TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
DOSIS EFEKTIF ANTIDIARE SARI BUAH SALAK PONDOH (Zallaca edulis
Reinw) PADA MENCIT DENGAN METODE PROTEKSI OLEH OLEUM RICINI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Katarina Gayatri Wulansari
NIM : 058114050
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
DOSIS EFEKTIF ANTIDIARE SARI BUAH SALAK PONDOH (Zallaca edulis
Reinw) PADA MENCIT DENGAN METODE PROTEKSI OLEH OLEUM RICINI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Katarina Gayatri Wulansari
NIM : 058114050
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009
i
DOSIS EFEKTIF ANTIDIARE SARI BUAH SALAK PONDOH (Zallaca edulis
Reinw) PADA MENCIT DENGAN METODE PROTEKSI OLEH OLEUM RICINI
Pembimbing I
Oleh :
Katarina Gayatri Wulansari
NIM : 058114050
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Pada tanggal : 19 Agustus 2009
Mengetahui
Fakultas Farmasi
Pembimbing I :
Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Katarina Gayatri Wulansari
Nomor Mahasiswa : 058114050
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
DOSIS EFEKTIF ANTIDIARE SARI BUAH SALAK PONDOH (Zallaca edulis
Reinw) PADA MENCIT DENGAN METODE PROTEKSI OLEH OLEUM RICINI
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam
bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendiatribusikan secara
terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan
akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Yang menyatakan,
Terima kasih...
Telah menunjukkan bahwa kalian menyayangiku
Menunjukkan bahwa betapa istimewanya kebersamaan
kita Menghapuskan air mataku kala aku sedih
Menenangkanku kala aku marah
Terima kasih...
Atas segala yang kalian lakukan
untukku Entah apa jadinya diriku tanpa
kalian
Dedicated to :
Jesus Christ ,
My Grandma and My Parents,
My Sist and My Bro,
My Love,
And My Almamater…
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar
Penulis,
Segenap puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas
berjudul “Dosis Efektif Antidiare Sari Buah Salak Pondoh (Zallaca Edulis Reinw) Pada
Mencit Dengan Metode Proteksi Oleh Oleum Ricini” dengan tepat waktu. Skripsi ini
disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
bentuk bantuan dari berbagai pihak dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu penulis
2. Rita Suhadi, M.Si., Apt, selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
3. Ipang Djunarko, S.Si, Apt, selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas
segala bimbingan dan arahan yang diberikan kepada penulis selama penyusunan
skripsi ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat
pada waktunya.
4. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt., selaku dosen penguji skripsi. Terima kasih atas saran
nasehat serta canda tawa yang dapat mencairkan suasana selama ujian skripsi
berlangsung.
Yogyakarta.
8. LPPT UGM. Terima kasih sudah mensuplai mencit untuk kelancaran skripsi ini.
9. Nenek, Bapak, dan Ibu atas segala bantuan, dukungan, kasih, doa, dan
penulis membuat penulis mampu bertahan untuk menyelesaikan tugas ini. Terima
kasih tetap menjadikan penulis terlalu berharga justru disaat penulis paling buruk
dan terpuruk.
10. Veronika Yuli Anggraeni, satu-satunya adik kandung penulis. Terima kasih atas
bersama dan menemani penulis disaat sendiri menumpahkan air mata. Jadilah
lebih indah dan lebih baik melebihi penulis, karena penulis yang selalu
menyayangimu.
11. Keluarga besar Mbah Abu Sudir dan Mbah Hadi dimanapun berada. Penulis tahu
doa dan dukungan tidak pernah berhenti mengalir untuk kelulusan penulis ini.
12. Tri Prasetyo Adi, terima kasih atas kebersamaan kita selama ini.
13. Teman-teman sekelompok penelitian, Bernadetta Eka Niasari dan Maria Paulina
menguatkan penulis. Terima kasih sudah menjadi teman dan sekaligus pendengar
15. Teman-teman penulis, Lia, Ade, Tyas, Suci, Berto, Made, Fian, Dani, Nixon,
Inus, Feli, Rias, dan segenap mahasiswa angkatan 2005 Fakultas Farmasi
16. Teman-teman kost penulis, terima kasih untuk kebersamaan, dukungan, dan
keceriaan kalian selama ini, teristimewa untuk mbak Ika, mbak Indah, mbak Ida,
17. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu
Dengan segenap kerendahan hati penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
Akhirnya penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak, baik bagi penulis sendiri, bagi pengembangan ilmu kefarmasian khususnya dan
Penulis
INTISARI
Telah dilakukan penelitian mengenai Dosis Efektif Antidiare Sari Buah Salak
Pondoh (Zallaca edulis Reinw) Pada Mencit Dengan Metode Proteksi Oleh Oleum
Ricini. Sampel yang diujikan pada penelitian ini adalah buah salak pondoh. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk membuktikan khasiat sari buah salak pondoh (Zallaca edulis
Reinw) agar dapat digunakan sebagai terapi yang efektif dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu juga untuk mengetahui seberapa besar daya antidiare yang terkandung
didalamnya.
Pada penelitian ini digunakan metode proteksi oleh Oleum Ricini. Penelitian ini
termasuk jenis penelitian eksperimental murni bersifat eksploratif dengan menggunakan
rancangan penelitian acak lengkap pola searah. Subyek uji yang digunakan adalah mencit
putih betina galur Swiss, berumur 2-3 bulan dengan berat badan 20-25 gram. Pada proses
penelitian digunakan 60 ekor mencit yang dibagi secara acak dalam 6 kelompok, yaitu
kelompok kontrol positif, kontrol negatif, tiga kelompok uji dengan tiga peringkat dosis
berturut-turut 12,5 ml/kg BB; 25 ml/kg BB; 50 ml/kg BB, dan kelompok CMC Na 1%.
Bahan uji dibuat dalam sediaan sari, diberikan secara oral. Selang 1 jam, hewan uji diberi
Oleum Ricini dengan volume 0,5 ml/20 g BB mencit secara oral. Pengamatan dilakukan
tiap 30 menit selama 4 jam dan selang 1 jam sampai 6 jam, meliputi waktu terjadinya
diare, jangka waktu berlangsungnya diare, konsistensi dan bobot feses dievaluasi masing-
masing secara statistik dengan metode anova dan uji t, dan frekuensi diare dapat diuji
dengan uji non-parametrik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sari buah salak pondoh memberikan
aktivitas sebagai antidiare. Dari hasil yang diperoleh, maka dosis 50 ml/kg BB
merupakan dosis efektif untuk antidiare pada mencit. Dosis yang diperlukan untuk
manusia 70 kg adalah sebesar 18945 ml/70kg BB atau 270,64 ml/kg BB.
It has been conducted a research about The Effective Dose Antidiarrhea of Salak
Pondoh Extract (Zallaca edulis Reinw) Toward Mice with Protection by Oleum Ricini
Method. The sample tested in this research was Salak Pondoh fruit (Zallaca edulis
Reinw). This research aimed to prove effect of Salak Pondoh fruit (Zallaca edulis Reinw)
in order to be used as effective therapy in everyday life. Moreover, this research aimed to
knowing the antidiarrhea effect of the fruit.
This research was using protection by Oleum Ricini method. The type of the
research was explorative pure experimental research with one way pattern random
design. The test subject were white mice of healthy Swiss family, 2-3 month old, and
their weight 20-30 gram. In the process of the research was using 60 mice randomly
divided into 6 groups – negative control group, positive control group, an three test group
– with three phase dose of 12,5 ml/kg BW; 25 ml/kg BW; dan 50 ml/kg BW, and CMC
Na 1% group. Test material was made in juice form, administered to each mice. After an
hour, take 0,5ml/20g WB of Oleum Ricini by oral. Observation include onset, duration,
consistency, frecuency, and weight of the feces.
The result data showed that salak pondoh fruit has the antidiarrhea effect. Dose
50 ml/kg BB is the effective dose for antidiarrhea. Dose in human 70 kg is 18945
ml/70kg BB or 270,64 ml/kg BB.
Key words : diarrhea, antidiarrhea, the fresh Salak Pondoh fruit juice
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...........................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................................iii
HALAMAN PERSEMBAHAN.........................................................................................v
PRAKATA.......................................................................................................................vii
INTISARI..........................................................................................................................x
ABSTRACT......................................................................................................................xi
DAFTAR ISI....................................................................................................................xii
DAFTAR TABEL.............................................................................................................xvi
DAFTAR GAMBAR......................................................................................................xvii
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................................xviii
BAB I. PENGANTAR........................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
1. Permasalahan......................................................................................................4
2. Keaslian penelitian..............................................................................................4
3. Manfaat penelitian.............................................................................................6
B. Tujuan Penelitian....................................................................................................6
A. Obat Tradisional.......................................................................................................7
1. Sistematika tanaman..................................................................................11
2. Morfologi..................................................................................................11
3. Nama Daerah............................................................................................12
4. Sentra penanaman.....................................................................................13
D. Diare......................................................................................................................14
1. Definisi diare.............................................................................................14
2. Penyebab diare..........................................................................................16
4. Patofisiologi..............................................................................................20
E. Antidiare................................................................................................................20
H. Tanin......................................................................................................................26
I. Loperamide Hydrochloride....................................................................................28
J. Oleum Ricini..........................................................................................................30
K. Landasan Teori......................................................................................................31
L. Hipotesis...............................................................................................................32
B. Variabel Penelitian................................................................................................33
1. Variabel utama...........................................................................................33
2. Variabel pengacau......................................................................................34
C. Definisi Operasional.............................................................................................34
D. Bahan Penelitian...................................................................................................35
1. Bahan utama...............................................................................................36
2. Bahan kimia...............................................................................................36
E. Alat Penelitian.......................................................................................................36
1. Pengumpulan bahan...................................................................................37
5. Skema kerja...............................................................................................39
G. Analisis Hasil........................................................................................................40
A. Hasil Determinasi...................................................................................................41
a. Kontrol positif......................................................................................42
b. Kontrol negatif....................................................................................44
a. Konsistensi feses..................................................................................48
b. Onset diare..........................................................................................51
c. Frekuensi diare.....................................................................................54
d. Durasi diare.........................................................................................56
e. Bobot feses...........................................................................................59
C. Rangkuman Pembahasan.......................................................................................62
A. Kesimpulan............................................................................................................64
B. Saran.......................................................................................................................64
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................66
LAMPIRAN.....................................................................................................................69
BIOGRAFI PENULIS....................................................................................................161
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Tahapan dehidrasi pada anak yang mengalami diare (World Gastroenterology
Tabel IV. Rangkuman hasil pengamatan dan hasil analisis uji Mann-Whitney untuk
Tabel V. Rangkuman hasil pengamatan dan hasil analisis uji Mann-Whitney untuk
Tabel VI. Rangkuman hasil pengamatan dan hasil analisis uji Mann-Whitney untuk
Tabel VII. Rangkuman hasil pengamatan dan hasil analisis uji Mann-Whitney untuk
Tabel VIII. Rangkuman hasil pengamatan dan hasil analisis uji Mann-Whitney untuk
Halaman
Gambar 1. Anatomi dan fisiologi saluran pencernaan manusia (Wakefield, 2005)............8
Gambar 5. Siklus tanin dalam saluran pencernaan (Mills dan Kerry, 2000)....................27
Gambar 8. Diagram batang rata-rata hasil pengamatan untuk parameter onset diare......53
Gambar 9. Diagram batang rata-rata hasil pengamatan untuk parameter frekuensi diare.55
Gambar 10. Diagram batang rata-rata hasil pengamatan untuk parameter durasi diare.. .58
Gambar 11. Diagram batang rata-rata hasil pengamatan untuk parameter bobot feses.. . .60
Halaman
Lampiran 1. Perhitungan dosis loperamid HCl...........................................................72
Lampiran 4. Perhitungan dosis sari buah salak pondoh dengan 3 peringkat dosis......75
Lampiran 5. Hasil uji antidiare sari buah salak pondoh dengan metode proteksi diare
Lampiran 6. Hasil tes normalitas dan homogenitas untuk parameter bobot feses,
Lampiran 7. Hasil uji Kruskal-Wallis untuk parameter bobot feses, frekuensi diare,
Lampiran 8. Hasil analisis sari buah salak pondoh dengan metode proteksi diare oleh
PENGANTAR
A. Latar Belakang
yang bersifat empiris untuk mencapai kesembuhan atau pemeliharaan dan peningkatan
taraf kesehatan yang diwariskan turun-temurun, dan tidak terpisahkan dari kehidupan
masyarakat tanpa dibuktikan secara ilmiah. Obat tradisional Indonesia yang merupakan
warisan budaya diinginkan untuk dapat dipakai dalam sistem pelayanan kesehatan. Untuk
itu harus disesuaikan dengan kaidah pelayanan kesehatan yaitu secara medis harus dapat
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, aneka produk berbasis obat bahan alam
membanjiri pasar dengan aneka indikasi yang cukup meyakinkan seperti misalnya dapat
menyembuhkan semua penyakit termasuk penyakit kanker yang obat idelanya belum
ditemukan sampai saat ini. Apabila diperhatikan, perkembangan obat bahan alam ini
tidak lepas dari kebijakan pemerintah Indonesia yang sedang mengalami krisis perbankan
mulai tahun 1998, sehingga kebijakan pemanfaatan obat bahan alam dikeluarkan, dengan
konsekuensi kemudahan seperti misalnya berbagai aturan registrasi dan lain-lain. Oleh
karena itu tidak disangsikan lagi bahwa banyak obat bahan alam yang sudah terdaftar,
sampai dengan yang belum terdaftar sama sekali. Lebih jauh lagi yaitu bahwa obat bahan
alam sebagai produk atau bahan baku import pun ikut mewarnai pasar di Indonesia
1
2
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
terkadang dilengkapi dengan indikasi medis yang sangat didambakan walaupun sebagian
besar secara klinis belum terbukti (Tyler, 2000 cit Wahyuono, 2002).
Diare adalah buang air besar dengan frekuensi tiga kali atau lebih per hari
disertai perubahan feses menjadi cair dengan dan atau tanpa lendir dan atau darah
(Markum, 1999). Definisi lain dari diare adalah keadaan defekasi encer lebih dari 3 kali
sehari dengan atau tanpa darah dan/atau lendir dalam feses (Noerasid, 1988).
kesehatan terutama di daerah pedesaan. Angka kesakitan penduduk sekitar 15-43% tiap
tahun. Dari jumlah tersebut 60-80% diderita oleh anak balita. Angka kematian yang
disebabkan oleh diare mengalami penurunan dari 12,4% (1986) menjadi 7,5% (1992),
dan urutan penyebab kematian karena infeksi menduduki urutan ke-3 setelah penyakit
tuberkulosis dan infeksi saluran nafas. Faktor penyebab terjadinya diare antara lain
morbiditas diare dalam masyarakat adalah 4,4 per 1000 penduduk. Pada balita 20,6 per
1000 penduduk, sedangkan pada anak kurang dari satu tahun sebesar 25 per 1000
penduduk. Angka kematian akibat diare sebesar 12% diantara seluruh penyebab
kematian. Diare merupakan penyebab 15% kematian bayi, dan 26% penyebab kematian
anak balita. Kematian akibat diare biasanya bukan karena adanya infeksi dari bakteri atau
virus tetapi karena terjadi dehidrasi. Pada diare yang hebat, penderita akan mengalami
buang air besar dalam bentuk encer beberapa kali dalam sehari dan sering disertai kejang,
panas, muntah, maka tubuh akan kehilangan banyak air dan garam-garam sehingga bisa
berakibat dehidrasi, asidosis, hipokalsemia yang tidak jarang berakhir dengan “syok” dan
3
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
kematian. Penyakit diare perlu mendapat penanganan yang cepat guna mengembalikan
absorbent, zat hidrofolik, dan probiotik (Zein, 2004). Pengobatan diare lazimnya secara
garis besar dibagi menjadi dua, yaitu; pengobatan simtomatik dan kausatif. Pada
pengobatan simtomatik daya kerja obat adalah mengurangi peristaltik langsung ke usus
atau memproteksi, menciutkan lapisan permukaan usus (astringensia), dan zat-zat dapat
menyerap racun yang dihasilkan bakteri (adsorben), sedangkan secara kausatif, bakteri
dimatikan dengan zat antibakteri. Di Indonesia banyak tanaman obat yang sering
mengetahui tanaman-tanaman apa saja yang digunakan, cara pakai dan bagian yang
digunakan telah dilakukan penelusuran pustaka baik dari literatur maupun survei
penggunaan obat tradisional terhadap diare yang pernah dilakukan (Winarno, 1996).
nilai ekonomis dan peluang pasar yang cukup luas, baik di dalam maupun ekspor. Pulau
Jawa sebagai salah satu pusat keragaman kultivar salak, mempunyai potensi yang cukup
besar untuk menghasilkan varietas-varietas unggul yang lebih bernilai ekonomis dan
kompetitif. Salah satu kultivar tersebut adalah salak pondoh (Zallaca edulis Reinw cv
Pondoh) yang berasal dari Sleman, DI Yogyakarta. Salak ini mempunyai buah bercita
rasa manis tanpa asam meskipun masih muda (Nandariyah, 2004). Dengan rasa khas ini,
salak pondoh sangat digemari konsumen sehingga harganya lebih mahal dibanding buah
ditinjau dari kandungan kimianya, terdapat kandungan tanin dan pektin yang dapat
mengendapkan racun (Winarno, 1996). Oleh karena itu, dilakukan penelitian efek
antidiare daging buah salak pondoh pada tikus putih yang dibuat diare dengan Oleum
Ricini menurut metode proteksi terhadap diare oleh Oleum Ricini (Adnyana, 2004).
Kandungan utama dari Oleum Ricini, yakni trigliserida dari asam risinoleat akan
mengalami hidrolisis di dalam usus halus oleh lipase pankreas menjadi gliserin dan asam
risinoleat. Sebagai surfaktan anionik, zat ini bekerja mengurangi absorpsi neto cairan dan
berdasarkan kerja ini. Obat yang berkhasiat antidiare akan dapat melindungi hewan
percobaan mencit terhadap diare yang diinduksi dengan Oleum Ricini tersebut (Anonim,
1991).
1. Permasalahan
b. Berapa besar dosis efektif sari buah salak pondoh untuk antidiare ?
2. Keaslian penelitian
Reinw) sebagai antidiare belum pernah dilakukan. Telah dilakukan beberapa penelitian
penambahan zat penstabil natrium Carboxy Methyl Cellulose (CMC). Sebagai bahan
utamanya digunakan dua jenis salak pondoh Super dan Lokal (Jawa), dengan
penambahan CMC dalam konsentrasi 0% (kontrol), 0,25%, 0,50%, 0,75%, dan 1,0%.
Sari buah yang dihasilkan disimpan selama 13 hari melalui empat tahapan pengamatan.
(Randomized Complete Block Design = RCBD) tiga faktor yang diulang tiga kali.
Variabel yang diamati meliputi pH sari buah, kecepatan pengendapan, total padatan
terlarut, kekeruhan dan warna sari buah salak yang dihasilkan (Mudjisihono, Suhardi dan
Handayani, 2009).
protokol terbaik untuk regenerasi dan transformasi genetik tanaman salak melalui
Agrobacterium tumefaciens. Eksplan berupa embrio zigotik muda dan tua diisolasi dari
atas, karena penelitian ini mengidentifikasi efek antidiare sari salak pondoh (Zalacca
edulis Reinw) pada mencit yang dibuat diare dengan Oleum Ricini menurut metode
proteksi diare oleh oleum ricini. Penelitian-penelitian yang telah disebutkan di atas belum
ada yang membahas masalah ini, sehingga penelitian ini belum pernah dilakukan.
6
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis : untuk melengkapi teori yang sudah ada mengenai obat tradisional,
terutama mengenai khasiat salak pondoh (Zalacca edulis Reinw) sebagai antidiare.
b. Manfaat praktis : memberikan informasi dosis efektif sari buah salak pondoh
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
pondoh dan mengetahui dosis efektif antidiare dari sari salak pondoh.
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK TTEERRPPUUJJII
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Obat Tradisional
tahun 1992, yang dimaksud dengan obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan
yang berupa bahan tumbuhan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran sediaan dari
bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
suatu kenyataan yang bersifat empirik dan diwariskan secara turun-temurun tanpa dapat
(Anonim, 2000a) yang secara garis besar dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu :
mengobati orang lain sebagai upaya mengganti atau mendampingi penggunaan obat
jadi (kausatif)
Obat tradisional Indonesia merupakan warisan budaya dan telah menjadi bagian
integral dari kehidupan bangsa Indonesia. Obat tradisional diinginkan untuk dipakai
dalam sistem pelayanan kesehatan sehingga harus sesuai dengan kaidah pelayanan
kesehatan, yaitu secara medis harus dapat dipertanggungjawabkan. Hanya saja untuk
mencapai hal itu, perlu dilakukan pengujian ilmiah tentang khasiat, keamanan, dan
7
8
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
standar kualitasnya. Perkembangan tuntutan akan pemakaian obat tradisional dirasa
makin nyata, selain menyangkut aspek kesehatan juga berkaitan dengan potensi ekonomi
(Anonim, 2000).
Sistem saluran cerna adalah pintu gerbang masuk zat-zat gizi dari makanan,
vitamin, mineral, dan cairan yang memasuki tubuh. Fungsi sistem ini adalah
kimiawi ketiga bagian utamanya (protein, lemak, dan karbohdrat) menjadi unit-unit yang
siap diresorpsi tubuh. Produk-produk hasil pencernaan yang berfaedah bagi tubuh beserta
vitamin, mineral, dan cairan melintasi selaput lendir (mukosa) usus untuk masuk ke aliran
Anatomi saluran cerna manusia secara garis besar meliputi : mulut, lambung,
usus halus (jejunum), usus dua belas jari (duodenum), dan kolon. Selain itu juga terdapat
organ-organ lain, seperti hati, kandung empedu, dan pankreas yang berfungsi untuk
membantu melaksanakan fungsi pencernaan makanan. Anatomi dan fisiologi ini juga
dihaluskan sambil bercampur dengan ludah yang mengandung enzim amilase dan ptialin.
Kemudian bercampur dengan getah lambung, yang terdiri dari asam hidroklorida dan
pepsin. Oleh pengaruh asam ini, pylorus membuka dan menutup secara refleks. Makanan
yang sudah setengah cair (khimus) melewati pylorus masuk ke dalam usus dua belas jari.
Di dalam usus, khimus dinetralisir oleh cairan alkalis dari getah pankreas dan empedu.
Oleh pengaruh enzim pankreas, karbohidrat dan lemak dibentuk menjadi suatu emulsi
khimus dengan garam kolat untuk memudahkan penyerapan oleh usus. Di dalam usus
besar bagian air dalam khimus dan garam diserap kembali dan sisanya dikeluarkan
Usus setiap hari memperoleh kira-kira 2000 ml cairan dari makanan ditambah
hanya kehilangan cairan 200 ml setiap hari dari feses. Hanya sebagian kecil air melalui
mukosa lambung, tetapi air bergerak dalam kedua arah melalui mukosa usus halus dan
usus besar akibat gradien osmotik. Sebgian Na + berdifusi masuk atau keluar usus halus
tergantung pada gradien konsentrasi. Selain itu, Na+ secara aktif ke luar lumen usus halus
dan kolon oleh pompa yang kelihatannya terletak pada dinding bagian basilateral sel.
Dalam ileum dan jejunum, Na+ transport dari usus ke darah dipermudah oleh aldosteron
(Ganong, 1995).
Dalam usus halus, transport aktif Na+ adalah penting untuk absorpsi glukosa,
asam amino, dan zat-zat lain. Sebaliknya, adanya glukosa dalam lumen usus
10
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
mempermudah reabsorpsi Na . Ini adalah dasar fisiologi pengobatan kehilangan Na + dan
+
air pada diare dengan pemberian larutan yang mengandung NaCl dan glukosa per oral
(Ganong, 1995).
dengan proses pencernaan, resorpsi bahan gizi, perjalanan isi usus yang terlampau cepat
(diare) atau terlampau lambat (konstipasi), serta infeksi usus oleh mikroorganisme (Tjay
dan Rahardja, 2002). Gangguan pencernaan juga dapat dilihat pada gambar 2.
C. Salak
Salak (Zalacca edulis L. atau S. zalacca Gaertn. Voss.) merupakan buah tropis
Pulau Jawa, tanaman ini banyak tumbuh liar, berumpun, dan bergerombol di bawah
sebagai berikut :
Klasifikasi : Spermatophyta
Divisi : Angiospermae
Kelas : Palmales
Bangsa : Palmae
Suku : Zalacca
2. Morfologi
dengan daun majemuk, bertangkai, berduri, anak daun tidak bertangkai, bentuk lanset,
ujung runcing, tepi dan pangkal rata, permukaan bawan berlapis lilin. Buah salak yang
bertandan muncul dari dalam pelepah daun. Kulit buah salak seperti sisik yang tersusun
Palem boleh dikatakan tidak berbatang, berumah dua, berumpun kuat. Daun
secara kelompok tumbuh di atas akar rimpang yang panjang dan besar. Tangkai daun 2,5-
3 m panjangnya, dibagian bawah dan tepinya berduri tempel yang banyak; helaian daun
panjang 4-5 m; poros berduri tempel, anak daun berbentuk garis lanset, sampai 85 kali 8
12
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
cm, dengan ujung meruncing dan tepi berduri tempel yang halus, pada sisi bawah dengan
lapisan lilin. Tongkol bunga jantan panjang 50-100 cm, bertangkai; pelepah dari luar
coklat merah, serupa “vilt”, robek pada satu sisi, mengering menjadi berwarna coklat
merah, mengurai menjadi serupa serabut; bulir 4-12, cylindris, seperti “vilt”, berbunga
banyak rapat dan bersisik, panjang 7-15 cm; sisik tersusun serupa genting; bunga duduk
dalam ketiak sisik, berpasangan, merah. Tongkol bunga betina panjang 20-30 cm,
tersusun dari 1-3 bulir; bertangkai panjang; seludang lebih pendek dan lebih lebar dan
sisik lebih besar daripada yang jantan; bunga berpasangan, berbau sedikit seperti jahe;
staminodia 6; tangkai putik membagi 3, merah tua; kepala putik berbentuk colet (spatel).
Buah segi tiga bulat telur terbalik, 2,5-10 cm panjangnya, sisik tersusun serupa genting,
ujung diakhiri dengan ujung berbentuk uncek yang bengkok, coklat merah, mengkilat;
dinding buah tengah berdaging. Biji 1-3, coklat, keras, 2-3 cm panjangnya. Liar dan
3. Nama daerah
Berikut ini adalah nama Zalacca edulis Reinw yang dikenal di beberapa daerah di
Indonesia :
Bali : Salak
Tanaman salak banyak terdapat di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I.
Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku,
Daging buah salak pondoh (Zalacca edulis Reinw) mengandung tanin, saponin,
dan flavonoid. Kegunaan dari daging buah salak pondoh ini adalah sebagai antidiare
(Anonim, 2007).
Salah satu usaha untuk menstabilkan suspensi sari buah salak adalah dengan
penambahan zat penstabil natrium Carboxy Methyl Cellulose (CMC). Sebagai bahan
utamanya digunakan dua jenis salak pondoh Super dan Lokal (Jawa), dengan
penambahan CMC dalam konsentrasi 0% (kontrol), 0,25%, 0,50%, 0,75%, dan 1,0%.
Sari buah yang dihasilkan disimpan selama 13 hari melalui empat tahapan
Lengkap (Randomized Complete Block Design = RCBD) tiga faktor yang diulang tiga
kali. Variabel yang diamati meliputi pH sari buah, kecepatan pengendapan, total
14
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
padatan terlarut, kekeruhan dan warna sari buah salak yang dihasilkan (Mudjisihono,
Salak pondoh merupakan salah satu kultivar salak yang paling populer di
Indonesia karena memiliki buah dengan rasa manis meskipun masih muda. Namun,
salak ini memiliki daging buah yang tipis dengan biji besar. Pengembangan buah
dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Bogor pada
tahun 2002. Penelitian bertujuan mendapatkan protokol terbaik untuk regenerasi dan
berupa embrio zigotik muda dan tua diisolasi dari biji (Pardal, Saptowo, Mariska,
D. Diare
1. Definisi
Diare berasal dari kata diarroia (bahasa Yunani) yang berarti mengalir terus,
merupakan suatu keadaan abnormal dari pengeluaran tinja yang terlalu serius (Sugiyanto,
1997). Ada beberapa definisi diare, antara lain diare adalah buang air besar dengan
frekuensi tak normal (meningkat) dengan konsistensi lebih lembek atau air (Suharyono,
15
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
1991; Firdaus, 1997; Sugiyanto, 1997). Markum (1999) menyebutkan diare adalah buang
air besar dengan frekuensi tiga kali atau lebih per hari disertai perubahan feses menjadi
cair dengan dan atau tanpa lendir dan atau darah. Definisi lain dari diare adalah keadaan
defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah dan/atau lendir dalam
Diare adalah perubahan bentuk dan konsistensi tinja menjadi lembek sampai cair
dan bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari biasanya (tiga kali atau lebih
dalam 24 jam). Wujud tinja menjadi ukuran yang lebih penting dibanding frekuensi
buang air besar. Jika frekuensi buang air besar naik namun wujud tinja lunak dan berisi
maka hal tersebut tidak dapat dikatakan diare (Fine et.al,1989 cit Carruthers et.al, 2000).
Secara biokimia, diare adalah gangguan transport air dan elektrolit di intestinal.
Dalam keadaan normal, epithelium intestinal menjaga keseimbangan antara sekresi dan
absorpsi. Vili-vili epithelium mengabsorpsi air dan ion sodium ketika epithelium kript
mensekresi air dan ion klorida. Proses tersebut di bawah pengaruh transmiter
dihasilkan dari enterotoksin, infeksi atau kerusakan seluler akibat infeksi, mekanisme
mengenai diare akut, diare akut didefinisikan sebagai pengeluaran tinja dalam bentuk
semisolid atau cair dari dalam usus dengan tidak normal, tidak kurang dari 14 hari
(Anonim, 2008).
16
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
Tingkat lembek atau cairnya feses hingga dapat dikatakan diare, dapat dilihat
mengenai diare akut, penggolongan penyebab dari diare pada seorang pasien berdasarkan
riwayat klinisnya biasanya sulit. Waktu diare dapat digolongkan dalam 3 kategori, yakni :
a. diare akut, timbul sedikitnya 3 kali dengan feses cair selang waktu 24 jam
2. Penyebab
Penyebab diare sebagian besar adalah bakteri dan parasit, disamping sebab lain
seperti racun, alergi dan dispepsi. Diare yang menyerupai kolera mengakibatkan
dehidrasi dan sering memerlukan infus, karena penderita dapat meninggal kekurangan
parahaemolyticus. Jenis virus yang menyebabkan diare antara lain Adnovirus, Rotavirus,
virus Norwalk, Astrovirus, Calcivirus, Coronavirus, Minirotavirus, dan virus bulat kecil
(Firdaus, 1997).
Menurut teori klasik, diare adalah penyakit yang disebabkan oleh meningkatnya
peristaltik usus, sehingga pelintasan khimus sangat dipercepat dan masih banyak
mengandung air pada saat meninggalkan tubuh sebagai tinja (Mutschler, 1986).
diare adalah bertumpuknya cairan di usus akibat terganggunya resorpsi air dan atau
terjadinya hipersekresi. Pada keadaan normal, proses resorpsi dan sekresi dari air dan
elektrolit-elektrolit berlangsung pada waktu yang sama di sel-sel epitel mukosa. Proses
ini diatur oleh beberapa hormon, yaitu resorpsi oleh enkefalin, sedangkan sekresi diatur
resorpsi melebihi sekresi, tetapi karena sesuatu sebab sekresi menjadi lebih besar
daripada resorpsi, maka terjadilah diare. Penyebab diare lainnya adalah adanya alergi
terhadap makanan ataupun minuman dan intoleransi, gangguan gizi, dan kekurangan
enzim tertentu. Begitu pula adanya pengaruh psikis seperti keadaan terkejut dan
a. Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah, suhu badan meningkat, dan nafsu
makan berkurang.
b. Tinja makin encer, mengandung darah/lendir, warna tinja berubah menjadi kehijau-
c. Anusnya lecet.
g. Dehidrasi (kekurangan cairan). Bila terjadi dehidrasi timbul rasa haus, clastisitas
(turgir san tonus) kulit menurun, bibir dan mulut kering, mata cowong, air mata tidak
mengandung darah atau lendir, muntah dapat mendahului diare atau tanpa muntah,
elektrolit dan air. Mata cekung, turgor kulit menurun, mulut kering, hipovolemia,
Tahapan dehidrasi pada anak yang mengalami diare menurut WGO dapat dilihat
pada tabel I.
19
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
Tabel I. Tahapan dehidrasi pada anak yang mengalami diare (World
Gastroenterology Organisation (WGO) practice guideline)
Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan Dehidrasi berat
a. Gejala normal a. adanya iritasi a. tidur dengan tidak
b. Mata tidak cekung b. mata cekung normal atau lethargic
c. Minum normal c. minum seperlunya b. mata cekung
d. Kulit kembali normal d. kulit kembali normal c. nimum sedikit atau
setelah dicubit dengan setelah dicubit lambat bahkan tidak sama sekali
segera (< 2 detik) d. kembalinya kulit setelah
dicubit sangat lambat
(>2 detik)
b. hipotensi
c. lidah kering
san cepat dan dalam, cardiac reverse menurun, defisiensi K+ intrasel), defisiensi K+ (kelemahan otot- otot, ileus paralitik (distensi abdomen), cardiac arr
ada, takikardia, mata cekung, ubun-ubun besar cekung, suara parau, kulit dingin, sianosis (jari-jari), selaput lendir kering, anuria-uraemia
ELEKROLIT-ELEKTROLIT (garam-garam)
AIR
PENGOBATAN
Gambar 4. Bagan akibat (efek) dehidrasi (Noerasid dkk, 1988)
20
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
4. Patofisiologi
mekanisme yang merupakan dasar diagnosis dan terapi antara lain : perubahan aktivitas
transport ion oleh penurunan absorpsi natrium atau peningkatan sekresi klorida,
hidrostatik otot polos. Dalam klinik, mekanisme tersebut dapat dihubungkan dengan jenis
diare yakni sekretori, osmotik, eksudatif, dan perubahan transit usus (DiPirro dan Longe,
2000).
E. Antidiare
Antidiare adalah obat yang diminum pada saat terserang diare akan
menunjukkan efek menghentikan diare. Zat-zat yang menekan peristaltik sebetulnya tidak
begitu layak untuk digunakan karena pada waktu diare pergerakan usus sudah banyak
berkurang, lagi pula virus dan toksin perlu dikeluarkan secepat mungkin dari dalam
tubuh. Antidiare diberikan untuk mengurangi peristaltik, spasme usus, menahan iritasi,
absorbsi racun dan sering terpadu dengan anti-mikroba. Pada kehilangan cairan dan
elektrolit dalam jumlah besar perlu diberi substitusi secara parenteral (Mutschler, 1986).
Obat-obat untuk pengobatan diare sebaiknya jangan diberika lebih dari 7-10
hari, karena bisa jadi diare yang diderita bukan benar-benar penyakit diare tetapi
merupakan gejala dari penyakit yang lain (Tjay dan Rahardja, 2002).
21
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
Kelompok obat yang sering kali digunakan pada terapi diare adalah :
beberapa cara :
resorpsi air dan elektrolit oleh mukosa usus. Contohnya adalah candu dan
menyerap (adsorpsi) zat-zat racun (toksin) yang dihasilkan oleh bakteri atau
yang adakalanya berasal dari makanan (udang, ikan). Termasuk juga zat-zat
lendir yang menutupi selaput lendir usus dan luka-lukanya dengan suatu
koloida, kaolin), zat pengembang (pektin) atau adstrigensia (preparat yang mengendung
tannin, seperti garam bismuth atau garam perak) (Mutschler, 1986). Norit atau arang aktif
22
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
(karbo adsorben) adalah arang halus (nabati atau hewani) yang telah diaktifkan melalui
proses tertentu. Noritt mempunyai daya serap pada permukaan (adsorbsi) yang kuat,
terutama terhadap zat-zat yang molekulnya besar, misalnya alkaloida, toksin bakteri atau
zat-zat beracun yang berasal dari makanan (Tjay dan Rahardja, 2002).
Mengurangi sakit dan mengembalikan hilangnya cairan dan elektrolit umumnya mampu
mengatasi diare yang ringan hingga sedang. Pengaturan awal bagi orang dewasa dan
anak-anak perlu dipusatkan pada penggantian cairan dan elektrolit dengan cairan oral
dalam dosis yang tepat. Secara simultan, menghilangkan rasa sakit karena diare
sebenarnya dapat dicapai dengan menggunakan obat antidiare yang bukan berasal dari
umumnya akan sembuh dan berfungsi normal kembali antara 24 sampai 72 jam tanpa
Sasaran terapi antidiare antara lain menjaga keseimbangan cairan, elektrolit dan
mengobati penyakit penyertanya (DiPiro, 1997). Akibat negatif diare adalah gangguan
absorbsi yang menyebabkan terjadinya dehidrasi dan malnutrisi. Dehidrasi dan malnutrisi
ini yang menjadi penyebab utama kematian pada kasus diare. Oleh sebab itu, selain
pengobatan untuk menghentikan diare seharusnya dilakukan upaya lain yaitu rehidrasi
dehidrasi sedang, dan dehidrasi berat. Disebut dehidrasi ringan jika cairan tubuh yang
hilang 5%. Jika cairan yang hilang sudah lebih dari 10% disebut dehidrasi berat
(Widjaya, 2002).
Sewaktu diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat terjadinya penurunan
berat badan dalam waktu yang singkat. Hal ini disebabkan karena :
1. makanan sering dihentikan karena takut diare dan muntah menjadi bertambah hebat,
2. pada anak-anak walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengenceran, dan
3. makanan yang diberikan tidak dapat dicerna dan diabsorpsi dengan baik karena
adanya hiperperistaltik.
1. memperbaiki atau mencegah kehilangan cairan dan elektrolit dan gangguan asam
basa,
5. mengontrol penyakit lain yang juga diderita oleh pasien selain diare.
terapeutik yang sesuai adalah penggantian cairan dan elektrolit secukupnya. Pada
umumnya cukup diberikan limun secara oral yang mengandung gula dengan pemanbahan
garam dapur atau diberikan larutan glukosa-elektrolit yang diminum, yang biasa dikenal
sebagai oralit (Mutschler, 1991). Oralit tidak menghentikan diare, tetapi menggantikan
cairan tubuh yang hilang bersama tinja. Dengan menggantikan cairan tubuh tersebut
cairan oralit (oral rehydration salt = ORS), terapi suplemen yang mengandung Zinc,
antimikrobia.
Pada penelitian mengenai antidiare diketahui ada dua metode uji yang dapat
digunakan, yaitu :
Prinsip yang digunakan pada metode ini adalah kandungan utama dari Oleum Ricini,
yakni trigliserida dari asam risinoleat akan mengalami hidrolisis di dalam usus halus
oleh lipase pankreas menjadi gliserin dan asam risinoleat. Sebagai surfaktan anionik,
zat ini bekerja mengurangi absorbsi cairan bersih (neto) dan elektrolit serta
25
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
menstimulasi peristaltik usus sehingga berkhasiat sebagai laksansia berdasarkan kerja
ini. Obat yang berkhasiat antidiare akan dapat melindungi hewan percobaan mencit
terhadap diare yang diinduksi dengan Oleum Ricini tersebut (Anonim, 1991).
Metode ini dapat digunakan untuk mengevaluasi aktivitas obat antidiare, laksansia,
dan antispamodik. Evaluasi didasarkan pada pengaruhnya pada rasio jarak usus yang
ditempuh oleh suatu marker dalam waktu tertentu terhadap panjang usus keseluruhan
Diare yang diinduksi dengan Oleum Ricini diakibatkan oleh aksi asam risinoleat
yang merupakan hasil hidrolisis Oleum Ricini (Iwao and Terada, 1962, Watson and
Gordon, 1962 cit Vogel, 2002). Oleum Ricini mengubah keseimbangan transport air dan
elektrolit menjadi keadaan hipersekresi (Ammon et.al, 1974 cit Vogel, 2002). Pada
akhirnya hipersekresi yang diakibatkan oleh Oleum Ricini dapat mensentisisasi sel-sel
intramural dari usus (Vogel, 2002). Obat yang berkhasiat antidiare akan dapat melindungi
hewan percobaan mencit terhadap diare yang diinduksi dengan Oleum Ricini tersebut
(Anonim, 1991).
Dari kedua metode tersebut, pada penelitian ini penulis menggunakan metode
proteksi terhadap diare oleh Oleum Ricini. Alasan penulis memilih metode ini karena
cara kerja metode ini, cara menentukan hasil penelitian, serta menganalisa data hasil
penelitian lebih sederhana, mudah, dan metode ini belum pernah dilakukan pada
penelitian sebelumnya.
26
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
H. Tannin
khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasannya, tanin dapat bereaksi dengan proteina
membentuk kopolimer mantap yang tak larut air. Dalam industri, tanin adalah senyawa
yang berasal dari tumbuhan, yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi
Secara fitokimia, tanin dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan utama, yaitu
tanin yang dapat dihidrolisis dan tanin yang dapat dikondensasi (prosianidin atau
proantosianidin). Tanin yang dapat dihidrolisis biasanya terdiri dari sebuah molekul inti
glukosa yang terikat dengan molekul-molekul asam gallik (gallitanin) atau asam
dimana tidak mudah dihidrolisa. Biasanya terdiri dari molekul-molekul katekin dan
epikatekin yang tergabung karena adanya ikatan karbon-karbon (Mills dan Kerry, 2000).
dan gimnospermae, serta tersebar luas dalam angiospermae, terutama pada jenis tumbuh-
tumbuhan berkayu. Sebaliknya, tanin yang dapat dihidrolisis penyebarannya dalam suku
yang nisbi sedikit. Tetapi kedua jenis tanin itu dijumpai bersamaan dalam tumbuhan yang
sama yang terjadi pada kulit dan daun ek, Quercus (Harborne, 1987).
27
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
Beberapa kemungkinan efek farmakologis yang ditimbulkan oleh tanin pada saat
Gambar 5. Siklus tanin dalam saluran pencernaan (Mills dan Kerry, 2000)
Tanin bersifat mengendapkan zat putih telur dan berkhasiat sebagai adstringens,
yaitu dapat meringankan diare dengan menciutkan selaput lendir usus (Tjay dan
Rahardja, 2002). Ketika tanin kontak dengan membran mukosa, tanin akan bereaksi
dengan protein pada mukus dan sel-sel epitel dari mukosa membentuk ikatan silang.
Akibatnya mukosa menjadi lebih rapat dan kurang permeabel. Adstringensia mampu
28
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
meningkatkan proteksi membran terhadap mikroorganisme dan zat-zat iritan (Mills dan
Kerry, 2000).
Reaksi samping dari tanin akan muncul hanya ketika tanin dipergunakan dalam
jumlah yang signifikan dalam dosis tinggi. Tanin dengan dosis tinggi akan meningkatkan
sifat astringensnya pada membran mukosa yang mengalami iritasi sehingga kekakuan
dari membran mukosa akan semakin meningkat. Penambahan asam tanin, tanin yang
dapat terhidrolisis pada larutan barium sulfat dapat menyebabkan terjadinya hepatotoksik
akut. Tanin juga mempunyai sifat karsinogenik ketika diinjeksikan secara subkutan
I. Loperamide Hydrochlorida
dengan interaksi kolinergik maupun non kolinergik dari tanggapan mekanisme saraf
opiat pada dinding usus, mengurangi gerakan peristaltik dan menambah waktu transit di
Loperamide menunjukkan efek antidiare dengan kombinasi aksi pada otot halus
dalam saluran pencernaan dan mempengaruhi efek sekresi. Namun, Loperamide tidak
dengan daya antidiare yang menunjukkan pengaruh secara langsung pada saluran
Loperamide sangat popular, efektif dan merupakan obat antidiare yang aman
untuk meringankan gejala diare akut dan diare spesifik (Longe, 2005). Obat yang
termasuk antimotilitas ini dapat digunakan pada pasien yang mengalami diare akibat
gangguan motilitas.
2. Indikasi, Loperamide efektif sebagai agen antidiare yaitu diare perjalanan, diare akut
nonspesifik, atau diare kronik yang dihubungkan dengan adanya peradangan pada
perut. Tidak diindikasikan untuk anak-anak di bawah umur 6 tahun dan juga pada
diare berdarah.
3. Efek samping yaitu rasa pusing dan konstipasi. Efek samping lainnya yaitu nyeri
abdominal, nyeri distension, mual, muntah, mulut kering, kelelahan dan reaksi
Loperamide dihentikan.
2mg diberikan setelah buang air besar. Pada anak-anak berusia 4-8 tahun, diberikan 1 mg
setiap 3 atau 4 jam sehari sampai diare dapat diatasi. Pada anak-anak diatas 8 tahun
diberikan dosis 2 mg setiap 4 jam sehari sampai diare dapat diatasi. Pada kasus diare
berbeda-beda untuk setiap penderita, menurut kebutuhannya. Dosis awal biasanya antara
4 mg sampai 8 mg per hari. Pada kasus tertentu Loperamide dapat diberikan dengan dosis
terapi yang sesuai menurut respon penderita, sampai dosis maksimum 16 mg per hari
(Dollery, 1991).
0,63 – 1,4% dalam urine, 58% diekskresi dalam empedu (pada tikus) dan 15 – 23%
dalam feses. Pada sirkulasi enterohepatik akan diekskresi pada tiga hari setelah
J. Oleum Ricini
Minyak jarak adalah minyak lemak yang diperoleh dari biji Ricinus communis
kental, transparan, kuning pucat atau hampir tidak berwarna; bau lemah, bebas dari bau
asing dan tengik; rasa khas. Kelarutan : larut dalam etanol,; dapat bercampur dengan
etanol mutlak, dengan asam asetat glacial, dengan kloroform dan dengan eter (Anonim,
1995).
Minyak kastor diperas dari biji pohon jarak Ricinus communis dan mengandung
trigliserida dari asam risinoleat, suatu asam lemak tak jenuh. Di dalam saluran cerna
31
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
bagian atas (di lambung dan usus halus), trigliserida ini dihidrolisis oleh enzim lipase
untuk membebaskan asam risinoleat, suatu analog hidroksilasi dari asam oleat. Asam
risinoleat inilah yang bekerja lokalpada mukosa usus untuk memperlancar pergerakan
OH H
H
Gambar 6. Struktur asam risinoleat (Mutschler, 1986)
mukosa usus dengan membuka ”kanal klorida” yang memberi peluang untuk pergerkan
klorida, natrium, dan air ke dalam lumen usus. Kanal klorida dari sel-sel enterocytes
(selyangada di mukosa usus) diatur oleh cAMP intraseluler. Oleh karena itu, banyak
pencahar rangsang yang secara langsung maupun tidak langsung diperkirakan dapat
sel-sel ”crypt”. Pencahar rangsang dalam lumen usus menimbulkan akumulasi cairan
dan isi usus menjadi cair sehingga mengalir cepat dalam usus (Anonim, 2008).
Efeknya (mulai kerja) cepat dan dapat terlihat dalam waktu 2-6 jam. Dalam
dosis 4 ml sudah dapat memberikan efek pencahar. Dosis dewasa yang dianjurkan
K. Landasan Teori
Diare adalah buang air besar dengan frekuensi tiga kali atau lebih per hari
disertai perubahan feses menjadi cair dengan dan atau tanpa lendir dan atau darah
32
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
(Markum, 1999). Dalam pustaka (Anonim, 2007) yang ditemukan diketahui bahwa
daging buah salak pondoh (Zalacca edulis Reinw) mengandung tanin, saponin dan
flavonoid di dalamnya. Tanin dalam hal antidiare dapat berperan sebagai astringent yang
sekresi yang dapat menekan peristaltik usus (Tjay dan Rahardja, 2002). Dengan adanya
kandungan tanin dalam daging buah salak pondoh (Zalacca edulis Reinw) dapat menjadi
dugaan awal bahwa daging buah salak pondoh dapat berperan sebagai antidiare.
L. Hipotesis
Sari daging buah salak pondoh (Zalacca edulis Reinw) memiliki efek sebagai
antidiare.
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK TTEERRPPUUJJII
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian daya antidiare sari buah salak pondoh pada mencit dengan metode
proteksi oleh Oleum Ricini ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni, dimana
dilakukan perlakuan terhadap subjek uji dan bersifat eksploratif, yaitu untuk mengetahui
searah. Termasuk penelitian rancang lengkap karena variable yang terdapat dalam
penelitian ini sudah diperhitungkan sebelumnya baik bahan uji, sampel uji maupun
hewan uji. Termasuk pola searah karena variable bebas pada penelitian ini hanya ada satu
yaitu dosis sari daging buah salak pondoh (Zalacca edulis Reinw), yang menentukan
variabel tergantungnya, yaitu efek antidiare yang ditunjukkan dengan parameter frekuensi
diare, waktu terjadinya diare, jangka waktu berlangsungnya diare, konsistensi dan bobot
feses.
1. Variabel utama
a. Variabel bebas, yaitu dosis sari daging buah salak pondoh (Zalacca edulis
Reinw)
b. Variabel tergantung, yaitu daya antidiare yang ditunjukkan oleh sari daging
buah salak pondoh (Zalacca edulis Reinw) dengan parameter frekuensi diare
33
34
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
c. waktu terjadinya diare, jangka waktu berlangsungnya diare, konsistensi dan
bobot feses
2. Variabel pengacau
kelembaban.
C. Definisi Operasional
1. Diare adalah keadaan defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan atau tanpa
2. Salak (Zalacca edulis L. atau S. Zalacca Gaertn. Voss.) merupakan buah tropis asli
termasuk keluarga palem-paleman (Arecaceae). Ciri khas dari tanaman ini adalah
tulang daun atau pelepahnya yang berduri tajam. Buah salak yang bertandan muncul
dari dalam pelepah daun. Kulit buah salak seperti sisik yang tersusun membungkus
3. Kandungan utama dari Oleum Ricini, yakni trigliserida dari asam risinoleat akan
mengalami hidrolisis di dalam usus halus oleh lipase pankreas menjadi gliserin dan
asam risinoleat. Sebagai surfaktan anionik, zat ini bekerja mengurangi absorpsi neto
cairan dan elektrolit serta menstimulasi peristalsis usus, sehingga berkhasiat sebagai
35
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
laksansia berdasarkan kerja ini. Obat yang berkhasiat antidiare akan dapat melindungi
hewan percobaan mencit terhadap diare yang diinduksi dengan Oleum Ricini
tersebut.
4. Onset diare (waktu terjadinya diare), dihitung setelah pemberian Oleum Ricini secara
per oral hingga mencit mengeluarkan feses dalam konsistensi cair untuk pertama
5. Durasi diare dihitung dari waktu mencit pertama kali mengeluarkan feses dengan
konsistensi cair sampai mencit pertama kali mengeluarkan feses dengan konsistensi
6. Frekuensi diare diamati selang 30 menit sampai 4 jam, kemudian selang 1 jam sampai
6 jam setelah pemberian oleum ricini. Pengamatan untuk mengetahui berapa kali
konsistensi feses hewan uji mencit setelah diinduksi dengan Oleum Ricini dan untuk
8. Bobot feses digunakan sebagai parameter semi kuntitatif untuk melihat berapa bobot
feses cair hewan uji mencit setelah diinduksi dengan Oleum Ricini.
D. Bahan Penelitian
a. Bahan uji; digunakan daging buah salak pondoh (Zalacca edulis Reinw), yang
b. Hewan uji; diguanakan mencit putih Swiss betina dewasa sehat berumur 2-3
bulan dengan berat badan 20-25 gram sebanyak sepuluh ekor setiap kelompok
perlakuan.
2. Bahan kimia
b. Loperamid HCl; diperoleh dari Apotek Master, Yogyakarta, dengan merk dagang
Immodium (Janssen-Cilag).
Yogyakarta.
E. Alat Penelitian
Alat-alat gelas (beaker gelas, gelas ukur, pengaduk, labu takar, mortir dan
stamper, pipet tetes), kandang mencit, kotak kaca, timbangan analitik merk Metller
AE200, timbangan merk Metller PM600, spuit per oral, blender, pisau, stopwacth,
saringan teh.
37
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
1. Pengumpulan bahan
Bahan atau sampel buah salak pondoh (Zalacca edulis R.) yang diambil atau
dipetik adalah buah yang sudah tua yang siap panen, yaitu buah yang berwarna coklat
kehitaman. Buah salak ini diambil dari daerah Turi, Sleman, Yogyakarta.
Penentuan dosis sari buah salak pondoh ini ditetapkan berdasarkan orientasi,
karena belum ada keterangan empiris tentang dosis sari buah salak pondoh sebagai
antidiare. Karena konsentrasi sari buah salak pondoh tidak dapat dipekatkan lagi, maka
peringkat dosis dilakukan menggunakan peringkat volume, yaitu 0,25 ml; 0,50 ml; dan
1,00 ml.
Langkah awal yang dilakukan adalah menentukan konsentrasi sari buah salak
pondoh, yakni dengan cara menimbang 20 buah salak pondoh tanpa kulit dan biji satu per
satu kemudian dihitung rata-ratanya. Satu per satu buah salak tersebut disarikan dan
dihitung rata-rata sari buah salak pondoh yang dapat diambil. Dari perhitungan diperoleh
rata-rata buah salak adalah 41,108 gram, dan dapat diambil sarinya sebanyak 7,47 ml
C
Dosis
V
= BB
1 0,5ml
= 0,02kg
= 25 ml/kg BB
CV
Dosis =
BB
1 0,25ml
= 0,02kg
= 12,5 ml/kg BB
C
Dosis
V
= BB
11,00ml
= 0,02kg
= 50 ml/kg BB
3. Pembuatan CMC Na 1%
dalam beaker gelas (dikembangkan), satu hari sebelum digunakan. Setelah mengembang,
39
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
larutan CMC Na kemudian dimasukkan dalam labu takar (100 ml) dan kemudian
Dalam penelitian ini digunakan 60 ekor mencit yang terbagi secara acak dalam 6
kelompok perlakuan. Setiap kelompok perlakuan terdiri dari 10 ekor mencit yang
Kelompok II : kelompok kontrol positif, diberi larutan Loperamid secara oral, dengan
Kelompok III : kelompok uji I, diberi sari buah salak pondoh, secara oral dengan dosis
Kelompok IV : kelompok uji II, diberi sari buah salak pondoh, secara oral dengan dosis
25 ml/kg BB.
Kelompok V : kelompok uji III, diberi sari buah salak pondoh, secara oral dengan dosis
50 ml/kg BB.
5. Skema kerja
yang diberi aquadest, kelompok yang diberi sediaan uji dengan tiga peringkat dosis,
kelompok yang diberi pembanding loperamid HCl dan kelompok dengan perlakuan
kontrol negatif, loperamid HCl sebagai kontrol positif, CMC Na 1%, atau sari buah
salak pondoh dengan tiga peringkat dosis (12,5 ml/kg BB, 25 ml/kg BB, 50 ml/kg
BB) dan kemudian ditempatkan dalam bejana individual (kotak kaca) beralaskan
Satu jam setelah perlakuan pada butir 3, semua mencit diberi per oral 0,5 ml Oleum
Ricini.
Respons yang terjadi pada tiap mencit diamati selang 30 menit sampai 4 jam, kemudian
Parameter yang diamati meliputi waktu terjadinya diare, frekuensi diare, konsistensi
dan bobot feces serta jangka waktu berlangsungnya diare (Anonim, 1991).
G. Analisis Hasil
Hasil pengamatan pada ketiga kelompok hewan untuk waktu terjadinya diare,
jangka waktu berlangsungnya diare, konsistensi dan bobot feses dievaluasi masing-
masing secara statistik dengan metode anova dan uji t, dan frekuensi diare dapat diuji
A. Hasil Determinasi
kesalahan tanaman yang digunakan. Ciri khas yang terdapat pada tanaman salak di
Kunci determinasi tanaman salak (Zalacca edulis R.) adalah sebagai berikut ;
1b – 2b – 3b – 4b – 6b – 7a – 8b
21................................................................................................................................Palmae
1b – 3b – 4a – 5b
Dari hasil determinasi diketahui bahwa tanaman yang digunakan adalah tanaman
Pada penelitian daya antidiare buah salak pondoh ini digunakan metode proteksi
diare oleh Oleum Ricini dengan peraturan pemberian larutan kontrol maupun larutan uji
dengan cara oral. Secara teori peningkatan dosis sari dapat meningkatkan efek antidiare.
Pada metode proteksi diare oleh Oleum Ricini ini, parameter yang akan diukur
adalah bobot feses, frekuensi diare, konsistensi feses yang cair, onset (waktu timbulnya
41
42
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
dibandingkan antara parameter dari tiap-tiap kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif,
kontrol positif (pembanding), kelompok dosis I, kelompok dosis II, kelompok dosis III,
Suatu zat atau senyawa dikatakan mempunyai aktivitas antidiare bila parameter
yang diamati pada kelompok perlakuan lebih kecil nilainya dibandingkan dengan
kelompok kontrol negatif. Jadi apabila bobot feses, frekuensi diare, % konsistensi feses
yang cair, onset (waktu timbulnya diare) dan durasi (lamanya diare berlangsung) dari
kelompok perlakuan nilainya lebih kecil dari pada kelompok kontrol negatif, maka sari
senyawa yang sesuai untuk digunakan sebagai kontrol positif dan kontrol negatif.
Tujuannya adalah untuk mendukung penelitian agar penelititan dapat berjalan dengan
a. Kontrol positif
telah terbukti mempunyai efek antidiare. Selain itu, pemilihan kontrol positif ditentukan
juga oleh metode uji yang digunakan, maksudnya mekanisme kerja dari kontrol positif
yang dipilih sebaiknya sesuai dengan dasar mekanisme kerja pada cara kerja pada
penelitian ini.
Penelitian ini menggunakan metode uji yaitu metode proteksi oleh Oleum
Ricini. Secara teori, berdasarkan mekanisme terjadinya diare maka metode proteksi diare
oleh Oleum Ricini ini metode yang digunakan untuk mengetahui apakah suatu obat
43
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
antidiare mempunyai mekanisme antidiare dengan cara mengurangi gangguan motilitas
usus. Oleh karena itu, kontrol positif yang digunakan sebaiknya juga menunjukkan
mekanisme kerja dengan dasar yang sama pula yaitu mengurangi gangguan motilitas
usus. Loperamide Hydrochlorida adalah kontrol positif yang disarankan pada penelitian
dengan menggunakan metode proteksi diare oleh Oleum Ricini (Anonim, 1991).
motilitas saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus.
Dosis loperamide HCl pada pemberian awal adalah 4mg, maka apabila dosis
Dosis = 70 4mg
50
= 5,6 x 0,0026
= 0,0015 mg/20g BB
= 0,728 mg/g BB
senyawa ini telah terbukti sebagai obat antidiare yang banyak digunakan oleh
mempengaruhi secara langsung otot sirkular dan longitudinal dinding usus. Terdapat
kontrol positif digunakan sebagai pembanding terhadap nilai pada tiap parameter yang
diamati pada kelompok perlakuan dengan sari buah salak pondoh. Pembanding ini
digunakan untuk mengetahui seberapa besar efek antidiare sari buah salak pondoh.
Sehingga apabila hasil nilai tiap parameter yang diamati pada kelompok perlakuan
mendekati nilai tiap parameter yang diamati pada kelompok kontrol positif, maka dapat
diasumsikan bahwa efek antidiare larutan uji menunjukkan efek antidiare yang hampir
sama dengan efek antidiare senyawa/zat aktif yang digunakan sebagai kontrol positif.
b. Kontrol negatif
Dalam penelitian ini kontrol negatif yang digunakan adalah aquadest. Digunakan
aquadest karena disesuaikan dengan pelarut kontrol positif. Volume pemberian aquadest
Pada kelompok kontrol negatif, setiap hewan uji diberi perlakuan pemberian
aquadest pada menit ke nol. Selanjutnya dilakukan penelitian sesuai dengan cara kerja
yang telah ditentukan. Nilai pada tiap parameter yang diukur (bobot feses, frekuensi
diare, konsistensi feses yang cair, onset (waktu timbulnya diare) dan durasi (lamanya
diare berlangsung)) pada kelompok kontrol negatif ini digunakan sebagai pembanding
parameter dari perlakuan sari buah salak pondoh. Apabila pada kelompok perlakuan sari
buah salak pondoh nilainya lebih kecil dari kelompok kontrol negatif, maka sampel uji
memang mempunyai aktivitas antidiare. Namun, apabila terjadi sebaliknya, yaitu nilainya
lebih besar, maka sampel uji tidak mempunyai efek antidiare melainkan mempunyai efek
laksansia.
45
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
2. Penentuan dosis sari buah salak pondoh
Penentuan dosis sari buah salak pondoh ini ditetapkan berdasarkan orientasi,
karena belum ada keterangan empiris tentang dosis sari buah salak pondoh sebagai
antidiare. Karena konsentrasi sari buah salak pondoh tidak dapat dipekatkan lagi, maka
peringkat dosis dilakukan menggunakan peringkat volume, yaitu 0,25 ml; 0,50 ml; dan
1,00 ml.
Langkah awal yang dilakukan adalah menentukan konsentrasi sari buah salak
pondoh, yakni dengan cara menimbang 20 buah salak pondoh tanpa kulit dan biji satu per
satu kemudian dihitung rata-ratanya. Satu per satu buah salak tersebut disarikan dan
dihitung rata-rata sari buah salak pondoh yang dapat diambil. Dari perhitungan diperoleh
rata-rata buah salak adalah 41,108 gram, dan dapat diambil sarinya sebanyak 7,47 ml
sari.
C
Dosis
V
= BB
1 0,5ml
= 0,02kg
= 25 ml/kg BB
C
Dosis
V
= BB
1 0,25ml
= 0,02kg
= 12,5 ml/kg BB
46
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
C
Dosis
V
= BB
11,00ml
= 0,02kg
= 50 ml/kg BB
pondoh berturut-turut adalah dosis I 12,5 ml/kg BB, dosis II 25 ml/kg BB, dan dosis III
50 ml/kg BB.
Pada pengujian efek antidiare ini digunakan 60 ekor hewan uji yang terbagi
secara acak menjadi 6 kelompok perlakuan, yaitu kelompok kontrol negatif, kelompok
kontrol positif, kelompok CMC Na 1%, kelompok perlakuan I, kelompok perlakuan II,
dan kelompok perlakuan III. Dimana masing-masing perlakuan terdiri dari 10 ekor hewan
yang telah ditetapkan agar hasil penelitian yang diperoleh memberikan hasil yang
diharapkan. Sebelum digunakan, mencit dipuasakan terlebih dahulu selama kurang lebih
1 jam namun minum tetap diberikan. Tujuan hewan uji dipuasakan terlebih dahulu adalah
untuk mengurangi kemungkinan terpengaruhinya absorpsi bahan uji dan bahan obat
kelompok perlakuan tersebut. Hanya saja terdapat perbedaan yaitu pada jenis larutan
yang diberikan diawal perlakuan. Pada menit ke nol kelompok kontrol negatif
perlakuan larutan Immodium yang dibuat dalam dosis 0,728 mg/g BB dengan konsentrasi
0,2912 x 10-2 g/100 ml. Pada kelompok CMC Na 1%, diberikan larutan CMC Na dengan
konsentrasi 1% secara oral. Sedangkan pada kelompok perlakuan dibagi menjadi tiga
kelompok berdasarkan tiga peringkat dosis. Kelompok dosis I pada menit ke nol
mendapatkan sari buah salak pondoh dengan dosis 12,5 ml/kg BB; pada kelompok dosis
II mendapatkan sari buah salak pondoh dosis 25 ml/kg BB dan pada kelompok dosis III
mendapat sari buah salak pondoh dengan dosis 50 ml/kg BB. Selanjutnya dilakukan
proses penelitian yang sama pada enam kelompok uji seperti cara kerja yang telah
ditentukan.
Sebelum dilakukan pengujian dengan uji statistik oneway Anova, terlebih dahulu
dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas dari hasil percobaan yang diperoleh.
Penulis harus terampil melakukan dan menginterpretasikan apakah suatu data memiliki
sebaran normal atau tidak, karena pemilihan penyajian data dan uji hipotesis yang dipakai
Untuk mengetahui apakah sebaran data mempunyai sebaran normal atau tidak
Kolmogorov-Sminov dipergunakan untuk sampel yang besar (lebih dari 50) sedangkan
Shapiro-Wilk untuk sampel yang sedikit (kurang atau sama dengan dari 50). Karena
sampel yang digunakan sebanyak 60 ekor mencit, maka penulis menggunakan uji
48
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
Kolmogorov-Sminov. Hasil dari uji normalitas menunujukkan bahwa data yang diperoleh
Uji homogenitas dilakukan untuk melihat ada tidaknya varians kelompok data.
Hasil uji ini akan mempengaruhi hasil uji anova. Apabila varians data tidak sama, maka
hasil uji anova tidak valid. Syarat oneway Anova untuk kelompok tidak berpasangan,
varians data harus sama. Hasil uji homogenitas yang diperoleh adalah menunjukkan
signifikansi p<0,05. Hal ini berarti kelompok data yang diperoleh dalam penelitian
Oleh karena diperoleh data yang tidak normal dan varians tidak sama, maka
signifikansi p<0,05, maka dilanjutkan dengan uji post hoc dengan menggunakan uji
Mann-Whitney.
a. Konsistensi feses
konsistensi feses hewan uji mencit setelah diinduksi dengan Oleum Ricini dan untuk
melihat sejauh mana kemampuan obat antidiare dalam mempertahankan konsistensi feses
hewan uji mencit. Pengamatan konsistensi feses dilakukan selang 30 menit sampai 4 jam,
kemudian selang 1 jam sampai 6 jam setelah pemberian Oleum Ricini (Anonim, 1991).
Tabel IV. Rangkuman hasil pengamatan dan hasil analisis uji Mann-Whitney untuk
parameter persentase konsistensi feses cair
Hasil analisis uji Mann-Whitney
Kelompok ± SE (%) I II III IV V VI
- tb bb tb bb tb
I 40,308±12,98
tb - tb bb bb tb
II 63,436±7,15
bb tb - bb bb tb
III 66,730±9,60
tb bb bb - bb tb
IV 38,919±9,35
bb bb bb bb - bb
V 10,532±5,35
tb tb tb tb bb -
VI 51,576±8,75
Keterangan :
Kelompok I = kontrol negatif (aquadest)
Kelompok II = kontrol positif (pembanding)
Kelompok III = dosis I (12,5 ml/kg BB)
Kelompok IV = dosis II (25 ml/kg BB)
Kelompok V = dosis III (50 ml/kg BB)
Kelompok VI = kelompok CMC Na 1%
tb = berbeda tidak bermakna
bb = berbeda bermakna
50
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
mempertahankan konsistensi feses dengan pemberian sari buah salak pondoh apabila
dibandingkan dengan kontrol negatif relatif lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari skor rata-
rata persentase konsistensi feses. Terjadi penurunan persentase konsistensi feses seiring
dengan meningkatnya peringkat dosis. Semakin tinggi skor persentase konsistensi feses
Pada pemberian sari buah salak dengan dosis 50 ml/kg BB dan dosis 12,5 ml/kg
konsistensi feses cair 10,532±5,35, sedangkan pada dosis 12,5 ml/kg BB skor rata-rata
persentase konsistensi feses cairnya adalah 66,730±9,60. Persentase konsistensi feses cair
51
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
pada kelompok kontrol negatif menunjukkan skor rata-rata sebesar 40,308±12,98. Obat
dikatakan sebagai antidiare apabila persentase konsistensi feses cair pada kelompok
perlakuan lebih kecil bila dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif. Antara dosis
50 ml/kg BB dan dosis 12,5 ml/kg BB, yang lebih kecil rata-rata persentase konsistensi
feses cairnya dibandingkan dengan kontrol negatif adalah pada pemberian 50 ml/kg BB.
Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian sari buah salak pondoh dengan dosis 50 ml/kg
memberikan hasil statistik yang tidak bermakna (p>0,05). Hal ini berarti apabila
sebagai antidiare.
b. Onset diare
Onset diare (waktu terjadinya diare) dihitung setelah pemberian 0,5ml Oleum
Ricini per oral hingga mencit mengeluarkan feses dalam konsistensi cair untuk pertama
kalinya (mencit menderita diare). Selanjutnya, onset diare kelompok peringkat dosis
dosis. Obat dikatakan bertindak sebagai antidiare apabila dapat meningkatkan onset diare.
Pada pemberian sari buah salak pondoh dengan dosis 50 ml/kg BB (kelompok V)
kenaikan onsetnya memberikan hasil yang berbeda bermakna dengan signifikansi p<0,05.
Rata-rata onset diare pada kelompok V adalah 212,8±17,00, lebih besar bila
Karena pada pemberian sari buah salak pondoh dengan dosis 50 ml/kg BB dapat
meningkatkan onset diare, maka dapat diindikasikan bahwa dosis 50 ml/kg BB dapat
Frekuensi diare diamati selang 30 menit sampai 4 jam, kemudian selang 1 jam
sampai 6 jam setelah pemberian Oleum Ricini (Anonim, 1991). Hasil percobaan
Tabel VI. Rangkuman hasil pengamatan dan hasil analisis uji Mann-Whitney untuk
parameter frekuensi diare
Hasil analisis uji Mann-Whitney
Kelompok ± SE (kali)
I II III IV V VI
- tb tb tb bb tb
I 4,8±1,76
tb - tb bb bb tb
II 6,6±1,66
tb tb - bb bb bb
III 7,9±1,15
tb bb bb - bb bb
IV 3,2±1,02
bb bb bb bb - bb
V 1,1±0,57
tb tb bb bb bb -
VI 5,4±1,05
Keterangan :
Kelompok I = kontrol negatif (aquadest)
Kelompok II = kontrol positif (pembanding)
Kelompok III = dosis I (12,5 ml/kg BB)
Kelompok IV = dosis II (25 ml/kg BB)
Kelompok V = dosis III (50 ml/kg BB)
Kelompok VI = kelompok CMC Na 1%
tb = berbeda tidak bermakna
bb = berbeda bermakna
55
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
Dari tabel VI, nampak bahwa frekuensi diare mencit pada kelompok perlakuan
sari buah salak pondoh mengalami penurunan seiring dengan kenaikan peringkat dosis.
Dengan uji Kruskal-Wallis, diperoleh nilai p=0,000. Oleh karena nilai p<0,05, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa “paling tidak terdapat perbedaan frekuensi diare antara
dua kelompok”.
Pengujian dilanjutkan dengan analisis post hoc untuk uji Kruskal-Wallis dengan
menggunakan uji Mann-Whitney. Dari pengujian post hoc dengan menggunakan uji
maka pada pemberian sari buah salak dengan dosis 50 ml/kg BB yang memberikan hasil
berbeda bermakna. Hasil rata-rata frekuensi diare pada kelompok perlakuan dosis 50
ml/kg BB lebih kecil daripada kelompok kontrol negatif. Obat sebagai antidiare adalah
56
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
obat yang dapat menurunkan frekuensi diare. Hal ini berarti pemberian dosis 50 ml/kg
diberikan pada pemberian dosis 25 ml/kg BB. Sedangkan CMC Na 1% secara statistik
tidak bermakna jika dibandingkan dengan kontrol positif, sehingga tidak bertindak
sebagai antidiare.
d. Durasi diare
Durasi diare dihitung dari waktu mencit pertama kali mengeluarkan feses
dengan konsistensi cair sampai mencit mengeluarkan feses dengan konsistensi normal.
Tetapi hingga jam ke-6 pengamatan, konsistensi feses pada semua kelompok hewan uji
belum ada yang menunjukkan perbaikan dari konsistensi cair menjadi konsistensi padat.
Karenanya, durasi diare dihitung dari waktu mencit pertama kali menderita diare hingga
mencit tidak mengeluarkan feses lagi selama 6 jam pengamatan. Rata-rata hasil
Tabel VII. Rangkuman hasil pengamatan dan hasil analisis uji Mann-Whitney untuk
parameter durasi diare
Hasil analisis uji Mann-
Kelompok ± SE (menit) Whitney
I II III IV V VI
- tb tb tb bb tb
I 93,4±31,78
tb - tb tb bb tb
II 135,8±13,30
tb tb - tb bb tb
III 129,2±21,87
tb tb tb - bb tb
IV 90,5±29,24
bb bb bb bb - bb
V 27,2±17,00
tb tb tb tb bb -
VI 127,0±16,03
Keterangan :
Kelompok I = kontrol negatif (aquadest)
Kelompok II = kontrol positif (pembanding)
Kelompok III = dosis I (12,5 ml/kg BB)
Kelompok IV = dosis II (25 ml/kg BB)
Kelompok V = dosis III (50 ml/kg BB)
Kelompok VI = kelompok CMC Na 1%
tb = berbeda tidak bermakna
bb = berbeda bermakna
58
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
Gambar 10. Diagram batang rata-rata hasil pengamatan untuk parameter durasi
diare
Tampak bahwa terjadi penurunan durasi diare seiring kenaikan peringkat dosis.
Apabila dibandingkan dengan kontrol negatif, secara statistik kenaikan onset diare
memberikan hasil yang bermakna (p<0,05) pada pemberian sari buah salak pondoh pada
kelompok V dengan dosis 50 ml/kg BB. Obat bertindak sebagai antidiare apabila dapat
menurunkan durasi diare. Karena pada pemberian dosis 50 ml/kg BB hasil rata-rata
durasi diare lebih kecil dari kelompok kontrol negatif, maka dapat bertindak sebagai
Bobot feses digunakan sebagai parameter semi kuntitatif untuk melihat berapa
bobot feses cair hewan uji mencit setelah diinduksi dengan Oleum Ricini. Hasil
Tabel VIII. Rangkuman hasil pengamatan dan hasil analisis uji Mann-Whitney untuk
parameter bobot feses cair
Hasil analisis uji Mann-Whitney
Kelompok ± SE (gram) I II III IV V VI
- tb tb tb bb tb
I 0,94125±0,33
tb - tb bb bb tb
II 0,86695±0,21
tb tb - bb bb tb
III 1,08125±0,32
tb bb bb - tb bb
IV 0,39735±0,14
bb bb bb tb - bb
V 0,25530±0,13
tb tb tb bb bb -
VI 1,06087±0,13
Keterangan :
Kelompok I = kontrol negatif (aquadest)
Kelompok II = kontrol positif (pembanding)
Kelompok III = dosis I (12,5 ml/kg BB)
Kelompok IV = dosis II (25 ml/kg BB)
Kelompok V = dosis III (50 ml/kg BB)
Kelompok VI = kelompok CMC Na 1%
tb = berbeda tidak bermakna
bb = berbeda bermakna
60
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
Gambar 11. Diagram batang rata-rata hasil pengamatan untuk parameter bobot
feses
Obat antidiare adalah obat yang dapat menurunkan bobot feses cair. Dari hasil
pengamatan, apabila dibandingkan dengan kontrol negatif dan kontrol positif pemberian
sari buah salak pondoh dengan dosis 50 ml/kg BB memberikan hasil statistik yang
berbeda bermakna (p<0,05). Rata-rata hasil pengamatan pada dosis 50 ml/kg BB adalah
sebesar 0,25530±0,13. Hasil rata-rata ini lebih kecil bila dibandingkan pada perlakuan
kontrol negatif, yakni 0,94125±0,33. Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian sari buah
salak pondoh dengan dosis 50 ml/kg BB memberikan efek penurunan bobot feses, dan
dapat bertindak sebagai antidiare. Sedangkan bila dibandingkan dengan kontrol positif,
hasil pengamatan pemberian dosis 50 ml/kg BB memberikan hasil yang tidak ekivalen
dengan kontrol positif. Sedangkan CMC Na 1% secara statistik tidak bermakna jika
apabila terjadi penurunan bobot feses cair, frekuensi diare, persentase konsistensi feses
cair, durasi diare, dan meningkatkan onset diare. Dari hasil yang diperoleh melalui
pengamatan parameter bobot feses, frekuensi diare, konsistensi feses yang cair, onset
(waktu timbulnya diare) dan durasi (lamanya diare berlangsung), maka dosis 50 ml/kg
BB merupakan dosis efektif untuk antidiare pada mencit. Karena pada pemberian sari
buah salak dengan dosis 50 ml/kg BB ini terjadi penurunan bobot feses cair, frekuensi
diare, persentase konsistensi feses cair, durasi diare, dan meningkatkan onset diare. Hal
ini terjadi karena kandungan tanin yang ada dalam sari buah salak pondoh dapat
menyebabkan selaput lendir usus membentuk lapisan, sehingga dapat menciutkan selaput
lendir usus dan menyebabkan sekresi elektrolit dan air terhambat. Selain itu tanin juga
sekresi elektrolit dan air secara berlebih, maka diare dapat dihambat atau dihentikan.
Apabila dosis mencit akan dikonversikan ke dosis manusia 70 kg, maka nilai konversi
dosis dari mencit 20 gram ke manusia 70 kg adalah sebesar 387,9. Sehingga dosis yang
= 50 x 378,9
= 18945 ml/70kg BB
= 270,64 ml/kg BB
62
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
Rata-rata satu buah salak pondoh adalah 41,108 gram dan dapat disarikan
sebanyak 7,47 ml. Hal ini berarti dalam 1 ml sari buah salak pondoh mengandung 5,503
gram salak pondoh. Sehingga banyaknya buah salak yang dapat digunakan adalah :
= 1488,52 g/kg BB
= 36,209 36 buah.
C. Rangkuman Pembahasan
Penelitian ini menggunakan metode proteksi diare oleh Oleum Ricini. Sejumlah
hewan uji yaitu mencit putih betina dibagi dalam enam kelompok, masing-masing
kelompok terdiri dari 10 ekor mencit. Kelompok perlakuan tersebut terbagi menjadi
CMC Na 1%, dan tiga kelompok yang mewakili tiga peringkat dosis. Yang digunakan
sebagai kontrol negatif adalah aquadest. Sedangkan senyawa yang digunakan sebagai
kontrol positif atau pembanding adalah larutan Immodium yang dibuat dalam dosis 0,728
mg/g BB dengan konsentrasi 0,2912 x 10 -2 g/100 ml. Larutan uji yang digunakan adalah
sari buah salak pondoh segar yang dibuat dalam tiga peringkat dosis, yaitu 12,5 ml/kg
Perlakuan yang diberikan pada hewan uji adalah sama persis antara keenam
kelompok perlakuan tersebut. Hanya saja terdapat perbedaan yaitu pada jenis larutan
yang diberikan diawal perlakuan. Pada menit ke nol kelompok kontrol negatif
0,2912 x 10-2 g/100 ml. Pada kelompok CMC Na 1%, diberikan larutan CMC Na dengan
konsentrasi 1% secara oral. Sedangkan pada kelompok perlakuan dibagi menjadi tiga
kelompok berdasarkan tiga peringkat dosis. Kelompok dosis I pada menit ke nol
mendapatkan sari buah salak pondoh dengan dosis 12,5 ml/kg BB; pada kelompok dosis
II mendapatkan sari buah salak pondoh dosis 25 ml/kg BB dan pada kelompok dosis III
mendapat sari buah salak pondoh dengan dosis 50 ml/kg BB. Selanjutnya dilakukan
proses penelitian yang sama pada enam kelompok uji seperti cara kerja yang telah
ditentukan.
Parameter yang digunakan pada penelitian ini adalah bobot feses, frekuensi
diare, konsistensi feses yang cair, onset (waktu timbulnya diare) dan durasi (lamanya
diare berlangsung). Suatu zat atau senyawa dikatakan mempunyai aktivitas antidiare bila
lebih kecil nilainya dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif. Jadi apabila bobot
feses, frekuensi diare, konsistensi feses yang cair, onset (waktu timbulnya diare) dan
durasi (lamanya diare berlangsung) dari kelompok perlakuan lebih kecil dari pada
kelompok kontrol negatif, maka sari buah salak pondoh memang menunjukkan aktivitas
aktivitas sebagai antidiare. Dari hasil yang diperoleh, maka dosis 50 ml/kg BB
merupakan dosis efektif untuk antidiare pada mencit. Dosis yang diperlukan untuk
A. Kesimpulan
Berdasarkan atas data penelitian yang dikumpulkan dan analisis hasil yang
1. sari daging buah salak pondoh dengan dosis 50 ml/kg BB mempunyai aktivitas
2. kenaikan dosis pemberian sari buah salak pondoh meningkatkan daya antidiare. Dari
hasil yang diperoleh, maka dosis 50 ml/kg BB (dosis III) merupakan dosis efektif
untuk antidiare pada mencit. Dosis yang diperlukan untuk manusia 70 kg adalah
B. Saran
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, sebaiknya perlu dilakukan penelitian-
penelitian lanjutan yang dapat mendukung atau dilakukan penelitian lebih lanjut,
misanlnya :
1. penggunaan buah salak pondoh yang diambil dari daerah selain Turi, Sleman, DI
Yogyakarta.
2. penggunaan sampel salak pondoh tanpa kulit ari (kulit ari yang tipis dibuang), untuk
3. perlu penelitian lebih lanjut tentang pengaruh pemberian sari daging buah salak
pondoh pada uji aktivitas antidiare dengan metode proteksi terhadap diare oleh
Oleum Ricini.
64
65
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
4. penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kadar tanin dalam salak pondoh.
5. peningkatan dosis Loperamid HCl, agar hasil penelitian yang diperoleh lebih baik.
6. penggunaan metode penelitian selain metode proteksi terhadap diare oleh Oleum
Adnyana, Ketut I., Yulinah, Elin, Sigit, dan Joseph I., 2004, Efek Ekstrak Daun Jambu Biji
Daging Buah Putih dan Jambu Biji Daging Buah Merah sebagai Antidiare, Acta
Pharmaceutica Indonesia, Vol. XXIX, No.1, hal 1-9.
Ammon, H.V., Thomas, P.J., and Philips, S., 1974, Effect of Oleic and Ricinoleic Acids on
net Jejunal Water and Electrolyte Movement dalam Vogel, G.H., Drug Discovery
and Evaluation, 2th Edition, 2, Spinger-Verlag, Berlin.
Anonim, 1993, Pengujian Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik, 19-21,
155, Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam, Phyto Medica, Jakarta.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, ed. IV, 423, 503, 584, 631, Departemen Kesehatan
Indonesia, Jakarta
Anonim, 1997, Kompendia Obat Bebas, Edisi III, 31-33, Departemen Kesehatan RI,
Direktorat Jendral Pengawasan Obat Makanan, Jakarta.
Anonim, 2000a, Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional, edisi 1, 1-3, Dirjen
Pengawasan Obat dan Makanan, Direktorat Pengawasan Obat Tradisional, DepKes
RI, Jakarta.
Anonim, 2000b, Informatorium Obat Nasional Indonesia (IONI), 7-9, 25-28, 32, 330-333,
346, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2005, WGO Practice Guideline-Acute Diarrhea, http :// www. world
gastroenterology.org, diakses pada tanggal 1 Juli 2009.
Anonim, 2006, MIMS, edisi bahasa Indonesia volume 7, 28-30, PT Info Master, Jakarta.
Dollery, S.C., 1991, Therapeutic Drug, volume 2, Churchill Livingstone Edinburgh, London.
Fine, K., Kerjs, G., and Foldtran, J., 1989, Diarrhea dalam Carrutthers, G.S., Hoffman,
B.B., Melmon, L.K., Nierenberg, W.D., 2000, Mellmon and Morelli’s
Clinical Pharmacology, 306, The Mc Graw Hill Companies, Singapore.
Firdaus, 1997, Etiologi Diare Karena Infeksi di Indonesia, Medika, 23 (1), 35-39.
Ganong, W.F., 1995, Buku Ajar Kedoteran: Review of Medical Physiology, alih bahasa
Petrus Andrianto, edisi 14, 404-440, EGC, Jakarta.
Hambleton, G., 1995, Manual Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit, cetakan I, Binarupa
Aksara, Jakarta.
Heaton, and Lewis, 1997, Stool form scale as a useful guide to intestinal transit time,
Scandinavian Journal of Gastroenterology, 32 (9): 920 – 924
Iwao, L., and Terada, Y., 1962, On the Mechanism of Diarrhea due to Castrol Oil dalam
Vogel, G.H., Drug Discovery and Evaluation, 2th Edition, 875, Spinger-Verlag,
Berlin.
Longe, R.L., and Di Piro, J.T., 2000, Diarrhea and Constipation, in Di Piro, J.T., Talbert,
R.L., Yee, G.C., Matske, G.R., Well, B.G., Posey, L.M., (Eds), Pharmacotherapy,
A Pathophysiologic Approach, Sixth Ed., 680, Appleton & Longe, Stanford,
Connecticut.
Markum, 1999, Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, 448-472.
Mills, Simon, and Kerry, Bone, 2000, Principles and Practice of Phytotherapy: Modern
Herbal Medicine, 34-37, 68-70, Churchill Livingstone.
Mutschler, E., 1986, Arzneimittelwirkungen, diterjemahkan oleh Widianto dan Ranti, edisi
5, Penerbit ITB, Bandung.
Nandariyah, Soemartono, Artama, W.T., dan Taryono, 2004, Keragaman Kultivar Salak
(Zalacca zalacca), Agrosains 6(2 ):75-79.
Noerasid, H., Suraatmadja, S., dan Asnil, P.O., Gastroenteritis (Diare) Akut, dalam
Suharyono, Budiarso, A. dan Halimun, E.M., (Eds.), Gastroenterologi Anak
Praktis, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 51-69,
1988.
Pardal, Saptowo J., Ika Mariska, E.G. Lestari, dan Slamet, 2004, Regenerasi Tanaman dan
Transformasi Genetik Salak Pondoh (Zalacca edulis Reinw) untuk Rekayasa Buah
Partenokarpi, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber
Daya Genetik Pertanian, Bogor.
68
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
Po, A. TTIINNDDAAKKAANN
Li Wan dan G. Li Wan Po, 1997, TTIIDDAAKK
OTC Medications Symptoms and Treatments of
Common Illnesses, Second Edition, 93-98, Blackwell Sciense, UK.
Purnomo S, T Sudartyono, dan Soleh M., 1993, Distribusi Kultivar dan Prakiraan Wilayah
Pengembangan Salak, Penelitian Hortikultura 5 (2):1-14.
Soenarto, Y., 1993, Tatalaksana Kasus Diare Akut pada Anak dalam Pemakaian Obat
pada Anak, Laboratorium Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Tjay, T. H., dan Rahardja, K., 2002, Obat-obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efek-
efek Sampingnya, cetakan pertama, edisi kelima, 242-290, PT. Elexmedia
Komputindo Keluarga Gramedia, Jakarta.
Tyler, V.E., 2000, Product Definition Deficiencies in Clinical Studies of Herbal Medicine
dalam Wahyuono, S., Obat Asli Indonesia, Majalah Obat Tradisional, Volume 7,
19- 20, Bagian Biologi Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Van Steenis, C. G. G. J., 1992, Flora, cetakan ke-6, 35, 36, 122, 123, 127, PT. Pradnya
Paramita, Jakarta.
Vogel, G.H., 2002, Drug Discovery and Evaluation, 2th Edition, 875-876, Spinger-Verlag,
Berlin.
Widayanti, S., 2003, Pola Pengobatan Penyakit Diare pada Anak di Instalasi Rawat Inap II
Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta Selama Bulan Juli-Desember 2001 Beserta
Analisa Rasionalitasnya, Skripsi, 1-2, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Widjaja, M.C., 2002, Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita, Cetakan I, 4-10,
Kawan Pustaka, Jakarta.
Winarno, W., dan Sundari, D., Pemanfaatan Tumbuhan Sebagai Obat Diare di Indonesia,
Cermin Dunia Kedokteran No 109, hal 25-31, 1996.
Zein, U., 2004, Sagala, K. H., dan Ginting, J., Diare Akut disebabkan Bakteri, Univ.
Sumatra Utara, hal. 1-15.
69
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
70
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
Berdasarkan pada ISO 2000, dosis loperamide HCl pada pemberian awal adalah
4mg, maka apabila dosis tersebut dikonversikan ke orang dewasa dengan berat badan 70kg
adalah :
70
Dosis = 4mg
50
= 5,6 mg/70 kg BB.
= 5,6 x 0,0026
= 0,0015 mg/20g BB
= 0,728 mg/kg BB
Dosis
C = BB V
0,728mg / kg BB 0,02 kg BB
= 0,5 ml
CV
Dosis
BB
=
1 0,5ml
= 0,02kg
= 25 ml/kg BB
CV
Dosis
BB
=
1 0,25ml
= 0,02kg
= 12,5 ml/kg BB
CV
Dosis
BB
=
11,00ml
= 0,02kg
= 50 ml/kg BB
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
Lampiran 5. Hasil uji antidiare sari buah salak pondoh dengan metode proteksi oleh oleum ricini
76
c. Frekuensi diare pada mencit terinduksi oleum Ricini (kali)
Kelompok
Mencit I II III IV V VI
1 8 2 8 6 2 8
2 6 6 4 3 2 2
3 4 7 9 6 0 3
4 6 9 4 4 3 7
5 8 3 10 4 0 4
6 0 7 6 1 2 7
7 1 4 10 0 0 4
8 0 14 8 5 2 7
9 4 9 10 1 0 8
10 11 5 10 2 0 4
± SE 4,8±1,76 6,6±1,66 7,9±1,15 3,2±1,02 1,1±0,57 5,4±1,05
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
79
dosis rendah .250 10 .076 .855 10 .067
bobot
Descriptive Statistics
Ranks
positif 10 35.20
cmc na 10 41.70
Total 60
Test Statisticsa,b
bobot
Chi-Square 21.425
df 5
b. Grouping Variable:
perlakuan
Frekuensi
Descriptive Statistics
Ranks
positif 10 38.60
cmc na 10 34.40
Total 60
Test Statisticsa,b
frekuensi
Chi-Square 27.292
df 5
b. Grouping Variable:
perlakuan
Konsistensi
Descriptive Statistics
Ranks
positif 10 42.20
cmc na 10 33.90
Total 60
Test Statisticsa,b
konsistensi
Chi-Square 28.706
df 5
b. Grouping Variable:
perlakuan
Onset
Descriptive Statistics
Ranks
positif 10 20.75
cmc na 10 24.30
Total 60
Test Statisticsa,b
onset
Chi-Square 20.962
df 5
b. Grouping Variable:
perlakuan
Durasi
Descriptive Statistics
Ranks
positif 10 40.25
cmc na 10 36.70
Total 60
Test Statisticsa,b
durasi
Chi-Square 20.962
df 5
b. Grouping Variable:
perlakuan
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
Lampiran 8. Hasil analisis sari buah salak pondoh dengan metode proteksi oleh oleum ricini dengan uji Mann-Withney
a. Bobot
Test Statisticsb
Ranks
bobot
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
Mann-Whitney U 47.000
bobot negatif 10 10.80 108.00 Wilcoxon W 102.000
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
bobot
bobot negatif 10 10.40 104.00
Mann-Whitney U 49.000
dosis rendah 10 10.60 106.00 Wilcoxon W 104.000
Total 20 Z -.076
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
bobot
bobot negatif 10 12.60 126.00
Mann-Whitney U 29.000
dosis terapi 10 8.40 84.00 Wilcoxon W 84.000
Total 20
Z -1.591
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
bobot
bobot negatif 10 13.30 133.00
Mann-Whitney U 22.000
dosis tinggi 10 7.70 77.00 Wilcoxon W 77.000
Total 20
Z -2.163
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
bobot
bobot negatif 10 10.50 105.00
Mann-Whitney U 50.000
cmc na 10 10.50 105.00 Wilcoxon W 105.000
Total 20
Z .000
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
bobot
bobot negatif 10 10.80 108.00
Mann-Whitney U 47.000
positif 10 10.20 102.00 Wilcoxon W 102.000
Total 20 Z -.227
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
bobot
bobot positif 10 9.80 98.00
Mann-Whitney U 43.000
dosis rendah 10 11.20 112.00 Wilcoxon W 98.000
Total 20
Z -.529
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
bobot
bobot positif 10 14.10 141.00
Mann-Whitney U 14.000
dosis terapi 10 6.90 69.00 Wilcoxon W 69.000
Total 20
Z -2.722
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
bobot
bobot positif 10 14.20 142.00
Mann-Whitney U 13.000
dosis tinggi 10 6.80 68.00 Wilcoxon W 68.000
Total 20
Z -2.818
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
bobot
bobot positif 10 8.90 89.00
Mann-Whitney U 34.000
cmc na 10 12.10 121.00 Wilcoxon W 89.000
Total 20
Z -1.209
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
bobot
bobot negatif 10 10.40 104.00
Mann-Whitney U 49.000
dosis rendah 10 10.60 106.00 Wilcoxon W 104.000
Total 20
Z -.076
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
bobot
bobot positif 10 9.80 98.00
Mann-Whitney U 43.000
dosis rendah 10 11.20 112.00 Wilcoxon W 98.000
Total 20
Z -.529
20 Z -2.571
Total
Asymp. Sig. (2-tailed) .010
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
bobot
bobot dosis rendah 10 14.20 142.00
Mann-Whitney U 13.000
dosis tinggi 10 6.80 68.00 Wilcoxon W 68.000
20
Total Z -2.818
20 Z -.151
Total
Asymp. Sig. (2-tailed) .880
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
bobot
bobot negatif 10 12.60 126.00
Mann-Whitney U 29.000
dosis terapi 10 8.40 84.00 Wilcoxon W 84.000
Total 20
Z -1.591
20 Z -2.722
Total
Asymp. Sig. (2-tailed) .006
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
bobot
bobot dosis rendah 10 13.90 139.00
Mann-Whitney U 16.000
dosis terapi 10 7.10 71.00 Wilcoxon W 71.000
20
Total Z -2.571
20 Z -.881
Total
Asymp. Sig. (2-tailed) .378
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
bobot
bobot dosis terapi 10 6.00 60.00
Mann-Whitney U 5.000
cmc na 10 15.00 150.00 Wilcoxon W 60.000
20
Total Z -3.403
Test Statisticsb
Ranks
bobot
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
Mann-Whitney U 22.000
bobot negatif 10 13.30 133.00 Wilcoxon W 77.000
20 Z -2.818
Total
Asymp. Sig. (2-tailed) .005
20 Z -2.818
Total
Asymp. Sig. (2-tailed) .005
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
bobot
bobot dosis terapi 10 11.65 116.50
Mann-Whitney U 38.500
dosis tinggi 10 9.35 93.50 Wilcoxon W 93.500
20
Total Z -.881
20 Z -3.732
Total
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
bobot
bobot negatif 10 10.50 105.00
Mann-Whitney U 50.000
cmc na 10 10.50 105.00 Wilcoxon W 105.000
Total 20
Z .000
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
bobot
bobot positif 10 8.90 89.00
Mann-Whitney U 34.000
cmc na 10 12.10 121.00 Wilcoxon W 89.000
Total 20
Z -1.209
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
bobot
bobot dosis rendah 10 10.30 103.00
Mann-Whitney U 48.000
cmc na 10 10.70 107.00 Wilcoxon W 103.000
20
Total Z -.151
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
bobot
bobot dosis terapi 10 6.00 60.00
Mann-Whitney U 5.000
cmc na 10 15.00 150.00 Wilcoxon W 60.000
20
Total Z -3.403
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
bobot
bobot dosis tinggi 10 5.60 56.00
Mann-Whitney U 1.000
cmc na 10 15.40 154.00 Wilcoxon W 56.000
Total 20
Z -3.732
b. Frekuensi
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
frekuensi
frekuensi negatif 10 9.20 92.00
Mann-Whitney U 37.000
positif 10 11.80 118.00 Wilcoxon W 92.000
Total 20 Z -.987
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
frekuensi
frekuensi negatif 10 8.00 80.00
Mann-Whitney U 25.000
dosis rendah 10 13.00 130.00 Wilcoxon W 80.000
Total 20
Z -1.915
20 Z -.994
Total
Asymp. Sig. (2-tailed) .320
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
frekuensi
frekuensi negatif 10 13.50 135.00
Mann-Whitney U 20.000
dosis tinggi 10 7.50 75.00 Wilcoxon W 75.000
Total 20
Z -2.329
20 Z -.383
Total
Asymp. Sig. (2-tailed) .702
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
frekuensi
frekuensi negatif 10 9.20 92.00
Mann-Whitney U 37.000
positif 10 11.80 118.00 Wilcoxon W 92.000
Total 20 Z -.987
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
frekuensi
frekuensi positif 10 8.75 87.50
Mann-Whitney U 32.500
dosis rendah 10 12.25 122.50 Wilcoxon W 87.500
Total 20
Z -1.333
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
frekuensi
frekuensi positif 10 13.55 135.50
Mann-Whitney U 19.500
dosis terapi 10 7.45 74.50 Wilcoxon W 74.500
Total 20
Z -2.318
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
frekuensi
frekuensi positif 10 15.15 151.50
Mann-Whitney U 3.500
dosis tinggi 10 5.85 58.50 Wilcoxon W 58.500
Total 20
Z -3.573
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
frekuensi
frekuensi positif 10 11.35 113.50
Mann-Whitney U 41.500
cmc na 10 9.65 96.50 Wilcoxon W 96.500
Total 20
Z -.651
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
frekuensi
frekuensi negatif 10 8.00 80.00
Mann-Whitney U 25.000
dosis rendah 10 13.00 130.00 Wilcoxon W 80.000
Total 20
Z -1.915
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
frekuensi
frekuensi positif 10 8.75 87.50
Mann-Whitney U 32.500
dosis rendah 10 12.25 122.50 Wilcoxon W 87.500
Total 20
Z -1.333
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
frekuensi
frekuensi dosis rendah 10 14.60 146.00
Mann-Whitney U 9.000
dosis terapi 10 6.40 64.00 Wilcoxon W 64.000
20
Total Z -3.130
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
frekuensi
frekuensi dosis rendah 10 15.50 155.00
Mann-Whitney U .000
dosis tinggi 10 5.50 55.00 Wilcoxon W 55.000
20
Total Z -3.841
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
frekuensi
frekuensi dosis rendah 10 13.50 135.00
Mann-Whitney U 20.000
cmc na 10 7.50 75.00 Wilcoxon W 75.000
20
Total Z -2.306
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
frekuensi
frekuensi negatif 10 11.80 118.00
Mann-Whitney U 37.000
dosis terapi 10 9.20 92.00 Wilcoxon W 92.000
Total 20
Z -.994
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
frekuensi
frekuensi positif 10 13.55 135.50
Mann-Whitney U 19.500
dosis terapi 10 7.45 74.50 Wilcoxon W 74.500
Total 20
Z -2.318
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
frekuensi
frekuensi dosis rendah 10 14.60 146.00
Mann-Whitney U 9.000
dosis terapi 10 6.40 64.00 Wilcoxon W 64.000
20
Total Z -3.130
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
frekuensi
frekuensi dosis terapi 10 13.40 134.00
Mann-Whitney U 21.000
dosis tinggi 10 7.60 76.00 Wilcoxon W 76.000
20
Total Z -2.242
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
frekuensi
frekuensi dosis terapi 10 7.90 79.00
Mann-Whitney U 24.000
cmc na 10 13.10 131.00 Wilcoxon W 79.000
20
Total Z -1.987
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
frekuensi
frekuensi negatif 10 13.50 135.00
Mann-Whitney U 20.000
dosis tinggi 10 7.50 75.00 Wilcoxon W 75.000
Total 20
Z -2.329
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
frekuensi
frekuensi positif 10 15.15 151.50
Mann-Whitney U 3.500
dosis tinggi 10 5.85 58.50 Wilcoxon W 58.500
Total 20
Z -3.573
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
frekuensi
frekuensi dosis rendah 10 15.50 155.00
Mann-Whitney U .000
dosis tinggi 10 5.50 55.00 Wilcoxon W 55.000
20
Total Z -3.841
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
frekuensi
frekuensi dosis terapi 10 13.40 134.00
Mann-Whitney U 21.000
dosis tinggi 10 7.60 76.00 Wilcoxon W 76.000
20
Total Z -2.242
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
frekuensi
frekuensi dosis tinggi 10 5.85 58.50
Mann-Whitney U 3.500
cmc na 10 15.15 151.50 Wilcoxon W 58.500
20
Total Z -3.583
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
frekuensi
frekuensi negatif 10 10.00 100.00
Mann-Whitney U 45.000
cmc na 10 11.00 110.00 Wilcoxon W 100.000
Total 20
Z -.383
20 Z -.651
Total
Asymp. Sig. (2-tailed) .515
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
frekuensi
frekuensi dosis rendah 10 13.50 135.00
Mann-Whitney U 20.000
cmc na 10 7.50 75.00 Wilcoxon W 75.000
20
Total Z -2.306
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
frekuensi
frekuensi dosis terapi 10 7.90 79.00
Mann-Whitney U 24.000
cmc na 10 13.10 131.00 Wilcoxon W 79.000
20
Total Z -1.987
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
frekuensi
frekuensi dosis tinggi 10 5.85 58.50
Mann-Whitney U 3.500
cmc na 10 15.15 151.50 Wilcoxon W 58.500
20
Total Z -3.583
c. Konsistensi
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
konsistensi
konsistensi negatif 10 8.05 80.50
Mann-Whitney U 25.500
positif 10 12.95 129.50 Wilcoxon W 80.500
Total 20 Z -1.855
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
konsistensi
konsistensi negatif 10 7.30 73.00
Mann-Whitney U 18.000
dosis rendah 10 13.70 137.00 Wilcoxon W 73.000
Total 20
Z -2.423
20 Z -.532
Total
Asymp. Sig. (2-tailed) .595
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
konsistensi
konsistensi negatif 10 13.50 135.00
Mann-Whitney U 20.000
dosis tinggi 10 7.50 75.00 Wilcoxon W 75.000
Total 20
Z -2.319
20 Z -.986
Total
Asymp. Sig. (2-tailed) .324
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
konsistensi
konsistensi negatif 10 8.05 80.50
Mann-Whitney U 25.500
positif 10 12.95 129.50 Wilcoxon W 80.500
Total 20 Z -1.855
20 Z -.757
Total
Asymp. Sig. (2-tailed) .449
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
konsistensi
konsistensi positif 10 13.95 139.50
Mann-Whitney U 15.500
dosis terapi 10 7.05 70.50 Wilcoxon W 70.500
Total 20
Z -2.620
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
konsistensi
konsistensi positif 10 15.50 155.00
Mann-Whitney U .000
dosis tinggi 10 5.50 55.00 Wilcoxon W 55.000
Total 20
Z -3.808
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
konsistensi
konsistensi positif 10 12.30 123.00
Mann-Whitney U 32.000
cmc na 10 8.70 87.00 Wilcoxon W 87.000
Total 20
Z -1.363
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
konsistensi
konsistensi negatif 10 7.30 73.00
Mann-Whitney U 18.000
dosis rendah 10 13.70 137.00 Wilcoxon W 73.000
Total 20
Z -2.423
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
konsistensi
konsistensi positif 10 9.50 95.00
Mann-Whitney U 40.000
dosis rendah 10 11.50 115.00 Wilcoxon W 95.000
Total 20
Z -.757
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
konsistensi
konsistensi dosis rendah 10 14.15 141.50
Mann-Whitney U 13.500
dosis terapi 10 6.85 68.50 Wilcoxon W 68.500
20
Total Z -2.771
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
konsistensi
konsistensi dosis rendah 10 15.40 154.00
Mann-Whitney U 1.000
dosis tinggi 10 5.60 56.00 Wilcoxon W 56.000
20
Total Z -3.734
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
konsistensi
konsistensi dosis rendah 10 12.95 129.50
Mann-Whitney U 25.500
cmc na 10 8.05 80.50 Wilcoxon W 80.500
20
Total Z -1.855
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
konsistensi
konsistensi negatif 10 11.20 112.00
Mann-Whitney U 43.000
dosis terapi 10 9.80 98.00 Wilcoxon W 98.000
Total 20
Z -.532
20 Z -2.620
Total
Asymp. Sig. (2-tailed) .009
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
konsistensi
konsistensi dosis rendah 10 14.15 141.50
Mann-Whitney U 13.500
dosis terapi 10 6.85 68.50 Wilcoxon W 68.500
20
Total Z -2.771
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
konsistensi
konsistensi dosis terapi 10 14.20 142.00
Mann-Whitney U 13.000
dosis tinggi 10 6.80 68.00 Wilcoxon W 68.000
20
Total Z -2.840
Ranks
Z -1.367
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
konsistensi
konsistensi negatif 10 13.50 135.00
Mann-Whitney U 20.000
dosis tinggi 10 7.50 75.00 Wilcoxon W 75.000
Total 20
Z -2.319
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
konsistensi
konsistensi positif 10 15.50 155.00
Mann-Whitney U .000
dosis tinggi 10 5.50 55.00 Wilcoxon W 55.000
Total 20
Z -3.808
20 Z -3.734
Total
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
konsistensi
konsistensi dosis terapi 10 14.20 142.00
Mann-Whitney U 13.000
dosis tinggi 10 6.80 68.00 Wilcoxon W 68.000
20
Total Z -2.840
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
konsistensi
konsistensi dosis tinggi 10 5.95 59.50
Mann-Whitney U 4.500
cmc na 10 15.05 150.50 Wilcoxon W 59.500
20
Total Z -3.470
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
konsistensi
konsistensi negatif 10 9.20 92.00
Mann-Whitney U 37.000
cmc na 10 11.80 118.00 Wilcoxon W 92.000
Total 20
Z -.986
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
konsistensi
konsistensi positif 10 12.30 123.00
Mann-Whitney U 32.000
cmc na 10 8.70 87.00 Wilcoxon W 87.000
Total 20
Z -1.363
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
konsistensi
konsistensi dosis rendah 10 12.95 129.50
Mann-Whitney U 25.500
cmc na 10 8.05 80.50 Wilcoxon W 80.500
20
Total Z -1.855
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
konsistensi
konsistensi dosis terapi 10 8.70 87.00
Mann-Whitney U 32.000
cmc na 10 12.30 123.00 Wilcoxon W 87.000
20
Total Z -1.367
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
konsistensi
konsistensi dosis tinggi 10 5.95 59.50
Mann-Whitney U 4.500
cmc na 10 15.05 150.50 Wilcoxon W 59.500
20
Total Z -3.470
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
onset
onset negatif 10 12.25 122.50
Mann-Whitney U 32.500
positif 10 8.75 87.50 Wilcoxon W 87.500
Total 20 Z -1.326
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
onset
onset negatif 10 12.05 120.50
Mann-Whitney U 34.500
dosis rendah 10 8.95 89.50 Wilcoxon W 89.500
Total 20
Z -1.173
Total 20
Z -.076
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
onset
onset negatif 10 7.60 76.00
Mann-Whitney U 21.000
dosis tinggi 10 13.40 134.00 Wilcoxon W 76.000
Total 20
Z -2.240
20 Z -.983
Total
Asymp. Sig. (2-tailed) .325
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
onset
onset negatif 10 12.25 122.50
Mann-Whitney U 32.500
positif 10 8.75 87.50 Wilcoxon W 87.500
Total 20 Z -1.326
onset
Z -.076
onset positif 10 10.40 104.00
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
onset
onset positif 10 8.40 84.00
Mann-Whitney U 29.000
dosis terapi 10 12.60 126.00 Wilcoxon W 84.000
Total 20
Z -1.592
Total 20
Z -3.816
Test Statisticsb
Ranks onset
Total 20
Z -1.173
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
onset
onset positif 10 10.40 104.00
Mann-Whitney U 49.000
dosis rendah 10 10.60 106.00 Wilcoxon W 104.000
Total 20
Z -.076
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
onset
onset dosis rendah 10 6.10 61.00
Mann-Whitney U 6.000
dosis tinggi 10 14.90 149.00 Wilcoxon W 61.000
20
Total Z -3.351
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
onset
onset negatif 10 10.60 106.00
Mann-Whitney U 49.000
dosis terapi 10 10.40 104.00 Wilcoxon W 104.000
Total 20
Z -.076
Total 20
Z -1.592
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
onset
onset dosis rendah 10 8.15 81.50
Mann-Whitney U 26.500
dosis terapi 10 12.85 128.50 Wilcoxon W 81.500
20
Total Z -1.777
Total 20
Z -2.413
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
onset
onset dosis terapi 10 11.75 117.50
Mann-Whitney U 37.500
cmc na 10 9.25 92.50 Wilcoxon W 92.500
Total 20
Z -.946
20 Z -2.240
Total
Asymp. Sig. (2-tailed) .025
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
onset
onset positif 10 5.50 55.00
Mann-Whitney U .000
dosis tinggi 10 15.50 155.00 Wilcoxon W 55.000
Total 20
Z -3.816
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
onset
onset dosis terapi 10 7.35 73.50
Mann-Whitney U 18.500
dosis tinggi 10 13.65 136.50 Wilcoxon W 73.500
Total 20
Z -2.413
Total 20
Z -3.810
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
onset
onset negatif 10 11.80 118.00
Mann-Whitney U 37.000
cmc na 10 9.20 92.00 Wilcoxon W 92.000
Total 20
Z -.983
Total 20
Z -.606
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
onset
onset dosis rendah 10 9.95 99.50
Mann-Whitney U 44.500
cmc na 10 11.05 110.50 Wilcoxon W 99.500
20
Total Z -.416
Total 20
Z -.946
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
onset
onset dosis tinggi 10 15.50 155.00
Mann-Whitney U .000
cmc na 10 5.50 55.00 Wilcoxon W 55.000
Total 20
Z -3.810
e. Durasi
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
durasi
durasi negatif 10 8.75 87.50
Mann-Whitney U 32.500
positif 10 12.25 122.50 Wilcoxon W 87.500
Total 20 Z -1.326
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
durasi
durasi negatif 10 8.95 89.50
Mann-Whitney U 34.500
dosis rendah 10 12.05 120.50 Wilcoxon W 89.500
Total 20
Z -1.173
20 Z -.076
Total
Asymp. Sig. (2-tailed) .940
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
durasi
durasi negatif 10 13.40 134.00
Mann-Whitney U 21.000
dosis tinggi 10 7.60 76.00 Wilcoxon W 76.000
Total 20
Z -2.240
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
durasi
durasi negatif 10 9.20 92.00
Mann-Whitney U 37.000
cmc na 10 11.80 118.00 Wilcoxon W 92.000
Total 20
Z -.983
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
durasi
durasi negatif 10 8.75 87.50
Mann-Whitney U 32.500
positif 10 12.25 122.50 Wilcoxon W 87.500
Total 20 Z -1.326
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
durasi
durasi positif 10 10.60 106.00
Mann-Whitney U 49.000
dosis rendah 10 10.40 104.00 Wilcoxon W 104.000
Total 20
Z -.076
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
durasi
durasi positif 10 12.60 126.00
Mann-Whitney U 29.000
dosis terapi 10 8.40 84.00 Wilcoxon W 84.000
Total 20
Z -1.592
Total 20
Z -3.816
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
durasi
durasi positif 10 11.30 113.00
Mann-Whitney U 42.000
cmc na 10 9.70 97.00 Wilcoxon W 97.000
Total 20
Z -.606
20 Z -1.173
Total
Asymp. Sig. (2-tailed) .241
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
durasi
durasi positif 10 10.60 106.00
Mann-Whitney U 49.000
dosis rendah 10 10.40 104.00 Wilcoxon W 104.000
Total 20
Z -.076
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
durasi
durasi dosis rendah 10 14.90 149.00
Mann-Whitney U 6.000
dosis tinggi 10 6.10 61.00 Wilcoxon W 61.000
20
Total Z -3.351
20 Z -.416
Total
Asymp. Sig. (2-tailed) .677
Ranks
Test
perlakuan Stati
sticsb
durasi negatif
dosis terapi
Mann-Whitney U
Total Wilcoxon W 1
a.
N
ot
co
rr
ec
te
d
fo
r
ti
es
.
b.
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
Grouping Variable:
perlakuan TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
Ranks Test Statistics b
20 Z -1.592
Total
Asymp. Sig. (2-tailed) .111
Ranks
Test
perlakuan Stati
stics
b
durasi dosis rendah
dosis terapi
Mann-Whitney U 2
Total
Wilcoxon W 8
a.
N
o
t
c
o
rr
e
ct
e
d
f
o
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
r ties.
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
b. Grouping Variable:
perlakuan
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
Ranks Test Statistics b
20 Z -2.413
Total
Asymp. Sig. (2-tailed) .016
Ranks
perlakuan Test
Stati
durasi dosis terapi sticsb
cmc na
Total Mann-Whitney U
Wilcoxon W
a.
N
ot
co
rr
ec
te
d
fo
r
ti
es
.
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
b. Grouping Variable:
perlakuan TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
PPLLAAGGIIAATT MMEERRUUPPAAKKAANN
TTIINNDDAAKKAANN TTIIDDAAKK
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
durasi
durasi negatif 10 13.40 134.00
Mann-Whitney U 21.000
dosis tinggi 10 7.60 76.00 Wilcoxon W 76.000
Total 20
Z -2.240
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
durasi
durasi positif 10 15.50 155.00
Mann-Whitney U .000
dosis tinggi 10 5.50 55.00 Wilcoxon W 55.000
Total 20
Z -3.816
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
durasi
durasi dosis terapi 10 13.65 136.50
Mann-Whitney U 18.500
dosis tinggi 10 7.35 73.50 Wilcoxon W 73.500
20
Total Z -2.413
Total 20
Z -3.810
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
durasi
durasi negatif 10 9.20 92.00
Mann-Whitney U 37.000
cmc na 10 11.80 118.00 Wilcoxon W 92.000
Total 20
Z -.983
Ranks
Test Statisticsb
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
durasi
durasi positif 10 11.30 113.00
Mann-Whitney U 42.000
cmc na 10 9.70 97.00 Wilcoxon W 97.000
Total 20
Z -.606
Ranks
Z -.416
20 Z -3.810
Total
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
tamat pada tahun 2005. Setelah itu melanjutkan pendidikan di Fakultas Farmasi
dalam kepanitiaan di tingkat fakultas (Sie. Dana dan Usaha REAKSI 2005,
Koordinator Humas Seminar GLUTATION 2006, Sie. Dana dan Usaha PEC 2006,
Anggota aktif JMKI 2007, Koordinator Konsumsi Pelepasan Wisuda Fakultas 2007,
SITOSTATIKA 2007). Pada semester 6 dan 7 sebagai asisten dosen untuk mata
kuliah praktikum Farmakologi Dasar dan Toksikologi Dasar. Pada tahun 2008
Mahasiswa Penelitian (PKMP) Dikti 2008 sebagai ketua team. Juli 2009 menjadi