Anda di halaman 1dari 16

ISLAM melarang semua sebab yang membawa kepada hubungan tidak halal antara

laki-laki dan perempuan. Dalam rangka mencegah keburukan dan kerusakan besar
akibat hubungan yang tidak halal ini, agama Islam melarang semua sebab yang
menjerumuskan ke dalam perbuatan buruk ini, di antaranya (Hiraasatul fadhiilah,
hlm. 101-102),

1. Dilarang menemui perempuan yang tidak halal dan berduaan dengannya, termasuk
berduaan dengan sopir di mobil, dengan pembantu di rumah, dengan dokter di tempat
prakteknya dan lain-lain.

Banyak dalil yang menunjukkan hal ini, di antaranya sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Tidaklah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan seorang perempuan kecuali
setan akan menjadi yang ketiga.” ((HR Tirmidzi 2165, Ahmad (1/26), dan dishahihkan al-
Albani)

2. Dilarang bersafar (melakukan perjalanan jauh) bagi perempuan tanpa laki-laki yang
menjadi mahramnya (suami, ayah, paman atau saudara laki-lakinya).

Dalil yang menunjukkan hal ini juga banyak sekali, di antaranya sabda Rasulullah : “Janganlah sekali-
kali seorang perempuan bersafar kecuali bersama dengan mahramnya.” (HR. Bukhari 2844 dan
Muslim 1341)

3. Diharamkannya memandang dengan sengaja kepada lawan jenis, berdasarkan firman Allah
:

ِ ‫ َوقُ ْل ِل ْل ُمؤْ ِمنَا‬. َ‫ص َنعُون‬


‫ت‬ َّ ‫ظوا فُ ُرو َج ُه ْم ذَلِكَ أ َ ْزكَى لَ ُه ْم ِإ َّن‬
ٌ ‫َّللاَ َخ ِب‬
ْ ‫ير ِب َما َي‬ ُ َ‫ار ِه ْم َو َيحْ ف‬ َ ‫قُ ْل ِل ْل ُمؤْ ِمنِينَ َيغُضُّوا ِم ْن أ َ ْب‬
ِ ‫ص‬
َ َّ ُ ْ
‫اره َِّن َويَحْ فَظنَ ف ُرو َج ُه َّن َو ََل يُ ْبدِينَ ِزينَتَ ُه َّن إَِل َما ظ َه َر ِم ْن َها‬ َ ‫ضضْنَ ِم ْن أ َ ْب‬
ِ ‫ص‬ ُ ‫يَ ْغ‬

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangan


mereka, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. Dan katakanlah kepada
wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara
kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang
(biasa) nampak dari mereka.” (QS an-Nuur: 30-31).

4. Dilarang menemui seorang perempuan tanpa mahram, meskipun dia saudara suami (ipar),
berdasarkan sabda Rasulullah : “Waspadalah kalian (dari perbuatan) menemui perempuan
(tanpa mahram)”. Ada yang bertanya: Wahai Rasulullah , bagaimana dengan al-hamwu
(ipar dan kerabat suami lainnya)? Rasulullah bersabda “al-Hamwu adalah
kebinasaan.” (HR Bukhari 4934 dan Muslim 2172)

Artinya: fitnah yang ditimbulkannya lebih besar karena bisanya seorang perempuan
menganggap biasa jika berduaan dengan kerabat suaminya. (Simak Fathul Baari, 9/332).
Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW : “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir,
maka jangan sekali-kali dia bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak bersama
mahramnya, karena yang ketiganya ialah syaitan. (Riwayat Ahmad)

Namun, sebagian ulama membolehkan sesuai dengan dalil Hadits no. 4849 dalam kitab Sahih
Bukhari; dan hadits no. 2182 dalam kitab Sahih Muslim meriwayatkan tentang Asma binti
Abu Bakar (saudari Aisyah dan ipar Nabi) yang pernah diajak naik unta bersama Nabi
(boncengan bersama dalam satu kendaraan).

Sehingga dari hadits diatas dapat diambil kesimpulan bahwa berboncengan dengan lain
mahram hukumnya haram, dengan 2 pengecualian yaitu 1). Sifatnya darurat, misalnya telah
larut malam dan ditakutkan berbahaya. 2). Keduanya harus orang yang taat dan beriman
(Sholeh) sehingga niatnya tidak berubah.

Jika terjadi hal darurat dan mengharuskan untuk berboncengan, maka harus sesuai syarat-
syarat tertentu. 1). Tidak terjadi persinggungan badan (menggunakan hijab misalnya tas). 2).
Tidak terjadi khalwat (berdua-duaan di tempat sepi). 3). Tidak memiliki maksud buruk atau
kecenderungan ke arah syahwat.

KEHORMATANMU WHAI SAUDARAKU...

Keempat: Ikhtilath (bercampurnya laki-laki dan wanita yang bukan mahram)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah salah seorang di antara


kalian berkhalwat (berdua-duaan) dengan seorang wanita karena sesungguhnya setan
menjadi orang ketiga di antara mereka berdua.” (H.r. Ahmad, 1:18; Ibnu Hibban (lihat
Shahih Ibnu Hibban, 1:463); At-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Aushath, 2:184; Al-Baihaqi
dalam Sunan Al-Baihaqi, 7:91; dinilai shahih oleh Syekh Al-Albani dalam Ash-Shahihah,
1:792, no. 430)

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah ia berkhalwat
(berdua-duaan) dengan seorang wanita tanpa ada mahram wanita tersebut karena setan
menjadi orang ketiga di antara mereka berdua.” (H.r. Ahmad dari hadits Jabir, 3:339; dinilai
shahih oleh Syekh Al-Albani dalam Irwaul Ghalil, jilid 6, no. 1813)

Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah
seorang laki-laki berkhalwat (berdua-duaan) dengan seorang wanita, kecuali jika bersama
dengan mahram wanita tersebut.” Lalu seseorang pun berdiri dan berkata, “Wahai
Rasulullah, istriku keluar untuk berhaji; aku telah mendaftarkan diriku untuk berjihad pada
perang ini atau itu.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
“Kembalilah dan berhajilah bersama istrimu!” (H.r. Al-Bukhari, no. 5233; Muslim, 2:975)

Al-Munawi berkata, “(Maksudnya) yaitu setan menjadi penengah (orang ketiga) di antara
keduanya, dengan cara membisiki mereka (untuk melakukan kemaksiatan), menjadikan
syahwat mereka berdua bergejolak, menghilangkan rasa malu dan sungkan dari keduanya,
serta menghiasi kemaksiatan hingga tampak indah di hadapan mereka berdua. Sampai
akhirnya, setan pun menyatukan mereka berdua dalam kenistaan (yaitu berzina) atau minimal
menjatuhkan mereka pada perkara-perkara yang lebih ringan dari zina –yaitu perbuatan yang
menjadi jalan pembuka zina– yang hampir saja menjatuhkan mereka dalam perzinaan.”
(Faidhul Qadir, 3:78)

Permasalahan ini kadang dianggap remeh oleh sebagian orang. Ada yang berpendapat, “Yang
penting ‘kan tidak melakukan hubungan layaknya suami-istri … yang penting ‘kan tidak
bersentuhan ….” Bagaimana bisa mereka mengatakan seperti itu sedangkan zina itu tidak
hanya pada kemaluan, melainkan hampir semua tubuh manusia dapat berzina! Wallahu
a’lam.

Ikhtilath dengan berbagai macam bentuk dan modelnya adalah sebuah kemungkaran yang
tidak dapat diperbolehkan, baik ikhtilath yang terjadi di antara kaum kerabat maupun di
antara keluarga.

Kita perhatikan orang-orang keluar rumah menuju tempat-tempat rekreasi, seperti: pantai,
tempat-tempat rekreasi, dan taman-taman bermain, sembari para wanita dalam rombongan itu
memperlihatkan auratnya kepada orang-orang yang bukan mahramnya. Dari sinilah
kemungkinan bahaya yang sangat bersembunyi. Demikian samar itu semua, sehingga api
syahwat akan terpercik dan membesar, lalu nafsu yang sakit akan semakin menyala-nyala.

Oleh sebab itu, hendaklah setiap muslim waspada dan berhati-hati, serta selalu memiliki rasa
cemburu terhadap orang-orang yang menjadi mahramnya. Jangan sampai mereka
mengadakan piknik-piknik dan rekreasi yang terlarang. Selain itu, hendaklah berpegang
teguh kepada aturan syariat yang mulia ini, baik dalam perkataan maupun perbuatan.

Orang yang benar-benar memperhatikan dan mengawasi akan memahami bahwa ikhtilath
adalah salah satu penyebab terjerembabnya manusia ke dalam perangkap setan.

Betapa banyak mata memandang hal-hal yang haram, kemudian setan menghiasinya! Ini
terjadi gara-gara ikhtilath.

Betapa banyak percintaan yang keji nan nista terjadi di antara para remaja karena ikhtilath!

Betapa banyak nomor telepon diberikan tanpa keperluan syar’i kepada lawan jenis yang
bukan mahram, tidak lain karena ikhtilath!

Betapa banyak tulisan-tulisan murahan di tulis di tempat-tempat tersebut, tidak lain karena
ikhtilath!

Lantas, masihkah seorang hamba Allah dianggap memiliki akal sehat jika tempat-tempat
tersebut menjadi tujuan yang selalu dikunjungi?

Jika engkau masih menjaga diri dan jiwamu, lantas apakah dosa yang akan didapatkan oleh
orang yang bergabung bersamamu dalam rekreasi tersebut, dari kalangan remaja pria dan
wanita? Tanyakanlah pertanyaan ini kepada diri kita sendiri dengan penuh keterbukaan ….

Ikhtilath adalah sebuah keburukan, bencana dan fitnah. Karenanya, hendaklah kita tutup
semua pintu ikhtilath dan menjauhkan diri dari tempat-tempat ikhtilath dan syubhat tersebut.
Dari shahabat Nu’man bin Basyir radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata bahwa Rasulullah
shallallahu ‘allaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya, perkara yang halal sudah jelas
kehalalannya dan perkara yang haram juga sudah jelas keharamannya. Di antara keduanya
ada perkara syubhat (rancu, tidak jelas hukumnya); hal ini tidak diketahui oleh kebanyakan
manusia. Dengan demikian, barang siapa yang menjaga dirinya dari perkara syubhat itu,
sungguh ia telah menjaga kehormatan dirinya. Barang siapa yang terjerumus ke dalam
perkara syubhat maka sungguh ia telah terjerumus ke dalam perkara yang haram. Bagaikan
seorang penggembala yang menggembalakan binatangnya di sekitar kawasan terlarang,
sehingga dikhawatirkan ia akan masuk ke tempat larangan itu. Ketahuilah, sesungguhnya
setiap raja memiliki larangan, dan ketahuilah bahwa larangan Allah Ta’ala adalah perkara
yang diharamkan-Nya. Ketahuilah, bahwa di dalam setiap tubuh ada segumpal daging. Jika
daging ini jelek maka seluruh tubuh akan ikut jelek. Ketahuilah, segumpal daging yang
dimaksud tersebut adalah hati.” (H.r. Al-Bukhari, no. 52 dan 2051; Muslim, no. 1599 [107])

Wahai lelaki muslim, hendaknya kita menjaga diri dan keluarga kita karena kita semua akan
dimintai pertanggungjawaban tentang mereka, kelak pada hari kiamat.

Allah Ta’ala berfirman,

‫َّللاَ َما أَ َم َر ُه ْم‬ ِ ‫علَ ْيهَا َم ََلئِكَة ِغ ََلظ‬


ُ ‫شدَاد ََل َي ْع‬
َّ َ‫صون‬ َ ُ‫َارة‬ ُ َّ‫س ُك ْم َوأ َ ْه ِلي ُك ْم نَارا ً َوقُو ُد َها الن‬
َ ‫اس َوا ْل ِحج‬ َ ُ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا قُوا أَنف‬
َ‫َو َي ْف َعلُونَ َما يُؤْ َم ُرون‬

“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang
berbahan bakar manusia dan batu; penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, keras,
tidak mendurhakai perintah Allah kepada mereka, dan selalu mengerjakan setiap hal yang
diperintahkan.” (Q.s. At-Tahrim: 6)

Kelima: Lemahnya sikap cemburu

Ibnul Qayyim mengatakan, “Pokok agama ini adalah ghirah (kecemburuan), maka siapa yang
tidak memiliki ghirah berarti ia tidak memiliki agama. Ghirah ini akan melindungi hati
sehingga terlindungi pula anggota badan lainnya, tertolaklah dengannya segala perbuatan
jelek dan keji. Sementara, ketiadaan ghirah menyebabkan hati mati hingga anggota badan
lainnya pun ikut mati. Akibatnya, tidak ada penolakan terhadap perbuatan jelek dan keji.”
(Ad-Da` wad Dawa’, hlm. 109–110)

“Tenggelam dalam lumpur dosa termasuk salah satu sebab padamnya api ghirah di dalam
hati. Hal ini merupakan hukuman atas dosa yang diperbuat.” (Ibnul Qayyim Al-
Jauziyyah, Ad-Da` wad Dawa’, hlm. 106)

Sesungguhnya salah satu penyebab utama yang bisa menjerumuskan ke dalam perbuatan zina
ini adalah lemahnya sikap cemburu dalam diri sebagian lelaki terhadap orang-orang yang
menjadi mahramnya. Karena itulah, kita akan melihat salah seorang dari mereka menunggu
di dalam mobilnya, sementara istrinya atau pun saudari-saudari yang merupakan mahramnya
turun dan pergi menuju pasar atau ke toko-toko seorang diri.; sendirian tanpa ditemani oleh
mahramnya, dan berlama-lama di tempat tersebut. Di sisi lain, suaminya, ayahnya, atau
kakak laki-lakinya yang merupakan mahramnya tidak mengetahui keberadaan mereka dan
tindak-tanduk yang sedang mereka lakukan. Wallahu a’lam.
Bukan berarti kita tidak memercayai mereka atau ingin ikut campur dengan urusan mereka.
Akan tetapi, nasihat ini disampaikan dalam rangka melaksanakan perintah Allah Ta’ala dan
Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu menjaga kehormatan para wanita dan menutup
segala pintu setan.

Dalam agama yang mulia ini, seorang suami dituntut memiliki ghirah atau rasa cemburu
kepada istrinya, sehingga ia tidak menjerumuskan istrinya kepada perkara yang mengikis rasa
malu dan mengeluarkannya dari kemuliaan.

“Sesungguhnya dunia ini manis dan hijau. Allah menjadikan kalian sebagai pengatur di
dalamnya secara turun temurun, lalu Dia melihat cara kalian bersikap. Oleh sebab itu,
berhati-hatilah dari dunia dan berhati-hatilah dari wanita karena awal bencana yang
menimpa Bani Israil adalah karena wanitanya.” (Hadits shahih; diriwayatkan oleh Muslim,
no. 2742)

Sa‘ad bin ‘Ubadah radhiallahu ‘anhu berkata, “Sekiranya aku melihat seorang pria bersama
istriku, niscaya aku akan menebasnya dengan pedang, tanpa peduli lagi!”

Hal ini kemudian sampai kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau
bersabda, “Apakah kalian heran dengan kecemburuan Sa’ad? Demi Allah, aku lebih cemburu
daripadanya dan Allah lebih cemburu daripadaku. Disebabkan oleh kecemburuan Allah, Dia
mengharamkan perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang tampak maupun yang
tersembunyi.” (H.r. Al-Bukhari, no. 6454; Muslim, no. 2760)

Wahai para lelaki muslim, ada sebuah kisah di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang membuat saya berpikir, apakah di zaman sekarang ini ada seorang suami yang
benar-benar merasa cemburu kepada istrinya?

Asma bintu Abi Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu ‘anha bertutur tentang dirinya dan
kecemburuan suaminya, “Az-Zubair menikahiku dalam keadaan ia tidak memiliki harta dan
tidak memiliki budak. Ia tidak memiliki apa pun kecuali hanya seekor unta dan seekor kuda.
Akulah yang memberi makan dan minum kudanya. Aku yang menimbakan air untuknya dan
mengadon tepung untuk membuat kue. Aku tidak pandai membuat kue sehingga tetangga-
tetanggaku dari kalangan Anshar-lah yang membuatkannya; mereka adalah wanita-wanita
yang jujur. Aku yang memikul biji-bijian di atas kepalaku dari tanah milik Az-Zubair yang
diserahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai bagiannya; jarak tempat
tinggalku dengan tanah tersebut adalah 2/3 farsakh. Suatu hari, aku datang dari tanah Az-
Zubair dengan memikul biji-bijian di atas kepalaku, kemudian aku bertemu dengan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta sekelompok orang dari kalangan Anshar.
Beliau memanggilku, kemudian menderumkan untanya untuk memboncengkan aku di
belakangnya. Namun, aku malu untuk berjalan bersama para lelaki dan aku teringat dengan
Az-Zubair dan kecemburuannya, sementara dia adalah orang yang sangat pencemburu.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui bahwa aku malu maka beliau pun
berlalu. Aku kembali berjalan hingga menemui Az-Zubair. Lalu kuceritakan padanya, ‘Tadi
aku berjumpa dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan aku sedang
memikul biji-bijian di atas kepalaku. Ketika itu, beliau disertai beberapa orang shahabatnya.
Beliau menderumkan untanya agar aku dapat menaikinya, namun aku malu dan aku tahu
kecemburuanmu.’” (Hadits shahih; diriwayatkan oleh Al-Bukhari, no. 5224; Muslim, no.
2182)
Lihatlah wahai para lelaki muslim, bagaimana balutan kecemburuan Az-Zubair terhadap
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam ketika istrinya akan berjalan bersama para lelaki
untuk memboncengkannya dikarenakan istri Az-Zubair memikul biji-bijian di atas
kepalanya! Bandingkan dengan zaman sekarang ini; para lelaki hanya bersikap biasa saja kala
wanita yang menjadi mahram mereka tengah asyik berbicara atau bertemu dengan lelaki yang
bukan mahram mereka.

Juga terdapat sebuah syair yang membuat saya merasa kagum dengan kecemburuan seorang
shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kayu siwak. Semoga kenikmatan selalu
dilimpahkan kepada ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu; beliau pernah melihat Fathimah
radhiallahu ‘anha (istrinya) bersiwak, maka ia cemburu kepadanya jika siwak itu menyentuh
mulut Fathimah. Lalu ia bersenandung dengan syair,

Wahai kayu siwak,


Engkau sungguh beruntung
Bisa menyentuh mulutnya
Dan engkau tidak merasa takut
Tatkala aku melihatmu

Andai aku orang yang ahli berperang


Pastilah engkau telah kubunuh
Namun aku tak miliki siwak
Selain hanya engkau yang kumiliki.

(Lihat Shalahul Ummah fii ‘Uluwwil Himmah, jilid 5; secara ringkas)

Semoga Allah meridhai mereka semua ….

Keenam: Mendengar musik dan nyanyian

Syekhul Islam rahimahullah berkata, “Nyanyian dan musik adalah mantra pembangkit zina
karena dialah faktor paling utama yang menyebabkan manusia terjatuh ke dalam perbuatan
keji. Sungguh, laki-laki, anak-anak, dan wanita atau seseorang itu sangat menjaga diri, tetapi
setelah mendengar musik, ia tidak mampu mengendalikan diri dan mudah berbuat kekejian
serta condong kepadanya, baik sebagai subjek atau objek, sebagaimana yang terjadi di
kalangan para pecandu khamr.” (Ibnu Taimiyyah, Majmu’ Fatawa, 10:417–418)

Ibnu Qayyim rahimahullah berkata, “Di antara bentuk tipu daya musuh Allah Ta’ala dan
perangkapnya yang menipu orang-orang yang memiliki sedikit ilmu, akal, atau agama, serta
bisa menjerat hati orang-orang yang bodoh dan selalu berbuat kesalahan, yaitu mendengarkan
siulan, tepuk tangan, dan nyanyian yang diiringi dengan alat-alat yang diharamkan, yang
akan menyebabkan seseorang selalu berada di atas kefasikan dan perbuatan maksiat. Itulah
al-qur’an (bacaan, ed.) milik setan, sekaligus menjadi hijab (tabir) yang tebal dari Ar-
Rahman (Allah Ta’ala yang Maha Pengasih). Al-qur’an milik setan itu sangat erat
hubungannya dengan perbuatan liwath (homoseks) dan zina. Dengan menggunakan itu, setan
dapat menipu dan memperdaya jiwa-jiwa yang berdosa serta menganggap baik perbuatan ini,
menjadikannya sebagai tipuan syaithan. Setan juga membisikkan syubhat-syubhat (hal-hal
yang menjurus kepada perkara haram) yang batil, sehingga bisikan-bisikan itu diterima, serta
menyebabkan Alquran (yang merupakan wahyu dari Allah, red.) ditinggalkannya.” (Lihat
Ighatsatul Lahafan, 1:232)
Abu Malik Al-Asy’ari berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sungguh akan ada sekelompok manusia dari umatku yang meminum khamr, mereka
memberi nama dengan bukan namanya, mereka berdendang diiringi musik dan para
biduanita, Allah Ta’ala menenggelamkan mereka ke dalam bumi, dan Allah Ta’ala
mengubah (beberapa orang) di antara mereka menjadi monyet dan babi.” (Hadits shahih;
diriwayatkan Imam Ahmad, 1:290; Abu Daud, no. 3988; Ibnu Majah, no. 4020)

Ibnu Qayyim rahimahullah berkata bahwa menurut sebagian ulama, jika hati sudah terbiasa
dengan kebiasaan menipu, makar, dan kefasikan, serta terwarnai dengan sifat keburukan
secara lengkap maka pelakunya akan bertingkah laku seperti hewan kera dan babi. (Ibnul
Qayyim, Ighatsatul Lahafan, hlm. 269)

Karenanya, wahai para pemuda-pemudi, berhati-hati terhadap salah satu penyakit akhlak
yang berbahaya, yaitu menyenangi nyanyian atau tarian, dengan berbagai cara dan sarana
yang mengakibatkan banyak pemuda-pemudi tergila-gila.

Jika seseorang yang tidak sedang dilanda asmara mendengarkan nyanyian, hatinya akan
bergejolak. Lirik-lirik lagu akan membuat pikirannya membayangkan hal-hal yang tidak
seharusnya dia bayangkan dalam benaknya. Lalu bagaimana dengan seorang yang sedang
terfitnah atau dilanda mabuk asmara? Bukankah lirik-lirik lagu akan semakin membuatnya
gila dengan asmara?

Maka waspadalah dan berhati-hatilah terhadap suara-suara setan tersebut. Sebagaimana Allah
Ta’ala berfirman,

َ ‫َّللاِ بِغَي ِْر ِع ْل ٍم َويَت َّ ِخذَ َها ه ُُزوا ً أُولَ ِئكَ لَ ُه ْم‬
‫عذَاب ُّم ِهين‬ َّ ‫سبِي ِل‬ ِ ‫شت َ ِري لَه َْو ا ْل َحدِي‬
َ ‫ث ِليُ ِض َّل عَن‬ ِ َّ‫َو ِمنَ الن‬
ْ َ‫اس َمن ي‬

“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna
untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan, dan menjadikan jalan
Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” (Q.s.
Luqman: 6)

Bersambung, insya Allah ….

Penulis: Ummu Khaulah Ayu.


Muraja’ah: Ustadz Aris Munandar, S.S., M.A.
Hukum Berboncengan Motor dengan Bukan Mahram

Hukum berduaan antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram tanpa kehadiran mahram
dari pihak wanita adalah hal yang diharamkan oleh syariat Islam. Dalilnya adalah sabda
Rasulullah SAW berikut ini:
Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali dia bersendirian
dengan seorang perempuan yang tidak bersama mahramnya, karena yang ketiganya ialah
syaitan. (Riwayat Ahmad)

Sepeda motor untuk daerah tertentu memang menjadi alat transportasi yang amat vital.
Seringkali di suatu desa seseorang yang punya sepeda motor menawarkan bantuan untuk
memboncengkan teman atau tetangganya. Atau memboncengkan teman kantor wanita,
karena barangkali kasihan kalau harus jalan kaki. Pada dasarnya niat menolong ini sangat
baik karena daripada harus jalan kaki yang jaraknya lumayan jauh, atau berjejelan di bus,
maka membonceng teman atau tetangga memang sebuah solusi kepekaan sosial yang baik.

Masalahnya, bagaimana hukum seorang laki-laki memboncengkan wanita teman atau


tetangganya dengan niat semata-mata hanya menolong? Tidak ada tujuan atau itikad aneh-
aneh misalnya untuk selingkuh dan sebagainya.

Jawabnya adalah bahwa….


antara niat dengan cara harus sepadan.

Niat yang baik tidak mungkin dilaksanakan dengan cara yang tidak dibenarkan dalam Islam,
meski mungkin seringkali dianggap lumrah oleh sebagian masyarakat. Tanpa mengurangi
rasa percaya kepada niat baik orang yang menawarkan bantuan untuk memboncengkan,
namun dari posisi duduknya di sepeda motor sudah termasuk hal yang tidak mungkin
dibenarkan.

Sebab umumnya sepeda motor itu hanya punya satu tempat duduk yang bila ada orang yang
membonceng, maka pastilah keduanya berada dalam posisi berduaan, bahkan tubuh mereka
pun bisa saling bersentuhan, baik dengan sengaja atau tidak. Akan sulit mengatakan bahwa
posisi demikian bukan berduaan/khalwat.

Kalau kendaraannya taksi, bajaj atau becak, mungkin masih bisa dikatakan terpisah, sebab
posisi sopir dan penumpang memang dipisahkan. Tetapi sulit untuk mengatakan bahwa dua
orang berlainan jenis yang bukan mahram naik naik sepeda motor berboncengan itu bukan
khalwat. Bagaimana bukan khalwat, padahal tubuh mereka satu sama lain nempel karena satu
tempat duduk?

Cara Mengingatkan

Mengingatkan saudara kita agar tidak terjerumus pada larangan Allah SWT adalah sebuah
kewajiban. Tinggal bagaimana cara menyampaikannya. Tentunya juga harus dengan cara
yang baik. Bukan dengan cara menggunjingkannya, atau melakukna ghibah atau malah
menyebar-nyebarkan berita yang kurang enak didengar itu.

Ada banyak teknik yang bisa diambil. Salah satunya dengan menyampaikannya secara
pribadi dan rahasia kepada yang bersangkutan. Tentu saja bukan dengan bahasa seorang
hakim, melainkan dengan bahasa seorang sahabat sejati. Dan penting untuk dicermati, bahwa
tidak ada seorang pun yang akan merasa nyaman kalau diingatkan atau dinasehati dengan
cara yang kurang tepat.

Mulailah dengan pembicaraan santai, mungkin sambil mentraktir makan, atau sambil jalan-
jalan, pendeknya carilah suasana santai. Lalu mulai masuk ke pembicaraan tentang calon
pasangan hidup masing-masing. Kalau yang bersangkutan merasa nyaman dengan tema
tersebut, masuklah lebih dalam lagi. Mungkin anda bisa bicara tentang berbagai model
manusia dan cara-cara mereka bergaul dengan calon pasangannya. Kemudian bila dia masih
tetap merasa nyaman atau malah tambah asyik dengan tema tersebut, bersabarlah dulu untuk
tidak melakukan tembak di tempat.

Carilah waktu lain lagi untuk kembali saling berbicara tema tersebut. Barangkali kali ini dia
sudah mulai agak terbuka dan siap bercurhat-ria dengan anda. Bahkan bisa jadi hal-hal yang
selama ini disembunyikan, mulai dibuka dan disampaikan. Sementara anda masih tetap harus
bersabar dulu, sebab boleh jadi dia pun masih menebak-nebak kemana arah pembicaraan
anda.

Sampai waktunya dia merasa aman dan nyaman bicara dengan anda, masuklah ke tema
utama, tapi jangan terlalu dalam dulu. Mulailah dari kulit-kulit terluarnya. Dan bila tidak ada
masalah, mungkin bisa sedikit ditambah dengan inti yang lebih berbobot lagi, hingga benar-
benar pesannya tersampaikan, tapi tanpa rasa tersinggung darinya.

Metode seperti ini memang gampang-gampang susah, tapi tetap perlu dilakukan dengan
cermat dan hati-hati. Selamat berjuang dan berdakwah, semoga niat baik dan upaya anda
dimudahkan Allah SWT, Amien.

Wallahu a’lam bish-shawab, Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wa barakatuh

SEBAGAIMANA yang kita maklumi bahwa, komunikasi dengan tulisan melalui jaringan
internet atau yang lebih dikenal dengan ‘chatting’ baru muncul dan popular beberapa tahun
terakhir. Yaitu, tepatnya setelah ditemui jaringan internet. Karena itu dalam kitab-kitab ulama
terdahulu khususnya buku fiqh, istilah ini tidak akan ditemui. Namun asas bagi hukum
‘chatting’ ini sebenarnya sudah dibahas oleh ulama, jauh sebelum jaringan internet
ditemukan.

‘Chatting’ dengan lawan jenis yang bukan mahram sama halnya dengan berbicara melalui
telepon, SMS, dan berkirim surat. Semuanya ada persamaan. yaitu sama-sama berbicara
antara lawan jenis yang bukan mahram. Persamaan ini juga mengandung adanya persamaan
hukum. Karena itu, ada dua perkara berkaitan yang perlu kita bahas sebelum kita lebih jauh
membicarakan hukum ‘chatting’ itu sendiri.

Pertama, adalah hukum bicara dengan lawan jenis yang bukan mahram.

Kedua, adalah hukum khalwat.


Berbicara antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram pada dasarnya tidak dilarang
apabila pembicaraan itu memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan oleh syara’. Seperti
pembicaraan yang mengandung kebaikan, menjaga adab-adab kesopanan, tidak menyebabkan
fitnah dan tidak khalwat. Begitu jika hal yang penting atau berhajat umpamanya hal jual beli,
kebakaran, sakit dan seumpamanya maka tidaklah haram.

Dalam sejarah kita lihat bahwa isteri-isteri Rasulullah SAW berbicara dengan para sahabat,
ketika menjawab pertanyaan yang mereka ajukan tentang hukum agama. Bahkan ada antara
isteri Nabi SAW yang menjadi guru para sahabat selepas wafatnya baginda yaitu Aisyah RA.

Dalam hal ini, Allah SWT berfirman yang artinya: “Karena itu janganlah kamu (isteri-isteri
Rasul) tunduk(yakni melembutkan suara) dalam berbicara sehingga orang yang dalam
hatinya ada penyakit memiliki keinginan buruk. Tetapi ucapkanlah perkataan yang baik”.
(QS. al-Ahzab: 32)

Imam Qurtubi menafsirkan kata ‘Takhdha’na’ (tunduk) dalam ayat di atas dengan arti lainul
qaul (melembutkan suara) yang memberikan rasa ikatan dalam hati. Yaitu menarik hati orang
yg mendengarnya atau membacanya adalah dilarang dalam agama kita.

Artinya pembicaraan yang dilarang adalah pembicaraan yang menyebabkan fitnah dengan
melembutkan suara. Termasuk di sini adalah kata-kata yang diungkapkan dalam bentuk
tulisan. Karena dengan tulisan seseorang juga bisa mengungkapkan kata-kata yang
menyebabkan seseorang merasakan hubungan istimewa, kemudian menimbulkan keinginan
yang tidak baik.

Termasuk juga dalam melembutkan suara adalah kata-kata atau isyarat yang mengandung
kebaikan, namun ia boleh menyebabkan fitnah. Yaitu dengan cara dan bentuk yang
menyebabkan timbulnya perasaan khusus atau keinginan yang tidak baik pada diri lawan
bicara yang bukan mahram. Baik dengan suara ataupun melalui tulisan.

Jika ada unsur-unsur demikian ia adalah dilarang meskipun pembicara itu mempunyai niat
yang baik atau niatnya biasa-biasa saja.

Related Posts

Berani Pacaran? Ini Akibatnya

16 Des 2017

Inilah Tips Menghindari Pacaran

13 Des 2017

Jangan Pacaran, Yuk Putusin Saja

26 Nov 2017
Adapun khalwat, hukumnya dilarang dalam agama Islam. Sebagaimana dalam sabda
Rasulullah SAW yang artinya:

“Janganlah ada di antara kalian yang berkhalwat dengan seorang wanita kecuali dengan
mahramnya,” (HR. Bukhari dan Muslim)

Khalwat adalah perbuatan menyepi yang dilakukan oleh laki-laki dengan perempuan yang
bukan mahram dan tidak diketahui oleh orang lain. Perbuatan ini dilarang karena ia dapat
menyebabkan atau memberikan peluang kepada pelakunya untuk terjatuh dalam perbuatan
yang dilarang.

Kerana ada sabda Nabi SAW bermaksud: “Tiadalah seorang lelaki dan perempuan itu jika
mereka berdua-duaan melainkan syaitanlah yang ketiganya,” (Hadis Sahih).

Khalwat bukan saja dengan duduk berduaan. Tetapi berbual-bual melalui telepon di luar
keperluan syar’i juga dianggap berkhalwat. Karena mereka sepi dari kehadiran orang lain,
meskipun secara fisik mereka tidak berada dalam satu tempat. Namun melalui telepon
mereka lebih bebas membicarakan apa saja selama berjam-jam tanpa merasa dikawal oleh
siapapun juga.

Dan haram juga ialah perkara-perkara syahwat yang membangkitkan hawa nafsu contohnya
yang berlaku pada kebanyakkan muda-mudi atau remaja-remaja sekarang dimana sms atau
email atau Facebook atau sejenisnya menjadi alat untuk memadu kasih. Semuanya dijadikan
alat memuaskan nafsu di antara pasangan dan masing-masing melunaskan keinginan dan
nafsu semata-mata. Membincangkan perkara-perkara cabul lebih-lebih lagi hukumnya adalah
haram.

Kesimpulan :

Hukum chatting sama dengan menelepon sebagai mana yang sudah kita terangkan di atas.
Artinya chatting di luar keperluan yang syar’i termasuk khalwat. Begitu juga dengan sms.
Walaupun dengan niat berdakwah. Karena berdakwah kepada jenis lawan bukanlah suruhan
agama kerana Allah telah menetapkan untuk berdakwah kepada lelaki adalah lelaki juga,
begitu juga sebaliknya.

Namun bila ada tuntutan syar’i yang darurat, maka itu diperbolehkan sesuai keperluan.
Tentunya dengan syarat-syarat yang sudah kita jelaskan di atas. Di sinilah menuntut
kejujuran kita kpd Allah dalam mengukur sejauhmana urusan kita itu satu keperluan atau
mengikut nafsu semata-mata. Dan kejujuran itu pula bergantung sejauhmana iman kita
kepada Allah. Jika muraqabatillah kita kuat (yakni merasa diri sentiasa dalam pandangan
Allah), maka itu yang akan menjadi pengawal kita. Jika tidak maka kita akan hanyut bersama
orang-orang yang terpedaya dengan teknologi moden ini. Na’uzubillah.

Internet sangat baik untuk kita, dimana ia memudahkan banyak urusan kita tapi jika kita
menyalahgunakannya akan membawa akibat buruk kepada akhlak dan masyarakat kita.

[berbagai sumber]
Banyak dari remaja yang masih bertanya-tanya tentang Hukum Chatting dan SMS
pada Lawan Jenis bukan mahram. Dan saya pun tertarik untuk membahasnya di
blog. Maka dari itu dalam kesempatan ini disini saya akan mengupas sedikit tentang
Hukum chatting dan SMS kepada lawan jenis tersebut. Sewaktu mengunjungi
Mbah Google dan mencari referensinya, ternyata bahasan tentang hukum chatting
/ sms pada lawan jenis menarik juga untuk didiskusikan dan ditanyakan kepada
ustadz yang paham di bidang syari’ah. Dari setiap bahasan yang saya ambil, saya
dapat menyusunnya seperti berikut :

Hukum SMS / chatting ke ikhwan / akhwat (lawan jenis bukan mahram) adalah
sama dengan berkhalwat (berduaan) alias haram. Karena hukumnya adalah
sama dengan khalwat (dilarang dalam agama), maka berlaku juga untuk email,
telepon, message facebook dll. Tetapi bisa jadi hukum sms / chatting dengan lawan
jenis menjadi boleh.
Dengan syarat :

1. Diperlukan dan mendesak


2. Memang tidak bisa melalui mahram (Terpaksa)
3. Seperlunya saja
4. Tidak ditambah-tambah dengan gurauan, candaan, ataupun rayuan
5. Tidak keluar dari rambu-rambu dan adab bergaul dalam Islam
6. Hendaklah berada di ruang publik sehingga tidak menimbulkan pintu fitnah
7. Hendaklah antara kedua orang yang sms atau chatting tersebut dapat
dipercaya untuk tetap mematuhi adab-adab bergaul dalam Islam
8. Tentang ilmu dan pelajaran (Tetapi kembali ke point 3)

Sementara itu, banyak dari kaum muda mudi yang menggunakan alasan dakwah
untuk bisa SMS-an dan chatting-an dengan bukan mahramnya. Dalam surat Al-
Anbiya ayat 7: َ‫علَ ُمون‬
ْ َ‫ت‬ َ‫ال‬ ‫ُكنت ُ ْم‬ ‫ِّإن‬ ‫الذ ْك ِّر‬
ِّ ‫أ َ ْه َل‬ ْ‫فَا ْسأَلُوا‬
“Maka Tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada
mengetahui.”

Tetapi dalam batas sewajarnya saja. Jika bisa, tanyakan pada yang mahram (tanpa
perlu sms/ atau chatting pada bukan mahram) ataupun bisa juga searching di
Mbah Google sendiri (tanpa perlu chatting / sms). Hal ini perlu untuk menghindari
kemadharatan. Dan karena terkadang hal-hal yang awalnya untuk kebaikan malah
menjerumuskan seseorang pada perbuatan yang diharamkan. (Markaz al Fatw No.
1759).

Hal ini (chatting / sms alasan dakwah) bisa lebih bahaya daripada orang fasik yang
terang-terangan, kenapa? Karena mereka (orang-orang fasik itu) sadar bahwa
perbuatan mereka keliru dan merupakan langkah awal memperbaiki diri. Tidak
seperti mereka yang chattingan dan sms-an untuk alasan dakwah, mereka pikir
justru kemaksiatan itu ibadah (Astaghfirullah!). Perbincangan antara pemuda dan
pemudi lewat surat (internet) mengandung fitnah dan bahaya yang besar.
Seharusnya dijauhinya, meskipun penanya mengatakan, bahwa disitu tidak ada
bujuk rayu.“ Fatawa Al-Mar’ah, dikumpulkan oleh Muhammad Al-Musnid, hal. 96.
Apakah cukup sampai disini? Tidak jarang bermula dari sebatas obrolan biasa,
sehingga lebih pribadi, dan lebih pribadi lagi dan muncullah getar-getar cinta yang
tidak seharusnya sampai pada akhirnya berpacaran. Naudzubillah min dzalik! (Baca:
Dalam Islam Pacaran itu Haram). Kalau sudah begini, yang awalnya berkhalwat
lewat facebook atau SMS bisa jatuh pada pertemuan dan perzinahan. Setan pun
tertawa lebar-lebar.

‫اء‬
ِّ ‫س‬
َ ِّ‫الن‬ َ‫ِّمن‬ ‫الر َجا ِّل‬
ِّ ‫َعلَى‬ َ َ‫أ‬
‫ض َّر‬ ً‫فِّتْنَة‬ ‫ِّي‬
ْ ‫بَ ْعد‬ ُ‫ت َ َر ْكت‬ ‫َما‬
“Tidaklah aku meninggalkan sesudahku suatu fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-
laki daripada wanita.” (HR. Muslim)

‫ثَا ِّلث ُ ُه َما‬ َ ‫ش ْي‬


َ‫طان‬ َّ ‫ال‬ ‫فَإ ِّ َّن‬ ‫ام َرأ َ ٍة‬
ْ ِّ‫ب‬ ‫أ َ َح ُد ُك ْم‬ ‫يَ ْخلُ َو َّن‬ َ‫ال‬
“Janganlah salah seorang dari kalian berduaan dengan seorang wanita karena
sesungguhnya syaithan yang ketiganya.” (Shahih, HR. Ahmad dan lainnya dari
‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu)

Sabda Rasulullah Saw juga: "Janganlah ada di antara kalian yang berkhalwat
dengan seorang wanita kecuali dengan mahram." (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hal ini, kita dapat mengetahui, meskipun yang awalnya tidak menunjukkan
ketertarikan, tapi pada hakikatnya syetan itu dapat dengan mudah menggoda
manusia sehingga pertahanan keimanan seorang Bani Adam pun bisa hancur
karena syahwat. Begitu pula kaum Hawa.

Mungkin kaum muda mudi bertanya, mengapa Islam begitu memperhatikan


batasan-batasan antara ikhwan dan akhwat? Di antara tujuan utama syariat Islam
adalah menjaga keturunan dan kehormatan. Oleh karena itu, Allah mengharamkan
zina dan mengharamkan semua sarana yang menuju ke sana. Baik khalwat
(berduaan) antara lelaki dengan wanita asing, pandangan berdosa, safar tanpa
mahram dan keluarnya wanita dari rumah dalam keadaan memakai minyak wangi
dan bersolek, berpakaian namun telanjang. Di antara sarana tersebut, adalah
perbincangan laki-laki penipu dengan wanita. Dia mengeluarkan bujuk rayunya,
membangkitkan syahwat agar terjerat pada perangkapnya. Baik hal itu terjadi di
jalan, perbincangan telpon atau surat menyurat, atau yang lainnya.

Syekh Ibn Jibrin rahimahullah telah ditanya: “Apa hukum chatting antara para
pemuda dan pemudi, perlu diketahui bahwa chatting ini bebas dari kefasikan, bujuk
dan rayu.”

Beliau menjawab: “Tidak dibolehkan seorang pun mengirim surat kepada wanita
yang bukan mahram. Karena hal itu dapat menimbulkan fitnah. Mungkin pengirim
tulisan tersebut menyangka tidak akan terjadi fitnah. Akan tetapi setan senantiasa
menggoda, baik laki-laki tertarik dengan sang wanita dan wanitanya tertarik dengan
sang lelaki. Sungguh Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan orang
yang mendengar Dajjal agar menjauhinya. Beliau mengabarkan bahwa seseorang
datang dalam kondisi beriman, akan tetapi Dajjal senantiasa menggodanya sampai
dia terkena fitnah."
Referensi :
http://www.konsultasisyariah.com
http://www.eramuslim.com
http://ummuayman.wordpress.com/2010/05/28/hukum-chatting-dengan-bukan-
muhrim-melalui-internet-dan-telefon/

Shalat Jamaah Berdua dengan Wanita yang Bukan Mahram

Bolehkah shalat berdua dg wanita teman kampus di musolah jurusan?. Krn pas waktu shalat,
ada teman akhwat yang mengajak jamaah.

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ََل يَ ْخلُ َو َّن َر ُج ٌل بِا ْم َرأَةٍ إِ ََّل َو َمعَ َها ذُو َمحْ َر ٍم‬

”Jangan sampai seorang lelaki berdua-duaan dengan seorang perempuan, kecuali dia
ditemani mahramnya.” (HR. Bukhari 5233 dan Muslim 1341).

Kemudian dari Umar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

َّ ‫ََل َي ْخلُ َو َّن َر ُج ٌل ِبا ْم َرأَةٍ ِإ ََّل َكانَ ثَا ِلثَ ُه َما ال‬
َ ‫ش ْي‬
ُ‫طان‬

”Jangan sampai seorang lelaki berdua-duaan dengan seorang perempuan. Jika terjadi
makhluk ketiganya adalah setan.” (HR. Ahmad 177, Turmudzi 2165, dan dishahihkan
Syuaib al-Arnauth).

Abu Ishaq as-Syaerozi – ulama syafiiyah – (w. 476 H.) menyatakan,

‫ َل يخلون رجل بامرأة فإن ثالثهما الشيطان‬: ‫ويكره أن يصلي الرجل بامرأة أجنبية ; لما روي أن النبي قال‬

Makruh (tahrim) seorang laki-laki shalat mengimami seorang wanita yang bukan mahram.
Berdasarkan hadis yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau
bersabda, ”Jangan sampai seorang lelaki berdua-duaan dengan seorang perempuan. Jika
terjadi makhluk ketiganya adalah setan.” (al-Muhadzab, 1/183).

Penjelasan an-Nawawi dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab,

‫ قال أصحابنا إذا أم الرجل بامرأته أو محرم له وخال بها جاز بال كراهة ألنه‬:‫المراد بالكراهة كراهة تحريم هذا إذا خال بها‬
‫يباح له الخلوة بها في غير الصالة وإن أم بأجنبية وخال بها حرم ذلك عليه وعليها لألحاديث الصحيحة‬

Yang dimaksud makruh dari keterangan beliau adalah makruh tahrim (artinya: haram). Ini
jika lelaki itu berduaan dengan seorang perempuan. Para ulama madzhab Syafii mengatakan,
apabila seorang lelaki mengimami istrinya atau mahramnya, dan berduaan dengannya,
hukumnya boleh dan tidak makruh. Karena boleh berduaan dengan istri atau mahram di luar
shalat. Namun jika dia mengimami wanita yang bukan mahram dan berduaan dengannya,
hukumnya haram bagi lelaki itu dan haram pula bagi si wanita. (al-Majmu’ Syarh al-
Muhadzab, 4/277).

Bahkan an-Nawawi juga menyebutkan keterangan dari Imam as-Syafii, bahwa beliau
mengharamkan seorang laki-laki sendirian, mengimami jamaah wanita, sementara di antara
jamaah itu, tidak ada seorangpun lelaki. Kata an-Nawawi,

‫ أن الشافعي نص على أنه يحرم أن يصلي الرجل بنساء منفردات إَل أن يكون فيهن‬..‫ونقل إمام الحرمين وصاحب العدة‬
‫محرم له أو زوجة وقطع بانه يحرم خلوة رجل بنسوة إَل أن يكون له فيهن محرم‬

Imamul Haramain dan penulis kitab al-Uddah.., bahwa Imam as-Syafii menegaskan,
haramnya seorang laki-laki mengimami jamaah beberapa wanita tanpa lelaki yang lain.
Kecuali jika ada diantara jamaah wanita itu yang menjadi mahram si imam atau istrinya.
Beliau juga menegaskan, bahwa terlarang seorang lelaki berada sendirian di tengah para
wanita, kecuali jika di antara mereka ada wanita mahram lelaki itu. (al-Majmu’ Syarh al-
Muhadzab, 4/278).

Mengapa Diharamkan?

Sekalipun dalam kondisi ibadah, kita diperintahkan untuk menghindari segala bentuk fitnah.
Tak terkecuali fitnah syahwat.

Dalam Syarh Zadul Mustaqni’, Syaikh as-Syinqithy menjelaskan,

:‫ وقال‬،‫ ما خال رج ٌل بامرأة إَل كان الشيطان ثالثهما‬:‫وإذا خال بأجنبية فإنه منهي عن هذه الخلوة لقوله عليه الصالة والسالم‬
‫ وبنا ًء على ذلك َل يصلي الرجل األجنبي بالمرأة األجنبية على خلوة؛ ألنه قد‬:‫ قالوا‬،‫)أَل َل يخلون رج ٌل بامرأة( فهذا نهي‬
‫يخرج عن مقصود الصالة إلى الفتنة‬

Apabila seseorang berdua-duaan dengan seorang wanita yang bukan mahram, hukumnya
terlarang. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ’Jika seorang lelaki
berduaan dengan wanita, maka setan yang ketiganya.’ Beliau juga bersabda, ’Janganlah
seorang lelaki berduaan dengan seorang wanita.’ Ini larangan. Para ulama mengatakan,
berdasarkan hal ini, tidak boleh seorang lelaki mengimami shalat dengan wanita yang bukan
mahram, secara berdua-duaan. Karena bisa jadi keluar dari tujuan utama yaitu shalat, menjadi
sumber fitnah syahwat. (Syarh Zadul Mustaqni’, 3/149).

Hal yang sama juga disampaikan Imam Ibnu Utsaimin,

‫محر ٌم‬
َّ ‫ألن ما أفضى إلى ال ُم َح َّر ِم فهو‬ ُ ‫إذا خَال بها فإنَّه‬
َّ ‫يحر ُم عليه أن يَؤ َّمها ؛‬

Apabila seorang lelaki berduaan dengan wanita yang bukan mahram, maka haram baginya
untuk menjadi imam bagi wanita itu. Karena segala yang bisa mengantarkan kepada yang
haram, hukumnya haram. (as-Syarh al-Mumthi’, 4/251).

Kesimpulan:
1. Landasan Imam as-Syafii menilai haram model jamaah semacam ini adalah hadis larangan
berdua-dua-an dengan wanita yang BUKAN MAHRAM.
2. Yang dihukumi haram adalah kondisi berdua-duaan, yang itu terlarang secara syariat. Jika
terjadi jamaah 2 orang lelaki dan perempuan, namun tidak berdua-an, karena di sekitarnya
ada beberapa orang yang juga berada di masjid, tidak masalah.
3. Jika seseorang hendak berjamaah dengan wanita, dia bisa kondisikan, jangan sampai terjadi
seperti yang disebutkan dalam artikel. Jika tidak memungkinkan, maka bisa shalat
bergantian.
4. Mengingatkan kesalahan yang dilakukan masyarakat, bagian dari amar makruf nahi munkar.
Selama ada landasannya, itu dibenarkan, sekalipun orang bodoh menolaknya

Allahu a’lam.

Dijawab oleh ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)

KonsultasiSyariah.com didukung oleh Zahir Accounting Software Akuntansi Terbaik


di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai