Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-
stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh
gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus
dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir
yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi.
Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan
mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara,
oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diberi stimulus agar
hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa
hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang
diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
HUKUM BELAJAR
Sebagian besar teori belajar dapat dianggap sebagai usaha untuk menentukan kaidah
yang mengatur terjadinnya asosiasi antara stimuli dan respons. Guthrie U(1952) berpendapat
bahwa kaidah yangdikemukakan oleh para teoritisi seperti Thorndike dan Pavlov adalah terlalu
ruwet dan tidak perlu, dan sebagai penggantinnya dia mengusulkan satu hokum belajar, Law of
contiguity (hokum kontiguitas), yang dinyatakan sebagai berikut: “kombinasi stimuli yang
mengiringi suatu gerakan akan cenderung diikuti oleh gerakan itu jika kejadiannya berulang.
Dalam publikasi terakhirnya , Guthrie merevisi hokum kontiguitasnya menjadi, “ sesuatu yang
dilihat akan menjadi sinyal untuk sesuatu yang dilakukan.” Ini adalah cara Guthrie mengakui
begitu banyaknya jumlah stimuli yang dihadapi organism pada suatu waktu tertentu dan
organisne tidak mungkin membentuk asosiasi dengan semua stimuli itu.
Dalam teori ini Guthrie mengemukakan prinsip one-trial learning, menolak hokum
frekuensi sebagai prinsip belajar : ”suatu pola stimulus mendapatkan pola kekuatan asosiatif
penuh pada saat pertama kali dipasangkan dengan suatu respons.” Jadi, menurut Guthrie belajar
merupakan hasil dari kontiguitas antara satu pola stimulus dengan suatu respons, dan belajar
akan lengkap hanya setelah penyandingan antara stimuli dan respons.
PRINSIP KEBARUAN
Prinsip kontiguitas dan belajar suatu percobaan membutuhkan recency principle, (prinsip
kebaruan) yang menyatakan bahwa respons yang dilakukan terakhir kali dihadapan seperangkat
stimuli adalah respon yang akan dilakukan ketika kombinasi stimulus itu terjadi lagi pada
waktu lain. Dengan kata lain, apapun yang kita lakukan terakhir kali dalam situasi tertentu akan
cenderung kita lakukan lagi jika situasi itu kita jumpai lagi.
Sebagai contoh :
Asosiasi antara kondisi yang menstimulasi dengan gerakan terus menerus dibuat. Asosiasi antara
stimulus dan respons terjadi hanya karena keduanya terjadi bersama-sama. Asosiasi itu dapat
berupa stimuli eksternal dengan respons nyata. Asosiasi ini akan terus berlanjut sampai respons
yang sama terjadi ketika ada stimuli lain atau sampai stimuli yang sama terjadi namun
responsnya tidak terjadi karena hambatan. Dalam situasi belajar yang terstruktur, seperti dalam
kotak teka teki, lingkungan ditata sedemikian rupa sehingga terjadi perubahan tiba-tiba dalam
stimulasi setelah respons tertentu dilakukan. Misalnya, jika kucing menekan tuas akan terbuka
dan ia bias keluar. Gutrhrie mengatakan bahwa setelah kucing menekan tuas situasi stimulusnya
tiba-tiba berubah dan asosiasi apapun yang ada sebelum waktu perubahan itu akan tetap
dipertahankan. Asosiasi paling akhir (baru) sebelum perubahan mendadak itu adalah asosiasi
antara stimulasi dalam kotak dengan respons yang memungkinkan hewan itu keluar. Menurut
prinsip kebaruan ini, ketika hewan dimasukkan lagi kedalam kotak, ia akan cenderung
melakukan respons yang sama (ia cenderung menekan tuas lagi), dan kita mengatakan bahwa
kucing itu telah mempelajari cara keluar dari kotak.
Berbeda dengan Thorndike, skinner, hull dan Pavlov, Guthrie bukanlah teoritisi penguatan.
Tentu saja Thorndike juga mendiskusikan pergeseran asosiatif yang dianggapnya terjadi secara
lepas dari penguatan. Akan tetapi, karena focus utama Thorndike adalah pada jenis belajar yang
diatur oleh hokum efek. Dia umumnya dianggap teoritisi penguatan.
Dari teoritisi-teoritisi yang sudah kita bahas sampai saat ini, teori Guthrie adalh teori yang paling
mirip dengan teori Watson. Watson dan Guthrie bukan teoritisi penguatan. Watson percaya
bahwa semua proses semua proses belajar dapat dijelaskan dengan menggunakan hokum
kontiguitas dan frekuensi. Perbedaan teori Watson dengan teori Guthrie adalah Watson
menerima hukum frekuensi sedangkan Guthrie tidak.
Keunggulan teori Guthrie dalam penegasannya bahwa belajar berasal dari kontiguitas antara
stimuli dan respons dan dari kontiguitas saja. Bahkan pengulas teori belajar awal menunjukkan
pendekatan kontiguitas Guthrie yang sederhana dapat menjelaskan semua fenomena dasar yang
dianalisis oleh skinner ataupun hull. Teori Guthrie banyak menarik para ilmuawan karena
teorinya dapat menjelaskan proses belajar, pelenyapan, dan generalisasi, dengan analisis
sederhana, sedangkan teori lain menjelaskan hal tersebut dengan teori yang lebih rumit.
Meskipun teori Guthrie tidak memunculkan banyak riset dan kontroversi sebagaimana teori
skinner dan hull, namun teorinya merupakan penjelasan alternative yang penting mengenai
belajar.
Sebagai contoh, yang dikritik Mueller dan schoenfeld. Moore dan stuttard menunjukkan bahwa,
seperti kebanyakan warga kucing lainnya, termasuk kucing piaraan, kucing dalam experiment
Guthrie dan Horton melakukan perilaku menggosok dan mengendus yang bersifat yang bersifat
naluriah dan biasanya dilakukan saat kucinng “menyambut” kucinng lain (yang dikenalinya) atau
manusia yang dikenalinya. Para periset ini mengamati bahwa kucing menunjukkan perilaku
stereotip yang konsisten seperti yang dilaporkan oleh Horton dan Guthrie. Bahkan ketika
tindakan menggosok-gosokan badannya ke tuas tidak menghasilkan penguatan atau perubahan
dalam kondisi stimulus apapun.
Aplikasi teori ini dalam pembelajaran, bahwa kegiatan belajar ditekankan sebagai aktivitas
“mimetic” yang menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah
dipelajari. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian ke keseluruhan.
Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil, dan evaluasi menuntut satu jawaban benar.
Jawaban yang benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya.
Teori belajar behavioristik dengan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan
diamati. Pengulangan dan pelatihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi
kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah terbentuknya
suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan
perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negative. Evaluasi atau penilaian didasari
atas perilaku yang tampak. Dalam teori belajar ini guru tidak banyak memberikan ceramah,
tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi.
Beberapa prinsip penerapan teori belajar ini adalah:
(1) belajar itu berdasarkan keseluruhan;
Disusun oleh :