Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

TEORI PEMBIASAAN ASOSIASI DEKAT

OLEH :
ABDULLAH MOH. ANALALAKI (A1R117032)
PENI NOVIANTI (A1R117018)
PUTRI HANDAYANI SARIS (A1R117019)
PUTU YULI ASTUTI (A1R117020)
QISTY AULIA (A1R117021)

JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmatnya dan

kelompok IV masih diberi kesehatan dan kesempatan unutk menyelasaikan

makalah ini dengan tepat waktu.

Makalah ini dibuat bertujuan untuk menambah ilmu dan wawasan bagi

siapapun yang memabaca makalah ini yang berjudul pembiasaan asosiasi dekat.

Asosiasi dekat adalah sebuah teori yang mengasumsikan terjadinya peristiwa

belajar berdasarkan yang mengasumsikan terjadinya peristiwa belajar berdasarkan

kedekatan hubungan antara stimulus dengan respon relevan. Ada banyak hal lagi

yang kami akan bahas dalam makalah kami.

Kami ucapkan banyak terima kasih atas perhatiannya dan memohon maaf

apabila dalam makalah kami terdapat kesalahan dalam penulisannya.

KElOMPOK IV

Kendari, 16 Maret 2019


Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belajar
Teori belajar merupakan kumpulan prinsip umum yang saling

berhubungan dan penjelasan atas sejumlah fakta serta penemuan yang berkaitan

dengan peristiwa belajar. Secara umum, teori belajar terbagi menjadi tiga, yaitu

teori behavioristik, kognitif, dan humanism. Teori behavioristik menekankan

kajiannya pada pembentukan tingkah laku yang berdasarkan hubungan antara

stimulus dengan respon yang biasa diamati dan tidak menghubungkan dengan

kesadaran maupun kontruksi mental. Teori ini berlawanan dengan teori kognitif

yang mengemukakan bahwa proses belajar merupakan proses mental yang tidak

diamati secara kasat mata.

Belajar merupakan kegiatan penting yang harus dilakukan setiap orang

secara maksimal untuk dapat menguasai atau memperoleh sesuatu. Belajar dapat

didefinisikan secara sederhana sebagai suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan

mengadakan perubahan didalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah

laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan keterampilan dan sebagainya. Menurut

Winkel belajar adalah proses mental yang mengarah pada penguasaan

pengetahuan, kecakapan, dan dilakukan sehingga menimbulkan tingkah laku yang

progresif dan adatif.

Psikologi belajar merupakan adalah suatu ilmu jiwa yang berisi teori-teori

mengenai belajar, tentang bagaimana cara individu belajar atau melakukan

pembelajaran. Psikologi belajar merupakan ilmu terapan psikologi yang


terorientasi pada pendidikan. Secara historis, psikologi belajar pertama kali

dilakukan oleh ahli psikilogi seperti Eddinghaus (1885), Bryan dan Harter (1887,

1899) dan Thorndike (1898). Banyak psikolog membuat pengakuan eksplinsit

bahawa belajar merupakan hal sentral dalam mempelajari tingkah laku dalam

mempelajari tingkah laku (Hilgard, 1956). Pernyataan ini didukung oleh Tollman,

Gurthriedan, dan Hull.

Secara pragmatis teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip umum atau

kumpulan yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atau sejumlah

fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Sejarah teori pembiasaan asosiasi dekat?

2. Apa pandangan Guthri tentang Motivasi, lupa, hukuman, niat dan transfer

training?

3. Apa hukum pembiasaan asosiasi dekat?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui sejarah teori pembiasaan asosiasi dekat.

2. Untuk mengetahui pandangan Guthri tentang Motivasi, lupa, hukuman,

niat dan transfer training.

3. Untuk mengetahui hukum pembiasaan asosiasi.


BAB II

PEMBAHASAN

Teori belajar pembiasaan asosiasi dekat (Contiguous conditioning)

adalah sebuah teori yang mengasumsikan terjadinya peristiwa belajar berdasarkan

yang mengasumsikan terjadinya peristiwa-peristiwa belajar berdasarkan

kedekatan hubungan antara stimulus dengan respon yang relevan . contiguous

Conditioning sering disebut sebagai teori belajar istemewa karena paling

sederhana dan efisien , karna didalamnya hanya terdapat satu prinsip ,yaitu

kontiguitas (contiguity) yaitu kedekatan antara stimulus dan respon. Dalam teori

ini apa yang sesungguhnya dipelajari orang, misalnya seseorang siswa, adalah

reaksi atau respon terakhir yang muncul atas sebuah rangasangan atau stimulus.

Yang berarti setiap peristiwa belajar hanya mungkin terjadi sekali saja untuk

selamanya atau sama sekali tak terjadi (Reber,1989:153). Perbandingan penemu

teori tersebut yakni Edwin R. Guthrie(1886-1959), peningkatan berangsur-angsur

kinerja hasil dari pembagi respons komples terhadap stimulus –stimulus

sebagaimana yang diyakini para behavioris lainnya ,melainkan karena dekatnya

asosiasi antara stimulus dengan respon yang diperlukan. Dalam kehidupan sehari-

hari kita menemui proses pembelajaran ini seperti contoh sederhana.

A. Sejarah Teori Pembiasaan Asosiasi Dekat

Teori Contiguous conditioning merupakan bagian dari teori

Behaviorisme, dalam Teori Contiguous conditioning ini dikembangkan oleh

seorang tokoh yang bernama Guthrie. Menurut aliran behavioristik, belajar pada
hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap panca indra

dengan kecenderungan untuk bertindak atau hubungan antara stimulus dan

respons (R-S). belajar adalah upaya untuk membentuk hubungan stimulus dan

respons sebanyak-banyaknya. Pendapat Thorndike dan Pavlov ini ditegaskan lagi

oleh Guthrie, di mana ia menyatakan dengan hukumnya yaitu “The Law of

Association”, yang berbunyi : “A combination of stimuli which has accompanied

a movement will on its recurrence tend to be followed by that movement”. Secara

sederhana dapat diartikan bahwa gabungan atau kombinasi suatu kelas stimuli

yang menyertai atau mengikuti suatu gerakan tertentu, maka ada kecenderungan

bahwa gerakan itu akan diulangi lagi pada situasi/stimuli yang sama.

Di dalam teori belajarnya, Guthrie berpendapat bahwa organisme

merespon kepada perangsang-perangsang dengan kontraksi otot-otot dan

pengeluaran getah kelenjar-kelenjar. Respon semacam itu disebut dengan

gerakan-gerakan. Guthrie mengatakan, bahwa suatu tindakan terdiri atas

serentetan kontiguitas.Teori belajar kontiguitas S-R (Stimulus-Respon) yang

dikembangkan oleh Guthrie pada tahun (1886-1959) bahwa prinsip kontiguitas

adalah kombinasi stimuli yang telah menghasilkan respon diteruskan sehingga

stimulus yang dikontigukan tetap menghasilkan respon tadi.

Perlu dicatat bahwa teori belajar contiguous conditioning sebagai salah

satu cabang mazhab behaviorisme itu tak dapat diterima begitu saja terutama

mengingat kecenderungannya yang serba mekanis dan otomatis seperti robot atau

mesin.Padahal,dalam kebanyakan proses belajar yang dialami manusia, peranan

insight, ’tilikan akal’ dan information processing,’tahapan pengolahan informasi’


baik disadari atau tidak selalu terjadi dalam diri setiap siswa yang sedang

mengalami peristiwa belajar.Sehubungan dengan ini, Hilgard & Bower

menyatakan bahwa meskipun kepercayaan terhadap teori contiguous conditioning

akan berlanjut terus,namun teori tersebut sebenarnya telah kehilanggan daya tarik

bagi generasi penerus ahli psikologis belajar seiring dengan muncul dan

populernya psikologis kognitif.

B. Teori Belajar Contigous Conditioning dalam Psikologi Belajar

Sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa teori belajar contiguous

conditioning itu untuk mengutamakan prilaku dan perubahan tingkah laku

organism itu melalui hubungan dekatnya asosiasi stimulus daengan respon.

Menurut teori ini, apa yang sesungguhnyadipelajari orang, misalnya seorang siswa

adalah suatu reaksiatau respon terakhir yang muncul atas sebuah rangsangan atau

stimulus. Artinya setiap peristiwa belajar hanya mungkin terjadi sekali saja atau

untuk selamanya atau mungkin sama sekali tidak terjadi.

Dalam pandangan teori tersebut (Edwin R. guthric 1886-1959), bahwa

peningkatan berangsur-angsur kinerja hasil belajar yang lazim dicapai seseorang

siswa itu bukanlah hasil dari berbagai respons kompleks terhadap stimulus-

stimulus sebagaimaan yang diyakini oleh para behavioris lainnya, melainkan

karena dekatnya asosiasi antara stimulus dengan respon yang diperlukan.

Yang dimaksud dengan asosiasi ialah hubungan antara tanggapan yang satu

dengan reproduksi adalah kemampuan jiwa untuk mengeluarkan kembali

tanggapan dalam hal kesadaran. Disamping itu ada juga jenis-jenis reproduksi

yaitu:
1. Menurut yang menimbulkan

a. Reproduksi dengan perantara, artinya timbulnya itu akibat adanya

perangsang dari luar.

b. Reproduksi tanpa perantara, yaitu yang dating dengan sendirinya

2. Menurut cara timbulnya

a. Reproduksi terikat yaitu reproduksi yang timbul dengan sengaja

b. Reproduksi bebas yaitu reproduksi yang timbulnya tidak disengaja dan

timbulnya itu bersifat apa adanya.

Menurut Berbart dan Aristoteles dalam aliran ilmu jiwa daya, bahwa

hukum asosiasi itu berlaku kepada hukum asosiasi mekanis dan logis:

1. Hukum-hukum asosiasi Mekanis

a. Hukum serempek

Hukum serempek yaitu tanggapan-tanggapan yang timbul bersama-sama.

Contohnya: meja, kursi, papan dan mengga.

b. Hukum berurutan

Hukum berurutan yaitu tanggapan yang mempunyai urutan timbul

berhubungan dan berurutan. Contoh: 1,2,3,4 atau a,b,c,d, dll.

2. Logis

a. Hukum berlawanan

Hukum persamaan yaitu tanggapan-tanggapan yang hamper sama

berhubungan dan saling mereproduksi, contoh: belut dengan ular.


b. Hukum bersamaan

Hukum berlawanan yaitu tanggapan-tanggapan berlawanan yang

berhubungan dan saling mereproduksi. Contoh: tinggi dengan rendah,

bodoh dengan pandai.

Sedangkan menurut Abu Ahmad dan Widodo Supriyono, dalam mengenal

hukum-hukum asosiasi itu mereka cenderung pada pandangan ilmu jiwa modern,

yaitu hukum asosiasi itu bukan seperti yang telah disebutkan di atas, melainkan

hanya satu yaitu hukum kontiunitas artinya tanggapan-tanggapan yang berdekatan

atau berasosiasi, tanpa serempek, berlawanan dan berurutan. Kemudian hal-hal

yang mempengaruhi asosiasi itu sendiri antara lain:

1. Keadaan jasmani seseorang

2. Tipe-tipe seseorang

3. Keperluan bereaksi terhadap perangsang.

C. Pandangan Gutrhi tentang Motivasi, lupa, hukuman, niat dan transfer

training

Menurut teori contiguous conditioning, belajar itu adalah suatu proses

perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian

menimbulkan reaksi (respons). Guthrie mengemukakan bahwa tingkah laku

manusia itu secara keseluruhan dapat dipandang sebagai deretan-deretan tingkah

laku yang terdiri dari unit-unit. Unit-unit tingkah laku ini merupakan reaksi dari

stimulus sebelumnya, dan kemudian unit tersebut menjadi stimulus untuk tingkah

laku yang berikutnya. Demikianlah seterusnya sehingga membentuk deretan-


deretan tingkah laku yang terus menerus. Jadi pada proses conditioning ini terjadi

asosiasi antara unit-unit tingkah laku secara berurutan.

Guthrie menegaskan dengan hukumnya yaitu “The Law of Association”,

yang berbunyi : “A combination of stimuli which has accompanied a movement

will on its recurrence tend to be followed by that movement”. Secara sederhana

dapat diartikan bahwa gabungan atau kombinasi suatu kelas stimuli yang

menyertai atau mengikuti suatu gerakan tertentu, maka ada kecenderungan bahwa

gerakan itu akan diulangi lagi pada situasi/stimuli yang sama. Teori behaviorisme

yang menekankan adanya hubungan antara stimulus (S) dengan respons (R)

secara umum dapat dikatakan memiliki arti yang penting bagi siswa untuk meraih

keberhasilan belajar. Caranya, guru banyak memberikan stimulus dalam proses

pembelajaran, dan dengan cara ini siswa akan merespons secara positif apa lagi

jika diikuti dengan adanya reward yang berfungsi sebagai reinforcement

(penguatan terhadap respons yang telah ditunjukkan).

Pandangan Guthrie tentang Motivasi, Lupa, Hukuman, Niat, Transfer

Training sebagai berikut:

1. Lupa

Menurut Guthrie, lupa disebabkan oleh munculnya respons alternatif

dalam satu pola stimulus. Setelah pola stimulus menghasilkan respons

alternatif, pola stimulus itu kemudian akan cenderung menghasilkan respons

baru. Jadi menurut Guthrie, lupa pasti melibatkan proses belajar baru.

Contohnya sebagai berikut: Seseorang yang belajar tugas A dan kemudian

belajar tugas B lalu diuji untuk tugas A. satu orang lainnya belajar tugas A,
tetapi tidak belajar tugas B, dan kemudian diuji pada tugas A. secara umum

akan ditemukan bahwa orang pertama mengingat tugas A lebih sedikit

ketimbang orang kedua. Jadi, tampak bahwa mempelajari hal baru (tugas B)

telah mencampuri retensi dari apa yang dipelajari sebelumnya (tugas A).

Pendapatnya adalah bahwa setiap kali mempelajari hal yang baru, maka

proses itu akan menghambat sesuatu yang lama. Dengan kata lain, lupa

disebabkan oleh intervensi. Tak ada intervensi, maka lupa tidak akan terjadi.

2. Hukuman

Guthrie mengatakan efektivitas punishment (hukuman) ditentukan

oleh apa penyebab tindakan yang dilakukan oleh organisme yang dihukum

itu. Hukuman bekerja baik bukan karena rasa sakit yang dialami oleh individu

terhukum, tetapi karena hukuman mengubah cara individu merespons stimuli

tertentu. Hukuman akan efektif jika menghasilkan respons baru terhadap

stimuli yang sama.Hukuman berhasil mengubah perilaku yang tidak

diinginkan karena hukuman menimbulkan perilaku yang tidak kompatibel

dengan perilaku yang dihukum. Hukuman akan gagal jika perilaku yang

disebabkan oleh hukuman selaras dengan perilaku yang dihukum. Misalnya,

seorang guru yang melihat siswanya ramai, siswa tersebut diingatkan, jika

masih tetap ramai, guru menghukum siswa untuk menyanyi di depan kelas.

3. Motivasi

Motivasi fisiologis merupakan apa yang oleh Guthrie dikatakan

maintaining stimuli (stimuli yang mempertahankan) yang menjaga organisme

tetap aktif sampai tujuan tercapai. Misalnya, rasa lapar menghasilkan stimuli
internal yang terus ada sampai makanan dikonsumsi. Ketika makan diperoleh,

maintaining stimuli akan hilang, dan karenanya kondisi yang menstimulasi

telah berubah. Misalnya, seorang siswa yang mendapat nilai jelek saat

ulangan, guru tidak boleh memarahinya. Menurut Guthrie, guru seharusnya

memberi dorongan agar siswa tersebut lebih rajin belajar.

4. Niat

Respons yang dikondisikan ke maintaining stimuli dinamakan

intentions (niat). Respons tersebut dinamakan niat karena maintaining stimuli

dari dorongan biasanya berlangsung selama periode waktu tertentu (sampai

dorongan berkurang).Gambarannya, ketika seorang siswa sudah paham

dengan materi yang disampaikan oleh guru maka dia akan langsung

mengerjakan soal yang diberikan. Tetapi jika dia belum paham maka dia akan

mengacungkan tangan untuk bertanya kepada guru mengenai materi yang

belum dipahaminya. Perilaku yang dipicu oleh maintaining stimuli inilah

yang tampak purposive atau intensional (diniatkan).

5. Transfer Training

Guthrie dalam hal ini kurang terlalu berharap. Karena pada dasarnya

seseorang akan menunjukkan respons yang sesuai dengan stimuli jika pada

kondisi yang sama. Guthrie selalu mengatakan pada mahasiswa

universitasnya, jika anda ingin mendapat manfaat terbesar dari studi anda,

anda harus berlatih dalam situasi yang persis sama-dalam kursi yang sama-di

mana anda akan diuji. Jika anda belajar sesuatu di kamar, tidak ada jaminan

pengetahuan yang diperoleh disitu akan ditransfer ke kelas.Saran Guthrie


adalah selalu mempraktikkan perilaku yang persis sama yang akan diminta

kita lakukan nanti, selain itu, kita harus melatihnya dalam kondisi yang persis

sama dengan kondisi ketika nanti kita diuji. Gagasan mengenai pemahaman,

wawasan dan pemikiran hanya sedikit, atau tidak ada maknanya bagi Guthrie.

Satu-satunya hukum belajar adalah hukum kontiguitas, yang menyatakan

bahwa ketika dua kejadian terjadi bersamaan, keduanya akan dipelajari.

D. Pendapat Guthrie Tentang Pendidikan

Seperti halnya Thorndike, Guthrie menyarankan proses pendidikan

dimulai dengan menyatakan tujuan, yakni menyatakan respons apa yang harus

dibuat untuk stimuli. Dia menyarankan lingkungan belajar yang akan

memunculkan respons yang diinginkan bersama dengan adanya stimuli yang akan

diletakkan padanya. Jadi motivasi dianggap tidak terlalu penting, yang diperlukan

adalah siswa mesti merespons dengan tepat dalam kehadiran stimuli

tertentu.Latihan (praktik) adalah penting karena ia menimbulkan lebih banyak

stimuli untuk menghasilkan perilaku yang diinginkan.karena setiap pengalaman

adalah unik, seseorang harus “belajar ulang” berkali-kali. Guthtrie mengatakan

bahwa belajar 2 ditambah 2 di papan tulis tidak menjamin siswa bisa 2 ditambah 2

ketika dibangku. Karena memungkinkan siswa akan belajar meletakkan respons

pada setiap stimuli (di dalam atau di luar kelas).


E. Beberapa metode dipergunakan Guthrie dalam mengubah tingkah laku,

ialah:

1. Metode Reaksi Berlawanan (Incompatible Response Method)

Metode ini menganggap manusia adalah suatu organisme yang selalu

mereaksi kepada stimulus-stimulus tertentu. Jika suatu reaksi terhadap

stimulus tertentu telah menjadi kebiasaan, maka cara untuk mengubahnya

adalah dengan cara menghubungkan stimulus dengan reaksi yang berlawanan

dengan reaksi yang hendak dihilangkan. Misalnya seorang murid yang

merasa ketakutan saat disuruh gurunya maju untuk mengerjakan soal di papan

tulis, untuk menghilangkan perasaan takut siswa tersebut, guru bisa menyuruh

siswa maju terus menerus tiap ada soal yang hendak dikerjakan di papan tulis.

2. Metode Membosankan (Exhaustion Method)

Hubungan antara stimulus dan reaksi yang buruk itu dibiarkan saja

sampai pelakunya merasa bosan. Sebagai contoh, misalnya seorang siswa

yang suka membuat catatan kecil untuk mencontek, maka untuk

menghentikan perilaku buruk itu, seorang guru bisa menyuruh siswa tersebut

membuat catatan berlembar-lembar secara terus menerus sehingga ia akan

bosan dengan sendirinya. Contoh lain, seorang siswa yang suka mengobrol

dengan temannya ketika pelajaran berlangsung, guru dapat memberi efek jera

pada siswa tersebut dengan menyuruh siswa tersebut berbicara selama 1 jam

pelajaran sehingga siswa tersebut akan bosan dan berhenti dengan sendirinya.
3. Metode Mengubah Lingkungan (Change of EnvironmentMethod)

Suatu metode yang dilakukan dengan jalan memutuskan atau

memisahkan hubungan antara Stimulus (S) dan Reaksi (R) yang buruk yang

akan dihilangkan, yakni dengan mengubah stimulusnya. Sebagai contoh,

misalnya kita akan mengubah tingkah laku/ kebiasaan-kebiasaan buruk yang

dilakukan seorang anak di sekolahnya, dengan memindahkan anak itu ke

sekolah lain. Contoh lain, seorang siswa yang suka ramai di belakang kelas,

untuk menghentikan kebiasaan ramai siswa tersebut, guru dapat

memindahkan tempat duduknya ke baris depan.

Anda mungkin juga menyukai