Anda di halaman 1dari 2

Refleksi Setelah Mengkaji Teori Belajar

Moch. Ramadhan Mubarak (1706601)

Aliran psikologi tingkah laku berpendapat bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman, dan merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan
respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus
dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa,
sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh
guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan
karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Hal yang dapat diamati adalah stimulus dan
respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh
siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan
tingkah laku tersebut. Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran psikologi tungkah laku
adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement)
maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative
reinforcement) maka responpun akan semakin kuat.
Sedangkan aliran psikologi kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil
belajarnya. Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan
hubungan antara stimulus dan respon. Tidak seperti model belajar tingkah laku yang
mempelajari proses belajar hanya sebagai hubungan stimulus-respon, model belajar kognitif
merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual. Model
belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta
pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar
merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah
laku yang nampak.
Seiring dengan kemajuan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan, teori-teori
psikologi pembelajaran tersebut mempunyai beberapa kelemahan, yang menuntut adanya
pemikiran teori belajar yang baru. Dikatakan bahwa, teori-teori aliran tingkah laku itu bersifat
otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon, sehingga terkesan seperti
kinerja mesin atau robot, padahal setiap manusia memiliki kemampuan mengarahkan diri (self-
direction) dan pengendalian diri (self control) yang bersifat kognitif, dan karenanya ia bisa
menolak respon jika ia tidak menghendaki, misalnya karena lelah atau berlawanan dengan kata
hati, dan proses belajar manusia yang dianalogikan dengan perilaku hewan itu sangat sulit
diterima, mengingat mencoloknya perbedaan karakter fisik dan psikis antara manusia dan
hewan.
Pandangan teori tingkah laku telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari
semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan
teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine,
Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada
konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement),
merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan
Skiner.Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi
belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan
dan/atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini
tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan
stimulus dan respon.
Teori aliran kognitif pada masa awal diperkenalkannya, para ahli mencoba menjelaskan
bagaimana siswa mengolah stimulus, dan bagaimana siswa tersebut bisa sampai ke respon
tertentu (pengaruh aliran tingkah laku masih terlihat di sini). Namun, lambat laun perhatian itu
mulai bergeser. Saat ini perhatian mereka terpusat pada proses bagaimana suatu ilmu yang baru
berasimilasi dengan ilmu yang sebelumnya telah dikuasai oleh siswa. Menurut teori ini, ilmu
pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang
berkesinambungan dengan lingkungan. Dalam praktik, teori ini antara lain terwujud dalam
“tahap-tahap perkembangan” yang diusulkan oleh Jean Piaget, “belajar bermakna”nya
Ausubel, dan “belajar penemuan secara bebas” (free discovery learning) oleh Jerome Bruner.
Dari pembahasan diatas, peranan guru ialah bagaimana dapat mengembangkan potensi
kognitif yang ada pada setiap peserta didik. Jika potensi kognitif yang ada pada setiap peserta
didik telah dapat berfungsi dan menjadi aktual oleh proses pendidikan di sekolah, maka peserta
didik akan mengetahui dan memahami serta menguasai materi pelajaran yang dipelajari di
sekolah melalui proses belajar mengajar di kelas.
Menurut hemat saya dalam pembelajaran matematika haruslah bermakna bagi siswa.
Meaningful learning diartikan sebagai belajar bermakna, yaitu belajar dengan melalui tahapan
mengetahui, memahami, mengaplikasikan, dan memilikinya untuk dimanfaatkan lebih lanjut.
Belajar dengan cara menghapal saja tidak bermakna, misalnya guru menerangkan bahwa 3 x 2
= 6 kemudian dihafalkan adalah belajar pada tahap mengetahui saja belum bermakna, karena
belum tentu memahami mengapa hasilnya 6, apa lagi mengaplikasikan dan memilikinya.

Anda mungkin juga menyukai