Anda di halaman 1dari 13

Psikologi Belajar, David Ary Wicaksono, M. Si.

EDWIN RAY GUTHRINE

1. BIOGRAFI
Lahir pada 1886 dan meninggal pada 1959. Dia adalah professor psikologi di
Universitas of Washington dari 1914 sampai pensiun pada 1956.

2. PENGERTIAN BELAJAR
Menurut Guthrie, belajar adalah hasil dari kontiguitas antara satu pola
stimulasi dengan satu respon, dan belajar akan lengkap (asosiasi penuh) hanya
setelah penyandingan antara stimuli dan respon.

3. KONSEP TEORITIS UTAMA (HUKUM BELAJAR)


Sebagian besar teori belajar dapat dianggap sebagai usaha menentukan
kaidah yang mengatur terjadinya asosiasi antara stimuli dan respon. Guthrine
(1952), bahwa kaidah yang dikemukakan oleh para teorisi Thorndike dan
Pavlov adalah terlalu ruwet dan tidak perlu, dan sebagai penggantinya dia
mengusulkan satu hukum belajar, law of contiguity ( hukum kontiguitas ), yang
dinyatakan sebagai berikut : “kombinasi stimuli yang mengiringi suatu gerakan
akan cenderung diikuti oleh gerakan itu jika kejadiannya berulang”. Cara lain
untuk mengatakan hukum kontiguitas adalah jika anda melakukan sesuatu
dalam situasi tertentu, pada waktu lain saat anda dalam situasi itu anda
cenderung akan melakukan hal yang sama. Dalam publikasi terakhirnya
sebelum meninggal, Guthrie (1959) merevisi hukum kontiguitasnya menjadi
“apa-apa yang dilihat akan menjadi sinyal untuk apa-apa yang dilakukan”. Ini
adalah cara Guthrie mengakui begitu banyak banyaknya jumlah stimuli yang
dihadapi organisme pada satu waktu tertentu dan organisme tidak mungkin
membentuk asosiasi dengan semua stimuli itu. Organisme akan merespon
secara selektif pada sebagian kecil dari stimuli yang dihadapinya, dan proporsi
inilah yang akan diasosiasikan dengan respon.
Belajar Satu Percobaan
Unsur lain dari hukum asosiasi Aristoteles adalah hukum frekuensi, yang
menyatakan bahwa kekuatan asosiasi akan tergantung pada frekuensi
kejadiannya. Semakin sering suatu respon dikuatkan dalam situasi tertentu
akan semakin besar kemungkinan respon itu akan dilakukan saat situasi itu
terjadi lagi. Namun prinsip one-trial learning (belajar satu percobaan) dari
Guthrie (1942) menolak hukum frekuensi sebagai prinsip belajar : “ suatu pola
stimulus mendapatkan kekuatan asosiatif penuh pada saat pertama kali
dipasangkan dengan suatu respon”.

4. KONSEP DASAR
a. Prinsip Kebaruan
Prinsip kontiguitas dan belajar satu percobaan membutuhkan recency
principle (prinsip kebaruan), yang menyatakan bahwa respons yang
dilakukan terakhir kali dihadapan seperangkat stimuli adalah respons yang
akan dilakukan ketika kombinasi stimulus itu terjadi di waktu lain. Dengan
kata lain, apa pun yang kita lakukan terakhir kali dalam situasi tertentu
akan cenderung kita lakukan lagi jika situasi itu kita jumpai lagi.

b. Stimuli yang Dihasilkan oleh Gerakan


Guthrie menganggap akan keliru jika kita menganggap asosiasi yang
dipelajari sebagai hanya asosiasi antara stimuli lingkungan dengan
perilaku nyata. Misalnya, kejadian dilingkungan dan responnya terkadang
dipisahkan oleh satu interval waktu, dan karenanya sulit untuk
menganggap keduanya sebagai terjadi bersamaan. Guthrie memecahkan
problem ini dengan mengemukakan adanya movement-producted stimuli
(stimuli yang dihasilkan oleh gerakan), yakni disebabkan oleh gerakan
tubuh. Jika kita mendengar suara dan menengok kea rah suara itu,
misalnya, maka otot, atau tendon dan sendi bergabung membentuk stimuli
yang berbeda dari stimuli eksternal yang menyebabkan kita menoleh.

1
Fakta penting yang disebabkan stimuli oleh gerakan ini adalah bahwa
respon dapat dikondisikan ke stimuli semacam itu. Yakni, setelah satu
respon dipicu oleh stimuli eksternal, tubuh itu sendiri menghasilkan
stimulus untuk respon selanjutnya, dan seterusnya. Jadi, interval antara
kejadian suatu stimulus eksternal dengan respon akhirnya diisi oleh stimuli
yang dihasilkan oleh gerakan.

Mengapa Praktik Latihan Meningkatkan Performa?


Guthrie membedakan antara acts (tindakan) dengan movements
(gerakan). Gerakan adalah kontraksi otot, tindakan terdiri dari berbagai
macam gerakan. Tindakan biasanya didefinisikan dalam term apa-apa
yang dicapainya, yakni perubahan apa yang mereka lakukan dalam
lingkungan. Sebagai contoh tindakan, Guthrie menyebut misalnya
mengetik surat, makan pagi, melempar bola, membaca buku atau menjual
mobil. Guthrie (1942) mengatakan “belajar biasanya terjadi dalam satu
episode asosiatif”. Dibutuhkan banyak latihan dan banyak repetisi untuk
mendapatkan keterampilan tertentu, sebab keterampilan membutuhkan
banyak gerakan spesifik yang harus dikaitkan dengan berbagai situasi
stimulus yang berbeda-beda. Keterampilan atau keahlian bukan kebiasaan
sederhana, tetapi sekumpulan besar kebiasaan yang menghasilkan sesuatu
prestasi tertentu dalam berbagai macam situasi. Hubungan antara satu
perangkat stimuli dengan satu gerakan dipelajari secara lengkap dalam
satu kali percobaan, namun proses belajar ini tidak melahirkan kemahiran
dalam menjalankan suatu keahlian atau keterampilan. Misalnya menyetir
mobil, mengoperasikan komputer atau bermain sepak bola, semua itu
adalah keahlian yang rumit yang terdiri dari banyak asosiasi respon
stimulus dan salah satu dari ikatan atau asosiasi ini dipelajari secara
menyeluruh dalam satu percobaan. Tetapi dibutuhkan waktu dan latihan
agar asosiasi yang dibutuhkan bisa terwujud. Jadi, keahlian seperti
menjalankan program pengolah kata (mengetik) membutuhkan banyak
koneksi S-R spesifik , masing-masing dipelajari dalam satu kali percobaan.

2
Menurut Guthrie, penyebab Thorndike menemukan peningkatan
sistematis melalui percobaan suksesif adalah karena dia meneliti belajar
suatu keahlian, bukan belajar gerakan individual.

c. Sifat Penguatan
Apa yang menggantikan kekuatan dalam teori Guthrie? pada poin ini
Guthrie menggunakan isu yang dibahas Thorndike yang menjadikan revisi
hukum efek sebagai dasar teorinya. Menurut Thorndike, ketika satu respon
menimbulkan keadaan yang memuaskan, probabilitas terulangnya respon
akan meningkat. Guthrie menganggap hukum efek adalah tidak
dibutuhkan. Menurut Guthrie, reinforcement (penguatan) hanyalah
aransemen mekanis, yang dianggap dapat dijelaskan dengan hukum
belajarnya. Menurut Guthrie, penguatan mengubah kondisi yang
menstimulasi dan karenanya mencegah terjadinya nonlearning, misalnya,
dalam kotak teka teki, hal terakhir yang dilakukan hewan sebelum
menerima satu penguat adalah menggerakan satu tuas atau menarik cincin.
Karenanya, respon yang memungkinkan hewan untuk keluar dari kotak
misalnya menggerakan tuas akan mengubah semua pola stimuli yang
dialami hewan. Menurut prinsip kebaruan, ketika hewan diletakan kembali
kedalam kotak teka teki, ia cenderung akan menggerakan tuas lagi.
Dengan kata lain, setelah bebas dari kotak dengan menggerakan tuas si
hewan akan mempertahankan asosiasi antara keadaan berada dikotak
dengan menggerakan tuas. Dalam kenyataannya, respons terakhir yang
dilakukan dikotak teka teki itu akan menjadi respons yang dilakukan
hewan saat ia diletakkan lagi ke dalam kotak, terlepas dari jenis respon pa
itu.

Eksperimen Guthrie-Horton
Guthrie dan Horton (1946) secara cermat mengamati sekitar delapan
ratus kali tindak melepaskan diri dari kotak teka teki yang dilakukan oleh
kucing. Kotak yang mereka pakai sama dengan yang dipakai Thorndike

3
dalam melakukan eksperimennya. Guthrie dan Horton menggunakan
banyak kucing sebagai subjek percobaan, tetapi mereka melihat setiap
kucing belajar keluar dari kotak dengan cara sendiri-sendiri yang berbeda-
beda. Respon khusus yang dipelajari oleh hewan tertentu adalah respon
yang dilakukan hewan sebelum keluar dari kotak. Karena respon ini
cenderung diulang lagi saat kucing diletakkan dikotak diwaktu yang yang
lain, maka ia dinamakan stereotyped behaviour (perilaku seteriotip).
Misalnya kucing A akan menekan tuas dengan pantatnya, kucing B dengan
kepalanya dan kucing C dengan cakarnya. Guthrie mengatakan bahwa
dalam masing-masing kasus, terbukanya pintu kotak merupakan
perubahan yang mendadak dalam kondisi yang menstimulasi. Dengan
mengubah kondisi yang menstimulasi, respon menggerakan tuas dengan
pantat, misalnya, tidak akan dilupakan. Hal terakhir yang dilakukan hewan
sebelum membuka pintu adalah mendorong tuas dengan menggunakan
pantat dan karena mendorong dengan pantat itulah kondisi yang
menstimulasi berubah. Jadi, berdasarkan hukum kebaruan, ketika kita
menempatkan hewan itu lagi ke kotak diwaktu yang lain, hewan itu akan
merespon dengan mendorong tuas dengan pantatnya, dan iniliah yang
dilihat oleh Guthrie dan Horton dalam percobaannya. Guthrie dan Horton
(1946) mengamati bahwa sering kali hewan, setelah bebas dari kotak, akan
mengabaikan ikan yang diberikan kepadanya. Meskipun hewan itu
mengabaikan objek yang disebut sebagai penguatan tersebut, hewan itu
tetap bisa keluar dari kotak dengan lancar ketika waktu yang yang lain ia
masukkan lagi ke dalam kotak. Observasi ini, menurut Guthrie,
memperkuat pendapatnya bahwa penguat hanyalah aransemen mekanis
yang mencegah terjadinya unlearning. Guthrie menyimpulkan bahwa
setiap kejadian yang diikuti dengan respon yang diinginkan dari hewan
akan mengubah kondisi yang menstimulasi dan karenanya
mempertahankan respon di dalam kondisi yang menstimulasi sebelumnya.

4
d. Lupa
Bukan hanya belajar saja yang terjadi di dalam satu percobaan tetapi
demikian pula halnya dengan lupa (forgetting). Menurut, Guthrie, lupa
disebabkan oleh munculnya respon alternative dalam satu pola stimulus.
Setelah pola stimulus menghasilkan respon alternatif, pola stimulus itu
akan cenderung mneghasilkan respon baru. Jadi, menurut Guthrie, lupa
pasti melibatkan proses belajar baru. Ini adalah bentuk retroactive-
inhibition (hambatan rektroaktif) yang ekstrem, yakni fakta bahwa proses
belajar lama diintervensi oleh proses belajar baru. Untuk menunjukan
hambatan rektroaktif, contoh adalah seseorang yang belajar tugas A
kemudian belajar tuga B lalu di uji untuk tugas A. Satu orang lainnya
belajar tugas A, tetapi tidak belajar tugas B, dan kemudian di uji pada tugas
A. secara umum ditemukan bahwa orang pertama mengingat tugas A lebih
sedikit ketimbang orang kedua. Jadi, tampak bahwa mempelajari sesuatu
yang baru (tugas B) telah mencampuri retensi dari apa yang telah dipelajari
sebelumnya (tugas A) . Guthrie menerima bentuk hambatan retroaktif
ekstrem ini . Pendapatnya bahwa setiap kali mempelajari sesuatu yang
baru, maka proses itu akan “menghambat” sesuatu yang lama.

Ringkasan Teori Guthrie


Asosiasi antara kondisi yang menstimulasi dengan gerakan terus-menerus
dibuat. Asosiasi antara stimulus dan respon terjadi hanya karena keduanya
terjadi bersama-sama. Asosiasi itu dapat berupa antara stimuli eksternal dengan
respon nyata atau antara stimuli yang diproduksi gerakan dengan respon nyata.
Asosiasi ini akan terus berlanjut sampai respon yang sama terjadi ketika ada
stimuli lain atau sampai stimuli yang sama terjadi namun responnya tidak
terjadi karena ada hambatan. Dalam situasi belajar yang terstruktur, seperti
dalam kotak teka-teki, lingkungan ditata sedemikian rupa sehingga terjadi
perubahan secara tiba-tiba dalam stimulasi setelah respon tertentu dilakukan.
Misalnya, jika kucing menekan tuas, pintu akan terbuka dan ia akan bisa keluar.
Guthrie mengatakan bahwa setelah kucing menekan tuas situasi stimulusnya

5
tiba-tiba berubah dan asosiasi apa pun yang ada sebelum waktu perubahan itu
akan tetap dipertahankan. Asosiasi paling akhir (baru) sebelum perubahan
mendadak itu adalah asosiasi antara stimulasi dalam kotak dengan respon yang
memungkinkan hewan itu keluar. Menurut prinsip kebaruan ini, ketika hewan
dimasukan lagi kedalam kotak, ia cenderung akan melakukan respon yang
sama (ia cenderung menekan tuas lagi), dan kita mengatakan bahwa kucing itu
telah mempelajari cara keluar dari kotak. Berbeda dengan Thorndike, Skinner,
Hull dan Pavlov, Guthrie bukanlah teoritisi penguatan. Tentu saja Thorndike
juga mendiskusikan pergeseran asosiatif yang dianggapnya terjadi secara lepas
dari penguatan. Akan tetapi, karena fokus utama Thorndike adalah pada jenis
belajar yang diatur oleh hukum efek, dia umumnya dianggap teoretisi
penguatan. Dari teoretisi-teoretisi yang sudah dibahas, teori Guthrie yang
paling mirip dengan teori Watson. Watson atau Guthrie bukan teoretisi
penguatan. Watson percaya bahwa semua proses belajar dapat dijelaskan
dengan menggunakan hukum koniguitas dan frekuensi . perbedaan utama teori
Watson dengan teori Guthrie adalah Watson menerima hukum frekuensi
sedangkan Guthrie tidak.

5. CARA MEMUTUS KEBIASAAN


Kebiasaan adalah respon yang menjadi diasosiasikan dengan sejumlah besar
stimulus. Semakin banyak stimuli yang menimbulkan respon, semakin kuat
kebiasaan. Merokok misalnya, dapat menjadi kebiasaan yang kuat karena
respon merokok terjadi dihadapan banyak sekali petunjuk (cue). Setiap
petunjuk yang muncul setiap kali seseorang merokok akan cenderung
menimbulkan perilaku merokok lagi saat petunjuk itu ditemuinya lagi.

a. Metode Ambang
Untuk memutuskan kebiasaan, aturannya selalu sama. Cari petunjuk
yang memicu kebiasaan buruk dan lakukan respon lain saat petunjuk itu
muncul. Guthrie mengemukakan tiga cara yang dapat dilakukan organisme
untuk memberikan respon, bukan respon yang tidak diinginkan, terhadap

6
satu pola stimuli. Teknik pertama dinamakan threshold method (metode
ambang) . menurut Guthrie (1938) , metode ini :
Adalah dengan memperkenalkan stimulus lemah yang tidak
menimbulkan respond dan kemudian pelan-pelan menaikan intensitas
stimulus itu, tetapi selalu berhati-hati agar ia tetap berada dibawah
“ambang bata” respon. Pengenalan gradual gerakan kapal yang sayangnya,
tidak dapat dikontrol oleh manusia tetapi tergantung dengan perubahan
gradual dalam cuaca, dapat melahirkan toleransi pada badai. Kebanyakan
anak bereaksi terhadap rasa buah zaitun muda dngan melepehkannya,
tetapi jika mereka memulai dengan potongan kecil-kecil, yang tidak
menimbulkan penolakan, maka seluruh buah zaitun hijau itu pada akhirnya
akan habis dimakan.
Contoh lain dari metode ambang ini adalah untuk menghentikan
seekor kuda. Jika anda menemui seekor kuda yang belum pernah diberi
pelana dipunggungnya dan anda berusaha meletakan pelana ke
punggungnya, kuda itu bisanya akan menendang – nendang dan lari. Kuda
itu akan melakukan apa saja untuk mencegah anda memasang pelana
dipunggungnya. Jika anda tidak langsung meletakakan pelana, tetapi kain
tipis dipunggungnya, kemungkinan besar tidak akan bereaksi keras. Jika
kuda tetap tenang, anda pelan-pelan menambah beban dengan
menggunakan kain atau selimut yang lebih tebal. Kemudian anda bisa
mengganti selimut itu dengan pelana yang ringan kemudian pelana yang
lazim. Dalam psikoterapi ada proses yang mirip dengan ini. Jika ahli terapi
mencoba membantu pasien mengatasi fobia tertentu, dia mungkin akan
menggunakan metode aproksimasi yang telah dideskripsikan diatas. Jika
pasien sangat takut dengan salah satu keluarganya, misalnya ibunya, si ahli
mungkin pertama-tama berbicara tentang orang pada umumnya, kemudia
bicara tentang perempuan, dan kemudian perempuan yang mempunyai
hubungan dengan sipasien, dan dnegan cara ini pelan-pelan pembicaraan
dibawa ke soal ibu. Metode mengatasi fobia ini mirip dengan teknik
desensitisasi sistematis.

7
b. Mode Kelelahan
Mode kelelahan adalah dengan cara penjinakan (dalam contoh
kuda), di mana pelana tersebut dilemparkan ke punggung kuda, kemudian
penunggang menaikinya, dan berusaha untuk mengendarai kuda itu hingga
kuda tersebut menyerah. Kuda tersebut ditunggangi sampai ia lelah dan
membuatnya tidak melawan lagi.
Menurut Guthrie, respon ketenangan akan menggantikan respon
perlawanan terhadap pelana dan penunggangnya. Saat kita berhasil
membuat kuda tetap tenang saat diberi pelana dan ditunggangi, maka kuda
tersebut akan tetap merasa tenang selamanya saat dia akan diberi pelana
dan ditunggangi.

c. Metode Respon yang Tidak Kompatibel


Dengan metode ini, stimuli untuk respon yang tidak diinginkan
disajikan bersama stimuli lain yang menghasilkan respon yang tidak
kompatibel dengan respon yang tidak diinginkan tersebut. Dengan megode
ini, akan ada dua stimuli yang dihadirkan kepada pembelajar yaitu, satu
stimuli yang menimbulkan respon tidak diinginkan dan satu lagi stimulus
yang lebih kuat yang menyebabkan respon yang tidak kompatibel dengan
respon yang tidak diinginkan tersebut. Misalnya, seorang anak mendapat
hadiah sebuah boneka panda, akan tetapi reaksi pertama anak tersebut
adalah takut dan menghindar. Lalu, si ibu dari anak tersebut memberikan
rasa kehangatan dan nyaman pada anak tadi.
Dengan metode ini, kita akan memasangkan ibu dan boneka panda
dan diharapkan ibu akan menjadi stimulus dominan. Jika ibu menjadi
stimulus dominan, maka reaksi anak terhadap kombinasi ibu-panda itu
akan berupa relaksasi. Setelah reaksi relaksasi muncul ketika ada boneka
panda, maka boneka panda tersebut dapat dihadirkan sendirian, dan akan
muncul relaksasi dalam diri anak.

8
Ketiga metode untuk menghentikan atau memutus kebiasaan ini efektif
karena alasan yang sama. Ketiga metode ini sesungguhnya adalah satu metode,
semuanya menyajikan petunjuk tindakan yang tidak diinginkan dan berusaha
memengaruhi agar tindakan itu tidak dilakukan, karena selalu ada perilaku lain
yang terjadi saat kita terjaga, petunjuk yang dihadirkan menjadi stimuli untuk
perilaku lain ini dan membuat respon yang buruk menjadi tersingkirkan
(Guthrie, 1938).

6. MEMBELOKKAN KEBIASAAN
Membelokkan atau menyimpangkan kebiasaan dilakukan dengan
menghindari petunjuk yang menimbulkan perilaku yang tidak diinginkan. Jika
kita mengumpulkan beberapa pola perilaku yang tidak efektif atau
menimbulkan kecemasan, hal yang dapat dilakukan adalah meninggalkan
situasi tersebut.
Guthrie menyarankan agar kita pergi ke lingkungan baru yang dapat
memberikan kesegaran baru, karena kita tidak mempunyai banyak asosiasi
dengan lingkungan baru tersebut. Akan tetapi, hal tersebut hanya sebuah
pelarian parsial karena banyak stimuli yang menyebabkan perilaku yang tak
diinginkan adalah stimuli internal kita, dan juga kita sendiri, karena hal tersebut
akan membawa stimuli itu ke lingkungan baru. Stimuli dalam lingkungan baru
yang mirip dengan stimuli di lingkungan lama akan cenderung menimbulkan
respon yang sebelumnya dikaitkan dengannya.

7. HUKUMAN
Guthrie mengatakakan efektivitas hukuman ditentukan oleh apa
penyebab tindakan yang dilakukan oleh organisme yang dihukum itu.
Hukuman akan bekerja dengan baik jika hukuman tersebut dapat mengubah
cara individu merespon stimuli tertertu, bukan karena adanya rasa sakit saat
mengalami hukuman. Hukuman akan efektif hanya ketika ia menghasilkan
respon baru terhadap stimuli yang sama. Hukuman berhasil mengubah perilaku
yang tidak diinginkan karena hukuman menimbulkan perilaku yang tak

9
kompatibel dengan perilaku yang dihukum. Hukuman gagal karena perilaku
yang disebabkan oleh hukuman selaras dengan perilaku yang dihukum. Jadi,
satu bentuk hukuman menyebabkan perilaku yang tidak kompatibel dan efektif
sedangkan hukuman lainnya tidak efektif. Perintah jangan pernah diberikan
jika perintah itu dilanggar (Guthrie & Powers, 1950).

8. DORONGAN
Dorongan fisiologis atau maintaining stimuli (stimuli yang
mempertahankan) yang menjaga organisme tetap aktif sampai tujuan tercapai.
Guthrie menjelaskan mengenai kebiasaan menggunakan alkohol dan narkoba.
Misalnya, seseorang merasakan ketegangan atau kegelisahan. Dalam kasus ini,
kegelisahan atau ketegangan adalah dorongan fisiologis. Jika dalam situasi ini
orang tersebut minum satu atau dua gelas, ketegangan atau gelisah yang
dirasakannya mungkin akan berkurang. Ketika di lain waktu orang itu kembali
merasakan gelisah dia cenderung akan minum lagi. Secara bertahap
kegelisahan akan menimbulkan dorongan untuk minum (memakai narkoba)
dalam banyak situasi, dan hal ini dapat menyebabkan seseorang menjadi
kecanduan.

9. NIAT
Niat adalah suatu respon yang dikondisikan ke maintaining stimuli. Hal
ini dikarenakan dari dorongan biasanya berlangsung selama periode waktu
tertentu (sampai dorongan berkurang). Jadi, urutan perilaku yang mendahului
respon yang mengurangi dorongan akan diulang ketika dorongan dengan
stimuli terkaitnya muncul lagi. Urutan perilaku yang diasosiasikan dengan
maintaining stimuli tampaknya saling terkait dan logis, dan karenanya
dianggap bersifat intensional. Misalnya, saat hewan lapar dan dibiarkan makan,
hewan tersebut akan melakukan perilaku apapun yang membuatnya mendapat
makanan saat terakhir kali (sebelum dia lapar lagi), seperti menekan tuas
(eksperimen), menggerakkan galah. Pola reaksi yang berbeda telah
diasosiasikan dengan maintaining stimuli dari rasa lapar dan stimuli dari situasi

10
lingkungan. Perilaku yang dipicu oleh maintaining stimuli mungkin tampak
purposif atau diniatkan.

10. TRANSFER TRAINING


Sebenarnya, Guthrie tidak terlalu mengharapkan adanya transfer
training. Dia mengatakan bahwa jika seorang anak belajar 2 tambah 2 di papan
tulis, tidak ada jaminan anak itu akan tahu bagaimana cara menambah 2 dengan
2 saat duduk di bangkunya. Kondisi penstimulasi yang memunculkan asosiasi
jauh berbeda dengan kondisi di bangku kelas.
Menurut Guthrie tempat terbaik untuk belajar adalah di ruang di mana
tes akan dilakukan, karena semua stimuli di ruangan itu akan diasosiasikan
dengan informasi yang sedang dipelajari. Jika kita belajar di suatu kamar, tidak
ada jaminan pengetahuan yang diperoleh di situ akan ditransfer ke kelas.
Guthrie memberikan saran, selalu mempraktikkan perilaku yang persis sama
yang akan diminta kita lakukan nanti, selain itu, kita harus melatihnya dalam
kondisi yang persis sama dengan kondisi ketika nanti kita akan diuji.
Guthrie mengatakan bahwa, “penting bagi siswa untuk dibimbing
dalam melakukan apa yang akan dipelajari..... Siswa tidak belajar apa-apa yang
ada di buku atau kuliah yang menyebabkannya berbuat sesuatu”.
Gagasan mengenai wawasan, pemahaman, dan pemikiran, hanya
sedikit atau bahkan tidak ada maknanya bagi Guthrie. Satu-satunya hukum
belajar adalah hukum kontiguitas, yang menyatakan bahwa ketika dua kejadian
terjadi bersama, keduanya akan dipelajari. Semua proses belajar (manusia atau
non manusia) ada dalam hukum kontiguitas dan prinsip-prinsip yang terkait
dengannya. Tidak ada referensi ke kejadian kesadaran dalam teori ini, dan juga
tidak ada perhatian pada nilai survival dari perilaku yang dipelajari. Menurut
Guthrie, respon yang keliru bisa dipelajari semudah mempelajari respon yang
benar, dan akuisisi keduanya dijelaskan.

11
Daftar Pustaka

Hergenhahn, B.R & Olson, M.H. 2008. Theories of Learning. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.

12

Anda mungkin juga menyukai