Anda di halaman 1dari 50

STANDARDISASI SIMPLISIA PADA BEKATUL TANAMAN

PADI (Oryza sativa) DI TIGA KECAMATAN DI WILAYAH


KABUPATEN CIREBON

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana


Pada Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Jenderal Achmad Yani

INGGIT DWI NOVIANTI


3311171168

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2021
KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Jenderal Achmad Yani, saya yang bertanda
tangan di bawah ini :

Nama : Inggit Dwi Novianti


NIM : 3311171168
Jurusan : Farmasi
Fakultas : Farmasi
Jenis karya : Skripsi
Demi mengembangkan ilmu pengertahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Jenderal Achmad Yani Hak Bebas Royalti Noneksklusif
(Nonexclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
“Standardisasi pada Bekatul Tanaman Padi (Oryza sativa) di Tiga
Kecamatan Diwilayah Kabupaten Cirebon”
Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Jenderal Achmad Yani
berhak menyimpan, mengalih media/format-kan, mengelola dalam bentuk
pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Di buat di : Cimahi
Pada tanggal : 05 Agustus 2021

Yang menyatakan,

Inggit Dwi Novianti


3311171168
Kutipan atau saduran atas skripsi ini
harus menyebutkan sumbernya, yaitu
nama penulis dan Fakultas Farmasi
Universitas Jenderal Achmad Yani
HALAMAN PENGESAHAN

STANDARDISASI SIMPLISIA PADA BEKATUL TANAMAN PADI


(Oryza sativa) DI TIGA KECAMATAN DI WILAYAH KABUPATEN
CIREBON

Agustus 2021

INGGIT DWI NOVIANTI


3311171168

Disetujui oleh :

apt. Akhirul Kahfi Syam, M.Si. Dra. apt. Julia Ratnawati, M.S.
Pembimbing Pembimbing

Mengetahui,

Dekan Fakultas Farmasi Ketua Program Studi Farmasi

Prof. Dr. apt. Afifah B.Sutjiatmo, M,S. apt. Ririn Puspadewi, M.Si
NID.412162949 NID. 412170277
ABSTRAK

Padi merupakan tanaman yang dijadikan bahan makanan utama warga negara
Indonesia. Tanaman padi dijadikan sebagai sumber energi karena kadar
karbohidratnya paling banyak. Beberapa bagian dari tanaman padi tetap bisa
dimanfaatkan untuk berbagai hal, salah satunya yaitu bekatul. Bekatul adalah
lapisan yang melapisi endosperma. Bubuk bekatul ini umumnya berwarna cokelat
muda dan memiliki rasa agak manis. Kandungan nutrisi yang ada pada bekatul
salah satunya yaitu Protein, lemak, karbohidrat, antioksidan (oryzanol,
tokoferol,asam ferulat), vitamin B (B1, B2, B3, dan B6), Vitamin B15, Mineral
kalsium dan magnesium. Untuk meningkatkan menjadi simplisia terstandar harus
dilakukan penetapan parameter standardisasi simplisia. Penetapan parameter
standardisasi dilakukan terhadap parameter spesifik dan non spesifik bekatul padi
yang terdiri dari sampel C1, C2, dan C3. Standardisasi dilakukan untuk menjamin
keseragaman mutu, keamanan dan khasiat produk akhir. Hasil skrining fitokimia
menunjukkan hasil positif pada pengamatan alkaloid, tanin, monoterpen,
seskuiterpen, triterpenoid, steroid dan kuinon. Hasil standardisasi mutu simplisia
bekatul padi didapatkan nilai standarisasi berupa kadar air 8,88±1,38; susut
pengeringan 0,26±0,16; kadar abu total 8,18±1,30; kadar abu larut air 4,20±0,34;
kadar abu tidak larut asam 1,32±0,30; kadar sari larut air 19,26±3,80 dan kadar
sari larut etanol 5,81±0,49

Kata Kunci: Bekatul padi (Oryza sativa), Parameter standar


ABSTRACT

Rice is a plant that is used as the main food ingredient for Indonesian citizens.
Rice plants are used as an energy source because they contain the most
carbohydrates. Some parts of the rice plant can still be used for various things, one
of which is rice bran. The bran is the layer that lines the endosperm. This bran
powder is generally light brown in color and has a slightly sweet taste. The
nutritional content of rice bran includes protein, fat, carbohydrates, antioxidants
(oryzanol, tocopherol, ferulic acid), B vitamins (B1, B2, B3, and B6), vitamin
B15, minerals calcium and magnesium. To improve to become standardized
simplicia, it is necessary to determine the standardization of simplicia parameters.
Determination of standardization parameters was carried out on specific and non-
specific parameters of rice bran which consisted of samples C1, C2, and C3.
Standardization is carried out to ensure uniformity in quality, safety and efficacy
of the final product. The results of phytochemical screening showed positive
results on the observation of alkaloids, tannins, monoterpenes, sesquiterpenes,
triterpenoids, steroids and quinones. The results of standardization of the quality
of rice bran simplicia obtained standardization values in the form of water content
8.88±1.38; drying shrinkage 0.26±0.16; total ash content 8.18±1.30; water soluble
ash content 4.20±0.34; acid insoluble ash content 1.32±0.30; water soluble extract
content of 19.26±3.80 and ethanol soluble extract content of 5.81±0.49

Keywords: Rice bran (Oryza sativa), Standard parameter


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji dan Syukur dipanjatkan kepada Allah SWT, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya penulisan proposal penelitian yang berjudul
“Standardisasi pada Bekatul Tanaman Padi (Oryza sativa) di Tiga
Kecamatan Diwilayah Kabupaten Cirebon” ini dapat selesai tepat pada
waktunya. Shalawat beserta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita,
Rasulullah SAW, beserta keluarga, para sahabat dan umatnya.

Proposal penelitian ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk melaksanakan
penelitian tugas akhir untuk melengkapi syarat pengajuan seminar dan sidang
sarjana di Fakultas Farmasi Universitas Jenderal Achmad Yani.

Banyak pihak yang telah memberi bantuan, dorongan dan motivasi selama proses
penyusunan proposal penelitian ini berlangsung. Oleh karena itu pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Apt., Afifah B. Sudjiatmo, MS., ; Dekan Fakultas Farmasi,
Universitas Jenderal Achmad Yani.
2. Ibu Apt., Ririn Puspadewi, S.Si., M.Si.,.; Ketua Program Studi Sarjana
Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Jenderal Achmad Yani dan dosen wali
akademik yang membantu sejak awal perkuliahan.
3. Bapak apt., Akhirul Kahfi Syam, M.Si., dan ibu apt., Julia Ratnawati., M.S ;
tim dosen pembimbing atas segala dukungan, semangat dan masukan selama
penyusunan proposal penelitian ini.
4. Seluruh staff pengajar dan karyawan Fakultas Farmasi Universitas Jenderal
Achmad Yani.
5. Orangtua, yang selalu memberikan semangat, motivasi dan kasih sayang serta
tidak pernah letih untuk mendoakan yang terbaik.
6. Adik, teman – teman dan sahabat-sahabat yang selalu mendukung dan
memberikan semangat dalam penyelesaian studi ini.
7. Rekan-rekan Farmasi UNJANI 2017 yang telah memberi pengalaman,
pembelajaran dan arti kebersamaan.
8. Semua pihak yang telah membantu sehingga skripsi ini dapat selesai dengan
baik.
i
Semoga segala doa, bantuan dan dukungan yang telah diberikan, mendapat
balasan berupa kebaikan yang jauh lebih besar dari Allah SWT. Semoga proposal
penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.

Cimahi, Agustus 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah .............................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................. 3
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................ 3
1.5 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 4
2.1 Tanaman Padi ........................................................................ 4
2.2 Bekatul ................................................................................. 6
2.3 Standardisasi Simplisia ......................................................... 8
2.4 Parameter Spesifik ................................................................ 8
2.5 Parameter Non Spesifik......................................................... 10
2.6 Syarat Baku Simplisia ........................................................... 12
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...................................................... 13
3.1 Alat Penelitian ....................................................................... 13
3.2 Bahan Penelitian ................................................................... 13
3.3 Prosedur Kerja ...................................................................... 13
BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................... 18
BAB V KESIMPULAN ................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 24
LAMPIRAN 1 .............................................................................................. 29
LAMPIRAN 2 ............................................................................................... 30

iii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
II.1 Komposisi Nutrisi Bekatul (edible grade) ....................................... 7
IV.1 Hasil Pengujian Metabolit Sekunder dengan Penapisan Fitokimia .. 17
IV.2 Hasil Pengujian Organoleptik ........................................................... 18
IV.3 Hasil Pengujian Spesifik dan Non Spesifik ...................................... 18

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
I.1 Tanaman Padi ....................................................................................... 4

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. HASIL DETERMINASI ......................................................................... 28
2. BAGAN KERJA PENELITIAN ............................................................. 29
3. HASIL PENELITIAN ............................................................................. 38

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kabupaten Cirebon merupakan bagian dari Propinsi Jawa Barat, terletak dibagian
timur dan merupakan batas dari Profinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah. Kabupaten
Cirebon memiliki 2 bagian dataran yaitu bagian utara dataran rendah sedangkan
barat daya berupa pegunungan. Dalam sektor pertanian Kabupaten Cirebon
menjadi salah satu daerah produsen beras. Sebagian mata pencaharian warga di
Kabupaten Cirebon adalah petani(Ii 2020).

Cirebon juga merupakan salah satu kota yang memiliki industri batu alam cukup
besar di Jawa Barat, banyak pengrajin dan industri batu alam dengan skala
menengah ke bawah hingga kalangan menengah ke atas. Pembangunan industri
batu alam di Kabupaten Cirebon sudah ada dari tahun 2005, semakin tahun,
semakin bertambah hingga sekarang. Terdapat 3 sungai di Kabupaten Cirebon
yang tercemar limbah batu alam yaitu Sungai Jamblang, Sungai Cigambreng dan
Sungai Cipanas. Pencemaran sungai tersebut mencemari saluran irigasi pertanian.
Akibatnya tanah tidak subur, lahan pertanian rusak, penurunan kualitas dan
kuantitas pertanian(Ii 2020).

Padi merupakan tanaman utama yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat
Indonesia. Kebutuhan akan beras semakin lama semakin meningkat namun
kondisi pertanian di Indonesia semakin lama semakin berkurang. Kendala yang
dihadapi petani di Indonesia sangat banyak, salah satunya adalah saluran irigasi
yang tercemar menyebabkan kondisi lahan pertanian semakin kritis(Natalia 2006).

Padi merupakan tanaman yang dijadikan bahan makanan utama warga negara
Indonesia. Tanaman padi dijadikan sebagai sumber energi karena kadar
karbohidratnya paling banyak. Beberapa bagian dari tanaman padi tetap bisa
dimanfaatkan untuk berbagai hal, salah satunya yaitu bekatul. Bekatul adalah
lapisan yang melapisi endosperma. Bubuk bekatul ini umumnya berwarna cokelat

1
muda dan memiliki rasa agak manis. Kandungan nutrisi yang ada pada bekatul
salah satunya yaitu Protein, lemak, karbohidrat, antioksidan (oryzanol,
tokoferol,asam ferulat), vitamin B (B1, B2, B3, dan B6), Vitamin B15, Mineral
kalsium dan magnesium(Susanto 2011).

Kenyataannya keberadaan bekatul masih di anggap sebagai pakan ternak dan


masyarakat lebih memilih mengkonsumsi beras putih dan mengabaikan konsumsi
bekatul yang memiliki banyak manfaat. Oleh karena itu untuk mendapatkan
simplisia yang berkualitas maka diperlukan adanya penentapan parameter
standarisasi simplisia agar dapat memberikan efek teraupetik yang baik.
Standardisasi merupakan serangkaian parameter prosedur dan cara pengukuran
yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait paradigm kefarmasian, yaitu
memenuhi syarat standar (kimia, biologi, dan farmasi), termasuk jaminan (batas-
batas) stabilitas sebagai produk kefarmasian (Dwi, Suter, dan Widarta 2015).

Pada proses pembuatan obat tradisional, simplisia yang digunakan sebagai bahan
baku harus memenuhi persyaratan mutu, seperti parameter spesifik maupun non
spesifik. Salah satu faktor yang mempengaruhi mutu suatu simplisia adalah
tempat tumbuh asal, berarti faktor luar dari tanaman tersebut, yaitu lingkungan
(tanah) dimana tumbuhan berinteraksi berupa energi (cuaca, temperatur, cahaya)
dan materi (air, senyawaorganik dan anorganik) dan akan dilakukan pengambilan
tanaman di tiga kecamatan yang berbeda, berdasarkan perbedaan tanah tempat
tumbuh tanaman tersebut. Standardisasi dilakukan agar dapat diperoleh bahan
baku yang seragam yang akhirnya dapat menjamin efek farmakologi tanaman
tersebut.

Oleh karena itu tujuan dilakukan penelitian ini untuk mendapatkan parameter
spesifik dan non spesifik standardisasi dari simplisia bekatul sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan sehingga dapat diketahui apakah simplisia tersebut
memiliki mutu, aman, dan khasiat untuk tujuan kesehatan(Khorani 2013).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Padi

Gambar I.1 Tanaman Padi


Klasifikasi Tanaman
Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Viridiplantae
Infra kingdom : Streptophyta
Super divisi : Embryophyta
Divisi : Tracheophyta
Sub divisi : Spermatophytina
Kelas : Magnoliopsida
Super ordo : Lilianae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Oryza L.
Spesies : Oryza sativa L (Cronquist., 1981)
Tanaman Padi (Oryza sativa L) merupakan salah satu sejenis tumbuhan yang
mudah ditemukan. Sebagian besar menjadikan tanaman padi sebagai sumber
bahan makanan pokok. Tanaman ini berakar serabut, batang sangat pendek, daun
berbentuk lanset, berwarna hijau muda hingga tua. Padi termasuk tumbuhan jenis
rerumputan yang menjadi salah satu tanaman budidaya terpenting dalam
peradaban. Tanaman padi merupakan tanaman berumur pendek. Biasanya

3
tanaman ini tumbuh kurang dari satu tahun dan produksi satu kali. Setelah
penanaman padi berbuah dan di panen, padi tidak dapat tumbuh seperti semula
lagi(Imansyah dan Andreyuni 2020).

Morfologi tanaman padi (Oryza sativa) ini terbagi menjadi beberapa bagian,
seperti akar, batang, daun, malai, bunga dan buah. Akar tanaman padi berbentuk
serabut, namun akar padi ini terdiri dari 4 bagian, seperti akar radikula
merupakan akar yang tumbuh pada saat benih mulai berkecambah. Pada benih
yang sedang berkecambah timbul calon akar dan batang, selanjutnya setelah 5-6
hari terbentuk akar tunggang, akar serabut akan tumbuh disebut akar serabut
(akaradventif). Memiliki batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruas-ruas itu
berbentuk bulat dengan kosong dibagian tengahnya, pada buku bagian bawah
dari ruas tumbuh daun pelepah yang membalut ruas sampai buku bagian atas.
mempunyai daun yang panjang dengan mempunyai tulang daun dibagian
tengahnya, pada bagian daun ditumbuhi bulu-bulu halus. Warna daun padi
berwarna hijau jika masih muda, dan jika sudah tua berwarna kuning. Daun padi
terbagi 3 bagian, yang pertama helaian padi, pelepah daun dan lidah daun. Bunga
padi berwarna putih, biasanya mulai mekar sekitar jam 9-10 pagi dan menutup
pada jam 3-4 sore. bunga padi tebagi menjadi beberapa bagian seperti kepala
sari, tangkai sari, palea (belahan yang besar), lemma (belahan yang kecil), kepala
putik, dan tangkai bunga. kumpulan bunga padi disebut malai padi. Buah padi
atau kita sering menyebutnya gabah, buah padi muda berwarna hijau jika sudah
matang buah padi akan berwarna kuning. Buah padi mempunyai lapisan pertama
yang disebut sekam, lapisan kedua disebut dedak dan lapisan ketiga disebut
bekatul. Bentuk buah padi lonjong dengan diujung buah runcing(Makarim dan
Suhartatik 2009).

Bagian tanaman padi yang dimanfaatkan yaitu buah(biji) sering disebut beras,
dimanfaatkan oleh menusia sebagai sumber utama makanan. Beras mengandung
karbohidrat yang tinggi sehingga dapat memenuhi kebutuhan energi bagi tubuh.
Bekatul biasanya dimanfaatkan sebagai makanan ungags. Bekatul mengandung
beragam nutrisi salah satunya beragam jenis vitamin B. Sekam dimanfaatkan

4
sebagai abu gosok, bahan bakar untuk menyalakan api, sebagai media tanaman
dan sebagai baku kertas. Tankai padi atau jerami untuk bahan baku: kertas, tikar,
topi dan kerajinan lainnya. Jerami dimanfaatkan sebagai makanan ternak dan
media tanam jamur(Dwi et al. 2015).

2.2 Bekatul
Bekatul adalah hasil samping dari pengolahan padi yang umumnya digunakan
untuk makanan ternak. Penggilingan padi menghasilkan rendemen berupa sekam
20%, bekatul 8%, lembaga 2% dan beras sosoh 70%. Pada umumnya bekatul
dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan jarang digunakan sebagai produk
makanan, padahal nilai gizi dan potensinya layak untuk digunakan sebagai
pangan fungsional(Tuarita dan Sadek 2017).

Bekatul merupakan hasil samping proses penggilingan padi yang selama ini
hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak, namun sebenarnya diketahui
mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi pangan fungsional yang
diharapkan mampu menurunkan faktor-faktor resiko terjadinya Diabetes Mellitus
(DM). Kandungan gizi dan karakteristik fungsional yang dimiliki dedak dan
bekatul beras merupakan potensi pemanfaatan keduanya sebagai pangan
fungsional dan food ingredient. Selain itu penelitian-penelitian yang mengarah
pada pemanfaatan bekatul menguntungkan kesehatan juga sudah banyak
dipublikasikan antara lain bekatul berfungsi sebagai antihiperkolesterol,
antidiabetes, antikanker dan antioksidan(Luthfianto, Noviyanti, dan Kurniawati
2017).

Manfaat bekatul bagi kesehatan tidak hanya disesbabkan oleh kandungan vitamin
B nya saja, tetapi juga karena kandungan zat gizi lainnya. Dari segi zat gizi,
bekatul mengandung asam amino lisin yang lebih tinggi dibandingkan beras.
Protein bekatul memang nilai gizinya lebih rendah dibandingkan telur dan
protein hewani, tetapi lebih tinggi dari kedelai, biji kapas, jagung dan terigu.
Bekatul juga merupakan sumber asam lemak tak jenuh esensial dan bermacam-
macam vitamin (B1, B2, B3, B5, B6 dan tokoferol), pangamic acid (Vit. B15),

5
serat pangan, serta mineral. Natrium, Kalium, dan Khlor yang terkandung dalam
bekatul mudah diserap dan dikeluarkan. Bekatul juga kaya akan serat pangan
(dietary fiber)(Damayanthi dan Listyorini 2007).

Disamping zat gizi, bekatul juga mengandung komponen bioaktif pangan atau
pangan fungsional. Komponen bioaktif tersebut adalah antioksidan tokoferol
(vitamin E), tokotrienol, oryzanol dan pangamic acid (vit. B15). Senyawa
tersebut merupakan bagian dari lemak bekatul dan merupakan senyawa yang
berharga untuk menjaga kesehatan manusia, antara lain sebagai zat yang dapat
menurunkan kadar kolestero darah, mencegah terjadinya kanker dan
memperlancar sekresi hormonal(Tuarita dan Sadek 2017).

Tabel II.1: Komposisi Nutrisi Bekatul (edible grade)


Nutrien Kandungan Nutrien Kandungan
(per 100 g) (per 100 g)
Analisis Proksimat Vitamin
Protein 16,5 g Biotin 5,5 mg
Lemak 21,3 g Kolin 226 mg
Mineral 8,3 g Asam folat 83 µg
Total karbohidrat 49,4 g Inositol 982 mg
Kompleks
Serat kasar 11,4 g Mineral
Serat pangan 25,3 g Besi (Fe) 11,0 mg
Serat larut air 2,1 g Seng (Zn) 6,4 mg
Pati 24,1 g Mangan (Mg) 28,6 mg
Gula sederhana 5,0 g Tembaga (Cu) 0,6 mg
Vitamin Iodin 67 mg
Tiamin (B1) 3,0 mg Kalsium (Ca) 80 mg
Riboflavin(B2) 0,4 mg Fosfor (P) 2,1 g
Niasin(B3) 43 mg Kalium (K) 1,9 g
Asam pantotenat(B5) 7 mg Natrium (Na) 20,3 g
Piridoksin(B6) 0,49 mg Magnesium (Mg) 0,9 g

2.3 Standardisasi Simplisia


Standardisasi adalah rangkaian proses yang melibatkan berbagai metode
analisis kimiawi berdasarkan data farmakologis, melibatkan analisis fisik dan
mikrobiologi berdasarkan kriteria umum keamanan (toksikologi) terhadap
suatu ekstrak alam. Standardisasi secara normatif ditujukan untuk memberikan

6
efikasi yang terukur secara farmakologis dan menjamin keamanan konsumen.
Standardisasi obat herbal meliputi dua aspek :

a. Aspek parameter spesifik: berfokus pada senyawa atau golongan senyawa


yang bertanggung jawab terhadap aktivitas farmakologis. Analisis kimia
yang dilibatkan ditujukan untuk analisa kualitatif dan kuantitatif terhadap
senyawa aktif.
b. Aspek parameter non spesifik: berfokus pada aspek kimia, mikrobiologi
dan fisis yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas
missal kadar logam berat, aflatoksin, kadar air dan lain-lain(Khorani
2013)
Standarisasi simplisia meliputi: kadar air, penetapan kadar abu, kadar abu larut
air, kadar abu tidak larut asam, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol.
metode penetapan tersebut dilakukan sesuai prosedur yang telah ditetapkan
Materia Medika Indonesia(Mutiatikum, Alegantina, dan Astuti 2010).
2.4 Parameter Spesifik
A. Uji Fitokimia
Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu penelitian
fitokimia yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang golongan
senyawa yang terkandung dalam tanaman yang sedanf diteliti. Metode skrining
fitokimia dilakukan dengan melihat reaksi pengujian warna dengan
menggunakan suatu pereaksi warna. Hal ini berperan penting dalam skrining
fitokimia adalah pemilihan pelarut dan metode ekstraksi. (Maiti dan Bidinger
1981).

Skrining fitokimia merupakan analisis kualitatif terhadap senyawa-senyawa


metabolit sekunder. Suatu ekstrak dari bahan alam terdiri atas senyawa metabolit
sekunder. Suatu ekstrak dari bahan alam terdiri atas berbagai macam metabolit
sekunder yang berperan dalam aktivitas biologinya. Senyawa-senyawa tersebut
dapat diidentifikasikan dengan pereaksi-pereaksi yang mampu memberikan ciri
khas dari setiap golongan dari metabolit sekunder(Bsn 2009).

7
Penapisan kimia adalah pemeriksaan kandungan kimia secara kualitatif untuk
mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder yang memiliki khasiat bagi
kesehatan seperti alkaloid, flavonoid, terpenoid, tannin dan saponin. Pendekatan
fitokimia meliputi analisis kualitatif kandungan kimia tumbuhan atau bagian
tumbuhan (akar, batang, daun, bunga, buah dan biji), terutama kandungan
metabolit sekunder yang bioaktif yaitu alkaloida, antrakuinon, flavonoida,
glikosida jantung, saponin (steroid dan hiterprnoid), tannin (polifenolat), minyak
atsiri (terpenoid), iridoid, dan sebagainya. Dengan tujuan pendekatan skrining
fitokimia adalah untuk mensurvei tumbuhan untuk mendapatkan kandungan
bioaktif atau kandungan yang berguna untuk pengobatan(Kemenkes RI 2017).

B. Pemeriksaan Makroskopis
Pemeriksaan yang dilakukan dengan menggunakan mata telanjang atau dengan
bantuan kaca pembesar terhadap berbagai organ tanaman yang digunakan untuk
simplisia. Bertujuan untuk mengetahui morfologi, ukuran, dan warna
simplisia(Sumbayak dan Diana 2019).

C. Pemeriksaan Organoleptik
Parameter organoleptic digunakan untuk mendeskripsikan bentuk, warna bau,
rasa menggunakan panca indera dengan tujuan pengenalan awal sederhana dan
seobyektif mungkin(Utami et al. 2017).

D. Pemeriksaan kadar sari larut air dan etanol


Penetapan kadar sari adalah metode kuantitatif untuk jumlah kandungan senyawa
dalam simplisia yang dapat tersari dalam pelarut tertentu. Penetapan kadar sari
dilakukan dengan dua cara yaitu kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol.
Kedua cara ini didasarkan pada kelarutan senyawa yang terkandung dalam
simplisia. Kadar sari larut air digunakan untuk menentukan kemampuan dari
bahan baku obat atau simplisia tersebut apakah tersari dalam pelarut air. Kadar
sari larut etanol digunakan untuk mengetahui apakah bahan baku obat atau
simplisia mampu larut dalam pelarut organik(Fajriah dan Megawati 2015).

8
E. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi Lapis Tipis adalah metode kromatografi yang fase diamnya
berbentuk lapisan dan fase gerak berupa cairan tunggal ataupun campuran. Pola
kromatogram dilakukan sebagai analisis kromatografi sehingga memberikan pola
kromatogram yang khas. Bertujuan untuk memberikan gambaran awal komposisi
kandungan kimia berdasarkan pola kromatogram (KLT, KCKT). Kemudian
dibandingkan dengan data baku yang ditetapkan terlebih dahulu(Sari dan Laoli
2018).

2.5 Parameter Non Spesifik


A. Kadar Air
Kandungan air yang berlebihan pada bahan / sediaan obat tradisional akan
mempercepat pertumbuhan mikroba dan juga dapat mempermudah terjadinya
hidrolisa terhadap kandungan kimianya sehingga dapat mengakibatkan
penurunan mutu dari obat tradisional. Oleh karena itu batas kandungan air pada
suatu simplisia sebaiknya dicantumkan dalam suatu uraian yang menyangkut
persyaratan dari suatu simplisia(Vernanda, Puspitasari, dan Satya 2019).

Tujuan dari penetapan kadar air adalah utuk mengetahui batasan maksimal atau
rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan. Hal ini terkait dengan
kemurnian dan adanya kontaminan dalam simplisia tersebut. Dengan demikian,
penghilangan kadar air hingga jumlah tertentu berguna untuk memperpanjang
daya tahan bahan selama penyimpanan. Simplisia dinilai cukup aman bila
mempunyai kadar air kurang dari 10%(Utami et al. 2017).

B. Penetapan Susut Pengeringan


Susut pngeringan adalah kadar bagian yang menguap suatu zat kecuali
dinyatakan lain, suhu peetapan adalah 105oC, keringkan pada suhu penetapan
hingga bobot tetap. Jika suhu lebur zat lebih rendah dari suhu penetapan,
pengeringan dilakukan pada suhu antara 5oC dan 10oC dibawah suhu leburnya
selama 1 jam sampai 2 jam, kemudian pada suhu penetapan selama waktu yang
ditentukan atau hingga bobot tetap(Handayani, Wirasutisna, dan Insanu 2017)

9
Susut pengeringan = (bobot awal – bobot akhir) / bobot awal x 100%. Untuk
simplisia yang tidak mengandung minyak atsiridan sisa pelarut organik menguap,
susut pengeringan diidentikkan dengan kadar air, yaitu kandungan air karena
simplisia berada di atmoster dan ligkungan terbuka sehingga dipengaruhi oleh
kelembaban lingkungan penyimpanan(Mutiatikum et al. 2010).

C. Kadar Abu
Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur dimana senyawa
organik dan turunanya terdestruksi dan menguap. Sehingga tingga unsur mineral
dan anorganik, yang memberikan gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Parameter
kadar abu ini terkait dengan kemurnian dan kontaminasi suatu ekstrak. Penetapan
kadar abu merupakan cara untuk mengetahui sisa yang tidak menguap dari suatu
simplisia pada pembakaran. Pada penetapan kadar abu total, abu dapat berasal
dari bagian jaringan tanaman sendiri atau dari pengotoran lain misalnya pasir
atau tanah(Curcumae dan Riset 2020)
a. Penetapan Kadar Abu yang tidak larut asam
Ditujukan untuk mengetahui jumlah pengotoran yang berasal dari pasir atau
tanah silikat.
b. Penetapan Kadar Abu yang larut dalam air
Pengujian ini dimaksutkan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat
tersari dengan air dari suatu simplisia.
c. Penetapan Kadar Abu yang larut dalam etanol
Pengujian ini dimaksutkan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat
tersari dengan etanol dari suatu simplisia(Simplisia dan Centella 2015).

D. Uji Cemaran Logam


Parameter cemaran logam berat adalah penetuan kandungan logam berat dalam
suatu ekstrak, sehingga dapat memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak
mengandung logam berat tertentu (Hg, Pb, Cd, dll) melebihi batas yang telah

10
ditetapkan karena berbahaya bagi kesehatan(Amelia, Rachmadiarti, dan Yuliani
2015).

E. Uji Cemaran Mikroba


a. Uji Aflatoksin
Uji ini bertujuan untuk mengetahui cemaran aflatoksin yang dihasilkan oleh
jamur Aspergillus flavus.
b. Uji Angka Lempeng Total
Untuk mengetahui jumlah mikroba/bakteri dalam sample. Batasan angka
lempengan total yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan yaitu 10oC
FU/gram.
c. Uji Angka Kapang
Untuk mengetahui adanya cemaran kapang, batasan angka lempeng total
yang ditetapkan oleh Kemenkes yaitu 104 CFU/gram(Indrasuari, A.A.A..,
Wijayanti, N.P.A.D, dan Dewantara 2011).

2.6 Syarat Baku Simplisia


a. Kadar air: tidak lebih dari 10%
b. Angka lempeng total: tidak lebih dari 10
c. Angka kapang dan khamir: tidak lebih dari 10
d. Mikroba patogen: Negatif
e. Aflatoksin: tidak lebih dari 30 bagian per juta(Pranowo et al. 2015)

11
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat Penelitian


Alat-alat yang digunakan yaitu maserator, timbangan analitik, oven, desikator,
krus silikat, cawan penguap, tabung reaksi, pisau, blender, erlenmeyer, pipet ukur,
kertas saring bebas abu, cover glass, objek gelas, gelas ukur, beaker gelas, corong,
batang pengaduk, labu ukur, krus porselin, sikat tabung, penjepit tabung, pipet
tetes, rak tabung, spatel, kertas label, kertas perkamen, hotplat, lampu spiritus,
tanur, Bejana kromatografi dan Plat KLT

3.2 Bahan Penelitian


Bahan-bahan yang digunakan yaitu bekatul tanaman padi, air, Asam klorida,
Ammonia, HgCl2, Kalium Iodida, bismuth subnitrat, Asam Sulfat, Etanol,
Larutan Besi (III) klorida, Eter, Magnesium, amil alkohol, Natrium hidroksida,
Gelatin, NaCl, HNO3, HCIO4, Kloral hidrat, dan Kloroform.

3.3 Prosedur Kerja


3.3.1 Parameter Spesifik
A. Uji Fitokimia
a. Identifikasi Alkaloid
Ditimbang 0,5 g simplisia tambahkan 5 mL asam klorida 10%,
dikocok lalu ditambahkan 5 mL larutan ammonia 10%. Diekstraksi
dengan 10 mL kloroform dan diuapkan. Residu sisa penguapan
ditambah 1,5 mL asam klorida 2%, dibagi menjadi 2 tabung. Tabung
pertama ditambah 3 tetes pereaksi Mayer, terbentuknya endapan putih
kekuningan menunjukkan adanya alkaloid. Tabung kedua ditambah 3
tetes pereaksi Dragendorff, terbentuknya endapan merah bata
menunjukkan adanya alkaloid.

12
b. Identifikasi Steroid
Ditimbang 0,5 g simplisia diekstraksi dengan 10 mL eter. Sebanyak
0,5 mL larutan diuji dengan peraksi Lieberman Burchard,
Terbentuknya warna biru atau hijau menunjukkan adanya steroid.
c. Identifikasi Triterpenoid
Ditimbang 0,5 g simplisia diekstraksi dengan 10 mL eter. Sebanyak
0,5 mL larutan diuji dengan peraksi Lieberman Burchard,
Terbentuknya warna ungu menunjukkan adanya triterpenoid.
d. Identifikasi Flavonoid
Ditimbang 0,5 g simplisia dilaurtkan dalam 2,5 mL air dan diletakkan
diatas penangas air, lalu dimasukkan kedalam tabung dan ditambahkan
100 mg serbuk magnesium lalu tambakhkan 1 mL asam klorida pekat
dan 3 mL amil alkohol, dikocok kuat biarkan memisah, warna merah,
kuning, jingga pada lapisan amil alcohol menunjukkan adanya
flavonoid
e. Identifikasi Saponin
Ditimbang 0,5 g simplisia dilaurtkan dalam 2,5 mL air dan diletakkan
diatas penangas air, lalu dimasukkan kedalam tabung dikocok vertical
selama 10 detik, makaakan terbentuk busa stabil, dibiarkan selama 10
menit, tambahkan 1 tetes asam klorida 1%, jika busa tidak hilang maka
menunjukkan adanya saponin
f. Identifikasi Kuinon
Ditimbang 0,5 g simplisia dilarutkan dalam 2,5 mL air dan diletakkan
diatas penangas air, lalu dimasukkan kedalam tabung tambahkan
beberapa tetes natrium hidroksida1N, adanya filtrat warna merah
menunjukkan adanya kuinon
g. Identifikasi Polifenol
Ditimbang 0,5 g simplisia dilaurtkan dalam 2,5 mL air dan diletakkan
diatas penangas air, lalu dimasukkan kedalam tabung tambahkan
beberapa tetes larutan besi (III) klorida 1%, terbentuknya filtrat warna
biru tua atau hijau kehitaman menunjukkan adanya polifenol.

13
h. Identifikasi Tanin
Ditimbang 1 g simplisia ditambah NaCl 10% sebanyak 5 tetes lalu
disaring kemudian ditambah 1% gelatin dan 10 % NaCl, terbentuk
endapan putih menunjukkan adanya kandungan tanin pada simplisia.

B. Pemeriksaan Makroskopis
Tujuan uji makroskopik untuk menentukan ciri khas simplisia dengan
pengamatan secara langsung berdasarkan bentuk simplisia serta ciri-ciri
bekatul pada tanaman padi.

C. Pemeriksaan Organoleptis
Penetapan organoleptik dilakukan dengan mengamati bentuk fisik dari
simplisia bekatul tanaman padi yang bertujuan sebagai pengenalan awal
menggunakan panca indra dengan mendeskripsikan bentuk, warna, bau,
dan rasa.

D. Pemeriksaan Kadar Sari


a. Penetapan Kadar Sari Larut Air
Dilakukan maserasi pada 5 g serbuk simplisia dengan 100 mL
kloroform P (2,5 mL kloroform dalam 1000 mL aquadest) selama 24
jam menggunakan labu bersumbat sambil sekali-kali dikocok selama 6
jam pertama, kemudian didiamkan selama 18 jam. Di saring cepat, 20
mL filtrat diuapkan dalam cawan dangkal berdasar rata (yang telah
ditara) di atas penangas air hingga kering, sisa dipanaskan pada suhu
105ºC hingga bobot tetap. Kadar dihitung dalam persen terhadap
bahan yang telah dikeringkan.

b. Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol


Dilakukan maserasi pada 5 g serbuk simplisia dengan 100 mL etanol
95% selama 24 jam menggunakan labu bersumbat sambil sesekali
dikocok selama 6 jam pertama, kemudian di diamkan selama 18 jam.

14
Disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol, 20 mL filtrate di
uapkan dalam cawan berdasar rata (yang telah ditara) di atas penangas
air hingga kering, di panaskan sisa pada suhu 105ºC hingga bobot
tetap. Kadar dalam persen dihitung terhadap bahan yang telah
dikeringkan.

E. Kromatografi Lapis Tipis


Simplisia ditimbang 2 gr dan ekstraksi menggunakan cara panas
selama 30 menit dengan pelarut metanol 50 mL. Filtrat disaring
menggunakan kertas saring kemudian segera diuapkan diatas tangas air
sampai menjadi ekstrak kental. Plat KLT yang berukuran 3 cm x 7 cm
diberi tanda batas pengembangan bawah 1 cm dan batas
pengembangan atas 0,5 cm. Ekstrak ditotolkan pada plat KLT
menggunakan pipa kapiler tepat pada batas pengembangan bawah.
Bejana kromatografi disiapkan dan uap pelarut dibiarkan jenuh selama
minimal 30 menit. Plat KLT yang sudah siap, dimasukan kedalam
bejana kromatografi yang telah jenuh dengan uap pelarut, proses elusi
selesai jika fase gerak sudah mencapai batas pengembangan atas. Plat
KLT dikeringkan kemudian dilakukan pengamatan menggunakan
lampu UV 254 nm dan 365 nm. Kromatogram yang dihasilkan
kemudian didokumentasikan.

3.3.2 Parameter Non Spesifik


A. Penetapan Kadar Air
Pada metode penentuan kadar air ini menggunakan metode gravimetrik,
dengan prinsip penguapan air yang terdapat pada sampel dengan suhu
105ºC. Panaskan krus porselen selama 30 menit kemudian dinginkan pada
desikator dan di timbang, selanjutnya timbang sampel sebanyak 1 g lalu
masukkan kedalam krus porselen. Di keringkan selama 5 jam dengan suhu
105ºC lalu ditimbang kembali. Proses pengeringan dilanjutkan dan
ditimbang kembali pada jarak 1 jam sampai didapatkan perbedaan antara 2
penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25 %.

15
B. Penetapan Susut Pengeringan
Sejumlah 1 g simplisia ditimbang dengan seksama dalam botol penimbang
bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan dengan suhu 105ºC selama 30
menit dan dinginkan pada desikator. Sebelum ditimbang simplisia
diratakan dalam botol penimbang dengan menggoyangkan botol
penimbang hingga rata. Kemudian dimasukkan kedalam oven, buka tutup
botol penimbang dan biarkan tutup botol penimbang didalam oven.
Panaskan dengan suhu 105ºC selama 1 jam, kemudian timbang dan ulangi
pemanasan sampai beratnya konstan.

C. Penetapan Kadar Abu Total


Ditimbang serbuk simplisia sebanyak 3 g kemudian masukkan kedalam
krus porselen yang telah dipijarkan dan di timbang, Krus di pijarkan
perlahan-lahan hingga arang habis, pijaran dilakukan pada suhu 600oC,
selama 3 jam lalu di dinginkan dan ditimbang hingga diperoleh bobot
tetap.

D. Penetapan Kadar Abu tidak Larut Asam


Abu yang didapatkan dari uji penetapan kadar abu total didihkan dengan
25 mL asam sulfat selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut
dalam asam, saring menggunakan kertas saring bebas abu, cuci dengan air
panas, kemudian pijarkan sampai didapatkan bobot konstan. Hitung kadar
abu yang tidak larut dengan asam dihitung terhadap bahan yang telah
dikeringkan.

E. Penetapan Kadar Abu Larut Air


Didihkan abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dengan 25
mL air selama 5 menit, saring melalui kertas saring bebas abu, kemudian
cuci residu dengan air panas. Pijarkan residu pada kompor selama 15
menit, kemudian pijarkan pada suhu lebih kurang 450oC hingga bobot

16
tetap. Hitung kadar abu yang larut dalam air(Ardi Wijanarko, Santi
Perawati 2020)

17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Standarisasi merupakan proses penjaminan produk akhir agar mempunyai


nilai parameter tertentu yang konstan dan ditetapkan terlebih dahulu. Untuk
menjamin mutu dari simplisia tanaman obat perlu dilakukan penetapan standar
mutu spesifik dan non spesifik agar nantinya simplisia terstandar dapat digunakan
sebagai obat yang mengandung kadar senyawa aktif yang konstan dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium Jatinangor, Laboratorium
Taksonomi Tumbuhan, Jurusan Biologi FMIPA UNPAD. Hasil determinasi
menunjukkan bahwa sampel yang digunakan adalah tanaman padi (Oryza sativa
L) family poaceae. Hasil determinasi dapat dilihat di lampiran 1.
Standarisasi simplisia mengacu pada parameter-paremeter yang ditetapkan
atau dipersyaratan oleh Materia Medika. Hasil pemeriksaan parameter uji
standardisasi simplisia dapat diketahui pada tabel dibawah ini :
Tabel IV. 1 : Hasil Pengujian Metabolit Sekunder dengan Penapisan Fitokimia
No Metabolit Sekunder C1 C2 C3
1 Alkaloid + + +
2 Flavanoid - - -
3 Tanin + + +
4 Polifenol - - -
5 Saponin - - -
6 Monoterpen & + + +
7 Seskuiterpen + + +
8 Triterpenoid + + +
9 Steroid - - -
10 Kuinon + + +
Keterangan : (+) terdeteksi
(-) tidak terdeteksi
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bekatul padi dari ketiga sampel
yang berbeda mengandung alkaloid, tanin, monoterpen & seskuiterpen,
triterpenoid dan kuinon. Dengan ini, dapat disimpulkan bahwa metabolit sekunder
yang terkandung dari ketiga sampel C1, C2, C3 tersebut tidak ada perbedaan dan
tidak dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

18
Tabel IV.2 : Hasil Pengujian Organoleptik
No Parameter Deskripsi Hasil
Pemeriksaan C1 C2 C3
1 Aroma Khas Khas Khas
2 Warna Coklat muda Coklat sedikit Coklat
tua
3 Rasa Manis Manis Manis
4 Bentuk Serbuk kasar Serbuk kasar Serbuk kasar
Pemeriksaan organoleptik dilakukan bertujuan sebagai memberikan
pengenalan awal simplisia secara objektif berupa aroma, warna, rasa dan bentuk.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa yang membedakan dari ketiga
sampel yaitu pada warna bekatul padi.
Tabel IV.3 : Hasil Pengujian Spesifik dan Non Spesifik
No Jenis Pemeriksaan Hasil rata-rata (%) Persyaratan
C1 C2 C3 MMI
1 Kadar air 9,33±3,05 10±2 7,33±4,16 ≤ 10,00
2 Kadar minyak atsiri 0,67±0.28 1±0,5 0,67±0,28
3 Kadar abu 6,85±0,68 9,46±0,57 8,24±1,23
4 Kadar abu larut air 4,33±0,40 3,81±0,21 4,47±0,28
5 Kadar abu tidak larut 1,64±0,30 1,30±0,34 1,03±0,33
asam
6 Susut pengeringan 0,20±0,08 0,45±0,48 0,14±0,03 ≤ 10,00
7 Kadar sari larut air 17,07±1,11 23,66±0,90 17.06±1,85
8 Kadar sari larut 5,56±0,69 5,50±1,86 6,38±1,42
etanol
9 Kadar tanin 0,40±0,01 0,45±0,13 0,51±0,02

Tujuan dilakukan pengujian kadar air yaitu untuk menetapkan residu air
setelah proses pengentalan atau pengeringan. Berdasarkan tabel diatas dapat
diketahui bahwa kadar air dari bekatul padi didapatkan hasil yang diperoleh dari
sampel C1, C2 dan C3 berturut-turut yaitu 9,33±3,05% ; 10±2% dan 7,33±4,16%.
Dari hasil tersebut pada sampel C2 melebihi batas persyaratan lebih dari 10%
yang telah ditentukan dikarenakan pengeringan bekatul padi kurang sempurna
ataupun diakibatkan oleh kelembaban lingkungan sekitar saat penyimpanan.
Dengan tingginya kadar air yang tinggi kemungkinan mikroba dan jamur akan
tumbuh. Cara yang dapat dilakukan untuk menekan jumlah mikroba ataupun
jamur yang tumbuh adalah dengan mengeringkan simplisia hingga kadar air yang
dipersyaratkan yakni 10%. Selain itu setelah dibuat dalam bentuk serbuk,

19
simplisia disimpan di wadah yang tertutup, pada suhu kamar, ditempat kering dan
terlindungi dari sinar matahari,
Dari hasil percobaan, kadar minyak atsiri yang diperoleh dari 3 sampel
yang berbeda berturut-turut 0.67±0.28 ; 1±0,5 ; 0,67±0,28. Kadar minyak atsiri
hasil percobaan tidak memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Karena
bekatul padi tidak memiliki minyak atsiri.
Parameter penetapan kadar abu total secara umum bertujuan untuk
memberikan gambaran jumlah total material yang tersisa setelah pemijaran, yang
terdiri atas abu fisiologis yang berasal dari jaringan tanaman itu sendiri, dan abu
non fisiologis yang merupakan residu dari senyawa ekstraneous (seperti pasir dan
tanah) yang menempel pada permukaan tanaman.. Hasil penetapan kadar abu total
berturut-turut adalah 6,85±0,68% ; 9,46±0,57% ; 8,24±1,23% dan ini
menunjukkan sisa anorganik yang terdapat pada simplisia tersebut. Tingginya
kadar abu total menunjukkan adanya kandungan mineral internal. Semakin tinggi
kadar abu yang diperoleh maka kandungan mineral didalam bahan juga semakin
tinggi.
Hasil dari kadar abu tidak larut asam menggambarkan besarnya
kontaminasi dari pengotor seperti pasir dan tanah yang mungkin terjadi pada saat
proses awal hingga penetapan kadar abu tidak larut asam. Adanya kandungan abu
tidak larut asam tinggi mungkin menunjukkan adanya kontamisi pasir atau
kotoran yang lain selama proses penyiapan simplisia. Dari hasil kadar abu tidak
larut asam diperoleh hasil dari 3 sampel yaitu 1,64±0,30; 1,30±0,34 dan
1,03±0,33. C1 paling dekat dengan tempat batu bata. Keamanan dari C1 harus
diperhatikan. Kemungkinan bekatul pada sampel C1 terdapat kontaminasi bahan-
bahan yang mengandung silica seperti tanah dan pasir. Tingginya kadar abu tidak
larut dalam asam menunjukkan adanya kandungan silikat yang berasal dari tanah
atau pasir, unsur logam perak, timbal dan merkuri. Kadar abu larut air
menunjukkan adanya kandungan mineral internal yang berupa kandungan alami
yang terdapat pada simplisia. Hasil kadar abu larut air berturut-turut adalah
4,33±0,40; 3,81±0,21 dan 4,47±0,28. Dari hasil kadar abu tidak larut asam dan
kadar abu larut air menunjukkan bahwa kandungan mineral internal yang

20
diinginkan lebih besar daripada kandungan eksternal yang tidak diinginkan yang
biasanya berupa senyawa-senyawa pengotor dan logam.
Penetapan susut pengeringan pada simplisia merupakan salah satu
persyaratan yang harus dipenuhi dalam standardisasi tumbuhan yang berkhasiat
obat dengan tujuan dapat memberikan batas maksimal (rentang) tentang besarnya
senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Pada uji susut pengeringan ini
dilakukan pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada suhu 105oC. Air akan
menguap dan senyawa-senyawa yang mempunyai titik didih yang lebih rendah
dari air akan ikut menguap juga. Kandungan yang hilang antara lain air, minyak
atsiri dan senyawa-senyawa kandungan yang lain yang mudah menguap.
Didapatkan hasil sampel C1, C2 dan C3 yaitu 0,20±0,08; 0,45±0,48 dan
0,14±0,03. Massa yang dapat hilang karena pema2nasan ini meliputi molekul air,
minyak atsiri dan pelarut etanol.
Kadar sari larut air dan etanol merupakan indikator kadar senyawa aktif
yang dapat tersari, baik oleh pelarut air maupun etanol. Kadar senyawa aktif
dalam suatu simplisia dipengaruhi oleh umur tanaman, waktu panen, iklim dan
tempat tumbuh. Pada penetapan kadar sari yang larut dalam air ini bertujuan untuk
memberikan gambaran awal kandungan bahan-bahan kimia yang terdapat dalam
simplisia yang larut dalam air. Semakin banyak jumlah kandungan kimia yang
terdapat dalam air maka jumlah komponen-komponen kimia yang memiliki
aktivitas juga semakin banyak. Dari hasil penelitian diperoleh kadar sari yang
larut air pada sampel C1, C2 dan C3 berturut-turut 17,07±1,11; 23,66±0,90 dan
17,06±1,85. Kadar sari larut etanol menunjukkan kandungan senyawa simplisia
yang berada di dalam simplisia ataupun ekstrak yang diduga berperan dalam
menentukan efek tertentu tergantung senyawa yang di kandungnya. Hasil
penelitian kadar sari larut etanol berturut-turut pada sampel C1, C2, C3 adalah
5,56±0,69; 5,50±1,86 dan 6,38±1,42. Kadar sari larut air memiliki nilai lebih
tinggi dibandingkan dengan kadar sari larut etanol. Hal ini dimungkinkan
kandungan senyawa metabolit sekunder paling banyak adalah bersifat polar yang
terdapat pada sampel C1, C2 dan C3 dibandingkan senyawa metabolit sekunder
bersifat semi polar, sehingga senyawa-senyawa tersebut akan mudah larut dalam
air dibandingkan dalam etanol 96%.

21
Selanjutnya penatapan kadar tanin dilakukan dengan metode titrasi
permanganometri, metode ini berdasarkan proses oksidasi-reduksi atau redoks.
Pada penelitian ini digunakan sebagai standar zat pengoksidasi adalah KMnO4.
Karena termasuk oksidator kuat, umum digunakan, mudah diperoleh dan tidak
mahal. Dan sebagai larutan baku primer adalah asam oksalat. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan, maka didapatkan hasil pada sampel C1, C2 dan
C3 adalah 0,40±0,01; 0,45±0,13 dan 0,51±0,02.

22
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penetapan non spesifik dan spesifik simplisia didapatkan
hasil penelitian menunjukkan bahwa bekatul padi pada skrining fitokimia
menunjukkan hasil positif pada pengamatan alkaloid, tanin, monoterpen,
seskuiterpen, triterpenoid, steroid dan kuinon. Hasil standardisasi mutu simplisia
bekatul padi didapatkan nilai standarisasi berupa kadar air 8,88±1,38; susut
pengeringan 0,26±0,16; kadar abu total 8,18±1,30; kadar abu larut air 4,20±0,34;
kadar abu tidak larut asam 1,32±0,30; kadar sari larut air 19,26±3,80 dan kadar
sari larut etanol 5,81±0,49

5.2 Saran
Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan pengeringan bekatul
padi lebih lama agar mendapatka kadar air yang dipersyaratkan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Amelia, Rizka Ayu, Fida Rachmadiarti, dan Yuliani. 2015. “Analisis Kadar
Logam Berat Pb dan Pertumbuhan Tanaman Padi di Area Persawahan Dusun
Betas , Desa Kapulungan , Gempol-Pasuruan.” LenteraBio 4(3):187–91.
Ardi Wijanarko, Santi Perawati, Lili Andriani. 2020. “Standardisasi simplisia
daun ciplukan.” Jurnal Farmasetis 9(1):31–40.
Bsn. 2009. “Buku Pengantar Standardisasi ini merupakan materi awal tentang
pendidikan standardisasi, yang terus disempurnakan oleh suatu tim dari BSN
dan beberapa Perguruan Tinggi.”
Curcumae, Kunyit dan Balai Riset. 2020. “Analisa kadar air dan kadar abu pada
simplisia temu giring (.”
Damayanthi, Evy dan Dwi Inne Listyorini. 2007. “Pemanfaatan Tepung Bekatul
Rendah Lemak Pada Pembuatan Kripik Simulasi.” Jurnal Gizi dan Pangan
1(2):34.
Dwi, Ni Made Ayuk Puspita, I. Ketut Suter, dan I. Wayan Rai Widarta. 2015.
“STABILISASI BEKATUL DALAM UPAYA PEMANFAATANNYA
SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL Ni Made Ayuk Puspita Dewi.” 10.
Fajriah, Sofa dan Megawati Megawati. 2015. “PENAPISAN FITOKIMIA DAN
UJI TOKSISITAS DARI DAUN Myristica fatua HOUTT.” Chimica et
Natura Acta 3(3):116–19.
Handayani, Selpida, Komar Ruslan Wirasutisna, dan Muhamad Insanu. 2017.
“Penapisan Fitokimia dan Karakterisasi Simplisia Daun Jambu Mawar
(Syzygium jambos Alston).” Jf Fik Uinam 5(3):174–79.
Ii, B. A. B. 2020. “Bab ii profil kabupaten jembrana 2.1.” 8:1–17.
Imansyah, Angga Adriana dan Frilynthia Dwi Ayu Andreyuni. 2020. “Identifikasi
Morfologi Benih Padi Sawah Varietas Pandanwangi Di Lima Lokas
Kecamatan.” Pro-STek 2(1):33–48.
Indrasuari, A.A.A.., Wijayanti, N.P.A.D, dan Dewantara, IG. N. .. 2011.
“Standarisasi Simplisia Kulit Buah Manggis (.” Farmasi 1–3.
Kemenkes RI. 2017. “Farmakope Herbal Indonesia Edisi 2.” 561.

24
Khorani, Nur. 2013. KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN STANDARISASI
EKSTRAK ETANOL HERBA KEMANGI (Ocimum americanum L.).
Luthfianto, Dodik, Retno Dwi Noviyanti, dan Indah Kurniawati. 2017.
“Karakterisasi Kandungan Zat Gizi Bekatul pada Berbagai Varietas Beras di
Surakarta.” jurnal Kesehatan 2(1):371–76.
Maiti dan Bidinger. 1981. “済無No Title No Title.” Journal of Chemical
Information and Modeling 53(9):1689–99.
Makarim, A. Karim dan E. Suhartatik. 2009. “Morfologi dan Fisiologi Tanaman
Padi.” 297–330.
Mutiatikum, D., S. Alegantina, dan Y. Astuti. 2010. “Standarisasi simplisia dari
buah miaya (Plectranthus seutellaroides (L)) yang berasal dari 3 tempat
tumbuh Manado, Kupang dan Papua.” Buletin Penelitian Kesehatan 38(1):1–
16.
Natalia. 2006. “II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah, Morfologi dan Sistematika
Tanaman Padi Berdasarkan sejarahnya, padi termasuk dalam marga.” 7–24.
Pranowo, Dodyk, Erliza Noor, Liesbetini Haditjaroko, dan Akhiruddin Maddu.
2015. “Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak Daun Gedi ( Abelmoschus
manihot l .) sebagai Bahan Sediaan Obat.” Prosiding Seminar Agroindustri
dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI (261):2–3.
Sari, Rika Puspita dan Melfin Teokarsa Laoli. 2018. “Karakterisasi Simplisia Dan
Skrining Fitokimia serta Analasis secara KLT (Kromatografi Lapis Tipis)
Daun dan Kulit Buah Jeruk Lemon ( Citrus Limon ( L .) Burm . F .).” Jurnal
Ilmiah Farmasi Imelda 2(2):7–13.
Simplisia, Standarisasi dan Pegagan Centella. 2015. “TESIS STANDARISASI
SIMPLISIA PEGAGAN ( Centella asiatica ) DENGAN SIDIK JARI
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS-SPEKTROFOTODENSITOMETRI.”
Sumbayak, Amelia Rosenta dan Vivi Eulis Diana. 2019. “Formulasi Hand Body
Lotion Ekstrak Etanol Kulit Buah Semangka (Citrillus vulgaris) untuk
Pelembab Kulit.” Jurnal Dunia Farmasi 2(2):70–76.
Susanto, Dwi. 2011. “Potensi Bekatul Sebagai Sumber Antioksidan Dalam
Produk Selai Kacang.” Universitas Diponegoro 1–51.
Tuarita, M. Z. dan Nur F. (IPB/Fakultas Teknologi Pangan) Sadek. 2017.

25
“Pengembangan Bekatul sebagai Pangan Fungsional: Peluang, Hambatan,
dan Tantangan Rice Bran Development as Functional Foods: The
Opportunities, Obstacles, and Challenges.” Jurnal Pangan 26(22).
Utami, Yuri Pratiwi, Abdul Halim Umar, Reny Syahruni, dan Indah Kadullah.
2017. “Standardisasi Simplisia dan Ekstrak Etanol Daun Leilem
(Clerodendrum minahassae Teisjm. & Binn.).” Journal of Pharmaceutical
and Medicinal Sciences 2(1):32–39.
Vernanda, Renna Yulia, Maria Revina Puspitasari, dan Hadianto Nur Satya. 2019.
“Standarisasi Spesifik dan Non Spesifik Simplisia dan Ekstrak Etanol
Bawang Putih Tunggal Terfermentasi (Allium sativum Linn.).” Jurnal
Farmasi Sains dan Terapan 6(2):74–83.
Amelia, Rizka Ayu, Fida Rachmadiarti, dan Yuliani. 2015. “Analisis Kadar
Logam Berat Pb dan Pertumbuhan Tanaman Padi di Area Persawahan Dusun
Betas , Desa Kapulungan , Gempol-Pasuruan.” LenteraBio 4(3):187–91.
Ardi Wijanarko, Santi Perawati, Lili Andriani. 2020. “Standardisasi simplisia
daun ciplukan.” Jurnal Farmasetis 9(1):31–40.
Bsn. 2009. “Buku Pengantar Standardisasi ini merupakan materi awal tentang
pendidikan standardisasi, yang terus disempurnakan oleh suatu tim dari BSN
dan beberapa Perguruan Tinggi.”
Curcumae, Kunyit dan Balai Riset. 2020. “Analisa kadar air dan kadar abu pada
simplisia temu giring (.”
Damayanthi, Evy dan Dwi Inne Listyorini. 2007. “Pemanfaatan Tepung Bekatul
Rendah Lemak Pada Pembuatan Kripik Simulasi.” Jurnal Gizi dan Pangan
1(2):34.
Dwi, Ni Made Ayuk Puspita, I. Ketut Suter, dan I. Wayan Rai Widarta. 2015.
“STABILISASI BEKATUL DALAM UPAYA PEMANFAATANNYA
SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL Ni Made Ayuk Puspita Dewi.” 10.
Fajriah, Sofa dan Megawati Megawati. 2015. “PENAPISAN FITOKIMIA DAN
UJI TOKSISITAS DARI DAUN Myristica fatua HOUTT.” Chimica et
Natura Acta 3(3):116–19.
Handayani, Selpida, Komar Ruslan Wirasutisna, dan Muhamad Insanu. 2017.
“Penapisan Fitokimia dan Karakterisasi Simplisia Daun Jambu Mawar

26
(Syzygium jambos Alston).” Jf Fik Uinam 5(3):174–79.
Ii, B. A. B. 2020. “Bab ii profil kabupaten jembrana 2.1.” 8:1–17.
Imansyah, Angga Adriana dan Frilynthia Dwi Ayu Andreyuni. 2020. “Identifikasi
Morfologi Benih Padi Sawah Varietas Pandanwangi Di Lima Lokas
Kecamatan.” Pro-STek 2(1):33–48.
Indrasuari, A.A.A.., Wijayanti, N.P.A.D, dan Dewantara, IG. N. .. 2011.
“Standarisasi Simplisia Kulit Buah Manggis (.” Farmasi 1–3.
Kemenkes RI. 2017. “Farmakope Herbal Indonesia Edisi 2.” 561.
Khorani, Nur. 2013. KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN STANDARISASI
EKSTRAK ETANOL HERBA KEMANGI (Ocimum americanum L.).
Luthfianto, Dodik, Retno Dwi Noviyanti, dan Indah Kurniawati. 2017.
“Karakterisasi Kandungan Zat Gizi Bekatul pada Berbagai Varietas Beras di
Surakarta.” jurnal Kesehatan 2(1):371–76.
Maiti dan Bidinger. 1981. “済無No Title No Title.” Journal of Chemical
Information and Modeling 53(9):1689–99.
Makarim, A. Karim dan E. Suhartatik. 2009. “Morfologi dan Fisiologi Tanaman
Padi.” 297–330.
Mutiatikum, D., S. Alegantina, dan Y. Astuti. 2010. “Standarisasi simplisia dari
buah miaya (Plectranthus seutellaroides (L)) yang berasal dari 3 tempat
tumbuh Manado, Kupang dan Papua.” Buletin Penelitian Kesehatan 38(1):1–
16.
Natalia. 2006. “II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sejarah, Morfologi dan Sistematika
Tanaman Padi Berdasarkan sejarahnya, padi termasuk dalam marga.” 7–24.
Pranowo, Dodyk, Erliza Noor, Liesbetini Haditjaroko, dan Akhiruddin Maddu.
2015. “Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak Daun Gedi ( Abelmoschus
manihot l .) sebagai Bahan Sediaan Obat.” Prosiding Seminar Agroindustri
dan Lokakarya Nasional FKPT-TPI (261):2–3.
Sari, Rika Puspita dan Melfin Teokarsa Laoli. 2018. “Karakterisasi Simplisia Dan
Skrining Fitokimia serta Analasis secara KLT (Kromatografi Lapis Tipis)
Daun dan Kulit Buah Jeruk Lemon ( Citrus Limon ( L .) Burm . F .).” Jurnal
Ilmiah Farmasi Imelda 2(2):7–13.
Simplisia, Standarisasi dan Pegagan Centella. 2015. “TESIS STANDARISASI

27
SIMPLISIA PEGAGAN ( Centella asiatica ) DENGAN SIDIK JARI
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS-SPEKTROFOTODENSITOMETRI.”
Sumbayak, Amelia Rosenta dan Vivi Eulis Diana. 2019. “Formulasi Hand Body
Lotion Ekstrak Etanol Kulit Buah Semangka (Citrillus vulgaris) untuk
Pelembab Kulit.” Jurnal Dunia Farmasi 2(2):70–76.
Susanto, Dwi. 2011. “Potensi Bekatul Sebagai Sumber Antioksidan Dalam
Produk Selai Kacang.” Universitas Diponegoro 1–51.
Tuarita, M. Z. dan Nur F. (IPB/Fakultas Teknologi Pangan) Sadek. 2017.
“Pengembangan Bekatul sebagai Pangan Fungsional: Peluang, Hambatan,
dan Tantangan Rice Bran Development as Functional Foods: The
Opportunities, Obstacles, and Challenges.” Jurnal Pangan 26(22).
Utami, Yuri Pratiwi, Abdul Halim Umar, Reny Syahruni, dan Indah Kadullah.
2017. “Standardisasi Simplisia dan Ekstrak Etanol Daun Leilem
(Clerodendrum minahassae Teisjm. & Binn.).” Journal of Pharmaceutical
and Medicinal Sciences 2(1):32–39.
Vernanda, Renna Yulia, Maria Revina Puspitasari, dan Hadianto Nur Satya. 2019.
“Standarisasi Spesifik dan Non Spesifik Simplisia dan Ekstrak Etanol
Bawang Putih Tunggal Terfermentasi (Allium sativum Linn.).” Jurnal
Farmasi Sains dan Terapan 6(2):74–83.

28
LAMPIRAN 1
DETERMINASI

29
LAMPIRAN 2
BAGAN TAHAPAN KERJA

A. Uji Fitokimia
a. Identifikasi Alkaloid
0,5 g simplisia
- Ditambang 5 mL HCl 10%
- Dikocok dan ditambahkan 5
mL larutan ammonia 10%
- Diekstraksi 10 mL kloroform
dan diuapkan
- Residu sisa penguapan
ditambah 1,5 mL HCl 2%
- Dibagi menjadi 2 tabung

- Ditambahkan 3 tetes pereaksi mayer - Ditambahkan 3


- Terbentuk endapan putih kekuningan tetes pereaksi
menunjukkan adanya alkaloid Dragendorff
- Terbentuk
Hasil endapan
merah bata
menunjukkan
alkaloid

Hasil

30
LAMPIRAN 2
(LANJUTAN)

b. Identifikasi Steroid
0,5 g simplisia
-
- Diekstraksi dengan 10 mL eter
- Sebanyak 0,5 mL larutan diuji
dengan pereaksi Lieberman
Burchard
- Terbentuk warna biru atau
hijau menujukkan adanya
steroid
Hasil

c. Identifikasi Triterpenoid

0,5 g simplisia

- Diekstraksi dengan 10 mL eter


- Sebanyak 0,5 mL larutan diuji
dengan pereaksi Lieberman
Burchard
- Terbentuk warna ungu
menunjukkan adanya triterpenoid

Hasil

31
LAMPIRAN 2
(LANJUTAN)

d. Identifikasi Flavonoid

0,5 g simplisia
- Dilarutkan 2,5 mL air , diletakkan diatas
penangas air
- Dimasukkan ke tabung dan ditambahkan
100 mg serbuk magnesium
- Ditambahkan 1 mL asam klorida pekat
dan 3 mL alkohol
- Dikocok kuat, dibiarkan memisah
- Terjadi perubahan warna merah, kuning,
jingga pada lapisan alkohol
menunjukkan adanya flavonoid

Hasil

e. Identifikasi Saponin

0,5 g simplisia
-
- Dilarutkan 2,5 mL air, diletakkan diatas
penangas air, dimasukkan ke dalam
tabung dikocok vertical 10 detik
- Terbentuk busa stabil dibiarkan 10 menit
- Ditambahkan 1 tetes asam klorida 1%
- Busa tidak hilang menunjukkan adanya
saponin.

Hasil

Hasil

32
LAMPIRAN 2
(LANJUTAN)

f. Identifikasi Kuinon

0,5 g simplisia
-
- Dilarutkan 2,5 mL air, Diletakkan diatas
penangas air dan dimasukkan beberapa
tabung
- Ditambahkan beberapa tetes natrium
hidroksida 1 N
- Filtrat warna merah menunjukkan adanya
kuinon

Hasil

g. Identifikasi Polifenol

0,5 g Simplisia

- Dilarutkan 2,5 mL air, diletakkan diatas


penangas air dan dimasukkan ke tabung
- Ditambahkan beberapa tetes natrium
larutan besi (III) klorida 1%
- Terbentuk filtrat warna biru tua atau
hijau kehitaman menunjukkan adanya
polifenol

Hasil

h. Identifikasi Tanin
1 g simplisia

- Ditambahkan 5 tetes NaCl 10% dan


disaring
- Ditambahkan gelatin dan NaCl 10%
- Terbentu endapan putih adanya tanin

Hasil

33
LAMPIRAN 2
(LANJUTAN)

B. Pemeriksaan Makroskopis

Simplisia

Simplisia
- Diamati lansung berdasarkan bentuk dan
ciri simplisia

Hasil

C. Pemeriksaan Organoleptis

Simplisia

- Damati bentuk fisik dengan menggunakan


Simplisia
panca indra dan mendeskripsikan bentuk,
warna dan rasa

Hasil

D. Pemeriksaan Kadar Sari Larut Air

5 g serbuk simplisia

- Dimaserasi dengan 100 mL kloroform P


(2,5 mL kloroform dalam 1000 mL
aquadest) selama 24 jam.
- Dikocok pada 6 jam pertama , didiamkan
18 jam.
- Disaring, 20 mL filtrat diuapkan dalam
cawan dangkal diatas penangas air hingga
kering
- Sisa dipanaskan hingga bobot tetap
- Dihitung kadar

Hasil

34
LAMPIRAN 2

(LANJUTAN)

E. Penetapan Kadar Sari Larut Etanol

5 g serbuk simplisia

- Dimaserasi dengan 100 mL etanol 95%


selama 24 jam.
- Dikocok pada 6 jam pertama dan diamkan
18 jam
- Disaring cepat
- 20 mL filtrat diuapkan ddi cawan di atas
penangas air hingga kering
- Filtrat sisa dipanaskan suhu 105oC hingga
bobot tetap
- Hitung kadar

Hasil

F. Kadar Air
1 g serbuk simplisia

- Dipanaskan porselen selama 30 menit,


dinginkan di desikator dan ditimbang
- Dimasukkan simplisia ke krus porselen
- Dikeringkan selama 5 jam dengan suhu
105oC dan ditimbang
- Ditimbang bertahap pada jarak 1 jam
sampai bobot tidak lebih dari 0,25%

Hasil

35
LAMPIRAN 2
(LANJUTAN)

G. Susut Pengeringan

1 g simplisia
- Ditibang dalam botol penimbang bertutup
yg dipanaskan dengan suhu 105oC selama
30 menit
- Sebelum ditimbang diratakan dengan
menggoyangkan botol penimbangan
- Dimasukkan oven, buka tutup botol
penimbang dan biarkna tutup di oven
- Dipanaskan suhu 105oC selama 1 jam
- Ditimbang dan ulangi hingga berat konstan

Hasil

H. Penetapan kadar abu total

3 g simplisia

- Dimasukkan ke krus porselen yang telah


dipijarkan dan ditimbang
- Dipijarkan perlahan hingga arang habis
pada suhu 600oC selama 3 jam
- Didinginkan dan ditimbang hingga bobot
tetap

Hasil

36
LAMPIRAN 2
(LANJUTAN)

I. Penetapan kadar abu tidak larut asam


Abu total

- Didihkan dengan 25 mL asam sulfat


selama 5 menit
- Dikumpulkan bagian yang tidak larut
asam
- Disaring menggunakan kertas bebas
abu, dicuci dengan air panas
- Dipijarkan sampai didapat bobot
konstan

Hasil

J. Penetapan kadar abu larut air

Abu total

- Didihkan abu dengan 25 mL air


selama 5 menit
- Disaring kertas saring bebas abu
- Dicuci residu dengan air panas
- Dipijarkan residu pada kompor
selama 15 menit
- Dipijarkan pada ushu lebih kurang
450oC hingga bobot tetap
Hasil

37
LAMPIRAN 2
(LANJUTAN)

K. Kromatografi Lapis Tipis

2 g simplisia

- Diekstraksi menggunakan cara panas selama 30


menit dengan pelarut methanol 50 mL
- Filtrat disaring dengan kertas saring
- Diuapkan hingga ekstrak kental
- Plat KLT berukuran 3 cm x 7 cm diberi tanda batas
- Ditotol ekstrak pada plat KLT
- Disiapkan bejana kromatografi uap pelarut
dibiarkan jenuh
- Dimasukkan plat KLT ke dalam bejana
kromatografi
- Fase gerak sudah mencapai batas pengembangan
atas
- Plat dikeringkan dan dilakukan pengamatan dengan
lampu UV 254 nm dan 365 nm
Hasil

38

Anda mungkin juga menyukai