalui luka atau garis intravena.

Staphylococcus aureus menyebabkan penyakit tidak hanya secara langsung oleh

infeksi (seperti pada kulit), namun juga secara tidak langsung dengan menghasilkan

racun-racun yang bertanggung jawab untuk keracunan makanan dan toxic shock

syndrome (WHO, 2003).

1. Homogenisasi sampel

Dasar dari homogenisasi adalah untuk membebaskan sel-sel bakteri yang

terlindung oleh partikel-partikel dalam sampel dan untuk menggiatkan kembali sel-sel

bakteri yang mungkin terganggu kelangsungan hidupnya karena kondisi yang kurang

menguntungkan di dalam sampel (Hadioetomo, 1985). Homogenisasi sampel

merupakan cara penyiapan sampel untuk memperoleh distribusi bakteri sebaik

mungkin di dalam sampel yang ditetapkan (Badan Standarisasi Nasional, 1992).

Sampel simplisia rimpang temulawak yang digunakan berupa simplisia yang

sudah dikeringkan. Kondisi rimpang temulawak yang kering merupakan media yang
46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

tidak sesuai untuk pertumbuhan bakteri karena pada prinsipnya mikroba

membutuhkan sejumlah air untuk dapat tumbuh (Fardiaz, 1992). Menurut DepKes RI

(1985), jika kadar air dalam simplisia lebih dari 10% maka proses enzimatik masih

dapat berlangsung sehingga menyebabkan mikrobia dapat tumbuh. Sedangkan jika

kadar air simplisia kurang dari 10% proses enzimatik tidak berlangsung dan mikrobia

tidak dapat tumbuh dengan baik.

Sebelum melakukan analisis ALT, perlu dilakukan homogenisasi sampel

dalam larutan pengencer Buffered Peptone Water (BPW). Menurut Hadioetomo

(1985), homogenisasi berguna untuk membebaskan sel-sel mikrobia yang terhalangi

oleh partikel dalam sampel dan untuk menggiatkan kembali sel-sel mikrobia yang

mungkin terganggu kelangsungan hidupnya karena kondisi yang kurang

menguntungkan di dalam sampel.

Larutan pengencer yang digunakan untuk menghomogenkan sampel adalah

BPW yang mengandung pepton, natrium klorida, disodium hidrogen fosfat, potasium

hidrogen fosfat. Pepton merupakan protein yang terdapat pada air susu, kedelai, putih

telur dan daging (Atlas, 2000). Komponen utama dari protein adalah nitrogen (N2)

yang juga merupakan komponen penting yang dibutuhkan bakteri untuk sintesis

protein penyusunnya. Natrium klorida, disodium hidrogen fosfat, dan kalium

dihidrogen fosfat merupakan mineral-mineral yang juga dibutuhkan untuk

kelangsungan hidup bakteri. Selain sebagai pengencer dan penyedia nutrisi, BPW

juga berfungsi sebagai buffer. Buffer BPW digunakan untuk menyediakan pH yang

optimum untuk pertumbuhan bakteri yaitu pada pH 6,5 sampai 7,5 (Tarigan, 1988).
47
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Homogenisasi dilakukan dengan cara mengencerkan 1 g sampel dalam 9 ml

BPW di dekat nyala api Bunsen di dalam Microbiological Safety Cabinet (MSC)

sehingga didapatkan suspensi sampel dengan pengenceran 10-1. Homogenisasi

dilakukan di dekat nyala api bunsen di dalam MSC untuk menciptakan kondisi

aseptis.

2. Pengenceran

Pada penelitian ini dilakukan pengenceran suspensi sampel dari 10-1 sampai

10-6 (Badan Standarisasi Nasional, 1992). Pengenceran dilakukan untuk memperoleh

koloni bakteri dengan jumlah 25 sampai dengan 250 koloni sehingga mempermudah

perhitungan. Jika tidak dilakukan pengenceran, maka koloni bakteri akan sangat

pekat karena konsentrasi bakteri dalam suspensi tidak diketahui sehingga perhitungan

koloni akan sulit dilakukan (Tarigan, 1988).

Pengenceran selanjutnya dilakukan dengan cara menghomogenkan sampel

dengan vortex, kemudian diambil 1 ml suspensi sampel hasil homogenisasi

(pengenceran 10-1) kemudian ditambahkan pada 9 ml larutan BPW sehingga

diperoleh perngenceran 10-2. Dilakukan seterusnya sampai diperoleh suspensi sampel

dengan pengenceran 10-6. Menurut Badan POM (2008), pengenceran suspensi sampel

dilakukan untuk mendapatkan koloni yang tumbuh secara terpisah dan dapat dihitung

dengan mudah, hal ini akan sangat membantu terutama untuk sampel dengan cemaran

yang sangat tinggi. Jika tidak dilakukan pengenceran, maka koloni kapang / khamir

menjadi sangat pekat sehingga perhitungan koloni sulit dilakukan.


48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3. Uji Angka Lempeng Total (ALT)

Pengujian ALT memiliki prinsip yaitu pertumbuhan bakteri mesofilik

setelah sampel diinkubasi dalam pembenihan yang cocok selama 24-48 jam pada

suhu 350 C. Bakteri mesofilik mempunyai suhu pertumbuhan optimum antara 20-

450C (Atlas, 1986). Penghambatan pertumbuhan fungi dilakukan dengan adanya suhu

inkubasi yaitu 350C. Suhu optimum pertumbuhan fungi adalah pada suhu 25-300C,

sedangkan suhu optimum pertumbuhan bakteri adalah 25-450C. Sehingga dipilih suhu

350C karena lebih memungkinkan bakteri tumbuh lebih baik daripada fungi.

Pada penelitian ini akan dilihat jumlah cemaran bakteri yang mencemari

simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di empat pasar di daerah

Kotamadya Yogyakarta yaitu Pasar Demangan, Pasar Beringharjo, Pasar Kranggan,

dan Pasar Giwangan dan simplisia rimpang temulawak yang dibuat sesuai dengan

CPSB. Masing-masing sampel direplikasi sebanyak 6 kali, tiap-tiap replikasi dibuat

pengenceran sampai dengan 10-6. Untuk perhitungan ALT, tiap-tiap pengenceran dari

10-1 sampai 10-6 dibuat duplo. Tujuan pengujian ALT secara duplo untuk

meningkatkan akurasi dari perhitungan ALT (Cappucino, 2008).

Setiap sampel yang telah diencerkan dan dibuat seri pengenceran selanjutnya

ditanam pada media Nutrient Agar (NA). Media NA berisi pepton, yeast extract, dan

agar (Atlas, 2000). Pepton merupakan protein yang terdapat pada air susu, kedelai,

putih telur dan daging yang mengandung nitrogen (N2) yang juga merupakan

komponen penting yang dibutuhkan bakteri untuk sintesis protein penyusunnya.

Yeast extract berfungsi sebagai penyedia vitamin B-kompleks dan agar merupakan
49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

suatu polisakarida asam yang diekstraksi dari ganggang merah yang ideal untuk

pembenihan mikroba di media padat.

Sel bakteri yang ditumbuhkan dalam pembenihan media padat, maka setiap

sel tersebut akan tumbuh dan membentuk koloni yang terpisah. Setelah media NA

disterilkan dan suhunya sekitar 45±10C, media ditambahkan pereaksi Triphenyl

Tetrazolium Chloride (TTC). Menurut Ghaly dan Mahmoud (2006), tujuan

penambahan TTC 1% ini adalah untuk membedakan antara bakteri dan fungi.

Triphenyl Tetrazolium Chloride (TTC) adalah garam organik heterosiklik yang larut

air dan dapat dengan mudah direduksi oleh ion hidrogen dan elektron yang dihasilkan

pada reaksi enzim dehidrogenase dengan substrat. Reduksi oleh ion hidrogen dan

elektron tersebut akan membentuk produk warna merah yang tidak larut . TTC telah

banyak digunakan sebagai pengukuran pertumbuhan mikroba.

(a) Oksidasi biologis pada senyawa organik:


Deydrogenase
RH2 R + 2H+ + 2e−

(b)Reduksi kimia dari garam tetrazolium :

(Ghaly and Mahmoud,2006 )

Penanaman bakteri pada penelitian ini menggunakan metode tabur (pour

plate). Digunakan pour plate untuk mendapatkan koloni yang tersebar di seluruh agar
50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

yang mungkin berasal dari 1 sel bakteri, sehingga dapat dihitung jumlahnya

(Jutono,Soedarsono, Hartadi, Kabirun, dan Suhadi, 1980). Media NA yang telah

disterilkan dan ditambahkan TTC dituangkan pada cawan petri yang telah berisi 1 ml

sampel kemudian petri digoyang sampel tersebar merata pada media.

Cawan petri yang telah berisi sampel dan media yang telah memadat

diinkubasi pada suhu 350C selama 24-48 jam secara terbalik. Cawan petri diinkubasi

terbalik agar uap air yang terkondensasi pada tutup cawan petri tidak menetes ke

media yang dapat mengacaukan perhitungan koloni. Koloni bakteri yang tumbuh

selanjutnya dihitung sesuai dengan cara perhitungan ALT yang telah ditetapkan dalan

Standar Nasional Indonesia No.01-2897-1992 (Badan Standarisasi Nasional, 1992).

Untuk menjamin bahwa bakteri yang tumbuh pada media berasal dari

sampel, maka dalam pelaksanaan pengujian harus dilakukan secara aseptik dengan

mensterilisasi alat, media dan ruangan (MSC). Pembuatan kontrol media dan kontrol

pelarut (kontrol) bertujuan untuk memastikan bahwa bakteri yang tumbuh bukan

berasal dari media dan pelarut yang digunakan dalam pengujian. Kontrol negatif atau

kontrol pelarut, yaitu BPW untuk memastikan bahwa bakteri yang tumbuh memang

benar-benar berasal dari sampel dan bukan pelarut yang kurang steril atau dari

lingkungan sekitar. Pembuatan kontrol media, yaitu media NA bertujuan untuk

melihat sterilitas media. Kontrol media maupun kontrol pelarut pada penelitian ini

tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri seperti terlihat pada gambar 2.


51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

A B
Gambar 2. A. Kontrol negatif (Kontrol pelarut), B. Kontrol media

Setelah diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 350C, koloni yang tumbuh

pada cawan petri dihitung dan dianalisis dengan cara yang telah ditetapkan Badan

Standarisasi Nasional dalam Standar Nasional Indonesia No.01-2897-1992 sehingga

dapat diketahui jumlah koloni/ gram sampel.

A B

Gambar 3. Hasil pengujian ALT yang menunjukkan pertumbuhan koloni bakteri


dengan penambahan TTC 1%
A. Hasil pengujian ALT inkubasi 24 jam,
B. Hasil pengujian ALT inkubasi 48 jam
52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

A B C

D E F

G
Gambar 4. Hasil uji ALT pada simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog dari empat pasar di
Kotamadya Yogyakarta dan yang diolah sesuai CPSB inkubasi 48 jam replikasi 1
Keterangan : A. Kontrol media
B. Kontrol pelarut
C. Sampel Rimpang Temulawak Pasar Demangan
D. Sampel Rimpang Temulawak Pasar Beringharjo
E. Sampel Rimpang Temulawak Pasar Giwangan
F. Sampel Rimpang Temulawak Pasar Kranggan
G.Simplisia rimpang temulawak yang diolah sesuai CPSB
53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No :

661/MenKes/SK/VII/1994 tentang Persyaratan Obat Tradisional, persyaratan nilai

ALT untuk sediaan rajangan tidak boleh lebih dari 107 CFU/gram sampel. Oleh

karena itu dapat disimpulkan bahwa batas nilai ALT 107 koloni/gram sampel

merupakan batas nilai ALT sediaan rajangan yang aman untuk dikonsumsi.

Hasil pengujian ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog dari 4 pasar

di Kotamadya Yogyakarta dan yang diolah sesuai CPSB terlampir dalam lampiran 4,

7, 10, 13 dan 16.

a) Nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di
Pasar Demangan

Berdasarkan observasi dan wawancara peneliti di lapangan, jamu godhog

yang dijual di Pasar Demangan disimpan dalam suatu wadah di tempat terbuka dan

lembab. Tempat yang terbuka mempunyai aliran udara yang mengandung banyak

bakteri, sehingga memudahkan kontaminasi bakteri terhadap jamu godhog. Bakteri

membutuhkan sejumlah air untuk dapat tumbuh ( Fardiaz, 1992). Menurut DepKes

RI (1985), jika kadar air dalam simplisia lebih dari 10% maka proses enzimatik

masih dapat berlangsung sehingga menyebabkan mikrobia dapat tumbuh, sedangkan

jika kadar air simplisia kurang dari 10%, proses enzimatik tidak berlangsung dan

mikrobia tidak dapat tumbuh dengan baik. Jamu godhog yang dijual di Pasar

Demangan dibungkus dengan plastik berwarna bening dan segel dengan steples.
54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tidak terdapat kerusakan pada kemasan jamu godhog yang dijual di Pasar Demangan

dan segelnya tertutup rapat (Lampiran 1A).

Tabel II. Nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual
di Pasar Demangan

Replikasi Nilai ALT(CFU/g Sampel)


Inkubasi 24 Jam Inkubasi 48Jam
4
1 1,8 X 10 1,6 X 104
2 1,5x 104 2,0 X 105
3 7,7x 104 1,1 X 106
4 1,1x 104 2,0 X 104
5 1,7x 104 1,3 X 106
6 1,8x 103 7,1 X 10 6
Rata-rata±SD (1,6 ± 0,58) x 104 (1,6 ± 6,25) x 106
Keterangan MS MS
Keterangan : MS : memenuhi persyaratan, TMS : tidak memenuhi persyaratan

Sampel simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar

Demangan direplikasi sebanyak enam kali, kemudian di uji ALT-nya. Nilai ALT dari

masing-masing replikasi dihitung rata-rata dan standar deviasinya (SD). Rata-rata

nilai ALT kemudian dibandingkan dengan nilai ALT yang tercantum pada

KepMenKes RI No : 661/MenKes/SK/VII/1994 yaitu tidak boleh lebih dari 107

CFU/gram sampel. Perhitungan SD bertujuan untuk mengamati perubahan kenaikan

atau penurunan nilai ALT dari masing-masing replikasi terhadap rata-rata nilai ALT

sampel. Makin kecil angka SD-nya semakin kecil pula perubahan nilai ALT replikasi

tersebut terhadap rata-rata nilai ALT sampel (Supranto, 2000).

Pada tabel II dapat dilihat bahwa rata-rata nilai ALT pada simplisia rimpang

temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar Demangan inkubasi 24 jam
55
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

adalah (1,6 ± 0,58) x 104 CFU/g sampel dan inkubasi 48 jam adalah (1,6 ± 6,25) x

106 CFU/g sampel. Pada inkubasi 24 dan 48 terdapat peningkatan rata-rata nilai ALT.

Peningkatan nilai ALT ini dikarenakan pada waktu inkubasi 48 jam bakteri

mengalami fase log yang optimum yaitu fase pertumbuhan optimum di mana bakteri

mengalami pembelahan biner sel dengan cepat dan membentuk koloni. Pada waktu

inkubasi 24 jam terdapat bakteri yang belum mengalami fase log sehingga koloninya

belum dapat diamati.

Rata-rata nilai ALT pada simplisia rimpang temulawak jamu godhog yang

dijual di Pasar Demangan pada inkubasi 24 dan 48 jam memenuhi persyaratan sesuai

yang ditetapkan KepMenKes RI No : 661/MenKes/SK/VII/1994 yaitu tidak boleh

lebih dari 107 CFU/gram sampel. Meskipun jamu godhog di Pasar Demangan

disimpan pada tempat terbuka dan lembab, nilai rata-rata ALT silmplisia rimpang

temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar Demangan tetap memenuhi

persyaratan KepMenKes RI No: 661/MenKes/SK/VII/1994. Hal ini menandakan

kualitas kemasan jamu godhog yang dijual di Pasar Demangan baik dan mampu

mempertahankan jumlah cemaran bakteri di bawah nilai ALT yang tercantum pada

KepMenKes RI No : 661/MenKes/SK/VII/1994.

b) Nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di
Pasar Beringharjo
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, pedagang jamu godhog di Pasar

Beringharjo menyimpan jamu godhog dalam wadah keranjang di tempat yang terkena

sinar matahari langsung, terbuka, dan lembab. Sinar matahari langsung dapat
56
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

mengurangi jumlah cemaran bakteri pada jamu godhog, tetapi sinar matahari juga

dapat memicu reaksi oksidasi dari senyawa berkhasiat pada simplisia jamu godhog,

sehingga mutu dari jamu godhog tersebut menjadi berkurang. Jamu godhog yang

dijual di Pasar Beringharjo dibungkus dengan plastik berwarna bening dan disegel

dengan steples. Tidak terdapat kerusakan pada kemasan jamu godhog yang dijual di

Pasar Beringharjo dan segelnya tertutup rapat (Lampiran 1B).

Tabel III. Nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang
dijual di Pasar Beringharjo

Replikasi Nilai ALT(CFU/g Sampel)


Inkubasi 24 Jam Inkubasi 48 Jam
2
1 3,2X 10 4,1 X 102
2 4,0 x 104 4,4 X 104
5
3 6,3x 10 6,7 X 105
4 5,1x 104 5,6 X 104
5 6,5x 104 1,1 X 105
6
6 1,2x 10 1,2 X 10 6
Rata-rata±SD (0,32 ± 0,18) x106 (0,36 ± 0,22) x106
Keterangan MS MS
Keterangan : MS : memenuhi persyaratan, TMS : tidak memenuhi persyaratan

Pada tabel III dapat dilihat bahwa rata-rata nilai ALT pada simplisia rimpang

temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar Beringharjo inkubasi 24 jam

adalah (0,32 ± 0,18) x 106 CFU/g sampel dan inkubasi 48 jam adalah (0,36 ± 0,22)

x106 CFU/g sampel. Pada inkubasi 24 dan 48 terdapat peningkatan rata-rata nilai

ALT.

Rata-rata nilai ALT pada simplisia rimpang temulawak jamu godhog yang

dijual di Pasar Beringharjo pada inkubasi 24 dan 48 jam memenuhi persyaratan

sesuai yang ditetapkan KepMenKes RI No : 661/MenKes/SK/VII/1994 yaitu tidak


57
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

boleh lebih dari 107 CFU/gram sampel. Walaupun jamu godhog di pasar

Beringharjo disimpan pada tempat yang terkena cahaya langsung, terbuka dan

lembab, nilai rata-rata ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang

dijual di Pasar Beringharjo tetap memenuhi persyaratan KepMenKes RI No :

661/MenKes/SK/ VII/1994. Hal ini menandakan kualitas kemasan jamu godhog yang

dijual di Pasar Beringharjo baik dan mampu mempertahankan jumlah cemaran

bakteri di bawah nilai ALT yang tercantum pada KepMenKes RI No :

661/MenKes/SK/ VII/1994.

c. Nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di
Pasar Giwangan

Berdasarkan hasil observasi pedagang jamu godhog di Pasar Giwangan

menyimpan jamu godhog pada lemari khusus yang terbuka, tidak terkena cahaya

matahari langsung dan lembab. Jamu godhog yang dijual di Pasar Giwangan

dibungkus dengan plastik berwarna bening dan segel dengan steples. Tidak terdapat

kerusakan pada kemasan jamu godhog yang dijual di Pasar Giwangan dan segelnya

tertutup rapat (Lampiran 1C).

Pada tabel IV dapat dilihat bahwa rata-rata nilai ALT pada simplisia rimpang

temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar Giwangan inkubasi 24 jam adalah

(0,35 ± 0,3) x104 CFU/g sampel dan inkubasi 48 jam adalah (0,37 ± 0,35) x104 CFU/g

sampel. Pada inkubasi 24 dan 48 terdapat peningkatan rata-rata nilai ALT.


58
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel IV. Nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang
dijual di pasar Giwangan

Nilai ALT(CFU/g Sampel)


Replikasi
Inkubasi 24 Jam Inkubasi 48 Jam
1 5,9X 102 6,7 X 102
4
2 1,57 x 10 1,7 X 104
3 7x 102 8 X 102
4 1x 103 1,1 X 103
3
5 2,3x 10 1,7 X 103
6 9,9 x 102 1,2 X 10 3
4
Rata-rata±SD (0,35 ± 0,3) x10 (0,37 ± 0,35) x104
Keterangan MS MS
Keterangan : MS : memenuhi persyaratan, TMS : tidak memenuhi persyaratan

Rata-rata nilai ALT pada simplisia rimpang temulawak jamu godhog yang

dijual di Pasar Giwangan pada inkubasi 24 dan 48 jam memenuhi persyaratan sesuai

yang ditetapkan KepMenKes RI No : 661/MenKes/SK/VII/1994 yaitu tidak boleh

lebih dari 107 CFU/gram sampel. Walaupun jamu godhog di Pasar Giwangan

disimpan pada lemari khusus yang terbuka, tidak terkena cahaya matahari langsung

dan lembab, nilai rata-rata ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog

yang dijual di Pasar Giwangan tetap memenuhi persyaratan pada KepMenKes RI No

: 661/MenKes/SK/VII/1994. Hal ini menandakan kualitas kemasan jamu godhog

yang dijual di Pasar Giwangan baik dan mampu mempertahankan jumlah cemaran

bakteri di bawah nilai ALT yang ditetapkan dalam KepMenKes RI No:

661/MenKes/SK/VII/1994.
59
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

d. Nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di
Pasar Kranggan
Berdasarkan hasil observasi di lapangan pedagang jamu godhog di Pasar

Kranggan menyimpan jamu godhog pada meja besar dan lemari yang terbuka, tidak

terkena sinar matahari langsung dan lembab. Jamu godhog yang dijual di Pasar

Kranggan dibungkus dengan plastik berwarna bening dan segel dengan streples.

Tidak terdapat kerusakan pada kemasan jamu godhog yang dijual di Pasar Kranggan

dan segelnya tertutup rapat (Lampiran 1D).

TABEL V. Nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang
dijual di Pasar Kranggan

Nilai ALT(CFU/g Sampel)


Replikasi
Inkubasi 24 Jam Inkubasi 48 Jam
3
1 1,3X 10 1, 8X 103
3
2 1,,9 x 10 1,1 X 103
3 2,1x 106 2,37 X 106
7
4 1,73 x 10 1,9 X 107
5 6,9 x 106 7,3 X 106
8
6 2,3 x 10 5,9 X 10 2
Rata-rata±SD (4,1±72,41) x107 (4,8±0,47) x106
Keterangan TMS MS
Keterangan : MS : memenuhi persyaratan, TMS : tidak memenuhi persyaratan

Pada tabel V dapat dilihat bahwa rata-rata nilai ALT pada simplisia rimpang

temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar Kranggan inkubasi 24 jam adalah

(4,1±72,41) x 107 CFU/g sampel dan inkubasi 48 jam adalah (4,8±0,47) x 106 CFU/g

sampel. Pada inkubasi 24 dan 48 terdapat penurunan rata-rata nilai ALT. Hal ini

disebabkan pada replikasi ke-6 terjadi perubahan nilai ALT yang signifikan. Pada

inkubasi 24 jam nilai ALT yang diperoleh pada pengenceran 10-7 adalah 2,3 x 108
60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

CFU/g sampel. Peningkatan jumlah koloni pada pengenceran yang lebih rendah pada

inkubasi 48 jam menyebabkan perngenceran 10-1 yang tadinya di bawah range 25-250

menjadi masuk range 25-250 sehingga diambil nilai ALT pada pengenceran 10-1 yaitu

5,9 X 10 2 CFU/g sampel. Perubahan nilai ALT inlah yang menyebabkan penurunan

rata-rata nilai ALT pada jamu godhog yang dijual di Pasar Kranggan.

Rata-rata nilai ALT pada simplisia rimpang temulawak jamu godhog yang

dijual di Pasar Kranggan pada inkubasi 24 tidak memenuhi persyaratan dan 48 jam

memenuhi persyaratan sesuai yang ditetapkan KepMenKes RI No:

661/MenKes/SK/VII/1994 yaitu tidak lebih dari 107 CFU/gram sampel. Hal ini

disebabkan adanya peningkatan jumlah koloni sampel replikasi VI pengenceran

10-1,sehingga jumlah koloni bakteri inkubasi 24 jam yang tadinya tidak masuk range

25-250 menjadi masuk range. Meskipun jamu godhog di Pasar Kranggan disimpan

di meja besar dan lemari yang terbuka dan lembab, nilai rata-rata ALT silmplisia

rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar Kranggan inkubasi 48

jam tetap memenuhi persyaratan KepMenKes RI No : 661/MenKes/SK/VII/1994.

Hal ini menandakan kualitas kemasan jamu godhog yang dijual di Pasar Kranggan

baik dan mampu mempertahankan jumlah cemaran bakteri di bawah nilai ALT yang

tercantum pada KepMenKes RI No : 661/MenKes/SK/VII/1994.

e. Nilai ALT simplisia rimpang temulawak yang diolah sesuai CPSB (DepKes
RI, 1985)
Pada penelitian ini simplisia rimpang temulawak diolah sesuai dengan

standar CPSB (DepKes RI, 1985). Pada standar CPSB, setiap tahapan dilakukan
61
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

dengan menjaga higienitas dari proses pembuatan simplisia. Tahapan-tahapan

pembuatan simplisia yang baik, meliputi pemilihan bahan baku, sortasi basah,

pencucian, perajangan, pengeringan dan sortasi kering yang secara langsung dapat

mengurangi cemaran mikroba pada simplisia.

Pada tabel VI dapat dilihat bahwa rata-rata nilai ALT pada simplisia rimpang

temulawak yang diolah sesuai CPSB inkubasi 24 jam adalah (0.92±0.13)x104 CFU/g

sampel dan inkubasi 48 jam adalah (1.1±0.26) x104 CFU/g sampel. Pada inkubasi 24

dan 48 terdapat peningkatan rata-rata nilai ALT.

Tabel VI. Nilai ALT simplisia rimpang temulawak yang dibuat sesuai CPSB

Nilai ALT(CFU/g Sampel)


Replikasi
Inkubasi 24 Jam Inkubasi 48 Jam
4
1 1,4 X 10 2,0X 104
4
2 1,3 x 10 1,4 x 104
3 9,2x 103 1,0x 104
3
4 3,6 x 10 4,0 x 103
5 8,0 x 103 8,9 x 103
3
6 7,3 x 10 8,0 x 103
Rata-rata±SD (0,92±0,13)x104 (1,1±0,26) x104
Keterangan MS MS
Keterangan : MS : memenuhi persyaratan, TMS : tidak memenuhi persyaratan

Rata-rata nilai ALT pada simplisia rimpang temulawak sesuai dengan

standar CPSB pada inkubasi 24 dan 48 jam memenuhi persyaratan sesuai yang

ditetapkan KepMenKes RI No : 661/MenKes/SK/VII/1994 yaitu tidak boleh lebih

dari 107 CFU/gram sampel. Hal ini menandakan bahwa proses pembuatan simplisia

rimpang temulawak yang diolah sesuai CPSB dapat menghasilkan simplisia dengan
62
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

jumlah cemaran mikroba yang memenuhi batas nilai ALT yang tercantum pada

KepMenKes RI No : 661/MenKes/SK/VII/1994.

E. Hasil Uji Shapiro-Wilk nilai ALT pada simplisia rimpang temulawak dalam
jamu godhog yang dijual di empat pasar di Kotamadya Yogyakarta dan yang
diolah sesuai CPSB

Untuk mengetahui sejauh mana penerapan CPSB pada produsen jamu

godhog dilakukan perbandingan nilai ALT secara statistik antara nilai ALT simplisia

rimpang temulawak yang terdapat pada jamu godhog yang dijual di empat pasar di

Kotamadya Yogyakarta dengan yang diolah sesuai CPSB (Depkes RI, 1985).

Setiap tahapan pada proses pembuatan simplisia yang baik selalu

diperhatikan kehigienisan bahan baku, alat, bahan, dan lingkungan tempat

pembuatan simplisia sehingga dihasilkan simplisia yang jumlah cemaran mikrobanya

di bawah batas minimal yang dipersyaratkan. Di Indonesia, persyaratan batas

minimal cemaran mikroba tercantum pada KepMenKes RI No:

661/MenKes/SK/VII/1994. Pada KepMenKes RI No: 661/ MenKes /SK/VII/1994

disebutkan bahwa batas minimal nilai ALT yang diperbolehkan yaitu tidak lebih dari

107 CFU/gram sampel. Angka Lempeng Total (ALT) merupakan metode yang

digunakan untuk menetapkan angka bakteri aerob mesofilik yang terdapat dalam

sediaan obat tradisional (Balai POM RI, 2006). Oleh karena tahapan pembuatan

simplisia yang baik dapat menghasilkan simplisia dengan cemaran mikroba di bawah

batas minimal yang dipersyaratkan yang dinyatakan dengan nilai ALT, maka nilai

ALT dapat digunakan sebagai petunjuk sejauh mana produsen jamu godhog
63
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

melaksanakan CPSB. Makin kecil Angka Lempeng Total bagi setiap produk, makin

tinggi nilai penerapan CPSB pada produsen jamu godhog tersebut.

Sebelum melakukan perbandingan secara analisis statistik, nilai ALT yang

diperoleh diuji normalitas data terlebih dahulu. Jumlah total sampel yang diuji di

bawah 50, maka uji normalitas yang digunakan adalah uji Shapiro-Wilk.

Tabel VII. Hasil uji normalitas nilai ALT waktu inkubasi 24 jam pada simplisia
rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di empat pasar di
Kotamadya Yogyakarta dengan yang diolah sesuai CPSB

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Pasar Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
ALT Pasar Demangan ,312 6 ,070 ,797 6 ,056
Pasar Beringharjo ,375 6 ,008 ,744 6 ,018
Pasar Giwangan ,416 6 ,002 ,577 6 ,000
Pasar Kranggan ,443 6 ,001 ,554 6 ,000
CPSB ,167 6 ,200* ,965 6 ,859

Pada tabel VII dapat dilihat hasil uji normalitas Shapiro-Wilk nilai ALT

pada kelima sampel inkubasi 24 jam. Normalitas nilai ALT pada uji Shapiro-Wilk

dapat dilihat dari nilai signifikansi pada tabel VII. Jika nilai signifikansi menunjukkan

nilai > 0.05, maka data tersebut terdistribusi normal, sedangkan data yang

signifikansinya < 0.05 distribusi datanya tidak normal. Dari hasil Uji Saphiro-Wilk

pada tabel VII di atas dapat dilihat bahwa terdapat distribusi data yang tidak normal

pada nilai ALT sampel rimpang temulawak pada Pasar Beringharjo, Giwangan dan

Kranggan yang ditunjukkan dari nilai signifikansinya < 0.05, sedangkan nilai ALT
64
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

sampel rimpang temulawak yang dijual di Pasar Demangan dan dibuat sesuai CPSB

nilai signifikansinya > 0.05 sehingga berdistribusi normal.

Tabel VIII. Hasil uji normalitas nilai ALT waktu inkubasi 48 jam pada simplisia
rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual diempat pasar di Kotamadya
Yogyakarta dengan yang diolah sesuai CPSB

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Pasar Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
ALT Pasar Demangan ,376 6 ,008 ,668 6 .003
Pasar Beringharjo ,355 6 ,018 ,757 6 .024
Pasar Giwangan ,458 6 ,000 ,547 6 .000
Pasar Kranggan ,292 6 ,120 ,742 6 .017
*
CPSB ,213 6 ,200 ,958 6 .802

Dari hasil Uji Saphiro-Wilk nilai ALT pada ke lima sampel inkubasi 48 jam

pada tabel VIII di atas dapat dilihat bahwa terdapat distribusi data yang tidak normal

pada nilai ALT sampel rimpang temulawak pada Pasar Demangan, Beringharjo,

Giwangan dan Kranggan yang ditunjukkan dari nilai signifikansinya < 0.05,

sedangkan yang berdistribuasi normal hanya nilai ALT dari sampel yang dibuat

sesuai CPSB.

Pada penelitian ini dilakukan pengamatan dan perhitungan nilai ALT pada

masing-masing sampel pada waktu inkubasi 24 jam dan 48 jam. Untuk perbandingan

nilai ALT pada simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di empat

pasar di Kotamadya Yogyakarta dengan yang diolah sesuai CPSB digunakan nilai

ALT pada inkubasi 48 jam. Digunakan nilai ALT pada waktu inkubasi 48 jam karena
65
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

pada waktu inkubasi 48 jam bakteri berada pada fase log yang merupakan fase

optimum pertumbuhan bakteri di mana terjadi pembelahan biner yang sangat cepat

pada bakteri yang membentuk koloni sehingga koloni dapat diamati dan dihitung

jumlahnya.

Oleh karena distribusi nilai ALT dari simplisia rimpang temulawak pada

jamu godhog yang dijual di empat pasar di Kotamadya Yogyakarta inkubasi 48 jam

tidak normal, maka perbandingan nilai ALT dari simplisia rimpang temulawak pada

jamu godhog yang dijual di empat Pasar di Kotamadya Yogyakarta dengan yang

diolah sesuai CPSB dibandingkan dengan uji Mann-Whitney

F. Hasil uji Mann-Withney nilai simplisia rimpang temulawak dalam jamu


godhog dari empat pasar di Kotamadya Yogyakarta dengan yang diolah sesuai
CPSB ALT inkubasi 48 jam

Pada uji Mann-Whitney, nilai ALT dikatakan berbeda bermakna bila nilai

signifikansinya < 0.05. Dikatakan berbeda tidak bermakna bila nilai signifikansinya

>0.05. Untuk melihat seberapa tingkat penerapan CPSB pada produsen jamu godhog

dari nilai ALT, selain dibandingkan dengan uji Mann-Whitney dilakukan juga

perbandingan rata-rata nilai ALT pada sampel simplisia rimpang temulawak yang

berasal dari empat pasar di Kotamadya Yogyakarta dengan yang diolah sesuai CPSB

yang tersaji pada tabel II, III, IV, V dan VI.


66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Tabel IX. Hasil uji Mann-Whitney nilai ALT simplisia rimpang temulawak
pada jamu godhog yang dijual di empat pasar di Kotamadya Yogyakarta
dengan yang diolah sesuai CPSB inkubasi 48 jam

Demangan Beringharjo Giwangan Kranggan


Mann-Whitney U 2,000 6,000 5,000 18,000
Wilcoxon W 23,000 27,000 26,000 39,000
Z -2,,562 -1,922 -2,082 ,000
Asymp. Sig. (2-tailed) ,010 ,055 ,037 1,000
Exact Sig. [2*(1-tailed
,009a ,065a ,041a 1,000a
Sig.)]

Pada tabel IX kolom 2 dapat dilihat nilai signifikansi uji Mann-Whitney

nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar

Demangan dengan yang diolah sesuai CPSB pada inkubasi 48 jam adalah 0.010.

Karena nilai signifikansinya <0.05, maka dapat disimpulkan perbandingan nilai ALT

simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar Demangan

dengan yang diolah sesuai CPSB pada inkubasi 48 jam berbeda bermakna.

Pada tabel II rata-rata nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu

godhog yang dijual di pasar Demangan (1.6±6.25 ) x106 CFU/gram sampel lebih

besar dari rata-rata nilai simplisia rimpang temulawak yang diolah sesuai CPSB

(1.1±0.26 ) x104 CFU/gram sampel bahan pada tabel VI .

Karena hasil uji Mann-Whitney antara sampel simplisia rimpang temulawak

pada jamu godhog yang dijual di pasar Demangan dengan yang diolah sesuai CPSB
67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

berbeda bermakna dan perbandingan rata-rata nilai ALT sampel simplisia rimpang

temulawak pada jamu godhog yang dijual di pasar Demangan lebih besar dari yang

diolah sesuai CPSB.

Pada tahapan pembuatan simplisia yang baik, proses yang paling banyak

mengurangi jumlah cemaran mikroba adalah proses pencucian. Pencucian satu kali

dapat menghilangkan 25% dari jumlah mikroba awal. Jika dilakukan pencucian

sebanyak tiga kali, jumlah mikroba yang tertinggal hanya 42% dari jumlah mikroba

awal (Depkes RI, 1985). Produsen jamu godhog pada Pasar Demangan sebaiknya

lebih memperhatikan faktor pencucian rimpang temulawak yang dapat

mempengaruhi jumlah cemaran mikroba, seperti penggunaan air bersih, dicuci pada

air yang mengalir, dan frekuensi pencucian sebanyak 3 kali sehingga diperoleh

simplisia rimpang temulawak dengan jumlah cemaran yang minimal.

Pada tabel IX kolom ke 3 dapat dilihat nilai signifikansi uji Mann-Whitney

nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar

Beringharjo dengan yang diolah sesuai CPSB pada inkubasi 48 jam adalah 0.055.

Karena nilai signifikansinya > 0.05, maka dapat disimpulkan perbandingan nilai

ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar

Beringharjo dengan yang diolah sesuai CPSB pada inkubasi 48 jam berbeda tidak

bermakna.

Untuk melihat seberapa tingkat penerapan CPSB pada produsen jamu

godhog dari nilai ALT, selain dibandingkan dengan uji Mann-Whitney, dilakukan

juga perbandingan rata-rata nilai ALT pada sampel simplisia rimpang temulawak
68
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

yang berasal dari jamu godhog Pasar Beringharjo dengan yang diolah sesuai CPSB

yang terdapat pada tabel III dan VI . Pada tabel III rata-rata nilai ALT simplisia

rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di pasar Beringharjo (0.36±0.22

)x106 CFU/ gram sampel lebih besar dari rata-rata nilai simplisia rimpang temulawak

yang diolah sesuai CPSB (1.1±0.26 ) x104 CFU/ gram sampel pada tabel VI.

Walaupun hasil perbandingan rata-rata nilai ALT sampel simplisia rimpang

temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar Beringharjo lebih besar dari rata-

rata nilai ALT yang diolah sesuai CPSB, hasil uji Mann-Whitney antara sampel

simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar Beringharjo

dengan yang diolah sesuai CPSB berbeda tidak bermakna.

Pada tabel IX kolom ke 3 dapat dilihat nilai signifikansi uji Mann-Whitney

nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar

Giwangan dengan yang diolah sesuai CPSB pada inkubasi 48 jam adalah 0.037.

Karena nilai signifikansinya <0.05, maka dapat disimpulkan perbandingan nilai ALT

simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar Giwangan

dengan yang diolah sesuai CPSB pada inkubasi 48 jam berbeda bermakna.

Pada tabel IV rata-rata nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu

godhog yang dijual di pasar Giwangan (0.37±0.35 ) x104 CFU/ gram sampel lebih

kecil dari rata-rata nilai simplisia rimpang temulawak yang diolah sesuai CPSB

(1.1±0.26) x104CFU/ gram sampel pada tabel VI .

Karena hasil uji Mann-Whitney antara sampel simplisia rimpang temulawak

pada jamu godhog yang dijual di Pasar Giwangan dengan yang diolah sesuai CPSB
69
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

berbeda bermakna dan perbandingan rata-rata nilai ALT sampel simplisia rimpang

temulawak pada jamu godhog yang dijual di pasar Giwangan lebih kecil dari yang

diolah sesuai CPSB.

Pada tabel IX kolom ke 4 dapat dilihat nilai signifikansi uji Mann-Whitney

nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar

Kranggan dengan yang diolah sesuai CPSB pada inkubasi 48 jam adalah 1.000.

Karena nilai signifikansinya > 0.05, maka dapat disimpulkan perbandingan nilai

ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar Kranggan

dengan yang diolah sesuai CPSB pada inkubasi 48 jam berbeda tidak bermakna.

Pada tabel V rata-rata nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu

godhog yang dijual di pasar Kranggan (0.47±0.46 ) x107CFU/ gram sampel lebih

besar dari rata-rata nilai simplisia rimpang temulawak yang diolah sesuai CPSB

(1.1±0.26)x104CFU/gram sampel pada tabel VI .

Walaupun hasil perbandingan rata-rata nilai ALT sampel simplisia rimpang

temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar Kranggan lebih besar dari rata-rata

nilai ALT yang diolah sesuai CPSB , hasil uji Mann-Whitney antara sampel

simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar Kranggan

dengan yang diolah sesuai CPSB berbeda tidak bermakna.

G. Keterbatasan penelitian

Tahapan pengolahan simplisia jamu godhog merupakan kunci dalam

menjamin keamanan, kemanfaatan, dan mutu dari jamu godhog. Tahapan

pengolahan ini meliputi sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi


70
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

kering dan penyimpanan yang pada masing-masing tahap harus dilakukan secara

higienis untuk menghindari dan mengurangi kontaminasi mikroba (Depkes RI,

1985).

Jamu godhog yang dijual di empat pasar tradisional di Kotamadya

Yogyakarta diolah dengan berbagai cara pengolahan yang tidak diketahui sesuai

dengan standar CPSB atau tidak. Penelitian ini tidak memiliki informasi yang

lengkap tentang tahapan cara pengolahan simplisia jamu godhog yang dilakukan oleh

produsen jamu godhog, hal ini disebabkan pedagang jamu godhog tidak

memproduksi jamu godhog sendiri sehingga hanya sedikit informasi yang bisa

diperoleh dari pedagang jamu godhog ketika wawancara.

Nilai ALT dari simplisia rimpang temulawak yang dibuat sesuai Cara

Pembuatan Simplisia yang Baik relatif lebih rendah dari nilai ALT simplisia rimpang

temulawak dalam jamu godhog yang dijual di empat pasar tradisional di Kotamadya

Yogyakarta, hal ini di pengaruhi oleh factor higienitas dalam pembuatan,

pengemasan, pengepakan, dan penyimpanan jamu godhog yang berbeda-beda dari

masing-masing produsen dan pedagang.


PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog yang dijual di empat pasar di

Kotamadya Yogyakarta dan temulawak yang diolah sesuai CPSB memenuhi

persyaratan nilai ALT rajangan dalam Kepmenkes RI No :

661/Menkes/SK/VII/1994 yaitu tidak lebih dari107 CFU / gram bahan.

2. Nilai ALT dari sampel simplisia rimpang temulawak dari Pasar Beringharjo, dan

Kranggan tidak berbeda bermakna dengan nilai ALT simplisia rimpang

temulawak yang diolah sesuai CPSB pada inkubasi 48 jam. Nilai perbandingan

ALT sampel simplisia rimpang temulawak dari Pasar Demangan dan Giwangan

berbeda bermakna dengan nilai ALT pada simplisia rimpang temulawak yang

diolah sesuai CPSB.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian ALT terhadap simplisia rimpang temulawak pada

jamu godhog di Kotamadya Yogyakarta yang baru selesai diolah oleh produsen

dibandingkan dengan simplisia rimpang temulawak yang dibuat sesuai dengan

CPSB.

71
72
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2. Produsen jamu godhog sebaiknya lebih memperhatikan higienitas dalam

pembuatan, pengemasan, pengepakan, dan penyimpanan jamu godhog seperti

mengunakan air bersih, kemasan yang kedap udara, disimpan pada suhu ruangan,

tidak lembab dan tidak terkena cahaya lngsung sehingga diperoleh jamu godhog

yang bermutu, berkasiat dan aman untuk di konsumsi.


73
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

DAFTAR PUSTAKA

Agusta, A. dan Chaerul, 1994, Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri dari
Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), Prosiding
Simposium Penelitian Bahan Obat Alami VIII, 643 – 647.

Arditayasa, W., 2011, Perbandingan Angka Kapang Kamir (AKK) Simplisia


Rimpang Temulawak dalam jamu godhog dari Empat Pasar di Kotamadya
Yogyakarta dengan yang Diolah Sesuai Cara Pembuatan Simplisia yang
Baik, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Atlas, R.M., 2000, Hand Book of Microbiological Media, 2nd Edition, 255, CRC
Press, New York

Backer, C.A and RCB. Van den Brink, 1968, Flora of Java, Volume III, 41-46, NVP,
Noordhof, Groningen, Netherland

Badan Standarisasi Nasional, 1992, Standar Nasional Indonesia No.01-2897-1992


Tentang Cara Uji Cemaran Mikroorganisme, 6-8, 32-33, Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2005, Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK. 00.
05.41380 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik,
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta

Balai POM, 2006, Metode Analisis Prosedur Pengujian Obat dan Makanan Negara,
13, Balai POM, Jakarta

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2008, Pengujian


Mikrobiologi Pangan, InfoPOM, 9(2) : 3-5

Cappucino, S., 2008, Microbiology : A Laboratory Manual, 8th Edition, 134, Pearson
Education, Inc, New York

Departemen Kesehatan RI, 1979, Materia Medika Indonesia, Jilid III, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 63-70, Departemen Kesehatan RI,Jakarta,.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1985, Cara Pembuatan Simplisia, 1, 105,


111-117, 122-125, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
74
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1990, Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia No : 246/ MENKES/PER/V/1990 tentang Izin Usaha
Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1994, Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia No : 661/MENKES/SK/VII/1994 tentang Persyaratan
Obat Tradisional, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Fardiaz, S., 1992, Mikrobiologi Pangan, 180-195, Penerbit PT Gramedia, Jakarta

Ghaly, A. E., and Mahmoud, N. S., 2006, Optimum Conditions for Measuring
Dehydrogenase Activity of Aspergillus niger Using TTC, 186-194, Science
Publications, Canada

Gunawan, M., 2011, Pengaruh Lama Waktu Pengeringan Simplisia Rimpang


Temulawak Terhadap Nilai Angka Kapang Kamir (AKK)

Gunawan, M., Chandradinata, P., Arditayasa, W., Primadani, E., Hening


C.R.,C.,2010, Penelitian Aspek Mikrobiologis Simplisia Jamu Godhog
yang Beredar di Beberapa Pasar di Daerah Istimewa Yogyakarta,
Program Kreativitas Mahasiswa DIKTI, Yogyakarta

Mahendra,B., 2006, Panduan Meracik Herbal, 48, Penebar Swadaya, Jakarta

Hadi, S., 1985, Manfaat Temulawak Ditinjau Dari Segi Kedokteran, Prosiding
Simposium Nasional Temulaawak Bandung 17 – 18 September 1985, 139
– 145

Hadioetomo, R.S., 1985, Mikrobiologi Dasar dan Praktek-teknik dan Prosedur


Dasar Dalam Laboratorium, 42-46, Gramedia, Jakarta

Kementerian Riset dan Tehnologi, 2008, Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.),


http://www.warintek.ristek.go.id/pertanian/temulawak. pdf, diakses
tanggal 29 april 2010
Lay, B.W., 1994, Analisis Mikroorganisme Di Laboratorium, Edisi I, 47-54, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta
Rachman, C., 2008, The Indonesian Heritage : Jamu for Health and Beauty, 13-15,
Departemen Agriculture Republic Indonesia, Jakarta
75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Rukmana, R., 1995, Temulawak Tanaman Rempah dan Obat, 16, 26-28, Penerbit
Kanisius,Yogyakarta

Sigit, S., 2003, Pengantar Metode Penelitian Sosial-Bisnis-Manajemen, 108-109,


Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Sarjanawiyata
Tamanasiswa, Yogyakarta

Soenanto, H., dan Kuncoro, S., 2009, Obat Tradisional Untuk Pasangan Suami Istri,
69, Elex Media Komputindo, Jakarta

Supranto,J., 2000, Statistik Teori dan Aplikasi, Edisi 6, 45, Erlangga, Jakarta

Tarigan, J., 1988, Pengantar Mikrobiologi, 113-114, Departemen Pendidikan Dan


Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek
Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidikan, Jakarta

Voigt, R., 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, 51-52, Gajah Mada University
Press, Yogyakarta

World Health Organization (WHO), 2003, Heterotrophic Plate Counts and Drinking-
water Safety, 65-70, Published by IWA Publishing, London.

Yusron, M., 2009, Respon Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb ) Terhadap


Pemberian Pupuk Bio Pada Kondisi Agroekologi Yang Berbeda, Jurnal
Littri, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, 15 (2) : 162-167
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

LAMPIRAN
77
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 1. Sampel simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog dari empat pasar di
Kotamadya Yogyakarta dan yang diolah sesuai CPSB

A B

C D

Keterangan Gambar : A. Jamu godhog dari Pasar Demangan


B. Jamu godhog dari Pasar Beringharjo
C. Jamu godhog dari Pasar Giwangan
D. Jamu godhog dari Pasar Kranggan
E. Simplisia rimpang temulawak yang dibuat sesuai CPSB

Lampiran 2. Nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog yang dijual di Pasar
Demangan inkubasi 24 jam.
78
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 3. Nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog yang dijual di Pasar

∑ Koloni masing-masing petri Rata-


Nilai ALT (CFU/g
Replikasi Pengenceran rata
sampel)
Petri I Petri II koloni
-1
I 10 305 290 298 1.8 x 104
10-2 193 160 177
10-3 139 16 78
10-4 210 229 220
10-5 102 152 127
10-6 216 123 170
II 10-1 259 276 268 1.5 x 104
10-2 113 178 146
10-3 279 125 202
10-4 115 257 186
10-5 30 148 89
10-6 63 125 94
III 10-1 301 291 296 1,7 x 104
10-2 182 156 169
10-3 192 82 137
10-4 126 26 76
10-5 4 30 17
10-6 154 66 110
IV 10-1 153 261 207 1.1x 104
10-2 88 133 111
10-3 36 63 50
10-4 60 113 87
10-5 57 54 56
10-6 86 104 95
V 10-1 270 279 275 1.7 x 104
10-2 219 127 173
10-3 280 278 279
10-4 65 109 87
10-5 253 214 234
10-6 133 25 79
VI 10-1 522 390 456 1.8 x 104
10-2 157 200 179
10-3 183 98 141
10-4 37 45 41
10-5 68 25 47
10-6 33 14 24
Rata-rata nilai ALT± SD (1.59±0.58) x104
Kontrol media 0
Kontrol pelarut 0
79
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Demangan inkubasi 48 jam

CARA PERHITUNGAN NILAI ALT (CFU/g sampel)

∑ Koloni masing-masing petri rata-rata nilai ALT


Replikasi Pengenceran
Petri I Petri II koloni (CFU/g sampel)
-1
10 270 290 280
10-2 71 243 157
10-3 240 40 140
I 1.6. x 104
10-4 256 263 260
10-5 117 161 139
10-6 292 163 228
10-1 301 293 297
10-2 331 310 321
10-3 245 153 199
II 2.0 x 105
10-4 264 273 269
10-5 290 172 231
10-6 110 320 215
10-1 265 274 270
10-2 255 262 259
10-3 164 264 214
III 1.1 x 10 6
10-4 175 49 112
10-5 5 30 18
10-6 254 96 175
10-1 259 256 258
10-2 197 201 199
10-3 78 118 98
IV 2.0 x 104
10-4 93 112 103
10-5 74 53 64
10-6 126 125 126
10-1 260 257 259
10-2 263 261 262
10-3 300 289 295
V 1.3 x 106
10-4 91 176 134
10-5 290 288 289
10-6 138 69 104
10-1 286 290 288
10-2 277 265 271
10-3 211 281 246
VI 7.1 x 106
10-4 37 260 148
10-5 116 25 71
10-6 33 14 24
Rata-rata nilai ALT± SD (1.63±6.25) x 106
Kontrol media 0
Kontrol pelarut 0
80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog yang dijual di Pasar Demangan
a. Inkubasi 24 jam
 Replikasi 1
Dipilih pengenceran 10-2 karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 177
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
177 x 100 = 17.700=1.77 x 104 CFU /g Sampel

 Replikasi 2
Dipilih pengenceran 10-2 karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 146
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
146 x 100 = 14.600=1.46 x 104 CFU /g Sampel

 Replikasi 3(cara perhitungan c )


Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 169
169 x 100 = 16.900 = 1.69 x 104 CFU /g Sampel

 Replikasi 4
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 111.
111 x 100 = 11.100 = 1.11 x 104 CFU /g Sampel

 Replikasi 5
Dipilih pengenceran 10-2 karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 173
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
173 x 100 = 17.300=1.73 x 104=1.7 x 104 CFU /g Sampel

 Replikasi 6
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2) didapatkan hasil
yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka yang
dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata jumlah koloni
= 179.
179 x 100 = 17.900 = 1.79 x 104 CFU /g Sampel

b. Inkubasi 48 jam
 Replikasi 1
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2) didapatkan hasil
yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka yang
81
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata jumlah koloni
= 157.
157 x 100 = 15.700 = 1.57 x 104 CFU /g Sampel

 Replikasi 2
Dipilih pengenceran 10-3 karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 199
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
199 x 1000 = 199.000=1.99 x 105 CFU /g Sampel

 Replikasi 3
Dipilih pengenceran 10-4 karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 112
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
112 x 10.000 = 1.120.000=1.12 x 106 CFU /g Sampel

 Replikasi 4
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 199.
199 x 100 = 19.900 = 1.99 x 104 CFU /g Sampel

 Replikasi 5
Dipilih pengenceran 10-4 karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 134
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
134 x 10.000 = 1.340.000=1.34 x 106 CFU /g Sampel

 Replikasi 6
Dipilih pengenceran 10-5 karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 71
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
71 x 100.000 = 7100.000=7.10 x 106 CFU /g Sampel
82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 4. Hasil uji ALT pada sampel jamu godhog yang dijual di Pasar Demangan 24
jam dan 48 jam

A B

C D

Keterangan gambar :
A. Kontrol media
B. Kontrol pelarut
C. Pengamatan 24 jam
D. Pengamatan 48 jam
83
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 5. Nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog yang dijual di Pasar
Beringharjo inkubasi 24 jam

∑ Koloni masing-masing petri Rata-rata Nilai ALT


Replikasi Pengenceran
Petri I Petri II koloni (CFU/g sampel)
10-1 30 34 32
10-2 25 36 31
10-3 47 34 41
I 3.2 x 102
10-4 35 38 37
10-5 26 16 21
10-6 19 4 23
10-1 11 27 19
10-2 6 5 6
10-3 29 50 40
II 4.0 x 104
10-4 9 14 12
10-5 26 25 26
10-6 21 104 63
10-1 10 25 18
10-2 1 3 2
10-3 3 5 4
III 6.3 x 105
10-4 71 55 63
10-5 41 95 68
10-6 68 111 90
10-1 10 28 19
10-2 8 2 5
10-3 49 52 51
IV 5.1 x 104
10-4 106 104 105
10-5 123 142 133
10-6 133 173 153
10-1 4 4 4
10-2 1 7 4
10-3 96 33 65
V 6 .5x 104
10-4 60 109 85
10-5 4 60 32
10-6 25 38 32
10-1 20 23 22
10-2 16 7 12
10-3 3 14 9
VI 1.2 x 106
10-4 135 94 115
10-5 99 126 113
10-6 49 168 109
Rata-rata nilai ALT± SD (0.32±0.18)x 106
Kontrol media 0
Kontrol pelarut 0
84
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 6. Nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog yang dijual di Pasar
Bringharjo inkubasi 48 jam.

∑ Koloni masing-masing petri Rata-rata Nilai ALT


Replikasi Pengenceran
Petri I Petri II koloni (CFU/g sampel)
10-1 39 44 41
10-2 27 41 34
10-3 55 44 50
I 4.1 x 102
10-4 37 51 44
10-5 33 21 27
10-6 16 11 14
10-1 21 31 26
10-2 10 9 9
10-3 32 56 44
II 4.4 x 104
10-4 16 27 22
10-5 35 41 38
10-6 33 114 74
10-1 19 33 26
10-2 5 6 5
10-3 11 9 10
III 6.7 x 105
10-4 77 57 67
10-5 46 115 81
10-6 86 132 109
10-1 15 35 25
10-2 16 5 11
10-3 59 53 56
IV 5.6 x 104
10-4 110 106 108
10-5 149 151 150
10-6 198 231 215
10-1 7 9 8
10-2 3 8 6
10-3 97 117 107
V 1.7 x 10 5
10-4 69 109 89
10-5 11 65 38
10-6 28 39 34
10-1 23 26 25
10-2 20 12 16
10-3 6 21 14
VI 1.3 x 106
10-4 142 114 128
10-5 118 138 128
10-6 70 178 124
Rata-rata nilai ALT± SD (0.36±0.22)x106
Kontrol media 0
Kontrol pelarut 0
85
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog yang dijual di Pasar Beringharjo
a. Inkubasi 24 jam
 Replikasi 1
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 32.
32 x 10 = 320 = 3.2 x 102 CFU /g Sampel

 Replikasi 2
Dipilih pengenceran 10-3 karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 40
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
40 x 1.000 = 40.000=4 x 104 CFU /g Sampel

 Replikasi 3
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 6.3
63 x 10000 = 630000 = 6.3 x 105 CFU /g Sampel

 Replikasi 4
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 51
51 x 1000 = 51000 = 5.1 x 104 CFU /g Sampel

 Replikasi 5
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 65
65 x 1000 = 65000 = 6.5 x 104 CFU /g Sampel

 Replikasi 6
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 115.
115 x 10000 = 1150000 = 1.15 x 106 CFU /g Sampel
86
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

b. Inkubasi 48 jam
 Replikasi 1
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 41
41 x 10 = 410 = 4.1 x 102 CFU /g Sampel

 Replikasi 2
Dipilih pengenceran 10-3 karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 44
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
44 x 1.000 = 44.000=4.40 x 104 CFU /g Sampel

 Replikasi 3
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 67
67 x 10000 = 670000 = 6.7 x 105 CFU /g Sampel

 Replikasi 4
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 56
56 x 1000 = 56000 = 5.6 x 104 CFU /g Sampel

 Replikasi 5
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 107
107 x 1000 = 107000 = 1.07 x 105 CFU /g Sampel

 Replikasi 6
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 128
128 x 10000 = 1280000 = 1.28 x 106 CFU /g Sampel
87
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 7. Hasil uji ALT pada sampel jamu godhog yang dijual di Pasar Beringharjo 24
jam dan 48 jam

A B

C D

Keterangan gambar :
A. Kontrol media
B. Kontrol pelarut
C. Pengamatan 24 jam
D. Pengamatan 48 jam
88
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 8. Nilai ALT rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar
Giwangan inkubasi 24 jam.

Replikasi Pengenceran ∑ Koloni masing-masing petri Rata-rata Nilai ALT


Petri I Petri II koloni (CFU/g sampel)
-1
I 10 55 63 59 5.9 x 102
10-2 9 15 12
-3
10 156 35 96
-4
10 30 97 64
10-5 243 41 145
-6
10 74 196 135
II 10-1 365 269 317 1.6 x 104
-2
10 135 179 157
10-3 123 71 97
-4
10 37 140 89
-5
10 40 32 36
10-6 227 290 259
III 10-1 34 105 70 7 x 102
10-2 3 10 7
-3
10 36 61 49
10-4 142 50 96
-5
10 28 101 65
-6
10 77 93 135
IV 10-1 94 105 100 1 x 10 3
10-2 54 18 36
10-3 36 10 23
-4
10 53 106 80
10-5 340 337 339
-6
10 133 42 88
-1
V 10 200 119 160 2.3 x 103
10-2 26 33 30
-3
10 5 159 82
10-4 33 137 85
-5
10 247 36 142
10-6 38 142 90
VI 10-1 96 102 99 9.9 x 102
-2
10 16 13 15
10-3 75 20 48
-4
10 80 166 98
10-5 216 122 169
-6
10 103 78 91
Rata-rata nilai ALT± SD (0.35±0.3) x104
Kontrol media 0
Kontrol pelarut 0
89
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 9. Nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog yang dijual di Pasar
Giwangan inkubasi 48 jam

Replikasi Pengenceran ∑ Koloni masing-masing petri Rata-rata Nilai ALT


Petri I Petri II koloni (CFU/g Sampel)
I 101 61 72 67 6.7 x 102
102 15 21 18
103 166 39 103
104 41 115 78
105 249 55 152
106 85 215 150
II 101 373 286 330 1.7 x 104
102 149 191 170
103 133 101 117
104 41 150 96
105 53 49 51
106 238 298 268
III 101 39 120 80 8.0 x 102
102 9 15 12
103 45 70 58
104 149 58 104
105 37 115 76
106 197 113 115
IV 101 110 111 110 1.1 x 103
102 63 23 43
103 326 10 168
104 59 126 93
105 350 341 346
106 151 54 103
V 101 210 125 168 1.7 x 10 3
102 31 43 37
103 10 105 58
104 39 141 90
105 260 46 153
106 49 173 111
VI 101 113 121 117 1.2 x 103
102 23 14 19
103 83 29 56
104 81 177 129
105 219 141 180
106 122 97 110
Rata-rata nilai ALT± SD (0.37±0.35)x104
Kontrol media 0
Kontrol pelarut 0
90
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog yang dijual di Pasar Giwangan
a. Inkubasi 24 jam

 Replikasi 1
Dipilih pengenceran 10-1 karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 59
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
59 x 10 = 590 = 5.9 x 102 CFU /g Sampel

 Replikasi 2
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 157
157 x 100 = 15700 = 1.57 x 104 CFU /g Sampel

 Replikasi 3
Dipilih pengenceran 10-1 karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 70
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
70 x 10 = 700 = 7 x 102 CFU /g Sampel

 Replikasi 4
Dipilih pengenceran 10-1 karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 100
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
100 x 10 = 1000 = 1 x 103 CFU /g Sampel

 Replikasi 5
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2) didapatkan
hasil yang lebih besar dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah rata-rata jumlah koloni dari kedua
pengenceran tersebut :
160+300
𝑥 101 = 230 x 10= 2.3 x 103 CFU /g Sampel
2

 Replikasi 6
Dipilih pengenceran 10-1 karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 99
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
99 x 10 = 990 = 9.9 x 102 CFU /g Sampel
91
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
b. Inkubasi 48 jam
 Replikasi 1
Dipilih pengenceran 10-1 karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 67
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
67 x 10 = 670 = 6.7 x 102 CFU /g Sampel

 Replikasi 2
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 170
170 x 100 = 17000 = 1.70 x 104 CFU /g Sampel

 Replikasi 3
Dipilih pengenceran 10-1 karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 80
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
80 x 10 = 800 = 8 x 102 CFU /g Sampel

 Replikasi 4
Dipilih pengenceran 10-1 karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 110
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
110 x 10 = 1.100 = 1.1 x 103 CFU /g Sampel

 Replikasi 5
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 168
168 x 10 = 1680 = 1.68 x 103 CFU /g Sampel

 Replikasi 6
Dipilih pengenceran 10-1 karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 117
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
117 x 10 = 1170 = 1.17 x 103 = 1.2 x 103CFU /g Sampel
92
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Lampiran 10. Hasil pengamatan ALT pada sampel jamu godhog yang dijual di Pasar
Giwangan 24 jam dan 48 jam

A B

C D

Keterangan gambar :
A. Kontrol media
B. Kontrol pelarut
C. Pengamatan 24 jam
D. Pengamatan 48 jam
93
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 11. Nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog yang dijual di Pasar
Kranggan inkubasi 24 jam.

Replikasi Pengenceran ∑ Koloni masing-masing petri Rata-rata Nilai ALT


Petri I Petri II koloni (CFU/g Sampel)
I 10-1 121 138 130 1.3 x 103
10-2 25 79 52
10-3 7 45 26
10-4 5 18 12
10-5 12 43 27
10-6 7 23 15
II 10-1 178 21 100 1.9 x 105
10-2 198 13 106
10-3 137 250 194
10-4 24 72 48
10-5 9 65 34
10-6 29 9 19
III 10-1 4 0 2 2.1x 106
10-2 275 260 268
10-3 305 290 298
10-4 230 187 209
10-5 224 193 209
10-6 307 269 288
IV 10-1 9 11 10 1.7 x 107
10-2 305 234 270
10-3 338 195 267
10-4 350 310 330
10-5 116 230 173
10-6 249 287 268
V 10-1 0 0 0 6.9 x 106
10-2 5 0 3
10-3 0 0 0
10-4 22 2 12
10-5 27 111 69
10-6 3 1 2
VI 10-1 35 16 26 2.3 x 108
10-2 0 0 0
10-3 0 0 0
10-4 5 0 3
10-5 10 235 123
10-6 235 230 233
Rata-rata nilai ALT± SD (4.1±72.41)x107
Kontrol media 0
Kontrol pelarut 0
94
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 12. Nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog yang dijual di Pasar
Kranggan inkubasi 48 jam.

Replikasi Pengenceran ∑ Koloni masing-masing petri Rata-rata Nilai ALT


koloni (CFU/g Sampel)
Petri I Petri II
-1
I 10 184 179 182 1.8 x 103
10-2 32 152 92
10-3 75 46 61
10-4 151 67 109
10-5 43 186 115
10-6 18 230 124
II 10-1 183 30 107 1.1 x 103
10-2 109 49 79
10-3 169 261 215
10-4 24 90 57
10-5 151 106 129
10-6 130 57 94
III 10-1 15 8 12 2.4 x 106
10-2 256 261 259
10-3 253 255 254
10-4 230 243 237
10-5 260 237 249
10-6 259 254 257
IV 10-1 16 22 19 1.9 x 107
10-2 261 258 260
10-3 253 259 256
10-4 271 254 263
10-5 146 230 188
10-6 273 281 277
V 10-1 0 0 0 7.3 x 106
10-2 5 0 3
10-3 0 0 0
10-4 39 2 21
10-5 30 115 73
10-6 12 1 6
VI 10-1 92 26 59 5.9 x 102
10-2 0 2 1
10-3 4 1 3
10-4 10 0 5
10-5 26 236 131
10-6 254 260 257
Rata-rata nilai ALT± SD (0.47±0.46)x107
Kontrol media 0
Kontrol pelarut 0
95
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4. Simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog yang dijual di Pasar Kranggan
a. Inkubasi 24 jam
 Replikasi 1
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 130
130 x 10 = 1300 = 1.30 x 103 CFU /g Sampel

 Replikasi 2
Dipilih pengenceran 10-3 karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 194
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
194 x 10 = 1940 = 1.94 x 103 CFU /g Sampel

 Replikasi 3
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 209
209 x 10000 = 2090000 = 209 x 106 CFU /g Sampel

 Replikasi 4
Dipilih pengenceran 10-5 karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 173
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
173 x 105 = 173 x 100.000 = 1.73 x 107 CFU /g Sampel

 Replikasi 5
Dipilih pengenceran 10-5 karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 69
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
69 x 105 = 69 x 100.000 = 6.9x 106 CFU/g Sampel

 Replikasi 6
Dipilih pengenceran 10-6 karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 233
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
233 x 106 = 233 x 1000.000 = 2.33 x 108 CFU /g Sampel

b. Inkubasi 48 jam
 Replikasi 1
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
96
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 182
182 x 10 = 1820 = 1.82x 103 CFU /g Sampel

 Replikasi 2
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 107
107 x 10 = 1070 = 1.07x 103 CFU /g Sampel

 Replikasi 3
Dipilih pengenceran 10-4 karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 237
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
237 x 104 = 237 x 10.000 = 2.37 x 106 CFU /g Sampel

 Replikasi 4
Dipilih pengenceran 10-5 karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 188
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
188 x 105 = 188 x 100.000 = 1.88x 107 = 1.9 x 107CFU /g Sampel

 Replikasi 5
Dipilih pengenceran 10-5karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 73
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
73 x 105= 73 x 100.000 = 7. 3 x 106 CFU /g Sampel

 Replikasi 6
Dipilih pengenceran 10-1 karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 59
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
59 x 101 = 59 x 10 =5.9 x 102 CFU /g Sampel
97
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 13. Foto hasil pengamatan ALT pada sampel jamu godhog yang dijual di Pasar
Kranggan 24 jam dan 48 jam

A B

C D

Keterangan gambar :
A. Kontrol media
B. Kontrol pelarut
C. Pengamatan 24 jam
D. Pengamatan 48 jam
98
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 14. Nilai ALT rimpang temulawak kering yang dibuat sesuai CPSB inkubasi 24
jam.

∑ Koloni masing-masing Nilai ALT


Rata-Rata
Replikasi Pengenceran petri (CFU/g
Koloni
Petri I Petri II Sampel)
10-1 290 270 280
10-2 170 116 143
10-3 112 114 113
I 1.4 x 104
10-4 77 53 65
10-5 246 115 176
10-6 147 93 120
10-1 309 350 330
10-2 57 198 128
10-3 20 146 83
II 1.7 x 104
10-4 13 26 20
10-5 96 237 167
10-6 50 129 90
10-1 47 256 152
10-2 82 101 92
10-3 74 72 73
III 9.2 x103
10-4 79 59 69
10-5 193 139 166
10-6 136 147 142
10-1 261 273 267
10-2 43 29 36
10-3 48 20 34
IV 3.6 x 103
10-4 45 57 51
10-5 20 5 13
10-6 13 33 18
10-1 29 15 22
10-2 74 86 80
10-3 155 47 101
V 8.0 x 103
10-4 51 19 35
10-5 5 9 82
10-6 6 4 7
10-1 479 433 5
10-2 78 68 73
10-3 138 10 74
VI 7.3 x 103
10-4 223 206 215
10-5 193 108 151
10-6 179 139 159
Rata-Rata Nilai ALT± SD (0.92±0.13)x104
Kontrol media 0
Kontrol pelarut 0
99
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 15. Nilai ALT rimpang temulawak kering yang dibuat sesuai CPSB inkubasi 48
jam.

∑ Koloni masing-masing Nilai ALT


Rata-rata
Replikasi Pengenceran petri (CFU/g
koloni
Petri I Petri II Sampel)
10-1 335 315 325
-2
10 210 191 201
10-3 121 119 120 2.0 x 104
I -4
10 81 67 74
10-5 251 114 183
10-6 159 100 130
-1
10 351 370 361
10-2 67 220 144
-3
10 23 150 87 1.4 x 104
II
10-4 19 33 26
-5
10 241 63 152
10-6 191 126 159
10-1 56 256 156
-2
10 89 116 103
10-3 110 85 98
III -4 1.0 x 104
10 79 88 84
10-5 211 152 182
10-6 143 155 149
-1
10 269 288 279
10-2 49 31 40
-3
10 51 22 37
IV 4 x 103
10-4 59 61 60
-5
10 29 15 22
10-6 19 40 30
-1
10 33 19 26
-2
10 89 88 89
10-3 166 52 109
V -4 8.9 x 103
10 60 23 42
10-5 6 9 8
-6
10 7 5 6
10-1 481 440 461
10-2 88 72 80
-3
10 151 15 83
VI 8.0 x 10 3
10-4 232 216 224
10-5 199 117 158
10-6 187 152 170
Rata-rata nilai ALT± SD (1.1±0.26)x104
Kontrol media 0
Kontrol pelarut 0
100
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1. Simplisia rimpang temulawak yang dibuat sesuai dengan CPSB


a. Inkubasi 24 jam
 Replikasi 1
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 143
143 x 100 = 14300 = 1.43x 104 CFU /g Sampel

 Replikasi 2
Dipilih pengenceran 10-2 karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 128
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
128 x 102 = 128 x 100 =1.28 x 104CFU /g Sampel

 Replikasi 3
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 92
92 x 100 = 9200 = 9.2x 103 CFU /g Sampel

 Replikasi 4
Dipilih pengenceran 10-2 karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 36
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
36 x 102 = 36 x 100 =3.6 x 103CFU /g Sampel

 Replikasi 5
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 80
80 x 100 = 8000 = 8.0 x 104 CFU /g Sampel

 Replikasi 6
Dipilih pengenceran 10-2 karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 73
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
73 x 100 =73 x 100 =7.3 x 103CFU /g Sampel

b. Inkubasi 48 jam
101
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
 Replikasi 1
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 201
201 x 100 = 20100 = 2.01x 104 CFU /g Sampel

 Replikasi 2
Dipilih pengenceran 10-2 karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 144
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
144 x 102 =144 x 100 =1.44 x 103 CFU /g Sampel

 Replikasi 3
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 103
103 x 100 = 14300 = 1.03x 104 CFU /g Sampel

 Replikasi 4
Dipilih pengenceran 10-2 karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 44
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
40 x 102 =40 x 100 =4 x 103 CFU /g Sampel

 Replikasi 5
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 89
89 x 100 = 8900 = 8.9 x 103 CFU /g Sampel

 Replikasi 6
Dipilih pengenceran 10-2 karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 80
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
80 x 102 =80 x 100 =8 x 103 CFU /g Sampel
102
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 16. Foto hasil pengamatan ALT pada sampel Simplisia rimpang temulawak
yang dibuat sesuai dengan CPSB 24 jam dan 48 jam

A B

C D

Keterangan gambar :
A. Kontrol media
B. Kontrol pelarut
C. Pengamatan 24 jam
D. Pengamatan 48 jam
103
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 17. Hasil analisis statistik nilai Angka Lampeng Total (ALT) simplisia rimpang
temulawak yang terdapat pada jamu godhog yang dijual di empat pasar di Kotamadya
Yogyakarta dan nilai ALT simplisia rimpang temulawak yang dibuat sesuai CPSB
inkubasi 24 jam

NPar Tests
Notes

Output Created 14-Jun-2011 09:59:59

Comments

Input Active Dataset DataSet0

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 30

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as
missing.

Cases Used Statistics for each test are based on all


cases with valid data for the variable(s)
used in that test.

Syntax NPAR TESTS


/M-W= ALT BY Pasar(4 5)
/MISSING ANALYSIS.

Resources Processor Time 00:00:00.015

Elapsed Time 00:00:00.015


a
Number of Cases Allowed 112347

Mann-Whitney Test
Ranks

Pasar N Mean Rank Sum of Ranks

ALT Pasar Kranggan 6 8.50 51.00

CPSB 6 4.50 27.00

Total 12

b
Test Statistics
104
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ALT

Mann-Whitney U 6.000

Wilcoxon W 27.000

Z -1.922

Asymp. Sig. (2-tailed) .055


a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .065

NPar Tests
Output Created 14-Jun-2011 09:59:23

Comments

Input Active Dataset DataSet0

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 30

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as
missing.

Cases Used Statistics for each test are based on all


cases with valid data for the variable(s)
used in that test.

Syntax NPAR TESTS


/M-W= ALT BY Pasar(3 5)
/MISSING ANALYSIS.

Resources Processor Time 00:00:00.000

Elapsed Time 00:00:00.000


a
Number of Cases Allowed 112347

Mann-Whitney Test
Pasar N Mean Rank Sum of Ranks

ALT Pasar Giwangan 6 4.50 27.00

CPSB 6 8.50 51.00

Total 12
105
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
b
Test Statistics

ALT

Mann-Whitney U 6.000

Wilcoxon W 27.000

Z -1.922

Asymp. Sig. (2-tailed) .055


a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .065

NPar Tests
Output Created 14-Jun-2011 09:57:58

Comments

Input Active Dataset DataSet0

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 30

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as
missing.

Cases Used Statistics for each test are based on all


cases with valid data for the variable(s)
used in that test.

Syntax NPAR TESTS


/M-W= ALT BY Pasar(2 5)
/MISSING ANALYSIS.

Resources Processor Time 00:00:00.000

Elapsed Time 00:00:00.000


a
Number of Cases Allowed 112347

Mann-Whitney Test
Pasar N Mean Rank Sum of Ranks

ALT Pasar Beringharjo 6 8.50 51.00

CPSB 6 4.50 27.00

Total 12
106
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ALT

Mann-Whitney U 6.000

Wilcoxon W 27.000

Z -1.922

Asymp. Sig. (2-tailed) .055


a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .065

NPar Tests
Output Created 14-Jun-2011 09:56:29

Comments

Input Active Dataset DataSet0

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 30

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as
missing.

Cases Used Statistics for each test are based on all


cases with valid data for the variable(s)
used in that test.

Syntax NPAR TESTS


/M-W= ALT BY Pasar(1 5)
/MISSING ANALYSIS.

Resources Processor Time 00:00:00.000

Elapsed Time 00:00:00.000


a
Number of Cases Allowed 112347

Mann-Whitney Test
Pasar N Mean Rank Sum of Ranks

ALT Pasar Demangan 6 9.17 55.00

CPSB 6 3.83 23.00

Total 12

ALT
107
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Mann-Whitney U 2.000

Wilcoxon W 23.000

Z -2.562

Asymp. Sig. (2-tailed) .010


a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .009

Explore
Output Created 14-Jun-2011 09:48:38

Comments

Input Active Dataset DataSet0

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 30

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values for dependent
variables are treated as missing.

Cases Used Statistics are based on cases with no


missing values for any dependent variable
or factor used.

Syntax EXAMINE VARIABLES=ALT BY Pasar


/PLOT BOXPLOT HISTOGRAM NPPLOT
/COMPARE GROUP
/STATISTICS DESCRIPTIVES
/CINTERVAL 95
/MISSING LISTWISE
/NOTOTAL.

Resources Processor Time 00:00:04.524

Elapsed Time 00:00:04.555

Pasar
Case Processing Summary
108
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Cases

Valid Missing Total

Pasar N Percent N Percent N Percent

ALT Pasar Demangan 6 100.0% 0 .0% 6 100.0%

Pasar Beringharjo 6 100.0% 0 .0% 6 100.0%

Pasar Giwangan 6 100.0% 0 .0% 6 100.0%

Pasar Kranggan 6 100.0% 0 .0% 6 100.0%

CPSB 6 100.0% 0 .0% 6 100.0%

Descriptives

Pasar Statistic Std. Error

ALT Pasar Demangan Mean 1.5917E4 1.07902E3

95% Confidence Interval for Lower Bound 1.3143E4


Mean
Upper Bound 1.8690E4

5% Trimmed Mean 1.6074E4

Median 1.7100E4

Variance 6.986E6

Std. Deviation 2.64304E3

Minimum 1.11E4

Maximum 1.79E4

Range 6800.00

Interquartile Range 4025.00

Skewness -1.575 .845

Kurtosis 1.947 1.741

Pasar Beringharjo Mean 3.2272E5 1.91741E5

95% Confidence Interval for Lower Bound -1.7017E5


Mean
Upper Bound 8.1561E5

5% Trimmed Mean 2.9467E5

Median 5.8000E4

Variance 2.206E11

Std. Deviation 4.69667E5


109
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Minimum 320.00

Maximum 1.15E6

Range 1.15E6

Interquartile Range 7.30E5

Skewness 1.453 .845

Kurtosis 1.006 1.741

Pasar Giwangan Mean 3.5467E3 2.44353E3

95% Confidence Interval for Lower Bound -2.7346E3


Mean
Upper Bound 9.8280E3

5% Trimmed Mean 3.0357E3

Median 9.9500E2

Variance 3.583E7

Std. Deviation 5.98540E3

Minimum 590.00

Maximum 1.57E4

Range 1.51E4

Interquartile Range 4977.50

Skewness 2.394 .845

Kurtosis 5.774 1.741

Pasar Kranggan Mean 4.3248E7 3.80430E7

95% Confidence Interval for Lower Bound -5.4545E7


Mean
Upper Bound 1.4104E8

5% Trimmed Mean 3.5108E7

Median 4.4950E6

Variance 8.684E15

Std. Deviation 9.31861E7

Minimum 1300.00

Maximum 2.33E8

Range 2.33E8

Interquartile Range 7.11E7


110
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Skewness 2.423 .845

Kurtosis 5.896 1.741

CPSB Mean 9.2000E3 1.58514E3

95% Confidence Interval for Lower Bound 5.1253E3


Mean
Upper Bound 1.3275E4

5% Trimmed Mean 9.2278E3

Median 8.6000E3

Variance 1.508E7

Std. Deviation 3.88278E3

Minimum 3600.00

Maximum 1.43E4

Range 1.07E4

Interquartile Range 6800.00

Skewness -.025 .845

Kurtosis -.574 1.741

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Pasar Statistic df Sig. Statistic Df Sig.

ALT Pasar Demangan .312 6 .070 .797 6 .056

Pasar Beringharjo .375 6 .008 .744 6 .018

Pasar Giwangan .416 6 .002 .577 6 .000

Pasar Kranggan .443 6 .001 .554 6 .000


*
CPSB .167 6 .200 .965 6 .859
111
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 18. Hasil analisis statistic nilai Angka Lampeng Total (ALT) simplisia rimpang
temulawak yang terdapat pada jamu godhog yang dijual di empat pasar di Kotamadya
Yogyakarta dan nilai ALT simplisia rimpang temulawak yang dibuat sesuai CPSB
inkubasi 48 jam

NPar Tests
Output Created 14-Jun-2011 17:59:51

Comments

Input Active Dataset DataSet0

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 30

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as
missing.

Cases Used Statistics for each test are based on all


cases with valid data for the variable(s)
used in that test.

Syntax NPAR TESTS


/M-W= ALT BY Pasar(4 5)
/MISSING ANALYSIS.

Resources Processor Time 00:00:00.000

Elapsed Time 00:00:00.000


a
Number of Cases Allowed 112347

Mann-Whitney Test
Pasar N Mean Rank Sum of Ranks

ALT Pasar Kranggan 6 6.50 39.00

CPSB 6 6.50 39.00

Total 12

ALT
112
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Mann-Whitney U 18.000

Wilcoxon W 39.000

Z .000

Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000


a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000

NPar Tests
Output Created 14-Jun-2011 17:59:14

Comments

Input Active Dataset DataSet0

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 30

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as
missing.

Cases Used Statistics for each test are based on all


cases with valid data for the variable(s)
used in that test.

Syntax NPAR TESTS


/M-W= ALT BY Pasar(3 5)
/MISSING ANALYSIS.

Resources Processor Time 00:00:00.016

Elapsed Time 00:00:00.016


a
Number of Cases Allowed 112347

Mann-Whitney Test
Ranks

Pasar N Mean Rank Sum of Ranks

ALT Pasar Giwangan 6 4.33 26.00

CPSB 6 8.67 52.00

Total 12

ALT
113
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Mann-Whitney U 5.000

Wilcoxon W 26.000

Z -2.082

Asymp. Sig. (2-tailed) .037


a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .041

NPar Tests
Output Created 14-Jun-2011 17:58:50

Comments

Input Active Dataset DataSet0

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 30

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as
missing.

Cases Used Statistics for each test are based on all


cases with valid data for the variable(s)
used in that test.

Syntax NPAR TESTS


/M-W= ALT BY Pasar(2 5)
/MISSING ANALYSIS.

Resources Processor Time 00:00:00.000

Elapsed Time 00:00:00.000


a
Number of Cases Allowed 112347

Mann-Whitney Test
Ranks

Pasar N Mean Rank Sum of Ranks

ALT Pasar Beringharjo 6 8.50 51.00

CPSB 6 4.50 27.00

Total 12

ALT
114
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Mann-Whitney U 6.000

Wilcoxon W 27.000

Z -1.922

Asymp. Sig. (2-tailed) .055


a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .065

NPar Tests
Output Created 14-Jun-2011 17:58:19

Comments

Input Active Dataset DataSet0

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 30

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as
missing.

Cases Used Statistics for each test are based on all


cases with valid data for the variable(s)
used in that test.

Syntax NPAR TESTS


/M-W= ALT BY Pasar(1 5)
/MISSING ANALYSIS.

Resources Processor Time 00:00:00.000

Elapsed Time 00:00:00.000


a
Number of Cases Allowed 112347

Mann-Whitney Test

Pasar N Mean Rank Sum of Ranks

ALT Pasar Demangan 6 9.17 55.00

CPSB 6 3.83 23.00

Total 12

ALT

Mann-Whitney U 2.000
115
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Wilcoxon W 23.000

Z -2.562

Asymp. Sig. (2-tailed) .010


a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .009

Explore
Output Created 14-Jun-2011 17:57:01

Comments

Input Active Dataset DataSet0

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 30

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values for dependent
variables are treated as missing.

Cases Used Statistics are based on cases with no


missing values for any dependent variable
or factor used.

Syntax EXAMINE VARIABLES=ALT BY Pasar


/PLOT BOXPLOT HISTOGRAM NPPLOT
/COMPARE GROUP
/STATISTICS DESCRIPTIVES
/CINTERVAL 95
/MISSING LISTWISE
/NOTOTAL.

Resources Processor Time 00:00:04.508

Elapsed Time 00:00:04.711

Pasar
Case Processing Summary
116
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Cases

Valid Missing Total

Pasar N Percent N Percent N Percent

ALT Pasar Demangan 6 100.0% 0 .0% 6 100.0%

Pasar Beringharjo 6 100.0% 0 .0% 6 100.0%

Pasar Giwangan 6 100.0% 0 .0% 6 100.0%

Pasar Kranggan 6 100.0% 0 .0% 6 100.0%

CPSB 6 100.0% 0 .0% 6 100.0%

Descriptives

Pasar Statistic Std. Error

ALT Pasar Demangan Mean 1.6324E6 1.11820E6

95% Confidence Interval for Lower Bound -1.2420E6


Mean
Upper Bound 4.5069E6

5% Trimmed Mean 1.4185E6

Median 6.5950E5

Variance 7.502E12

Std. Deviation 2.73902E6

Minimum 1.57E4

Maximum 7.10E6

Range 7.08E6

Interquartile Range 2.76E6

Skewness 2.218 .845

Kurtosis 5.087 1.741

Pasar Beringharjo Mean 3.5957E5 2.10403E5

95% Confidence Interval for Lower Bound -1.8129E5


Mean
Upper Bound 9.0043E5

5% Trimmed Mean 3.2839E5

Median 8.1500E4
117
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Variance 2.656E11

Std. Deviation 5.15380E5

Minimum 410.00

Maximum 1.28E6

Range 1.28E6

Interquartile Range 7.89E5

Skewness 1.507 .845

Kurtosis 1.351 1.741

Pasar Giwangan Mean 3.7417E3 2.65557E3

95% Confidence Interval for Lower Bound -3.0847E3


Mean
Upper Bound 1.0568E4

5% Trimmed Mean 3.1757E3

Median 1.1500E3

Variance 4.231E7

Std. Deviation 6.50478E3

Minimum 670.00

Maximum 1.70E4

Range 1.63E4

Interquartile Range 4742.50

Skewness 2.433 .845

Kurtosis 5.938 1.741

Pasar Kranggan Mean 4.7456E6 3.03987E6

95% Confidence Interval for Lower Bound -3.0686E6


Mean
Upper Bound 1.2560E7

5% Trimmed Mean 4.2284E6

Median 1.1859E6

Variance 5.544E13

Std. Deviation 7.44612E6

Minimum 590.00

Maximum 1.88E7
118
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Range 1.88E7

Interquartile Range 1.02E7

Skewness 1.787 .845

Kurtosis 2.997 1.741

CPSB Mean 1.0950E4 2.28951E3

95% Confidence Interval for Lower Bound 5.0646E3


Mean
Upper Bound 1.6835E4

5% Trimmed Mean 1.0828E4

Median 9.6000E3

Variance 3.145E7

Std. Deviation 5.60812E3

Minimum 4000.00

Maximum 2.01E4

Range 1.61E4

Interquartile Range 8825.00

Skewness .743 .845

Kurtosis .528 1.741

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Pasar Statistic df Sig. Statistic df Sig.

ALT Pasar Demangan .376 6 .008 .668 6 .003

Pasar Beringharjo .355 6 .018 .757 6 .024

Pasar Giwangan .458 6 .000 .547 6 .000

Pasar Kranggan .292 6 .120 .742 6 .017


*
CPSB .213 6 .200 .958 6 .802
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BIOGRAFI PENULIS

Skripsi yang berjudul ” Perbandingan Angka


Lempeng Total (ALT) Rimpang Temulawak (Curcumae
Rhizoma) dalam Jamu Godhog dari Empat Pasar di
Kotamadya Yogyakarta dengan Simplisia Rimpang
Temulawak yang Diolah Sesuai Cara Pembuatan Simplisia
yang Baik” ini ditulis oleh I Putu Chandradinata. Penulis
merupakan anak pertama dari dua bersaudara, yang lahir di
Pererenan, Badung, Bali pada tanggal 6 januari 1989. Pada
tahun 1994-1995 penulis menempuh pendidikan di TK
Dharma Kumara 3 Buduk, Bali. Kemudian pada tahun 1995, penulis melanjutkan
studi ke SD Negeri 6 Buduk, Bali hingga tahun 2001. Pada tahun 2001 – 2004
penulis duduk di bangku SLTPN 3 Mengwi, Bali. Selepas dari pendidikan SLTP
penulis melanjutkan pendidikan di SMA N 1 Kuta Utara, Bali pada tahun 2004 –
2007. Selanjutnya mulai tahun 2007 penulis duduk di bangku kuliah yaitu di
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.Pada tahun 2008-2009
penulis pernah menjabat sebagi Sie Hubungan Masyarakat KMHD (Keluarga
Mahasiswa Hindu Dharma) Swastika Taruna. Pada tahun 2008 penulis pernah
mengikuti kepanitian acara Kampanye Informasi Obat sebagai Sie Hubungan
Masyarakat dan Sie Keamanan Bakti Sosial Pengobatan Gratis JMKI (Jaringan
Mahasiswa Kesehatan Indonesia). Pada tahun 2009 penulis pernah mengikuti
kepanitiaan Nyepi Se-Jogja KMHD se-Yogyakarta sebagai kordinator Sie
Kesehatan dan menjabat sebagai Ketua Malam Keakraban ISMAFARSI (Ikatan
Senat Mahasiswa Farmasi).Pada tahun 2009-2010 penulis menjabat sebagai Ketua
KMHD Swastika Taruna.

119

Anda mungkin juga menyukai