Anda di halaman 1dari 57

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Strategi Pembinaan Religiusitas

1. Pengertian strategi Pembinaan Religiusitas

Menurut dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai a plan, method, or

series of activities designed to achieves a particular aducational goal. Jadi,

dengan demikian strategi dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang

rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.1

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia strategi adalah usaha, ikhtiar

untuk mencapai maksud tertentu.2

Dari pernyataan di atas, peneliti dapat mengaris bawahi bahwa strategi

adalah usaha atau cara yang digunakan untuk meraih suatu tujuan yang

diharapkan.

Menurut Masdar Helmy Pembinaan mencakup segala ikhtiar (usaha-

usaha), tindakan dan kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas

beragama baik dalam bidang peribadatan, bidang akhlak dan bidang

kemasyarakatan.3

1
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2006), hlm. 126.
2
Zul Fajri, Ratu Aprilia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (t.tp.Difa Publisherhlm.
852.
3
H. Masdar Helmy, Peranan Dakwah dalam Pembinaan Umat, (Semarang: Dies
Natalies, IAIN Walisongo Semarang, 2001), hlm. 31.

19
20

Menurut strategi Pembinaan Mahasiswa IAIN Pembinaan adalah suatu

usaha yang dilakukan dengan sabar, berencana, teratur dan terarah serta

bertanggung jawab untuk mengembangkan kepribadian dengan segala aspek-

aspeknya.4

Pembinaan adalah proses, cara, perbuatan, membina, pembaruan (usaha,

tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara efisien untuk memperoleh hasil

yang lebih baik).5

“Agama“ menurut orang Barat diartikan dengan Religios (bahasa Latin),

Religion (bahasa Inggris, Perancis, Jerman) dan religie (bahasa Belanda). Istilah

ini bukannya tidak mengandung arti yang dalam melainkan mempunyai latar

belakang pengertian yang lebih mendalam dari pada pengertian yang lebih

mendalam dari pada pengertian “agama” yang telah disebut diatas.

a. Religie (religion) menurut pujangga Kristen, Saint Augustinus, berasal dari

“re dan eligare” yang berarti “memilih kembali” dari jalan sesat kejalan

tuhan.

b. Religie, menurut Lactantius, beasal dari kata “re dan ligare” yang artinya

“menghubungkan kembali sesuatu yang telah putus”. Yang telah terputus

oleh karena dosa-dosanya.

c. Religie berasal dari “re dan ligere” yang berarti “membaca berulang-ulang

bacaan-bacaan suci” dengan maksud agar jiwa si pembaca terpengaruh oleh

kesuciaannya. Dengan demikian pendapat Cicero.

4
Departemen Agama Republik Indonesia, Pola Pembinaan Mahasiswa IAIN,
(Jakarta: 1979), hlm. 2.
5
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 137.
21

Baik pengertian letterlijk ”agama” maupun “religie” tersebut di atas

belum menggambarkan arti sebenarnya dari pada apa yang kita maksudkan

dengan pengertian “ agama” secara definitif, karena “agama” selain mengandung

hubungan dengan Tuhan juga hubungan dengan masyarakat di dalam mana

terdapat peraturan-peraturan yang menjadi pedoman bagaimana seharusnya

hubungan-hubungan tersebut dilakukan dalam rangka mencapai kebahagiaan

hidup, baik duniawi maupun ukhrawi.6

Dari rumusan di atas dapat di simpulkan, yang dimaksud dengan

pembinaan keagamaan (religiusitas) adalah suatu usaha untuk membimbing dan

mempertahankan serta mengembangkan atau menyempurnakan dalam segala

seginya, baik segi akidah, segi ibadah dan segi akhlak.

Menurut pendapat Darminta pembinaan religiusitas merupakan usaha

untuk hidup iman, sebab pada dasarnya hidup merupakan penyerahan diri penuh

kepada Tuhan.7

Sedangkan menurut Hagen “pembinaan keagamaan adalah pembinaan

hati, yakni pembinaan yang bersifat menyeluruh, dapat berlangsung hanya jika

dilaksanakan terus menerus oleh semua pihak dengan mengembangkan

sekaligus daya-daya kemampuan jasmani dan rohani anak”.8

Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa pembinaan

keagamaan (religiusitas) adalah suatu bentuk upaya yang dilakukan untuk

memberikan pengarahan, bimbingan kepada seseorang agar ia dengan secara

6
Abdurrahman Mas’ud, Antologi Studi Agama Dan Pendidikan, (Semarang: CV Aneka
Ilmu, 2014), hlm. 55-56.
7
Darmita. Praksis Bimbingan Rohani, (Yogyakarta: Kanisius, 2006), hlm.16.
8
Bernart, Hagent. Agama Bertindak. (Jakarta: Kanisius, 2006), hlm. 171.
22

sadar dan sukarela mau melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Tuhan sesuai

dengan agama dan kepercayaan masing-masing, sehingga sikap dan perilaku

sehari-harinya mencerminkan nilai-nilai religius.

2. Strategi Pembinaan Religiusitas Perilaku Siswa

a. Ruang Lingkup Pembinaan Religiusitas di Sekolah

Sekolah adalah sebagai pembantu pendidikan anak, yang dalam banyak hal

melebihi pendidikan dalam keluarga, terutama: dari segi cakupan ilmu

pengetahuan yang diajarkannya. Karena sekolah juga merupakan pelengkap dari

pendidikan dalam keluarga.

Sekolah betul–betul merupakan dasar pembinaan anak. Apabila Pembinaan

pribadi anak terlaksana dengan baik, maka si anak akan memasuki masa remaja

dengan mudah dan membina masa remaja itu tidak akan mengalami kesusahan.

Akan tetapi jika si anak kurang bernasib baik, dimana pembinaan pribadi di

rumah tidak terlaksana dan di sekolah kurang membantu, maka ia akan

mengahadapi masa remaja yang sulit dan pembinaan pribadinya akan sangat

sukar.

Fungsi sekolah dalam kaitannya dengan pembentukan jiwa keagamaan

pada anak, antara lain sebagai pelanjut pendidikan agama di lingkungan keluarga,

atau membentuk keagamaan pada diri anak agar menerima pendidikan agama

yang diberikan.

Dalam pedoman pengembangan Standar Kompetensi dan Kopetensi Dasar

dijelaskan bahwa mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah memuat

materi al-Qur’an dan Hadist, Aqidah/Tauhid, Akhlaq, Fiqih, dan Sejarah


23

Kebudayaan Islam (SKI). Ruang lingkup tersebut menggambarkan materi

pendidikan agama yang mencakup perwujudan, keserasian, keselarasan, dan

keseimbangan hubungan manusia dengan Allah SWT, diri sendiri, sesama

manusia, makhluk lainnya, maupun lingkungannya.9

b. Dasar-dasar Pembinaan Religiusitas

1. Pembinaan Iman dan Ibadah

Pembinaan iman mencakup keseluruhan bagian agama baik yang

berkaitan dengan amalan hati dan anggota tubuh. Iman juga merupakan

menampakkan ketundukan syariat Allah dan terhadap apa yang dibawa oleh

Nabi, serta meyakini dan membenarkannya dengan hati, tanpa ada kebimbangan

dan keraguan. Urgensi pembinaan keimanan lahir dari kedudukannya sebagai

sebagai landasan utama dalam pembentukan kepribadian manusia, baik secara

pikiran maupun prilaku dan jasmani. Iman merupakan gizi bagi rohani dan unsur

dalam mengerakan perasaan dan mengarahkan kehendaknya. Maka ketika unsur-

unsur iman itu tumbuh dan tertanam dengan benar dalam diri manusia maka setiap

perbuatannya akan di landasi dengan nilai-nilai keimanannya tersebut.10

Menurut Nurul Zuriah, “iman adalah meyakini akan adanya Tuhan Yang

Maha Esa ini diwujudkan dengan kepatuhan dan ketaatan dalam

melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi segala larangan-Nya.11

Sehingga, iman dapat disimpulkan sebagai bentuk keyakinan seseorang

terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diwujudkan dalam perilaku kesehariaanya


9
Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah (Upaya Mengembangkan PAI
dari Teori ke Aksi), (Malang: UIN Maliki Press, 2010), hlm. 17.
10
Jatmiko, Agung, Skripsi:Hubungan Aktivitas Pembinaan Rohani Dengan Perubahan
Sikap Siswa, (Lampung: Muhibbin, 2012), hlm. 13.
11
Zuriah, Nurul, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan,
( Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm. 83.
24

dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi segala apa yang dilarang-Nya,

sehingga apabila keimanan tersebut sudah tertanam dalam diri manusia dengan

benar, maka sikap dan perbuatan yang dihasilkan pun akan mencerminkan nilai-

nilai keimanannya tersebut.

Sedangkan ibadah menurut Sayyid Quthb sebagaimana dikutip dalam

Agung Jatmiko, “ibadah merupakan penghambaan terhadap Tuhan dalam

keseluruhan urusan dunia maupun akhirat”.12

Sedangkan menurut Sigit Muryono, “ibadah adalah penghambaan diri

untuk mencari keridhoan Tuhan dan mengharap pahala di akhirat”.13

Nurul Zuriah juga mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian

ibadah yang dibedakan menjadi dua macam yaitu yang bersifat umum dan yang

bersifat khusus.

a) Umum

Kita mengenal pencipta dan yang diciptakan. Manusia sebagai ciptaan

Tuhan mempunyai kewajiban terhadap Sang Pencipta dan kewajiban terhadap

sesama manusia. Kewajiban terhadap Tuhan adalah melaksanakan perintah- Nya

dan menjauhi segala larangan-Nya. Perbuatan yang dilakukan karena perintah-

Nya disebut ibadah. Banyak perbuatan baik yang merupakan ibadah yang

bersifat umum yang diajarkan oleh agama yang ada di dunia ini, seperti tolong-

menolong dalam kebaikan, kasih sayang, bersikap ramah dan sopan dan lain

sebagainya.

12
Jatmiko, Agung, Skripsi:Hubungan Aktivitas Pembinaan Rohani Dengan Perubahan
Sikap Siswa, (Lampung: Muhibbin, 2012), hlm. 19.
13
Muryono, Sigit, Empati, Penalaran Moral dan Pola Asuh, (Yogyakarta: Gala Ilmu
Semesta, 2011), hlm. 135.
25

b) Khusus

Ibadah yang bersifat khusus adalah ibadah yang pelaksanaannya

mempunyai tata cara tertentu.

Dengan demikian, seseorang yang memperoleh pembinaan dalam

bentuk pembinaan ibadah, akan mampu membiasakan dirinya untuk melakukan

perbuatan yang berlandaskan pada ajaran agama yang dianutnya, sehingga

perilakunya pun akan sesuai dengan tuntunan agama yang dianutnya serta tidak

melanggar batas-batas aturan agama yang dianutnya tersebut.

2. Pembinaan Pemikiran

Menurut Rajih sebagaimana dikutip dalam Agung Jatmiko

mendefinisikan pembinaan pemikiran dalam dua definisi: Pertama, definisi umum

yaitu : ”setiap akal yang berusaha menyingkap dan mengungkap berbagai hal.

Sosok, sikap dan peristiwa dengan simbol-simbolnya tanpa melakukan upaya fisik

untuk menyelesaikannya”. Definisi ini merupakan keseluruhan definisi akal,

mulai dari yang paling mudah hingga yang paling rumit.

Kedua, yang bersifat khusus, yaitu menyelesaikan kerumitan dalam

pemikiran baik dengan perkataan maupun perbuatan”. Urgensi pembinaan

pemikiran dapat dilihat dari nilai pemikiran yang dicapai oleh akal dan pengaruh

dalam kehidupan manusia. Nilai pemikiran itu akan nampak pada hasil wawasan

dan paradigma yang dicapai oleh seseorang manusia setelah mengarahkan seluruh

upayanya untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Kemudian itu semua itu

diikuti dengan refleksinya pengaruh pengetahuan itu bagi kehidupan manusia,

baik dalam arah maupun perilaku.


26

Pembinaan pemikiran penting untuk dilakukan agar wawasan yang

diperoleh akan dapat digunakan untuk menyelesaikan berbagai macam persoalan

yang dihadapi, karena pembinaan pemikiran ini bertujuan untuk menyelesaikan

kerumitan dalam pikiran seseorang.14

3. Pembinaan akhlaq

Akhlaq adalah tata cara berperilaku dengan norma dan aturan, baik yang

bersumber dari adat, negara, dan agama. Akhlaq agama adalah perilaku dengan

ukuran nilai-nilai dan aturan agama, yang dianggap baik adalah menurut agama

dan yang buruk adalah apa yang dianggap buruk oleh agama.15

4. Penanaman nilai religius

Pembinaan agama dimaksudkan untuk meningkatkan potensi religius dan

membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan dan bertaqwa

kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlaq mulia. Akhlaq mulia mencakup

etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama.

Peningkatan potensi religius mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman

nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan

individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi religius tersebut

pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia

yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai mahluk

Tuhan.16

c. Upaya Strategi Pembinaan Religiusitas Perilaku Siswa


14
Jatmiko, Agung, Skripsi:Hubungan Aktivitas Pembinaan Rohani Dengan Perubahan
Sikap Siswa, (Lampung: Muhibbin, 2012), hlm. 21.
15
Moh. Padil, Triyo Supriyanto, Sosiologi Pendidikan, (Malang: UIN-Maliki Press,
2007), hlm.143-144.
16
Malik Fadjar, Visi Pendidikan Islam, (Jakarta Pusat: Lembaga Pengembnangan
Pendidikan dan Penyusunan Naskah Indonesia (LP3NI), 1998), hlm. 31.
27

Dalam paradigma model Organis mempunyai hal penting dalam kerangka

pemikiran yang dibangun fundamental doctrines dan funda-mental value yang

tertuang dan terkandung dalam al-Qur’an dan al-sunnah sebagai sumber pokok.

Ajaran dan nilai-nilai Illahi/agama/wahyu didudukkan sebagai sumber konsultasi

yang bijak, sementara aspek-aspek kehidupan lainnya didudukkan sebagai nilai-

nilai insani yang mempunyai hubungan vertikal-linier dengan nilai Illahi/agama.

Melalui upaya seperti itu, maka sistem pendidikan diharapkan dapat

mengintegrasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan, nilai-nilai agama dan etik, serta

mampu melahirkan manusia-manusia yang menguasai dan menerapkan ilmu

pengetahuan, teknologi dan seni, memiliki kematangan professional, dan

sekaligus hidup di dalam nilai-nilai agama.17

Adapun upaya pendekatan pembelajaran starategi pembinaan religiusitas di

sekolah yang dapat dilakukan oleh para guru agama antara lain:

1. Keimanan, memberikan peluang kepada peserta didik untuk

mengembangkan pemahaman adanya Tuhan sebagai sumber kehidupan

mahluk jagad.

2. Pengamalan, memberikan kesempatan peserta didik untuk mempraktikkan

dan merasakan hasil pengamalan ibadah dan akhlaq dalam menghadapi

tugas-tugas dan masalah dalam kehidupan.

3. Pembiasaan, memberikan kesempatan peserta didik untuk berperilaku baik

sesuai ajaran agama islam dan budaya bangsa dalam menghadapi masalah

kehidupan.

17
Ibid., hlm. 24.
28

4. Rasional, usaha memberikan peranan pada rasio (akal) peserta didik dalam

memahami dan membedakan bahan ajar dalam materi pokok serta

kaitannya dengan perilaku baik dan buruk dalam kehidupan duniawi.

5. Emosional, upaya menggugah perasaan atau emosi peserta didik dalam

menghayati perilaku yang sesuai ajaran agama dan budaya bangsa.

6. Fungsional, menyajiakan semua materi pokok dan manfaatnya bagi

peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.

7. Keteladanan, menjadikan figur guru agama serta petugas sekolah lainnya

maupun orang tua sebagai cermin manusia berpribadian agama. 18

Sebagaimana Firman Allah Swt :

‫ُس َوةٌ َح َسنَةٌ لِ َم ْن َكا َن َي ْر ُج اهللَ َوالَْي ْو َم‬ ِ ِ


ْ ‫لََق ْد َكا َن لَ ُك ْم ىِف َر ُس ْول اهلل أ‬
)21( ‫اآْل ِخَر َوذَ َكَر اهللَ َكثِْيًرا‬
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmad) Alaah dan (kedatangan) hari kiamat
dan dia banyak menyebut Allah.” (Q.S Al-Ahzab:21)19

Sedangkan strategi pembinaan dalam madrasah juga dapat dilakukan secara

preventif artinya tindakan yang dilakukan oleh pihak sekolah/madrasah sebelum

penyimpangan terjadi agar suatu tindak pelanggaran dapat diredam atau dicegah.

Pengendalian yang bersifat preventif umumnya dilakukan dengan cara melalui

bimbingan, pengarahan dan ajakan kepada siswa dan juga pengendalian secara

represif artinya suatu tindakan aktif yang dilakukan pihak sekolah/madrasah pada

saat penyimpangan terjadi agar penyimpangan yang sedang terjadi dapat

Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: Rosdakarya, 2001), hlm. 159-160.


18

19
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Bandung: CV Diponegoro,
2005), hlm. 420.
29

dihentikan. Hukuman ini dimaksudkan agar tindakan penyimpangan sswa tidak

berulang lagi.20

religiusitas pendidikan mendasarkan bangunan epistemologinya ke dalam

tiga kerangka ilmu yaitu: dasar filsafat, tujuan, dan nilai serta orientasi

pendidikan. Pertama, dasar filsafat religiusitas pendidikan adalah filsafat

teosentrisme yang menjadikan Tuhan sebagai pijakan. Kedua, tujuan religiusitas

pendididkan diarahkan untuk membangun kehidupan duniawi melalui pendidikan

sebagai wujud pengabdian kepadaNya. Hal tersebut bisa diartikan bahwa

kehidupan duniawi bukan tujuan final, tetapi sekadar gerbong menuju kehidupan

yang kekal dan abadi sebagai tujuan final perjalanan hidup manusia. Ketiga, nilai

dan orientasi religiusitas pendidikan menjadikan iman dan taqwa sebagai ruh

dalam setiap proses pendidikan yang dijalankan.

Berdasarkan ketiga kerangka konsep religiusitas pendidikan di atas dapat

diartikan bahwa religiusitas pendidikan menumbuhkan kecerdasan spiritual

kepada siswa dalam pendidikan dan kehidupan. Religiusitas pendidikan melalui

kecerdasan spiritual juga memberi guide line kepada guru untuk mengajarkan arti

pentingnya religiusitas kepada para peserta didiknya. Religiusitas pendidikan

menajamkan kualitas kecerdasan spiritual terhadap guru maupun siswa, hal

tersebut dilakukan dengan menginternalisasikan nilai-nilai kejujuran, keadilan,

kebajikan, kebarsamaan, kesetiakawanan sosial kepada siswa sejak usia dini, dan

dan untuk guru juga dapat memperoleh hal tersebut melalui sikap keteladan dalam

setiap proses yang terjadi dalam pendidikan. Semua hal tersebut tentu saja tidak

20
Haedari, Amin, Ishoma El-Saha, Peningkatan Mutu Terpadu Pesantren dan Madrasah
Diniyah, (Jakarta: Diva Pustaka, 2006), hlm. 26.
30

bisa terlepas dari peran Pendidikan Agama Islam beserta pengembangannya

termasuk dalam mewujudkan budaya religius sekolah.21

Menurut Muhaimin, penciptaan suasana religius sangat dipengaruhi oleh

situasi dan kondisi tempat model itu akan diterapkan beserta penerapan nilai yang

mendasarinya.

Pertama, penciptaan budaya religius yang bersifat vertikal dapat

diwujudkan dalam bentuk meningkatkan hubungan dengan Allah Swt melalui

peningkatan secara kuantitas maupun kualitas kegiatan-kegiatan keagamaan

disekolah yang bersifat ubudiyah, seperti: shalat berjama’ah, puasa Senin Kamis,

khataman al-qur’an, do’a bersama dan lain-lain.

Kedua, penciptaan budaya religius yang bersifat horizontal yaitu lebih

mendudukkan sekolah sebagai institusi sosial religius, dapat diklirifikasikan ke

dalam tiga hubungan yaitu: 1. Hubungan atas-bawahan, 2. Hubungan

professional, 3. Hubungan sederajat atau sukarela yang didasarkan pada nilai-nilai

religius, seperti: persaudaraan, kedermawanan, kejujuran, saling menghormati dan

sebagainya.22

d. Tujuan dan Fungsi Strategi Pembinaan Religiusitas

Dalam dunia pendidikan, pendidik diharapkan dapat mengembangkan

model pembelajaran sesuai dengan standar kompetensi dan kopetensi dasar.

Pencapaian seluruh kompetensi dasar perilaku terpuji dapat dilakukan melalui

penanaman nilai-nilai agama. Peran semua unsur sekolah, orang tua, siswa dan

21
Asmaun Sahlan. Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah (Upaya Mengembangkan
PAI dari Teori ke Aksi), (Malang: UIN Maliki Press, 2010), hlm. 32.
22
Ibid., hlm. 47.
31

masyarakat sangat penting dalam mendukung keberhasilan pencapaian tujuan

pembinaan Agama Islam.

Adapun tujuan strategi pembinaan keagamaan di sekolah Menegah

Tingkat Atas adalah sebagai berikut:

1. Menumbuh kembangkan Aqidah melalui pemberian, pemupukan, dan

pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta

pengamalan peserta didik tentang Agama Islam sehingga menjadi manusia

muslim yang terus berkembang keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah

Swt.

2. Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlaq mulia

yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif,

jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan

secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya Agama dalam

komunitas sekolah.23

Berkaitan dengan toleransi , hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an

surat Al-Hujurat ayat 13 yang berbunyi:

‫إِنَّا َخلَ ْقنَ ُك ْم ِم ْن ذَ َك ٍر َواُْنثَى َو َج َع ْلنَ ُك ْم ُشعُ ْوبًا َو َقبَا ئِ َل لَِت َع َارفُوا إِ َّن‬
)13( ‫خبِْير‬ ِ ِ ِ ِ
ٌ َ ‫اَ ْكَر َم ُك ْم عْن َد اهلل أَْت َق ُك ْم إ َّن اهللَ َعلْي ٌم‬
Artinya:” Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan
kamu seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa dan bersuku-suku supaya
kamu salinh kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang
paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahuai lagi maha mengenal.”(Q.S. Al-Hujurat : 13)24
23
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SMA, MA, SMALB, SMK, dan
MAK, Lampiran 3,2.
24
Khadim Al-Hramain Asy Syarifai, Alqur’an dan Terjemahnya, 1418 H, 847.
32

Secara spesifik, beberapa pesantren yang tergabung dalam forum pesantren

merumuskan beberapa tujuan pendidikannya, yang dapat diklasifikasikan ke

dalam tiga kelompok: yaitu pembentukan akhlaq/kepribadian, penguatan

kopetensi santri, dan penyebaran ilmu.

Salah satu dari pendidikan dalam pesantren yaitu Pembentukan akhlaq,

berpijak pada hadist Nabi Muhammad SAW “Innama bu’itstu Liutammima

Shalikh al-akhlaq” atau Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq

mulia (HR. Ahmad), maka para pengasuh pesantren , sebagai ulama pewaris para

nabi, terpanggil untuk meneruskan perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam

membentuk kepribadiaan masyarakat melalui para santrinya. Para pengasuh

pesantren mengharapkan santri-santrinya memiliki integritas kepribadian yang

tinggi (shalih)25

Sedangkan strategi pembinaan keagamaan yang diselenggarakan di

sekolah umum berfungsi untuk:

1. Pengembangan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt. Serta akhlaq mulia

peserta didik secara optimal, yang telah ditanamkan lebih dahulu dalam

lingkungan keluarga.

2. Penanaman nilai ajaran Islam sebagai pedoman dalam meniti kehidupan untuk

mencapai kebahagian hidup baik di dunia ini maupun di akhirat kelak.

3. Penyesuaian mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial melalui

penanaman nilai-nilai pendidikan agama Islam yang berkaitan dengan

hubungan sosial kemasyarakatan.


25
M. Dian Nafi’, Praktis Pembelajaran pesantren, (Yogyakarta: PT. LKiS Pelangi
Aksara, 2007), hlm. 50.
33

4. Perbaikan kesalah pahaman, kesalahan dan kelemahan peserta didik dalam

keyakinan, pemahaman dan pengalaman agama Islam dalam keyakinan sehari-

hari.

5. Pencegahan peserta didik dari hal-hal negatif baik yang berasal dari pengaruh

budaya asing maupun kehidupan sosial kemasyarakatan yang dihadapinya

dalam kehidupan sehari-hari.

6. Pengajaran tentang pengetahuan ilmu keagamaan secara umum, sistem dan

fungsional dalam kehidupan sehingga terbentuk peribadi muslim sempurna.

7. Penyiapan dan penyaluran peserta didik untuk mendalami pendidikan agama

ke lembaga pendididkan yang lebih tinggi.26

3. Faktor Pendukung dan Penghambat Strategi Pembinaan Religiusitas

Perilaku Siswa

Dalam melaksanankan strategi pembinaan religiusitas faktor-faktor

tersebut ikut menentukan berhasil tidaknya pelaksanaan pembinaan religiusitas

perilaku siswa Adapun faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan

pembinaan religiusitas perilaku siswa dapat di kelompokan menjadi 6 faktor yaitu:

a. Faktor yang bersumber dari dalam siswa

Faktor ini di sebut faktor interen, maksudnya faktor yang timbul dari diri

siswa itu sendiri. Dari faktor ini kita dapat melihat kemungkinaan yang menjadi

penghambat dan penunjang pelaksanaan pembinaan religiusitas perilaku siswa.

Diantara adalah kesadaran akan pentingnya perilaku yang baik. Dalam masa itu

26
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran (Upaya Reaktualisasi
Pendidikan Islam), (Malang: LKP21,2009), hlm. 59-69.
34

siswa sangat memerlukan bimbingan untuk menjadi diri sendiri dengan demikian

kita dapat memahami karekter yang akan timbul dalam diri siswa tersebut.

b. Faktor yang timbul dari lingkungan keluarga

Keluarga merupakan kesatuan sosial yang paling sederhana dalam

kehidupan manusia. Anggotanya terdiri dari ayah-ibu dan anak, bagi anak-anak

keluarga merupakan lingkungan yang pertama dikenal. Dengan demikian

kehidupan keluarga merupakan fase pertama yang pembentukan sosial bagi anak.

Menurut islam anak merupakan amanat dari Allah bagi kedua orang

tuanya ia mempunyai jiwa yang suci dan cemerlang, bila ia sejak kecil di biasakan

berbuat baik. Pendidikan yang dilatih secara continue akan menumbuhkan dan

dapat berkembang menjadi anak yang baik pula. Dan sebaliknya apabila ia di

biasakan berbuat buruk, nantinya ia akan terbiasa berbuat buruk pula dan menjadi

rusak mental dan moral mereka. Oleh karena itu perlu dibentuknya lembaga

pendidikan, walaupun pendidikan yang pertama dan utama.27

Sebagian pendidikan yang pertama dan utama keluarga dapat mencetak

anak agar mempunyai kepribadiaan yang kemudian dapat di kembangkan dalam

lembaga pendidikan berikutnya. Sehingga wewenang lembaga-lembaga tersebut

tidak di perkenangkan mengubah apa yang di milikinya, tetapi cukup dengan

mengkombinasikan antara pendidikan keluarga dengan pendidikan lembaga.

Tingkah laku anak tidak hanya di pengaruhi oleh bagaimana sikap orang tua yang

berada dalam lingkungan keluarga itu. Melainkan juga bagaimana sikap mereka

dan di luar rumah. Dalam hal ini peranan orang tua penting sekali untuk

27
Muhaimin-Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis dan Kerangka
Dasar Operasionalisasinya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hlm. 290.
35

mengikuti apa saja yang di butuhkan oleh anak dalam rangka perkembangan nilai-

nilai anak.

Orang tua harus bisa menciptakan keadaan dimana anak bisa berkembang

dalam suasana ramah, ikhlas, jujur dan kerjasama yang di perhatikan oleh masing-

masing angota keluarga dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sebaliknya sulit

untuk menumbuhkan sikap yang baik pada anak di kemudian hari, bilamana anak

tumbuh dan berkembang dalam suasana pertikaian, pertengkaran, ketidak jujuran

menjadi hal yang biasa dalam hubungan antara anggota keluarga ataupun dengan

orang yang ada di luar rumah. Kebijakan orang tua menciptakan suasana baik

dalam rumah, menuntut pengertian yang cukup dari orang tua terhadap danak.

Faktor-faktor kemampuan pengertian akan segi pendidikan dengan sendirinya

dapat mempengaruhi ataupun tidak berarti, bahwa rendahnya taraf inteligensi

yang di miliki orang tua akan menciptakan anak-anak yang kurang bermoral,

ataupun sebaliknya, orang tua yang memiliki taraf kemampuan dan kecerdasan

yang tinggi akan memjamin dapat menciptakan anak dengan nilai moral yang

tinggi pula.

Demikian pula setatus ekonomi sekalipun nampak ada kecenderungan

pengaruh terhadap perkembangan nilai-nilai moral anak tetapi faktor lain yang

mungkin lebih berperan dan akan lebih mempengaruhi. Rumanh miskin tidak

berarti rumah buruk buat si anank. Kenyataanya memang susanan kemiskinan

khususnya pada mereka dengan taraf sosial ekonomi yang rendah sering

menunjukkan unsur-unsur kebersihan yang kurang di perhatikan, pembentukan


36

cara bersikap rendah terhadap orang lain di abaikan, dengan nilai moral yang

kurang di perhatikan.

c. Faktor yang bersumber dari lingkungan sekolah

Sekolah adalah lembaga pendidikan yang penting sesudah keluarga,

karena makin besar kebutuhan siswa, maka orang tua menyerahkan tanggung

jawabnya sebagain kepada lembga pendidikan. sekolah sebagai pembantu

keluarga mendidik anak. Sekolah memberi pendidikan dan pengajaran kepada

siswa mengenai apa yang tidak dapat atau tidak ada kesempatan orang tua untuk

memberikan pendidikan dan pengajaran di dalam keluarga.

Tugas guru dan pemimpin sekolah di samping menberikan ilmu

pengetahuan, ketrampilan, juga mendidik siswa beragama. Disinilah sekolah

berfungsi sebagai pembantu keluarga dalam memberikan bimbingan dan

pengajaran kepada anak didik. Perndidikan budi pekerti dan keagamaan yang di

selenggarakan di sekolah haruslah merupakan kelanjutan setidaknya jangan

bertentangan dengan apa yang di berikan dalam keluarga.

Dalam tubuh setiap muslim yang benar-benar beriman dan melaksanankan

ajaran islam mereka berusaha untuk memasukan anak mreka ke sekolah yang

diberikan pendidikan agama. Dasar kepribadian dan pola sikap siswa yang telah di

peroleh melalui pertumbuhan dan perkembangan akan di alami secara meluas

apabila anak memasuki sekolah. Corak hubungan antara murit dengan guru atau

antara guru dengan murit, banyak mempengaruhi aspek-aspek kepribadiaan,

termasuk nilai-nilai moral yang memang masih mengalami perubahan-perubahan.


37

Tipe seorang guru keras mernyebabkan sikap rendah diri pada siswa akan tetapi

sikap ini akan berubah apabila menemukan guru yang bersikap demokratis.

Kepribadiaan yang di pancarkan oleh guru dapat menjadi tokoh yang di

kagumi, karena itu timbul hasrat peniru terhadap sebagian atau keseluruhan

tingkah laku guru tersebut. Di pihak lain rasa tidak segan dapat menimbulkan

pihak lain terhadap guru menjadi negatif khususnya baik hubungan antara murid

dengan guru maka makin tinggi pula nilai kejujuran dan akan lebih efektif suatu

pendidikan moral yang sengaaja di lakukan dalam diri siswa.

Hubungan murid dengan murid yang baik dapat memperkecil

kemungkinan tumbuhnya perbuatan-perbuatan yang jauh dari nilai moral yang

tinggi bilamana kelompok itu sendiri sudah mempunyai norma-norma moral yang

baik pula. Melalui kegiatan kegiatan yang mengandung unsure-unsur persaingan

olahraga, siswa memperoleh kesempatan bagaimana bertingkah laku yang sesuai

dengan jiwa seoramg olahragawan yang seportif, menghargai dan menghormanti

kekalahan orang lain, belajar berkerja sama, sehingga secara tidak langsung siswa

memperoleh kesempatan untuk melatih dan meperkembangkan nilai nilai moral.

d. Faktor dari lingkungan teman-teman sebaya.

Makin bertambah umur anak makin memperoleh kesempatan luas untuk

mengadakan hubungan dengan teman sebaya Sekalipun dalam kenyataannya

perbedaan umur yang relatif besar tidak menjadikan sebab tidak adanya

kemungkinan melakukan hubungan-hubungan dalam suasana bermain. Siswa

yang bertindak langsung atau tidak langsung sebagai pemimpin, atau yang

menunjukan cirri-ciri kepemimpinan dengan sikap menguasai anak lain akan


38

besar pengaruhnya terhadap pola sikap kepribadian mereka. Konflik akan terjadi

pada siswa bilamana norma pribadi sangat berlainan dengan norma yang ada di

lingkungan teman-teman mereka. Di situlah ia ingin mepertahankan pola tingkah

laku yang telah di peroleh dirumah/sekolah sedangkan di pihak lain lingkungan

menuntut siswa untuk meperlihatkan pola lain yang bertentangan dengan pola

yang sudah ada atau sebaliknya.

Teman sepergaulan mempunyai pengaruh yang cukup besar umembuat

anak menjadi anak yang baik dan juga membuat anak yang suka melanggar

norma-norma yang berlaku di masyarakat. Hal ini terjadi hampir di seluruh

kawasan yang ada, kawasan yang kami maksut adalah kawasan yang ada

penduduknya yang masih usia remaja, orang dewasayang masih dikategorikan

sebagai generasi muda. Para ahli ilmu social pada umumnya berpendapat bahwa

kelompok seusia atau kelompok sepermainan mempunyai pengaruh yang besar

terhadap remaja/generasi muda sebagai individu atau pribadi.

e. Faktor dari segi keagamaan

Seorang siswa perlu mengetahui hukum dan ketentuan agama. Di samping

itu yang lebih penting adalah menggerakan hati mereka untuk secara otomatis

terdorong untuk mengetahui hukum dan ketentuan agama. Jangan sampai

pengetahuan dan pengertian mereka tentang agama hanya sekedar pengetahuan

yang tidak berpengaruh apa-apa dalam kehidupan sehari- hari. Untuk itu

diperlukan pendekatan agama dengan segala ketentuan pada kehidupan sehari-hari

dengan jalan mencarikan hikmah dan manfaat setiap ketentuan agama itu. Jangan

sampai mereka menyangka bahwa hukum dan ketentuan agama merupakan


39

perintah tuhan yang terpaksa mereka patuhi, tanpa merasakan manfaat dari

kepatuhan itu. Hal ini tidak dapat di capai dengan penjelasan yang sederhana saja,

tetapi memerlukan pendekatan pendekatan secara sungguh-sungguh yang di

dasarkan atas pengertian dan usaha yang sungguh-sungguh pula.

Kejujuran dan tingkah laku moralitas lainya yang di perhatikan seseorang

siswa, tidak ditentukan bagaimana pandainya atau oleh pengertian dan

pengetahuan keagamaan yang di miliki siswa melaikan bergantung sepenuhnya

pada penghanyatan nili-nilai keagamaan dan pewujudannya dalam tingkah laku

dan dalam hubungan dengan siswa lain.

Dalam perkembangannya seorang siswa mula-mula merasa takut untuk

berbuat sesuatu yang tidak baik, seperti berbohong karena larangan-larangan

orang tua atau guru agama, bahwa perbuatan yang tidak baik akan di hukum oleh

penguasa yang tertinggi yaitu Tuhan. Sekalipun tokoh tuhan ini adalah tokoh

abstrak yang tidak kelihatan tetapi pengaruhnya besar sekali. Siswa akan

menginsafi bahwa perbuatan-perbuatan yang tidak baik itu perbuatan dosa

derngan akibat di hukum. Ajaran-ajaran keagamaan dapat berupa petunjuk apa

yang boleh dan wajar di lakukan dan dapat berupa pengontrolan untuk melakukan

sesuai dengan keinginan atau kehenedaknya.

Nilai-nilai keagamaan yang di peroleh siswa pada usia muda dapat

menetapkan menjadi pedoman tingkahlaku di kemudian hari. Kalau pada mulanya

kepatuhan di dasarkan karena adanya rasa takut yang di asosiasikan dengan

kemumgkinan memperoleh hukuman, maka lama-lama kepatuhan ini akan dapat

dihayati sebagai dari cara dan tujuan hidup.


40

f. Faktor dari aktivitas-aktivitas rekreasi

Dalam kehidupan siswa dapat mempelajari pelajaran yang di sampaikan

oleh guru dan dapat mereka terapkan dalam ke kehidupan sehari-hari. Bagaimana

seorang siswa mengisi waktu luang seiring dikemukakan sebagai sesuatu yang

berpengaruh besar terhadap konsep moral siswa. Orang tua dan guru menyadari

betapa pentingnya bacaan pada siswa yang antara lain juga membentuk segi-segi

moral bagi siswa. Perhatian dan anjuran untuk membaca ini minimbulkan

keinginan dan kebebasan yang besar untuk membaca. Akan tetapi kebiassaan dan

keinginan membaca ini juga di arahkan untuk membaca yang sekiranya dapat

membangun pikiran nya.

Dengan hal ini makam pemikiran siswa akan semakin meningkat dan

dapat menjangkau apa yang mereka inginkan. Selain dari factor di atas masih ada

factor lain yang tidak kalah pentingnya dalam menghambat pembinaan moral, di

antaranya faktor inteligendan jenis kelamin. Intelegensi di kemukakan dengan

alasan bahwa untuk mengerti hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan di

butuhkan kemampuan yang baik. Sebaliknya kemampuan yang baik dan yang

dapat mengeti perbuatan yang baik dan yang tidak baik. Jenis kelamin

dikemukakan karena kemyataanya bahwa lebih banyak kenakalan atau kejahatan

di temui pada siswa laki-laki dari pada siswa perempuan . ini pun tidak dikatakan

secara umum, juga hal-hal yang sebaliknya yakni bahwa siswa perempuan lebih

jujur dari pada siswa laki-laki.


41

Demikian mengenai faktor-faktor yang mendukung dan menghambat

pembinaan moral siswa. 28

B. Wujud Pembinaan Religius

1. Pengertian Wujud Budaya Religius

Istilah budaya dapat diartikan sebagai otalitas pola perilaku, kesenian,

kepercayaan, kelembagaan, dan semua produk lain dari karya dan pemikiran

manusia yang mencirikan kondisi suatu masyarakat atau penduduk yang

transmisiskan bersama.29

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya (cultural) diartikan

sebagai: pikiran; adat istiadat; sesuatu yang sukar berkembang; sesuatu yang

menjadi kebiasaan yang sukar diubah.30

Tylor mengartikan budaya sebagai “that complex whole which includes

knowledge, beliefs, art, morals, laws, cusoms and other capabilities and habits

acquired by man as a member of society”. Budaya merupakan suatu kesatuan

yang unik dan bukan jumlah dari bagian-bagian suatu kemampuan psikologis

seperti ilmu pengetahuan, teknologi, kepercayaan, keyakinan, seni dan

sebagainya.31

Budaya religius merupakan sekumpulan nilai-nilai agama yang melandasi

perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol- simbol yang dipraktikan oleh

28
Singgih D. Gunarsa-Ny, Psikologi Praktis anak, Remaja dan Keluarga, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2001), hlm. 38-46.
29
Muhaimin dan Abdul Mudjib, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofis dan
Kerangka Dasar Operasionalnya, (Bandung: Triganda Karya, 1993), hlm. 35.
30
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 149.
31
Asri Budiningsih, Pembelajaran Moral Berpijak pasa Karakteristik Siswa dan Budaya,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hlm. 18.
42

semua warga sekolah, meliputi kepala sekolah, guru, karyawan, siswa dan

masyarakat sekolah32.

Menurut Ismail Raji budaya religius sekolah merupakan cara berfikir dan

cara bertindak warga sekolah didasarkan atas nilai-nilai religius (keberagamaan).33

Perwujudan budaya tidak muncul begitu saja tetapi melalui proses

pembudayaan. Koentjoroningrat menyatakan bahwa proses pembudayaan

dilakukan melalui tiga tataran, yaitu :

a. Tataran nilai yang dianut, yakni merumuskan secara bersama nilai-nilai

keagamaan yang disepakati dan perlu dikembangkan di sekolah, selanjutnya

dibangun komitmen bersama di antara semua warga sekolah untuk

melaksanakan nilai-nilai yang sudah disepakati.

b. Tataran praktik keseharian, nilai-nilai keagamaan yang sudah

disepakati selanjutnya diwujudkan dalam bentuk sikap, perilaku dan praktik

pengamalan keagamaan dalam keseharian oleh semua warga sekolah.

c. Tataran simbol-simbol budaya, mengganti simbol-simbol budaya yang kurang

sejalan dengan ajaran dan nilai-nilai keagamaan dengan simbol budaya

yang agamis.34

2. Proses Terbentuknya Budaya Religius Sekolah

Secara umum budaya dapat terbentuk melalui proses secara prescriptive

dan dapat juga secara terprogram sebagai learning process atau solusi terhadap

suatu masalah. Yang pertama adalah pembentukan atau terbentuknya budaya


32
Asmaun Sahlan, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah (Upaya Mengembangkan
PAI dari Teori ke Aksi), (Malang: UIN Maliki Press, 2010), hlm, 116.
33
Ismail Raji al-Faruqi, Islamization Of Knowladge: GeneralPrinciples and Workplan,
(Washington DC., International institute of Islamic Thougt, 1982), hlm. 34.
34
Koenjoroningrat, Kebudayaan, Metalitet dan pengembangan, (Jakarta: Gramedia,
1974), hlm.32
43

religius sekolah melalui penurutan, peniruan, penganutan dan penataan suatu

skenario (tradisi, perintah) dari atas atau dari luar pelaku budaya yang

bersangkutan. Yang kedua adalah pembentukan budaya secara terprogram melalui

learning procces. Pola ini bermula dari dalam diri pelaku budaya, dan suara

kebenaran, keyakinan, anggapan dasar atau dasar yang dipegang teguh sebagai

pendirian, dan diaktualisasikan menjadi kenyataan melalui sikap dan perilaku.35

Menurut Tafsir, strategi yang dapat dilakukan oleh para praktisi

pendidikan untuk membentuk budaya religius sekolah, diantaranya:

a. Memberikan contoh (teladan)

b. Membiasakan hal-hal yang baik

c. Menegakkan disiplin

d. Memberikan motivasi dan dorongan

e. Memberikan hadiah terutama psikologis

f. Menghukum (mungkin dalam rangka kedisiplinan)

g. Penciptaan suasana religius yang berpengaruh bagi pertumbuhan

anak36

Menurut Koentjaraningrat strategi dalam proses terbentuknya wujud

budaya religius sekolah, meniscayakan upaya pengembangan dalam tiga tataran:

a. Tataran nilai yang dianut, nilai-nilai agama yang disepakati dan perlu

dikembangkan di sekolah, selanjutnya membangun komitmen dan loyalitas

bersama diantara semua warga di sekolah terhadap nilai yang disepakati.

35
Talizuhu Ndara, Teori Budaya Organisa, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm. 24.
36
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: Remaja; Rosda Karya,
2004), hlm. 112.
44

b. Tataran praktik keseharian, nilai-nilai keagamaan yang telah disepakati

diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku keseharian oleh semua warga

sekolah.

c. Tataran simbol-simbol budaya, Pengembangan yang perlu dilakukan adalah

menganti simbol-simbol budaya yang kurang sejalan dengan ajaran dan nilai-

nilai agama dengan simbol budaya yang agamis. Perubahan simbol dapat

dilakukan dengan mengubah berpakaian dengan prinsip menutup aurat, foto-

foto dan motto yang mengandung pesan-pesan dan nilai-nilai keagamaan dan

lain-lain.

Adapun startegi untuk membudayakan nilai-nilai agama di sekolah dapat

dilakukan melalui:

a. Power strategi, yakni strategi pembudayaan agama di sekolah dengan cara

menggunakan kekuasaan atau melalui people’s power, dalam hal ini peran

kepala sekolah dengan segala kekuasaanya sangat dominan dalam melakukan

perubahan.

b. Persuasive strategy, yang dijalankan lewat pembentukan opini dan pandangan

masyarakat atau warga sekolah.

c. Normative re-educative, norma adalah aturan yang berlaku dimasyarakat.

Norma yang termasyarakat lewat education (pendidikan). Normative

digandengkan dengan re-educative (pendidikan ulang) untuk menanamkan dan

menganti paradigma berpikir warga sekolah yang lama dengan yang baru.

Pada strategi pertama dikembangkan melalui pendekatan perintah atau

larangan. Allah Swt. Memberikan contoh dalam hal shalat agar manusia
45

melaksanakan setiap waktu dan setiap hari, maka diperlukan hukuman yang

sikapnya mendidik. Hal ini sebagaimana sabda Rosulullah Saw.

َ َ‫ِّه َر ِض َى اهللُ َعْن هُ ق‬ ِ ‫ب عن اَبِي ِه عن ج د‬


‫ال‬َ َ‫ ق‬:‫ال‬ َ ْ َ ْ ْ َ ٍ ‫َع ْن َع ْم ٍر بْ ِن ُش َعْي‬
‫االص اَل ِة َو ُه ْم‬
َّ ِ‫ ُم ُر ْوا اَْواَل َد ُك ْم ب‬: ‫لى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬
َّ ‫ص‬
ِ
َ ‫َر ُس ْو ُل اهلل‬
‫اض ِربُو ُهم َعلَْي َها و ُهم اَْبنَاء َع ْش ٍر و َفِّر ُقو َبْيَن ُهم ا ىِف‬ ِِ
َ ْ َ ُ ْ َ ْ ْ ْ ‫اَْبنَاءُ َسْب ِع سننْي َ َو‬
ٌ ْ‫اج ِع َح ِدي‬
. ‫ث َح َس ٍن َر َواهُ أَ بُ ْو َد ُاو َدبِِإ ْسنَ ٍاد َح َس ٍن‬ ِ ‫الْمض‬
َ َ
Artinya: Dari Amr Ibnu Syu’aib dari Ayahnya dari Kakeknya
RA Rasulullah SAW Bersabda: Perintahkanlah kepada anak-
anak kalian untuk salat ketika umur mereka tujuh tahun, dan
pukullah mereka karenanya ( tidak mau shalat) ketika umur
mereka sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat-tempat tidur
mereka saat itu.(Hadist Hasan, Diriwayatkan oleh Abu
Dawud dengan sanad yang Hasan)37

Sedangkan pada strategi kedua dan ketiga tersebut dikembangkan melalui

pembiasaan, keteladanan dan pendekatan persuasive atau mengajak kepada

warganya dengan cara yng halus dengan memberikan alasan dan prospek baik

yang bisa menyakinkan mereka.38

3. Contoh Perilaku Wujud Budaya Religius di Sekolah

1. Senyum, Salam, Sapa (3S)

Dalam Islam sangat dianjurkan memberikan salam. Ucapan salam di

samping sebagai do’a bagi orang lain juga sebagai bentuk persaudaraan antara

sesama manusia. Secara sosiologis sapaan dan salam dapat meningkatkan

interaksi antar sesama, dan berdampak pada rasa penghormatan sehingga antara

sesama saling dihargai dan dihormati.

37
Riyadus Shalihin, hlm:158-159.
38
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran (Upaya Reaktualisasi
Pendididkan Islam), (Malang: LKP21, 2009), hlm.160-167.
46

Senyum, sapa dan salam dalam perspektif budaya menunjukkan bahwa

komunitas masyarakat memiliki kedamaian, santun, saling tenggang rasa, toleran,

damai dan bersahaja dan rasa hormat. Namun seiring dengan perkembangan dan

berbagai kasus yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini, sebutan tersebut berubah

menjadi sebaliknya. Sebab itu, budaya senyum, salam dan sapa harus dibudayakan

pada semua komunitas, baik di keluarga, sekolah atau masyarakat sehingga

cerminan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang santun, damai, toleran dan

hormat muncul kembali.

Didalam surat an-nur ayat 61 yang menjelaskan bahwasannya Allah akan

memberikan berkah yang baik bagi siapa yang memasuki rumah dengan memberi

salam kepada penghuninya, sebagaimana ayat tersebut berbunyi:

ِ ‫فَِإ َذا دخ ْلتُم بيوتًا فَسلِّموا علَى اَْن ُف ِس ُكم حَتِ يَّةً ِمن ِعْن ِد‬
ً‫اهلل ُمبَ َار َكةً طَيِّبَة‬ ْ ْ َ ْ ُ َ ْ ُُ ْ َ َ
)61( ‫ات لَ َعلَّ ُك ْم َت ْع ِقلُ ْو َن‬
ِ ‫ك يبنِّي اهلل لَ ُكم اآْل ي‬
َ ُ ُ ُ َُ َ ‫َك َذال‬
ِ
Artinya: Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari)
rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada
(penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu
sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat
lagi baik, Demikian Allah menjelaskan ayat-ayat (Nya) bagimu,
agar kamu memahaminya. (Q.S An-Nur)39

2. Saling Hormat dan Toleran

Budaya saling hormat dan toleran juga nampak pada tiga sekolah. Saling

menghormati antara yang muda dengan yang lebih tua, menghormati perbedaan

pemahaman agama, bahkan saling menghormati antar agama yang berbeda.

Masyarakat yang toleran dan memiliki rasa hormat menjadi harapan

bersama. Dalam perspektif apapun toleransi dan rasa hormat sangat dianjurkan.
39
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Bandung: CV Diponegoro,
2005), hlm. 385.
47

Bangsa Indonesia sebagai bangsa berbhineka dengan ragam agama, suku, dan

Bahasa sangat mendambakan persatuan dan kesatuan bangsa, sebab itu melalui

Pancasila sebagai falsafah bangsa menjadikan tema persatuan sebagai salah satu

sila dari Pancasila, untuk mewujudkan hasil tersebut maka kuncinya adalah

toleran dan rasa hormat sesama anak bangsa.

Fenomena perpecahan dan konflik yang terjadi di Indonesia sebagian besar

disebabkan karena tidak adanya toleransi dan rasa hormat diantara sesama warga

atau masyarakat yang memiliki paham, ide, atau agama yang berbeda. Sebab itu

melalui pendidikan dan dimulai sejak dini, sikap toleran dan rasa hormat harus

dibiasakan dan dibudayakan dalam kehidupan sehari-hari.

Adapun dalil al- Qur’an yang menerangkan anjuran untuk mempunyai rasa

toleran sebagaimana dalam surat al-kafirun ayat 1-6 sebagai berikut:

‫اَْنتُ ْم‬ ‫) َواَل‬2( ‫) اَل اَ ْعبُ ُد َم ا َت ْعبُ ُد ْو َن‬1( ‫قُ ْل يَ آ اَيُّ َه ا الْ َك افُِر ْو َن‬
‫اَْنتُ ْم‬ ‫) َواَل‬4( ْ‫) َواَل اَنَ ا َعابِ ٌد َم ا َعبَ دْمُت‬3( ‫َعابِ ُد ْو َن َم آ اَ ْعبُ ُد‬
)6( ‫ن‬ ِ ْ‫) لَ ُك ْم ِد ْينُ ُك ْم َوىِل َ ِدي‬5( ‫َعابِ ُد ْو َن َمآ اَ ْعبُ ُد‬
Artinya: Katakanlah : Hai orang-orang kafir, aku tidak akan
menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan
penyembah tuhan yang aku sembah, dan aku tidak pernah
menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak
pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah,
untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku (Q.S. Al-
Kafirun). 40

3. Puasa Senin Kamis

Puasa merupakan bentuk peribadatan tinggi terutama dalam bab

spiritualitas dan jiwa sosial. Puasa hari Senin dan Kamis ditekankan di sekolah

40
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Bandung: CV Diponegoro,
2005), hlm. 602.
48

disamping sebagai bentuk peribadatan sunnah muakkad yang sering dicontohkan

Rosulullah SAW. Juga sebagai sarana pendidikan dan pembelajaran takziyah agar

siswa dan warga sekolah memiliki jiwa yang bersih, berfikir dan bersikap positif,

dan memiliki rasa kepedulian terhadap sesama.

Nilai-nilai yang ditumbuhkan melalui proses pembiasaan berpuasa

tersebut merupakan nilai-nilai luhur yang sulit dicapai oleh siswa-siswa di era

sekarang ini, disamping hantaman budaya negatif dan arus globalisasi juga karena

piranti untuk penangkal arus budaya negatif tersebut yang tidak maksimal baik

dalam bentuk pendidikan maupun keteladanan dari tokoh dan warga masyarakat.

Sebab itu melalui pembiasaan puasa senin kamis diharapkan dapat menumbuhkan

nilai-nilai luhur tersebut yang sangat dibutuhkan generasi saat ini.

Dalam hadist yang riwayat oleh Imam Muslim dalam Riyadus Shalihin

menjelaskan Rasulullah senang jika dalam hari Senin dan Kamis dalam keadaan

berpuasa karna pada saat hari itu ditunjukkanlah amalan-amalan oleh para

malaikat kepada Allah. Sebagaimana hadist tersebut:

‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ِ ِ ِ


َ ‫َو َع ْن أَىِب ُهَر ْي َرةَ َرض َى اهللُ َعْن هُ َع ْن َر ُس ْول اهلل‬
‫ض‬َ ‫ب أَ ْن يُ ْع َر‬ ُّ ‫َح‬ ِ ‫ال َي ْو َم اإْلِ ْثَننْي ِ َواخْلَ ِمْي‬
َ ‫س فَ أ‬ ُ ‫ض اأْل َْع َم‬
ُ ‫ تُ ْع َر‬: ‫قَ َال‬
‫ َو َر َواهُ ُم ْس لِ ٌم‬،‫ث َح َس ٌن‬ ٌ ْ‫ال َح ِدي‬ َ َ‫ َر َواهُ الت ِّْر ِم ِذى َوق‬،‫ص ائِ ٌم‬ ِ
َ ‫َع َملى َوأَنَا‬
.‫الص ْوِم‬
َّ ‫بِغَرْيِ ِذ ْك ِر‬
Artinya:
Dari Abu Hurairah r.a dari Rosulullah s.a.w. katanya:
“Ditunjukkanlah amalan-amalan itu oleh para malaikat kepada
Allah Ta’ala pada hari Senin dan Kamis, maka saya senang
jikalau amalanku itu ditunjukkan, sedang saya dalam keadaan
berpuasa. “ Di riwayatkan pula oleh Imam Tirmidzi dan ia
mengatakan bahwa in adalah Hadits Hasan, hadist ini
49

diriwayatkan pula oleh Imam Muslim, tanpa menyebutkan


berpuasa.41

4. Shalat Dhuha

Melakukan ibadah dengan mengambil wudhu dilanjutkan dengan shalat

dhuha dilanjutkan dengan membaca al-Qur’an, memiliki implikasi pada

spiritualitas dan mentalitas bagi seorang yang akan menuntut ilmu dianjurkan

untuk melakukan pensucian diri baik secara fisik maupun ruhani. Berdasarkan

pengalaman para ilmuwan muslim seperti, Al-Ghazali, Imam Syafi’i, Syaikh

Waqi’, menuturkan bahwa kunci sukses mencari ilmu adalah dengan mensucikan

hati dan mendekatkan diri pada Allah SWT.

Berdasarkan hasil penelitian Mohammad Sholeh, tentang terapi sholat

tahajjud didapatkan kesimpulan bahwa salat dapat meningkatkan spiritualisasi,

membangun kestabilan mental, dan relaksasi fisik.42

Berdasarkan penjelasan mengenai manfaat dari melaksanakan shalat dhuha

dan waktu dalam mengerjakannya, dijelaskan dalam surat ad-dhuha ayat 1-2:

)2( ‫) َوالَّْي ِل اِ َذا َس َجى‬1( ‫ُّحى‬


َ ‫َوالض‬

Artinya: Demi waktu matahari sepenggalahan naik, dan demi


malam apabila telah sunyi. (Q.S Ad-dhuha)43

5. Tadarrus al-Qur’an

Tadarrus al-Qur’an atau kegiatan membaca al-Qur’an merupakan bentuk

peribadatan yang diyakini dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dapat

41
Riyadus Shalihin, hlm. 498
42
Mohammad Sholeh, Terapi Sholat Tahajjud, (Jakarta: Hikmah Populer, 2007), hlm. 14.
43
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Bandung: CV Diponegoro,
2005), hlm. 596.
50

meningkatkan keimanan dan ketaqwaan yang berimpliklasi pada sikap dan

perilaku positif, dapat mengontrol diri, dapat tenang, lisan terjaga, dan istiqamah

dalam beribadah.

Tadarus al-Qur-an disamping sebagai wujud peribadatan, meningkatkan

keimanan dan kecintaan pada al-Qur’an juga dapat menumbuhkan sikap positif

diatas, sebab itu melalui tadarus al-Qur’an siswa-siswi dapat tumbuh sikap-sikap

luhur sehingga dapat berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar dan juga

dapat membentengi diri dari budaya negatif.

Di dalam al-Qur’an surat al-Fathir ayat 29-30 menjelaskan bahwasannya

Allah akan menyempurnakan pahala dan menambah karunia bagi mereka yang

selalu membaca kitab Allah, mendirikan shalat dan menafqahkan sebagian dari

rezki yang dimiliki. Sebagaimana ayat yang berbunyi:

‫اه ْم ِسًّرا‬ ‫مِم‬ ِ ِ ِ


ُ َ‫اب اهلل َواَقَ ُاموا الصَّاَل َة َواَْن َف ُق ْوا َّا َر َز ْقن‬ َ َ‫إِ َّن الَّذيْ َن َيْتلُ ْو َن كت‬
‫) لُِي َو ِّفَي ُه ْم اُ ُج ْو َر َه ْم َويَِزيْ ُد ُه ْم‬29( ‫َو َعاَل نِيَّةً َي ْر ُج ْو َن جِت َ َار ًة لَ ْن َتُب ْو َر‬
)30( ‫كو ٌر‬ ِ ِ ِ َ‫ِمن ف‬
ْ ُ ‫ضله انَّهُ َغ ُف ْوٌر َش‬ ْ ْ
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab
Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari
rezki yang kami anugrahkan kepada mereka dengan diam-diam
dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang
tidak akan merugi. Agar Allah menyempurnakan kepada mereka
pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karuniaNya.
Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha mensyukuri.
(Q.S Al-Fathir)44

6. Istighotsah dan Do’a Bersama

44
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Bandung: CV Diponegoro,
2005), hlm.437.
51

Istighotsah adalah do’a bersama yang bertujuan memohon pertolongan

dari Allah SWT. Inti dari kegiatan ini sebenarnya dihikrullah dalam rangka

taqarrub ila Allah (mendekatkan diri kepada Allah SWT). Jika manusia sebagai

hamba selalu dekat dengan sang khalik, maka segala keinginannya akan

dikabulkan olehnya.

Istilah ini biasa digunakan dalam salah satu madzab atau tarikat yang

berkembang dalam Islam. Kemudian dalam perkembangannya juga digunakan

oleh semua aliran dengan tujuan meminta pertolongan dari Allah SWT. Dalam

banyak kesempatan, untuk menghindarikan kesan ekslusif maka sering digunakan

istilah do’a bersama.

Sebagaimana di dalam Al-Qur’an surah yunus ayat 89 yang menjelaskan

Allah akan memperkenankan permohonan do’a dari do’a yang dilakukan dengan

bersama-sama:

‫استَ ِقْي َما‬ ِ


ْ َ‫ال قَ ْد اُجْيبَت َّد ْع َوتُ ُك َما ف‬
َ َ‫ق‬

Artinya: Allah berfirman: “Sesungguhnya telah diperkenankan


permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada
jalan yang lurus. (Q.S Yunus)45

C. Strategi Mewujudkan Budaya Religius Sekolah

1. Menciptakan Kebijakan Sekolah yang Stategis

Menurut Muhaimin strategi dalam mewujudkan budaya religius sekolah

dapat dilakukan melalui empat pendekatan, yaitu:

45
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Bandung: CV Diponegoro,
2005), hlm. 220.
52

Pertama, pendekatan struktural yaitu strategi dalam mewujudkan budaya

religius sekolah sudah menjadi komitmen dan kebijakan pimpinan sekolah,

sehingga lahirnya berbagai peraturan atau kebijakan yang mendukung terhadap

lahirnya berbagai kegiatan keagamaan di sekolah beserta berbagai sarana dan

prasarana pendukungnya termasuk dari sisi pembiayaan. Dengan demikian

pendekatan ini lebih bersifat “top down” yakni kegiatan keagamaan yang dibuat

atas prakarsa atau instruksi dari pejabat atau pimpinan sekolah.

Kedua, pendekatan formal, yaitu strategi mewujudkan budaya religius

sekolah dilakukan melalui pengoptimalan kegiatan belajar mengajar (KBM) mata

pelajaran PAI di sekolah yang setiap minggu untuk sekolah negeri diterapkan dua

jam pelajaran. Dengan demikian, dalam pendekatan formal ini, guru PAI

mempunyai peran yang lebih banyak dibanding guru-guru mata pelajaran yang

lain.

Ketiga, pendekatan mekanik, yaitu strategi dalam mewujudkan budaya

religius sekolah melalui peningkatan kuantitas dan kualitas kegiatan

ekstrakulikuler bidang agama. Artinya dengan semakin menyemarakkan berbagai

kegiatan ekstrakulikuler bidang agama di sekolah, warga sekolah khususnya para

siswa tidak hanya memahami PAI secara kulikuler dikelas saja, namun juga

diwujudkan dalam berbagai kegitan ekstrakulikuler yang saling terintegrasi

dengan kegiatan sekolah lainnya.46

Keempat, pendekatan organik, yaitu penciptaan suasana religius yang

disemangati oleh adanya pandangan bahwa pendidikan agama adalah kesatuan

Muhaimin, Strategi Belajar Mengajar: Penerapannya dalam Pembelajaran Pendidikan


46

Agama, (Surabaya: Citra Media, 1996), hlm. 63-64.


53

atau sebagai sistem sekolah yang berusaha mengembangkan pandangan atau

semangat hidup agamis. Artinya Strategi dalam mewujudkan budaya religius

sekolah sudah menjadi komitmen dan mendapat dukungan dari seluruh warga

sekolah.

2. Membangun Komitmen Pimpinan dan Warga Sekolah

Kuatnya komitmen pimpinan dan warga sekolah dapat dijelaskan dengan

menggunakan pendekatan struktural, yaitu strategi dalam mewujudkan budaya

religius sekolah sudah menjadi komitmen dan kebijakan pimpinan sekolah,

sehingga lahirnya berbagai peraturan atau kebijakan yang mendukung terhadap

lahirnya berbagai kegiatan keagamaan di sekolah beserta berbagai sarana dan

prasarana pendukungnya termasuk dari sisi pembiayaan. Dengan demikian

pendekatan ini lebih bersifat “top down” yakni kegiatan keagamaan yang dibuat

atau prakarsa atau instruksi dari pejabat atau pemimpin sekolah.

Keberhasilan dalam upaya mewujudkan budaya religius tidak terlepas dari

komitmen semua warga sekolah, Sebagaimana dijelaskan Muhaimin bahwasannya

dalam upaya pewujudan budaya religius perlu dirumuskan secara bersama nilai-

nilai agama yang disepakati dan perlu dirumuskan secara bersama nilai-nilai

agama yang disepakati dan perlu dikembangkan di sekolah, untuk selanjutnya

membangun komitmen dan loyalitas bersama warga sekolah terhadap nilai-nilai

yang telah disepakati. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Hicman dan Silva

bahwa terdapat tiga langkah untuk mewujudkan budaya. Yaitu commitment,

competence, dan consistency.47

47
Hickman dan Silva, Budaya Perusahaan, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2001), hlm. 67.
54

Sedangkan nilai-nilai yang disepakati tersebut bersifat vertikal dan

horizontal. Yang vertikal berwujud hubungan manusia atau warga sekolah dengan

Allah, dan yang horizontal berwujud hubungan manusia dengan warga sekolah

dengan sesamanya, dan hubungan mereka dengan alam sekitar.

3. Menerapkan Strategi Perwujudan Budaya Religius yang Efektif

Strategi pewujudan budaya religius dapat diterapkan melalui startegi yang

efektif, yaitu meliputi:

a. Penciptaan Suasana Religius

Tentang penciptaan suasana religius mencakup beberapa hal yang perlu

dibiasakan di sekolah, yaitu seperti dibawah ini:

a) Berdo’a bersama sebelum pembelajaran, kegiatan ini dilakuakan setiap awal

dan akhir pembelajaran.

b) Khataman Al-Qur’an, kegiatan ini diadakan setiap bulan sekali agar siswa

lancar dalam membaca Al-Qur’an

c) Istighotsah, merupakan kegiatan do’a bersama dengan membaca kalimah-

kalimah tayyibah dan memohon petunjuk kepada Allah

d) Peringatan hari besar Islam (PHBI)

e) Kegiatan Pondok Romadhon

Penciptaan suasana religius merupakan upaya untuk mengkondisikan

suasana sekolah dengan nilai-nilai dan perilaku religius (keagamaan). Hal itu

dapat dilakukan dengan: kepemimpinan, skenario penciptaan suasana religius,

wahana peribadatan atau tempat ibadah, serta dukungan warga masyarakat.

b. Internalisasi Nilai
55

Internalisasi dilakukan dengan memberikan pemahaman tentang agama

ekslusif.

kata yang sopan dan bertata krama baik terhadap orang tua, guru, maupun

sesama orang lain. Selain itu proses internalisasi tidak hanya dilakukan oleh guru

agama saja, melainkan juga semua guru, dimana mereka menginternalisasikan

ajaran agama dengan keilmuwan yang mereka miliki seperti guru biologi yang

mengkaitkan materi tersebut dengan al-Qur’an dan nilai-nilai Agama Islam

lainnya.

Talidzhuhu Ndara menyatakan bahwa agar budaya tersebut menjadi nilai-

nilai yang tahan lama, maka harus ada proses internalisasi budaya. Dalam bahasa

Inggris, internalized berarti to incorporate in oneself. Jadi, Internalisasi berarti

bagian diri (self) orang yang bersangkutan. Penanaman dan

penumbuhkembangkan dan pengajaran. Seperti pendidikan, pengarahan,

indoktrtinasi, brain washing dan lain sebagainya.48

c. Keteladanan

Keteladanan merupakan perilaku yang memberikan contoh kepada orang

lain dalam hal kebaikan. Rosulullah Saw sendiri di utus ke dunia tidak lain adalah

untuk menyempurnakan Akhlaq, dengan memberikan contoh pribadi.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

‫ت أِل ُمَتِّ َم َم َكا ِر َما ااْل َ ْخاَل ِق‬ ِ


ُ ْ‫إِمَّنَا بُعث‬

“ Sesungguhnya aku (Muhamammad) di utus, untuk


menyempurnakan akhlaq”.49
48
Talizhidu Dhara, Budaya Organisasi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hlm. 82.
49
Al-adabul Mufrad, hlm: 273.
56

d. Pembiasaan

Pendekatan pembiasaan, keteladanan dan persuasif atau mengajak kepada

warga sekolah dengan cara yang halus, dengan memberikan alas an dan prospek

baik yang bias menyakinkan mereka. Sikap kegiatannya berupa proaksi, yakni

membuat aksi atas inisiatif sendiri, jenis dan arah ditentukan sendiri, tetapi

munculnya aksi-aksi agar dapat ikut memenciptakan situasi dan kondisi memberi

warna dan arah pada perkembangan nilai-nilai religiusitas di sekolah. Bisa pula

berupa antisi, yakni tindakan aktif menciptakan situasi dan kondisi ideal agar

bisa tercapai tujuan idealnya.50

e. Membangun Kesadaran diri

Untuk membangun kesadaran diri dapat dilakukan oleh guru bidang studi

yang lain, misalnya guru biologi dan guru bahasa. Dalam pembelajaran bahasa

guru juga memberikan pemahaman kepada siswa bahwa ketika berbicara dengan

kepada orang lain utamanya yang lebih tua, sebaiknya menggunakan bahasa yang

sopan.

Hal ini dapat dijelaskan berdasarkan pandangan Malik Fadjar, yang

menyatakan bahwa fungsi utamanya pendidikan agama di sekolah adalah

memberikan landasan yang mampu menggugah kesadaran dan mendorong peserta

didik melakukan perbuatan yang mendukung pembentukan pribadi beragama

pembentukan pribadi beragama yang kuat.51

Talizhidu Dhara, Budaya Organisasi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hlm. 63-64.
50

51
Malik Fadjar, Holistika Pemikiran Pendidikan, (Bandung: Raja Grafindo Persada,
2005), hlm. 195.
57

Sementara itu, keberagamaan menurut Madyo Eko Susilo, merupakan

suatu sikap atau kesadaran yang muncul yang didasarkan atas keyakinan atau

kepercayaan seseorang terhadap suatu agama.52

4. Dukungan Warga Sekolah terhadap Mewujudkan Budaya Religius

Sekolah

Upaya mewujudkan budaya religius sekolah tidak akan tercapai secara

optimal bila tidak diidukung oleh semua komponen sekolah seperti guru,

karyawan, siswa bahkan para orang tua siswa. Mereka dalam bahasa manajemen

disebut sebagai pelanggan internal pendidikan. Semua jenis pelanggan ini adalah

hal penting yang harus dikenali oleh lembaga pendidikan atau kepala sekolah

untuk kerjasama antara supervisor (penyelia) dan pelanggan pendidikan agar

menghasilkan lulus yang dapat memuaskan para pelanggan pendidikan. Agar

kualitas pendidikan dapat ditingkatkan, maka diperlukan pelibatan secara optimal

semua komponen tersebut.

Pelibatan secara total total involvement yaitu melibatkan secara total

semua komponen sekolah, baik komponen internal maupun eksternal. Tujuannya

tidak lain agar mutu atau kualitas sekolah tersebut dapat ditingkatkan secara terus-

menerus. Dalam hal ini, pelibatan tersebut bertujuan meningkatkan kualitas

keagamaan warga sekolah yaitu terwujudnya budaya religius sekolah.

D. Kajian Tentang Perilaku

1. Pengertian Perilaku

52
Madyo Ekosusilo, Hasil Penelitian Kualitatif Sekolah Unggul Berbasis Nilai,
(Sukoharjo: Univet Bantara Pres, 2003), hlm. 22.
58

Perilaku merupakan suatu perbuatan seseorang, tindakan seseorang serta

reaksi seseorang terhadap sesuatu yang dilakukan, didengar, dan dilihat. Perilaku

ini lahir berdasarkan perbuatan maupun perkataan. Sedangkan pengertian

religiusitas/keberagamaan adalah asal dari kata agama. Agama adalah peraturan

hidup lahir dan batin berdasarkan keyakinan dan kepercayaan yang bersumber

kepada kitab suci dalam hal ini adalah Al-qur’an dan As-sunnah.

Sedangkan menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo

merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap

stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses

adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut

merespons, maka teori Skinner ini di sebut “S-O-R” atau Stimulus-Organisme-

Respon.53

Secara definisi dapat diartikan bahwa perilaku keagamaan adalah bentuk

atau ekspresi jiwa dalam berbuat, berbicara sesuai dengan ajaran agama. Definisi

tersebut menunjukkan bahwa perilaku keberagamaan pada dasarnya adalah suatu

perbuatan seseorang baik dalam tingkah laku maupun dalam berbicara yang di

dasarkan dalam petunjuk ajaran agama Islam.

Batasan seorang peserta didik sudah berperilaku keberagamaan ialah saat

peserta didik sudah dengan kesadaran dirinya melakukan tindakan atau perbuatan

yang berada dalam norma agama Islam dan masih berada dalam peraturan yang

telah dibuat dan ditetapkan oleh sekolah.

2. Macam-Macam Perilaku

53
Notoadmodjo, Soekidjo, Perilaku Kesehatan dan Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta,
2003), hlm. 64.
59

a. Perilaku terpuji

Perilaku terpuji adalah segala sikap, ucapan dan perbuatan yang baik

sesuai ajaran Islam. Kendatipun manusia menilai baik, namun apabila tidak sesuai

dengan ajaran Islam, maka hal itu tetap tidak baik. Sebailiknya, walaupun

manusia menilai kurang baik, apabila Islam meyatakan baik, maka hal itu tetap

baik.

Macam-macam perilaku terpuji terhadap sesama dalam masyarakat.

1) Ta’aruf

Dalam pergaulan sehari-hari sering kita dengar ungkapan “tidak kenal

maka tidak sayang”. Hal tersebut berlaku untuk apa saja baik itu dalam

perdagangan, perumahan, lingkungan masyarakat dan lain-lain. Begitu juga

dengan sesama manusia, kalau kita belum kenal mungkin kita punya dzan

(sangkaan) yang bermacam-macam. Orang kita sangka baik ternyata belum tentu

baik, orang yang kita sangka buruk belum tentu buruk, oleh karena itu supaya

tidak punya dzan yang bermacam-macam, sabaiknya kita memperkenalkan diri.

Perkenalan bukan hanya dari segi nama saja, tetapi dari berbagai aspek baik itu

keluarga, pendidikan, agama, pekrjaan dan lain-lain.

Itulah makna kita saling kenal mengenal yang dalam bahasa arab disebut

Ta’aruf. Ta’aruf dapat di artikan saling mengenal, saling mengetahui manusia satu

dengan manusia lain. Saling kenal mengenal tersebut harus didasari dengan

kemanusiaan, persaudaraan kecintaan serta ketakwaan kepada Allah swt . tanpa

membedakan ras, keturunan, warna kulit, pangkat jabatan maupun agama. Dalam
60

ta’aruf perbedaan-perbedaan itu harus kita jauhkan dan di ganti dengan kasih

sayang.

Atas kodrat dan irodat Allah, kita lahir didunia yang memiliki berbagai

macam perbedaan-perbedaan baik bentuk fisik, warna kulit, rambut, suku bangsa,

maupun yang dibentuk oleh manusia itu sendiri seperti kelompok buruh, majikan

dan lain-lain. Adanya perdaan itu jangan dijadikan alasan untuk permusuhan dan

pertentangan akan tetapi harus dijadikan sarana saling kenal mengenal.

Ajaran tentang persaudaraan dan saling kenal mengenal antar manusia

harus dilandasi dengan landasan yang amat luas. Yang dituju disini bukan hanya

kaum mukmin, malinkan manusia pada umumnya yang mereka itu seakan-akan

satu keluarga dan terbagi menjadi bangsa, kebilah dan keluarga. Supaya

perkenalan menjadi persaudaraan semakin erat, ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan dan kita kerjakan, yaitu sebagai berikut:

a. Jaga persatuan dan kesatuan, karena pada dasarnya setiap muslim itu adalah

saudara.

b. Sebarkan salam, beri makan dan sambung tali persaudaraan.

c. Segala urusan dimusyawarahkan

d. Lemah lembut dan berseri-seri.

2) Tafahum

Tafahum artinya saling memahami keadaan seseorang, baik sifat watak

maupun latar belakang seseorang.

3) Jujur
61

Allah meminta kapada manusia dalam membina kehidupan ini supaya

berlaku benar dan jujur, karena kebenaran dan kejujuran merupakan hal yang

pokok dalam kehidupan manusia. Akan tetapi sebaliknya, apabila manusia

melalaikan hal yang pokok ini, maka kehancuran dan kekacauan yang akan

menimpa manusia. Oleh karenanya berpegang teguh pada kejujuran dan

kebenaran dalam segala hal merupakan faktor yang penting dalam membina

akhlak bagi orang-orang muslim.

Benar atau jujur artinya sesuainya sesuatu dengan kenyataan yang

sesungguhnya, tidak saja berupa perkataan tetapi juga perbuatan. Dalam bahasa

arab benar atau jujur disebut sidiq (ash shidqu). Benar atau jujur perkataan artinya

mengatakan sesuatu keadaanya yang sebenarnya, tidak mengada-ngada dan tidak

pula menyembunyikan. Akan tetapi, apabila yang disembunyikan itu suatu rahasia

atau menjaga nama baik seseorang, maka itu diperbolehkan. Benar atau jujur

dalam perbuatan ialah melaksanakan suatu pekerjaan sesuai dengan aturan atau

oetunjuk agama. Apabila menurut agama itu diperbolehkan, maka itu benar, dan

apabila perbuatan itu menurut agama dilarang, berarti perbuatan itu tidak benar.

Benar atau jujur pada diri sendiri berarti kita harus bersungguh-sungguh

untuk meningkatkan kemampuan dan tujuan hidup kita untuk memberikan sesuatu

yang terbaik bagi orang lain, yaitu kita memperlihatkan diri kita yang sebenarnya,

tangpa dibuat-buat, bersih dan lurus. Benar atau juur kepada orang lain tidak

hanya sekedar berbuat dan berkata yang benar, akan tetapi harus berusaha

memberikan manfaat yang sebesar-besarnya. Sebagaimana disabdakan rasulullah

yang artinya: “sebaik-baik manusia adalah mereka yang paling bermanfaat bagi
62

orang lain.” Disamping memberikan manfaat kepada orang lain rasulullah juga

mencontohkan kepeduliannya terhadap orang lain.

Jujur adalah kata yang mudah umtuk diucapkan, akan tetapi berat dalam

pelaksanaannya. Kejujuran memancarkan kewibawaan, karena orang yang berlaku

jujur dapat menepiskan segala prasangka buruk, dia berani karena benar.

4) Adil

Adil menurut istilah agama adalah sama dalam segala urusan dan

menjalankan sesuai dengan ketentuan agama. Dengan kata lain, adil adalah

mengerjakan yang benar dan menjauhkan yang batil.

Adil adalah jalan bagi seseorang untuk menuju kepada ketakwaan. Apabila

didalam pergaulan hidup ini masing-masing pihak berbuat sesuai dengan

pekerjaannya, maka diharapkan akan terwujud ketenteraman dan kedamaian

didalam masyarakat. Salah satu sifat yang ahrus dimiliki setiap orang untuk dapat

menegakkan kebenaran adalah sifat adil.

Didalam Al-Quran dijelaskan bahwa bersikap adil tidak pilih-pilih, kepada

golongan yang kita bencipun kita haarus tetap berlaku adil. Dengan berbuat adil,

maka akan mendekatkan kita kepada sifat takwa. Firman Allah SWT dalam Q.S.

Al-Maidah : 8

‫ب لِ َّلت ْق َوى‬ ِ ‫ِ ط‬ ٍ
ُ ‫َواَل جَيْ ِر َمنَّ ُك ْم َشنَآ ُن َق ْوم َعلَى أَاَّل َت ْعدلُوا ْاعدلُْوا ُه َو أَْقَر‬
‫ز‬

)8( ‫اللهط إِ َّن اهللَ َخبِْيٌر مِب َا َت ْع َملُ ْو َن‬


َ ‫َو َّات ُقوا‬
artinya:
“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu
kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku
adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan
63

bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha


mengetahui apa yang kamu kerjakan.”    (Q.S. Al-Maidah : 8)54

5) Amanah

Secara bahasa, amanah adalah kepercayaan, kesetiaan atau ketulusan hati.

Berdasarkan istilah, amanah adalah sesuatu yang dititipkan kepada pihak lain

sehingga menimbulkan rasa aman bagi pemberinya, dan sebaliknya, pihak

penerima memelihara amanah dengan baik.

Dibawah ini akan disampaikan tiga amanah Allah yang pokok kepada

manusia, yaitu sebagai berikut :

1) Amanah ilmu pengetahuan, yang diberikan kepada manusia yang berpredikat

ulama, kaum cerdik pandai dan para sarjana. mereka ini bertanggungjawab

untuk memelihara ilmu, menyiarkannya serta mengembangkannya.

2)  Amanah kekuasaan, yang diberikan kepada mereka yang memegang

kekuasaan, yaitu para pemimpin, tokoh masyarakat. Kekuasaan yang ada

pada mereka itu merupakan amaliah Allah yang harus dilaksanakan sesuai

dengan norma-norma yang telah ditentukan oleh Allah.

3)  Amanah harta, amanah ini dilimpahkan Allah kepada mereka hartawan,

usahawan, produsen, supaya dapat mengursnya dengan baik sesuaid engan

garis-garis yang telah ditentukan oleh Allah  dan Rasul-Nya.

Oleh karena itu amanah itu hendaknya diberikan kepada orang yang

mampu melaksanakannya. Begitu juga orang yang menerima amanah harus

menyadari, bahwa amanah yang diterimanya itu harus dapat dipertanggung

jawabkan kepada yang memberi amanah dan kepada Allah SWT.


54
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Bandung: CV Diponegoro,
2005), hlm. 108.
64

6) Tasamuh

Tasamuh dapat diartikan sebagai lapang dada, yaitu sikap tidak terburu-

buru menerima atau menolak saran atau pendapat orang lain, sekalipun hal

tersebut menyangkut pada masalah agama, akan tetapi dipikirkan dalam-dalam

dipertimbangkan masak-masak baru menetapkan sikap.

7) Toleransi

Secara bahasa toleransi artinya bersabar, menahan diri dan membiarkan.

Toleransi menghendaki agar kerukunan hidup diantara manusia yang bermacam-

macam paham, keyakinan dapat terhindar dari sifat-sifat kaku, bahkan menjurus

pada sikap-sikap permusuhan.

Pada dasarnya, tujuan utama dalam toleransi adalah terciptanya kerukunan

hidup antar manusia, dan dalam agama Islam juga diajarkan bahkan merupakan

sesuatu ajaran yang sangat prinsip diantara ajaran-ajaran yang lain. Tuuan yang

demikian ini merupakan tujuan utama dari agama Islam dimuka bumi ini dan

sesuai pula dengan kata “Islam” yang berarti “damai” yaitu damai dengan sesama

umat manusia.

8) Ta’awun

Ta’awun artinya tolong menolong. Manusia tidak dapat berbuat banyak

kalau seorangdiri, apalagi untuk kepentingan orang banyak. Karena manusia tidak

dapat hidup sendiri maka manusia memerlukan bantuan atau pertolongan orang

lain, bahkan harus mengikat kerjasama dengan orang lain.

Dampak positif ta’awun dan tasamuh:

a. Terwujudnya kehidupan masyarakat yang rukun dan damai.


65

b. Tercapai ketentraman batin hidup bersama masyarakat.

c. Terjalinnya hubungan batin yang mesra antara sesama manusia.

d.  Terwujudnya kesatuan dan persatuan.

3. Perilaku Terpuji Terhadap Sesama

a. Akhlak terpuji terhadap orang lemah

Dalam menghadapi kehidupan didunia ini, Allah telah memberikan kepada

semua manusia antara lain berupa panca indera, akal dan sebagainya. Namun,

diantara manusia ada yang tidak dapat memanfaatkan karunia dari Allah dengan

sempurna karena beberapa sebab. Ada yang disebabkan karena lanjut usia, karena

cacat, lumpuh dan sebagainya.

Kita tentu sangat beruntung dibandingkan dengan mereka, kita dapat

membayangkan, bagaimana caranya mereka menghadapi kehidupan ini. Kalau

mereka masih mempunyai sanak keluarga yang mampu, mereka dapat membantu

menghidupi keperluan hidupnya. Tetapi, bagi mereka yang sudah tidak

mempunyai sanak keluarga yang mampu, anggota masyarakat seluruhnyalah yang

menjadi harapannya. Untuk itu, umat Islam berkewajiban mengeluarkan sebagian

dari haratanya sebagai zakat untuk mencukupi keperluan hidup mereka. Adapun

bagi orang Islam yang mempunyai sedikit kelebihan dari keperluan hidupnya

sehari-hari dapat membantunya dengan sedikit sesuai dengan kemampuannya.

b. Akhlak terpuji terhadap tetangga

Tetangga adalah orang yang terdekat dengan kita. Dekat bukan karena

pertalian saudara ataupun pertalian darah, bahkan mungkin tidak seagama dengan

kita.
66

c. Akhlak terpuji terhadap orang yang berbeda agama

Agama Islam adalah agama perdamaian, artinya Islam melarang umatnya

mencari lawan, karena mencari lawan merupakan perbuatan yang tertcela yang

dilarang agama. Dalam hal ini keyakinan kita harus berbeda, tetapi dalam

kemasyarakatan kita harus bersatu untuk menjaga kerukunan bersama.

4. Perilaku Terpuji Terhadap Allah

a. Pengertian Akhlak Terpuji Terhadap Allah

Akhlak terpuji disebut juga akhlak mahmudah. Islam mengjarkan ,

berakhlak terpuji tidak hanya berhubungan dengan sesama manusia, tetapi juga

terhadap Allah SWT. sebagai Zat Yang Maha Pencipta. Akhlak terpuji kepada

Allah adalah suatu sikap atau perilaku terpuji yang hanya ditujukan kepada Allah

SWT. sebagai hamba ciptaan Allah kita wajib berperilaku terpuji kepada Allah.

Hal ini wujud rasa terima kasih atau bersyukur kepada Allah yang telah

menciptakan manusia dengan segala kelengkapan dan fasilitas untuk memenuhi

kebutuhan hidup manusia.

b. Macam-macam Akhlak Terpuji Terhadap Allah

1) Ikhlas

Ikhlas adalah melakukan atau mengerjakan sesuatu pekerjaan semata-mata

hanya karena Allah SWT. Orang yang berbuat ikhlas tidak mengharapkan balas

jasa atau pujian dari orang lain kecuali hanya mengharap rida dari Allah SWT.

Orang yang beramal secara ikhlas disebut mukhlis.

Dampak positif dari perbuatan ikhlas adalah sebagai berikut:

a) Memperoleh pahala yang besar dari Allah SWT.


67

b) Memperoleh kepuasan batin karena merasa bahwa kebaikan yang dilakukan

sesuai dengan perintah Allah SWT.

c) Merasa lebih dekat dengan Allah,karena amalnya diterima oleh Allah SWT.

Ada beberapa upaya untuk membiasakan sifat ikhlas antara lain:

a) Melatih diri untuk beramal baik saat tidak dilihat oleh orang lain.

b)  Tidak merasa kecewa apabila perbuatan baiknya diremehkan orang lain.

c)  Melatih diri agar tidak merasa bangga jika perbuatan baiknya dipuji orang.

d)  Tidak suka memuji perbuatan baik yang dilakukan seseorang karena hal itu

dapat mendorong pelakunya menjadi riya.

2) Taat

Taat menurut bahasa berarti tunduk, patuh, dan setia. Adapun taat dalam

berakhlak terpuji kepada Allah ialah tunduk, patuh, dan setia kepada Allah SWT

dan Rasul-nya baik dalam bentuk pelaksanaan perintah maupun meninggalkan

larangannya.

Orang yang taat kepada Allah dan Rasulnya tentu akan memperoleh

dampak positif dari dirinya, antara lain sebagai berikut:

a) Memperoleh rida dari Allah SWT, karena mampu menaati perintah-nya dan

menjauhi larangan-nya.

b) Memperoleh kepuasan batin karena telah mampu melaksanakan salah satu

kewajibannya kepada Allah dan Rasul-nya.

c) Memperoleh kemenangan dan keberuntungan yang besar sesuai firman Allah

SWT dalam Q.S. An-Nisa: Ayat 13


68

‫َّات جَتْ ِرى ِم ْن‬


ٍ ‫ك ح ُدود الل ِهط ومن ي ِط ِع اهلل ورسولَه ي ْد ِخ ْله جن‬
َ ُ ُ ُ ُْ َ َ َ ُ ْ ََ ُ ْ ُ َ ‫ت ْل‬
ِ
ِ ‫ِِ ِ ط‬
َ ‫حَتْتِ َها ااْل َْن َها ِر َخالد ْينَا فْي َها َوذل‬
)13( ‫ك الْ َف ْو ُز الْ َع ِظْي ُم‬
Artinya :
“Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya
Allah memasukkannya kedalam syurga yang mengalir
didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di
dalamnya; dan Itulah kemenangan yang besar”. (Q.S. An-
Nisa : 13 )55

Apa yang ditegaskan dalam firman Allah SWT mengandung pengertian

bahwa orang yang taat kepada Allah SWT akan mendapatkan balasan yang sesuai

dengan apa yang diperbuat dan itulah kemengan yang besar.56

c. Macam-macam akhlak Tercela

selain perilaku terpuji ada pula perilaku tercela.Perilaku tercela merupakan

Perilaku yang harus di hindari, dan Allah tidak suka pada perilaku tercela karna

tidak sesuai dengan ajaran islam.

Berikut beberapa contoh ahklak tercela:

1) Sikap Memfitnah

Kata fitnah di dalam Al-Qur’an dalam berbagai bentuknya di jumpai 61

kali. Dalam bentuk masdar nakirah (fitnah) 22 kali. Masdar makrifah dengan alif

lam (al-fitnah) 8 kali, ma’rifah dengan idhafah (fitnatahu, fitnatahun, fitnatuka,

fitnatahun) 4 kali sisanya dalam bentuk kata kerja. Sebagian besar digunakan

untuk pengertian cobaan atau ujian, dan sebagian lain dalam arti azab atau

siksaan, kekacauan, bencana dan sebagian lain digunakan untuk menunjukkan

semua tindakan yang bertujuanmenghalangi kebebasan beragama.

55
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Bandung: CV Diponegoro,
2005), hlm. 79.
56
Tufiqurokhman, Aqidah Akhlaq Kelas X Madrasah Aliyah Semester Ganjil, (Jakarta:
Madrasah Development Centre, 2005), hlm. 97-119.
69

Dalam percakapan sewhari-hari istilah fitnah digunakan dalam pengertian

tuduhan yang dilontarkan kepada seseorang dengan maksud menjelekkan atau

merusak nama baik orang tersebut, padahal dia tidak pernah melakukan perbuatan

buruk sebagaimana yang dituduhkan itu.

Memfitnah dalam artian diatas jelas termasuk perbuatan buruk, bahkan

keji. Fitnah seperti ini dapat berakibat fatal, baik bagi klorban fitnah secara

pribadi maupun bagi keluarga, bahkan masyarakat sekalipun. Oleh sebab itu

untuk menunjukkan bahwa fitnah itu sangat keji, masyarakat menyatakan fitnah

itu lebih kejam dari pada pembunuhan. Ungkapan ini sebenarnya terjemahan dari

potongan ayat berikut ini:

‫ث ثَِق ْفتُ ُم ْو ُه ْم‬ ‫ِج‬ ِ


ُ ‫َخَر ُج ْو ُك ْم َوالْفْتنَةُ اَ َش ُّد ِم َن الْ َقْتل َوا ْقُتلُ ْو ُه ْم َحْي‬ْ‫ثأ‬ ُ ‫ِم ْن َحْي‬
‫َخَر ُج ْو ُه ْم َواَل ُت َقاتِلُ ْو ُه ْم ِعْن َد الْ َم ْس ِج ِد احْلََر ِام َحىَّت يُقتِلُ ْو ُك ْم فِْي ِهج فَِإ ْن‬
ْ ‫َوأ‬
)191( ‫ك جَزآء الْكف ِريْن‬ ِ ‫قلى‬
َ ُ َ َ ‫َقَتلُ ْو ُك ْم فَا ْقُتلُ ْومُهْ َكذل‬

Artinya :
“ Dan bunuhlah mereka dimana kamu temui merelka, dan usirlah
mereka dari mana mereka telah mengusir kamu. Dan fitnah itu
lebih kejam dari pada pembunuhan. Dan jagalah kamu perangi
mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu
di tempat itu. Jika mereka memerangikamu, maka perangilah
mereka. Demikianlah balasan bagi orang kafir”. (Q.S. Al-
Baqarah 2 :191)57
Adapun hikmah menghindari sikap memfitnah diantaranya adalah:

1. Kedamaian dan ketentraman, fitnah dapat menimbulkan kekacauan bagi

masyarakat, sebaliknya menghindari perilaku fitnah membawa kedamaian

dan ketentraman bagi semua orang.

57
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Bandung: CV Diponegoro,
2005), hlm. 30.
70

2. Persaudaraan, tidak saling memfitnah tercipta persaudaran dimasyarakat,

sebagian mereka menyayangi kepada sebagian yang lain.

3. persatuan dan kesatuan

2) Sikap Mencuri

Kata mencuri dalam bahasa arab dikenal dengan istilah"َ‫ " َس َرق‬sedangkan

ٌ ‫ ساَ ِر‬yang dimaksud mencuri


perilakunya disebut pencuri atau dalam bahasa arab‫ق‬

ialah mengambil milik orang lain dengan cara yang tidak sah. Sedangkan yang

termasuk dalam perbuatan mencuri antara lain: mencopet, merampok membajak

dan korupsi. Pekerjaan mencuri mestinya tidak lazim dilakukan manusia sebagai

hamba Allah. Karena manusia adalah mahluk Allah yang diberikan kelebihan dari

mahluk yang lain. Salah satu kelebihan manusia di bekali akal yang mampu

menerima agama yang diturunkan Allah untuk membimbing manusia menuju

keselamatan dan kebahagiaan, sebagaimana Firman Allah :

ِ ‫لََق ْدخلَ ْقنَا ااْلِ نْسا َن ِىف اَحس‬


ِ‫ان َت ْق ِومْي‬
َْ َ َ

Artinya :
sesungguhnya kami telam menciptakan manusia dalam bentuk
sebaik-baiknya (Q.S. At-Tin 95 : 4)58

Adapun hikmah dari menghindari sikap mencuri ada tiga macam:

1. Menghormati/menjaga hak milik: menghindari perilaku mencuri berarti

menghormati, menjaga, melindungi hak orang lain, sebagaimana sabda

rosululloh SAW.:

58
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, (Bandung: CV Diponegoro,
2005), hlm. 597.
71

‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه‬ ِ


َ ‫َن َر ُس ْو ُل اللَّه‬ َّ ‫َو َع ِن ابْ ِن َع ْم ٍر َر ِض ي اللَّهُ َعْن ُه َم ا أ‬
َ
ِ ِ ِ ِ
‫ َم ْن‬، ُ‫ َوالَ يُ ْس ل ُمه‬، ُ‫ اَل يَظْل ُم ه‬، ‫َخ و اْمل ْس لم‬ ‫ اَلْ ُم ْس لِ ُم أ‬: ‫ال‬ َ َ‫وس لَّ َم ق‬
ُ ُ َ
ِ
‫وم ْن َف َّرج ع! ْن ُم ْس ل ٍم‬ ِ ِ ‫يه َك ا َن اللَّه يِف ح‬ ِ ‫َخ‬ ِ ‫َك ا َن يِف حاج ِة أ‬
َ ، ‫اجت ه‬ َ َ ُ َ َ
‫وم ْن َس َتَر‬ ِ ‫ُكرب ةً َف َّرج اللَّه عْن ه هِب ا ُكرب ةً ِمن ُك ر ِب ي وم الْ ِق‬
َ ، ‫يام ة‬ َ َْ َ ْ َْ َ ُ َ ُ َ ْ
. ‫ُم ْسلِماً َسرَت هُ اللَّهُ َي ْو َم الْ ِقيَ َام ِة ُمَت َف ٌق َعلَْي ِه‬
Dari Ibnu Umar ra., ia berkata : Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam
bersabda : “Sesama muslim itu bersaudara. Karena itu, jangan menganiaya
dan mendiamkannya. Siapa saja yang memperhatikan kepentingan
saudaranya, maka Allah akan memperhatikan kepentingannya. Siapa saja
yang melapangkan satu kesulitan terhadap sesama muslim, maka Allah akan
melapangkan satu kesulitan dari beberapa kesulitan di hari kiamat. Dan
siapa saja yang menutupi kejelekan orang lain, maka Allah akan menutupi
kejelekannya di hari kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim)59

2. Menjaga harga diri: manusia lebih mulia dari mahluk lain karena akal dan

perasaannya. Tidak berperilaku mencuri berarti menjaga kemuliaannya

sebagai manusia.

3. Membawa ketenangan hati: tidak ada pencuri, koruptor, perampok

membawa ketenangan hati seluruh masyarakat. Tidak ada rasa takut,

khawatir bahkan merasa tenang dan tentram dalam hati.60

59
Shohih Bukhori Muslim, hlm: 233
60
Taufiqurahman, Akidah Akhlak Kelas X Semester Ganjil, (Jakarta: Madrasah Develop
ment Centre, 2005)), hlm. 151-156.
72

E. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang lebih dahulu dilakukan dan memiliki beberapa

banyak kesamaan dan perbedaan dengan penelitian ini dapat disajikan dalam tabel

E.1 berikut ini.

Tabel E.1

Beberapa penelitian terdahulu

No Judul Penelitian Variabel Metode Hasil Penelitian


1 Pengaruh 1. pembinaan Angket, dengan adanya
Pembinaan Rohani rohani (X) dokumentasi pembinaan
Terhadap Sikap 2. sikap siswa dan rohani yang
Siswa Dalam dalam wawancara baik, akan
Mengaplikasikan mengaplikasikan mempengaruhi
Nilai Religius di nilai religius (Y) sikap siswa
SMA Negeri 1 dalam
Seputih raman mengaplikasikan
Lampung Tengah nilai religius.
Yuni Semakin baik
Purwaningsih, dan kompleks
(2013) Universitas pembinaan rohani
Lampung tersebut, maka
akan semakin
baik pula sikap
siswa khususnya
dalam
mengaplikasikan
nilai religius
tersebut.

2 Strategi Guru 1. Strategi guru Wawancara, strategi yang


Pendidikan Agama pendidikan agama observasi dan diterapkan guru PAI
Islam Dalam Islam (X) dokumentasi dalam meningkatkan
Meningkatkan 2.Meningkatkan
Religiusitas Siswa religiusitas siswa religiusitas siswa di
di SMA Negeri 3 (Y) SMA Negeri
Yogyakarto Yogyakarta, antara lain
Slamet Susilo : Meningkatkan
73

(2013) Universitas profesionalisme guru


MuhammadiyaH PAI, Meningkatkan
Surakarta kualitas pembelajaran
PAI di kelas,
Mengembangkan
pembelajaran PAI
melalui kegiatan
keagamaan,
Membentuk seksi
kerohanian Islam
(rohis), Membangun
komitmen warga
sekolah dan Penciptaan
budaya religius di
sekolah
3 Pengaruh 1. Religiusitas Angket, dan Religiusitas
Religiusitas (X)/Variabel skala memberikan
Terhadap tergantung psikologi sumbangan efektif
Kenakalan Remaja 2. Kenakalan terhadap kenakalan
Pada Siswa Kls remaja remaja sebesar 59,4%
XII (Y)/Variabel sisanya 40,6% hal
Atika Oktaviana bebas tersebut dipengaruhi
Palupi (2013) oleh faktor internal
Universitas Negeri yang meliputi identitas,
Semarang kontrol diri dan proses
keluarga sedang faktor
eksternal meliputi
pengawasan yang
kurang dari orang tua,
kurangnya pendidikan
dan kurangnya
pemahaman terhadap
remaja dari lingkungan
keluarga, lingkungan
dan masyarakat

Dari penelitian terdahulu yang sudah ada, yang menjadi persamaan dan

perbedaan dengan masalah yang diteliti yaitu peneliti mengambil judul “Strategi

Pembinaan Religiusitas Perilaku Siswa di SMP Islam Terpadu Mamba’ul Ulum

Awang-awang Mojosari”

Persamaan: Metode yang digunakan Yuni Purwaningsih dan Slamet susilo

sama dengan metode yang digunakan oleh peneliti, yaitu menggunakan metode
74

wawancara, observasi, serta dokumentasi. Dalam penelitian yang berjudul

“Strategi Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Meningkatkan Religiusitas Siswa

di SMA Negeri 3 Yogyakarto” dengan judul peneliti mempunyai kesamaan yaitu

teknik analisisnya menggunakan analisa induktif. Ditinjau dari tempat dalam

penelitian yang berjudul “Strategi Guru Pendidikan Agama Islam Dalam

Meningkatkan Religiusitas Siswa di SMA Negeri 3 Yogyakarto” dengan judul

peneliti mempunyai persamaan yaitu termasuk penelitian Field Research (riset

lapangan), yaitu penelitian yang dilakukan di lapangan.

Perbedaannya: Metode yang digunakan oleh Atika Oktaviana Palupi

dengan jydul skripsi “Pengaruh Religiusitas Terhadap Kenakalan Remaja Pada

Siswa Kls XII” berbeda dengan penelitian yang sekarang yaitu penelitian yang

sekarang menggunakan metode observasi dan wawancara, sedang penelitian Atika

Oktaviana Palupi menggunakan angket dan skala psikologi. Penelitian yang

digunakan oleh Atika oktaviana palupi menggunakan penelitian kuantitatif,

berbeda dengan penelitian penulis yang menggunakan metode penelitian

kualitataif.
75

Anda mungkin juga menyukai