Anda di halaman 1dari 137

EVALUASI KETERSEDIAAN DAN PERILAKU PENGGUNAAN CUP

UKUR SEDIAAN CAIR ORAL PADA PENGUNJUNG APOTEK


PELENGKAP KIMIA FARMA, RSUP Dr. SARDJITO PERIODE JUNI-
JULI 2010

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :
Fransisca Ayuningtyas Wiranti
NIM : 078114022

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
EVALUASI KETERSEDIAAN DAN PERILAKU PENGGUNAAN CUP
UKUR SEDIAAN CAIR ORAL PADA PENGUNJUNG APOTEK
PELENGKAP KIMIA FARMA, RSUP Dr. SARDJITO PERIODE JUNI-
JULI 2010

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :
Fransisca Ayuningtyas Wiranti
NIM : 078114022

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010

ii
EVALUATION AVAILABILITY AND BEHAVIOUR USAGE OF ORAL
LIQUID MEDICINE WITH DOSING CUPS IN YOGYAKARTA Dr.
SARDJITO HOSPITAL KIMIA FARMA PHARMACY CUSTOMER IN
JUNE-JULY OF 2010 PERIOD

SKRIPSI

Presented as Partitial Fulfilment of the Requirement


to Obtain Sarjana Farmasi (S.Farm)
In Faculty of Pharmacy

By:
Fransisca Ayuningtyas Wiranti
NIM : 078114022

FACULTY OF PHARMACY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2010

iii
Persetujuan Pembimbing

EVALUASI KETERSEDIAAN DAN PERILAKU PENGGUNAAN CUP


UKUR SEDIAAN CAIR ORAL PADA PENGUNJUNG APOTEK
PELENGKAP KIMIA FARMA, RSUP Dr. SARDJITO PERIODE JUNI-
JULI 2010

Skripsi yang diajukan oleh :


Fransisca Ayuningtyas Wiranti
NIM: 078114022

telah disetujui oleh:

Pembimbing

Rita Suhadi, M.Si., Apt. tanggal: 1 Desember 2010

iv
v
HALAMAN PERSEMBAHAN

-When there is a will, there is a way-

Allah mungkin tidak pernah menjanjikan langit yang selalu biru,


Bunga yang bertaburan di sepanjang jalan hidup kita.
Allah mungkin tidak pernah menjanjikan matahari tanpa hujan,
Sukacita tanpa kesedihan, dan kedamaian tanpa penderitaan.
Namun, Allah menjanjikan kekuatan untuk menempuh hari ini;
Dia telah menjanjikan istirahat bagi para pekerja,
Terang di jalan yang gelap,rahmat untuk mengatasi percobaan,
Bantuan dari atas, simpati yang tak berkesudahan,
Dan kasih sayang yang tak kunjung padam
Kepada setiap orang yang percaya kepada-Nya.

Doa peringatan 1 tahun Gempa Bantul-Jogja


Penguat Dikala hidup berjalan lambat

Kupersembahkan karya sederhana ini bagi:

Jesus Christ, my savior

Kedua orang tuaku tercinta

Kakak dan Adikku tersayang

Sahabat dan teman-temanku

Almamaterku...

vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Fransisca Ayuningtyas Wiranti
Nomor Mahasiswa : 07 8114 022
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
EVALUASI KETERSEDIAAN DAN PERILAKU PENGGUNAAN CUP UKUR
SEDIAAN CAIR ORAL PADA PENGUNJUNG APOTEK KIMIA FARMA
RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE JUNI – JULI 2010
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan
data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya
ataupun memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.


Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 1 Desember 2010
Yang menyatakan

(Fransisca Ayunintyas Wiranti)

vii
viii
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

dan penyertaan-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul ”Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Cup Ukur Sediaan Cair

Oral pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma, RSUP Dr. Sardjito

Periode Juni-Juli 2010”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat

guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Farmasi (S. Farm.), Program Studi

Ilmu Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah banyak memperoleh bantuan,

bimbingan, dan pengarahan, serta dukungan dari berbagai pihak. Rasa terimakasih

penulis haturkan kepada pihak-pihak yang telah mendukung terwujudnya skripsi

ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Manager Apotek Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito dan Manager Apotek Kimia

Farma, Yogyakarta yang telah memberikan ijin dan saran bagi penulis untuk

melakukan penelitian di Apotek Pelengkap Kimia Farma, RSUP Dr. Sardjito.

2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah membimbing

dan memberikan ijin serta saran bagi penulis untuk melakukan penelitian ini.

3. Rita Suhadi M.Si, Apt. Selaku dosen pembimbing yang telah memberikan

bimbingan, waktu, semangat, saran, dan kritik dalam proses penyusunan

skripsi.

4. Ipang Djunarko, M.Sc, Apt selaku dosen pembimbing akademik dan dosen

penguji yang telah memberikan bimbingan selama penulis berada di Fakultas

Farmasi Sanata Dharma dan juga atas segala kritik dan saran kepada penulis.

ix
5. Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt selaku dosen penguji yang telah

memberikan kritik dan saran kepada penulis.

6. Dian Shintari, S. Si, Apt; Gina Arifah S. Farm, Apt. Sari Rahmawati, S. Farm,

Apt selaku Apoteker Apotek Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito,Yogyakarta dan

seluruh karyawan Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito yang

telah memberikan bimbingan selama proses pengambilan data di Apotek

Pelengkap Kimia Farma, RSUP Dr. Sardjito

7. Orang tuaku tercinta Bapak Robertus Bambang Sutoyo dan Ibu Christina Yuni

Hastuti atas doa, cinta, dan dukungan yang tak pernah berhenti diberikan

kepada penulis sehingga dapat memberikan semangat bagi penulis.

8. Eyang putri Anak Agung Pusparini atas doa, kasih sayang dan semangat yang

telah diberikan kepada penulis.

9. Simbah kakung Subardi Kartowiratmo, atas segala doa dan kasih sayang

kepada penulis. Semoga dapat beristirahat dengan tenang di sisi Bapa.

10. Kakak dan adikku, Maria Agustina Amelia, Emanuela Indira Puspasari dan

Theresia Dian Segara Kasih atas segala keceriaan yang membuat penulis dapat

melewati masa-masa sulit dalam melakukan penelitian ini. Terima kasih untuk

segala bantuan, dukungan, perhatian, dan kasih sayang yang telah diberikan

kepada penulis.

11. Sahabatku Fransiska Lintang Kusumaning Ratri atas segala dukungan yang

selalu diberikan kepada penulis. Terima kasih atas segala kenangan indah akan

persahabatan selama ini.

x
12. Marsela Widjaja dan Yoga Wirantara yang telah menjadi sahabat setia dalam

mengarungi rumitnya dunia kefarmasian di Universitas Sanata Dharma. Tak

akan semudah ini tanpa adanya dukungan dan kebersamaan selama ini.

13. Donald Tandiose, S. Farm., Apt. Atas segala kebawelan untuk membawa

perubahan yang lebih baik dalam diri penulis. Terimakasih segala perhatian

dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis.

14. Teman-teman skripsi Diana, Linda, Tegal, Indri, terima kasih atas bantuan,

dukungan, semangat, suka duka yang selalu kita lalui bersama-sama saat

pengambilan data dan penyusunan skripsi ini.

15. Sepupu-sepupuku tersayang, atas segala bantuan, dukungan, perhatian dan

kasih sayang selama ini.

16. Teman PKM-M PIMNAS 2010, Damar, Ditra, dan Igna atas kerjasama dan

perjalanan menyenangkan yang kita lalui bersama.

17. Teman makan siang bersama, Vero, Titien dan Tresa atas segala tawa dan

canda selama ini.

18. Teman-teman Fakultas Farmasi angkatan 2007 kelas A dan kelas Farmasi

Klinis Komunitas A (FKK A) terima kasih atas kebersamaan, keceriaan, suka

duka kita selama ini.

19. Teman-teman Fakultas Farmasi angkatan 2007, semoga dapat menjadi sahabat

sejati selamanya.

20. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka

penulis ingin mengucapkan maaf apabila terdapat kesalahan yang kurang

xi
berkenan. Pada kesempatan ini, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun agar skripsi ini menjadi lebih baik dan bermanfaat. Akhirnya penulis

berharap semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi

semua pihak yang membutuhkan.

Yogyakarta, Agustus 2010

Penulis

xii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i


HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vi
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................................... vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................... viii
PRAKATA ..................................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvii
INTISARI ....................................................................................................... xviii
ABSTRACT ..................................................................................................... xix
BAB I PENGANTAR ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
1. Permasalahan ......................................................................................... 3
2. Keaslian penelitian ................................................................................. 4
3. Manfaat penelitian .................................................................................. 4
B. Tujuan Penelitian........................................................................................ 5
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA .............................................................. 6
A. Perilaku Kesehatan ..................................................................................... 6
1. Pengetahuan ........................................................................................... 7
2. Sikap ...................................................................................................... 7
3. Praktik .................................................................................................... 7
B. Penggolongan Obat di Indonesia ................................................................ 9
1. Obat bebas ............................................................................................. 10
2. Obat bebas terbatas ................................................................................. 10
3. Obat keras .............................................................................................. 11
4. Obat psikotropika ................................................................................... 11
5. Obat narkotika ........................................................................................ 12
C. Sediaan Cair Oral ....................................................................................... 13
D. Cup Ukur ................................................................................................... 14
E. Pengobatan Sendiri .................................................................................... 15
F. Peran Apoteker di Apotek ........................................................................... 17
I. Pelayanan Informasi Obat ............................................................................ 19
J. Keterangan Empiris ..................................................................................... 21
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 22
A. Jenis dan Rancangan Penelitian .................................................................. 22
B. Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................... 23
C. Definisi Operasional ................................................................................... 24
D. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................... 27
E. Subjek Penelitian ........................................................................................ 27
F. Bahan Penelitian ......................................................................................... 30

xiii
G. Instrumen Penelitian................................................................................... 30
H. Jalannya Penelitian ..................................................................................... 31
1. Tahap Pra Penelitian .............................................................................. 31
2. Tahap Pengumpulan Data ....................................................................... 33
3. Tahap Pengolahan Data .......................................................................... 35
I. Tata Cara Analisis Hasil .............................................................................. 35
1. Karakteristik pasien ............................................................................... 35
2. Karakteristik obat ................................................................................... 38
3. Pengetahuan, sikap dan perilaku ............................................................. 38
4. Wawancara apoteker............................................................................... 39
J. Kesulitan Penelitian .............................................................................. 39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 41
A. Persentase Ketersediaan Cup Ukur yang Terdapat pada Kemasan Obat Cair
Oral di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito ........................................................ 41
1. Berdasarkan logo obat dan nomor registrasi............................................ 41
2. Berdasarkan jenis obat cair ..................................................................... 43
3. Berdasarkan kelas terapi dan sub kelas terapi.......................................... 44
4. Ketersediaan alat bantu ukur di dalam kemasan obat .............................. 46
B. Pemberian Informasi Obat oleh Apoteker Berdasarkan Hasil Wawancara... 48
1. Durasi pemberian informasi obat kepada pasien ..................................... 49
2. Sumber informasi yang digunakan apoteker dalam memberikan
informasi obat ......................................................................................... 51
3. Teknik pemberian informasi ................................................................... 52
4. Kendala dalam memberikan informasi .................................................... 53
C.Cara Penggunaan Cup Ukur Sediaan Cair Oral oleh Responden Berdasarkan
Hasil Kuisioner dan Wawancara.................................................................... 54
1. Karakteristik responden ......................................................................... 54
2. Penggunaan cup ukur sediaan cair oral oleh responden .......................... 62
D. Rangkuman Pembahasan ............................................................................ 84
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 86
A. Kesimpulan ................................................................................................ 86
B. Saran .......................................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 88
LAMPIRAN ................................................................................................... 95
BIOGRAFI PENULIS .................................................................................... 118

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel I Aturan beserta suhu penyimpanan obat menurut Farmakope


Indonesia IV ............................................................................. 13
Tabel II Cara penyimpanan obat dengan benar ...................................... 13
Tabel III Enam informasi minimal yang harus diberikan kepada pasien .. . 20
Tabel IV Penggolongan obat cair oral berdasarkan kelas terapi ............... 45
Tabel V Karakteristik obat cair oral yang disertai cup ukur di Apotek
KF, RSUP Dr. Sardjito.............................................................. 47
Tabel VI Karakteristik responden berdasarkan usia ................................. 55
Tabel VII Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan .......... 57
Tabel VIII Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan................ 58
Tabel IX Hasil pengisian kuisioner aspek pengetahuan responden .......... 63
Tabel X Beberapa petunjuk penyimpanan obat cair yang tertera pada
kemasan obat ............................................................................ 65
Tabel XI Hasil pengisian kuisioner aspek sikap responden...................... 71
Tabel XII Tugas apoteker di apotek menurut responden berdasarkan hasil
wawancara ................................................................................ 73
Tabel XIII Manfaat yang dirasakan responden setelah mendapat informasi
dari apoteker ............................................................................ 74
Tabel XIV Data hasil pengukuran sendok makan dan sendok teh .............. 76
Tabel XV Volume takaran obat cair menurut responden .......................... 78
Tabel XVI Hasil pengisian kuisioner aspek tindakan responden ................ 79
Tabel XVII Cara responden membersihkan cup ukur .................................. 80
Tabel XVI Kesulitan responden dalam menggunakan cup ukur ................. 80

xv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Logo obat bebas yang beredar di Indonesia .............................. 10


Gambar 2 Logo obat bebas terbatas yang beredar di Indonesia ................. 10
Gambar 3 Tanda peringatan pada obat bebas terbatas yang beredar di
Indonesia ................................................................................. 11
Gambar 4 Logo obat keras dan psikotropika yang beredar di Indonesia... . 12
Gambar 5 Logo obat narkotika yang beredar di Indonesia ........................ 12
Gambar 6 Cup ukur sediaan cair oral........................................................ 14
Gambar 7 Ruang lingkup penelitian evaluasi ketersediaan dan perilaku
penggunaan sediaan obat pada pengunjung Apotek KF, RSUP
Dr. Sardjito .............................................................................. 24
Gambar 8 Bagan cara kerja pengambilan subjek penelitian evaluasi
ketersediaan dan perilaku penggunaan sediaan obat pada
pengunjung apotek KF, RSUP Dr. Sardjito .............................. 28
Gambar 9 Karakteristik obat berdasarkan nomor registrasi obat ............... 42
Gambar 10 Karakteristik obat berdasarkan logo obat.................................. 43
Gambar 11 Karakteristik obat berdasarkan jenis obat cair .......................... 44
Gambar 12 Ketersediaan alat bantu ukur dalam kemasan ........................... 49
Gambar 13 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin .................. 56
Gambar 14 Karakteristik responden berdasarkan frekuensi penggunaan
cup ukur sediaan cair oral ........................................................ 59
Gambar 15 Karakteristik responden berdasarkan frekuensi pembelian obat
di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito ............................................ 60
Gambar 16 Karakteristik responden berdasarkan konsultasi obat................ 61
Gambar 17 Bermacam-macam ukuran sendok yang terdapat di
Indonesia... .............................................................................. 76
Gambar 18 Contoh cup ukur yang menyertakan satuan volume dan
konversinya... .......................................................................... 81
Gambar 19 Macam-macam cup ukur yang tersedia di pasaran... ................. 81

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Informed Consent .................................................................... 96


Lampiran 2 Kuisioner ................................................................................ 99
Lampiran 3 Panduan wawancara ................................................................. 101
Lampiran 4 Surat pengantar dari Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma... ................................................................................. 102
Lampiran 5 Surat ijin dari Apotek Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito ............ 103
Lampiran 6 Gambaran karakteristik responden ........................................... 104
Lampiran 7 Daftar obat cair oral pada bulan Juni-Juli di Apotek Pelengkap
Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito... ........................................... 105
Lampiran 8 Hasil wawancara dengan apoteker............................................ 113
Lampiran 9 Rak obat cair yang terdapat di Apotek Pelengkap Kimia
Farma RSUP Dr. Sardjito ......................................................... 114
Lampiran 10 Data hasil pengukuran sendok makan dan sendok teh .............. 115
Lampiran 12 Rekap kuisioner ....................................................................... 116

xvii
INTISARI

Titik kritis pada penggunaaan sediaan cair adalah pada ketepatan dosis.
Pengambilan volume yang tidak tepat mengakibatkan pengambilan dosis yang
tidak akurat. Kesalahan pengambilan dosis pada sediaan cair umumnya dipicu
oleh ketidaktersediaan alat bantu seperti cup ukur dalam kemasan sediaan cair oral
ataupun minimnya pengetahuan masyarakat dalam menggunakan cup ukur yang
tersedia pada kemasan. Permasalahan dalam penggunaan cup ukur tidak lepas dari
peran farmasis dalam menjamin ketersediaan obat dan dalam pemberian
pelayanan, edukasi maupun informasi yang tepat kepada masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan cup ukur sediaan cair
oral oleh pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma, RSUP Dr. Sardjito periode
Juni-Juli 2010. Penelitian ini termasuk penelitian observasional dengan rancangan
penelitian survei deskripif melalui pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan
data dilakukan dengan pengisian kuisioner dan wawancara kepada responden dan
apoteker pendamping apotek. Pengolahan data dilakukan menggunakan metode
statistik deskriptif.
Ketersediaan obat cair yang disertai cup ukur dalam kemasan sebesar 12,5%.
Informasi yang diberikan oleh apoteker pada saat menyerahkan cup ukur sediaan
cair oral adalah aturan penggunaan, nama obat dan peringatan. Hasil pengisian
kuisioner dan wawancara menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan (72,6%),
sikap (67%), dan tindakan (73,2%) pengunjung apotek telah cukup baik dalam
menggunakan cup ukur sediaan cair oral

Kata kunci : sediaan cair oral, ketersediaan, cara penggunaan, dan cup ukur.

xviii
ABSTRACT

Critical point in the use of liquid dosage form is on the dose accuracy.
Inaccurate volume interpretation can cause inaccurate dose that must be used.
Generally, this is caused by the unavailable device like dosing cup in oral liquid
dosage form or the public minimum knowledge on using the cup in package.
Those problems close related to the pharmacist whom as the drug supplier and the
public health services especially for giving the exact drug information to
customer.
This research aims to find out the using of oral liquid dosing cup by
customer at Pelengkap Kimia Farma Pharmacy Dr. Sardjito Hospital. This
research applies in observational with deskriptive design through qualitative
approach. Method in collecting data by questionnaries and interviews to the
customers and pharmaciest as the respondents. In processing data, the researcher
uses descriptive statistic method.
This research finds that the availability of dosing cup in package is 12.5%.
The information that provided by the phatmaciest are the diretion use, drug name,
and warnings. The questionnary and interviews result the percentage of
knowledge (72,3%), attitude (67%), and action (73,2%), wich shows that
customer have come to a good understanding on administered dosing cup and
liquid dosage form.

Keyword : oral liquid dosage form, availability, direction use and dosing cup.

xix
BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Prevalensi penduduk Indonesia yang mengeluh sakit selama sebulan

adalah sebesar 26,24 % di daerah perkotaan dan 24,95 % di daerah pedesaan

(Badan Pusat Statistik, 1998). Beragam cara dilakukan masyarakat untuk

berhadapan dengan penyakitnya. Masyarakat cenderung melakukan pengobatan

mandiri untuk menangani penyakit ringan. Pengobatan mandiri adalah tindakan

yang dilakukan untuk mengobati diri sendiri dengan menggunakan obat-obat

tanpa resep untuk mengatasi penyakit-penyakit ringan (minor illness) secara tepat

dan bertanggung jawab (Holt dan Hall, 1990). Untuk menghadapi penyakit berat,

masyarakat cenderung melakukan penegakan diagnosis oleh dokter.

Peran apoteker untuk meningkatkan pengobatan yang rasional bagi

pasien dengan ataupun tanpa resep dokter adalah dengan menjamin tersedianya

obat-obatan yang berkualitas dan juga menjamin tersedianya pelayanan konsultasi

obat di apotek (Handayani, Gitawati, Muktiningsih dan Raharni, 2006).

Obat yang tersedia di apotek terdiri dari bermacam-macam bentuk

sediaan, salah satunya adalah bentuk sediaan cair oral. Bentuk sediaan cair oral

merupakan salah satu bentuk sediaan yang mempunyai keuntungan dapat

digunakan untuk pasien yang tidak dapat menelan sediaan solid, khususnya bagi

pasien pediatri maupun pasien geriatri. Kesalahan pengambilan dosis yang

dilakukan oleh masyarakat dapat menghilangkan keuntungan tersebut.

1
2

Titik kritis pada penggunaaan sediaan cair bergantung pada ketepatan

dosis yang diambil. Pengambilan volume yang tidak tepat mengakibatkan

pengambilan dosis yang tidak akurat. Terdapat kesalahpahaman sehingga

masyarakat cenderung menggunakan sendok makan/sendok teh yang terdapat di

rumah untuk mengukur volume sediaan cair. Penelitian yang dilakukan pada

tahun 2000 di Minnesota (USA) menemukan bahwa 72% pasien mengggunakan

sendok teh untuk mengukur volume sediaan cair (Bayor, Kipo, dan Ofori-

Kwakye, 2010). Kesalahan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya

ketidakakuratan dosis.

Pada penggunaan sendok makan untuk pengambilan volume obat, rata-

rata dosis yang terambil sebesar 65% dari dosis yang direkomendasikan (Bica dan

Farinha, 2005). Kesalahan pengambilan dosis pada sediaan cair umumnya dipicu

oleh ketidaktersediaan alat bantu seperti cup ukur dalam kemasan sediaan cair oral

maupun minimnya pengetahuan masyarakat dalam menggunakan cup ukur

sediaan cair oral.

Sediaan cair oral yang disertai cup ukur di dalam kemasannya semakin

lama semakin sedikit beredar di masyarakat. Hal ini menyebabkan penggunaan

cup ukur sering terabaikan oleh masyarakat. Masyarakat mengganggap

penggunaan cup ukur sama saja dengan penggunaan sendok takar. Pada

prakteknya, cara penuangan aturan pakai ‘satu sendok makan’ menggunakan

sendok takar dan menggunakan cup ukur sangat berbeda. Kesalahan ini

menyebabkan terjadinya kesalahan interpretasi dosis karena informasi yang

didapat tidak sesuai. Food and Drug Administration telah menyatakan bahwa
3

dibandingkan penggunaan alat bantu ukur dosis lainnya, kesalahan paling banyak

dilakukan ketika masyarakat menggunakan cup ukur.

Apotek Pelengkap Kimia Farma (Apotek KF) merupakan salah satu

penunjang medik yang berada dalam Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito.

Apotek KF RSUP Dr. Sardjito dipilih sebagai tempat penelitian karena telah

memiliki Standard Operational Prosedure (SOP) mengenai pelayanan kepada

pasien. Jumlah pengunjung perhari mencapai 30-40 orang bahkan melebihi 130

pengunjung untuk loket yang buka 24 jam.

Dari uraian di atas maka muncul pertanyaan bagaimana ketersediaan dan

perilaku penggunaan cup ukur bentuk sediaan cair oral pada pengunjung Apotek

KF, RSUP Dr. Sardjito maka dilakukan penelitian tentang EVALUASI

KETERSEDIAAN DAN PERILAKU PENGGUNAAN CUP UKUR BENTUK

SEDIAAN CAIR ORAL PADA PENGUNJUNG APOTEK KF, RSUP Dr.

SARDJITO PERIODE JUNI-JULI 2010.

1. Permasalahan

a. Berapakah persentase ketersediaan cup ukur yang terdapat pada kemasan obat

cair oral di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito?

b. Seperti apakah profil informasi yang diberikan oleh apoteker terhadap

pengunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito?

c. Bagaimana perilaku penggunaan cup ukur dan bentuk sediaan cair oral oleh

pengunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito berdasarkan kuesioner dan

wawancara?
4

2. Keaslian penelitian

Penelitian yang berhubungan dengan penelitian mengenai penggunaan

cup ukur yang pernah dilakukan antara lain:

a. The Accuracy and Quality of Household Spoons and Enclosed Dosing Devices

Used in The Administration of Oral Liquid Medications in Ghana (Bayor,

Kipo, dan Ofori-Kwakye, 2010)

b. Inaccurate Dosage; Result from The FIP-LPS Collaborative Study (Bica dan

Farinha, 2005)

c. Parents Can Dose Liquid Medication Accurately (McMahon, Rimza, dan Bay,

1997).

Penelitian tentang Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Cup

Ukur Bentuk Sediaan Cair Oral pada Pengunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito

Periode Juni-Juli 2010 berbeda dalam hal waktu serta tempat pelaksanaan. Tidak

seperti penelitian sebelumnya, pada penelitian ini tidak dilakukan manipulasi

terhadap subjek uji, seperti pemberian edukasi. Pada penelitian ini juga tidak akan

dilakukan pencarian korelasi antara dua variabel.

3. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu:

a. Manfaat teoritis

Secara teoritis sebagai sumber informasi dan referensi di bidang

kesehatan mengenai sumber kajian ketersediaan serta perilaku penggunaan cup


5

ukur dan bentuk sediaan cair oral oleh pengunjung Apotek KF, RSUP Dr.

Sardjito.

b. Manfaat praktis

Secara praktis hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan

pengetahuan masyarakat terkait cara penggunaan cup ukur sediaan cair oral

sehingga dapat meningkatkan perilaku pengobatan yang rasional dengan

memperhatikan ketersediaan obat di apotek maupun peningkatan peran apoteker

dalam memberikan pelayanan informasi obat.

A. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan

mengevaluasi ketersediaan dan perilaku penggunaan cup ukur bentuk sediaan cair

oral oleh pengunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito.

2. Tujuan khusus

Dalam penelitian ini, tujuan khusus yang ingin dicapai adalah:

a. untuk mengetahui ketersediaan cup ukur yang terdapat pada kemasan obat cair

oral di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito

b. untuk mengetahui profil informasi yang diberikan oleh apoteker terhadap

pengunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito

c. untuk mengetahui perilaku penggunaan cup ukur dan bentuk sediaan cair oral

oleh pengunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito berdasarkan kuesioner dan

wawancara.
BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Perilaku Kesehatan

Kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor

lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan (herediter). Faktor

perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan (Blum cit.,

Notoadmodjo, 2002).

Perilaku kesehatan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu perilaku sehat dan

perilaku sakit. Perilaku sehat adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh

seseorang untuk menjaga ataupun meningkatkan kesehatannya. Hal ini biasa

dilakukan oleh seseorang yang merasa sehat untuk mencegah penyakit atau

mendeteksi penyakit sebelum keluarnya gejala. Perilaku sakit adalah setiap

kegiatan yang dilakukan oleh seseorang yang merasa sakit untuk menjelaskan

keadaan kesehatannya dan mendapatkan pengobatan yang sesuai. Peran sakit

adalah peran yang harus dilakukan oleh orang sakit dalam upaya pencarian

pengobatan untuk mendapatkan kesembuhan (Supardi, Azis, dan Sukasdiati,

1999).

Perilaku manusia merupakan hal yang sangat kompleks dan mempunyai

bentangan yang luas. Perilaku manusia dibagi ke dalam 3 ranah, yaitu

pengetahuan, sikap dan tindakan (Bloom cit., Notoatmodjo, 2002).

6
7

1. Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan hal yang sangat penting untuk

membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan didapatkan melalui

pengindraan terhadap objek tertentu. Pengetahuan yang dicakup di dalam domain

kognitif mempunyai 6 tingkatan, yakni tahu (know), memahami (comprehension),

aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis) dan evaluasi

(evaluation). Pengukuran pengetahuan subjek atau responden dapat dilakukan

dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi.

2. Sikap

Sikap merupakan suatu respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap adanya stimulus atau obyek. Sikap belum tentu merupakan suatu

tindakan atau aktivitas. Sikap merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku dan

bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku terbuka (Azwar, 1995).

Sikap mencakup 4 tingkatan yaitu menerima (receiving), merespon

(responding), menghargai (valuing), dan bertanggung jawab (responsible)

(Notoadmodjo, 2002).

3. Praktik

Suatu sikap belum tentu terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).

Untuk dapat mewujudkan sikap menjadi perbuatan nyata diperlukan faktor

pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Faktor tersebut antara lain

fasilitas, selain itu diperlukan juga faktor dukungan dari pihak lain (Notoatmodjo,

2002).
8

Perilaku kesehatan melibatkan banyak faktor. Terdapat 3 faktor utama

yang mempengaruhi perilaku kesehatan yaitu faktor predisposisi, faktor

pendukung dan faktor penguat (Green cit., Notoadmodjo, 2002).

1. Faktor predisposisi (predisposing factor)

Faktor-faktor ini merupakan faktor yang dapat mempermudah

terwujudnya perilaku. Hal-hal yang termasuk dalam faktor predisposisi adalah

pengetahuan, sikap, persepsi, keyakinan, dan nilai. Hal tersebut dapat menjadi

motivasi/pemicu seseorang atau kelompok untuk bertindak.

2. Faktor pendukung (enabling factor)

Faktor-faktor ini adalah faktor yang mendukung/memungkinkan

terwujudnya perilaku kesehatan. Hal-hal yang termasuk dalam faktor pendukung

adalah ketersediaan sarana-prasarana/fasilitas kesehatan bagi masyarakat.

3. Faktor penguat (reinforcing factor)

Hal-hal yang termasuk dalam faktor penguat adalah sikap dan perilaku

tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku petugas kesehatan termasuk

juga Undang-Undang kesehatan dari pusat atau daerah.

Tujuan dari pendidikan kesehatan atau penyuluhan kesehatan adalah

pembentukan dan perubahan perilaku sebagai penunjang program kesehatan.

Beberapa strategi untuk memperoleh perubahan perilaku dapat

dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Menggunakan kekuatan/kekuasaan atau dorongan

Strategi ini dilakukan dengan melakukan pemaksaan kepada masyarakat

sehingga mau melakukan perilaku yang diharapkan. Keuntungan dari strategi ini
9

adalah didapatkan perubahan yang cepat, akan tetapi perubahan tidak berlangsung

lama karena terjadi bukan berdasarkan atas kesadaran sendiri. Contohnya adalah

dengan peraturan yang harus dipatuhi oleh masyarakat.

2. Pemberian informasi

Strategi ini dilakukan dengan pemberian informasi oleh petugas kepada

masyarakat. Pemberian informasi tentang cara mencapai hidup sehat,

pemeliharaan kesehatan, serta cara menghindari penyakit akan meningkatkan

pengetahuan masyarakat. Pengetahuan masyarakat diharapkan akan menimbulkan

kesadaran masyarakat untuk berperilaku sesuai pengetahuan yang dimilikinya.

Strategi ini memakan waktu lama tetapi perubahan yang dicapai akan bersifat

lebih langgeng.

3. Diskusi parsitipatif

Strategi ini dilakukan dengan melakukan pemberian informasi dengan

melibatkan masyarakat secara aktif. Strategi ini merupakan pengembangan dari

cara kedua dimana penyampaian informasi kesehatan bukan hanya searah tetapi

dilakukan secara partisipatif. Masyarakat diajak juga ikut akif berpartisipasi di

dalam diskusi tentang informasi yang diterimanya. Strategi ini menyebabkan

pengetahuan kesehatan akan lebih mantap dan mendalam sehingga perilaku

masyarakat juga akan lebih mantap (Notoadmodjo, 2002).

B. Penggolongan Obat di Indonesia

Menurut Permenkes nomor 917/MENKES/PER/X/1993 tentang daftar

Wajib Obat Jadi (pasal 1 ayat 1) disebutkan bahwa :


10

‘Obat adalah bahan atau paduan bahan-bahan yang siap untuk digunakan
untuk mempengaruhi/menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan termasuk kontrasepsi’
(Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI, 2006).

Menurut Permenkes RI Nomor 949/Menkes/Per/IV/2000, obat dapat

digolongkan menjadi 5 golongan yaitu:

1. Obat bebas

Obat bebas adalah obat-obat yang dapat diperjualbelikan secara bebas di

pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan

etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh

obat bebas adalah parasetamol (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan RI, 2006).

Gambar 1. Logo obat bebas yang beredar di Indonesia

2. Obat bebas terbatas

Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras,

tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter. Kemasan obat bebas

terbatas disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket

obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam.

Contoh obat golongan bebas terbatas adalah CTM (Direktorat Jenderal Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI, 2006).

Gambar 2. Logo obat bebas terbatas yang beredar di Indonesia


11

Obat bebas terbatas mencantumkan tanda peringatan yang berupa empat persegi

panjang berwarna hitam berukuran panjang 5cm, lebar 2cm dan memuat

pemberitahuan berwarna putih (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan RI, 2006).

Gambar 3. Tanda peringatan pada obat bebas terbatas yang beredar di Indonesia

3. Obat keras

Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan

menunjukkan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K

dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh obat keras

adalah asam mefenamat (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan RI, 2006).

4. Obat psikotropika

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1997 tentang

Psikotropika ‘Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis

bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada


12

susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan

perilaku’. Contoh obat psikotropika adalah diazepam dan phenobarbital

(Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 1997a).

Gambar 4. Logo obat keras dan psikotropika yang beredar di Indonesia

5. Obat narkotika

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.22 tahun 1997 tentang

Narkotika ‘Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan

atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan

rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan’. Contoh obat narkotika adalah

morfin dan petidin (Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat

Kesehatan, 1997b).

Gambar 5. Logo obat narkotika yang beredar di Indonesia

Jamu adalah sediaan obat bahan alam yang aman sesuai dengan

persyaratan yang ditetapkan, dibuktikan khasiatnya berdasarkan pengalaman

empiris dan memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Fitofarmaka adalah

sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara

ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah

distandarisasi (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2004).


13

C. Sediaan Cair Oral

Sediaan cair oral terdiri dari suspensi, sirup dan emulsi. Suspensi adalah

sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang dapat terdispersi di

dalam fase cair. Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat

kimia yang terlarut. Emulsi adalah sistem dua fase, dimana salah satu fase

terdispersi dalam fase yang lain. Eliksir adalah larutan oral yang mengandung

etanol sebagai kosolven (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan,

1995).

Suhu penyimpanan sediaaan cair menurut Farmakope Indonesia IV adalah:

Tabel I. Aturan beserta suhu penyimpanan obat menurut Farmakope Indonesia IV


Aturan penyimpanan Suhu Penyimpanan
Dingin Tidak lebih dari 8°
Lemari pendingin antara 2° dan 8°
Lemari pembeku antara -20° dan -10°
Sejuk suhu antara 8° dan 15° bila perlu disimpan dalam lemari
pendingin.
Suhu kamar antara 15° dan 30°
Hangat antara 30° dan 40°
Panas berlebih Di atas 40°
(Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).

Terdapat beberapa anjuran dalam menyimpan obat, yaitu :

Tabel II. Cara penyimpanan obat dengan benar


No. Cara penyimpanan
1. Simpan obat dalam kemasan asli dan dalam wadah tertutup rapat
2. Simpan obat pada suhu kamar dan terhindar dari sinar matahari langsung
atau seperti yang tertera pada kemasan.
3. Simpan obat ditempat yang tidak panas atau tidak lembab karena dapat
menimbulkan kerusakan.
4. Jangan menyimpan obat bentuk cair dalam lemari pendingin agar tidak
beku, kecuali jika tertulis pada etiket obat.
5. Jangan menyimpan obat yang telah kadaluarsa atau rusak.
6. Jauhkan dari jangkauan anak-anak
(Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI, 2006).
14

D. Cup Ukur

Cup adalah plastik kecil atau cup gelas yang mempunyai skala dan

digunakan untuk penggunaan bentuk sediaan cair (MAT Independent Sudy,

2008).

Gambar 6. Cup ukur sediaan cair oral

Cara menggunakan cup adalah sebagai berikut :

1. identifikasi ukuran yang diinginkan pada cup ukur

2. kocok bentuk sediaan cair terlebih dahulu

3. tuangkan sediaan cair pada cup ukur pada ukuran yang diinginkan. Letakkan

cup ukur pada tempat yang permukaannya rata dan ukuran dihitung pada skala

terbawah meniskus.

4. cek ketepatan pengukuran dengan melihat cup ukur secara sejajar dengan mata

(MAT Independent Study, 2008).

Dalam menggunakan cup ukur sediaan cair oral, terdapat beberapa

masalah, yaitu:

1. kesalahan interpretasi informasi dalam penggunaan sendok makan/sendok teh

atau cup ukur. Sendok makan yang dimaksudkan sebenarnya sebesar 15 ml

sedangkan sendok teh adalah 5 ml (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan

Makanan RI, 1979).


15

2. asumsi bahwa dosis yang direkomendasikan adalah sebesar volume 1 cup ukur

penuh (Bayor, dkk., 2010).

E. Pengobatan Sendiri

Perawatan sendiri atau self care adalah proses perawatan kesehatan yang

terdiri dari peningkatan kesehatan, pengambilan keputusan, pencegahan,

penyidikan, dan penyembuhan penyakit yang dikelola oleh diri sendiri

sepenuhnya. Masyarakat menjadi subjek atas pengambilan keputusan pengobatan

yang dipilih (Holt dan Hall, 1990). Pengobatan mandiri bertujuan untuk

meningkatkan kesehatan, pengobatan sakit ringan, dan pengobatan penyakit

kronis setelah perawatan dokter (Supardi, 1997).

Perawatan pengobatan mandiri dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai

berikut:

1. perilaku konsumen, antara lain penghargaan terhadap nilai kesehatan, motivasi

dan tanggung jawab untuk mempelajari penyakit yang di derita dan cara

perawatannya, keseriusan penerimaan penyakit yang berpengaruh pada

keputusan cara pengobatan yang dipilih serta pengaruh dari orang lain (teman,

keluarga dan tenaga kesehatan lainnya)

2. karakter demografi, antara lain usia, jumlah keluarga, jenis kelamin, status

sosial dan ekonomi dari masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah atau

daerah tertentu.

3. keadaan ekonomi, antara lain status ekonomi seseorang, biaya perawatan

kesehatan (produk dan pelayanan), ketersediaan sarana prasarana pelayanan

kesehatan dan kemudahan mendapatkan perawatan kesehatan


16

4. pendidikan dan pengetahuan konsumen, antara lain tersedianya informasi yang

berguna dari farmasis atau tenaga kesehatan lainnya maupun dari media

informasi dan label dalam kemasan obat serta adanya alternatif perawatan

kesehatan lain seperti akupuntur dan terapi herbal.

Hal yang harus dipertimbangkan dalam melakukan pengobatan sendiri

adalah penggunaan obat harus aman dan efektif. Obat yang aman untuk

kebanyakan orang belum tentu aman untuk orang tertentu, dan juga dapat

membahayakan bila digunakan secara tidak benar (Supardi, 1997).

Obat yang dapat diserahkan tanpa resep harus memenuhi kriteria seperti

yang tercantum dalam Permenkes 919/MENKES/PER/X/1993 tentang kriteria

obat yang dapat diserahkan tanpa resep yakni:

1. tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di

bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.

2. pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada

kelanjutan penyakit.

3. penggunaan tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus

dilakukan oleh tenaga kesehatan

4. penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di

Indonesia

5. obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat

dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri (Menteri Kesehatan RI,

1993a).
17

F. Peran Apoteker di Apotek

Berdasarkan Kepmenkes No. 1027 tahun 2004, apotek adalah tempat

tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi,

perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Seiring berkembangnya zaman,

apotek menjadi salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu

mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

Pelayanan kesehatan yang dimaksudkan mencakup pelayanan kefarmasian

(Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI, 2004).

Pengelolaan apotek menurut Permenkes No:922/MENKES/PER/X/1993

tentang Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Ijin Apotik, pengelolaan apotek

meliputi:

1. Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk campuran,

penyimpanan

2. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi

lainnya.

3. Pelayanan informasi mengenai perbelakan farmasi (Menteri Kesehatan RI,

1993b).

Apoteker berkewajiban melakukan pengelolaan sediaan farmasi dan

perbekalan kesehatan. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan

adalah suatu proses kegiatan yang terdiri dari perencanaan, pengadaan,

penerimaan, penyimpanan dan penyerahan sediaan farmasi dan perbekalan

kesehatan (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007).


18

Perencanaan adalah penyeleksian sediaan farmasi dan perbekalan

kesehatan sesuai dengan jumlah, jenis dan waktu yang tepat. Pengadaan adalah

suatu kegiatan yang bertujuan menyediakan sediaan farmasi dengan jumlah dan

jenis yang cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan (Direktorat Jenderal Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007).

Menurut Kepmenkes No. 1027, pelayanan kefarmasian (pharmaceutical

care) adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker

dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien

(Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI, 2004).

Peran apoteker secara garis besar dapat dilakukan dengan menggunakan

pengalaman dan pengetahuannya disertai dengan kemampuan menganalisis dan

menginterpretasikan informasi obat untuk melakukan pelayanan kesehatan.

Apoteker juga bertanggung jawab dalam memastikan pasien mendapatkan

outcome yang diinginkan setelah menjalankan terapi obat. Pelayanan berorientasi

kepada pasien bergantung pada kemampuan apoteker untuk membangun relasi

dengan pasien, mengikutsertakan pasien dalam pertukaran informasi, melibatkan

pasien dalam proses pembuatan keputusan pengobatan, dan untuk mencapai

tujuan terapi (Tindall, Beardsley dan Kimberlin, 1994).

Informasi yang diterima pasien mengenai obat, khususnya obat dengan

resep hanya bisa diperoleh dari dokter dan petugas penyerah obat di apotek,

dengan tanggung jawab terbesar mengenai informasi berada di apotek sebagai

komponen pelayanan kesehatan terakhir yang berinteraksi langsung dengan pasien

atau orang yang menerima obat (Andayani, Satibi dan Handayani, 2004).
19

Terdapat 2 fungsi utama komunikasi antara pasien dan tenaga kesehatan

profesional :

1. membangun relasi antara tenaga kesehatan dengan pasien

2. menyediakan informasi penting untuk kondisi pasien, mengimplementasikan

perawatan untuk masalah kesehatan, dan mengevaluasi efek perawatan pada

kualitas hidup pasien (Tindall, dkk, 1994).

G. Pelayanan Informasi Obat

Pelayanan informasi obat kepada pasien tidak lepas dari peranan seorang

farmasis. Seperti tenaga kesehatan yang lainnya, farmasis bertanggung jawab

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan terapi obat yang tepat, efektif, dan

aman (Jones, 2008).

Menurut Kepmenkes No. 1027, apoteker harus memberikan konseling

mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya sehingga

dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari

bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan

kesehatan lainnya (Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat

Kesehatan RI, 2004).

Pelayanan informasi obat adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk

memberikan pelayanan informasi obat yang akurat dan obyektif terkait dengan

perawatan konsumen. Pihak yang dapat mengajukan pertanyaan terkait informasi

obat adalah seluruh pengelola dan pengguna obat yaitu dokter, apoteker, asisten

apoteker, dan perawat. Informasi yang diperlukan oleh konsumen mencakup dua
20

hal, yaitu informasi mengenai jenis penyakit dan pengobatannya serta informasi

menegenai obat yang diberikan kepada konsumen (Pratiwiningsih, 2008).

Apoteker adalah sumber utama informasi obat bagi dokter, perawat,

pasien dan profesional kesehatan lainnya. Informasi obat harus dievaluasi oleh

Apoteker guna memastikan penggunaan obat yang aman dan efektif. Pasien

membutuhkan informasi tentang obat seperti hubungan obat dengan penyakitnya,

cara penggunaan obat, cara penyimpanan, efek samping, cara menangani efek

samping, serta cara memantau efek obat (Siregar, 2006).

Tabel III. Enam informasi minimal yang harus diberikan kepada pasien
1 Efek obat mengapa obat itu diperlukan, gejala apa yang akan
hilang dan apa yang tidak, kapan efek obat
diharapkan mulai muncul atau terasa, apa yang
akan terjadi jika obat diminum dengan cara yang
tidak benar
2 Efek samping efek samping apa yang mungkin timbul, bagaimana
cara mengenalinya, berapa lama efek samping akan
berlangsung, seberapa parah, apa yang harus dilakukan
3 Instruksi bagaimana cara meminum obat, kapan meminum,
berapa lama pengobatan berlangsung, bagaimana cara
menyimpan yang baik, apa yang dilakukan jika terlupa
meminum obat
4 Peringatan kapan penggunaan obat harus dihentikan, berapa dosis
terbanyak yang boleh diminum, mengapa obat harus
diminum sampai habis
5 Kunjungan kapan pasien harus kembali
berikutnya
6 Sudah jelaskah menanyakan apakah informasi sudah dimengerti
semuanya pasien, meminta pasien mengulang kembali informasi
yang sudah dijelaskan
(Vries, 1994).

Menurut Kepmenkes No. 1027 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek mengenai Informasi Obat dituliskan bahwa apoteker harus

memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias,

etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya


21

meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan,

aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Setelah

penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan

penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes,

TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya (Direktorat Jenderal Pelayanan

Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI, 2004).

H. Keterangan Empiris

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai

ketersediaan cup bentuk sediaan cair oral di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito

periode Juni-Juli 2010. Penelitian ini juga diharapkan dapat menggambarkan

bagaimana profil informasi yang diberikan oleh apoteker dan bagaimana

penggunaan cup ukur bentuk sediaan cair oral oleh pengunjung Apotek KF, RSUP

Dr. Sardjito periode Juni-Juli 2010. Penelitian ini dilakukan dengan cara observasi

menggunakan kuesioner dan wawancara langsung secara non random.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian tentang Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Cup

Ukur Bentuk Sediaan Cair Oral pada Pengunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito

dilakukan bersamaan dengan serangkaian penelitian lain dan termasuk dalam jenis

penelitian non-eksperimental atau observasional dengan rancangan penelitian

deskripif melalui pendekatan kualitatif.

Penelitian observasional merupakan penelitian dengan melakukan

pengamatan terhadap sejumlah variabel subjek menurut keadaan yang apa adanya,

tanpa intervensi dari peneliti (Pratiknya, 1993).

Penelitian survei deskriptif adalah penelitian yang meliputi pengumpulan

data untuk pengujian hipotesis atau menjawab pertanyaan yang menyangkut

keadaan pada waktu penelitian berlangsung. Penelitian deskriptif digunakan untuk

menggambarkan atau mendeskripsikan sifat suatu keadaan yang sedang

berlangsung pada saat penelitian dilakukan, dan menyelidiki penyebab dari suatu

gejala tertentu (Gay cit., Sevilla, 1993). Berdasarkan setting tempat, penelitian ini

termasuk penelitian semi komunitas yang bertempat di apotek. Berdasarkan

setting waktu penelitian ini termasuk dalam penelitian prospektif. Berdasarkan

cara dan waktu pengambilan sampel, penelitian ini termasuk dalam penelitian

cross-sectional. Penelitian cross-sectional adalah penelitian dengan peneliti hanya

22
23

melakukan observasi atau pengukuran pada saat tertentu saja (masa sekarang),

setiap subyek hanya dikenai satu kali observasi.

Teknik pengambilan sampel adalah dengan cara pengambilan sampel

kuota secara non random. Pengambilan sampel kuota digunakan untuk penentuan

sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (jatah)

yang dikehendaki. Cara sampel kuota adalah dengan menetapkan dasar jumlah

sampel yang diperlukan, kemudian menetapkan jumlah (jatah yang diinginkan),

jatah tersebut kemudian dijadikan dasar untuk mengambil unit sampel yang

diperlukan (Riduwan, 2008). Metode pengumpulan data dilakukan dengan survei

langsung kepada pengunjung apotek dan apoteker yang ada di apotek

menggunakan alat penelitian dalam bentuk wawancara terstruktur dan pengisian

kuisioner.

B. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian mengenai Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan

Cup Ukur Bentuk Sediaan Cair Oral pada Pegunjung Apotek KF, RSUP Dr.

Sardjito merupakan salah satu penelitian yang diadakan bersama serangkaian

penelitian lain, dengan ulasan topik tentang ”Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku

Penggunaan Sediaan Obat pada Pegunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito

Periode Juni-Juli 2010”.

Penelitian tersebut terdiri dari 5 pokok bahasan dan 5 penelitian sosial.

Lima penelitian tersebut dikerjakan bersama-sama oleh 5 peneliti yang berbeda.


24

Evaluasi Ketersediaan Dan Perilaku Penggunaan Sediaan Obat Oleh


Pegunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito periode Juni Juli 2010

Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Sendok Takar Sediaan


Cair Oral pada Pegunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito periode Juni-
Juli 2010

Evaluasi Ketersediaan dan PerilakuPenggunaan Cup Ukur Sediaan Cair


Oral pada Pegunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito periode Juni-Juli
2010

Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Sediaan Sachet Serbuk


pada Pegunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito periode Juni-Juli 2010

Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Tetes Mata pada


Pegunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito periode Juni-Juli 2010

Evaluasi Ketersediaan dan PerilakuPenggunaan Tetes Telinga pada


Pegunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito periode Juni-Juli 2010

Gambar 7. Ruang Lingkup penelitian Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku


Penggunaan Sediaan Obat pada Pegunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito Periode
Juni-Juli 2010

C. Definisi Operasional

1. Ketersediaan meliputi:

a. Ketersediaan informasi adalah informasi yang diberikan oleh Apoteker

Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito ataupun informasi yang diterima pengunjung

Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito mengenai cara penggunaan cup ukur dan

penggunaan sediaan cair oral.

b. Ketersediaan barang meliputi jumlah produk obat cair oral yang disertai

dengan cup ukur yang tersedia di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito pada

periode Juni-Juli 2010.


25

2. Cara penggunaan meliputi penggunaan cup ukur dan sediaan cair oral, cara

penuangan ke dalam cup ukur, lama pemakaian obat cair, cara penyimpanan,

dan cara pembersihan sisa obat yang tertinggal dalam cup ukur.

3. Sediaan cair oral yang diteliti meliputi sirup cair, emulsi, suspensi cair, eliksir

dan jamu.

4. Loket Bagian Unit Gawat Darurat (UGD) adalah bagian loket milik Apotek

KF, RSUP Dr. Sardjito yang melayani resep untuk pasien rawat jalan, rawat

inap, dan resep umum dari luar RSUP Dr. Sardjito. Loket UGD beroperasi

selama 24 jam dan terbuka untuk pengunjung umum yang membeli obat

dengan resep maupun non resep.

5. Responden adalah pengunjung apotek, pasien rawat jalan RSUP Dr. Sardjito

dan seluruh masyarakat baik dari daerah sekitar apotek dan dari luar daerah

tersebut yang datang ke loket Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito untuk

pembelian obat dengan resep maupun tanpa resep dokter, selama penelitian

berlangsung dan pernah menggunakan sediaan obat cair oral dengan cup

ukur, namun tidak harus membeli di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito.

Responden harus memenuhi kriteria inklusi-eksklusi serta bersedia terlibat

dalam penelitian ini.

6. Teknik pemberian informasi adalah metode/ teknik yang digunakan oleh

apoteker dalam memberikan informasi terkait obat saat penyerahan obat

kepada pasien pada loket Unit Gawat Darurat. Teknik informasi yang

digunakan adalah teknik aktif dan pasif.


26

7. Teknik pemberian informasi didasarkan atas inisiatif dari apoteker. Teknik

aktif terjadi ketika pemberian informasi dilakukan secara aktif atas inisiatif

dari apoteker, sedangkan teknik pasif terjadi ketika apoteker menunggu

inisiatif dari pasien untuk bertanya terlebih dahulu.

8. Pasien rawat jalan adalah pasien yang tidak dirawat secara intensif di rumah

sakit, berobat ke rumah sakit ketika ada keluhan tertentu, secara berkala

datang ke rumah sakit untuk menerima pengobatan.

9. Apoteker adalah apoteker pendamping yang sedang bertugas saat penelitian

berlangsung di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito.

10. Sendok teh dan sendok makan yang disurvei untuk data pelengkap adalah

sendok yang terdapat di Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan,

Yogyakarta.

11. Aspek pengetahuan adalah pemahaman responden mengenai penggunaan

obat cair oral dan penggunaan cup ukur secara tepat yang mereka yakni

kebenarannya dari berbagai sumber dan dinilai dengan pemberian kuisioner

dan wawancara secara langsung.

12. Aspek sikap adalah respon evaluatif responden terhadap penggunaan obat

cair oral dan cup ukur yang mereka yakini kebenarannya dari pengetahuan

yang mereka miliki dan dinilai dengan pemberian kuisioner dan wawancara

secara langsung.

13. Aspek tindakan adalah hal-hal yang dilakukan oleh responden dalam

penggunaan obat cair oral dan cup ukur dan dinilai dengan pemberian

kuisioner dan wawancara secara langsung.


27

14. Periode Juni-Juli 2010 yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tanggal

14 Juni 2010 - 10 Juli 2010.

15. Tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan dikatakan baik apabila responden
mengetahui sebagian besar atau seluruh nya dengan skor jawaban responden

>75%, tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan dikatakan sedang (cukup

baik) apabila responden mengetahui sebagian dengan skor jawaban

responden 40%-75%, tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan dikatakan

kurang baik apabila responden mengetahui sebagian kecil dengan skor

jawaban responden <40% (Pratomo, 1986., cit., Ganie, 2009).

D. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito untuk kegiatan

survei wawancara dan pemberian kuisioner yang berlokasi di loket Unit Gawat

Darurat. Loket Unit Gawat Darurat dipilih karena merupakan loket yang melayani

resep rawat jalan maupun rawat inap untuk obat-obatan dengan ataupun tanpa

resep. Penelitian dilakukan setiap hari Senin sampai Sabtu, pada pukul 08.00-

15.00 WIB, dimulai dari tanggal 14 Juni 2009 sampai 10 Juli 2010.

E. Subyek Penelitian

Subjek penelitian meliputi pengunjung apotek dan apoteker seperti yang

telah dijelaskan di definisi operasional. Subjek penelitian harus memenuhi

kriteria-kriteria yang menjadi batasan dalam penelitian. Kriteria inklusi adalah

subjek berusia minimal 17 tahun, jenis kelamin pria atau wanita, merupakan
28

pengunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito periode Juni-Juli 2010 yang pernah

membeli sediaan cair oral disertai cup ukur didalam kemasan baik di Apotek KF,

RSUP Dr. Sardjito maupun di Apotek luar. Pengunjung apotek dan apoteker

bersedia bekerja sama berdasarkan persetujuan dengan informed-consent.

Apoteker adalah apoteker pendamping yang sedang bertugas pada periode Juni-

Juli 2010. Responden dan apoteker yang bersedia bekerja sama berdasarkan

persetujuan dengan informed-consent. Kriteria eksklusi adalah pengunjung dan

apoteker Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito yang tidak bersedia bekerja sama untuk

memberikan informasi dalam penelitian dan tidak dapat mengingat cara

penggunaan cup ukur sediaan cair oral. Subjek penelitian selanjutnya disebut

sebagai responden.

Pengunjung Apotek Kimia Farma RSUP Dr.


Sardjito periode Juni-Juli 2010

Seleksi berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi

Didapatkan 55 subjek uji (responden)

Dropped out Selesai menjalani penelitian


Sebanyak 5 responden Sebanyak 50 responden

2 hanya mengisi 3 menyelesaikan pengisian


informed consent kuisioner tanpa wawancara

3 tidak dapat 47menyelesaikan pengisian


menyelesaikan kuisioner dengan wawancara
pengisian kuisioner

Gambar 8. Bagan cara kerja pengambilan subjek penelitian Evaluasi


Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Cup Ukur Sediaan Cair Oral oleh
Pegunjung Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito
29

Responden apoteker diambil sejumlah 3 responden, yang merupakan

apoteker pendamping yang bekerja di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito.

Pengambilan responden untuk pengisian kuisioner dapat dilihat pada bagan.

Metode sampling yang digunakan adalah pengambilan sampel kuota

secara non-random. Subyek yang dijadikan sampel diambil secara non-acak dan

dapat diasumsikan bahwa sampel-sampel tersebut sesuai dengan kuota yang

telah ditentukan (Sevilla, dkk., 1993).

Pada saat penelitian berlangsung, jumlah pengunjung yang pernah

membeli sediaan cair oral bertambah sehingga peneliti mendapatkan jumlah

subjek yang lebih banyak dari perkiraan. Terdapat 55 pengunjung apotek yang

bersedia menjadi respoden penelitian. Terdapat 5 responden yang harus

dikeluarkan dari penelitian sehingga total menjadi 50 responden. Berkurangnya

responden disebabkan oleh beberapa hal, antara lain responden yang berubah

pikiran sehingga tidak mau melanjutkan penelitian serta responden yang terburu-

buru sehingga tidak dapat menyelesaikan pengisian kuisioner.

Sebagai data tambahan, dilakukan survei mengenai ketersediaan sendok

makan dan sendok teh yang beredar di masyarakat. Peneliti melakukan survei di

kelurahan Ngupasan, Yogayakarta. Populasi berbagai jenis sendok teh didapatkan

sebanyak 32 macam sedangkan populasi sendok makan didapatkan 33 macam.

Sampel sendok makan dan sendok teh dihitung berdasarkan rumus yang sama

dengan rumus pengambilan sampel responden sehingga didapatkan sampel 15

sendok teh dan 15 sendok makan. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara
30

nonprobabilty sampling secara quota sampling, hingga didapatkan sejumlah kuota

yang diinginkan.

F. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah data-data

pasien yang diperoleh pada saat wawancara awal untuk mencari subyek uji seperti

umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan. Data ini terangkum dalam informed

consent yang telah ditandatangani pasien dan panduan wawancara yang telah

disiapkan oleh peneliti.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan adalah (1) petunjuk wawancara terstruktur

dan (2) lembar kuisioner dan (3) gelas ukur 5ml, 10ml, 20 ml dan beker glass

untuk mengukur sendok teh dan sendok makan.

Kuisioner merupakan suatu cara pengumpulan data dengan menyebarkan

daftar pertanyaan kepada responden dengan harapan responden akan memberikan

respon atas daftar pertanyaan tersebut (Umar, 2003). Kuisioner yang digunakan

dalam penelitian terdiri dari 3 bagian. Bagian pertama berisi tentang karakteristik

responden dan pernyataan kesediaan responden untuk mengikuti penelitian

(informed consent). Karakteristik pasien meliputi usia, jenis kelamin pendidikan

responden dan pekerjaan responden. Bagian kedua memuat pertanyaan mengenai

pengalaman pasien dalam menggunakan obat cair (sudah berulang kali atau baru

satu kali menggunakan obat cair yang disertai cup ukur dalam kemasan),
31

pengalaman membeli obat di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito (pengalaman

pertama atau sudah berulang kali) dan pengalaman berkonsultasi pada apoteker di

Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito (pernah/tidak). Bagian ketiga memuat pernyataan

mengenai penggunaan cup ukur sediaan cair oral.

H. Jalannya Penelitian

Cara kerja yang dilakukan secara umum yaitu:

1. Tahap pra penelitian

Tahap ini adalah tahap awal jalannya penelitian. Tahap ini meliputi

proses perijinan, analisis situasi, pembuatan kuisioner dan wawancara terstruktur

serta penyusunan informed consent.

a. Proses perijinan

Perijinan dilakukan dengan mitra, yaitu Manager Apotek Kimia Farma

wilayah Yogyakarta dan Manager Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito. Proses

perijinan berlangsung selama kurang lebih 1 bulan yaitu dari pada bulan Februari

2010.

b. Analisis situasi

Analisis situasi dilakukan selama 2 bulan, yaitu pada bulan Maret-April

2010. Tahap ini mencakup pengamatan situasi dan kondisi di Apotek KF, RSUP

Dr. Sardjito khususnya loket UGD serta diskusi dengan pihak mitra terkait kasus-

kasus cara penggunaan sediaan obat dan studi pustaka.

Hasil dari tahap ini digunakan untuk memperkirakan jumlah responden

yang akan diikutsertakan dalam penelitian berdasarkan jumlah pengunjung apotek


32

pada bulan Maret 2010 yang membeli produk sediaan obat cair oral yang disertai

cup ukur dalam kemasannya dan jumlah produk sediaan obat cair oral yang ada di

Apotek. Hasil dari analisis situasi juga digunakan untuk menetapkan kriteria

inklusi responden.

c. Pembuatan kuisioner dan wawancara terstruktur

Kuisioner dan wawancara terstruktur digunakan untuk mengevaluasi cara

penggunaan cup ukur sediaan cair oral oleh responden. Kuisioner berisi kira-kira

30 pertanyaan dengan bahasa sederhana yang tiap 10 pertanyaan mencakup segi

pengetahuan, sikap, dan tindakan. Bentuk pertanyaan dalam kuisioner

menggunakan variasi Dischotomous choice. Variasi dischotomous choice

merupakan pernyataan dimana dalam pertanyaan hanya disediakan 2 jawaban atau

alternatif seperti pernah/tidak pernah atau ya/tidak atau setuju/tidak setuju

(Notoatmodjo, 2005).

Wawancara terstruktur terdiri dari 5 pertanyaan yang ditanyakan kepada

apoteker maupun pada pengunjung apotek. Wawancara terstruktur dilakukan

terhadap apoteker tentang pelayanan informasi terkait cara penggunaan cup ukur

dan penggunaan bentuk sediaan yang diteliti. Wawancara terstruktur pada

responden dilakukan di awal untuk mengetahui usia dan pernah tidaknya

menggunakan sediaan obat sesuai kriteria inklusi. Wawancara terstruktur juga

dilakukan di akhir untuk mengevaluasi pemahaman terkait cara penggunaan cup

ukur dan sediaan cair oral.


33

d. Penyusunan informed consent

Informed consent dibuat sebagai tanda persetujuan responden untuk ikut

serta dalam penelitian.

e. Uji bahasa

Uji bahasa dilakukan pada 15 orang yang mempunyai kemiripan kriteria

dengan responden. Uji bahasa dilakukan di loket Unit Gawat Darurat RSUP Dr.

Sardjito dimulai pada tanggal 14 Juni 2010 dan dilakukan selama 2 minggu. Uji

bahasa dilakukan untuk menguji apakan kuisioner dibuat telah siap digunakan

sebagai instrumen penelitian.

2. Tahap pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung. Data

yang dikumpulkan meliputi identitas pengobatan dengan menggunakan bentuk

sediaan sesuai kriteria inklusi dan informasi cara penggunaan bentuk sediaan

sesuai dengan kriteria inklusi. Bila diperlukan data dapat dikonfirmasi dengan

wawancara dengan responden/keluarga dan/atau tenaga kesehatan.

Responden sebelumnya diminta mengisi informed consent sebagai tanda

persetujuan mengikuti penelitian. Informed consent ditanda tangani oleh

responden.

Pengumpulan data dilakukan dengan pemberian kuisioner, pemberian

kuisioner yang diwawancarakan dan wawancara terstruktur pada apoteker dan

pengunjung apotek. Pemberian kuisioner hanya dilakukan di loket Unit Gawat

Darurat. Apabila merasa bingung, responden dapat langsung bertanya kepada

peneliti.
34

Untuk pengumpulan data mengenai ketersediaan obat, dilakukan

pendaftaran obat-obat yang tersedia di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito.

Pendaftaran obat dilakukan di 5 loket Kimia Farma yang terdapat di RSUP Dr.

Sardjito yaitu loket Unit Gawat Darurat, loket Instalasi Rawat Jalan, loket poli,

loket bangsal dan loket induk. Pengumpulan data dilakukan dimulai tanggal 26

Juni-10 Juli 2010.

Untuk melengkapi data, dilakukan pengukuran terhadap sendok

makan/sendok teh yang beredar di Indonesia. Pengambilan sampel sendok

makan/sendok teh dilakukan secara non random. Sendok makan/sendok teh

tersebut berasal dari Kelurahan Ngupasan, Yogyakarta. Pengukuran volume

sendok makan/sendok teh dilakukan di salah satu loket Apotek KF, RSUP Dr.

Sardjito yang memiliki tempat peracikan menggunakan gelas ukur ukuran 5ml,

10ml, 20ml dan dilakukan dengan menuangkan sejumlah air ke dalam sendok

makan/sendok teh yang berhasil disampling dari kelurahan Ngupasan,

Yogyakarta. Pengukuran dilakukan sesuai dengan teori yang ada dengan cara

menuangkan sejumlah air ke dalam sendok searah sejajar dengan mata peneliti

kemudian air tersebut dituangkan ke dalam beker glass dan kemudian dimasukkan

ke dalam gelas ukur untuk mengetahui volume air yang ditakar oleh sendok

makan dan sendok teh. Pengukuran diulangi sebanyak 3 kali sehingga didapatkan

rata-rata volume yang terambil dan standar deviasinya.


35

3. Tahap pengolahan data

Data pada penelitian ini diperoleh dari lembar kuisioner yang diisi oleh

responden, wawancara terstruktur yang dilakukan kepada responden dan apoteker

serta dari daftar sediaan cair oral yang terdapat di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito.

Karakteristik pasien meliputi umur, jenis kelamin, dan tingkat

pendidikan. Karakteristik obat meliputi jumlah obat cair oral yang terdapat di

Apotek KF serta persentase obat cair yang menyertakan cup ukur di dalam

kemasannya. Data yang diperoleh selanjutnya diolah dan disajikan dalam bentuk

tabel dan grafik yang menggambarkan cara penggunaan sediaan cair oral oleh

pengunjung Apotek KF RSUP, Dr. Sardjito.

Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi cara pemakaian cup ukur

dan bentuk sediaan cair oral pada pengunjung Apotek KF. Hasil dari evaluasi ini

akan digunakan untuk mencari cara untuk meningkatkan pemakaian obat yang

rasional di masyarakat, khususnya untuk penggunaan cup ukur sediaan cair oral.

I. Tata Cara Analisis Hasil

Data yang diperoleh dari penelitian dibahas secara deskriptif dan diolah

menggunakan statistik deskriptif dengan mendapatkan persentase rata-rata dan

SD. Hasil wawancara dipaparkan secara deskriptif. Data ditampilkan dalam

bentuk tabel dan gambar (Pratiknya, 1993).

1. Karakteristik pasien

Karakteristik pasien terdiri dari umur, jenis kelamin, dan pendidikan

terakhir, frekuensi penggunaan cup ukur sediaan cair oral, frekuensi pembelian di
36

Apotek KF RSUP Dr. Sardjito dan konsultasi obat yang pernah dilakukan. Semua

data ditampilkan dengan bentuk persentase.

a. Usia responden

Penggolongan usia dilakukan dengan menggunakan rumus distribusi

frekuensi Strurgess:

M = 1+3,3 log N

dengan M adalah jumlah kelas dan N adalah jumlah data populasi (Sugiyono,

2006). Pengelompokkan usia dilakukan dengan mencari interval kelas yang

dihitung dengan rumus:

Nilai M merupakan jumlah kelas yang diperoleh dari rumus Strurgess.

b. Jenis kelamin

Pengelompokkan jenis kelamin dilakukan dengan perhitungan frekuensi

dan perhitungan persentasenya.

x 100%

N merupakan jumlah total seluruh responden yaitu 50 responden.

c. Tingkat pendidikan akhir

Dalam lembar kuisioner, terdapat 5 tingkatan pendidikan akhir

responden yaitu SD, SLTP, SLTA dan sederajat, Diploma, dan Sarjana.

Pengelompokkan awal dilakukan berdasarkan jumlah masing-masing tingkat

pendidikan akhir yang dimiliki oleh responden, dibagi jumlah responden

keseluruhan kemudian dikali 100%.


37

d. Tingkat pekerjaan

Pengelompokkan terhadap tingkat pekerjaan dilakukan berdasarkan

jumlah masing-masing pekerjaan yang dimiliki oleh responden, dibagi jumlah

responden keseluruhan kemudian dikali 100%.

e. Frekuensi menggunakan cup ukur sediaan cair oral

Pengelompokkan untuk melihat apakah responden baru pertama atau

sudah berulang kali menggunakan cup ukur sediaan cair oral dilakukan

berdasarkan perhitungan jumlah responden yang baru pertama kali atau sudah

berulang kali menggunakan cup ukur sediaan cair oral, dibagi jumlah responden

keseluruhan kemudian dikali 100%.

f. Frekuensi pembelian obat di loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito

Pengelompokkan dilakukan untuk melihat responden yang membeli obat

di loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito dilakukan berdasarkan perhitungan jumlah

responden yang membeli obat di loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito, dibagi

jumlah responden keseluruhan kemudian dikali 100%.

g. Pengalaman konsultasi obat dengan Apoteker di loket Apotek KF RSUP Dr.


Sardjito

Untuk melihat responden yang pernah berkonsultasi obat dengan

apoteker di loket Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito dilakukan berdasarkan

perhitungan jumlah responden yang yang pernah berkonsultasi obat dengan

apoteker di Loket Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito, dibagi jumlah responden

keseluruhan kemudian dikali 100%.


38

2. Karakteristik obat

Karakteristik obat meliputi penggolongan obat berdasarkan macam, kelas

terapi, golongan obat, bentuk sediaan, dan ketersediaan cup ukur dalam obat cair

oral. Pengelompokan dilakukan berdasarkan MIMS Indonesia edisi 2009/2010.

Jika ada obat cair oral yang tidak tercantum dalam MIMS Indonesia, digunakan

pustaka yang lain yaitu ISO Indonesia Volume 44 edisi 2009/2010.

Persentase jumlah obat cair oral disertai dengan cup ukur sediaan cair

oral yang terdapat di Apotek Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito, kemudian

perhitungan persentasenya:

x 100%

Sebelumnya, dilakukan pencatatan dan pengelompokan semua obat yang

terdapat di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito berdasarkan ada atau tidaknya cup ukur

dalam kemasan sediaan cair oral. Data yang didapatkan disajikan dalam bentuk

persentase dengan perhitungan sebagai berikut :

% ketersediaan cup ukur =

3. Pengetahuan, sikap dan perilaku

Pengolahan hasil kuisioner yang terdiri dari aspek pengetahuan, sikap

dan tindakan dengan menyajikan data dalam bentuk persentase jawaban

responden dengan perhitungan sebagai berikut:

Rumus diatas berlaku untuk menghitung aspek pengetahuan,sikap dan tindakan

responden. Hasil keseluruhan dari ketiga aspek dirata-rata.


39

4. Wawancara apoteker

Pengolahan wawancara apoteker dilakukan dengan memaparkan jawaban

apoteker sesuai jawaban yang diberikan saat penelitian. Wawancara diketik dan

dilampirkan dalam lampiran penelitian.

J. Kesulitan Penelitian

Peneliti mengalami beberapa kesulitan ketika mengerjakan penelitian.

Kesulitan terbesar yang dialami peneliti adalah mendapatkan responden yang

bersedia melakukan pengisian kuisioner dan wawancara. Responden loket Unit

Gawat Darurat RSUP Dr. Sardjito merupakan responden yang tidak terbiasa

dijadikan subjek penelitian survei. Pengisian kuisioner merupakan hal yang baru

dialami oleh responden sehingga tidak semua pengunjung apotek bersedia terlibat

dalam penelitian.

Terdapat beberapa responden yang tidak dapat membaca dan menulis,

selain itu terdapat pula responden yang sudah mengalami penurunan pendengaran.

Untuk mengatasi hal ini, peneliti terus mendampingi dalam pengisian kuisioner.

Beberapa responden tidak mengerti dengan maksud yang tercantum dalam lembar

kuisioner. Hal ini dapat menyebabkan hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan

tujuan atau permasalahan dalam penelitian. Untuk mengatasi hal tersebut, peneliti

selalu menyediakan kesempatan untuk bertanya, apabila terdapat hal-hal yang

tidak dimengerti oleh responden.

Dalam menyebarkan kuisioner dan melakukan wawancara, peneliti

melakukannya selama responden menunggu obat yang sedang diracik atau


40

diambilkan oleh petugas. Kesulitan dialami oleh peneliti ketika pengisian lembar

kuisioner belum selesai sedangkan obat sudah selesai diambilkan oleh petugas

apotek. Hal ini menyebabkan pengisian kuisioner menjadi terburu-buru dan

peneliti kurang dapat menggali informasi secara lengkap dari responden. Hal

inilah yang juga menjadi kelemahan dalam penelitian ini.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini terdiri dari 3 bagian. Bagian pertama berisi deskripsi

mengenai karakteristik obat, bagian kedua berisi hasil wawancara terhadap

apoteker dan bagian ketiga berisi pemaparan tentang penggunaan cup ukur

sediaan cair oral oleh responden.

A. Persentase ketersediaan cup ukur yang terdapat pada kemasan obat cair
oral di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito

Sebelum mengetahui persentase ketersediaan cup ukur, akan dibahas

terlebih dahulu mengenai karakteristik obat cair yang terdapat di Apotek KF

RSUP Dr. Sardjito. Karakteristik obat yang akan dikaji adalah golongan obat dan

nomor registrasi, jenis obat cair, kelas terapi dan sub kelas terapi obat. Terdapat

212 jenis item obat cair oral yang terdapat di 5 loket Apotek KF, RSUP Dr.

Sardjito. Semua jenis item tersebut akan dikelompokkan berdasarkan karakteristik

obat pada penelitian ini.

1. Berdasarkan golongan obat dan nomor registrasi

Pengelompokan obat cair ini dilakukan dengan melihat logo obat

berdasarkan Permenkes RI Nomor 949/Menkes/Per/IV/2000. Pada sediaan

suplemen/multivitamin, tidak semua sediaan mencantumkan logo obat sehingga

pengelompokan didasarkan pada nomor registrasi yang terdapat pada kemasan.

Terdapat 51 item suplemen yag terdapat di Apotek KF, RSUP Dr.

Sardjito. Berdasarkan nomor registrasi obat, golongan suplemen dikelompokkan

menjadi 6 kelompok, yaitu golongan obat bebas dengan nama dagang dalam

41
42

negeri atau lisensi (DBL), golongan obat bebas terbatas dengan nama dagang

produksi dalam negeri atau lisensi (DTL), suplemen makanan produksi dalam

negeri (SD), suplemen makanan produksi dalam negeri atau dengan lisensi (SL),

suplemen makanan produksi luar negeri atau impor (SI) dan produk makanan atau

minuman yang berbatasan dengan obat, produksi dalam negeri atau lisensi

(BMD).

Gambar 9. Karakteristik Obat Berdasarkan Nomor Registrasi obat

Dari hasil pengelompokkan didapatkan bahwa persentase suplemen yang

terbesar adalah suplemen makanan produk dalam negeri sebesar 72,5%, diikuti

dengan golongan obat bebas dengan nama dagang dalam negeri atau lisensi

sebesar 13,7% . Persentase terkecil ada pada produk makanan atau minuman yang

berbatasan dengan obat, produksi dalam negeri atau lisensi dan suplemen

makanan produksi dalam negeri dengan lisensi yaitu sebesar 2,0%.

Terdapat 161 item obat yang terdapat di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito.

Berdasarkan logo obat yang terdapat di kemasan obat, data dikelompokkan

menjadi 5 kelompok yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, jamu dan

fitofarmaka. Dari data didapatkan bahwa persentase terbesar adalah obat keras

(49,1%), namun sebagian besar obat keras adalah Obat Wajib Apotek (OWA)
43

yang merupakan obat esensial bagi masyarakat. Persentase kedua terbesar adalah

kelompok obat bebas terbatas (28,6%) diikuti dengan kelompok obat bebas

terbatas (19,9%).

Persentase obat bebas, obat bebas terbatas dan obat wajib apotek yang

tinggi menandakan Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito telah mampu memenuhi

ketersediaan obat bagi masyarakat. Ketersediaan obat yang tinggi dapat

membantu masyarakat dalam meningkatkan kemampuan masyarakat untuk

mengatasi masalah kesehatannya dengan cara melakukan pengobatan sendiri

ataupun dengan bantuan diagnosis oleh dokter.

Gambar 10. Karakteristik Obar Berdasarkan Logo Obat

2. Berdasarkan jenis obat cair

Berdasarkan jenis obat cair, data dikelompokkan menjadi 5 kelompok

yaitu sirup, sirup kering, suspensi, emulsi, dan eliksir. Jenis sediaan cair oral yang

paling besar adalah sirup (70,8%). Sirup merupakan bentuk sediaan yang tepat

digunakan oleh pasien anak-anak. Berdasarkan hasil wawancara, responden

mengaku bahwa penggunaan sirup sangat bermanfaat bagi anak-anak karena rasa

dan bau yang manis. Kedua hal tersebut menyebabkan anak tidak menolak ketika

diberikan obat oleh orang tua.


44

Terdapat berbagai jenis obat cair yang mempunyai sifat fisik yang

berbeda-beda. Perbedaan ini dapat menyebabkan terjadinya kesalahan dalam

penggunaan obat cair, khususnya dalam hal penyimpanan obat. Untuk mengatasi

hal tersebut, diperlukan kerjasama dari pihak apotek, khususnya apoteker untuk

memberikan informasi yang sejelas-jelasnya mengenai cara penggunaan jenis

sediaan cair.

Gambar 11. Karakteristik Obat Berdasarkan Jenis Obat Cair

3. Berdasarkan kelas terapi dan sub kelas terapi

Berdasarkan kelas terapi dan sub kelas terapi, obat dapat digolongkan

menjadi beberapa kelompok. Dari hasil pengelompokkan didapatkan bahwa

persentase terbesar adalah obat dengan kelas terapi sistem pernapasan (34,0%),

khususnya obat batuk dan pilek (25,9%). Hal ini sesuai dengan hasil wawancara

yang menyebutkan bahwa pembelian obat cair dilakukan responden untuk

mengobati penyakit-penyakit sistem pernafasan seperti batuk dan flu.

Apotek KF telah mampu menyediakan obat dengan berbagai kelas terapi

untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat agar dapat mengobati beragam

penyakit. Hal tersebut penting untuk menjaga kesetiaan konsumen serta untuk

membantu masyarakat dalam melakukan pengobatan mandiri.


45

Tabel IV. Penggolongan Obat Cair Oral Berdasarkan Kelas Terapi


Jumlah
Kelas Terapi Sub Kelas Terapi Persentase Total
merek obat
golongan penisilin 10 4,7
golongan makrolida 4 1,9
golongan sefalosporin 13 6,1
Antiinfeksi
(Sistemik) golongan kloramfenikol 3 1,4 16,5%
golongan kombinasi antibacterial 2 0,9
Antiamuba 1 0,5
Antituberkulosis 2 0,9
Obat Batuk Golongan lain 5 2,4
Sistem pernapasan
Obat batuk dan pilek 55 25,9 34,0%
Antiasma dan PPOK 12 5,7
Antasida, antirefluks, antiulserasi 17 8,0
Sistem Laksatif (pencahar) 5 2,4
Gastrointestinal 12,7%
dan Hepatobilier Antiemetik 3 1,4
Antidiare 2 0,9
Antiinflamasi Non Steroid 4 1,9
Nootropik dan Neurotonik 4 1,9
Sistem Saraf Pusat Analgesik non opiate 1 0,5 8,0%
Analgesik – Antipiretik 7 3,3
Antikonvulsan 1 0,5
Sistem Kemih dan
Obat saluran kemih golongan lain 1 0,5 0,5%
kelamin
Alergi dan Sistem
Antihistamin 8 3,8 3,8%
Imun
Vitamin&Mineral pediatric 12 5,7
Vitamin B kompleks dengan
4 1,9
Vitamin C
Vitamin dan Kalsium dengan Vitamin 5 2,4
Mineral 17,5%
Vitamin dan atau Mineral 11 5,2
Vitamin dan Mineral untuk masa
4 1,9
hamil/ Antianemia
Vitamin A, D dan E 1 0,5
Suplemen dan Terapi Penunjang 10 4,7
Nutrisi Perangsang Nafsu makan 3 1,4 7,0%
Produk Nutrisi /Enteral 2 0,9
46

Berdasarkan wawancara yang dilakukan, diketahui bahwa faktor

kelengkapan obat merupakan salah satu faktor yang kerap digunakan responden

untuk menjadi pelanggan setia Apotek KF. Jenis obat yang sering dibeli oleh

responden adalah obat batuk dan pilek serta multivitamin untuk menjaga daya

tahan tubuh. Semua jenis obat ini biasa dibeli responden secara mandiri atau tanpa

resep dokter.

4. Ketersediaan alat bantu ukur di dalam kemasan obat

Alat bantu ukur adalah alat bantu dalam pengambilan dosis obat.

Terdapat beberapa macam alat bantu ukur pengambilan dosis obat yaitu cup ukur,

sendok takar, dan dropper. Alat bantu ukur yang akan dikaji dalam penelitian ini

adalah cup ukur. Berdasarkan ketersediaan alat bantu ukur, data dikelompokkan

menjadi 2 kelompok, yaitu sediaan cair oral yang telah memiliki alat bantu ukur

sebesar 42,5% sedangkan sediaan yang tidak menyertakan alat bantu ukur sebesar

57,5%. Sediaan yang memiliki alat bantu ukur terdiri dari sediaan yang disertai

cup ukur sebesar 12,5% dan yang disertai sendok takar sebesar 30,0%.

Gambar 12. Ketersediaan Alat Bantu Ukur dalam Kemasan


Terdapat 27 item obat cair oral yang di dalam kemasannya terdapat cup

ukur, di antaranya terdapat golongan obat keras, obat bebas terbatas, obat bebas

dan jamu.
47

Tabel V. Karakteristik Obat Cair Oral yang Disertai Cup Ukur di Apotek KF,
RSUP Dr. Sardjito
No Nama merk obat cair Jenis obat cair Sub kelas terapi Logo obat
1 Erysanbe® (Eritromisin) Sirup kering Antiinfeksi golongan K
makrolida
2 Bisolvon® (Bromheksin HCl) Eliksir Obat batuk dan pilek B
3 Bisolvon kids® (Bromheksin Sirup Obat batuk dan pilek B
HCl)
4 Buffect® (ibuprofen) Suspensi Antiinflamasi Non BT
Steroid
5 Buffect forte® (ibuprofen) Suspensi Antiinflamasi Non BT
Steroid
6 Bronsolvan ® (teofilin) Sirup Antiasma dan PPOK BT
7 Epexol® (Ambroxol HCl) Sirup Obat batuk dan pilek K
8 Flucodin ® (parasetamol, Sirup Obat batuk dan pilek B
guafenesin, noscapin,
chlorpeniramin maleate,
phenylpropanolamine HCl)
9 Lactulax® (lactulose) Sirup Laksatif, pencahar BT
10 Mucosolvan ® (teofilin) Sirup Antiasma dan PPOK BT
11 Plantacid® (Mg(OH)2, gel kering Suspensi antasid, antirefluks, B
Al(OH)3, simethicone) antiulserasi
12 Plantacid forte® (Mg(OH)2, gel Suspensi antasid, antirefluks, B
kering Al(OH)3, simethicone) antiulserasi
13 Prospan® Sirup Obat batuk dan pilek Import
14 Sanmol® (parasetamol) Sirup Analgesik (non opiat), B
antipiretik
15 Transbroncho ® (ambroxol HCl) Sirup Obat batuk dan pilek K
16 Tempra forte® (parasetmol) Sirup Analgesik (non opiat), B
antipiretik
17 Woods antitusive® Sirup Obat batuk dan pilek BT
(dexthormethorpan HBr,
Dephenhidramine
18 Woods exp® (bromheksin, GG) Sirup Obat batuk dan pilek BT
19 Becefort ® multivit Sirup Vitamin B kompleks B
dengan vitamin C
20 Biolysin ® multivit Sirup Vitamin dan mineral B
pediatrik
21 Calcidine® multivitamin Sirup kalsium dengan mineral B
22 Calsource junior® Kalsium Sirup Kalsium dengan B
mineral
23 Curvit® Emulsi Suplemen dan terapi B
penunjang
24 Dumin® Sirup Vitamin dan mineral B
pediatrik
25 Elkana® vitamin Suspensi Vitamin dan mineral BT
26 Maltover® Sirup Vitamin dan Mineral B
27 Batungin® Elixir Obat saluran kemih Jamu
48

Keberadaan alat bantu ukur dosis dalam kemasan obat sangat penting,

karena akan sangat berpengaruh terhadap dosis yang akan terambil. Tidak adanya

alat bantu ukur dosis dapat menyebabkan dosis yang terambil terlalu kecil ataupun

terlalu besar.

Walaupun sebagian besar sediaan cair tidak disertai dengan alat bantu

ukur, namun dalam penyerahan obat ke pasien, apoteker selalu memberikan alat

bantu ukur tanpa meminta biaya tambahan. Hal ini dilakukan apoteker untuk

mencegah agar pasien tidak menggunakan sendok makan/sendok teh dan juga

merupakan upaya meningkatkan pemakaian obat yang rasional oleh pasien.

B. Pemberian Informasi Oleh Apoteker Berdasarkan Hasil Wawancara

Penelitian di Yogyakarta menemukan bahwa hanya 89% tenaga

kefarmasian yang terjun langsung dalam memberikan pelayanan informasi dan

konsultasi obat kepada konsumen. Pada kenyataannya, yang paling banyak

berinteraksi dengan pasien adalah asisten apoteker (Andayani, dkk, 2004).

Terdapat 3 Apoteker Pendamping Apotek (APA) yang bekerja di Apotek KF,

RSUP Dr. Sardjito. Ketiga apoteker tersebut secara bergantian menyerahkan obat

di 5 loket Apotek KF yang terdapat di RSUP Dr. Sardjito. Walaupun hanya

terdapat 3 apoteker pendamping, namun pemberian informasi dilakukan

semaksimal mungkin agar pasien mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya

mengenai obat yang dibeli. Pemberian informasi obat juga dilakukan oleh asisten

apoteker senior yang bekerja di Apotek KF.


49

1. Durasi pemberian informasi obat kepada pasien

Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa pemberian informasi obat

oleh apoteker kepada pasien berkisar antara 1 menit dan tidak mencapai 2 menit.

Lama durasi pemberian obat tergantung dari jenis obat yang digunakan oleh

pasien. Pemberian informasi untuk pharmaceutical care berlangsung selama 3

menit. Pada saat pharmaceutical care pasien terkadang menceritakan pengalaman

dalam penggunaan obat ataupun menceritakan riwayat pengggunaan obat

sehingga apoteker dapat mencari tahu lebih lanjut mengenai riwayat pengobatan

yang pernah dilakukan oleh pasien. Hal ini tentunya sangat penting untuk

menjamin bahwa pemberian resep oleh dokter sudah tepat dengan kondisi pasien.

Pemberian konseling terjadi secara tidak langsung. Apoteker juga menceritakan

bahwa pasien tergolong aktif bertanya, namun karena waktu yang tersedia tidak

terlalu lama maka konseling berlangsung dengan cepat.

Pada saat memberikan obat terdapat tahapan-tahapan pemberian

informasi. Pertama-tama apoteker menanyakan nama pasien dan penyakit yang

diderita oleh pasien. Hal ini dilakukan untuk memastikan obat telah diberikan

pada pasien yang benar. Pemberian informasi dilanjutkan dengan memberitahukan

kepada pasien berapa macam obat yang diterima dan cara pemakaian obat

tersebut. Indikasi obat jarang diinformasikan oleh apoteker karena terkadang

dokter memberikan obat dengan tujuan untuk memperoleh efek sampingnya dan

bukan efek farmakologinya. Hal ini kerap menimbulkan kekacauan karena ketika

apoteker melakukan cek ulang penyakit, pasien menjadi merasa pemberian obat

oleh dokter salah dan memaksa bertemu kembali dengan dokter. Selain itu, ketika
50

diberi informasi bahwa obat yang diberikan adalah suplemen ataupun vitamin

pasien tidak bersedia menebus obat karena merasa tidak membutuhkannya.

Apoteker selalu memberikan informasi peringatan seperti golongan antibiotik

harus digunakan sampai habis, sedangkan untuk obat-obat simptomatik hanya

perlu digunakan sampai gejala hilang saja. Sebagai tambahan, apoteker juga

memberikan informasi apakah obat harus diminum sebelum atau sesudah makan.

Informasi mengenai penyimpanan obat jarang diberikan oleh apoteker.

Apoteker merasa pasien telah mengetahui cara menyimpan obat cair, yaitu di suhu

kamar. Dalam memberikan informasi, apoteker tidak selalu melakukan cek ulang

untuk mengevaluasi apakah pasien telah menerima informasi yang telah

diberikan. Pasien justru sering melakukan cek ulang sendiri dengan secara

langsung mengulang kembali informasi yang telah diberikan oleh apoteker.

Apoteker merasa bahwa pasien akan mengerti apabila membaca informasi terkait

penggunaan obat, hal ini menyebabkan apoteker selalu mengingatkan pasien

untuk membaca brosur yang terdapat di dalam kemasan obat.

Dalam memberikan sediaan cair, apoteker selalu menggunakan bahasa

‘sendor takar’ atau ‘tutup botol yang paling atas’ untuk menggambarkan cup ukur,

bukannya mengatakan sendok makan/sendok teh. Hal ini dilakukan oleh apoteker

untuk menghindari terjadi kesalahpahaman pasien. Dalam memberikan informasi

mengenai cara penuangan volume obat cair, apoteker juga tidak lupa memberikan

tanda dengan spidol pada cup ukur/ sendok takar yang diberikan pada pasien. Hal

ini dilakukan agar pasien dapat menuangkan sesuai dosis yang dianjurkan.

Pemberian tanda pada alat bantu penakar oleh tenaga kefarmasian terbukti dapat
51

meningkatkan keakuratan dosis menjadi 37-100% (McMahon, Rimza, dan Bay,

1997). Pemberian tanda pada alat bantu takar untuk menunjukkan dosis yang

direkomendasikan tentunya sangat membantu masyarakat dalam mewujudkan

pengobatan yang rasional.

Pasien mengalami kebingungan apabila diharuskan menuang volume

obat cair untuk ukuran 1 sendok makan. Untuk menuangnya, pasien harus

mengulangi sebanyak 3 kali dengan menggunakan sendok takar berukuran 5 ml.

Untuk mengatasi hal ini, apoteker tidak jarang mengganti sendok takar dengan

cup ukur, sehingga untuk mendapatkan volume 15 ml pasien tidak perlu

mengukur sebanyak 3 kali. Apoteker menganggap pemakaian cup ukur untuk

menuang volume obat cair sebanyak 15 ml lebih praktis daripada menggunakan

sendok takar.

Dalam memberikan informasi obat, apoteker melihat terlebih dahulu

apakah pasien yang menebus obat merupakan pasien rawat jalan atau pasien rawat

inap. Pemberian informasi untuk pasien rawat inap tidak terlalu difokuskan karena

dalam pemberiannya, akan dibantu oleh perawat yang bertugas

2. Sumber informasi yang digunakan apoteker dalam memberikan


informasi obat

Dalam pemberian informasi kepada apoteker, tidak terdapat prosedur

tetap tersendiri dari Kimia Farma. Apoteker dibebaskan untuk mencari sumber-

sumber mengenai informasi obat secara mandiri.

Dari hasil wawancara kepada 2 apoteker yang dilakukan secara

bersamaan, diketahui bahwa apoteker membaca-baca brosur yang terdapat dalam

kemasan obat. Apoteker meyakini bahwa informasi yang terdapat di dalam brosur
52

tersebut sudah merupakan standar dari pabrik farmasi. Kedua apoteker juga

mencari sumber informasi dari pustaka-pustaka lain yang lengkap mengenai obat.

Apoteker lain yang diwawancarai secara terpisah menyebutkan bahwa

untuk mendapatkan informasi, apoteker membaca buku penunjang seperti MIMS

dan juga mencari-cari dari internet. Dari internet, apoteker mendapatkan panduan

kefarmasian dari website Dinas Kesehatan yang berisi cara pemberian obat serta

peringatan-peringatan dalam pemberian obat. Selain itu, sumber informasi juga

didapatkan dari brosur obat dan dari pengalaman yang diceritakan oleh pasien.

Dari hasil wawancara terlihat bahwa apoteker telah berupaya mencari berbagai

sumber informasi untuk dapat memberikan informasi sejelas mungkin kepada

masyarakat.

3. Teknik pemberian informasi

Dalam memberikan informasi mengenai obat apoteker berperan dengan

teknik aktif menjelaskan mengenai informasi umum, khususnya cara penggunaan

obat. Apoteker menjelaskan informasi obat dengan cara verbal dan visual.

Pemberian informasi secara visual dilakukan khususnya dalam memberikan

informasi mengenai pemakaian cup ukur agar pasien dapat lebih mengerti

informasi yang dimaksudkan oleh apoteker.

Di samping itu, teknik pasif diterapkan bagi pasien yang aktif bertanya

mengenai cara penggunaan obat. Adanya keseimbangan teknik aktif-pasif ini

menandakan bahwa telah terdapat interaksi yang baik antara apoteker dengan

pasien.
53

4. Kendala yang sering terjadi dalam memberikan informasi

Dalam memberikan informasi kepada pasien, tak jarang apoteker

mengalami berbagai kendala/kesulitan. Berdasarkan hasil wawancara yang

dilakukan, kendala yang terjadi adalah kendala bahasa, kendala waktu dan tempat

serta kebersediaan pasien untuk mendengarkan informasi. Kendala bahasa dialami

oleh salah seorang apoteker yang tidak terbiasa menggunakan bahasa Jawa.

Apoteker tersebut sangat sulit memberikan informasi kepada masyarakat yang

terbiasa menggunakan bahasa Jawa, khususnya bagi kaum orang tua yang sama

sekali tidak terbiasa menggunakan bahasa Indonesia dalam kegiatan sehari-hari.

Kendala waktu dan tempat juga menjadi masalah karena Apotek KF loket UGD

merupakan loket yang sangat penuh dan selalu padat pengunjung. Untuk

memenuhi kebutuhan semua pasien, maka pelayanan yang dilakukan harus cepat.

loket Unit Gawat Darurat tidak menyediakan ruang khusus untuk pemberian

informasi obat, sehingga menyebabkan rasa tidak nyaman karena terdapat kaca

pemisah antara pasien dengan apoteker serta pasien dan apoteker harus berdiri

dalam penyerahan obat. Adanya ruang khusus untuk melaksanakan konseling

akan memudahkan interaksi antara apoteker dengan pasien dalam melakukan

pemberian informasi obat (Andayani, dkk, 2004). Kebersediaan pasien juga

menjadi kendala karena tak jarang pasien dalam keadaan tergesa-gesa sehingga

tidak bersedia meluangkan waktunya untuk mendengarkan penjelasan dari

apoteker terkait informasi obat. Ketidakbersediaan pasien menandakan bahwa

pasien belum mengerti benar akan hak-haknya sebagai konsumen untuk


54

mendapatkan informasi yang lengkap dan jelas terkait obat yang sudah dibeli

(Andayani, dkk, 2004).

C. Cara Penggunaan Cup Ukur Sediaan Cair Oral oleh Responden


Berdasarkan Hasil Kuisioner dan Wawancara

Untuk memahami cara penggunan cup ukur sediaan cair oral oleh

responden, perlu dipahami karakteristik pengguna/responden terlebih dahulu.

1. Karakteristik responden

Karakteristik responden merupakan kondisi dalam diri responden yang

kemungkinan akan mempengaruhi penggunaan suatu sediaan obat. Pada

penelitian ini, karakteristik responden yang akan dikaji adalah usia, jenis kelamin,

pekerjaan responden, serta pengalaman pasien dalam menggunakan sediaan cair

oral, pengalaman dalam melakukan konsultasi dan pembelian di Apotek KF,

RSUP Dr. Sardjito.

1. Usia

Usia responden merupakan salah satu faktor inklusi dalam penelitian ini.

Usia responden yang dijadikan kriteria inklusi minimal 17 tahun pada saat

penelitian berlangsung. Peneliti mengambil kriteria inklusi usia minimal 17 tahun

karena responden di anggap telah cukup dewasa dan mampu bekerjasama dengan

peneliti. Peneliti juga beranggapan bahwa responden sudah mengerti dan

memahami cara penggunaan cup ukur sediaan cair oral sehingga responden dapat

memberikan keterangan dengan jelas melalui pengisian lembar kuisioner maupun

wawancara.
55

Usia responden kemudian dikelompokkan berdasarkan rumus distribusi

frekuensi Strurgess. Pehitungan interval dihitung berdasarkan usia termuda (17

tahun) dan usia tertua (70 tahun). Interval yang didapatkan sesuai perhitungan

adalah 7 dengan batas bawah kelas pertama adalah usia termuda. Pengelompokan

usia dilanjutkan dengan perhitungan distribusi frekuensi yang dihitung

menggunakan turus.

Tabel VI. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia


Kelompok Umur Jumlah Responden % Responden
18-24 tahun 14 28,0
25-31 tahun 11 22,0
32-38 tahun 7 14,0
39-45 tahun 8 16,0
46-52 tahun 6 12,0
53-59 tahun 2 4,0
60-66 tahun 1 2,0
67-73 tahun 1 2,0

Pada usia dewasa muda atau di bawah usia 55 tahun sering dilaporkan

keluhan luka kecil, batuk, masalah sinus, jerawat, serta masalah mulut dan gigi

(Holt dan Hall, 1990). Dari tabel dapat dilihat bahwa persentase terbesar

pemakaian cup ukur sediaan cair oral adalah pada rentang usia 18-24 tahun. Pada

penelitian ini, peneliti tidak dapat menghubungkan secara langsung pengaruh usia

terhadap penggunaan cup ukur sediaan cair oral.

Persentase responden yang terbanyak (18-24 tahun) termasuk usia

dewasa sehingga dapat mengambil dan bertanggung jawab atas keputusan dalam

pencarian tindakan pengobatan untuk mengatasi gejala atau keluhan yang dialami.

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa pada usia 18-24 tahun,

penggunaan sediaan cair sebagian besar ditujukan untuk mengobati keluhan

penyakit ringan seperti batuk yang dialami oleh responden.


56

2. Jenis kelamin

Jenis kelamin pada penelitian ini dikelompokkan menjadi pria dan

wanita. Hasil pengelompokan menunjukkan bahwa responden yang paling banyak

menggunakan cup ukur sediaan cair oral adalah responden wanita (62,0%). Wanita

lebih banyak membuat keputusan kesehatan untuk bertemu dengan tenaga

kesehatan profesional ataupun dengan menggunakan produk tanpa resep (Holt dan

Hall, 1990). Sebuah penelitian di Yogyakarta juga menemukan bahwa sebanyak

74,5% wanita melakukan swamedikasi menggunakan obat demam untuk

mengatasi demam pada anak (Rinukti dan Widayati, 2005). Ibu merupakan orang

yang paling dekat dan umumnya sering bersama dengan anak. Hal ini

menyebabkan ibu lebih memahami kondisi kesehatan anak dan sangat berperan

dalam memilih pengobatan.

Gambar 13. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa responden wanita lebih

antusias dalam melakukan pengisian kuisioner, tak jarang responden wanita

menceritakan pengalaman dalam menggunakan obat cair. Responden wanita lebih

peduli terhadap kesehatan sehingga menyebabkan konsumsi obat menjadi lebih

banyak daripada responden pria. Sebagian besar responden wanita adalah ibu
57

rumah tangga. Responden ibu rumah tangga membelikan obat cair oral untuk

mengobati penyakit-penyakit ringan yang dialami anak mereka seperti demam,

batuk ataupun pilek.

3. Tingkat pendidikan

Karakeristik tingkat pendidikan responden dibagi menjadi 5 kelompok

yaitu responden yang telah menempuh pendidikan SD (Sekolah Dasar), SLTP

(Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama), SMA (Sekolah Menengah Atas), Diploma,

dan Sarjana. Dari hasil pengelompokan didapatkan data bahwa responden yang

menggunaan cup ukur sediaan cair yang terbanyak berasal dari kelompok

pendidikan SLTA dan sederajat yaitu 46,0%, sedangkan kelompok responden

yang paling sedikit berasal dari kelompok pendidikan SD dan SLTP (6,0%). Pada

penelitian ini, peneliti tidak dapat menghubungkan secara langsung pengaruh

pendidikan terhadap penggunaan cup ukur sediaan cair oral.

Tabel VII. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan


Tingkat Pendidikan
SD SLTP SLTA Diploma Sarjana
dan
sederajat
Jumlah 3 3 23 7 14
Responden
% Responden 6,0 6,0 46,0 14,0 28,0

Pendidikan mempengaruhi aspek kehidupan termasuk pemeliharaan

kesehatan (Notoadmodjo, 2002). Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang,

semakin rasional dan berhati-hati dalam memilih obat untuk pengobatan sendiri

(Dharmasari, 2003). Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka pengetahuan

akan pemeliharaan kesehatannya juga semakin tinggi. Hal ini menyebabkan

kecenderungan untuk menjaga kesehatan seperti melakukan kunjungan ke sarana


58

dan prasarana kesehatan seperti rumah sakit akan semakin tinggi pula. Teori ini

sesuai dengan hasil penelitian di atas, bahwa tingkat pendidikan SLTA memiliki

persentase tertinggi responden yang mengunakan cup ukur sediaan cair oral dan

tingkat pendidikan SD dan SLTP merupakan persentase terendah.

4. Pekerjaan

Pekerjaan responden dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 6

kelompok, yaitu tidak bekerja/pensiunan, ibu rumah tangga, pegawai negeri

sipil/TNI, wiraswasta, swasta, dan pelajar/mahasiswa. Persentase responden yang

paling banyak menggunakan cup ukur sediaan cair oral adalah responden dengan

pekerjaan swasta, yaitu sebesar 40,0%.

Tabel VIII. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan


Jenis Pekerjaan
Tidak Pelajar/
Ibu Rmh PNS/ Wira
bekerja/ swasta Maha
Tangga TNI Swasta
pensiunan siswa
Jumlah
5 9 6 1 20 9
Responden
%
10,0 18,0 12,0 2,0 40,0 18,0
Responden

Pekerjaan seseorang akan mempengaruhi kemampuannya dalam

memenuhi kebutuhan kesehatan. Kemampuan yang dimaksud dalam hal ini

adalah faktor biaya. Jenis pekerjaan seseorang dapat dihubungkan dengan jumlah

penghasilannya. Semakin baik pekerjaan seseorang maka kemampuannya untuk

memenuhi kebutuhan kesehatan dalam hal frekuensi penggunaan pelayanan

kesehatan akan semakin tinggi pula. Sebaliknya, kurangnya pemanfaatan

pelayanan kesehatan yang ada kemungkinan disebabkan karena tidak mempunyai

cukup dana untuk membeli obat, memeriksakan diri ke pusat pelayanan


59

kesehatan, dan sebagainya. Hal ini sesuai dengan data dimana kelompok terbesar

yang menggunakan cup ukur sediaan cair oral adalah responden dengan pekerjaan

swasta. Hasil wawancara menunjukkan bahwa ibu rumah tangga sangat

kooperative dalam memberikan informasi. Ibu rumah tangga menganggap bahwa

pemberian informasi mengenai cara penggunaan obat sangat penting untuk

kesembuhan penyakit anak mereka.

5. Frekuensi penggunaan cup ukur sediaan cair oral

Frekuensi penggunaan cup ukur dalam sediaan cair oral merupakan

karaketeristik yang perlu diketahui untuk melihat seberapa sering responden

benar-benar menggunakan cup ukur dalam kemasan obat. Semakin sering

responden menggunakan cup ukur sediaan cair maka pengalaman menggunakan

obat cair akan semakin banyak dan informasi yang didapatkan akan semakin jelas.

Gambar 14. Karakteristik Responden Berdasarkan Frekuensi Penggunaan Cup


Ukur Sediaan Cair Oral

Dari hasil penelitian diketahui bahwa 6,0% responden baru satu kali

(pertama kali) menggunakan cup ukur sediaan cair oral sedangkan 94,0%

responden mengaku telah berulang kali menggunakan cup ukur sediaan cair oral.

Hasil ini menggambarkan bahwa sebagian besar responden telah menyadari


60

keberadaan cup ukur dalam kemasan dan tidak hanya menganggap cup sebagai

pelindung obat cair dari kotoran namun telah menggunakannya sebagai alat bantu

dalam pengukuran volume obat cair.

6. Frekuensi pembelian obat di loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito

Untuk memenuhi kebutuhan kesehatannya, 25% penduduk Indonesia

mendatangi dokter dan lebih dari 65% jumlah penduduk melakukan pengobatan

mandiri (Sartono,1993). Pada penelitian ini, responden dikelompokkan menjadi

kelompok responden yang merupakan pelanggan dan responden yang pertama kali

membeli obat di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito.

Gambar 15. Karakteristik Responden berdasarkan Frekuensi Pembelian obat


di Apotek Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito

Dari hasil pengelompokan diketahui sebesar 56,0% responden

merupakan pelanggan Apotek KF, RSUP Dr.Sardjito. Dari hasil ini dapat

diketahui bahwa Apotek KF telah mampu memberikan pelayanan yang cukup

baik karena terbukti dari pengunjung apotek yang bersedia menjadi pelanggan

tetap di Apotek KF. Dari hasil wawancara didapatkan beberapa alasan mengapa

responden memilih Apotek KF, yaitu karena letaknya yang berdekatan dengan
61

rumah responden, kelengkapan obat dan juga karena dapat langsung membeli obat

setelah penegakan diagosis oleh dokter. Sebuah penelitian mendapatkan bahwa

semakin jauh letak sarana dan prasarana kesehatan, masyarakat semakin enggan

berkunjung ke tempat pelayanan kesehatan tersebut (Holt dan Hall, 1990).

7. Frekuensi konsultasi obat

Responden dikelompokkan menjadi 2 yaitu kelompok, yaitu yang tidak

pernah melakukan konsultasi obat dan yang pernah melakukan konsultasi obat.

Dari hasil pengelompokan didapatkan bahwa sebanyak 84,0% responden tidak

pernah melakukan konsultasi obat di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito.

Gambar 16. Karakteristik Responden Berdasarkan Konsultasi obat

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa terdapat beberapa alasan

mengapa responden tidak melakukan konsultasi obat yaitu karena responden

sering datang dalam keadaan tergesa-gesa ataupun karena kondisi yang tidak

memungkinkan. Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito merupakan apotek yang sangat

padat pengunjung sehigga kondisi ini tidak memungkinkan untuk melakukan

konsultasi obat. Responden yang pernah melakukan konsultasi obat mengaku


62

terkadang bertanya secara mandiri tentang suatu obat ataupun cara pengobatan

mandiri kepada apoteker.

Dari sisi apoteker, apoteker mengaku bahwa kondisi tempat yang tidak

menyediakan ruangan khusus untuk melayani konsultasi obat menjadi kendala

terbesar. Walaupun jarang memberikan konsultasi obat, namun apoteker sangat

berperan dalam pemberian Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien pada

saat penyerahan obat.

2. Penggunaan cup ukur sediaan cair oral oleh responden

Perilaku pencarian kesehatan dipengaruhi oleh 3 aspek, yaitu aspek

pengetahuan, sikap dan tindakan. Untuk mengetahui cara penggunaan cup ukur

dan penggunaan sediaan cair oral, dilakukan penyebaran lembar kuisioner dan

wawancara. Pernyataan yang terdapat dalam kuisioner meliputi ketiga aspek

pengetahuan, sikap dan tindakan dengan masing-masing aspek terkandung dalam

10 pernyataan. Cup ukur dan sediaan cair oral tidak harus yang dibeli dari apotek

tempat pelaksaan penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan hasil yang

lebih variatif dalam penelitian ini.

1. Aspek pengetahuan

Sebuah penelitian menemukan bahwa pengetahuan berhubungan dengan

pengobatan sendiri yang aman, tepat, dan rasional (Dharmasari, 2003).

Pernyataan-pernyataan pada bagian pertama ini berisi pengetahuan umum

mengenai cara penggunaan sediaan cair oral dan cup ukur dan terdiri dari 3

pernyataan favourable dan 7 pernyataan unfavourable.


63

Tabel IX . Hasil Pengisian Kuisioner Aspek Pengetahuan Responden


Persentase Persentase
No. Pernyataan Kuisioner jawaban jawaban
Benar (%) Salah (%)
1 Semua jenis obat harus digunakan sampai habis. *) 66,0 34,0
Cara penggunaan obat yang benar akan mempengaruhi
2 84,0 16,0
kesembuhan penyakit.
Penyimpanan obat cair harus di suhu kamar tempat yang
3 92,0 8,0
kering, dan terlindung cahaya.
Penggunaan obat cair tidak boleh menggunakan sendok
4 32,0 68,0
makan/sendok teh di rumah.
5 Semua obat cair yang diminum berbentuk sirup. *) 28,0 72,0
Walaupun rasa, warna, bau dan kejernihan dari larutan
6 obat sudah berubah, obat masih dapat digunakan 100,0 0,0
kembali. *)
Pengukuran volume obat cair dengan cup ukur harus
7 50,0 50,0
sejajar dengan mata
Pembacaan brosur pada kemasan obat akan mengurangi
8 92,0 8,0
risiko yang tidak dikehendaki
Sebelum meminum obat cair sebaiknya dikocok terlebih
9 88,0 12,0
dahulu.
Kebersihan adalah hal yang penting dalam penggunaan
10 100,0 0,0
obat cair
Rata-rata 73,2 26,8
Keterangan : *) pernyataan unfavourable

Pada pernyataan pertama, dari hasil wawancara dan pengisian kuisioner

sebagian besar responden (66,0%) menjawab dengan benar. Beberapa responden

bahkan mengetahui bahwa terdapat golongan antibiotik yang harus diminum

sampai habis, namun penggunaan obat selain antibiotik tidak perlu sampai habis.

Informasi mengenai golongan antibiotik dan non antibiotik didapatkan responden

dari apoteker, dokter maupun majalah-majalah kesehatan. Penggunaan obat selain

antibiotik hanya sampai gejala atau penyakit mereda saja. Responden merasa

untuk penggunaan obat seperti obat batuk cukup sampai gejala mereda, hal ini

responden lakukan karena responden takut menjadi ketergantungan pada obat

tertentu. Salah satu responden mengatakan bahwa dalam penggunaan obat, apabila

dalam 3 hari tidak terjadi kesembuhan, maka responden akan berkonsultasi

kembali kepada dokter. Alasan lain adalah responden selalu mengikuti petunjuk
64

dokter. Apabila dokter mengatakan pemakaian sampai habis maka responden akan

mematuhinya, begitu pula sebaliknya. Perlu adanya usaha untuk menambah

pengetahuan responden mengenai cara pemakaian obat agar responden dapat lebih

bertanggung jawab mengenai cara penggunaan obat dan bukan hanya menurut

pada apa kata tenaga profesional kesehatan.

Sebanyak 84% responden menyatakan bahwa cara penggunaan obat yang

benar akan mempengaruhi kesembuhan penyakit. Responden mengganggap

bahwa dengan menggunakan obat secara benar, maka kesembuhan akan semakin

cepat didapat. Sebanyak 16,0% responden lainnya merasa bahwa kesembuhan

tidak akan dipengaruhi oleh cara penggunaan obat. Responden menganggap

bahwa kesembuhan yang terjadi hanya dipengaruhi oleh sugesti responden

sendiri. Selain karena sugesti, kesembuhan juga dipengaruhi oleh banyaknya

istirahat dan juga semangat pasien untuk sembuh. Alasan-alasan seperti inilah

yang terkadang membuat responden tidak menaati aturan pemakaian obat.

Mengenai cara penyimpanan obat, terdapat 92,0% responden yang

menjawab dengan benar bahwa obat harus disimpan di suhu kamar tempat yang

kering dan terlindung dari cahaya. Dalam penyimpanan obat responden memilih

ruang kamar, kotak plastik, lemari/meja, ruang tamu, meja makan, meja dalam

kamar, almari, rak, kotak obat, buffet dan freezer. Alasan responden memilih

tempat penyimpanan adalah agar mudah terlihat dan mudah terjangkau, jauh dari

jangkauan anak-anak, agar terhindar dari tikus dan agar tidak terkena cahaya yang

dapat mengubah komposisi obat. Walaupun menjawab dengan benar, namun pada

prakteknya, beberapa responden masih salah dalam melakukan penyimpanan obat


65

cair oral. Responden menganggap bahwa penyimpanan obat cair seharusnya di

dalam lemari es. Responden menyimpan obat di lemari es dengan alasan agar obat

awet, fresh dan dingin ketika diminum.

Dalam Farmakope Indonesia IV disebutkan bahwa suhu penyimpanan

sejuk adalah suhu antara 8° dan 15° bila perlu disimpan dalam lemari pendingin.

Suhu kamar adalah suhu antara 15° dan 30° (Direktorat Jenderal Pengawasan

Obat dan Makanan RI, 1995). Penyimpanan obat cair oral tidak harus selalu di

lemari es, penyimpanan obat cair tergantung pada petunjuk yang terdapat pada

kemasan obat cair.

Walaupun demikian terdapat perbedaan antar petunjuk-petunjuk yang

terdapat pada sediaan cair. Perbedaan-perbedaan petunjuk mengenai penyimpanan

tentunya akan membingungkan responden dalam penyimpanan obat cair. Untuk

mengatasi hal ini, diperlukan bantuan dari apoteker untuk mengatasi

kesalahpahaman responden dengan menyediakan informasi yang tepat dan jelas.

Tabel X. Beberapa petunjuk penyimpanan obat cair yang tertera pada


kemasan
Petunjuk dalam kemasan Aturan suhu
Di bawah 15°C
Sejuk Rentang suhu 15-30°C
Tidak dicantumkan aturan suhu
suhu 25-30°C
Suhu kamar Tidak lebih dari 25°C
Tidak dicantumkan aturan suhu
Tidak dicantumkan aturan penyimpanan, langsung diberikan petunjuk simpan pada suhu
2-30 tidak lebih dari °C
Simpan di tempat yang terlindung cahaya matahari

Penyimpanan suspensi antibiotik merupakan salah satu masalah dalam

penggunaan obat cair, hal ini karena beberapa sediaan membutuhkan lemari es

untuk menjaga keefektifan khasiat obat (McMahon, dkk, 1997). Beberapa


66

suspensi antibiotik mempunyai kestabilan yang sangat terbatas, sehingga apabila

tidak disimpan dalam lemari es dapat menyebabkan terjadinya degradasi

komponen obat. Beberapa suspensi antibiotik mencantumkan bahwa

penyimpannya harus di dalam lemari es dengan suhu 2-8°C. Suspensi antibiotik

juga hanya dapat dipakai selama 7 hari. Hal ini menjadi masalah karena

berdasarkan wawancara, tidak semua responden memiliki lemari es.

Pada kenyataannya, penyimpanan antibiotik harus memperhatikan sifat

fisikokimia dari zat aktif. Tidak semua suspensi antibiotik harus disimpan dalam

lemari es, seperti pada antibiotik trimetoprim-sulfametoksasol. Penyimpanan

antibiotik trimetoprim-sulfametoksasol dalam lemari es dapat meningkatkan

kekentalan larutan sehingga kemungkinan menempel dalam dinding cup ukur

meningkat, selain itu dapat pula menyebabkan kemampuan dituang semakin

menurun (Dusdieker, Murph, dan Milavetz, 2000). Pemakaian antibiotika yang

tidak tepat seperti dosis yang tidak tepat, pemakaian dalam jangka waktu yang

lama, sudah rusak, kadaluarsa memungkinkan terjadinya resistensi ataupun

superinfeksi (Jamal, Suhardi, dan Wiryodagdo, 1999).

Pada pernyataan 4, sebanyak 64,0% responden menganggap penggunaan

obat cair boleh menggunakan sendok makan/sendok teh. Responden menganggap

bahwa penggunaan sendok makan/sendok teh sudah benar. Hal ini karena cara

penggunaan yang tertera pada kemasan, etiket, maupun brosur obat menyebutkan

penggunaan takaran sendok makan dan sendok teh. Dalam pembelian di apotek,

tak jarang petugas juga menganjurkan penggunaan sendok makan/sendok teh yang

terdapat di rumah. Responden tidak mengetahui bahwa takaran sendok makan


67

yang dimaksudkan adalah sebesar 15ml dan sendok teh sebesar 5ml (Direktorat

Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995). Sebanyak 36,0% responden

lainya menyatakan bahwa ukuran sendok makan/sendok teh di rumah berbeda-

beda sehingga pengukuran dosis menggunakan cup ukur sudah tepat karena

ukuran yang didapat lebih pasti. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian yang

dilakukan oleh Bayor, dkk pada tahun 2010 yang mendapatkan bahwa 750%

pasien menggunakan sendok makan/sendok teh dalam menggunakan obat cair

oral.

Sebanyak 28,0% responden menyatakan bahwa semua obat cair yang

beredar berbentuk sirup. Hal ini wajar terjadi karena tidak semua orang

mengetahui bentuk-bentuk sediaan cair seperti emulsi, suspensi ataupun bentuk

lainnya. Responden mengatakan bahwa tidak semua obat cair berbentuk sirup.

Terdapat beberapa responden yang mengetahui bentuk selain sirup dan terdapat

beberapa responden yang tidak mengetahuinya dan hanya menyebutkan obat cair

yang kental dan rasanya tidak teralu manis. Pengetahuan mengenai jenis obat cair,

tentunya akan meningkatkan pemakaian obat cair yang rasional.

Pada pernyataan nomor 6 sebanyak 100,0% responden menjawab bahwa

apabila obat sudah mulai berubah sifat-sifat fisiknya seperti rasa, bau dan warna

maka obat tidak dapat dipakai kembali.

Dalam menuangkan sediaan cair, cup ukur harus diletakkan di atas

permukaan yang rata terlebih dahulu, lalu dilihat dengan menempatkan mata

sejajar dengan cup ukur (MAT Independent Study, 2008). Pada pengukuran

volume obat, sebanyak 50,0% responden menyatakan bahwa pengukuran obat


68

tidak harus sejajar dengan mata. Menurut responden, asalkan angka pada cup ukur

sudah terlihat tidak menjadi masalah. Pada responden yang sudah mengalami

penurunan penglihatan, penuangan volume obat tidak dapat dilakukan sejajar

dengan mata karena agar dapat terlihat, cup ukur harus diletakkan dengan jarak

yang agak jauh dari mata. Responden yang menyatakan bahwa pengukuran

volume obat harus sejajar dengan mata menyatakan bahwa hal ini perlu dilakukan

agar ukuran (volume) yang didapatkan lebih pas. Untuk mendapatkan hasil yang

lebih baik, responden meletakkan cup ukur di meja yang mempunyai permukaan

rata terlebih dahulu. Pengukuran cup ukur sejajar dengan mata penting untuk

memastikan dosis yang dituang sesuai dengan dosis pada aturan pakai.

Untuk menambah informasi, tak jarang responden membaca brosur yang

terdapat pada kemasan obat. Hal ini responden lakukan untuk mengetahui

indikasi, kontraindikasi dan menambah pengetahuan terkait masalah obat. Hal ini

juga akan membuat responden lebih berhati-hati dalam pemakaian obat.

Sebanyak 92,0% responden menyatakan bahwa dengan membaca brosur obat,

maka resiko pemakaian obat akan berkurang.

Sediaan cair merupakan sistem yang terdiri dari 2 fase, yaitu solut dan

solvent untuk larutan, fase minyak dan fase air untuk emulsi serta padatan dan

fase pembawa pada suspensi. Dalam penggunaannya, homogenitas sediaan cair

sangat penting untuk menjamin dosis yang didapatkan selalu seragam. Hal ini

dapat dicapai dengan mengocok sediaan cair sebelum menggunakannya.

Salah satu kelemahan pada penggunaan suspensi adalah ketidakstabilan

secara fisik. Suspensi dapat membentuk endapan dan menyebabkan dosis menjadi
69

tidak seragam (Griebmann, Breitkreutz, Schubert-Zsilavecz, dan Abdel-Tawab,

2007). Kelemahan ini dapat diatasi dengan mengocok suspensi dahulu untuk

meredispersikannya kembali. Suspensi yang tidak dikocok terlebih dahulu akan

menyebabkan vikositas sediaan menjadi berubah. Suspensi yang viskositasnya

menjadi rendah akan membentuk sedimen dalam beberapa jam dan menyebabkan

konsentrasi sediaan tidak mencapai 8% dari konsentrasi yang tertera pada label

obat. Suspensi yang viskositasnya menjadi lebih tinggi dapat menyebabkan

terjadinya segregasi tak kasat mata yang menyebabkan konsentrasi hanya menjadi

5,7% setelah 24 jam (Griebmann, dkk, 2007).

Sebanyak 88,0% responden menyatakan akan mengocok sediaan cair

sebelum meminumnya. Responden menganggap dengan mengocok botol obat cair

terlebih dahulu, maka tidak akan terdapat endapan. Sebanyak 12,0% lainnya

menyatakan akan mendengarkan aturan cara pakai yang diberikan oleh

apoteker/dokter, selain itu responden juga melihat aturan pada kemasan terlebih

dahulu.

Pada kenyataannya, tidak semua kemasan obat mencantumkan petunjuk

agar obat dikocok sebelum digunakan. Hal ini dapat menyebabkan

ketidakseragaman dosis yang didapatkan apabila menggunakan obat cair dan akan

sangat berbahaya apabila menggunakan antibiotik dan obat dengan jendela terapi

yang sempit. Dosis yang terlalu rendah dalam penggunaan antibiotik dapat

menyebabkan kegagalan outcome terapi. Kekeliruan dosis dapat memicu

terjadinya kegagalan terapi antibiotik sehingga terapi yang diberikan tidak dapat

menghilangkan gejala ataupun infeksi dapat kambuh kembali setelah terapi


70

dihentikan (Wattimena, Sugiarso, Widianto, Sukandar, Soemardji, dan Setiadi,

1991). Untuk dapat mencegah hal ini, apoteker dapat mencantumkan tulisan

‘kocok dahulu’ dalam etiket obat dan mengingatkan pasien pada saat penyerahan

obat.

Dalam menggunakan obat cair sebanyak 100,0% responden menyatakan

bahwa kebersihan adalah hal yang penting.

Berdasarkan data kuisioner didapatkan hasil rata-rata responden

menjawab benar sebanyak 73,2%. Pada pernyataan nomor 6 dan nomor 10

responden menjawab 100,0% benar. Adanya pernyataan nonfavourable dan

pernyataan favourable tidak mempengaruhi persentase tingkat pengetahuan

responden. Tingkat pengetahuan responden tergolong sedang (cukup baik).

2. Aspek sikap

Sikap berhubungan dengan pengobatan sendiri yang aman, tepat dan

rasional. Pernyataan-pernyataan pada bagian kedua ini berisi sikap mengenai cara

penggunaan sediaan cair oral dan cup ukur. Terdapat 3 pernyataan favourable dan

7 pernyataan unfavourable.

Sebuah penelitian di Ghana menyatakan bahwa untuk mengukur volume

obat cair 5-20 ml alat bantu ukur yang dianjurkan adalah cup ukur (Bayor,dkk.,

2010). Pada penelitian ini diketahui bahwa hanya 72,0% responden yang merasa

harus menggunakan cup ukur yang terdapat pada kemasan obat cair. Responden

merasa bahwa penggunaan cup ukur tidak praktis. Cup ukur umumnya terbuat

dari plastik sehingga membuatnya menjadi tidak sehat dan kotor. Hal inilah yang

membuat responden menggunakan sendok makan/sendok teh yang terdapat di


71

rumah. Terdapat salah satu responden yang mengatakan bahwa responden selalu

meminum obat cair langsung dari botolnya tanpa menggunakan alat bantu ukur

apapun. Responden juga terkadang menggunakan tutup segel berwarna putih yang

seharusnya hanya digunakan untuk menjaga agar obat tertutup rapat. Untuk

mendapatkan dosis 1 sendok makan/sendok teh seperti tertera pada kemasan,

responden hanya kira-kira saja. Perilaku penggunaan obat cair yang seenaknya

dapat memicu tingginya angka kesalahan pemakaian obat, oleh karena itu

diperlukan usaha dari segenap tenaga profesional kesehatan untuk mengusahakan

penyebaran informasi yang jelas untuk meningkatkan penggunaan obat cair yang

rasional.

Tabel XI. Hasil Pengisian Kuisioner Apek Sikap Responden


Persentase Persentase
No Pernyataan jawaban jawaban
Benar Salah
Saya merasa harus menggunakan cup ukur yang tersedia di
1 72,0 28,0
dalam kemasan obat.
Saya merasa perlu bertanya pada petugas apotek tentang
2 informasi yang kurang jelas mengenai cara penggunaan 84,0 16,0
obat.
Saya memilih petugas apotek sebagai sumber informasi cara
3 56,0 44,0
penggunaan obat.
Saya yakin obat cair setelah dibuka masih dapat digunakan
4 36,0 64,0
kembali asal belum lewat tanggal kadaluarsa.*)
Saya yakin setelah segel obat dibuka maka pemakaian obat
5 harus memperhatikan rasa,warna, bau, kejernihan dari obat 78,0 22,0
meskipun belum kadaluwarsa.
Saya merasa pengukuran volume obat dengan menggunakan
6 56,0 44,0
sendok makan/sendok teh di rumah sudah tepat. *)
Saya merasa perlu mencuci tangan terlebih dahulu sebelum
7 74,0 26,0
menggunakan obat cair.
Saya merasa penggunaan obat cair dengan cup ukur dengan
8 78,0 22,0
benar akan mengurangi resiko yang tidak dikehendaki.
Saya merasa informasi penggunaan cup ukur akan
9 72,0 28,0
mempengaruhi kesembuhan saya.
Saya merasa ukuran sendok makan/sendok teh di rumah
10 64,0 36,0
sama dengan cup ukur di kemasan obat. *)
Rata-rata 67,0 33,0
Keterangan : *) pernyataan unfavorable
72

Sebanyak 84,0% responden merasa harus bertanya kepada petugas

apotek tentang informasi yang kurang jelas mengenai cara penggunaan obat cair.

Hal ini dilakukan oleh responden agar tidak terjadi kesalahan dalam pemakaian

obat. Walaupun demikian, 16,0% responden merasa tidak perlu menanyakan

kembali karena merasa telah cukup mendapat informasi dari dokter dan dapat

mencari informasi sendiri dari brosur obat maupun dari majalah kesehatan.

Sebanyak 56,0% responden memilih petugas apotek sebagai sumber

informasi obat. Alasan responden adalah pembelian obat dilakukan di apotek,

sehingga petugas apotek lebih dekat dan praktis untuk ditanyai mengenai

informasi obat. Apoteker bertugas untuk membaca resep sehingga apoteker dapat

memberikan informasi yang mendetail juga dapat menerangkan dengan jelas

kepada responden.

Sebanyak 44,0% responden lainnya merasa bahwa informasi obat

sebaiknya ditanyakan kepada dokter yang lebih mengerti mengenai penyakit, tak

jarang responden mempunyai keluarga yang berprofesi sebagai dokter. Seorang

responden bahkan memilih teman yang tidak mempunyai kompetensi sebagai

sumber informasi tentang obat. Sebanyak 21 responden mengaku dalam

wawancara bahwa untuk menanyakan mengenai informasi obat, dokter menjadi

pilihan utama respoden. Responden merasa bahwa dokter adalah orang yang

mengetahui segala sesuatu mengenai penyakit dan obat. Sebanyak 14 responden

merasa bahwa apoteker tidak melayani dalam apotek. Responden merasa bahwa

apoteker selalu berada di dalam apotek di balik rak-rak obat, sedangkan yang

melayani pembelian obat adalah asisten apoteker ataupun karyawan biasa bagian
73

administrasi. Terdapat satu orang responden yang bahkan sama sekali tidak

mengetahui apa dan siapa itu apoteker. Hal ini tentunya menjadi perhatian untuk

semakin memacu peran nyata apoteker dalam masyarakat sehingga pada masa

mendatang, apoteker dapat menjadi figur penting dalam membantu memenuhi

kebutuhan kesehatan masyarakat, khususnya dalam pemenuhan informasi terkait

obat.

Tabel XII. Tugas Apoteker di Apotek Menurut Responden Berdasarkan


Hasil Wawancara
No. Jawaban responden % responden
1. Mengatur obat-obatan 6,3
2. Meracik obat sesuai resep dokter 43,8
3. Menyediakan obat bagi pasien 18,8
4. Menyerahkan obat dan memberitahu informasi obat 12,5
5. Melayani kebutuhan obat 6,3
6. Memantau kerja anak buah 6,3
7. Memantau apakah obat yang diberi dokter sudah cocok dengan 6,3
kondisi pasien atau belum.
n (jumlah responden yang menjawab) = 16

Sebanyak 3,6% responden mengaku tidak pernah diberi informasi apapun

ketika membeli obat di apotek. Sebanyak 27 responden menyatakan mendapatkan

informasi ketika membeli obat di apotek. Informasi yang sering diberikan oleh

apoteker pada saat pemberian obat cair kepada responden adalah cara pakai,

indikasi, dosis, dan jangka waktu pemakaian obat. Sebagian besar responden tidak

pernah diberitahu mengenai cara penggunaan cup ukur. Responden mengetahui

cara pemakaian dengan membaca brosur obat.

Berdasarkan data kuisioner 36,0% responden merasa obat cair yang telah

dibuka masih dapat digunakan kembali asal belum lewat tanggal kadaluarsa.

64,0% responden lainnya merasa bahwa hal itu tergantung dari penyimpanan obat.
74

Apabila obat disimpan dengan rapat, tidak menjadi masalah namun apabila obat

disimpan dengan tidak rapat maka obat tidak boleh digunakan kembali.

Tabel XIII. Manfaat yang Dirasakan Responden Setelah Mendapat Informasi dari
Apoteker
No. Jawaban responden % responden
1. Lebih mengetahui cara penggunaan obat 32,1
2. Lebih berhati-hati sehingga dapat mengambil dosis yang tepat 21,4
3. Dapat membantu kesembuhan responden 14,3
4. Responden merasa lebih mantap dalam pemakaian obat 17,9
5. Responden merasa harus lebih teratur menggunakan obat 3,6
6. Responden puas karena merasa diperhatikan dan dilayani oleh 3,6
apoteker
7. Mengingatkan cara penggunaan obat 3,6
8. Tidak ada manfaat yanng dirasakan 3,6
n (jumlah responden yang menjawab) = 28

Responden menyimpan obat cair dalam jangka waktu yang berbeda-beda.

Sebanyak 7,9% responden langsung membuang obat cair begitu mengalami

kesembuhan. Terdapat seorang responden yang langsung membuang obat cair

setelah lewat 3 hari penggunaan. Sebanyak 2,6% responden menyimpan selama 3

minggu lalu langsung membuangnya. Responden beranggapan bahwa setelah obat

dibuka, maka akan terkontaminasi oleh udara dan angin sehingga obat berubah

menjadi racun. Sebanyak 13,2% responden menyimpan obat cair sampai jangka

waktu 2-3 bulan dan 2,6% responden menyimpan sampai 1 tahun. Sebagian besar

responden menyimpan obat cair dengan berpatokan pada tanggal kadaluarsa.

Responden merasa tanggal kadaluarsa dapat dipakai karena sudah merupakan

petunjuk dari pabrik pembuat obat. Terdapat kesalahpaman masyarakat terkait

masalah penyimpanan obat. Penyimpanan obat cair yang tidak benar akan

menyebabkan obat terdegradasi, dimasuki serangga ataupun ditumbuhi jamur dan

dapat menyebabkan keefektifan obat berkurang ataupun hilang.


75

Pada pernyataan nomor 5, sebanyak 78,0% responden merasa bahwa

setelah segel obat dibuka maka pemakaian obat cair harus memperhatikan rasa,

warna, bau dan kejernihan dari obat meskipun belum kadaluarsa. Hal ini

dilakukan responden untuk menjamin obat yang diminum masih dalam keadaan

baik. 12,0% responden mengaku tidak pernah melihat tanda-tanda fisik obat dan

menganggap tanggal kadaluarasa sebagai patokan apakah obat masih dapat

digunakan atau tidak. Tanggal kadaluarasa adalah patokan untuk melihat apakah

obat masih baik ketika obat masih dalam keadaan tersegel dan belum dibuka.

Setelah obat dibuka, penyimpanan menjadi faktor yang sangat penting, sehingga

pemeriksaan organoleptis terhadap tanda-tanda fisik sebelum obat digunakan

kembali dapat dijadikan patokan untuk melihat apakah obat masih dapat

digunakan atau tidak.

Pada pernyataan tentang pencucian tangan sebelum menggunakan obat

cair, sebanyak 74,0% merasa bahwa hal tersebut perlu dilakukan. Walaupun telah

menjawab demikian responden menyatakan bahwa hal tersebut terkadang tidak

dilakukan karena lupa ataupun malas. Sebanyak 36,0% responden merasa cup

yang digunakan sudah bersih dan responden hanya memegang botolnya saja tidak

langsung menyentuh seperti pada saat penggunaan kapsul ataupun tablet. Hal

inilah yang mendasari responden untuk tidak mencuci tangan sebelum

menggunakan obat cair. Besarnya jumlah responden yang menyatakan bahwa

pencucian tangan perlu dilakukan menandakan bahwa responden telah menyadari

pentingnya kebersihan dalam penggunaan sediaan cair.


76

Sebanyak 56,0% responden merasa bahwa pengukuran volume obat

dengan menggunakan sendok makan/sendok teh di rumah belum tepat. Suatu

penelitian menemukan bahwa range volume sendok makan yang terdapat di

Ghana adalah 2,5–7,8ml (Bayor,dkk., 2010). Akibat dari penggunaan sendok

teh/sendok makan dalam mengukur volume sediaan cair, dosis yang didapatkan

hanya 65% dari dosis yang direkomendasikan (Bica dan Farinha, 2005).

Responden menyatakan bahwa walaupun merasa kurang tepat namun responden

masih sering menggunakan sendok makan/sendok teh.

Gambar 17. Bermacam-macam Ukuran Sendok yang Terdapat di Indonesia

Berdasarkan hasil pengisian kuisioner, sebanyak 64% responden merasa

bahwa ukuran sendok makan berbeda dengan ukuran cup ukur. Terdapat beberapa

responden yang merasa bahwa ukuran sendok makan lebih besar daripada ukuran

cup ukur, dan sebaliknya. Beberapa responden merasa bahwa hanya terdapat

selisih sedikit antara cup ukur dengan sendok makan sehingga tidak menjadi

masalah.

Tabel XIV. Data Hasil Pengukuran Sendok Makan dan Sendok Teh
Sendok teh Sendok makan
n = 15 n = 15
Rata-rata = 4,27 Rata-rata = 9,19
SD =1,37 SD = 0,82
Range = 2,9 -5,64 Range = 8,37 - 10,1
Volume yang seharusnya terambil = 5 ml Volume yang seharusnya terambil = 15 ml
(100%) (100 %)
Yang terambil = 58% - 112,8% Yang terambil = 55,8 – 67%
77

Untuk mengetahui range ukuran sendok makan yang terdapat di

Indonesia, peneliti melakukan pengambilan sampel 15 jenis sendok makan dan 15

jenis sendok teh. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa range volume sendok teh

yang terdapat di Indonesia adalah 2,9- 5,64ml. Hal ini menyebabkan range dosis

yang terambil adalah 58-112,8% dari dosis yang direkomendasikan. Pada sendok

makan, range volumenya adalah 8,37-10,1ml dan range dosis yang terambil

adalah 55,8 – 67% dari dosis yang direkomendasikan.

Dalam Farmakope Indonesia III disebutkan bahwa yang dimaksud

dengan ukuran sendok makan adalah 15ml sedangkan yang dimaksud dengan

ukuran sendok teh adalah 5ml (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan

Makanan RI, 1979). Adanya kesalahpahaman dalam menggunakan sendok

makan/sendok teh di rumah dapat menyebabkan responden mengalami

kekurangan atau kelebihan dosis obat. Sendok makan telah dinyatakan sebagai

penyebab utama kesalahan dosis dan keracunan pada anak-anak (Wansink dan

van Ittersum, 2010). Untuk itu perlu adanya anjuran yang jelas mengenai

penggunaan cup ukur di masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan

kampanye ataupun penyebaran leaflet mengenai pentingnya penggunaan cup ukur

atau alat bantu ukur lainnya dalam menggunakan sediaan cair oral.

Pada pernyataan nomor 9, sebanyak 72,0% responden merasa bahwa

informasi mengenai penggunaan cup ukur akan mempengaruhi kesembuhan. Cup

ukur akan sangat membantu dalam pengambilan dosis yang akurat apabila

digunakan secara benar. Penggunaan cup ukur menyebabkan 85% masyarakat

dapat memberikan dosis dengan benar (Sobhani, Christopherson, Ambrose, dan


78

Corelli, 2008). Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, terdapat bermacam-

macam asumsi mengenai volume sendok makan dan sendok teh. Hal ini akan

mempengaruhi penuangan volume obat cair ke dalam cup ukur.

Salah satu masalah dalam penggunaan cup adalah adanya asumsi bahwa

volume satu cup ukur penuh dianggap sebagai dosis yang direkomendasikan

(Sobhani, dkk, 2008). Volume 1 cup ukur penuh sangat besar, sehingga

penggunaan seperti itu dapat menyebabkan pengambilan dosis yang sangat

berlebihan. Informasi mengenai penggunaan cup ukur di masyarakat masih

kurang tepat, sehingga diperlukan penjelasan yang lebih ketika apoteker

menyerahkan obat kepada pasien.

Tabel XV. Volume Takaran Obat Cair Menurut Responden


Aturan pakai Jawaban responden % responden
1 sendok teh 2,5ml 73,7
5ml 21,1
Tidak tahu 5,3
1 sendok makan 5ml 57,9
7,5ml 15,8
10ml 15,8
15ml 5,3
1 cup ukur penuh 5,3
n (jumlah responden yang menjawab) = 19

Berdasarkan data kuisioner didapatkan hasil rata-rata responden

menjawab benar sebanyak 67,0%. Pada pernyataan nomor 2, jawaban benar

mencapai 84,0% dan persentase jawaban benar yang paling rendah (36,0%)

terdapat pada pernyataan nomor 4. Tingkat aspek sikap pasien tergolong sedang

(cukup baik). Pada pengisian aspek sikap, belum tentu terwujud pada aspek

perilaku. Untuk dapat mendorong terwujudnya sikap menjadi perilaku diperlukan

faktor pendukung seperti ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan.


79

3. Aspek Tindakan/Perilaku

Perilaku/tindakan sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap.

Pernyataan-pernyataan pada bagian ketiga ini berisi perilaku responden dalam

menggunakan sediaan cair oral dan cup ukur. Terdapat 4 pernyataan favourable

dan 6 pernyataan unfavourable.

Tabel XVI. Hasil Pengisian Kuisioner Aspek Tindakan Responden


No Pernyataan Kuisioner Persentase Persentase
jawaban jawaban
Benar Salah
1 Saya selalu membersihkan cup ukur setelah selesai 78,0 22,0
digunakan
2 Saya akan bertanya pada petugas apotek bila tidak mengerti 84,0 16,0
cara penggunaan obat cair.
3 Saya akan langsung menutup rapat tutup botol obat setelah 100,0 0,0
menggunakan obat cair.
4 Apabila tidak terdapat cup ukur dalam kemasan obat, saya 22,0 78,0
akan menggunakan sendok teh/sendok makan di rumah. *)
5 Sebelum meminum obat cair saya akan mengocok botolnya 96,0 4,0
terlebih dahulu.
6 Saya tidak memperhatikan tanggal kadaluarsa yang 92,0 8,0
tercantum pada obat cair. *)
7 Saya tetap memperhatikan label penggunaan yang tercantum 88,0 12,0
pada obat cair meskipun sudah diberi informasi obat
8 Saya lebih memilih menggunakan sendok makan/sendok teh 78,0 22,0
di rumah dalam meminum obat cair. *)
9 Saya selalu menggunakan obat cair tanpa harus mematuhi 44,0 56,0
aturan penggunaanya. *)
10 Saya menuangkan isi cairan obat cair pada sendok cup ukur 44,0 56,0
obat sejajar dengan mata
Rata-rata 72,6 27,4
Keterangan : *) pernyataan unfavorable

Setelah menggunakan cup ukur, 78,0% responden selalu

membersihkannya terlebih dahulu. Alasan responden mencuci cup ukur adalah

supaya sisa-sisa obat cair yang masih tertinggal dalam cup ukur tidak membentuk

endapan. Sebanyak 12,0% responden langsung menutupkan cup ukur tanpa

dibersihkan, responden merasa hal tersebut sudah cukup untuk menghindari dari

kemasukan debu. Pencucian cup ukur oleh responden menandakan bahwa


80

masyarakat telah semakin waspada dalam penggunaan obat dan juga masyarakat

telah mengerti arti pentingnya kebersihan dalam penggunaan sediaan cair oral.

Tabel XVII. Cara Responden Membersihkan Cup Ukur


Jawaban responden % responden
a. Menggojog menggunakan air panas, air hangat atau air dingin 53,3
b. Dibersihkan dengan air mengalir dan sabun, dan apabila ingin 23,3
dipakai kembali dibilas menggunakan air hangat
c. Dibersihkan dengan air mengalir tanpa sabun 13,3
d. Menggunakan alkohol dan langsung ditutup 3,3
e. Dibilas menggunakan air lalu dikeringkan dengan tissue 6,7
n (jumlah responden yang menjawab) = 30

Masalah pencucian, dikeluhkan respoden sebagai kesulitan menggunakan

cup ukur. Responden merasa penggunaan cup tidak praktis sehingga hal

tersebutlah yang menyebabkan responden malas menggunakan cup ukur. Terdapat

beberapa kesulitan lain dalam penggunaan cup ukur, yaitu :

Tabel XVIII. Kesulitan Responden dalam Menggunakan Cup Ukur


No. Jawaban responden % responden
1. Cup ukur dibuat transparan, hal ini menyebabkan tulisan dalam cup 4,7
ukur kurang terbaca
2. Penggunaan susah dan apabila sedikit miring maka volume yang 14,0
didapatkan sudah berbeda
3. Dalam penggunaan cup ukur, terdapat sisa yang menempel pada 16,3
dinding cup ukur yang akan membuat dosis yang terambil berbeda
dan sisa tidak dapat dijilat
4. Cup ukur yang tidak dicuci apabila ditutupkan akan membuat tutup 2,3
botol menjadi kotor
5. Cup ukur mudah jatuh apabila tersenggol 2,3
6. Susah untuk meminumkan pada anak 7,0
7. Tidak praktis 18,6
8. Tidak ada kesulitan 34,9
n (jumlah responden yang menjawab) = 43

Terdapat beberapa macam cup ukur yang tersedia di pasaran. Beberapa

cup ukur hanya mencantumkan ukuran mililiter dalam cup, 2,5ml; 5ml; 7,5ml;

10ml dan 15ml. Beberapa cup mencantumkan keterangan yang lebih jelas, pada
81

satu sisi mencantumkan ukuran mililiter dan satu sisi yang lain mencantumkan

konversi seperti satu sendok makan atau satu sendok teh.

Side A Side B

15 ml 1 sdm

5ml 1 sdt

Gambar 18 . Contoh Cup Ukur yang Menyertakan Satuan Volume dan Konversinya

Umumnya responden tidak mengetahui berapa volume yang seharusnya

diambil untuk aturan pakai ‘satu sendok teh’ maupun ‘satu sendok makan’. Hal

ini menjadi semakin sulit ketika dalam kemasan maupun brosur obat tidak

dicantumkan berapa volume yang harus dituang oleh responden. Adanya cup ukur

yang mencantumkan konversi dan juga volume dalam satuan mililiter sangat

membantu pasien dalam penggunaan sediaan cair. Cup ukur dengan tulisan

keterangan lebih besar juga lebih membantu pasien dalam penggunaan obat cair

oral.

Gambar 19. Macam-macam Cup Ukur yang Tersedia di Pasaran

Beberapa responden sangat menyukai penggunaan cup ukur karena lebih

mudah dan efisien, dan lebih enak digunakan. Responden mengatakan bahwa

penggunaan cup ukur tidak mudah tumpah seperti pada penggunaan sendok takar.
82

Setelah menggunakan obat cair, sebanyak 100,0% responden mengatakan

akan langsung menutup rapat tutup obat cair. Alasan responden melakukannya

adalah agar obat cair tidak dimasuki oleh serangga ataupun debu. Dengan

menutup rapat sediaan cair, maka sediaan cair juga dapat terhindar dari

tumbuhnya jamur. Hal ini perlu dilakukan sebagai usaha untuk menjaga

keefektifan sediaan cair.

Dalam sebuah penelitian ditemukan bahwa 71,0% orangtua

menggunakan sendok teh untuk mengukur volume obat cair ketika tidak diberikan

alat bantu ukur dalam kemasan (McMahon, dkk, 1997). Dalam penelitian ini juga

didapatkan bahwa apabila di dalam kemasan obat cair tidak terdapat cup ukur,

88,0% responden akan menggunakan sendok makan/sendok teh yang terdapat di

rumah. Alasan lain yang membuat responden menggunakan sendok makan/sendok

teh adalah cup ukur yang kotor, hilang ataupun karena responden lebih suka

menggunakan sendok makan. Sebanyak 12,0% responden menyatakan bahwa

apabila tidak terdapat alat penakar seperti cup ukur di dalam kemasan, responden

akan meminta cup ukur atau meminta diganti obat cair lain yang didalamnya

terdapat cup ukur. Sebanyak 6,7% responden menyimpan cup ukur atau sedok

takar bekas obat yang akan dipakai sewaktu-waktu responden mendapatkan obat

cair yang tidak menyertakan alat bantu takar di dalam kemasannya. Perilaku

responden meminta cup ukur menandakan bahwa responden telah mengerti benar

bahwa dalam menggunakan obat cair ketepatan dosis adalah hal yang penting.

Sebanyak 22,0% responden lebih memilih menggunakan sendok

makan/sendok teh dalam meminum obat cair. Responden menyatakan hal ini
83

karena sendok makan yang lebih praktis dibandingkan dengan penggunaan cup

ukur. Responden melakukan hal tersebut karena belum paham betul mengenai

pentingnya penggunaan cup ukur dalam mengunakan sediaan cair oral, juga

karena merasa bahwa cup ukur sama saja dengan sendok teh/sendok makan.

Responden dengan tigkat pendidikan SD/SMP merasa takut menggunakan sendok

makan/sendok teh karena merasa obat akan berinteraksi dengan sendok

makan/sendok teh yang terbuat logam racun. Responden merasa interaksi kimia

antara obat dengan logam, akan mengubah obat menjadi racun.

Sebanyak 96,0% responden menyatakan selalu mengocok botol obat cair

sebelum menggunakannya. Sebanyak 92,0% responden juga menyatakan selalu

memperhatikan tanggal kadaluarsa yang tercantum pada obat cair. Hal ini

dilakukan responden karena responden merasa bahwa dalam penggunaan obat,

responden harus serba hati-hati agar pemakaiannya tidak salah.

Kesalahan yang terjadi dalam pemakiaan obat disebabkan masyarakat

tidak menyediakan waktu yang cukup untuk memproses informasi pada etiket

maupun label obat (Bailey, Pandit, Shonna Yin, Federman dan Davis, 2009). Pada

penelitian ini, terdapat 88,0% responden yang tetap memperhatikan label

penggunaan yang tercantum pada obat cair meskipun sudah diberi informasi obat.

Hal ini dilakukan responden untuk memastikan bahwa cara penggunaan obat

memang sudah benar. Pembacaan label obat tentunya sangat bermanfaat untuk

pasien agar lebih waspada dan dapat mencerna segala informasi terkait obat yang

digunakan.
84

Sebanyak 44,0% responden menyatakan selalu mematuhi aturan

penggunaan obat. Hal ini dilakukan oleh responden yang sangat berhati-hati

dalam menggunakan obat. Beberapa responden telah mengetahui bahwa obat

sejatinya adalah racun. Responden lainnya (56,0%) mengaku terkadang membuat

aturan sendiri dalam penggunaan obat. Alasan responden adalah karena responden

sudah putus asa dan ingin cepat sembuh. Responden merasa bahwa dengan

melipatgandakan dosis maka kesembuhan akan semakin cepat didapatkan. Salah

seorang responden mengaku pernah melipatgandakan dosis lalu merasa sakit pada

bagian dada dan jantungnya menjadi berdebar kencang sekali. Dengan adanya

pengalaman seperti itu, responden tidak berani lagi membuat aturan sendiri.

Berdasarkan data kuisioner didapatkan hasil rata-rata responden

menjawab benar sebanyak 72,6%. Pada pernyataan nomor 4 responden menjawab

100,0% benar. Tingkat perilaku responden tergolong sedang (cukup baik).

D. Rangkuman Pembahasan

Terdapat 50 responden yang ikut serta dalam penelitian. Kelompok umur

terbanyak terdapat pada kelompok umur responden 18-24tahun. Jenis kelamin

responden yang terbanyak adalah wanita. Pendidikan responden paling banyak

adalah SLTA dan sederajat dan responden yang mata pencahariannya terbanyak

adalah kelompok swasta. Sebagian besar responden telah menggunakan cup ukur

berulang kali, tidak pernah melakukan konsultasi obat dan sudah berulangkali

membeli obat di Apotek KF, RSUP Dr. Sardjito.


85

Jenis obat cair yang terbanyak adalah sirup dan logo obat keras

merupakan logo yang paling banyak terdapat pada sediaan cair di Apotek KF.

Obat dengan nomor registrasi SD (suplemen makanan produk dalam negeri

sebesar) merupakan nomor registrasi terbanyak yaitu sebesar 72,5%. Kelas terapi

terbesar adalah obat sistem pernapasan dengan sub kelas terapi yang paling besar

adalah obat batuk dan pilek. Terdapat 12,5% obat cair yang disertai cup ukur

dalam kemasan.

Pemberian informasi obat oleh apoteker kepada pasien berkisar antara 1

menit dan tidak mencapai 2 menit. Sumber informasi yang digunakan berasal dari

brosur obat, pustaka terkait seperti MIMS dan dari internet. Teknik yang

digunakan dalam melakukan pemberian informasi obat adalah aktif maupun

pasien dan kendala yang dialami selama memberikan informasi obat adalah

kendala bahasa, kendala waktu dan tempat serta kebersediaan pasien untuk

mendengarkan informasi.

Rata-rata aspek pengetahuan (73,2%), sikap (67,0%) dan perilaku

(72,6%) responden sudah tergolong sedang (cukup baik).


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ‘Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku

Penggunaan Cup Ukur Sediaan Cair Oral pada Pengunjung Apotek Pelengkap

Kimia Farma, RSUP Dr. Sardjito Periode Juni-Juli 2010’ dapat disimpulkan :

1. persentase ketersediaan obat cair oral oral yang menyediakan cup ukur dalam

kemasan sebesar 12,5%

2. pemberian informasi oleh apoteker berkisar antara 1 menit dan tidak mencapai

2 menit. Sumber informasi yang digunakan berasal dari brosur obat, pustaka

terkait seperti MIMS dan dari internet. Teknik yang digunakan dalam

melakukan pemberian informasi obat adalah aktif maupun pasif, dan kendala

yang dialami selama memberikan informasi obat adalah kendala bahasa,

kendala waktu dan tempat serta kebersediaan pasien untuk mendengarkan

informasi

3. penggunaan cup ukur dan sediaan cair oral pada pengunjung Apotek

Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr.Sardjito berdasarkan hasil kuisioner adalah

responden dapat menjawab dengan benar aspek pengetahuan 73,2%, sikap

67,0%, tindakan 72,6% dan tergolong sedang (cukup baik).

86
87

B. Saran

Saran yang dapat disampaikan dalam penelitian ini adalah :

1. untuk penelitian lebih lanjut, perlu adanya penelitian dengan subjek uji yang

benar-benar membeli di apotek yang bersangkutan sehingga dapat dilihat

korelasi antara pemberian informasi oleh petugas dan perilaku penggunaan

oleh masyarakat

2. untuk Apotek Pelengkap Kimia Farma, RSUP Dr. Sardjito, perlu

dipertimbangkan agar penyerahan obat hanya dapat dilakukan oleh apoteker

dan untuk memperpanjang waktu dalam penyerahan obat oleh apoteker

kepada pasien agar dapat menjamin peningkatan pemahaman pasien terkait

informasi obat

3. untuk pemerintah, perlu adanya anjuran maupun kampanye yang dilakukan

oleh Departemen Kesehatan untuk menggalakkan penggunaan alat bantu ukur

dalam penggunaan sediaan cair oral.


88

DAFTAR PUSTAKA

Andayani, T.M., Satibi, Handayani, R.D., 2004, Evaluasi Pelayanan Informasi


Obat di Apotek-Apotek Besar di Kota Yogyakarta, Seminar Ilmiah
Nasional Hasil Penelitian Farmasi, 54-63.

Azwar, S., 1995, Sikap Manusia, Teori Dan Pengukurannya, Edisi 2, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik, 1998b, Statistik Kesejahteraan rakyat (Welfare Statistics)


1998, Badan Pusat Statistik, Jakarta, pp. 7-9.

Bailey, S.C., Pandit, A.U., Shonna Yin, Federman, A., Davis, T.C., Parker, R.M.,
dkk, 2009, Predictors of Misunderstanding Pediatric Liquid Medication
Instrustions, Clinical research and Methods, Vol.41, No. 10, 715-721,
http://www.stfm.org/fmhub/fm2009/November/Stacy715.pdf, diakses
tanggal 17 Maret 2010.

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2004, Keputusan


Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
No.HK.00.05.4.2411 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokkan dan
Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia, Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia, Jakarta

Bayor, M. T., Kipo, S.L., Ofori-Kwakye, K., 2010, The Accuracy And Quality Of
Household Spoons And Enclosed Dosing Devices Used In The
Administration Of Oral Liquid Medications In Ghana, International
Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, Vol.2, 150-152,
http://www.ijppsjournal.com/Vol2Suppl1/439.pdf, diakses tanggal 13
Maret 2010.

Bica, A. dan Farinha, A., 2005, Inaccurate Dosage; Result From The FIP-LPS
Collaborative Study, International Pharmacy Journal, Vol. 19, No.1,
17-19, http://www.fip.org/files/fip/LMCS/Aug%202006/ipj%20article.pdf,
diakses tanggal 14 Maret 2010.

Cipolle, R.J., Strand, L.M., dan Morley, P.C., 1998, Pharmaceutical Care
Practice, 2nd Ed, McGraw-Hill, New York.

Cousins, D., Clarkson, A., Conroy, S., Choonara, I., 2005, Medication Errors in
Children-an Eight Year Review Using Press Report, Paediatric and
Perinatal Drug Therapy, 5 (2), 52-58,
http://group.bmj.com/docs/pdf/5_2_s2.pdf, diaskes tanggal 1 Agustus
2010.
89

Covington, T.R., 2000, Self-Care and Nonprescription Pharmacotherapy, in Allen,


L.V., Berardi, R.R., DeSimone, E.M., Engle,J.P., Popovich, N.G.,
Rosenthal, W.M., Tietze, K.J., (Eds), Handbook of Nonprescription Drug,
12th, AphA, Washington D.C, pp. 4-10.

Dharmasari, S., 2003, Faktor-Faktor Yanng Berhubungan Dengan Perilaku


Pengobatan Sendiri Yang Aman, Tepat dan Rasional pada Masyarakat
Kota Bandar Lampung Tahun 2003, Tesis (Online), Universitas Indonesia,
Jakarta,http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=73786
&lokasi=lokal, diakses tanggal 1 Agustus 2010.

Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Republik


Indonesia, 1997a, Undang-Undang RI No.5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Departemen Kesehatan, 2008, Profil Kesehatan Indonesia 2008,


www.depkes.go.id/.../Profil%20Kesehatan%20Indonesia%202008.pdf
diakses 7 September 2010.

Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Republik


Indonesia, 1997b, Undang-Undang RI No.22 Tahun 1997 tentang
Narkotika, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Republik


Indonesia, 2004, KepMenKes Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Republik Indonesia,


2006, Pedoman penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007, Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1979, Farmakope


Indonesia, Jilid III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995, Farmakope


Indonesia, Jilid IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Djuanda, A., Sani, A., Azwar, A., Handaya, Almatsier, M., Setiabudy, R., dkk.
(Eds.), 2009c, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 9 2009/2010,
CMP Medica Asia Pte Ltd.
90

Dusdieker, L.B., Murph, J.R, and Milavetz, G., 2000, How Much Antibiotic
Suspension Is Enough?, American Academy of Pediatrics, 106, e10,
http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/106/1/e10, diakses tanggal 17
Maret 2010.

FDA Consumer Health Infrormation, 2008, Using Over-the-Counter Cough and


Cold Products in Children,
http://www.fda.gov/downloads/forconsumers/consumerupdates/ucm04852
4.pdf, diakses tanggal 2 Agustus 2010.

FDA Center for Drug Evaluation and Research (CDER), 2009 Anonim, 2009a,
Guidance for Industry : Dosage Delivery Device for OTC Liquid Drug
Product, http://www.fda.gov/download/Drugs/GuidanceCompliance
Regulatory Informastion/Guidances/UCM188992.pdf, diakses tanggal 1
Agustus 2010.

Ganie, M. W., 2009, Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Tindakan tentang 3M


(Mengubur Barang Bekas, Menutup, dan Menguras Tempat Penampungan
Air) pada Keluarga di Kelurahan Padang Bulan Tahun 2009, 34-35,
Skripsi (Online), Universitas Sumatera Utara, Medan,
http://respiratory.usu.ac.id/bitstream/123456789/14262/1/09E12923.pdf,
diakses tanggal 7 September 2010.

Griebmann, K., Breitkreutz, J., Schubert-Zsilavecz, M., Abdel-Tawab, M., 2007,


Dosing Accuracy of Measuring Devices Provided with Antibiotic Oral
Suspensions, Paediatric and Perinatal Drug Therapy, 8 (2), 61-70,
http://group.bmj.com/docs/pdf/8_2_s4.pdf, diakses tanggal 2 Agustus
2010.

Grigoryan, L., Burgerhof, J.G.M., Haaijer-Ruskamp, F.M., Degener, J.E.,


Deschepper, R., Monnnet, D.M., dkk, 2006, Is Self-Medication with
Antibiotics in Europe Driven by Prescribed use, Journal of Antimicrobial
Chemotherapy, 59, 152-156,
http://share.eldoc.ub.rug.nl/FILES/root2/2007/Issewia/Grigoryan_2007_J
Antomicrobial_Chemother.pdf, diakses tanggal 29 Juli 2010.

Handayani, R,S., Gitawati,R., Muktiningsih, S.R., Raharni, 2006, Eksplorasi


Pelayanan Informasi yang Dibutuhkan Konsumen Apotek dan Kesiapan
Apoteker Memberi Informasi Terutama untuk Penyakit Kronik dan
Degeneratif, Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol III, No.1, 38-46,
http://journal.ui.ac.id/upload/artikel/05_Rinisasanti_Layout.pdf, diakses
tanggal 3 Agustus 2010.

Harianto, Supardi, S., Khasanah, N., 2004, Penebusan Resep Oleh Pasien Rawat
Jalan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya,
http://jurnal.farmasi.ui.ac.id/pdf/2004/v01n03/Harianto010302.pdf?PHPS
91

ESSID=318eefab886c0beef5840621254d64f5, diakses tanggal 8 April


2010.

Hartini, Y.S., dan Sulasmono, 2007, Apotek Edisi Revisi, Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta.

Holt, G.A., and Hall, E.L., 1990, The Self Care Movement in Feldmann, E.G.,
(Ed.), Handbook of Non Prescription Drug, 9th, APHA, New York, pp. 1-
10.

Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, 2009, Informasi Spesialite Obat (ISO)


Indonesia, Volume 44, 2009/2010, PT ISFI, Jakarta.

Jamal, S., Suhardi, Wiryowidagdo, 1999, Penggunaan Obat oleh Anggota Rumah
Tangga di Jawa dan Bali (SKRT 1995), Cermin Dunia Kedokteran, 125,
15-18.

Jones, R.M., 2008, Pengkajian Pasien dan Peran Farmasis Dalam Perawatan
Pasien, http://lyrawati.files.wordpress.com/2008/07/pengkajian-pasien-
dan-peran-farmasis-dalam-perawatan-pasien.pdf, diakses tanggal 7 Mei
2010.

Khurana, C.M., 1995, Issues Concerning Antibiotic Use in Child Care Settings,
The Pediatrics Infectious Disease Journal, Vol.14, No.4, 34-36,
http://journals.lww.com/pidj/Abstract/1995/04002/Issues_concerning_anti
biotic_use_in_child_care.3.aspx, diakses tanggal 9 Agustus 2010.

Kristina, S.A., Prabandari, Y.S., dan Sudjaswadi, R., 2008, Perilaku Pengobatan
Sendiri yang Rasional pada Masyarakat Kecamatan Depok dan
Cangkringan Kabupaten Sleman, Majalah Farmasi Indonesia, 19(1), 32-
40.

MAT Independent Study, 2008, Oral Medication Admistration : Liquids Medicine


Cup, http://e5/Handout_54_Adm_Oral_Liquid_Med_Cup.pdf, diakses
tanggal 9 Maret 2010.

McMahon, S.R., Rimza, M.E., dan Bay, R.C., 1997, Parents Can Dose Liquid
Medication Accurately, American Academy of Pediatrics, 100, 330-333,
http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/100/3/330, diakses tanggal 17
Maret 2010.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1990, Kepmenkes RI Nomor


347/MENKES/PER/V/1990 tentang Obat Wajib Apotek, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
92

Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1993a, Permenkes


919/MENKES/PER/X/1993 tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan
Tanpa Resep, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1993b, Permenkes


No:922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan Dan Tata Cara
Pemberian Ijin Apotik, Departemen Kesehata Republik Indonesia, Jakarta.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2000, Permenkes RI


No:949/MENKES/VI/2000 tentang Registrasi Obat Jadi, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Notoadmodjo, S., 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, PT. Rhineka Cipta,


Jakarta.

Notoadmodjo, S., 2007, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, 133-146, PT.
Rhineka Cipta, Jakarta.

Pal, S., Self-care and Nonprescription Pharmacotherapy, in : Berardi, R.R.,


Handbook of Nonprescription Drug, 13th edition, AphA, Washington, pp.
4-20.

Pfizer Inc., 2008, Medication Safety for Children: A Guide for Parents and
Caregivers,http://media.pfizer.com/files/health/medicine_safety/45_Med_
Safety_for_Children.pdf, diakses tanggal 2 Agustus 2010.
Pratiknya, A.W., 1993, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan
Kesehatan, CV Rajawali, Jakarta.

Pratiwiningsih, H.D, 2008, Analisis Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap


Kualitas Pemberian Informasi Obat pada Apotek di Kecamatan Kartasura
Sukoharjo, Skripsi, 10, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Purwanti, A., Harianto, Supardi, S., 2004, Gambaran Pelaksanaan Standar
Pelayanan Farmasi di Apotek Dki Jakarta Tahun 2003, Majalah
Kefarmasian Indonesia, Vol.I, No.2, 102-115,
http://jurnal.farmasi.ui.ac.id/pdf/2004/v01n02/angki010205.pdf, diakses
tanggal 13 februari 2010.

Riduwan, 2008, Dasar-Dasar Statistika, 20-21, Penerbit Alfa Beta, Bandung.

Rinukti dan Widayati, 2005, Hubungan Antara Motivasi Dan Pengetahuan Orang
Tua Dengan Tindakan Penggunaan Produk Obat Demam Tanpa Resep
Untuk Anak – Anak RW V Di Kelurahan Terban Tahun 2004, Sigma
Jurnal Sains dan Teknologi, Vol.8, No. 1, 25-33.

Sartono, 1993, Apa Yang Sebaiknya Anda Ketahui Tentang Obat-Obat Bebas dan
Bebas Terbatas, Gramedia, Jakarta, pp. 1.
93

Seto S., Nita, Y., Triana, L., 2004, Manajemen Farmasi, Airlangga University
Press, Surabaya, pp. 259.

Sevilla, C.G., Ochave, J.A., Punsalan, T.G., Regala, B.P., Uriarte, G.G., 1993,
Pengantar Metode Penelitian, UI Press, Jakarta.

Shankar, PR., Pharta, P., Shenoy N., 2002, Self-Medication and Non-Doctor
Prescription Practices in Pokhara Valley, Western Nepal : A
Questionnaire-Based Study, BMC Family Practice, 3:17,
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC130019/pdf/1471-2296-3-
17.pdf, diakses tanggal 1 Agustus 2010.

Siregar, C.J.P., dan Kumolosasi, E., 2006, Farmasi Klinik Teori dan Penerapan,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Sobhani, P., Christopherson, J., Ambrose, P.J., Corelli, R.L., 2008, Accuracy of
Oral Liquid Measuring Devices: Comparing of Dosing Cup and Dosing
Syringe, http://www.medscape.com/viewarticle/571811, diakses tanggal
29 Juni 2010.

Sugiyono, 2006, Statistika untuk Penelitian, Penerbit CV.Alfabeta, Bandung, pp.


27.

Supardi, S., 1997, Pengobatan sendiri di Masyarakat dan Masalahnya, Cermin


Dunia Kedokteran, 118, 48-49.

Supardi, S., dan Notosiswoyo, W., 2005, Pengobatan Sendiri Sakit Kepala,
Demam, Batuk dan Pilek pada Masyarakat di Desa Ciwalen, Kecamatan
Warungkondang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Majalah Ilmu
Kefarmasian, Vol.II, No.3, 134-144,
http://jurnal.farmasi.ui.ac.id/pdf/2005/vo2n03/sudibyo0203%5B1%5D.pdf
, diakses tanggal 1 Agustus 2010.

Supardi, S., Azis, S., Sukasdiati, N., 1999, Pola Penggunaan Obat dan Obat
Tradisional dalam Upaya Pengobatan Sendiri di Pedesaan, Cermin Dunia
Kedokteran, 125, 5.

Tindall N.W., Beardsley S. R, Kimberlin, L.C., 1994, Communication Skills in


Pharmacy Practice, 3 rd edition, Williams and Wilkins, USA, pp. 3.

Umar, H., 2003, Metode Riset Perilaku Kesehatan Konsumen Jasa, cetakan 1,
Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, pp. 74.

Vries,dkk., 1994, Guide to Good Prescribing, World Health Organization,


diterjemahkan oleh dr. Zunilda S. Bustami, MS., 1998, Pedoman
Penulisan Resep, Penerbit ITB, Bandung.
94

Wansink, B. dan van Ittersum, K., 2010, Spoon Systematically Bias Dosing of
Liquid Medicine, Annals of Internal Medicine, 152, 66-67,
http://www.annals.org/content/152/1/66.full.pdf+html, diakses tanggal 3
Maret 2010.

Wattimena, J.R., Sugiarso, N.C., Widianto, M.B., Sukandar, E.Y., Soemardji,


A.A., Setiadi, A.R., 1991, Farmakodinamika dan Terapi Antibiotika,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, pp. 47-48.
95

LAMPIRAN
96

Lampiran 1. Informed Consent


KERJASAMA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
DENGAN APOTEK KIMIA FARMA RSUP Dr. Sardjito

Judul Penelitian : Evaluasi Ketersediaan dan Penggunaan Cup Ukur Sediaan Obat
Cair Oral pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito.

Responden yang terhormat, kami Tim peneliti dari Fakultas Farmasi Sanata
Dharma bekerja sama dengan Apotek Pelengkap Kimia Farma Rumah Sakit
Sardjito melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana respon pengunjung
apotek terhadap penggunaan cup ukur sediaan obat cair oral, ingin meminta
kesediaan anda untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Responden dalam penelitian ini adalah orang yang terlibat atau termasuk
sebagai pasien rawat jalan RSUP Dr. Sardjito periode Juni-Juli 2010. Usia
responden adalah minimal 17 tahun. Dalam partisipasi Anda selama penelitian ini,
kami membutuhkan kesediaan Anda untuk meluangkan waktu. Peneliti akan
menemui anda dengan maksud:
1) meminta anda membaca dan menandatangani surat pernyataan kesediaan
sebagai responden penelitian;
2) meminta anda untuk mengisi kuisioner yang telah disediakan;
3) melakukan wawancara lanjutan untuk melengkapi informasi.

Penelitian ini mengharapkan ketulusan anda untuk berpartisipasi. Penelitian


ini nantinya diharapkan bermanfaat untuk dapat memberi sumbangan ilmu
pengetahuan dan sebagai sumber referensi di bidang kesehatan, klinik dan
komunitas sebagai sumber kajian mengenai cup ukur dan informasi cara
penggunaan bentuk sediaan obat cair oral yang tepat di masyarakat.

Penelitian ini tidak memiliki risiko yang akan membahayakan Anda secara
fisik. Kerahasiaan anda akan kami jaga. Kami tidak akan menyebutkan nama
anda. Kami hanya akan memberikan nama samaran. Semua informasi yang anda
berikan akan kami jaga kerahasiaannya sehingga identitas anda tetap kami
lindungi. Wawancara akan direkam dan kemudian diketik. Semua informasi
menjadi rahasia peneliti. Hasil penelitian ini akan dipublikasikan sebagai skripsi.
97

Anda dengan sepenuh hati berpartisipasi dalam penelitian ini. Sewaktu-waktu,


anda bisa menarik diri untuk terlibat dalam penelitian ini. Jika ada pertanyaan,
anda tidak perlu sungkan atau ragu untuk bertanya. Jika anda menyetujui
kerjasama ini, dimohon kesediaannya untuk melengkapi surat pernyataan
kesediaan sebagai bukti kesediaan responden.
Atas kerjasamanya kami mengucapkan terima kasih.

Peneliti
98

Surat Pernyataan Kesediaan Sebagai Responden Penelitian

Bahwa saya yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Pendidikan terakhir :
Saya (baru pertama kali/sudah berulang kali)* menggunakan cup ukur sediaan
cair oral
Saya (pertama kali/berlangganan membeli obat)* di Apotek Kimia Farma Sardjito
Saya (pernah/tidak pernah)* berkonsultasi obat di Apotek Kimia Farma Sardjito
*(coret yang tidak perlu)

Menyatakan kesanggupan sebagai responden dalam penelitian yang berjudul


"EVALUASI KETERSEDIAAN DAN PENGGUNAAN CUP UKUR
SEDIAAN OBAT CAIR ORAL PADA PENGUNJUNG APOTEK
PELENGKAP KIMIA FARMA RSUP Dr. SARDJITO". Semua penjelasan
diatas telah disampaikan kepada saya. Saya mengerti bahwa bila masih
memerlukan penjelasan, saya akan mendapat jawaban dari tim peneliti.
Demikian surat pernyataan kesanggupan saya sebagai responden dalam penelitian
ini.

Yogyakarta,

Responden/pasien

( )
99

Lampiran 2. Kuesioner

Kuesioner yang digunakan untuk penelitian Cup Ukur Sediaan Obat Cair
Oral

Pilihlah jawaban dari pernyataan-pernyataan di bawah ini di tempat yang telah


disediakan dengan memberi tanda silang ( X ).

Keterangan :
Benar : Bila saya cederung menganggap penyataan yang diajukan adalah benar
Salah : Bila saya cenderung menganggap pernyataan yang diajukan adalah salah

Aspek Pengetahuan

No. Pernyataan Jawaban


1 Semua jenis obat harus digunakan sampai habis. Benar Salah
2 Cara penggunaan obat yang benar akan Benar Salah
mempengaruhi kesembuhan penyakit.
3 Penyimpanan obat cair harus di suhu kamar tempat Benar Salah
yang kering, dan terlindung cahaya.
4 Penggunaan obat cair tidak boleh menggunakan Benar Salah
sendok makan/sendok teh di rumah.
5 Semua obat cair yang diminum berbentuk sirup. Benar Salah
6 Walaupun rasa, warna, bau dan kejernihan dari Benar Salah
larutan obat sudah berubah, obat masih dapat
digunakan kembali.
7 Pengukuran volume obat cair dengan cup ukur harus Benar Salah
sejajar dengan mata
8 Pembacaan brosur pada kemasan obat akan Benar Salah
mengurangi risiko yang tidak dikehendaki
9 Sebelum meminum obat cair sebaiknya dikocok Benar Salah
terlebih dahulu.
10 Kebersihan adalah hal yang penting dalam Benar Salah
penggunaan obat cair

Aspek Sikap

No Pernyataan Jawaban
11 Saya merasa harus menggunakan cup ukur yang Benar Salah
tersedia di dalam kemasan obat.

12 Saya merasa perlu bertanya pada petugas apotek Benar Salah


tentang informasi yang kurang jelas mengenai cara
100

penggunaan obat.
13 Saya memilih petugas apotek sebagai sumber Benar Salah
informasi cara penggunaan obat.
14 Saya yakin obat cair setelah dibuka masih dapat Benar Salah
digunakan kembali asal belum lewat tanggal
kadaluarsa.
15 Saya yakin setelah segel obat dibuka maka Benar Salah
pemakaian obat harus memperhatikan rasa,warna,
bau, kejernihan dari obat meskipun belum
kadaluwarsa.
16 Saya merasa pengukuran volume obat dengan Benar Salah
menggunakan sendok makan/sendok teh di rumah
sudah tepat
17 Saya merasa perlu mencuci tangan terlebih dahulu Benar Salah
sebelum menggunakan obat cair.
18 Saya merasa penggunaan obat cair dengan cup ukur Benar Salah
dengan benar akan mengurangi kesalahan dosis.
19 Saya merasa informasi penggunaan cup ukur akan Benar Salah
mempengaruhi kesembuhan saya.
20 Saya merasa ukuran sendok makan/sendok teh di Benar Salah
rumah sama dengan cup ukur di kemasan obat.

Aspek Perilaku

No Pernyataan Jawaban
21 Saya selalu membersihkan cup ukur setelah selesai Benar Salah
digunakan
22 Saya akan bertanya pada petugas apotek bila tidak Benar Salah
mengerti cara penggunaan obat cair.
23 Saya akan langsung menutup rapat tutup botol obat Benar Salah
setelah menggunakan obat cair.
24 Apabila tidak terdapat cup ukur dalam kemasan obat, Benar Salah
saya akan menggunakan sendok makan/sendok teh di
rumah
25 Sebelum meminum obat cair saya akan Benar Salah
mengocoknya botolnya terlebih dahulu.
26 Saya tidak memperhatikan tanggal kadaluarsa yang Benar Salah
tercantum pada obat cair.
27 Saya tetap memperhatikan label penggunaan yang Benar Salah
tercantum pada obat cair meskipun sudah diberi
informasi obat
28 Saya lebih memilih menggunakan sendok Benar Salah
makan/sendok teh di rumah dalam meminum obat
cair.
29 Saya selalu menggunakan obat cair tanpa harus Benar Salah
101

mematuhi aturan penggunaannya.


30 Saya menuangkan isi cairan obat cair pada cup ukur Benar Salah
obat sejajar dengan mata

Pengukuran pengetahuan ( 1-10), sikap (11-20), perilaku (21-30)


Pertanyaan favorable : 2,3,4,7,8,9,10,11,12,13,15,17,18,19,21,22,23,24,25,27,30
Pertanyaan unfavorable : 1,5,6,14,16,20,26,28,29.

Lampiran 3. Panduan wawancara


Evaluasi Tentang Penggunaan Sendok Takar/Cup Ukur Sediaan Obat Cair
Oral:
1. Bagaimana cara anda menuangkan obat cair ke dalam sendok takar atau
cup ukur ?
2. Bagaimana cara anda menyimpan obat cair setelah dibuka (di lemari
es/lemari obat/tempat terlindung cahaya) ?
3. Apakah anda menggunakan sendok makan/sendok teh sebagai ukuran
dalam menuangkan obat cair? Mengapa ?
4. Apa yang menjadi kesulitan dalam menggunakan cup ukur atau sendok
takar dalam menuangkan obat cair?
5. Manfaat apa yang bisa anda dapat dari informasi yang diberikan oleh
Apoteker?
6. Bagaimana cara menyimpan obat?
7. Apa itu apoteker?Menurut anda, apa saja tugas apoteker?

Wawancara terstruktur untuk apoteker


1. Berapa lama durasi pemberian informasi obat kepada pasien ?
2. Sumber informasi apa yang sering digunakan dalam pemberian informasi
kepada pasien?
3. Bagaimana teknik konseling/pemberian informasi yang dilakukan oleh
apoteker pada pasien?
4. Kendala apakah yang sering terjadi dalam memberikan informasi kepada
pasien?
102

Lampiran 4. Surat Pengantar dari Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma


103

Lampiran 5. Surat Ijin dari Apotek Kimia Farma, RSUP Dr.Sardjito


104

Lampiran 6. Gambaran Karakteristik Responden


A. Kajian umur

Interval data yang digunakan R = 70 – 18 = 52


I = (R/K) K = 1 + 3,3 log N
Data min = 18 th = 1 + 3,3 log 50 = 1 + 5,606 = 6,606
Data max = 70 th I = 52/6,606 = 7,4 ≈ 7
N = 50 Interval data yang digunakan = 7

Kelompok Umur Jumlah Responden % Responden


18-24 tahun 14 28
25-31 tahun 11 22
32-38 tahun 7 14
39-45 tahun 8 16
46-52 tahun 6 12
53-59 tahun 2 4
60-66 tahun 1 2
67-73 tahun 1 2

B. Kajian Jenis kelamin


Jenis Kelamin Jumlah Responden % Responden
Pria 19 38
Wanita 31 62

C. Kajian Tingkat Pendidikan


Tingkat Pendidikan
SD SLTP SLTA dan sederajat Diploma Sarjana
Jumlah 3 3 23 7 14
Responden
% 6 6 46 14 28
Responden

D. Kajian Pekerjaan
Jenis Pekerjaan
Tidak Ibu PNS Wira swasta Pelajar/ TNI
bekerja/ Rmh /TNI swasta Maha
pensiunan Tangga siswa
Jumlah 5 9 5 1 20 9 1
Responden
% 2
Responden 10 18 10 2 40 18
105

E. Data Responden Terhadap Penggunaan Sediaan Obat Cair Oral


Jumlah Responden % Responden
Baru pertama kali 3 6
Sudah berulang kali 47 94

F. Data Responden yang membeli obat di Loket Apotek Kimia Farma RSUP Dr.
Sardjito
Jumlah Responden % Responden
Pertama kali membeli obat di Loket 22 44
Apotek Kimia Farma RSUP Dr.
Sardjito
Sering membeli obat di loket Apotek 28 56
Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito

G. Data Responden yang pernah berkonsultasi obat di Loket Apotek Kimia Farma
RSUP Dr. Sardjito
Jumlah Responden % Responden
Pernah berkonsultasi 8 16
Tidak pernah berkonsultasi 42 84

Lampiran 7. Daftar Obat Cair Oral Pada Bulan Juni-Juli di Apotek Kimia Farma RSUP
Dr. Sardjito
A. Antibiotik (Golongan Obat Keras)
Keterangan
Tanpa
Sub Kelas
No Nama Generik Nama Merek Obat Sendok cup /
Terapi Cup
Takar Sendok
takar
1 Amoxsan® dry syrup Antiinfeksi +
2 Amoxicilin Amoxsan forte ®dry sirup golongan +
3 Kalmoxillin® dry syr penisilin
4 Aclam® dry sirup +
5 Clabat® syrup +
Antiinfeksi
6 Amoxicilin, Clabat forte® syrup +
golongan
Clavulanic acid Claneksi forte® dry
7 penisilin +
syrup
8 Claneksi® dry syrup +
9 Cefat ®dry syrup +
10 Cefat forte ® dry syrup Antiinfeksi +
11 Cefadroxil Doxef® dry sirup golongan +
12 Ethicef ® dry syr sefalosporin +
13 Renasistin® dry syr +
14 Cefila® dry syrup +
15 Cefspan ® dry syrup +
Antiinfeksi
16 Ceptik ®oral suspension +
Cefixime golongan
17 Comsporin® dry syrup +
sefalosporin
18 Fixiphar® dry syr +
19 Sporetik® syr +
Antiinfeksi
20 Chlorampheni-col Colsancetine® syr golongan +
Chloramphenicol
106

Antiinfeksi
21 Clraithromycin Abbotic® suspensi oral golongan +
makrolida
Antiinfeksi
golongan
22 Cotrimoxazol Sanprima® syr +
Antibakteria
kombinasi
Antiinfeksi
23 Eritromisin Erysanbe® dry syrup golongan +
makrolida
24 Pyravit® syr Anti +
Isoniazid,Vit B6
25 TB ®vit 6 syr Tuberkulosis +
26 Metronidazol Flagyl® oral suspension Antiamoeba +
Antiinfeksi
Thyamycin® oral
27 Thiampenicol golongan +
suspension
Chloramphenicol

B. Obat Keras Lainnya (Non Antibiotik)


Keterangan
Tanpa
Sub Kelas
No Nama Generik Nama Merek Obat Sendok cup /
Terapi Cup
Takar Sendok
takar
1 Betamethasone,Dex Celestamine® sirup +
chlorpheniramin
2 Nilacelin® syr +
maleat
Dexamethasone,De
3 chlorpheniramin Dextamine sirup +
maleate Antihistamin
4 Claritin® syr +
Loratadine
5 Rihest® syr +
6 Histrine® syr +
7 Cetirizine HCl Ozen® syr +
8 Ryvel® Syr +
Oxomemazine,
9 Comtusi® syr +
glyceryl guaiacolate
10 Epexol® sirup +
11 Mirapect ®syr +
12 Ambroxol HCl Mucopect® syr +
Transbroncho® Obat batuk dan
13 pilek +
syrup
Pipazethate,
isothipendyl
Transpulmin® exp
14 HCl,ekstrak +
syrup
liquorice,
Glyceril guaiacolate
isothipendhil HCl,
15 asetaminofen,pheny Nipe ®syr +
lephrine HCl
pseudoefedrin,terfe
16 Rhinofed® suspensi +
nadine
17 Levodro propizine Levopront® syr +
18 Erdosteine Vectrine ®dry syrup +
Obat Batuk
Fluimucil® dry
19 N-Acetylsistein (mukolitik dan +
syrup
ekspektoran)
20 Valproic acid Depakene® syrup Anti +
107

konvulsan
21 Dom® suspensi +
22 Domperidone Primperan® syr Antiemetik +
23 Vometa® suspensi +

24 Fartolin® exp sirup +


Salbutamol,
Gliseril guaiakolat
25 Lasal® sirup exp +
26 Ventolin® exp syr +
Salbutamol sulfat,
27 Salbuven® exp syr +
guafenesin Antiasma dan
28 Ataroc® syr PPOK +
Procaterol HCL
29 Meptin® syr +

30 Ketotifen Profilas ®syr +

31 Lasal® sirup Antiasma dan +


32 Salbuven® syrup PPOK +
Salbutamol Sulfat
33 Salbron® syr +
34 Ventolin® syr +
35 Inpepsa® susp +
Profat sucral forte® Antasid,
36 +
Sucralfate suspensi antirefluks,
37 Ulsafat® suspensi antiulserasi +
38 Ulsicral®suspensi +
39 Latropil® syr +
40 Nootropil® syr Nootropik& +
Piracetam
41 Noocephal® syr Neurotonik +
42 Neurotam®syr +
Analgesik (non
43 Metampiron Novalgin® syr +
Opiat)

C. OTC (Obat Bebas dan Bebas Terbatas)


Keterangan
Tanpa
Sub Kelas
No Nama Generik Nama Merek Obat Golongan Sendok cup /
Terapi Cup
Takar Sendok
takar
1 Actifed pilek ® syr BT +
Pseudoefedrin
2 Lapifed® sirup BT +
HCl,triprolidine
3 Nichofed® syr BT +
HCl
4 Tremenza® sirup BT +
5 Trifed ®syr BT +
6 Pseudoefedrin Actifed DM® syr BT +
HCl,triprolidine
7 HCl,Dextrometorp Lapifed DM® sirup BT +
han HBr
Obat batuk
Pseudoefedrin Actifed Expectorant ®
8 dan pilek BT +
HCl,triprolidine syr
9 HCl,guafenesin Lapifed® exp syr BT +
10 Pseudoefedrin Triaminic ®pilek syr BT +
Pseudoefedrin,
11 Triaminic ®exp syr BT +
Guafenesin
Pseudoefedrin,
12 klorfeniramin Rhinos junior® syr BT +
maleate
OBH Combi®dahak
13 Gliseril guaiakolat B +
syr
108

OBH Combi® rasa


14 B +
jahe syr
15 Triaminic ®batuk syr BT +
16 Dextromethorpan Vicks formula 44® syr BT +
17 Alco plus® syrup BT +
Dextromethorpan, Vicks formula®
18 BT +
gliseril guaiakolat (dahak+kering)syr
Dexthromethorpan
19 HBr, Dephenhidra- Woods antitusive® syr BT +
mine
DextrometorphanH
Br, Ammonium
Chloride,Chlorphe
20 Eryslan® syr BT +
niramine
maletae,Na
citrate,efedrin HCl
Glyceryl
guaicolate,diphenhi
Allerin® exp sirup
21 dramine HCL, BT +
phenylpropanolami
ne HCl,alcohol
22 difenhidramin HCl, Benadryl ®DMP syr BT +
23 Ammonium Sanadryl exp® 60 syr BT +
Chlorida,guaicolsul
24 fonate,Na Sanadryl exp® 120 syr BT +
citrte,menthol
difenhidramin HCl,
guaicolsulfonate,de
xtrometorphan
25 HBr, Ikadryl® sirup BT +
phenylephrine HCl,
Ammonium
Chloride, Na citrate
parasetamol,
phenylefrin,Dextro
methorpan HBr,
26 Gliseril Intunal® syrup Obat batuk BT +
guaikolat,dexchlor dan pilek
pheniramine
maleate
parasetamol,
pseudoefedrine
HCl, succus liquid,
27 Noscapine, Paratusin® syr BT +
glyceryl
guaicolate,chlorphe
niramine maleate,
Parasetamol,guafen
esin,noscapin,chlor
peniramin maleate,
28 Flucodin® syrup B +
phenylpropanolami
ne HCl

Parasetamol, OBH Combi® batuk


29 gliseril flu anak syr BT +
guaikolat,Klorfenir
amin
OBH Combi® batuk
30 maleat,fenilpropan B +
flu syr
olamin HCl
109

glyceryl guaicolate,
dextrometorphan
HBr,dephenhydram
ine HCl,
31 Lapisiv® syr BT +
phenylpropanolami
ne, na citrate,
menthol,Ammoniu
m Chloride
Dextrometorphan,d
ifenhidramin HCl,
Ammonium
32 Sanadryl DMP ®syr BT +
Chlorida,guaicolsul
fonate,Na
citrte,menthol
Chlorpheniramin
33 Cohistan® syr Obat batuk BT +
Maleate
34 Bisolvon® eliksir dan pilek B +
35 Bisolvon kids® sirup B +
Bromheksin HCl
36 Mucosolvan® syrup BT +
37 Mucohexin® syrup BT +
Bromheksin HCl, Woods exp® syr
38 BT +
Gliseril guaiakolat
Bromheksin
HCl,parasetamol,c
39 hlorpenira-mine Bisolvon® flu sirup B +
maleat,phenylephri
ne HCl
Ammonium
klorida,klorfeniram
in maleate,efedrin
Nellco special OBH®
40 HCl,succus BT +
100 ml syr
liquiritae,parasetam
ol,oleum mentae
piperita
Amonium klorida, New’s baby cough®
41 B +
succus liquiritae syr
Asetaminofen,fenil Coldrexin® syr
efrin
42 HCl,klorfeniramin BT +
maleat,kalium
sulfoguaikolat
Guafenesin,
Ekstrak thyme,
Ekstrak primulae,
Ekstrak
43 Silex® syr BT +
althaea,ekstrak
drosae,ekstrak
serphuli,eucalyptus
oil, anise oil
44 Herba Ivy ekstrak Prospan® cough syr Obat Batuk B +
sari akar Laserin® asma + (Herba)
manis,minyak batuk syr
permen,daun
Hibiscus,herba
45 Euphorbiahirta, B +
jahe, cengkeh,daun
sirih,daun
saga,buah
kardamon, Mentho
110

arvensis

46 Acytral® syr B +
47 Dexanta® suspensi B +
Farmacrol forte®
48 B +
suspensi
Lagesil® suspensi
49 Mg(OH)2, gel BT +
syrup
kering Al(OH)3,
50 Magasida® suspensi B +
simethicone
51 Mylanta® 50 susp B +
52 Mylanta® 150 susp B +
53 Plantacid® suspension B +
Plantacid forte®
54 B +
suspension
Magaldrate,
55 Magalat ®suspensi B +
simethicone
Mg(OH)2, gel Antasid,
56 kering Al(OH)3, Polycrol® suspensi antirefluks, B +
metilpolisiloksan antiulserasi
Mg trisilikat, gel
57 kering Al(OH)3, Sanmag® suspensi B +
dimethicone
58 Dulcolactol® syr BT +
59 Lactulax® BT +
Lactulose
60 Laxadilac® syr B +
Laksatif,
61 Pralax lactulose® syr B +
Pencahar
Phenolptalein,
62 Liquid Laxadine ®emulsi BT +
parafin,gliserin
63 Kaopectate® suspensi B +
Neokaolana® syr
Kaolin-Pektin Antidiare
64 B +

65 Biogesic® anak syr B +


66 Dumin® syr B +
Analgesik
67 Panadol® syr B +
Parasetamol (non opiat)
68 Praxion Forte® susp BT +
Antipiretik
69 Sanmol® syr B +
70 Tempra forte ® syr B +
71 Bufect® suspensi BT +
Antiinflama
72 Bufect forte ®suspensi BT +
Ibuprofen si Non
73 Proris® suspensi BT +
Steroid
74 Proris forte® suspensi BT +
Bronsolvan® sirup Antiasma
75 Teofilin BT +
dan PPOK

Keterangan :
B = golongan obat bebas
BT = golongan obat bebas terbatas
111

D.Suplemen
Keterangan
Tanpa
Sub Kelas
No Nama Merek Obat No. Registrasi Sendok cup/
Terapi Cup
takar sendok
takar
1 Actavol® multivitamin syr DBL 7417802937 A1 +
2 Apyalis® syrup POM SD 041618881 +
3 Becombion plus ® syrup POM SI 044617021 +
Vitamin&
4 Becombion grow® syr DBL 8819908337AI +
Mineral
5 Biolysin® multivit syr POM SD 051620051 +
pediatrik
6 Biostrum® sirup POM SD 021602851 +
7 Curmunos® syr suplemen POM SD 051623441 +
8 Ferlin® suplemen syr POM SD 051624691 +
9 Ferokid® suplemen POM SD 061629731 +
Vitamin&
10 Forvit® suplemen syr DBL 0432709933AI +
Mineral
11 Likurmin® syr POM SD 041616021 +
pediatric
12 Zamel® sirup POM SD 021603091 +
13 Becombion ®syrup Vitamin B POM SD 04161883 +
14 Becefort® multivit sirup kompleks DBL 0432709933AI +
15 Enervon-C® syrup dengan POM SD 011601021 +
16 Sanvita® syrup Vitamin C DBL 9122211237AI +
DepKes RI BMD
17 Calcidin® multivitamin sirup +
862710059189
Kalsium
18 Calcidol® multivit syr SD 021602381 +
dengan
Calsource junior® Kalsium
19 Vitamin POM SD 051619591 +
sirup
20 Calnic® suplemen susp POM SL 091637201 +
21 Osteocare® syr vitamin SD 021601471 +
Curcuma plus ®
22 multivitamin (jeruk dan SD 041618351 +
strawberry) syr
23 Curcuma plus® syrup POM SD 041618351 +
24 Curvit® emulsion Suplemen POM SD 061625021 +
25 Ezygard®suplemen syrup dan Terapi POM SD 061628411 +
26 Glimunos® syr Penunjang POM SD 071630621 +
27 Imbost® syrup POM SD 071632241 +
28 Imbost force® syrup POM SD 031609591 +
29 Matovit®syrup POM SD 051624141 +
30 Vistrum® syr POM SD 051623851 +
31 Curliv® sirup Perangsang POM SD 021604471 +
32 Curvit® sirup nafsu POM SD 06162526 +
33 Vitacur® vitamin syr makan POM SD 021602471 +
34 Dhavit® suplemen syr POM SD 041616781 +
35 Elkana® vitamin suspensi POM SD 031607711 +
36 Elkana ®vitamin syr POM SD 031607711 +
37 Imunos® syrup POM SD 021602631 +
38 Lycalvit ®syr Vitamin POM SD 02021687 +
39 Lysmin® syr dan POM SD 021604681 +
40 Maltiron ®sirup suplemen Mineral POM SD 041617871 +
41 Neoboost® syr POM SD 061628871 +
42 Sakatonik® syr POM SD 031605051 +
43 Tonikum bayer® syr POM SD 041617151 +
44 Zinc pro® syr DTL 0904131137AI +
45 Feroglobin ®syrup suplemen Vitamin POM SL 091600481 +
46 Ferriz® syr dan POM SL 071630321 +
47 Maltover® syr Mineral DBL 0204128137 A1 +
48 Sangobion® syr untuk masa DBL 8315800237 AI +
112

hamil/
Antianemia
Scot’s emulsion® Vitamin
49 POM SD 021601771 +
multivitamin Emulsi A,D dan E
50 Glostrum® suplemen dry syr Produk POM SI 045618021 +
51 Igastrum ®suplemen sirup nutrisi POM SD 051623861 +

Keterangan :
1. DBL = golongan obat bebas dengan nama dagang (Paten) dalam negeri atau lisensi
2. DTL = Golongan obat bebas terbatas dengan nama dagang (Paten) produksi dalam negeri
atau lisensi.
3. SD = Suplemen makanan produksi dalam negeri
4. SL = Suplemen makanan produksi dalam negeri dengan lisensi.
5. SI = Suplemen makanan produksi luar negeri atau impor.
6. BMD = produk makanan atau minuman yang berbatasan dengan obat, produksi dalam
negeri atau lisensi.

E. OTC Obat Tradisional


Keterangan
Golonga Tanpa
No Nama Obat Sub Kelas Terapi Sendok
n cup cup/sendok
takar
takar
1 Batugin® elixir Obat saluran kemih Jamu +
2 Laserin madu® syr Obat batuk (herba) Jamu +
3 OB Herbal ®syr Jamu +
Suplemen dan terapi
4 Stimuno ® syr FF +
penunjang

Keteragan :
FF = Fitofarmaka

F. Generik
NO Nama obat Golongan Sub Kelas Terapi
1 Ambroxol syr K Batuk dan pilek
2 Amoxixilin syr kering K Antiinfeksi golongan penisilin
3 Ampicillin dry syr K Antiinfeksi golongan penisilin
4 Antasida doen suspensi B Antasida,antirefluks,antiulserasi
5 Chloramphenicol suspensi K Antiinfeksi golongan Chloramphenicol
6 Dextromethorpan syr BT Batuk
7 Cefadroxil dry syr K Antiinfeksi golongan
Sefalosporin
8 Cotrimoxzazol susp K Antiinfeksi golongan kombinasi
antibacterial
9 Cefixime dry syr K Antiinfeksi golongan sefalosporin
10 Parasetamol syr B Analgesik non opiat dan Antipiretik
11 Eritromisin syr K Antiinfeksi golongan makrolida
12 Eritromisin syr kering K Antiinfeksi golongan makrolida

**) untuk setiap obat generik, dalam kemasannya tidak disertai sendok takar atau cup ukur
namun saat penyerahan obat semuanya diberikan sendok takar / cup ukur oleh Apoteker.
113

Lampiran 8. Wawancara dengan apoteker


 Berapa lama durasi pemberian informasi obat kepada pasien ?
Dalam pemberian informasi obat pada pasien, apoteker menyediakan waktu kurang dari 2
menit. Pemberian informasi obat tidak selalu kurang dari 2 menit, tergantung dari jenis obat
yang diberikan.
Informasi yang dberikan kepada pasien berupa:
- Informasi pemakaian obat (berapa kali harus digunakan dalam sehari.
- Penyampaian informasi tentang penyimpanan jarang diberikan, kecuali apabila pasien
bertanya terlebih dahulu
- Dalam pemeberian antibiotik, apoteker selalu menyampaikan bahwa obat harus diminum
sampai habis. Apoteker mengatakan penyimpanan paling lama 7-10 hari setelah antibiotik
dibuka. Selain itu, apoteker juga menyarankan untuk membaca brosur yang terdapat di dalam
kemasan obat.
Alur pemberian informasi obat adalah :
Dimulai dengan berapa macam obat, lalu bagaiman cara pakai obat tersebut, lalu indikasi
obat tersebut (namun, masih banyak dokter yang tidak setuju dengan pemberian informasi ini
karena terkadang dokter memberikan obat dengan menginginkan efek sampingnya saja.
 Sumber informasi yang digunakan dalam pemberian informasi kepada pasien ?
Dalam memberikan infomasi, apoteker membaca brosur-brosur yang terdapat pada kemasan
obat (hal ini dilakukan karena menurut apoteker, informasi yang terdapat pada brosur tersebut
sudah sesuai dengan standar pabrik farmasi), selain itu dari pustaka seperti MIMS dan dari
internet, khususnya website Dinas Kesehatan.
Dari kimia farma tidak diberikan prosedur tersendiri mengenai cara pemberian obat kepada
pasien.
 Tempat pemberian informasi : di loket Apotek Kimia Farma Rsup Dr. Sardjito
 Kendala yang terjadi : Kendala yang terjadi adalah kendala bahasa, kendala tempat dan
kebersediaan pasien dalam mendengarkan informasi
114

Lampiran 9. Rak obat yang terdapat di Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP
Dr. Sardjito
115

Lampiran 10. Data Hasil Pengukuran Sendok makan dan Sendok teh
Sendok teh Sendok makan
Replikasi 1 Replikasi 2 Replikasi 3 Rata-rata Replikasi 1Replikasi 2 Replikasi 3 Rata-rata
(ml) (ml) (ml) (ml) (ml) (ml)
3,0 2,6 2,9 2,8 8,5 10,2 8,7 9,1
4,3 4,0 3,8 4,0 10,5 10,2 10,0 10,2
3,3 3,3 3,4 3,3 9,7 9,7 9,4 9,6
2,7 2,4 2,9 2,7 10,0 11,0 11,5 10,8
3,6 4,2 3,7 3,8 9,8 9,5 9,5 9,6
4,4 5,5 6,0 5,3 9,8 9,0 9,0 9,3
4,8 5,7 5,8 5,4 10,0 9,0 9,0 9,3
2,7 2,8 2,9 2,8 10,0 9,0 10,0 9,7
2,4 2,4 2,4 2,4 8,3 7,5 8,5 8,1
3,8 3,9 3,9 3,9 9,4 8,5 8,5 8,8
3,7 4,1 4,1 4,0 9,0 8,5 9,3 8,9
5,3 5,5 6,0 5,6 9,8 10,0 10,0 9,9
7,0 6,9 7,0 7,0 7,5 8,0 8,4 8,0
5,2 5,5 5,5 5,4 7,4 8,5 8,7 8,2
5,5 5,7 5,5 5,6 8,5 8,4 8,0 8,3
Rata-rata = 4,27 Rata-rata = 9,19
SD =1,37 SD = 0,82
Range = 2,9 -5,64 Range = 8,37 - 10,1
Volume yang seharusnya terambil = 5 ml (100%) Volume yang seharusnya terambil = 15 ml (100 %)
Yang terambil = 58% - 112,8% Yang terambil = 55,8 – 0,67%
116
Lampiran 11. Rekap kuisioner

Aspek perilaku Aspek sikap Aspek perilaku


No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 B B B B B S B B B B B S S B S S B B B B B S B S B S B S S B
2 S B B S B S S B B B S B B S S B B S S B S B B B B S S B B S
3 S B B B B S B B B B B B B B B B B B B S B B B B B S B S S B
4 B B B S S S S B B B B B B S B S B B B S B B B B B S B S S S
5 S B B S S S S B B B B S S B B S B B S B B S B B B S B S B S
6 S B B B B S B B B B S B B B B S B B B S B B B S B S B S B B
7 B B B S B S B B B B B S B B B B B B S B S S B B B S B S B B
8 S B B S S S B B B B S S S B B S S B B S S S B B B S S B B B
9 B B B B B S B B B B B B B B B S S B B S B B B S B S B S S S
10 B B S S B S B B B B S B B B B B S S S B B B B S B S S B B B
11 S B B S S B B B B S B B B B B B S S B B B B B B S B B B B
12 B B B S B S B B B B B B S S B B B S S S B B B B B S B S B B
13 S B B S S S B B B B B B S S B S B B B S B B B B B S B S S B
14 B B B S B S S B B B S S S S B B S B B S B S B B B S S B B S
15 S B B S B S S S S B B B B S B S B B B S B B B B B B B S B B
16 S B B S B S S S B B B B S S S S S B S B B S B B B S B S S S
17 S B B S B S S B B B S B S B B B S B B S S B B S B S B S B S
18 B B B S S S S B B B B B S S B B B B S B B B B B B S B S S S
19 S B S S S S S B B B B B S S B B B B S B S B B S B B B S S S
20 S S B B S S B B B B S B S S B S B S S B B B B B B S B S B S
21 S S B S S S B B B B B B S S S S B B S S B B B S B S B S B B
22 S B B S B S B B B B B B B B B B S B B B B B B B B S B B S B
23 B B B S B S B B B B B B B B B B B B B S B B B B B B B B B B
24 S B B S B S S B B B S B B B S B S B S S S B B B B S B B B S
25 B B B S B S S B S B B B B B B B B S B B B B B B B S B S B S
26 S B B B B S S B S B B B S B B S B B B S B B B B B S B S B S
27 B B S B B S B B B B B B B B B S B B B S B B B B B S B S S B
28 S B B S B S S B B B B B B B S B B B B B B B B B B S B S B S
29 S B B S S S S B B B B B S B B S B B B S S B B B B S B S S S
30 S B B B B S B B B B B B B B S S B B B S B B B S B S B S S S
31 B B B B S S S B B B S B S B B B B S B B B B B B B B B S B S
32 S B B B B S B B B B B S S B B S B B B S B S B S B S B S S B
33 S B B B B S S B B B B B S B B S B B S S B B B B B S B S B S
34 S B B S B S S S B B B B B B B B B B B S B B B B B S B S B S
35 S B B S B S S B B B S B B S B B B B B B B B B B B S B S S S
36 S B B S B S B B S B B B B B B B S B B B B B B B B S B S B S
37 S B B S B S S B S B B B S B B B S S B S B B B B S S B S S S
117

Aspek pengetahuan Aspek sikap Aspek perilaku


No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
38 B B B S S S B B B B B B S B S S B B B S B B B B B S B S S B
39 B B B S B S B B B B B B B B B B B B B B B B B B B S B B S B
40 S B B S B S S B B B S B B S S B S B S S S B B B S S B B B S
41 S B B B S S B B S B B S S B B S B B B S B B B S B S B S S B
42 B B B S B S B B B B B B B B B B B S B S B B B B B S B S S B
43 S B B S B S S B B B B B S S S S B B B B B B B B B S B S S S
44 S B B B B S B B B B B B B S B S B B B S B B B S B S B S S B
45 S B S S B S S B B B S B B B S S S B B B S B B B B S S B B S
46 S B B S B S B S B B B B S S B S B B B S B B B B B S B S S B
47 B B B S S S B B B B B B B B B S B B B S B B B B B S B S B B
48 S B B B B S S B B B S B B B B S B S S S S B B B B S B S B S
49 B B B B B S S B B B B S B S B S S S B S S S B B B S S S B S
50 S B B B B S S B B B B B S S B S B B B S B B B B B S B S B S
B 17 42 46 16 36 0 25 46 44 50 36 42 28 32 39 22 37 39 36 18 39 42 50 39 48 4 44 11 28 22
S 33 8 4 34 14 50 25 4 6 0 14 8 22 18 11 28 13 11 14 32 11 8 0 11 2 46 6 39 22 28
nf f f f nf nf f f f f f f f nf f nf f f f nf f f f nf f nf f nf nf f
%b 66 84 92 32 28 100 50 92 88 100 72 84 56 36 78 56 74 78 72 64 78 84 100 22 96 92 88 78 44 44
%s 34 16 8 68 72 0 50 8 12 0 28 16 44 64 22 44 26 22 28 36 22 16 0 78 4 8 12 22 56 56
118

BIOGRAFI PENULIS

Penulis bernama lengkap Fransisca Ayuningtyas Wiranti.

Penulis lahir pada tanggal 2 April 1989 dan merupakan anak

ke-tiga dari empat bersaudara pasangan Robertus Bambang

Sutoyo dan Christina Yuni Hastuti. Pendidikan awal

dimulai di Taman Kanak-Kanak Tarakanita Bumijo (1993-

1995), dilanjutkan di Sekolah Dasar Tarakanita Bumijo

(1995-2001). Pendidikan dilanjutkan di Sekolah Menengah

Pertama negeri 1 Yogyakarta (2001-2004) dan dilanjutkan ke Sekolah Menengah

Umum Stella Duce 1 Yogyakarta (2004-2007). Selanjutnya pada tahun 2007

melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta.

Selama menempuh bangku kuliah, penulis aktif sebagai anggota Pos Kesehatan

Kotabaru, anggota Paduan Suara Fakultas Farmasi ‘Veronica’ dan asisten manager

Unit Kegiatan Fakultas Sepak Bola Farmasi Suadra Viola.

Anda mungkin juga menyukai