Anda di halaman 1dari 129

PENGARUH PENDIDIKAN IMAN DALAM KELUARGA TERHADAP

PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA KELAS XI


DI SMU PANGUDI LUHUR SANTO YOHANES
KETAPANG KALIMANTAN BARAT TAHUN AJARAN 2009-2010

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:
Agustina Anjelia
NIM:051124016

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN


KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009

i
SKRIPSI

PENGARUH PENDIDIKAN IMAN DALAM KELUARGA TERHADAP


PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA KELAS XI
DI SMU PANGUDI LUHUR SANTO YOHANES
KETAPANG KALIMANTAN BARAT TAHUN AJARAN 2009-2010

Oleh:

Agustina Anjelia

Nim:051124016

Telah disetujui oleh:

Pembimbing

F. X. Dapiyanta, SFK.,M.Pd. Tanggal, 30 November 2009

ii
SKRIPSI

PENGARUH PENDIDIKAN IMAN DALAM KELUARGA TERHADAP


PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA KELAS XI
DI SMU PANGUDI LUHUR SANTO YOHANES
KETAPANG KALIMANTAN BARAT TAHUN AJARAN 2009-2010

Dipersiapkan dan ditulis oleh:

Agustina Anjelia
NIM: 051124016

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji


Pada tanggal 16 Desember 2009
Dan dinyatakan memenuhi syarat

SUSUNAN PANITIA PENGUJI

Nama Tanda tangan


Ketua : Dra. H.J. Suhardiyanto, SJ ……………..
Sekretaris ; F.X. Dapiyanta, SFK,M.Pd. ……………..
Anggota : F.X. Dapiyanta, SFK.,M.Pd. ……………..
: Drs. L. Bambang Hendarto Y.M.Hum. ……………..
: Y. H. Bintang Nusantara, SFK, M.Hum ……………..

Yogyakarta, 16 Desember 2009


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma
Dekan,

Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D.

iii
PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada

Tuhan Yesus Kristus

Sang Pemberi sekaligus Penyelenggara Hidup

iv
MOTTO

“Bukankah burung pipit dijual lima ekor dua duit? Sungguhpun demikian tak seekor

pun dari padanya yang dilupakan Allah, bahkan rambut kepalamu pun terhitung

semuanya. Karena itu jangan takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak

burung pipit”

LUK 12:6-7

v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat

karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebut dalam kutipan dan daftar

pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 30 November 2009

Penulis,

Agustina Anjelia

vi
ABSTRAK

Skripsi ini berjudul PENGARUH PENDIDIKAN IMAN DALAM


KELUARGA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA
KATOLIK SISWA KELAS XI DI SMU PANGUDI LUHUR SANTO YOHANES
KETAPANG KALIMANTAN BARAT TAHUN AJARAN 2009-2010. Pendidikan
iman dalam keluarga adalah suatu proses pengarahan, pemberiaan informasi, teguran,
tata cara komunikasi dan keteladanan orang tua yang baik dalam usaha untuk
mendewasakan iman anak dalam keluarga kristiani. Pendidikan iman dalam keluarga
mempunyai dampak terhadap baik buruknya prestasi PAK di sekolah. Prestasi belajar
PAK berarti hasil yang telah dicapai siswa dalam mata pelajaran PAK di sekolah yang
pada umumnya dinyatakan dalam bentuk angka atau huruf. Prestasi belajar PAK
dipengaruhi olek faktor internal (dari dalam diri siswa) dan eksternal (keluarga atau
masyarakat). Oleh karena itu penulis memilih suatu faktor yang mempengaruhi
keberhasilan pendidikan PAK yakni pendidikan iman dalam keluarga untuk dikaji
pengaruhnya. Adapun Hipotesis penelitian ini adalah H0: tidak ada pengaruh
pendidikan iman dalam keluarga terhadap prestasi belajar PAK siswa-siswi dan H1: ada
pengaruh pendidikan iman dalam keluarga terhadap prestasi belajar PAK.
Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian kuantitatif
dengan pengambilan sampel menggunakan teknik cluster random sampling. Sampel
penelitian ditentukan dengan cara pengundian dan hasil pengundian itu adalah kelas XI
IPS3 dan kelas XI IPA. Pengembangan instrumen dalam penelitian ini menggunakan
uji coba terpakai. Hasil validitas instrumen yang minimal nilai validitasnya adalah
0,254 dan nilai reliabilitasnya 0,856.
Dari hasil penelitian didapatkan p-value sebesar 0,01 yang lebih kecil dari
α=0,05. Hal tersebut membuktikan bahwa pendidikan iman dalam keluarga secara
signifikan mempengaruhi prestasi belajar PAK siswa atau dengan kata lain H0 ditolak
dan H1 diterima. Adapun pada tabel coefficient menunjukan nilai konstant = 58,7 dan
nilai pendidikan iman dalam keluarga = 0,13, sehingga diperolehlah persamaan regresi
yakni Y= 58,7+ 0,13X. Pendidikan iman dalam keluarga dikategorikan cukup dengan
nilai mean 127 dan prestasi belajar PAK juga dikategorikan cukup dengan nilai mean
74,87. Oleh karena itu supaya prestasi belajar siswa semakin baik penulis menyarankan
agar orang tua meningkatkan pendidikan iman dalam keluarga sehingga prestasi PAK
semakin meningkat.

vii
ABSTRACT

This graduating paper is entitled THE INFLUENCE OF FAITH


EDUCATION IN FAMILY ON ACHIEVEMENT OF CATHOLIC RELIGIOUS
EDUCATION OF STUDENTS OF CLASS XI IN SMU PANGUDI LUHUR
SANTO YOHANES WEST KALIMANTAN SCHOOL YEAR OF 2009-2010.
Faith education in family is a process of direction, giving information, warning, way of
communication, and model of good parents in effort to mature children’s faith in
Christian family. Faith education in family has effect on PAK achievement at school.
The PAK achievement means the result achieved by students in PAK subject at school
which is generally stated in form of number and letter. The PAK achievement is
affected by internal (from the inside of students) and external (family and society)
factors. Therefore, the writer chooses a factor affecting the success of PAK, i,e. faith
education in family, to study its influence. The hypotheses of this research are H0: there
is no influence of faith education in family on students PAK achievement and H1: there
is influence of faith education in family on PAK achievement.
This research is a quantitative research using cluster random sampling method
for sample taking. The samples of this research are determined by raffle and the results
are class XI IPS 3 and class XI IPA. Instrument development in this research uses
employed experiment. The result of minimum instrument validity are the validity value
0,254 and reliability value 0,856.
From the research result in found p-value 0,01 which is smaller than α=0,05. It
proves that faith education in family affects significantly on students PAK achievement
or in other words H0 is refused and H1 is accepted. In the coefficient table it shows a
constant value=58,7 and value of faith education in family = 0,13, so that it obtains
regression equation Y=58,7+ 0,13X. Faith education in family is categorized as enough
with mean 74,87. Therefore, in order to increase the students achievement, the writer
suggests the parent should improve faith educations in family so that PAK achievement
will increase.

viii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas kelimpahan dan rahmat yang

telah dicurahkan kepada penulis sehingga skripsi berjudul PENGARUH

PENDIDIKAN IMAN DALAM KELUARGA TERHADAP PRESTASI

BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA KELAS XI DI SMU

PANGUDI LUHUR SANTO YOHANES KETAPANG KALIMANTAN BARAT

TAHUN AJARAN 2009-2010 dapat diselesaikan. Penulisan ini dilatarbelakangi oleh

keinginan penulis untuk mempelajari lebih dalam lagi mengenai pendidikan iman

dalam keluarga dan prestasi belajar PAK siswa. Oleh karena itu skripsi ini bertujuan

untuk menggali seberapa besar pengaruh pendidikan iman dalam keluarga terhadap

prestasi belajar PAK di sekolah. Selain itu, skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. F. X. Dapiyanta, SFK,M.Pd. Selaku dosen pembimbing utama yang telah

membimbing, meluangkan waktu, memberikan pengarahan serta motivasi kepada

penulis dalam menyusun skripsi dari awal hingga akhir penulisan.

2. Drs. L. Bambang Hendarto Y.M.Hum selaku dosen pembimbing akademis yang

telah bersedia memberikan perhatiaan dan motivasi kepada penulis selama

berproses di kampus IPPAK.

3. Y. H. Bintang Nusantara, SFK,M.Hum selaku dosen penguji sekaligus dosen

pembimbing yang selama ini telah banyak memberikan perhatiaan, dukungan,

pengarahan serta bimbingannya sampai terselesaikannya penulisan skripsi ini.

ix
4. Segenap staf dosen dan karyawan Prodi IPPAK yang telah membantu dan

memberikan dukungan kepada penulis selama studi sampai terselesaikannya skripsi

ini.

5. Drs. Br. Petrus I Wayan Parsa FIC, selaku kepala sekolah SMU Pangudi Luhur

Santo Yohanes yang telah bersedia memberikan kesempatan untuk melakukan

penelitian.

6. Semua Siswa/i kelas XI IPA dan XI IPS3 SMU Pangudi Luhur Santo Yohanes

yang telah bersedia menjadi mitra kerja penulis dalam menjawab kuesioner.

7. Bapak, ibu, adik dan seluruh keluarga besarku yang selalu memberikan semangat

dan dukungan spritual, moral, serta finansial selama penulis menempuh studi di

IPPAK.

8. Seto yang selama ini telah memberikan semangat dan dengan setia menjadi teman

berbagi sampai terselesaikannya skripsi ini.

9. Teman-teman mahasiswa IPPAK, khususnya angkatan 2004 dan 2005 yang selama

ini telah berproses bersama, berbagi pengalaman hidup, memberi dukungan dan

kritikan serta peneguhan selama melaksanakan studi di IPPAK.

10. Teman-teman Kost ”Barokah” Yogyakarta yang selama ini telah banyak

memberikan dukungan dan menjadi teman untuk berbagi sehingga terselesaikannya

skripsi ini.

11. Monica Eltasari yang selalu menyemangati dan mendukung saya dalam penulisan

skripsi ini.

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang selama ini telah

memberikan dukungan dan bantuan sampai terselesaikannya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu

penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca demi perbaikan skripsi ini. Penulis

x
berhaap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang

berkepentingan.

Yogyakarta, 30 November 2009

Penulis,

Agustina Anjelia

xi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ iv
MOTTO .............................................................................................................… v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA................................................................. vi
ABSTRAK ............................................................................................................. viii
ABSTRACT ............................................................................................................ ix
KATA PENGANTAR ........................................................................................... x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN ....................................................................................... xv

DAFTAR TABEL................................................................................................... xvii

BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1


A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................ 9
C. Pembatasan Masalah ………………..…………………………………. 9
D. Rumusan Masalah ……………..………………………………………. 10
E. Tujuan Penulisan …………..………………………………………....... 10
F. Manfaat Penulisan ..……………………………………………………. 10
G. Metode Penulisan ..…………………………………………………..... 11
H. Sistematika Penulisan ……………………………………..................... 11
BAB II. KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS……………………....................... 12
A. Pendidikan Iman dalam keluarga …………………………………….. 13
1. Keluarga ………..……………………….………....……………… 13
a. Pengertian keluarga secara umum……………………………… 13
b. Pengertian keluarga kristiani …………………………………… 13
c. Peranan keluarga kristiani……………………………………… 17
d. Komunikasi dalam keluarga……………………………………. 21
e. Ekonomi keluarga……………………………………………… 22
f. Seksualitas dalam hidup perkawinan ………………………….. 24
2. Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga…………………………… 25

xii
a. Pendidikan iman …………………………..……....................... 25
b. Pendidikan iman anak dalam keluarga ………............................ 32
B. Prestasi PAK SMU…………………………………………………….. 38
1. Prestasi belajar…………………………………..………….……… 38
2. Prestasi belajar PAK di SMU……………....................................... 39
C. Penelitian Yang Relevan……………………………….…………....... 59
D. Kerangka pikir dan hipotesis……………………………………….…. 61
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN............................................................. 63
A. Jenis Penelitian....................................................................................... 63
B. Desain Penelitian.................................................................................... 63
C. Tempat dan Waktu Penelitian................................................................ 63
D. Populasi dan Sampel............................................................................... 64
E. Definisi Operasional Variabel................................................................ 64
F. Instrumen Penelitian............................................................................... 65
1. Jenis Instrumen................................................................................... 65
2. Validitas dan Reliabilitas ................................................................... 67
G. Teknik Analisis Data.............................................................................. 68
1. Jenis Data............................................................................................ 68
2. Uji Persyaratan Analisis Data............................................................. 68
H. Uji Hipotesis........................................................................................... 69
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..................................... 72
A. Data Hasil Penelitian.............................................................................. 72
B. Analisis Hasil Penelitian......................................................................... 73
C. Pembahasan............................................................................................ 83
D. Keterbatasan Penelitian.......................................................................... 87
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................. 88
A. Kesimpulan............................................................................................. 88
B. Saran....................................................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 91
LAMPIRAN......................................................................................................... 93
Lampiran 1: Kuesioner .............................................................................. (1)
Lampiran 2: Analisis Soal ........................................................................ (4)
Lampiran 3: Output Regresi....................................................................... (8)

xiii
Lampiran 4: Nilai siswa ............................................................................. (11)
Lampiran 5 : Surat Ijin Penelitian ............................................................. (13)
Lampiran 6: Satuan Pendampingan ........................................................... (14)

xiv
DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci

Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat. (Dipersembahkan kepada

Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departermen Agama Republik

Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, hal. 8.

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II

kepada para uskup, klerus dan segenap umat beriman tentang katekese

masa kini, 16 Oktober 1979.

KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), diundangkan oleh Paus

Yohanes Paulus II tanggal 25 Januari 1983.

LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang Gereja

tanggal 21 November 1964.

SC : Sacrosanctum Concilium, Konstitusi Konsili Vatikan II tentang Liturgi

Suci tanggal 4 Desember 1963.

GS : Gaudium et Spess,Konsili Vatikan II, Konstitusi Pastoral tentang Gereja

di Zaman Modern.

FC : Familiaris Consortio, Anjuran Apostolik Yohanes Paulus II tentang

Peranan Keluarga Kristiani dalam Dunia Modern, 1981.

GE : Gravissimum Educationis, Konsili Vatikan II, Deklarasi tentang

Pendidikan Kristen.

xv
C. Singkatan Lain

Art : Artikel

IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Kan : Kanon

KS : Kitab Suci

KSPL : Kitab Suci Perjanjian Lama

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia

PAK : Pendidikan Agama Katolik

SMU : Sekolah Menegah Umum

xvi
DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Perbedaan biologis pria dan wanita

Tabel 2 : Perbedaan psikologis pria dan wanita

Tabel 3 : Tahap kanak-kanak sampai dewasa

Tabel 4 : Kisi-kisi instrumen penelitian

Tabel 5 : Kriteria Klasifikasi Pendidikan Iman dalam Keluarga berdasarkan

skor total

Tabel 6 : Kriteria Klasifikasi Pendidikan Iman dalam Keluarga Berdasarkan

Segi Aspek keteladanan

Tabel 7 : Kriteria Klasifikasi Pendidikan Iman dalam Keluarga Berdasarkan

Aspek Teguran

Tabel 8 : Kriteria Klasifikasi Pendidikan Iman dalam Keluarga Bedasarkan

Aspek pengarahan

Tabel 9 : Kriteria Klasifikasi Pendidikan Iman dalam Keluarga Berdasarkan

Aspek tatacara komunikasi

Tabel 10 : Hasil Penelitian

Tabel 11 : Hasil Klasifikasi Variabel Pendidikan Iman dalam Keluarga

Tabel 12 : Diskripsi Pendidikan Iman dalam Keluarga Berdasarkan Skor Total

Tabel 13 : Deskripsi Berdasarkan Aspek Keteladan terhadap Prestasi Belajar

PAK

Tabel 14 : Deskripsi Berdasarkan Aspek Teguran terhadap Prestasi Belajar

PAK

Tabel 15 : Deskripsi Berdasarkan Aspek Pengarahan terhadap Prestasi Belajar

PAK

xvii
Tabel 16 : Deskripsi Berdasarkan Aspek Tata cara Komunikasi terhadap

Prestasi Belajar PAK.

Tabel 17 : Deskripsi Prestasi Belajar PAK

xviii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Dewasa ini pendidikan di indonesia diibaratkan seperti seorang yang tidak

kunjung menemukan jati dirinya. Masalah besar yang dihadapi itu menurut Sudarminta

SJ (Suparno, 2002: 9) ialah: pertama mutu pendidikan yang masih rendah, kedua:

sistem pembelajaran di sekolah-sekolah yang belum memadai, ketiga: krisis moral

yang melanda masyarakat. Rendahnya mutu pendidikan tersebut dipengaruhi oleh

kualitas guru yang kurang memadai, model pembelajaran yang tidak menantang siswa

dan manajemen sekolah. Dalam level Sekolah Menengah, mutu lebih ditentukan oleh

kualitas guru, kurikulum, proses pembelajaran yang berlaku dan kesejahteraan guru

atau pendidik. Persoalan mutu pendidikan yang kurang baik berarti guru tidak sungguh

menguasai bidang yang diajarkan dan guru kurang mampu membantu siswa dalam

pembelajaran sehingga siswa tidak terdorong untuk belajar aktif secara pribadi dan

mandiri.

Pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan masalah yang lain misalnya

pemerintah. Masalah-masalah dalam dunia pendidikan selalu terkait dengan persoalan

yang lain dikarena pendidikan merupakan proses belajar mengajar yang melibatkan

banyak pihak. Dari pihak pemerintah beragam usaha yang telah dilakukan untuk

meningkatkan mutu pendidikan terutama dengan penetapan standardisasi Ujian

Nasional. Ujian Nasional dengan kelulusan nilai rata-rata >5,00 kurang selaras dengan

proses pembelajaran di dalam kelas. Keterbatasan kemampuan dan wawasan pengajar

serta perbedaan fasilitas pendidikan di pusat dan di daerah telah menyebabkan hasil

kegiatan belajar pun berbeda (Kompas, 22 Oktober 2005:12). Disamping itu, Ujian
2

Nasional (UN) hanya sebatas mengukur suatu komponen kelulusan yaitu aspek kognitif

dan mengabaikan aspek lain seperti keterampilan dan sikap. Guru sering dianggap

sebagai aktor kunci dalam dinamika pendidikan. Keberhasilan sebuah sekolah

ditentukan oleh kualitas guru. Semakin tinggi kualitas guru semakin tinggi mutu

pendidikan dan sebaliknya semakin rendah kualitas guru semakin rendah pula

outputnya. Idealnya seorang guru sebagai agen pembelajaran harus memiliki

kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik dan

kompetensi sosial. Paul Suparno menyatakan kompetensi berkaitan dengan kemampuan

mengajar, mendekati, membantu, juga memberikan teladan hidup kepada siswa.

Artinya guru diharapkan membantu siswa berkembang menjadi manusia dewasa dan

utuh (Kompas, 21 Nopember 2005:14).

Komarudin Hidayat berpendapat bahwa yang paling menentukan keberhasilan

sebuah sekolah adalah kualitas guru. Guru yang menguasai materi bidang studi, guru

masuk kelas dengan antusias dan cinta, secara kreatif menerapkan dan menggali

metode yang cocok untuk kondisi kelasnya (Kompas, 6 Desember 2005:7). Kompetensi

pendidik mengacu pada nilai-nilai yang diajarkan Ki Hajar Dewantara, ada lima aspek

yakni: Pertama guru perlu mengembangkan kepedulian terhadap anak didik. Artinya,

seorang guru/pendidik menaruuh perhatian dan sikap cinta terhadap anak didik.

Pemahaman akan perkembangan anak didik amatlah penting; pemahaman ini akan

memberi peluang yang kondusif untuk menerapkan berbagai metode pembelajaran

yang aktif dan konstruktif dengan lebih arif. Pendidik perlu juga memahami berbagai

aspek perkembangan siswa baik aspek kognitif, humanistik, maupun spritual.

Pemahaman ini akan membantu peserta didik menjadi manusia yang dewasa dan

berkembang utuh. Kedua guru harus memiliki sikap ketokohan. Artinya seorang guru

yang memiliki sikap ketokohan akan selalu di ingat dan diteladan oleh murid. Ketiga,
3

guru harus memiliki kemampuan untuk membimbing atau mengarahkan. Keempat,

guru harus mampu memotivasi anak didik. Kelima, guru harus mampu menjadi

penuntun.

Guru merupakan aktor penting dalam interaksi pembelajaran di kelas. Dalam

proses belajar mengajar, idealnya seorang guru berperan sebagai demonstrator, sebagai

pengelola kelas, sebagai moderator, fasilitator, dan sebagai evaluator. Karena itu,

hendaknya guru mengambil tindakan yang selalu didasarkan pada tujuan utuh

pendidikan dan dijalankan secara profesional.

Dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Nasional, bab II pasal 33 dinyatakan:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk


watak serta peradaban yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.

Dari tujuan pendidikan di atas dapat dikatakan pendidikan merupakan bantuan yang

diberikan oleh orang dewasa kepada orang yang belum dewasa, agar mencapai

kedewasaan. Bantuan ini dimaksudkan supaya peserta didik belajar hal-hal yang

bersifat positif sehingga dapat menunjang perkembangannya. Adapun hal-hal positif

yang dimaksudkan dalam tujuan pendidikan nasional yakni beriman, berakhlak mulia,

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan bertanggung jawab.

Selain tujuan pendidikan nasional ada juga tujuan yang lain yang harus dicapai

oleh siswa yaitu tujuan dari masing-masing sekolah yang terumus dalam visi sekolah

itu sendiri. Untuk mencapai tujuan ini secara khusus bagi para siswa sekolah tersebut

diharapkan untuk memiliki dan menguasai tujuan dari masing-masing bidang studi

yang dipelajari. Tujuan ini merupakan tujuan yang dirumuskan oleh masing-masing
4

guru bidang studi. Apabila siswa ini mampu menguasai perumusan tujuan ini maka

siswa dapat dinyatakan lulus. Tercapai atau tidaknya tujuan ini dapat diukur dan dilihat

dalam bentuk nilai yang diperoleh siswa melalui tes dalam bentuk ulangan harian yang

diberikan oleh guru.

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan

pendidikan banyak tergantung pada proses belajar yang dialami oleh siswa sebagai

anak didik (Slameto, 2003: 1).

Berbagai masalah dalam penyelenggaraan pendidikan nasional di Indonesia

rupanya juga muncul di lingkungan Pendidikan Agama Katolik. PAK juga banyak

mendapatkan kritik dan yang paling menonjol adalah bahwa pendidikan agama di

sekolah dirasa kurang berdampak pada kehidupan yang lebih baik dari pada siswa

setelah mengalami proses pendidikan tersebut (Suparno, Dalam Basis 2003:31).

Pelajaran agama yang diberikan di sekolah-sekolah lebih bersifat kognitif, dengan

tekanan utama pada pengetahuan agama. Kurikulum PAK juga terkesan hanya

mengejar target dan pengajaran tentang bagaimana agama dihayati dalam hidup sehari-

hari tampak kurang mendapat perhatian.

Tekanan pada segi kognitif dan kurangnya perhatian pada segi afeksi

tampaknya menjadi masalah utama PAK. Dapiyanta (Widya Dharma, Oktober

2005:90) berpendapat lain. Tekanan berlebih pada segi kognitif lebih merupakan akibat

dari ketidakseimbangan pembagian jam pelajaran. Tekanan PAK pada pengetahuan

dengan pembagian jam pelajaran PAK yang memang terbatas. Ia menyatakan:

Dalam keseluruhan kurikulum di sekolah PAK menempati dua jam pelajaran


per minggu. Dalam porsi seperti itu diharapkan para murid mempunyai motivasi
tinggi dalam mengikuti PAK. Belum lagi kalau memperhitungkan kepentingan
mata pelajaran yang umumnya dilihat dalam perspektif ujian nasional. Maka
5

PAK mendapatkan bagian perhatian yang lebih kecil lagi, baik dari murid,
orang tua maupun sekolah.

Karena keterbatasan jam pelajaran PAK, akan mudah dimengerti mengapa

internalisasi nilai-nilai keagamaan tidak terjadi secara efektif dan juga mengapa segi

kognitif dalam PAK mendapat tekanan seperti mata pelajaran yang lain. Pembagian

jam mata pelajaran secara proporsional menurut kepentingan tampaknya perlu

diupayakan karna PAK terkesan hanya mengejar target sehingga proses pembelajaran

kurang menarik (Muji Sutrisno, 1998: 104).

Pada umumnya guru PAK kurang memaksimalkan diri sebagai seorang yang

terpanggil dalam bidang pewartaan di sekolah. Guru hanya datang dan mengajar di

sekolah tidak pernah memberikan pendalaman iman bagi anak remaja di sekolah. Guru

tidak mempersiapkan diri dengan bahan-bahan yang akan disampaikan kepada siswa

dalam proses belajar mengajar sehingga proses belajar menjadi kurang terarah. Pada

umumnya guru PAK kurang mengemas isi kurikulum sesuai dengan kemampuan

perkembangan peserta didik sehingga tidak mampu melibatkan siswa. Dalam proses

pembelajaran, guru PAK lebih berorientasi pada metode ceramah atau hanya sekedar

memberikan informasi dan bahkan menjadikan dirinya sebagai subyek sehingga siswa

menjadi tidak aktif. Hal ini juga sangat terasa ketika siswa diminta untuk memimpin

doa dikelas secara spontan siswa merasa takut dan menolak. Akibat dari itu banyak

siswa yang pasif dan guru kurang kreatif dalam mengembangkan potensi yang dimiliki

oleh peserta didik. Guru juga terlihat kurang memberikan keseluruhan hatinya sehingga

sulit menciptakan iklim yang menyenangkan untuk belajar.

Tugas seorang guru adalah menciptakan suasana di dalam kelas agar terjadi

interaksi belajar mengajar yang dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik.

Metode yang digunakan guru pun kurang variatif, dan kurang melibatkan peserta didik.
6

Metode yang digunakan membuat siswa merasa bosan dan kurang sesuai dengan situasi

hidup peserta didik dan hendakya guru tidak mendominasi. Sarana yang digunakan juga

sangat terbatas buku-buku menyangkut mata pelajaran PAK sangat minim dan tidak

tersedia alat laboratorium yang lengkap.

Idealnya proses pendidikan di sekolah mengunakan metode yang sesuai dengan

keadaan peserta didik, guru tidak hanya berceramah saja tetapi guru juga menstranfer

pengalaman baik dari guru maupun dari siswa, sekali-kali siswa bisa belajar diluar

kelas. Dengan prosesnya yang bervariasi maka siswa tidak bosan, siswa juga

diharapkan aktif dan guru mampu menjadi fasilitator. Agar proses belajar mengajar

lebih efektif guru harus membuat persiapan, dapat membagi waktu dan membuat

rangkuman pembelajaran serta melakukan evaluasi. Suasana pembelajaran yang akrab

antara guru dan siswa menjadikan siswa lebih nyaman dan bersemangat (Warkitri,

1990: 16). Faktor lain yang bisa mempengaruhi Prestasi Belajar adalah latar belakang

Pendidikan Iman dalam keluarga siswa. Keluarga adalah salah satu pusat pendidikan

bahkan disebut sebagai pusat pendidikan yang utama dan pertama. Di dalam

keluargalah karakteristik anak tercipta, entah anak itu menjadi seorang yang baik atau

jahat tergantung pada pendidikan dalam keluarga. Tugas dan kewajiban keluarga adalah

memberikan pendidikan nilai-nilai spiritual keagamaan, pengetahuan dan keterampilan

dasar .

Pendidikan iman dalam kehidupan keluarga secara teoritis mempengaruhi

prestasi belajar siswa. Jika pendidikan iman dalam keluarga baik maka Prestasi belajar

PAK pun akan baik. Sebaliknya jika pendidikan iman dalam keluarga kurang baik

maka, prestasi belajar PAK pun kurang baik. Adapun faktor-faktor yang

mempengaruhinya pendidikan iman dalam keluarga adalah orang tua terlalu sibuk dan

sangat sulit membagi waktu, sulit menciptakan relasi antara anggota keluarga, keadaan
7

ekomomi keluarga, sikap orang tua terhadap anaknya, menciptakan komunikasi, waktu

untuk berkumpul bersama serta kurangnya perhatiaan akan perkembangan diri dan

iman anaknya. Dengan keadaan daerah yang agak terbelakang dan belum maju maka

tidak menutup kemungkinan kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan sangat

terbatas.

Menurut pengamatan penulis selama ini di ketapang Kalimantan Barat, sebagian

besar orang tua berprofesi sebagai petani karet, pedagang, dan pekerja kayu untuk

mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga orang tua sehingga jarang membagi waktunya

untuk keluarga. Waktu untuk bertemu anggota keluarga pun sangat sedikit, setelah

pulang bekerja dan sampai dirumah orang tua sudah sangat lelah dan langsung istirahat.

Keadaan ekonomi keluarga sangat berperan dalam mendukung keberhasilan

belajar, dengan ekonomi keluarga yang kurang menyebabkan tidak terpenuhinya sarana

belajar seperti membeli buku dan dari segi kesehatan pun tidak terjamin. Dalam

keluarga juga tidak jarang terjadi pertengkaran antara bapak dan ibu sehingga sangat

mengganggu konsentrasi belajar anak. Orang tua tidak mengontrol kegiatan belajar

anaknya bahkan jarang sekali menanyakan pekerjaan rumah anaknya. Anak merasa

tidak diperhatikan sehingga anak terlihat santai dengan tugas sekolahnya. Orang tua

tidak pernah memberikan perhatiannya secara khusus akan perkembangan iman

anaknya bahkan anak yang tidak ikut ke Gereja pun tidak ditegur. Idealnya keluarga

adalah tempat pendidikan utama dan pertama bagi anak. Maka lewat keluargalah

hendaknya ditanamkan benih-benih yang baik. Perhatian dan kebersamaan dalam

keluarga selalu tercipta dan dapat dirasakan anak-anak. Keluarga hendaknya selalu

harmonis jika ada masalah dapat diselesaikan dengan baik tidak dengan bertengkar di

depan anak karena anak juga akan memikirkan jalan keluar untuk menyelesaikan

masalahnya dan prestasi belajarnya pun akan terganggu. Waktu berkumpul bersama
8

selalu ada karena anak sangat membutuhkan orang tuanya untuk meminta pendapat dan

menyelesaikan permasalahannya. Dengan perhatian baik dari orang tua maka anak akan

merasa ia adalah bagiaan penting dalam keluarganya.

Masa SMU adalah masa-masa remaja dan masa ini sangat penting, masa remaja

sebagai masa peralihan, masa remaja sebagai masa perubahan, masa remaja sebagai

masa bermasalah masa remaja sebagai masa mencari identitas, masa remaja sebagai

masa yang menimbulkan ketakutan, masa remaja sebagai masa tidak realistik, masa

remaja sebagai masa ambang masa dewasa (Hurlock, 1996: 207-209). pada

kenyataannya saat ini siswa SMU sering ditemukan membolos ketika pelajaran agama

karena mereka menganggap agama adalah nomer dua dari kebutuhan hidup duniawi

yang lain. Jika anak dibiarkan jatuh dalam kegelapan maka akan menjadi anak yang

tidak memiliki kepribadian yang baik. Kepribadian anak yang tidak baik ini akan

merugikan anak itu sendiri dan masyarakat. Perhatian dan pendidikan orang tualah

yang akan mampu mengarahkan anak kepada hal yang baik.

Ada sekian banyak masalah yang mempengaruhi siswa dalam kegiatan belajar

dan akhirnya berpengaruh pada prestasi belajarnya. Masalah-masalah tersebut pada

akhirnya mempengaruhi prestasi belajar yang terlihat dari nilai raport mereka yang

menurun ataupun pengaruh terhadap minat belajar mereka terhadap semua mata

pelajaran termasuk pelajaran Pendidikan Agama Katolik yang mereka terima dari guru

di sekolah. Dari sekian masalah itu akhirnya penulis mengangkat pendidikan iman

dalam keluarga sebagai pembahasan dalam skripsi ini. Hal ini dikarenakan penulis

melihat bahwa keluarga merupakan tempat pendidikan anak yang pertama dan utama.

Oleh karena itu judul penulisan skripsi ini adalah “PENGARUH PENDIDIKAN

IMAN DALAM KELUARGA TERHADAP PRESTASI BELAJAR

PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SISWA KELAS XI DI SMU PANGUDI


9

LUHUR SANTO YOHANES KETAPANG, KALIMANTAN BARAT TAHUN

AJARAN 2009-2010.

B. Identifikasi masalah

1. Keluarga yang menomerduakan agama dan pendidikan iman anaknya

2. Kurangnya perhatian orang tua terhadap anaknya

3. Orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan

4. Orang tua yang belum sepenuhnya menyadari pentingnya pendidikan iman bagi

perkembangan anaknya.

5. Prestasi belajar siswa akan sangat ditentukan oleh perhatian yang kurang baik

dalam keluarga maupun di tengah masyarakat.

6. Metode pembelajaran yang kurang efisien dan kreatif

7. Kualitas seorang guru PAK sebagai pendidik rendah

8. Mutu pendidikan secara umum rendah

9. Proses belajar PAK berorientasi pada materi

10. Keterbatasan jam pelajaran PAK di sekolah

11. Faktor-faktor manakah yang dominan dengan prestasi PAK?

12. Seberapa besar pengaruh pendidikan iman dalam keluarga terhadap prestasi

belajar PAK?

C. Pembatasan masalah

Skripsi ini membatasi kajian pada pengaruh yang ditimbulkan pendidikan iman

dalam keluarga terhadap prestasi belajar PAK. Adapun ruang lingkup penelitian ini

adalah para siswa kelas XI Di SMU Pangudi Luhur Santo Yohanes Ketapang

Kalimantan Barat Tahun Ajaran 2009-2010.


10

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah maka dirumuskan masalah skripsi yakni: berapa

besar pengaruh pendidikan iman dalam keluarga terhadap prestasi belajar Pendidikan

Agama Katolik Siswa Kelas XI di SMU Pangudi Luhur Santo Yohanes Ketapang,

Kalimantan Barat tahun ajaran 2009-2010.

E. Tujuan Penulisan

Skripsi ini mempunyai tujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh

pendidikan iman dalam keluarga terhadap minat dan prestasi belajar Pendidikan Agama

Katolik siswa kelas XI di SMU Pangudi Luhur Santo Yohanes Ketapang, Kalimantan

Barat Tahun Ajaran 2009-2010.

F. Manfaat Penulisan

1. Bagi sekolah, sebagai masukan dalam membuat kebijakan pada mata pelajaran

PAK dan memberikan kesempatan bagi guru PAK untuk mengembangkan

kompetensi sesuai dengan prefesinya

2. Meningkatkan minat dan prestasi belajar PAK di SMU Santo Yohanes

3. Bagi para orang tua sebagai masukan bahwa pendidikan iman dalam keluarga ini

sangat berpengaruh terhadap minat dan prestasi belajar anak.

4. Agar siswa memahami pengertian dan pentingnya Pendidikan iman dalam

keluarga.

5. Bagi peneliti agar memahami tugasnya sebagai pendidik ditengah umat khususnya

bagi para siswa SMU Santo Yohanes


11

G. Metode Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis mengunakan metode deskripsi analitis

dengan penelitian tentang pengaruh antara pendidikan iman dalam keluarga terhadap

prestasi belajar PAK serta dari sumber-sumber lain yang relevan dan mendukung.

H. Sistematika Penulisan

Supaya skripsi ini dapat dipahami secara keseluruhan, maka penulis akan

memberikan gambaran secara singkat.

Bab satu merupakan pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang

penulisan skripsi yakni mengenai gambaran umum PAK dan prestasi PAK dalam

sekolah. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis mengajukan rumusan

permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika

penulisan dari keseluruhan isi skripsi ini.

Bab dua berisikan mengenai pendidikan iman dalam keluarga dan prestasi

belajar PAK. Penulis menguraikan pengertian pendidikan iman dalam keluarga dan

mengenai prestasi belajar PAK. Adapun kajian teori dan hipotesis yang meliputi:

pendidikan iman dalam keluarga mencakup: keluarga, pengertian keluarga secara

umum, pengertian keluarga kristiani, hakikat perkawinan kristiani, peranan keluarga

kristiani, komunikasi dalam keluarga, ekonomi keluarga, seksualitas dalam hidup

perkawinan. Pendidikan iman anak dalam keluarga mencakup: pendidikan iman,

pengertian pendidikan iman, tujuan pendidikan iman, lingkup pendidikan iman,

pendidikan iman anak dalam keluarga, tujuan pendidikan iman anak dalam keluarga,

metode atau bentuk pendidikan iman anak dalam keluarga, sarana atau bahan

pendidikan iman anak dalam keluarga. Prestasi PAK SMU meliputi: prestasi belajar,

prestasi belajar PAK di SMU. Penelitian yang relevan, kerangka pikir dan hipotesis.
12

Bab tiga memaparkan mengenai metodologi penelitian yang meliputi jenis

penelitian, desain penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel, definisi

opeasional variabel, instrumen penelitian, teknis analisis data dan uji hipotesis. Hal ini

diperlukan supaya instrumen valid dan data yang didapat akurat serta terpercaya.

Bab empat adalah laporan hasil penelitian meliputi deskripsi dari data yang

diperoleh. Penulis menguraikan hasil penelitian tentang situasi pendidikan iman dalam

keluarga dan prestasi belajar PAK di SMU Santo Yohanes. Untuk mendapat gambaran

tersebut, penulis membagikan kuesioner kepada siswa sebagai responden. Setelah

diperoleh penulis mengolahnya menggunakan program SPSS 12.

Bab lima berisi mengenai kesimpulan dan saran-saran dari penulis demi

meningkatkan perhatian orang tua akan pendidikan iman anak sehingga dapat semakin

memperoleh prestasi belajar PAK dengan baik.


13

BAB II

KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Pendidikan Iman dalam Keluarga

1. Keluarga

a. Pengertian keluarga secara umum

Heuken (1992:269) mengungkapkan bahwa keluarga dibagi dalam dua

pengertian yakni keluarga dalam arti sempit dan keluarga dalam arti luas. Keluarga

dalam arti sempit (keluarga inti) mencakup suami isteri dan anak-anak, keluarga dalam

arti luas seluruh sanak saudara (famili). Keluarga dalam arti sempit ini menunjukkan

pada jumlah anggota keluarga yang mencakup keluarga inti. Keluarga inti ini terdiri

atas suami-istri dan anak-anak mereka. Keluarga dalam arti luas adalah: suatu garis

keturunan darah yang mencakup seluruh sanak saudara yang masih dalam satu kakek

atau nenek. Keluarga ini lebih ditekankan pada relasi sangat kental dengan kehidupan

kita sebagai orang timur di mana dengan kedekatan relasi yang terjadi dalam

persahabatan sudah diakui sebagai keluarga.

b. Pengertian Keluarga Kristiani

Dalam amanat apostolis, Yohanes Paulus II mengungkapkan bahwa: keluarga

yang didasarkan pada cinta kasih serta dihidupkan olehNya merupakan persekutuan

pribadi-pribadi: suami isteri, orang tua dan anak-anak, saudara-saudara (FC,18). Cinta

kasihlah yang membentuk keluarga, dan cinta kasih pulalah yang menghidupkan

keluarga di mana setiap anggota keluarga bertumbuh bersama dalam cinta kasih.

Keluarga mempunyai tugas yang sangat hakiki yakni mendidik anak-anaknya agar

dewasa baik dari segi iman maupun kepribadian.


14

Keluarga Kristiani dibangun atas sebuah perkawinan katolik berdasarkan

perjanjian nikah. Perjanjian ini terlaksana antara seorang pria dan seorang wanita untuk

membentuk kebersamaan seluruh hidup. Menurut ciri kodratinya perkawinan itu terarah

pada kesejahteraan suami-istri serta kelahiran dan pendidikan anak. Perjanjian

pekawinan antara orang-orang yang dibaptis ini oleh Kristus Tuhan diangkat ke

martabat sakramen (KHK 1055.1)

Dari pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian nikah ini

dalam perkawinan katolik adalah untuk membentuk keluarga yang bertanggung jawab

dan beriman kristiani. Maka suami-istri harus bertanggung jawab dengan

memperhatikan pasangan, kesejahteraan anak-anaknya yang sudah ada maupun yang

akan ada. Maka tanggung jawab itu membuka cakrawala suami-istri lebih luas,

sehingga selalu turut memperhitungkan kepentingan masyarakat dan Gereja (GS 50)

Tujuan pokok perkawinan menurut Kitab Suci adalah kesatuan dan kebahagiaan

bersama suami dan istri dalam cinta mencintai. Kesatuan suami-istri ini dibangun

dengan saling memberikan perhatian, terbuka, saling berkomunikasi dan saling

menerima apa adanya dengan kasih sayang dan rela berkorban bagi pasangannya.

Menurut Gilarso (1996:11) perkawinan memiliki tujuan yang layak dikejar oleh suami-

istri yaitu:

1) Pengembangan dan pemurnian cinta kasih suami-istri

Kasih yang telah dibangun haruslah dikembangkan dan dimurnikan sehingga

pasangan ini dapat mencapai kebahagiaan. Cinta bukan semata-mata seksualitas

melainkan keputusan untuk bersatu dan rela menyerahkan diri bagi pasangannya.

Dalam hidup bersama cinta kasih suami istri ini terus diuji oleh berbagai macam

godaan namun, hanya cinta sejatilah yang mampu mengatasi godaan ini. Cinta sejati
15

yang akan membuat orang bersatu dalam menghadapi permasalahan keluarga, jika

keluarga itu mampu menghadapi ujian dan tantangan maka cinta itu akan semakin kuat

(Gilarso, 1996:11).

2) Kelahiran dan pendidikan anak

Perkawinan adalah satu-satunya lembaga yang sah untuk memperoleh

keturunan. Dengan perkawinan inilah seorang dapat mewujudkan hasratnya untuk

mempunyai anak karena mereka telah dipersatukan sebagai suami-istri. Pasangan

suami-istri yang normal mempunyai kerinduan memiliki keturunan sebagai anuregah

Tuhan. Namun bila Tuhan tidak memberikan anak perkawinan tidak kehilangan artinya

(Gilarso, 1996:11).

3) Pemenuhan kebutuhan seksual

Sejak menikah, suami istri membentuk persekutuan melalui persatuan tubuh

dengan berhubungan seks. Berhubungan seks ini membuat pasangan suami-istri

semakin menyatu. Dengan adanya hubungan seks ini dapat menjadi fondasi bagi

mereka untuk mengembangkan persekutuan yang mereka bentuk. Persatuan tubuh ini

adalah hal yang layak dilakoni oleh pasangan suami istri. Persetubuhan yang dilakukan

bukan sekedar menuruti nafsu melainkan dengan kesadaran dan penuh tanggung jawab

dan dalam suasana cinta kasih dan kesediaan untuk menerima hidup baru yakni sang

janin (Gilarso, 1996: 12).


16

4) Persatuan tempat tinggal

Setelah menjadi pasangan suami-istri yang sah maka mereka hidup di satu

tempat tinggal yang sama. Dengan persatuan tempat tinggal yang sama ini maka

mereka dapat saling mengenal dan mengelola rumah tangganya sendiri.

5) Persatuan iman

Yang dimaksud dengan iman disini adalah sikap penyerahan diri kepada Tuhan.

Dengan persatuan iman inilah keduanya mampu memberikan pendidikan iman yang

baik kepada anak-anak mereka.

Menurut ajaran Gereja Katolik perkawinan tidak hanya merupakan sebuah

persekutuan menyeluruh, tetapi juga sebuah sakramen. Yang dimaksud dengan

sakramen adalah lambang kehadiran Allah di tengah keluarga kristiani. Perkawinan

antara dua orang yang dibaptis merupakan perayaan iman Gerejawi yang membuahkan

rahmat bagi kedua mempelai. Rahmat yang mereka terima adalah rahmat yang

menguduskan, menyempurnakan, membantu mereka dalam menjalani hidup

berkeluarga dalam mengasuh dan mendidik anak-anak serta menciptakan kedekatan

dengan Tuhan. Sakramen perkawinan ini terus berlangsung selama hidup dan Tuhanlah

yang hadir dalam keluarga (Gilarso,1996:10-11).

Berdasarkan Kitab Suci, Gereja melihat perkawinan orang-orang kristen sebagai

lambang dari perkawinan rohani antara Allah dan umat manusia antara Kristus dan

Gereja. Dalam kitab Hosea 1-3 Allah dipandang sebagai mempelai umat Israel.

Perkawinan Kristiani menjadi lambang dan perwujudan kasih setia Kristus kepada

Gereja dan saluran rahmat bagi mereka (Gilarso,1996:7) Hubungan suami-istri

dilandaskan pada cinta, sama seperti cinta Kristus yang diberikan pada mempelai yakni

Gereja sendiri. Kristus secara pribadi tetap tinggal bersama pasangan suami-istri dan
17

keluarganya sehingga memungkinkan pasangan ini saling mencintai melalui sikap

saling memberikan diri satu sama lain.

c. Peranan keluarga Kristiani

Menurut Hardiwiratno (1994: 52-80) keluarga sebagai suatu komunitas hidup

dan cinta dimana di dalamnya mereka saling melindungi, mencintai, menjaga dan

mengkomunikasikan cintanya. Pasangan keluarga Kristiani mempunyai peranan yang

sangat penting yakni:

1) Membentuk komunitas antarpribadi

Tugas keluarga yang pertama adalah membentuk komunitas pribadi-pribadi.

Komunitas dalam keluarga ini akan tercipta jika kita berusaha menumbuhkan cinta

dalam lingkup keluarganya. Tanpa cinta, keluarga tidak dapat hidup dan tidak dapat

menyempurnakan diri sebagai komunitas. Atas dasar cintalah dibangunnya relasi dalam

keluarga. Sebagai keluarga kristiani kita semua dituntut untuk memberikan kesaksian

tentang nilai kesetiaan.

Dalam menghayati komunio yang mendalam setiap anggota keluarga dapat

mensheringkan kebahagiaan dan kesedihannya. Sebagai komunio hendaknya mampu

menempatkan diri akan perannya sebagai orang tua dan anak-anak. Sebagai anak selalu

menghormati dan taat pada orang tua dan sebaliknya sebagai orang tua selalu sedia

melayani putra-putrinya agar menjadi dewasa sehingga nantinya mereka mampu

menghayati kebebasannya secara bertanggung jawab (Hardiwiratno, 1994:52-54).


18

2) Mengabdi kehidupan

Sebagai keluarga tugas untuk mengabdi kehidupan ini dapat ditunjukkan dengan

cara merawat dan mendidik anak-anak. Anak yang lahir di tengah keluarga merupakan

suatu berkat Allah dan sebagai tanda cinta diri orang tua dalam perkawinaan. Buah

cinta ini tidak berhenti dengan melahirkan seorang anak melainkan membantu agar

anak dapat berkembang sebagai anak yang bermoral.

Dewan Karya Pastoral KAS (2007:29) mengungkapkan bahwa keluarga

bukanlah semata-mata merupakan lingkungan tempat anak-anak bertumbuh secara

fisik. Keluarga juga merupakan lingkungan tempat mereka bertumbuh secara psikis,

moral, sosial dan spiritual.

Perkembangan ilmu dan teknologi memberikan harapan baru dan lebih baik

bagi kehidupan manusia, tetapi juga memunculkan kecemasan akan masa depan

generasi yang akan datang. Yang menjadi kecemasan itu adalah sikap hedonisme,

materialisme, egoisme dan lain-lain. Namun di sisi lain Gereja percaya dan yakin

bahwa kehidupan manusia meskipun menderita adalah suatu anugerah Allah yang

indah. Gereja tetap kukuh mempertahankan kehidupan karena dalam diri setiap

manusia hadirlah Kristus.

Hubungan seksual mempunyai makna yakni persatuan suami istri di dalam

komunio yang lebih dalam serta menciptakan kehidupan baru. Dalam pandangan

Gereja sangat dilarang jika mengunakan kontrasepsi yang merupakan suatu usaha untuk

menggagalkan makna unitif hubungan seksual yang bisa mengakibatkan pengabdian itu

tidak behasil.

Orang tua mempunyai tugas untuk membantu pribadi yang baru untuk menjadi

manusia yang utuh. Orang tua sebagai orang yang pertama dalam mendidik anaknya.
19

Mendidik anak merupakan tanggung jawab yang berat namun dengan cinta itulah orang

tua mendidik anak-anaknya dengan penuh rasa kasih sayang.

Eminyan (2001: 152) mengatakan bahwa proses menurunkan anak sama sekali

tidak selesai pada saat kelahiran, tetapi hendaknya berlangsung terus melalui kehidupan

putra-putrinya atau bahkan anak yang telah mencapai kedewasaan. Yang berakhir pada

saat kelahiran anak adalah penerusan kehidupan jasmaniah, walaupun seorang anak

tetap tergantung pada orang tuanya akan tetapi saat anak itu lahir maka mulailah suatu

proses penurunan nilai secara bertahap untuk memperkembangkan kehidupannya.

Pendidikan dimulai semenjak seseorang masih bayi di tangan ibunya (White, 1981: 25).

Seorang ibu yang membentuk tabiat anaknya berarti ia mendidik anaknya.

Karena memberikan hidup kepada anaknya, orang tua mempunyai hak asli

pertama dan tak dapat dialihkan untuk mendidik sehingga mereka harus diakui sebagai

pendidik pertama dan terutama. Orang tua mempunyai hak untuk mendidik anak-

anaknya sesuai dengan keyakinan moral dan religius, seraya memperhatikan tradisi

kultural keluarganya yang mendukung dan memajukan apa yang baik dan martabat

anak. Hak utama orangtua untuk mendidik anak-anaknya, harus dijamin dalam semua

bentuk kerja sama antara orangtua dan kalau di sekolah dengan guru (Seri Dokumen

Gerejawi :Keluarga dan hak-hak asasi, art 5: orang tua )

Selain ada perkembangan pada keseimbangan, perlu juga ada perhatian pada

pentahapan dan kesinambungan pendidikan sebab manusia tidak berkembang secara

mendadak. Tanggung jawab orang tua barulah berkurang, dan mungkin akhirnya

selesai ketika anak-anak sudah dewasa dan sudah membentuk keluarga sendiri. Pada

saat itu orang tua sebaiknya bersikap sebagai teman namun tetap peduli akan kebebasan

mereka (Hadiwardoyo 2002:33)


20

Hak dan kewajiban untuk mendidik anak merupakan kelanjutan dan

konsekuensi dari hak dan kewajiban untuk melahirkan, mengasuh dan mendidik anak-

anak mereka, dan tidak ada seorang pun yang boleh mengingkari hak dan kewajiban itu

( Dewan karya Pastoral KAS, 2007). Para orang tua bertanggung jawab atas pendidikan

anaknya baik dalam hal moral maupun iman. Para orang tua harus menganggap anak-

anak mereka sebagai sesuatu yang dipercayakan Allah kepada mereka untuk dididik.

Mereka dididik agar mereka takut dan kasih akan Allah (White, 1981:22).

3) Berpartisipasi dalam pembangunan masyarakat

Di tengah keluarga orang tua mengajarkan kepada anak-anak untuk membangun

dialog, sharing dan memberikan pelayanan kepada anak-anak. Setelah mereka dewasa

mereka akan membawa segala sesuatu yang mereka dapat dalam keluarga ditengah

hidup bermasyarakat. Dengan melihat keadaan masyarakat sekarang dimana banyak

keluarga miskin dan membutuhkan maka kita dapatlah mempraktekkan dengan

keramahan dan perhatian pada mereka yang menderita.

Keluarga dan masyarakat hendaknya mempunyai hubungan yang saling

mendukung satu dengan yang lain. Dukungan itu dalam bentuk pelayanan dan

perhatiaan bagi orang yang miskin dan menderita.

4) Berpartisipasi dalam hidup dan misi gereja

Keluarga sebagai Gereja mini artinya keluarga merupakan gambaran yang asli

tentang Gereja. Maka keluarga menjadi komunitas yang percaya dan menjadi

komunitas dalam dialog dengan Tuhan dan komunitas dalam pelayanan kepada umat.

Peranan keluarga dalam mewartakan rencana Allah dimulai dari saat persiapan

perkawinaan dan saat telah menjadi pasangan suami istri yang sah. Pewartaan ini tidak
21

hanya mengkomunikasikan iman kepada anak-anak tetapi juga kepada seluruh umat

yang lain. Peranaan keluarga sebagai pendidik tetap berlanjut, meskipun anak-anak

menginjak dewasa.

Para orang tua mempunyai tanggung jawab yang khas yaitu mendidik anak-

anak di dalam doa. Berdoa bersama dalam keluarga adalah pengalaman yang tak pernah

hilang sampai kapan pun. Pengalaman berdoa bersama dengan keluarga akan menjadi

suatu kebiasaan yang baik bagi anak. Pada setiap hari minggu anak sebaiknya selalu

diajak ke gereja untuk memperkenalkan tahap demi tahap dalam liturgi dan mendengar

sabda Tuhan.

Gereja mempunyai misi untuk membawa semua manusia agar menerima sabda

Tuhan dan melaksanakannya. Sebagai keluarga kristiani ikut pula melayani dan

membawa mereka kepada Tuhan. Berkat cinta Allah dalam keluarga maka nampak

dengan jelaslah cinta kasih dalam keluarga. Cinta kita sebagai murid Yesus hendaknya

meluas ke luar lingkup saudara dan saudari seiman dan kita dapat menemukan wajah-

wajah Kristus dalam diri setiap orang yang kita layani.

d. Komunikasi dalam keluarga

Hidup bersama selalu menyangkut komunikasi. Tanpa komunikasi, dialog yang

jujur, terbuka baik verbal dan non-verrbal sulitlah bagi kita untuk memahami keluarga

sebagai suatu komunitas antarpribadi (FC 18). Dengan komunikasi yang jujur dan

terbuka, setiap anggota dapat mengungkapkan pikirannya mengenai apa yang dialami

di dalam keluarga tanpa harus merasa takut karena mereka sadar bahwa mereka saling

menerima dan mencintai.

Dalam komunikasi seseorang saling membuka diri yaitu mampu berbicara

secara benar. Keterbukaan diri menjadi lebih konkret jika suami-istri dapat memahami
22

pasangannya. Komunikasi yang baik dapat menjadi fasilitator bagi perkembangan relasi

pribadi di dalam perkawinan.

Jika komunikasi di dalam keluarga berjalan dengan lancar maka problema

keluarga dapat diselesaikan secara kekeluargaan namun jika komunikasi mengalami

hambatan maka persoalan itu tidak dapat dipecahkan secara bersama. Komunikasi yang

baik dapat memperdalam relasi cinta kasih di antara anggota. Tanpa komunikasi yang

baik relasi cinta kasih dan keutuhan keluarga akan mudah pecah.

Komunikasi selalu mengandalkan masing-masing pihak agar mampu

mendengarkan. Mendengarkan adalah menaruh perhatian pada kebutuhan dasar setiap

anggota keluarga. Dalam keluarga sangat dibutuhkan sekali pengertian, cinta,

kepercayaan dan penerimaan apa adanya. Dengan komunikasi inilah masalah-masalah

yang dialami oleh keluarga dapat disharingkan dan mencari jalan pemecahannya.

e. Ekonomi keluarga

Keluarga mempunyai tanggung jawab dalam pengembangan kesejahteraan

ekonomi hidup keluarga. Adapun kebutuhan yang harus dipenuhi itu adalah seperti

sandang, pangan dan perumahan. Peranan keluarga sebagai objek ekomomi haruslah

diubah menjadi subjek ekonomi, agar keluarga menjadi aktif, dinamis, antusias

terhadap modernisasi, maju berkembang untuk meningkatkan standar hidupnya

(Hardiwiratno, 1994:19).

Keluarga hendaknya menyadari betapa pentingnya aspek finansial ini bagi

kesejahteraan keluarganya. Merekalah yang bertanggungjawab mencari pendapatan

tetap bagi keluarganya. Keluarga-keluarga kristiani juga perlu menghindari pola hidup

konsumtif, dan bersedia untuk hidup sederhana dan hemat.


23

Pengeluaran harus disesuaikan dengan penghasilan. Budaya utang sedapat

mungkin dihindari dan utamakan pendidikan bagi anak-anak dan jaminan masa tua.

Selain kebutuhan yang rutin seperti makan, rumah, trasnport, masih ada kebutuhan

yang mendadak di luar rencana tetapi harus dipenuhi juga seperti kalau kecelakaan, dan

ada urusan keluarga. Semua itu membutuhkan uang untuk membiayainya. Idealnya

setiap keluarga mempunyai penghasilan yang cukup besar sehingga dapat membiayai

semua kebutuhan hidupnya. Namun dalam kenyataannya, keadaan itu sulit dicapai,

karena kebutuhan berkembang dengan pesat sehingga berapa pun besarnya penghasilan

akan selalu tidak cukup untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut.

Yang menjadi pokok persoalan ekonomi yang dihadapi oleh setiap keluarga

adalah bagaimana dengan penghasilan yang ada dapat mencukupi segala kebutuhan

keluarga. Penghasilan menjadi masalah karena selalu kurang dan pengeluaran selalu

menjadi masalah karena selalu bertambah. Untuk mengatasi hal ini tidak hanya dengan

menambah penghasilan dan mengurangi pengeluargan.

Gilarso, (1996;137-138) menyatakan besar kecilnya penghasilan itu sangat

relatif dan tidak bisa dipakai sebagai ukuran ekonomi yang mutlak, karena dapat

terjadi penghasilan besar tetapi masih juga ada hutang. Oleh karena itu yang menjadi

ukuran dalam mengatur ekonomi keluarga adalah:

1) Mampu mengatur pengeluaran sesuai dengan keadaan keuangan yang ada dan

rencana yang telah disusun.

2) Mampu mengadakan pilihan atau seleksi atas kebutuhan-kebutuhan, mana yang

betul-betul dibutuhkan saat ini maupun saat mendatang, mana yang tidak atau

kurang perlu.

3) Mampu mengadakan tabungan untuk merealisasikan keinginan serta kebutuhan-

kebutuhan masa mendatang yang sudah di rencanakan.


24

4) Mampu mengatur keuangan sedemikian rupa sehingga tidak terjebak hutang atau

pun membeli secara kredit.

Meskipun kesejahteraan duniawi itu bukan tujuan terakhir hidup manusia,

namun bagaimana pun kesejahteraan itu tetap penting agar seluruh anggota keluarga

dapat hidup layak, pantas sesuai dengan martabatnya sebagai manusia.

f. Seksualitas dalam hidup pekawinan

Seksualitas adalah salah satu komponen yang fundamental dalam kepribadiaan

manusia, sebagai suatu cara berada, cara memanifestasikan, cara mengkomunikasikan

diri kepada yang lain serta cara merasakan, mengekpresikan dan menghidupi cinta

manusiawi.

Dalam Gereja Katolik, seksualitas dan hubungan seksual dalam hidup

berkeluarga penting bahkan dalam arti tertentu menjadikan sah sebuah perkawinan.

Impotensi untuk melakukan persetubuhan yang mendahului (antecedens)


perkawinan dan bersifat tetap (perpetua) entah dari pihak laki-laki entah dari
pihak perempuan, entah bersifat mutlak entah relatif, menyebabkan perkawinan
tidak sah menurut kodratnya sendiri (Kan 1084.1)

Dalam kanon ini orang yang mengalami impoten tetap sebelum perkawinan

sehingga tidak mungkin mengadakan hubungan seksual tidak akan bisa menikah sah.

Secara teologis ikatan perkawinan antara pria dan wanita itu melambangkan dan

menghadirkan ikatan perjanjian antara Kristus dan gerejaNya (Efesus 5:22-33). Hal ini

ditegaskan lagi bahwa suami seharusnya mencintai istri sama seperti Yesus mencintai

GerejaNya (Efesus 5:25)

Persatuan suami istri adalah persatuan yang utuh jiwa dan badan. Persatuan

badan itu tampak dalam hubungan seksual, maka hubungan seksual itu menjadi bagian

penting dari sakramen perkawinan dimana Tuhan menjadikan persetubuhan itu sebagai
25

sumber rahmat dan keselamatan. Hubungan seks bukanlah hubungan yang kotor tetapi

hubungan yang suci dan terberkati karena disitulah manusia bekerja dengan Tuhan

dalam meneruskan karya penciptaan manusia baru. Hubungan seks ini perlu disyukuri

karena bertujuan untuk kehidupan, kasih dan kebahagiaan keluarga.

Hubungan seks secara alami yang terarah pada penerusan keturunan memiliki

makna yang mendalam yakni manusia ikut serta dalam karya Allah, sebagai tanda dan

sarana keselamatan dimana manusia menjadi kudus dalam persetubuhan itu. Hubungan

seks yang bermakna prokreatif memang wajar dan logis sebab Allah mengehendaki

demikian. Beranakcuculah dan bertambah banyak, penuhilah bumi dan taklukanlah itu

(Kejadian 1:28). Dengan keterbukaan ini maka hubungan seksual tidak harus

menghasilkan anak. Orang mandul tetap bisa melangsungkan perkawinan yang sah dan

bisa berhubungan seksual meskipun tidak akan punya anak. Orang yang telah difonis

mandul dan menikah secara sah tidak bisa semaunya berpisah dengan pasangannya

karena alasan keturunan. Pernikahan yang telah dilangsungkan ini adalah sakral dan

diberkati oleh Tuhan

2. Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga

a. Pendidikan iman

1) Pengertian Pendidikan Iman Kristiani

Iman adalah jawaban manusia atas panggilan Allah dalam Yesus Kristus, yaitu

Yesus yang kita kenal melalui pewartaan. Agar manusia dapat menjawab panggilanNya

diperlukan rahmat dari Allah dan kemauan bebas dari manusia. Panggilan Allah sampai

kepada kita dalam Yesus yang diwartakan oleh karena itu orang hanya bisa menjawab

panggilan Allah kalau ada orang yang mewartakanNya. Rahmat Allah sudah selalu
26

mendahului jawaban bebas manusia sebab iman bukan hasil usaha manusia tetapi

pemberian Allah (Ef 2:8).

GE ( Gravissimum Educationis art 3) menjelaskan bahwa orang tua sebagai

penyalur kehidupan dari Allah mempunyai kewajiban untuk mendidik anak-anak.

Orang tua yang telah dicurahi rahmat sakramen perkawinan mempunyai kewajiban

untuk mendidik anaknya sejak dini secara katolik. Mendidik secara katolik berarti

memperkenalkan Allah kepada anak-anak, baik tentang pribadi Allah maupun

bagaimana seharusnya anak berbakti kepada Allah yang telah orang tua terima lewat

pembaptisan. Pendidikan iman bagi anak ini salah satu upaya untuk mencapai

kedewasaan imannya yang ada dalam diri anak setelah menerima pembaptisan.

Pendidikan iman berarti awal hubungan anak dengan Allah dan mereka

mempunyai anggapan bahwa Allah adalah orang tua mereka. Hendaknya orang tua

memperkenalkan gambaran Allah yang baik melalui teladan hidup orang tua yang

ditunjukkan pada anak-anak dengan menyayangi mereka dengan penuh kasih yang

tanpa batas. Dalam Catechesi Tradendae artikel 68 ditegaskan bahwa sejak usia dini

para anggota keluarga perlu saling membantu agar bertumbuh dalam iman.

Pendidikan iman anak merupakan suatu bagian yang paling penting dari rencana

Allah untuk menunjukkan kuasa kekristenan. Suatu tanggung jawab yang khidmat

terletak diatas bahu para orang tua untuk mendidik anak-anak mereka sedemikian rupa

sehingga bila mana mereka terjun ke dalam dunia ini, mereka akan berbuat yang baik

dan bukan yang jahat kepada orang-orang yang bergaul dengan mereka (White, 1981:

20).

Dalam pendidikan iman bagi anak orang tua tidak semata-mata menunjukan jati

diri Allah namun perlu kita ingat bahwa iman harus kita wujudkan dengan perayaan

dan penghayatan. Pendidikan iman yang menyangkut perayaan iman diwujudkan


27

dengan kesetiaannya untuk berdoa dan beribadah bersama keluarga. Rutinitas ini

nantinya akan menjadi sebuah kerinduan keluarga untuk berjumpa dengan Allah

melalui perayaan iman.

Iman merupakan tanggapan manusia terhadap sabda Allah. Sabda Allah

merupakan suatu fakta keselamatan yang memiliki sifat hubungan antar pribadi maka

manusia memberikan tanggapan dengan memutuskan sikap yang tepat dalam

keseluruhan rencana keselamatan Allah. Menurut Adisusanto, 2000: 15) adapun yang

menjadi aspek iman itu adalah:

a. Sabda Allah adalah sabda yang menuntut jawaban dari manusia

b. Iman merupakan jawaban pribadi menyeluruh dari manusia kepada Allah

c. Iman merupakan anugerah dan rahmat

d. Dalam struktur iman ditemukan komponen-komponen yang saling melengkapi

Dengan melihat aspek-aspek iman tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

pendidikan iman merupakan usaha pertolongan manusia yang dapat memperlancar,

membantu, proses muncul dan berkembangnya sikap iman dengan campur tangan Allah

dan terikat pada rahmat Allah. Pendidikan iman bukan merupakan campur tangan

langsung pendidik atas iman, tetapi usaha dari luar untuk membantu dan mempermudah

perkembangan iman. Pendidikan iman merupakan tindakan yang langsung dari Allah

atas manusia dan manusia bebas memberikan jawaban atas ajakan Allah ini. Maka iman

dan perkembanganya adalah anugerah dari Allah untuk manusia.

Iman dan perkembangannya memang merupakan rahmat dari Allah kepada

manusia. Allah menyesuaikan kurniaNya dengan kemampuan yang telah Ia siapkan

dalam diri manusia, maka perkembangan hidup beriman tidak pernah lepas dari

perkembanagn manusia artinya kedewasaan kristiani tidak pernah terpisah dari

kedewasaan manusiawi (Adisusanto, 2000:5)


28

Katekese sebagai pendidikan iman tidak boleh berhenti pada aspek tertentu

tetapi perlu memperluas jangkauan sampai pada kepekaan sikap iman sebagai jawaban

pribadi dan menyeluruh atas panggilan hidup kristiani, yakni mengarahkan diri pada

Kristus dan mengikuti-Nya.

Dalam tugasnya katekese berhadapan bukan hanya dengan iman sebagai suatu

realitas yang menyeluruh tetapi terutama dinamika perkembangan dan pendalaman

iman yang terjadi dalam komunitas dan dalam diri orang yang beriman (Adisusanto,

2000:6). Maka, perlu mengamati dinamika perkembangan dan pendalaman iman dalam

usaha untuk mengerti makna pendidikan iman. Pengamatan ini bisa dilakukan dari dua

segi: segi teologis dan segi antropologis.

Dari segi teologis dinamika iman digambarkan sebagai suatu proses yang

bertitiktolak dari pertobatan dan berkembang dalam suatu gerak pemekaran menuju

kepenuhan eskatologis. Yang menjadi titik tolak dan jiwa setiap perkembangan iman

adalah pertobatan yang merupakan suatu tindakan menanggalkan mentalitas dan sikap

hidup yang baru. Kehidupan beriman perlu menjadi dewasa melalui dinamika

perkembangan dan kematangan iman baik sebagai pribadi maupun komunitas. Hal ini

semakin dipertegas dalam Kitab Suci dari Injil Matius 13:23 yang mengatakan: “Yang

ditaburkan di tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan

karena itu ia berubah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada

yang tiga puluh kali lipat”.

Perkembangan kehidupan beriman mengandaikan juga perkembangan iman

bagi umat, perlu juga perkembangan pengertian umat akan Allah, akan Tuhan dan

penyelamat Yesus Kristus. Tujuan yang ingin dicapai oleh perkembangan kehidupan

beriman adalah kedewasaan dan kesempurnaan secara penuh.


29

Dari segi antropologis analisa dinamika iman bisa dilaksanakan dengan

mengacu pada pengertian tentang sikap. Sikap dapat dimengerti sebagai cara berada

seseorang yang menunjukan tata penilaiannya, perasaan dan kecenderungan putusan

serta tindakan yang diambilnya dalam menghadapi situasi hidupnya. Perkembangan

iman seseorang bisa diikuti dengan mengacu pada sikap imannya. Sikap seseorang

mempunyai fungsi yang pokok dalam menentukan tingkah laku seseorang. Tindakan

mempunyai tiga komponen sikap yaitu pengertian, afeksi dan perilaku (Adisusanto,

2000:7-9).

2) Tujuan Pendidikan Iman

Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama diungkapkan bahwa makna “pendidikan

iman adalah usaha membantu orang muda mencapai kebijaksanaan dengan memiliki

pengalaman dan pengetahuan; menambah ilmu bagi orang bijak; memberi bahan

pertimbangan bagi kepada orang yang berpengertian, yang didasari oleh rasa takut akan

Tuhan”(Ams 1:4,5,7). Pendidikan iman ini dilakukan oleh orang yang dewasa kepada

yang belum dewasa.

Pendidikan iman bertujuan membantu orang agar iman mereka makin

mendalam dan agar mereka makin terlibat dalam dinamika hidup mengereja dan

masyarakat, baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok. Pendidikan iman ini salah

satu usaha membantu anak tumbuh dan berkembang menjadi dewasa dalam hal

kepribadian sekaligus dewasa dalam iman. Anak dewasa di dalam iman ditandai sikap

takut akan Allah, percaya dan menyerahkan hidup seutuhnya pada penyelenggaraan

ilahi. Dalam setiap pengalamanya selalu direfleksikan sehingga menemukan makna

atas pengalamanya itu.


30

3) Lingkup pendidikan iman

a) Keluarga

Di dalam keluarga pendidikan iman diberikan oleh orang tua sebagai orang

yang dianggap dewasa dalam hal iman kepada anak yang belum mengenal iman yang

benar.

Pada Konsili Vatikan II dalam Konstitusi Dogmatis tentang Gereja menegaskan

sebagai berikut:

Dalam tugas itu nampak sangat berharga status kehidupan yang dikuduskan
dengan sakramen khusus, yakni hidup perkawinan dan berkeluarga. Di situ
terdapat latihan dan pendidikan yang sangat baik bagi kerasulan awam, bila
agama kristiani memasuki dan makin mengubah seluruh tata–susunan
kehidupan. Disitu suami–isteri mempunyai panggilan mereka sendiri, yakni
memberi kesaksian iman dan cinta akan Kristus seorang terhadap yang lain, dan
kepada anak-anak mereka (LG,art.35).

Pendidikan iman anak merupakan wujud keterlibatan orang tua dalam

meneruskan tugas kenabian Yesus Kristus. Dalam hidup perkawinan dan berkeluarga

mempunyai konsekuensi yaitu memberikan kesaksian iman dan cinta akan Kristus

kepada orang lain dan kepada anak-anaknya.

Dalam konsili Vatikan II diuraikan tujuan Pendidikan iman anak sebagai

berikut:

Pendidikan itu tidak hanya bertujuan pendewasaan pribadi manusia melainkan


terutama hendak mencapai, supaya mereka yang telah dibaptis langkah demi
langkah makin mendalami misteri keselamatan, dan dari hari ke hari makin
menyadari karunia iman yang telah mereka terima; supaya mereka belajar
bersujud kepada Allah Bapa dalam Roh dan kebenaran, terutama dalam
perayaan liturgi; supaya mereka dibina untuk menghayati hidup mereka sebagai
manusia baru dalam kekudusan yang sejati; supaya dengan demikian mereka
mencapai kedewasaan penuh serta tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan
kepenuhan Kristus dan ikut serta mengusahakan pertumbuhan Tubuh mistik.
Kecuali itu hendaklah umat beriman menyadari panggilan mereka, dan melatih
diri untuk memberi kesaksian tentang harapan yang ada dalam diri mereka serta
mendukung perubahan dunia menurut tata–nilai Kristen (GE art 2)
31

Pendidikan itu tidak hanya memberikan pengetahuan yang baru tetapi lebih

memperkembangkan iman sehingga seseorang itu mampu bersujud kepada Allah dan

beriman kepadanya. Mereka yang dibina juga mampu mengahayati hidupnya dan

mencapai kedewasaan penuh.

Pendidikan iman juga dapat diartikan sebagai bentuk keterlibatan orang tua

katolik, sebagai bagian dari Gereja, dalam karya pewartaan Gereja sebagai anggota

Gereja yang dianggap dewasa dalam iman. Sebagai orang tua bertugas membantu dan

mengajak ankanya untuk terlibat dalam lingkup Gereja dan masyarakat baik sebagai

pribadi maupun kelompok.

b) Gereja

Tugas Gereja sebagai pendidik iman terealisasi melalui katekese. Katekese

menjadi sarana pendidikan iman. Katekese merupakan salah satu bentuk pewartaan

Gereja, yang bertujuan membantu orang beriman agar iman mereka makn mendalam

dan agar mereka makin terlibat dalam hidup mengereja dan masyarakat, baik sebagai

pribadi maupun sebagai kelompok (Adisusanto, 2000:1)

Pada Ams 1:1-7 diungkapkan pula tujuan pendidikan iman secara lebih luas:

Pendidikan iman bertujuan membantu mengetahui hikmat dan didikan, mengerti


kata-kata yang bermakna, menjadi pandai, benar, adil dan jujur, memberi
kecerdasan kepada orang yang tak berpengalaman dan berpengetahuan,
membantu orang muda mencapai kebijaksanaan dengan berpengetahuan,
menambah ilmu bagi orang bijak, memberikan pertimbangan kepada orang
yang berpengertian, yang didasari oleh rasa takut akan Tuhan (Ams 1:1-7)

Dengan pendidikan iman yang diberikan oleh orang tua kepada anak-anaknya di

dalam keluarga bertujuan membantu anak untuk menjadi sosok seorang manusia yang

memiliki sikap, pengalaman hidup yang baik dan takut akan Allah.
32

c) Sekolah

Pendidikan iman anak terutama menjadi tugas dan kewajiban orang tua. Dalam

rangka menjalankan tugas ini orang tua menghendaki agar di sekolah diberikan

pelajaran agama bagi anak-anak mereka. Pewartaan iman Kristiani menjadi pendorong

pentingnya pelajaran agama di sekolah sebagai tempat pendidikan iman anak agar

memiliki dan hidup berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur.

PAK di sekolah tidak berarti mengalihkan tanggung jawab orang tua kepada

guru agama karena pendidikan pertama dan utama termasuk pendidikan iman tetap

pada orang tua. Karena itu masih perlu latihan-latihan yang menjadi kebiasaan agama

Katolik dalam keluarga misalnya dengan membuat tanda salib sebelum dan sesudah

makan, berdoa sebelum dan sesudah bangun tidur bahkan di sekolah pun diharapkan

masih ada pendalaman iman sebagai pelajaran kurikuler maupun ekstrakurikuler.

PAK adalah pelajaran yang bertujuan agar peserta didik mampu menggumuli

pengalaman hidupnya dan mampu menjadi manusia yang beriman. Sekolah merupakan

salah satu komunitas iman yang menunjang dan melengkapi pendidikan iman dalam

keluarga. Melalui pelajaran agama di sekolah anak diajarkan bagaimana berdoa,

mengenal serta meneladan tokoh-tokoh suci dalam Gereja dan mendorong siswa untuk

aktif di Gereja. PAK tidak hanya terbatas pada pemberian informasi namun mendorong

anak untuk mampu beriman dan menghayati imannya lewat teman-teman yang mereka

jumpai disekolah.

b. Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga

1) Tujuan Pendidikan Iman Anak dalam keluarga

Menjadi orang tua memang bukan pekerjaan mudah, namun penuh dengan

anugerah dan kebahagiaan. Melihat anak yang baru lahir dan bertumbuh menjadi besar
33

dan dewasa merupakan pengalaman yang sangat berarti dalam hidup orang tua. Untuk

menjadi orang tua yang berhasil dalam mendampingi dan mendidik anaknya haruslah

banyak belajar. Dengan mendidik secara langsung anak-anaknya orang tua bisa melihat

kekuatan dan kelemahan diri anak-anaknya.

Peranan keluarga sangat besar untuk perkembangan iman anak karena keluarga

adalah tempat pendidikan iman yang pertama dan utama. Tanpa pendidikan, mustahil

iman dapat berkembang. Sebagai orang tua yang memiliki peranan utama akan

perkembangan iman anaknya maka orang tua hendaknya selalu memantau pergaulan

dan kehidupan anaknya. Orang tua harus peka dengan permasalahan yang dialami oleh

anaknya.

Keluarga adalah lahan subur pertama dan utama untuk perkembangan iman

anak. Keluarga dapat menjadi lahan subur bagi perkembangan iman mereka, kalau

keluarga dapat menciptakan komunio yang saling menciptakan cinta kasih dengan

sesama anggota keluarganya. Hal itu akan tercipta apabila di tengah keluarga saling

berdialog secara terbuka, mau menerima apa adanya, memperhatikan, memaafkan,

menolong dan mendoakan satu sama lain (Hardiwiratno,1994: 85)

Keluarga yang mampu menciptakan komunio di tengah anggota keluarganya

maka, keluarga ini menjadi tempat relasi cinta kasih dan iman anak Yesus Kristus

menjadi dasar hidupnya, sehingga iman anak kemungkinan besar dapat berkembang

dengan baik. Orang tua menjadi guru dan ibu yang memperhatikan

pertumbuhkembangan dan memelihara iman putra-putrinya.

Keluarga sebagai Gereja menjadi sebuah sekolah yang mengikuti Yesus. Orang

tualah yang pertama kali memperkenalkan Allah dan dipanggil untuk ambil bagian

dalam mempersiapkan anak untuk menerima sakramen Baptis, Krisma, Pengakuan, dan
34

Komuni Pertama. Dengan dukungan peranan kesaksian iman keluarga maka

perkembangan iman anak akan menjadi lebih baik.

Orientasi pendidikan iman dalam keluarga pertama-tama bertujuan agar anak

yang dipermandikan, perlahan-lahan, tahap demi tahap, sesuai dengan perkembangan

umur akan dibawa pada misteri penyelamatan Allah supaya menyadari anugerah iman

dan dapat mewujudkan imannya dalam sikap dan perbuatan dalam hidup sehari-hari

ditengah keluarga maupun di masyarakat (Hardiwiranto, 1994: 87) .

2) Metode Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga

Untuk mendidik iman anak dengan baik banyak metode yang digunakan.

Dalam (Narramore, 1961: 3-31) adapun metode yang dapat digunakan adalah sebagai

berikut:

a) Menciptakan hubungan yang baik dengan anak

Menciptakan hubungan yang baik antara orang tua dan anak sangat penting.

Seorang anak biasanya menganggap orang tua sebagai tanda kehadiran Tuhan dan

teladan yang sangat penting bagi hidupnya. Apabila ia mempunyai orang tua yang

penuh kasih, maka ia akan menganggap Allah adalah Allah yang penuh kasih pula.

Hubungan yang baik dapat pula diciptakan dengan memberikan dorongan

kepada anak untuk berbicara. Jika seorang anak merasa bebas untuk berbicara maka ia

dengan bebas akan bertanya dengan orang tuanya mengenai pengalaman maupun

bertanya mengenai hal-hal yang tidak diketahuinya (Narramore, 1961: 7-12). Dengan

kebebasan ini anak merasa dihargai dan diperhatikan.


35

b) Cerita pengalaman pribadi akan Tuhan

Anak-anak merasa sangat senang mendengarkan cerita pengalaman orang

tuanya dimasa kecil. Cerita ini mendorong mereka untuk mengenal lebih dekat lagi

orang tua mereka dan menyadari bahwa orang tua mereka juga pernah merasa muda

bahkan pernah menjadi anak-anak. Selain itu orang tua bisa menjadi ispirasi bagi anak-

anak kalau orang tua menceritakan campur tangan Tuhan dalam hidupnya (Narramore,

1961: 13-15).

c) Menyediakan bacaan yang bernuansa Kristen

Pada saat orang menjadi dewasa ia menyadari bahwa banyak pengalaman yang

tak dapat dialaminya secara pribadi. Dengan membaca buku maka ia memiliki

pengalam dan pengetahuan yang baru pula. Orang tua dapat menghantarkan anak-

anaknya kepada Kristus dengan memberikan bacaan Kristen. Dengan membaca buku

Kristen maka mereka diilhami dan mendapat ide-ide yang baik dari buku-buku yang di

baca ketika masih kecil dan mempengaruhi kehidupan mereka (Narramore,1961: 31-

33).

d) Menjelaskan peristiwa sehari-hari dalam hubungannya dengan Alkitab

Allah mempunyai rencana yang besar untuk semua hidup manusia dan alam

semesta ini. Meskipun terkadang kita tidak menyadarinya, Allah terus

melaksanakannya rencana-Nya. Dalam setiap generasi Allah menyelesaikan rencana itu

bagi umatnya. Pada saat kita mendengar maupun melihat langsung atau melalui televisi

berbagai kejadian dalam hidup sebagai rencana Allah namun kita terkadang lupa bahwa

Allah mempunyai rencana. Keluarga hendaknya mengajarkan kepada anak untuk

percaya kepada Allah dan menyakinkan bahwa Allah mengetahui dan memperhatikan
36

kita dalam setiap kejadian yang kita alami. Jika seseorang anak dibesarkan dalam

keluarga yang orang tuanya menafsirkan peristiwa-peristiwa dunia dalam penerangan

iman Allah, maka anak itu akan lebih merasa tentram dan lebih percaya kepada Allah

(Narramore, 1961: 26-27).

Setiap hari kita punya kesempatan untuk menerangkan segala sesuatu dalam

hubungannya dengan Firman Allah misalnya melalui kematian, kelahiran, pernikahan

semua itu memberikan kesempatan untuk memahami cinta dan perhatian Allah bagi

kita.

e) Mengajarkan alkitab bagi anak

Ada banyak hal yang ingin diajarkan oleh orang tua kepada anak-anak mereka.

Kebanyakan orang tua ingin mempertahankan cara hidup mereka dalam kehidupan

anak-anak mereka. Orang tua merasa senang jika anaknya mempercayai hal yang sama

dan tetap mengikuti mereka (Narramore, 1961: 23-25)

Dari sekian banyak hal yang diajarkan kepada anak yang paling penting adalah

Firman Tuhan. Untuk itu kita perlu waktu dalam keluarga untuk duduk bersama-sama

keluarga agar mempelajarinya secara saksama. Tuhan adalah pencipta segala sesuatu

dan menjadi pusat segalanya maka dalam pembicaraan harus berpusat pada Kristus.

Tidak ada hal yang penting untuk diketahui selain pikiran Tuhan dan hal ini dapat

dipahami dengan mempelajari Kitab Suci.

3) Sarana/bahan Pendidikan Iman Anak dalam Keluarga

Di dalam mendidik anak sarana sungguh mempunyai peran yang amat penting.

Sarana pendidikan iman dalam keluarga adalah segala sesuatu yang ditemui, baik itu

peristiwa, benda bahkan pengalama hidup sendiri dapat dijadikan sebagai sarana oleh
37

keluarga untuk memperkembangkan iman anak-anaknya. Contoh sarana yang dapat

digunakan sebuah keluaraga kristen dalam pendidikan iman anak adalah sebagai

berikut:

a) Ceritra bijak

Anak lebih suka mendengarkan ceritra dari pada mendengarkan pengajaran–

pengajaran. Ceritra yang mempunyai tokoh yang bijaksana akan membuat anak

menirukan tokoh yang ada di dalam ceritra oleh karena itu orang tua juga harus pandai

di dalam memilih ceritra.

b) Teks Kitab Suci

Teks Kitab Suci merupakan Sabda Allah sendiri yang mempunyai daya

kekuatan sendiri terhadap para pembacanya. Anak yang dibiasakan untuk membaca

Kitab Suci akan mengalami kepekaan terhadap hidup rohani sehingga anak selalu

berjuang di dalam hidupnya dan tidak mudah menyerah menghadapi permasalahan

dalam hidupnya. Setiap permasalahan yang dialaminya akan direflesikan dan

mengkaitkannya dengan bacaan Kitab Suci sehingga semua pengalaman ini akan

menjadi pengalaman iman.

c) Peristiwa Religius (Natal, Paskah, cerita tentang orang suci)

Setiap hari Minggu keluarga dan anak-anak bersama-sama ke Gereja. Selama di

Gereja orang tua mengajak anak untuk berdoa bersama, hening dan mendengarkan

sabda Tuhan lewat bacaan maupun injil. Dengan mendengarkan riwayat hidup Yesus

dari Ia lahir sampai wafat di Kayu Salib akan menjadi pengalaman iman yang luar biasa
38

dan anak menjadi sosok yang rendah hati dan saling mengasihi sesamanya

(Hardiwiratno,1994:92).

B. Prestasi PAK Di SMU

1. Prestasi Belajar

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991:787), prestasi adalah hasil yang

dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan). Prestasi belajar siswa dapat diketahui

melalui evaluasi prestasi belajar. Adapun tujuan diadakannya evaluasi ini adalah untuk

menilai keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Bentuk

evaluasi ini tidak melulu objektif namun juga bisa dilakukan evaluasi dengan bentuk

subyektif. Adapun cara pelaksanaan evaluasi ini bisa melalui tes dan non tes. Evaluasi

terhadap hasil belajar yang dicapai oleh siswa dan terhadap proses belajar mengajar

yang dilaksanakan di sekolah hendaknya dapat dinilai baik dan bermanfaat.

Prestasi belajar merupakan hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa dalam

sejumlah mata pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk angka dan huruf

yang tercantum pada raport. Nana Sudjana (1988; 39-42) mengatakan bahwa hasil

belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari luar dan dalam diri

siswa yaitu kemampuan yang dimiliki. Faktor kemampuan siswa sangat berpengaruh

besar terhadap hasil belajar yang dicapai. Adanya faktor pengaruh dari dalam diri siswa

merupakan hal yang logis dan wajar, sebab sasaran aktivitas belajar adalah perubahan

tingkah laku individu yang diniati dan disadarinya. Artinya siswa mampu merasakan

bahwa ada suatu kebutuhan untuk belajar dan berprestasi. Clark (dalam sudjana,

1988:39) mengemukan bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh

kemampuan yang dimiliki siswa dan 30 % pengaruh lingkungan. Di samping faktor lain
39

seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, sosial

ekonomi.

Faktor yang datang dari luar diri siswa atau lingkungan juga mempengaruhi

hasil belajar yang dicapai. Salah satu lingkaran belajar yang paling dominan

mempengaruh hasil belajar siswa di sekolah ialah kualitas pengajaran. Yang dimaksud

dengan kualitas pengajaran adalah tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar

mengajar dalam mencapai tujuan pengajaran. Prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh

kemampuan siswa dan proses belajar mengajar di sekolah.

Guru mempunyai pengaruh pada prestasi belajar siswa sebab guru mempunyai

pengaruh yang besar dalam proses pembelajaran. Seorang guru dituntut memiliki

kemampuan dasar dalam segi kognitif seperti penguasaan bahan, sikap menghayati

tugasnya sebagai guru dan keterampilan mengajar.

2. Prestasi Belajar PAK Siswa Di SMU

Kehidupan sosial masyarakat sangat mempengaruhi cara berpikir serta

bertindak setiap manusia dalam masyarakat. Keadaan hidup manusia dapat menjadi

faktor penentu untuk mengambil keputusan dan bertindak. Hidup manusia tidak bisa

terlepas dari hidup bersama dalam masyarakat atau komunitas maka pola tingkah laku

pun akan terbentuk dalam hidup bersama. Dengan kata lain lingkungan dapat menjadi

guru dalam pembentukan karakter dan tingkah laku manusia.

Pada konteks PAK kita memperhatikan paling sedikit empat lembaga yang baik

secara langsung maupun tidak langsung yang terlibat dalam penyelenggaraan

pendidikan (Heryatno, 2005). Lembaga yang menjadi perhatian itu adalah keluarga,

Gereja, masyarakat dan sekolah. Keempat lembaga ini saling berhubungan dan

mempengaruhi.
40

Seperti pendidikan pada umumnya, PAK juga merupakan upaya sadar dan

terencana dalam membentuk peserta didik agar berkembang dewasa dalam berbagai

aspeknya. Namun dalam PAK mempunyai hal yang paling istimewa bahwa PAK

dilaksanakan dalam rangka mengembangkan kemampuan siswa untuk memperteguh

iman dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan ajaran Agama

Katolik (Depdiknas, 2003). Dengan hal ini maka PAK sangat menghormati agama lain

dalam relasi di masyarakat untuk mewujudkan persatuan hidup dalam masyarakat. PAK

merupakan salah satu bentuk komunikasi iman/penghayatan iman. Pengalaman hidup

siswa dan guru diperteguh dalam lingkungan yang nyata. PAK merupakan usaha dari

Gereja melalui sekolah untuk membantu siswa agar menghayati dan mewujudkan

imannya dalam hidup sehari baik dilingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.

Kedewasaan iman peserta didik mesti menyentuh seluruh aspek hidup mereka

baik segi kognitif, afeksi dan praksis (Heryatno, 2005). Yang menjadi ukuran

keberhasilan belajar PAK adalah kematangan iman dalam dimensi pemahaman, afeksi

dan kehendak yang dinyatakan dalam prilaku hidup siswa sehari-hari secara dewasa

dan bertanggung jawab.

PAK berjuang untuk mendidik para siswa agar beriman secara dewasa dan

mampu bertanggung jawab. Siswa yang mempunyai iman yang dewasa mampu

membedakan mana yang harus dilakukan dan yang harus dihindari. Maka dapat

disimpulkan bahwa iman yang dewasa adalah iman yang mampu membuat manusia

berkembang secara integral pada segi kognitif, afektif, dan perilaku (Adisusanto,

2000:9)

Prestasi belajar PAK merupakan hasil yang telah dicapai siswa dalam mata

pelajaran PAK di sekolah yang berupa angka atau huruf dalam buku raport. Tujuan

belajar PAK akan tercapai apabila ada keseimbangan antara pengetahuan dan sikap
41

siswa dalam kehidupannya di keluarga, sekolah dan masyarakat. Mata pelajaran di

sekolah selama ini hanya menekankan pada segi kognitif semata dan mengesampingkan

aspek yang lain sehingga siswa tidak memiliki pengetahuan yang holistik. Siswa

semata-mata dituntut mampu mempertanggungjawabkan apa yang diperolehnya selama

mengikuti pelajaran pada kelulusan Ujian Akhir Nasional. Namun hasil belajar siswa

dari proses belajar PAK secara umum idealnya meliputi tiga aspek yakni pengetahuan,

sikap dan keterampilan.

Terbatasnya jam pelajaran dan PAK yang terabaikan oleh murid, sekolah, dan

orang tua maka, sulit diharapkan para murid mempunyai motivasi tinggi dalam

mengikuti PAK. Dengan kata lain para murid mementingkan mata pelajaran yang

menentukan kelulusan pada Ujian Nasional. Karena terbatasnya waktu pada pelajaran

PAK maka dalam PAK mendapat tekanan yang sama seperti mata pelajaran yang lain

yakni lebih menekankan segi kognitif dan mengejar target yang di susun dalam

kurikulum. Pada PAK belajar dengan mengejar target membuat proses pembelajaran

tidak menarik dan mempengaruhi prestasi PAK. Pada PAK hasil belajarnya dapat

berupa pengetahuan, sikap dan tindakan yang dapat dilihat secara nyata setelah

mengikuti kegiatan belajar mengajar.

Pemikiran UNESCO pada tahun 1998 menjadi latar belakang terbentuknya

kompetensi PAK (Komkat, 2004:8-10). UNESCO mencanangkan empat pilar

pendidikan yakni:

Pertama, Learning to know yang bersangkut paut dengan kemampuaan akal

budi peserta didik. Akal budi manusia hendaknya dikondisikan dan dirangsang untuk

semakin mampu berpikir, menganalisa, menginterpretasi secara kritis dan inovatif.

Dalam pendidikan agama peserta didik telah mengetahui hukum utama dari ajaran

kristiani yaitu cinta kasih kepada Allah dan manusia.


42

Kedua, Learning to do dalam proses belajar peserta didik tidak hanya mengenal

dan memahami ilmu yang dipelajari seperti yang banyak terjadi dewasa ini, namun

harus diupayakan supaya lebih ditingkatkan ke domain yang lebih tinggi yaitu

kemampuan untuk menganalisis, mengkaitkan dengan hal-hal lain untuk lebih

mengambil kesimpulan dan akhirnya melaksanakannya dalam hidup sehari-hari.

Melalui PAK peserta didik mampu berbuat. Misalnya mampu mempraktekkan ajaran

kristiani dengan mau mendengarkan nasihat orang tua dan terlibat dalam hidup sehari-

hari seperti halnya membantu sesama yang berada dalam kesulitan.

Ketiga, Learning to be menekankan pada penggalian potensi peserta didik.

Maka aspek ini tidak hanya menekankan pada keterampilaan hidup (life skils) namun

juga pengembangan potensi kepribadian anak untuk mengembangkan eksistensinya.

Untuk itu tidak hanya dibutuhkan daya nalar, terlebih kehendak, cita rasa, emosi dan

perasaan. Artinya apa yang diterima dari proses belajar telah menjadi miliknya, maka

dalam keadaan apapun, kapan dan di manapun ia mampu bertindak dengan kesadaran

sendiri tanpa harus ada unsur paksaan. Misalnya anak melakukan hukum cinta kasih

dengan penuh kesadaran seperti menolong teman atas kemauan sendiri, rajin kegereja.

Keempat, Learning to live together menekankan bahwa manusia itu adalah

makhluk sosial. Dia hanya dapat berkembang, interaksi dan komunikasi dengan

sesama. Pada kenyataannya anak-anak membutuhkan sapaan dari manusia lainnya

untuk dapat bertumbuh dan berkembang. Rasa sapaan mampu membuat dia gembira,

bahagia dan berkembang. Sikap dan tindakan tersebut tentu menyangkut kemampuan

dan kompetensi, bukan sekedar pengetahuan saja. Siswa hendaknya mampu berpikir,

bersikap dan bertindak. Prestasi belajar PAK juga hendaknya mencakup ketiga hal

tersebut kalau tidaak terpenuhi maka prestasi belajar siswa belum terpenuhi.
43

Dari pemaparan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa aspek kognitif adalah

bagian penting dalam proses penyelenggaraan pendidikan iman khususnya untuk

sekolah. Namun perlu kita refleksikan bahwa PAK bukan hanya merupakan kegiatan

yang bersifat intelektual namun tekanannya juga pada segi sikap dan tindakan. Maka

akibatnya proses menjadi membosankan dan tidak bervariasi.

Pendidikan yang berlangsung di sekolah tidak semata-mata menginginkan

lulusan yang memiliki pengetahuan yang banyak melainkan menghasilkan lulusan yang

memiliki keterampilan serta nilai-nilai hidup yang baik yang berguna bagi

kehidupannya di dalam masyarakat.

Dalam Komkat (2004: 7) standar kompotensi lulusan pada mata pelajaran PAK

dalam setiap jenjang pendidikan khususnya dalam jenjang sekolah menengah adalah

sebagai berikut:

a. Memahami diri sebagai pria dan wanita dan sebagai citra Allah, yang memiliki

suara hati dan kehendak yang bebas untuk bertindak secara bertanggung

jawab

Berbicara tentang perbedaan pria dan wanita tidak terlepas dari istilah

seksualitas. Seksualitas menunjukkan pada keseluruhan ciri-ciri yang membedakan

manusia sebagai pria dan wanita baik jasmani, kejiwaan, perasaan, serta bakat-

bakatnya. Secara sadar manusia mengenal dirinya sendiri dengan segala kelebihan dan

kekurangannya. Dengan kelebihan dan kekurangannya itu manusia dituntut untuk

saling melengkapi. Perbedaan-perbedaan tersebut merupakan anugerah Tuhan dengan

maksud agar pria dan wanita dapat saling melengkapi dalam hidup berkeluarga.

Perbedaan itu meliputi perbedaan biologis dan psikologis (Gilarso.1996; 18-19)


44

Tabel I: Perbedaan biologis pria dan wanita adalah sbb:

Pria Wanita
Tubuh pria menonjolkan garis-garis Tubuh wanita lebih menonjolkan
lurus, tegak, kuat dan kekar yang garis-garis melingkar, bulat: lambang
melambangkan keperkasaan dan kelembutan, kasih sayang dan
kekuat. persamaan aman
Dada lapang, bahu lebar, untuk bekerjaBahu relatif kecil dan melengkung,
dan untuk melindungi yang lemah buah dada berkembangan dan
menggembung
Pinggul agak kecil dibanding dengan Pinggang kecil tapi tulang pinggul
bahu menonjol bulat
Kaki kokoh, kuat, tegak lurus, tampak Karena tulang pinggulnya lebih besar,
otot-ototnya paha besar dan kaki meruncing
kebawah
Lengan dan tangan penuh otot, kekar, Lengan dan tangan lembut dan lemas
kuat dan keras
Suara besar ada jakun pada leher Suara kecil merdu. Leher rata
Alat kelamin terletak di luar rongga Alat kelamin tersembunyi di dalam
tubuh rongga tubuh
Bulu rambut pada muka (kumis) pada Tidak ada rambut di dada dan kulit.
kulit kaki, lengan dan dada

Tabel 2: Perbedaan psikologis pria dan wanita


Pria Wanita
Pola dasar pandangan keluar, terarah Pola dasar pandangan ke dalam
pada dunia/objek terarah pada subjek/manusia
Suka menjelajah dan menyelidiki alam Lebih gemar tinggal di rumah,
sekitar memilihara dan merawat
Suka membongkar dan membangun. Suka menyayangi dan memelihara.
Pria membangun dunia menjadi rumah Wanita pandai memciptakan suasana
tempat tinggal rumah yang membuat orang kerasan
Suka bekerja di luar, mencari nafkah Perhatian lebih untuk pribadi sesama
dan menguasai dunia manusia
Suka mencoba, mencari dan melihat- Butuh diperhatikan, senanag dilihat
liht dan dicari
Aktif, mengambil inisiatif, suka Reaktif, menanggapi, lebih tabah dan
mengkritik dan memprotes udah menerima
Intelek dan rasio lebih utama, dapat Emosi dan perasaan lebih menonjol
mengendalikan perasaan dengan dan hal itu mempengaruhi pikirannya
akalnya
Lebih melihat kenyataan objektif, Perhatian sampai detil-detil,
terarah pada garis-garis besar, lebih cenderung intuitif, mudah mengubah
teguh dalam keputusan keputusannya.
45

Menurut Gilarso 1996:20 ada dua tahap perkembangan pria dan wanita pada

reaksi kejiwaan yakni tahap kanak-kanak sampai awal pubertas dan fase pubertas

(pancaroba) sampai dewasa.

1) Tahap kanak-kanak sampai awal pubertas

Pada fase kanak-kanak hampir tidak ada perbedaan pada perkembangan yang

khusus artinya masing-masing jenis belum mempunyai pengertian dan rasa tertarik

pada jenis lain. Namun, sejak kecil reaksi dan sifat-sifat khas sudah tampak sehingga

saat menginjak masa remaja anak sudah mulai merasakan ketertarikan dengan lawan

jenis dan mulai berani untuk berpacaran.

Reaksi dan sifat khas pada pria dan wanita pada masa kanak-kanak sampai awal

pubertas sbb:

Tahap-tahap dari masa kanak-kanak sampai awal pubertas dan fase pubertas

(pancaroba) sampai dewasa.

Tabel 3: tahap kanak-kanak sampai awal pubertas


Laki-laki Perempuan
Perhatian lebih terarah ke luar Perhatian lebih terarah ke dalam
Cara bermain menunjukkan unsur Cara bermain menunjukkan unsur
kekuatan, kasaragresif dan merusak lembut, halus dan sikap menyayangi
Identifikasi diri ke arah jenis dan Identifikasi diri ke arah jenis dan
kelompok pria kelompok wanita

2) Fase pubertas sampai dewasa

Tahap ini ditandai dengan gejala ketidakmantapan perasaan: mulai suka

melamun, malas, menyendiri, bergumul dengan dirinya sendiri untuk menemukan

harkat dirinya sebagai laki-laki atau perempuan. Pada anak perempuan menjelang

menstruasi perlu diberi penjelasan agar dapat menerima dirinya termasuk proses-
46

proses yang terjadi dalam tubuhnya. Bila tidak diberi penjelasan pada menstruasi yang

pertama biasanya akan menjadi beban berat bagi anak.

Pada anak laki-laki, bimbingan dan pengarahan harus benar-benar dilakukan.

Pengalaman seksual pada anak laki-laki biasanya cenderung ke arah menyenangkan

dan mengairahkan. Hal ini disebabkan karena cara hidupnya yang terarah ke luar

(Gilarso,1996;21)

Manusia diciptakan Allah sebagai mahluk Allah yang secitra denganNya.

Dalam Kejadian 1:27-28 dikatakan bahwa:

”Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar


Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-nya mereka.
Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka, ”beranak
cuculah dan bertambah banyak, penuhilah bumi dan taklukkanlah itu,
berkuasalah atas ikan-ikan diaut dan burung-burung di udara dan atas segala
binatang yang merayap di bumi”

Ini berarti bahwa adanya pria dan wanita, adanya dua jenis kelamin dengan

dengan segala daya tarik antara keduanya. Dengan kata lain adanya seksualitas

manusia, juga adanya hubungan seks dan akibatnya yaitu mempunyai keturunan itu

berasal dari Allah. Diberkatinya dan dimaksudkan untuk kebahagiaan manusia.

Manusia mendapatkan tempat yang istinewa, manusia diciptakan menurut

gambar dan rupa Allah. Sebagai citra Allah manusia mampu disapa oleh Allah dan

mencintai sang pencipta. Dengan demikian manusia mampu berhubungan dengan

Allah. Hal ini mempunyai konsekuensi dalam sikap manusia terhadap sesamanya.

Manusia dipanggil untuk menghargai sesamanya, karena sama-sama secitra dengan

Allah.

Sementara itu sebagai citra Allah, manusia diberi kuasa atas ciptaan-ciptaan

lain. Kuasa ini tidak berati bahwa kekuasaan sewenang-wenang, tetapi kekuasaan

sebagai wakil Allah untuk mengatur kehidupan alam ciptaan. Oleh karena itu, tugas ini
47

harus diartikan sebagai kuasa untuk menjaga dan menjamin kehidupan dan kelestarian

alam, sebagaimana Allah sendiri menghendaki agar ciptaanNya tetap hidup. Sebagai

mahluk yang secitra dengan Allah dan memiliki akal budi segala tindakan manusia

hendaknya dapat seleras dengan kehendak Allah dan mampu menjaga kemurnian

hidupnya di hadapan Allah.

Pria dan wanita diciptakan untuk saling melengkapi sebagai teman hidup dan

menempuh jalan hidup bersama. Antara pria dan wanita memiliki harkat, derajat, dan

martabat yang sama sebagaimana yang dimaksudkan Allah. Namun, kenyataan

sekarang kedudukan wanita kerap kali di bawah pria ini bukan maksud dan rencana

Allah tetapi ini akibat dari dosa manusia sendiri. Namun Allah telah menjanjikan

seorang penyelamat yang akan mengalahkan dosa dan memulihkan kembali

sebagaimana yang dimaksudkan oleh Allah.

Sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna yang memilki hati nurani

dan kehendak yang bebas maka dalam setiap tindakannya didasari rasa tanggung jawab.

Hati nurani adalah pedoman atau guru dari dalam yang memberitahu kepada kita, mana

yang harus dilakukan, menuntut kita untuk berbuata baik dan menjauhi yang buruk,

menilai perbuatan kita sebelum dan sesudah berbuat (Gilarso,1996: 30). Dengan hati

nurani kalau kita berbuat baik maka hati kita tenteram. Suara hati juga dapat keliru

menganggap baik yang sebenarnya buruk atau sebaliknya maka manusia juga diajarkan

agar lebih peka dalam mendengarkan suara hatinya sebelum melakukan suatu tindakan

agar mampu mempertanggung jawabannya di hadapan sesama maupun di hadapan

Tuhan.

Dalam Kitab Suci, hati nurani sering digunakan khususnya pada Perjanjian

baru. Hati nurani adalah saksi dari perbuatan kita yang tak pernah hancur. Hati nurani

juga dipandang sebagai anugerah Tuhan bagi seluruh umat manusia. Menurut Chang,
48

hati nurani adalah tenaga batiniah yang mendorong manusia untuk menerima ajaran

Kristus dan memeliharanya supaya tak bernoda (Chang, 2001: 128)

Ada tiga pandangan dasar mengenai hakikat hati nurani yakni dalam

permenungan teologis, teologi skolastik, dan menurut Haring (Chang, 2001: 131-133).

Pertama, dalam pandangan teologis pada umumnya yang dimaksud hati nurani

adalah keputusan konkret melalui penalaran praksis, berkat pengaruh kekuatan dalam

hati nurani yang menyangkut kebaikan moral dalam tindakan tertentu.

Hati nurani membisikkan apa yang harus dilakukan oleh manusia. Tindakan-

tindakan manusia akan mempengaruhi keadaanya hidupnya. Jika manusia bertindak

tidak sesuai dengan hati nuraninya secara otomatis manusia itu melakukan perbuatan

yang menyimpang dari hati nurani. Maka, hati nurani dipandang sebagai keputusan

moral yang mengingatkan kepada manusia akan tugas dan kewajiban moral yang perlu

dilaksanakan (Chang, 2001: 131)

Kedua, teologis skolastik melukiskan hati nurani sebagai kesanggupan atau

kecakapan moral. Kecakapan moral adalah tempat suci yang terdalam dari manusia

sehingga manusia mampu mengenal bahwa dirinya berhadapan dengan Tuhan sebagai

pencipta dan hidup bersama dengan sesamanya.

Hati nurani adalah pusat terdalam pribadi yang tertuju pada Tuhan yang

memelihara manusia. Di dalam hati nuranilah tempat di mana Tuhan bersemayam

sehingga segala keputusan yang didasarkan pada hati nurani atas kesadaran penuh dan

atas nama Tuhan (Chang, 2001: 131)

Ketiga, B. Haring mengemukan pandangan yang menyeluruh mengenai hati

nurani. Hati nurani tidak hanya dipandang sebagai suatu kecakapan di dalam kehendak

tetapi dilukiskan sebagai tenaga dalam diri manusia. Hati nurani yang berkembang

secara holistik ini mampu memberikan pandangan atau tanggapan yang benar dan
49

sesuai dalam kehidupannya. Maka, hati nurani merupakan kepribadian yang utuh dan

tak terpisahkan dari kehadiran sang pencipta (Chang, 2001;132)

Menurut B. Haring (dalam Chang, 2001) mengatakan hati nurani yang sehat jika

seluruh pribadi manusia baik perasaan, akal budi, maupun kehendak dapat berfungsi

sesuai dengan kepribadi yang baik dalam diri manusia. Dengan hati nurani yang

sehatlah akan tercipta pribadi yang sehat yang berpengaruh pada perbuatan, pikiran,

dan kehendak yang sehat. Dalam lubuk hati diri seseorang itulah Tuhan hadir dan

menyentuh serta menuntun diri seseorang pada kebenaran.

Tidak menutup kemungkinan bahwa hati nurani bisa menipu diri kita dalam

menjalani hidup dan menjaga iman kita. Manusia yang beriman pun dapat salah dalam

mengambil suatu keputusan. Kesalahan ini bisa terjadi karena kekeliruan dan

kurangnya pengetahuan mengenai sesuatu. Namun, manusia harus mengikuti hati

nuraninya karena hati nurani merupakan keputusan terakhir dan terbaik seseorang

sebagai pilihan yang seharusnya diambil seseorang. Seseorang yang melanggar hati

nuraninya dapat dikatakan orang itu salah dan akan menerima akibat dari kesalahanya

itu. Tuhan selalu memberikan yang terbaik dan terbenar kepada manusia melalui hati

nurani manusia. Di lubuk hati yang paling dalam inilah tersimpan hati nurani yang

membuat diri seseorang bisa merasakan perasaan tenang dan bimbang sebelum dan

setelah menentukan keputusan. Di dalam hati nurani manusia bisa mempertimbangkan

apakah keputusan ini benar atau salah karena Tuhan hadir dalam hati seseorang.

Dalam GS art 16 dikatakan bahwa tidak jarang terjadi hati nurani tersesat

karena terbatasnya kemampuan seseorang.

”Akan tetapi tidaklah jarang terjadi bahwa hati nurani tersesat karena
ketidaktahuan yang tak teratasi, tanpa kehilangan martabatnya. Tetapi itu tidak
dapat dikatakan tentang orang, yang tidak peduli untuk mencari apa yang benar
serta baik, dan karena kebiasaan berdosa hati nuraninnya lambat laun hampir
menjadi buta”(GS art 16)
50

Sebelum hati nurani ini menjadi buta atau tidak peka lagi tiap manusia wajib

menghindari kesalahan-kesalahan dalam menentukan sebuah keputusan. Maka, sedapat

mungkin seseorang memiliki pengetahuan mengenai permasalahan itu dan mengolah

semuanya itu melalui pemikiran yang jernih dan secara sadar sehingga apa yang

menjadi keputusannya tidak bertentangan dengan hati nurani. Hati nurani yang selalu

dibiarkan keliru lambat laun akan menjadi buta dan selalu mengambil keputusan yang

salah. Dalam perjalanan hidup sehari-hari manusia tidak pernah lepas dari kesalahan.

Hati nurani juga bisa mengalami kebimbangan dan kekacauan apabila berada dalam

ketidakpastian mengambil keputusan.

Maka, sangat penting memupuk hati nurani yang teguh dan pasti bagi seseorang

yang sedang dilanda kebimbangan dan kekacauan. Jika sesorang bertindak atas dasar

hati nurani yang bimbang dan kacau, maka seseorang akan mengalami ketidakpuasan

akan keputusannya. Manusia yang bertindak tidak sesuai dengan hati nurani yang benar

akan mendapat sangsi untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Tanggung jawab

itu harus dipikul oleh seseorang yang melakukannya.

Kebebasan adalah sepatah kata makna yang dapat disoroti dari berbagai sudut

(filosofis, teologis dan biblis). Kebebasan manusia terkait dengan tatanan nilai-nilai

normatif yang diandaikan oleh manusia pada saat menggunakan kebebasan (Chang,

2001: 57). Perwujudan kebebasan dalam hubungan dengan batas itu memungkinkan

manusia untuk menemukan arti kebebasan yang sesungguhnya. Kebebasan ini akan

mengantar pada sebuah kesadaran dalam mengambil keputusan tanpa tekanan dari luar.

Rasul Paulus, menekankan bahwa kebebasan manusia adalah buah pembebasan

manusia secara ilahi (Rom 8:21; Gal 5:13). Paulus mempertimbangkan kebebasan dari

sudut pandang individual dan karya penyelamatan umat manusia. Kebebasan ini
51

dikaitkan dengan proses pembebasan manusia secara rohani yang melibatkan kehadiran

dan campur tangan Allah dan dipandang sebagai anugerah Allah.

Dalam tradisi Yunani kebebasan diartikan secara individualistis, kebebasan

diuraikan menurut model bebas memilih (Kieser, 1987: 133). Kieser mengungkapkan

pula bahwa dalam tindakananya manusia adalah otonom artinya tidak terikat pada

rangsangan dari luar. Walaupun manusia itu mampu memilih dan memperlakukan

objek-objek sekehendaknya namun dalam mengambil suatu keputusan diharapkan

menurut suatu patokan sesuai dengan hukum kodrat (Kieser, 1987: 133) maka, manusia

tidak seluruhnya otonom melainkan sebagai mahluk yang tergantung kepada Tuhan.

Untuk mengatur kebebasan itu dalam sebuah negara maka diciptakan norma

hukum. Dalam pengertian dasariah, kata norma berati pegangan atau pedoman, aturan,

tolak ukur (Chang, 2001: 83). Kebenaran norma ini harus dapat dipahami akal sehat

dan sesuai dengan cara berada manusia, struktur hakiki manusia dan apa yang

dikehendaki oleh Tuhan Pencipta. Norma moral tidak dipandang sebagai pembatasan

dan penghalang kebebasan manusiawi secara sepihak. Namun, norma dipandang

sebagai aturan bagi umat manusia agar berindak sesuai dengan norma moral itu. Norma

itu berusaha untuk melindungi, mempertahankan nilai-nilai kemanusian, dan membantu

manusia untuk memperoleh kesejahteraan dalam hidupnya.

Di dalam Gereja pedoman dasar moral menurut Kitab Suci dan ajaran agama

adalah Hukum Cinta Kasih. Untuk mewujudkan hukum tersebut kita diberi sejumlah

pedoman baik berupa perintah, nasihat maupun larangan yang berasal dari Allah.

Perintah, larangan dan nasehat ini secara jelas dapat kita jumpai dalam Sepuluh

Perintah Allah yang diungkapkan secara jelas. Pada setiap situasi konkret yang

dihadapi manusia selalu memerlukan pemikiran dan tanggung jawab sendiri. Dalam hal

ini kita harus berpikir sendiri melalui doa mohon petunjuk Tuhan dan
52

mempertimbangkan masak-masak keputusan yang kita ambil. Maka, untuk bertindak

dengan penuh tanggung jawab dibutuhkan pemikiran yang jernih dan penuh kesadaran.

Manusia hendaknya menyadari bahwa apa yang kita lakukan pasti menimbulkan akibat,

maka kita harus siap menerima konsekuesi dari tindakan itu. Tindakan yang penuh

tanggung jawab adalah tindakan yang didasari keberaniaan dan kesiapan diri.

b. Memahami pribadi Yesus Kristus seperti yang diwartakan oleh Kitab Suci dan

diajarkan oleh Gereja dan meneladaninya dalam hidup sehari-hari

Kitab Suci mencatat beberapa sebutan yang digunakan untuk menyebut Yesus.

Yesus disebut sebagai mesias, anak Allah dan anak manusia.

1) Kristus

Kristus berati mesias ”yang terurapi”. Mesias bukanlah sebuah nama melainkan

sebuah gelar. Nuansa yang terkandung pada gelar Mesias bagi Yesus adalah Dia yang

membawa kesejahteraan bagi Israel. Dalam perjanjian lama gelar ini lazimnya

diperuntukan bagi raja-raja.

Dalam Perjanjian Baru Yesus disebut Mesias yaitu ketika peristiwa pengakuan

Petrus di Kapernaum yakni dalam Markus 8:29: Ia bertanya kepada mereka: Tetapi apa

katamu, siapakan aku ini? ”maka jawab Petrus ” Engkau adalah Mesias!

Pada saat pengakuan Petrus itulah kemesiasan Yesus langsung dikaitkan dengan

sengsara dan kematianNya. Gelar Mesias ini paling tepat dikenakan pada Yesus saat

Dia dalam posisi tidak berdaya di mata banyak orang (Putranto, 2005;8)
53

2) Anak Allah

Dalam Perjanjian Lama gelar ini dikenalkan pada orang-orang yang dipercayai

Allah untuk melaksanakan rencana-Nya. Yang dimaksud dengan sebutan anak Allah

itu adalah para raja, seluruh bangsa, nabi dan orang benar.

Dalam diri Yesus yang disebut sebagai anak Allah adalah ketika Ia berdoa

dengan menggunakan sebutan Abba untuk menyapa Allah. Di sinilah disiratkan

kesadaran diri Yesus akan relasi keputraannya dengan Allah. Dengan kedekatan Yesus

kepada Allah dengan menyebut Abba inilah yang menjadi dasar keyakinaan Gereja

mengelari Yesus dengan sebutan anak Allah. Lebih daripada itu, Yesus tampil sebagai

orang suci yang hidup bersatu dengan Allah, yang disebut BapaNya. Dalam doa Bapa

Kami merupakan rangkuman hubunganNya dengan Allah. Hal yang konkret yang dapat

kita lihat ketika Yesus menghembuskan nafas terakhirnya di Kayu Salib dan berseru

kepada Allah dengan sebutan Abba sehingga orang-orang yang menyaksikan

kematiaanNya pun percaya bahwa Yesus adalah anak Allah (Iman Katolik, 1996: 244-

247) .

Gelar anak Allah menunjukan hubungan istimewa Yesus dengan Allah sendiri.

Keyakinan ini sudah muncul ketika orang menyaksikan perbuatan Yesus dan semakin

jelas pada saat kebangkitan Yesus. Kebangkitan berarti kemenangan atas maut. Dengan

kebangkitan berarti pewartaan Yesus tidak gagal.

3) Anak Manusia

Yesus tidak pernah menyatakan dirinya Mesias, Anak Allah dan Anak Manusia.

Namun sebutan ini berasal dari pengakuan orang-orang yang percaya kepadaNya.

Istilah yang dipakai Yesus dalam Lukas 9:58, Markus 8:31, Matius 24:27 yang dapat

berati manusia yang papa, manusia yang menderita dan berati juga sosok yang akan
54

datang dalam kemuliaan. Yesus disebut anak manusia karena kerendahan hatiNya dan

ia juga sungguh terlihat memiliki sifat manusia. Ia juga bisa merasa sakit, takut bahkan

Ia juga bisa menangis.

Dalam syahadat pertama-tama berbicara mengenai Yesus Kristus dikandung

dari Roh Kudus, dilahirkan oleh perawan Maria. Kelahiran Yesus Kristus dari bunda

Maria ini menunjukkan segi kemanusiaannya. Ia menjadi bagian dalam sejarah

manusia. Di lain pihak, syahadat juga mengatakan bahwa ”Yesus dikandung dari Roh

Kudus” hal ini syahadat mengarisbawahi kesaksian Injil bahwa Yesus bukan lahir dari

hubungan pria dan wanita, Yusuf dan Maria tetapi Ia berasal dari Allah sendiri.

Dalam buku (Iman Katolik, 1996: 219-220) dikatakan bahwa Yesus sehakikat

dengan Bapa berarti Yesus anak Allah tidak serupa dengan makhluk-makhluk yang

diciptakan, melainkan dalam segala hal sama seperti Bapa yang melahirkanNya dan

mempunyai hakikat yang sama dengan Bapa. Yesus dilahirkan dari Bapa sebelum

segala abad, Allah dari Allah, terang dari terang, Allah benar dari Allah benar. Yesus

dilahirkan dari Allah maka Yesus memiliki sifat ke-Allah-an. Namun Yesus yang

diakui Allah benar dari Allah benar, di dunia ini bukan sebagai Allah melainkan

sebagai manusia.

Pribadi Yesus Kristus yang kita kenal dalam Kitab Suci adalah Yesus yang rela

berkorban, mau mengampuni serta selalu mengajarkan dan melaksanakan cinta kasih.

Cinta kasih Kristus ini sangat nyata bagi kita lewat kesediaanNya memberikan diri

untuk menebus dosa-dosa kita.

Mengenal pribadi Yesus Kristus dan mengimani-Nya yang dapat kita wujudkan

dengan rajin membaca Kitab Suci, mengikuti kegiatan dalam hidup menggereja, dan

menerapkannya dalam kehidupan nyata sehari-hari baik dalam sekolah, keluarga dan
55

masyarakat dengan penuh cinta kasih. Penerapan yang dapat kita lakukan secara nyata

dalam kehidupan kita yakni dengan saling membantu, memperhatikan dan peduli.

c. Memahami makna Gereja, fungsi dan sifat-sifatnya serta hubungannya dengan

dunia, dan menghayatinya dalam hidup bergereja

Gereja berdiri melalui satu proses yang berasal dari kelompok sekitar Yesus

sendiri. Perkembangan dalam Gereja diyakini sebagai hasil bimbingan Roh Kudus.

Pada Perjanjian Baru Roh Kudus dipandang sebagai rahmat dan anugerah yang datang

dari Allah. Anugerah ini ini merupakan buah karya Yesus Kristus yang menuntun

Gereja.

Menurut Konsili Vatikan II Gereja sebagai lambang komunio umat Allah dan

Tubuh Kristus. Gereja adalah sekelompok manusia yang berkembang dalam sejarah.

Pemahaman Gereja sebagai umat Allah ini menempatkan Gereja dalam rencana

keselamatan Allah yang hadir secara konkret. Dalam Gereja sebagai umat Allah

bercirikan Kristus sebagai kepalanya. Dengan kata lain Kristuslah sebagai penggerak

dan sumber hidup Gereja.

Dalam Lumen Gentium art.7, Gereja sebagai Tubuh Kristus diartikan sebagai

kesatuaan organis angota-anggota yang mempunyai bentuk dan fungsi berbeda dan

gambaran Gereja sebagai tubuh dengan Kristus sebagai kepala. Yang menjadi dasar

kesatuan adalah hidup Kristus yang dicurahkan kepada kaum beriman. Maka yang

menjadi dasar kesatuan ialah misteri inkarnasi Yesus yang hadir dan memberikan

dirinya dalam wafat dan kebangkitannya serta dalam pencurahan Roh Kudus.

Gereja katolik bersifat satu, kudus, katolik dan apostolik. Kesatuan Gereja pada

kesatuan sebagai umat Allah, kesatuaan dalam tubuh Kristus karena mempunyai satu

iman, satu baptisan, satu tubuh, roh dan satu Allah. Gereja satu karena berasal dari
56

sumber yang sama yakni misteri Allah tri tunggal yang mempunyai dasar yang sama

yakni Yesus Kristus dan dijiwai oleh roh kudus. Kesatuan ini nampak dalam pengakuan

iman yang sama, ibadat dan dalam persaudaraan keluarga Allah (Iman Katolik,

1996;344-347).

Gereja juga diakui sebagai Gereja yang kudus. Umat Allah yang baru, yang

dibangun atas dasar kesatuan dengan Kristus yang menyadari diri sebagai bangsa

pilihan. Kekudusan Gereja pertama-tama di dasarkan ada hubungannya dengan Allah.

Karena Allah yang kudus hadir dan tinggal dalam Gereja maka Gereja disebut kudus.

Kekudusan Gereja pertama-tama didasarkan pada hubungannya dengan Allah (Iman

Katolik, 1996: 347-348).

Gereja disebut sebagai katolik yang berati universal/umum. Gereja Katolik

berati Gereja universal, umum, terbuka bagi sesama bangsa maupun ajarannya harus

diketahui oleh semua orang. Maka kekatolikan dapat dikaitkan dengan keterbukaan

bagi Gereja untuk menerima segala bangsa menjadi anggotaNya (Iman Katolik, 1996:

349-352).

Gereja disebut sebagai apostolik berarti sebagai keterkaitan Gereja dengan para

rasul. Gereja sekarang didasarkan pada Gereja para rasul. Pada abad II apostolisitas

menjadi tolak ukur untuk membedakan Gereja yang benar dan bidaah. Gereja sah

apabila dapat dibuktikan kesimambungan yang tak terputus dengan Gereja para rasul

(Iman Katolik, 1996: 352-353). Ada tiga hal yang menunjukan kesahan Gereja yakni:

1) Kesinambungan dengan zaman para rasul dengan kata lain Gereja yang sekarang

sama dengan Gereja para rasul meski tak berarti yang sekarang ada di zaman para

rasul.

2) Gereja meneruskan iman para rasul.Gereja melanjutkan kesaksian iman rasul-

rasul dan menjaga agar iman sekarang tidak berbeda dengan iman para rasul.
57

3) Kesinambungan para pemimpin Gereja sekarang dengan para rasul. Sebagai

anggota Gereja kita dituntut untuk mampu melihat makna dan fungsi Gereja

dalam kehidupan dunia.

Gereja mempunyai peranan sebagai tanda kasih Allah kepada manusia dan

dunia. Hubungan Gereja dengan dunia yang tercipta melalui dialog dan kerja sama

umat beragama. Sebagai anggota Gereja juga terlibat dalam hidup mengereja misalnya

mengunjungi orang sakit dan terlibat dalam kegiatan sosial mengereja

d. Memahami fungsi Gereja yakni melanjutkan perutusan Yesus untuk

mewartakan Kerajaan Allah dan melibatkan diri dalam perutusan itu untuk

menegakkan nilai-nilai Kerajaan Allah antara lain; martabat manusia, hak

azasi, keadilan, kejujuran dan keutuhan lingkungan hidup

Menjadi murid berarti bersedia diutus. Utusan itu adalah hal yang mulia untuk

melanjutkan karya Yesus di tengah dunia dalam menciptakan Kerajaan Allah. Adapun

hal yang dapat dilakukan adalah dengan menciptakan kejujuran, kesejahteraan,

keadilan, cinta kasih, kedamaian, saling menghargai satu sama lain (Sutarman,

2000;15)

Tugas pewartaan seperti yang juga dialami para nabi dan Kristus sendiri

tidaklah ringan. Sebagai pewarta Yesus, harus mengambil bagian dalam nasib Yesus.

Oleh sebab itu menjadi pewarta merupakan suatu panggilan, berati seorang pewarta

dituntut dekat dengan Kristus yang diwartakan. Pewartaan itu tugas dan panggilan

setiap orang yang percaya kepada Kristus yang dijiwai dengan semangat merasul.

Dalam perutusan itu yang menjadi tugas kita adalah mewartakan Kerajaan Allah

di tengah dunia. Pada jaman Yesus Kerajaan Allah itu tidak didefinisikan, Ia hanya

menerangkan lewat perumpamaan serta lewat tindakan dan mukjijat serta sikap-
58

sikapNya pada Allah dan sesama. Namun, dapat diambil kesimpulan mengenai

pengertian tentang Kerajaan Allah yakni: suatu situasi baru yang akan terwujud bila

manusia mementingkan Allah dan cinta kasihNya dalam hidupNya sehingga ia

menanggalkan segala yang bersifat manusiawi yang seakan-akan dapat menjadi

andalannya berhadapan dengan Allah. Andalannya itu berupa harta, kedudukan,

kesalehan, kekuasaan dan harga diri (Putranto, 2005;5)

Dalam Kerajaan Allah ini akan terwujud nialai-nilai kerajaan Allah yakni

martabat manusia, hak azasi, keadilan dan kejujuran. Hak asasi adalah hak dasar yang

dimiliki oleh manusia yang tidak dapat diganggu gugat dan tidak akan hilang. Adapun

yang termasuk dalam hak asasi itu adalah hak hidup, hak merdeka, dan hak memiliki

sesuatu.

Setiap manusia memiliki matrabat yang sama dihadapan Allah maka setiap

manusia mempunyai hak yang sama untuk mendapat keadilan. Keadilan berarti

memberikan kepada setiap orang yang menjadi haknya misalnya hak untuk memeluk

agama, hak untuk mengeluarkan pendapat dan lain sebagainya. Tugas untuk

memperjuangkan keadilan merupakan tugas semua orang karena itu merupakan

panggilan Allah di dalam hati nurani setiap orang.

Hal lain yang menjadi tugas pewarta adalah mewujudkan kejujuran. Dalam

Kamus Bahasa Indonesia jujur berarti tidak curang, tidak berbohong. Jujur kerap terkait

dengan perbuatan. Kejujuran ini memiliki banyak makna yakni menjadi modal dasar

untuk perkembangan pribadi, menjadi landasan dalam pergaulan dan hidup bersama,

serta menjadi solusi dalam pemecahan masalah.

Kompetensi lulusan pada pelajaran PAKmengacu pada standar kompetensi dan

kompetensi dasar mata pelajaran PAK sehingga keberhasilan siswa itu menjadi terarah.

Prestasi belajar PAK siswa juga terlihat dari nilai PAK yang diperoleh siswa maka segi
59

kognitif merupakan hal yang dianggap penting dalam menentukan prestasi PAK.

Namun, nilai yang diperoleh siswa bukan semata-mata dari hasil ulangan atau ujian

melainkan juga dari penghayatan dan sikap siswa baik di dalam lingkup sekolah

maupun masyarakat. Dengan kata lain prestasi PAK diperoleh dari keseimbangan dari

segi kognitif, afektif dan prilaku. Untuk kompetensi kelulusan siswa hendaknya mampu

mengembangkan keterampilan dan nilai-nilai hidup yang baik di dalam kehidupan

bermasyarakat. Pelajaran PAK di sekolah memberikan semangat bagi siswa untuk

mencintai agamanya dan menggerakan hatinya untuk terlibat dan mewujudkan imanya

secara nyata dalam hidup mengereja dan bermasyarakat. Kompetensi lulusan PAK

mampu memberikan dirinya bagi Tuhan dan semakin mengimaniNya dengan sepenuh

hati dan menjadikan pewarta cinta kasih sebagai tanda murid Yesus.

C. Penelitian yang relevan

Pendidikan iman dalam keluarga yang dialami oleh siswa, dan hubungannya

pada prestasi belajar sebagaimana telah diuraikan di atas merupakan faktor penting

yang mempengaruhi hasil pendidikan di sekolah. Pendidikan iman dalam keluarga

sangat penting dan awal membentuk sikap dan pribadi anak. Semua yang dialami anak

secara tidak langsung dipengaruhi bagaimana perhatian dan pendidikan yang diberikan

oleh keluarga. Ada beberapa penelitian yang mencoba untuk melihat hubungan antara

masalah seksual pra nikah dengan prestasi belajar, artinya ada hubungan yang kuat

antara masalah seks pra nikah dengan prestasi belajar antara lain yang dilakukan

Yayasan Kusuma Buana dan BKKBN tahun 1993 yang dilaksanakan di berbagai kota

menunjukan adanya hubungan yang signifikan yaitu antara 10,3 % responden di 12

kota di Indonesia pernah melakukan hubungan seks di usia remaja (dalam Romanus

Romas, 2005).
60

Pada tahun 2005, Romanus Romas menulis skripsi dengan judul” Hubungan

Masalah-Masalah yang Dialami Siswa dengan Prestasi Belajar Pendidikan Agama

Katolik di SMU Frater Disamakan Makasar Tahun Ajaran 2006/2007”. Melalui skripsi

ini penulis akhirnya tergerak untuk mengadakan pendampingan bagi siswa yang

mengalami masalah belajar di sekolah melaui pastoral pendampingan agar siswa

terbantu untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya tanpa menganggu prestasi

belajar mereka.

Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan dengan arah negatif antara

masalah siswa dengan prestasi belajar PAK siswa. Hal ini dapat dilihat dari nilai

korelasi sebesar -0.624 yang signifikan pada taraf 0.000. Arah korelasi yang negatif dan

signifikan ini menunjukan bahwa semakin tinggi masalah yang dihadapi siswa, maka

semakin rendah prestasi belajar PAK yang didapatkannya. Sebaliknya, semakin rendah

masalah yang dihadapi oleh siswa maka semakin tinggi pula prestasi belajar PAK yang

didapatnya.

Penemuan ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menunjukan bahwa

proses belajar mengajar di pengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal, di mana

faktor internal menyumbang 70% terhadap presatasi belajar dan faktor internal

menyumang 30% terhadap prestasi belajar (Sudjana, 1988:39-40). Faktor

internal/eksternal ini dapat membawa pada masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa

terkait dengan diri pribadi, hubungan sosial, agama, nilai dan moral, hubungan muda-

mudi, keadaan dan hubungan dalam keluarga, masalah waktu senggang dan masalah

seksualitas.
61

D. Kerangka pikir dan hipotesis

Bertolak dari uraian mengenai pengaruh pendidikan iman dalam keluarga

terhadap prestasi belajar Pendidikan Agama Katolik pada SMU St. Yohanees Ketapang

tahun 2009/2010 di atas, maka dapat digambarkan suatu kerangka dari pengaruh kedua

faktor tersebut, sebagai berikut:

1. Gambar

Y Prestasi belajar PAK

X Pendidikan Iman dalam


Keluarga

Keterangan :

Y: Prestasi Belajar PAK

X: Pendidikan iman dalam keluarga

Pendidikan iman dalam keluarga kristiani: Proses pengarahan, pemberian informasi,

teguran dan tata cara komunikasi dalam usaha untuk mendewasakan iman anak dalam

keluarga kristiani.

Prestasi belajar PAK: Merupakan Hasil yang telah dicapai siswa dalam mata pelajaran

PAK di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk angka dan hurup dalam nilai raport.

Pendidikan iman dalam keluarga berpengaruh pada prestasi belajar anak.


62

2. Hubungan antar Variabel

Gambar di atas terbentuk dari dua variabel: satu variabel bebas yakni

pendidikan iman dalam keluarga dan satu variabel terikat yakni prestasi belajar

Pendidikan Agama Katolik. Secara konseptal, pendidikan iman dalam keluarga dilihat

sebagai variabel bebas karena hendak diposisikan sebagai faktor yang mempengaruhi

variabel terikat. Sedangkan prestasi belajar siswa dipandang sebagai variabel terikat

karena hendak dilihat sebagai faktor yang mempengaruhi variabel bebas. Sedangkan

prestasi belajar siswa dipandang sebagai variabel tergantung karena hendak dilihat

sebagai faktor yang mendapatkan pengaruh dari faktor bebas.

Dalam penelitian ini yang dilihat adalah pengaruh pendidikan iman dalam

keluarga terhadap prestasi belajar PAK sebagaimana ditunjukkan anak panah pada

gambar di atas.

3. Hipotesis

Berdasarkan figur dan uraian di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini

sebagai berikut:

H₀: Tidak ada pengaruh dari pendidikan iman dalam keluarga terhadap prestasi

belajar Pendidikan Agama Katolik.

H : Ada pengaruh dari pendidikan iman dalam keluarga terhadap prestasi belajar

Pendidikan Agama Katolik.


63

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam karya tulis ini adalah penelitian

kuantitatif. Penelitian bertujuan untuk mengetahui tinggi rendahnya pengaruh

pendidikan iman dalam keluarga terhadap prestasi belajar PAK. Penelitian ini

menggunakan pendekatan kuantitatif yang bersifat ex-post facto yaitu penelitian yang

mengolah dan menganalisis data dari fakta yang sudah ada.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian regresi. Regresi adalah suatu bentuk

hubungan antara variabel respon (terikat) dan variabel predictor (bebas) dan hubungan

ini dinyatakan dalam persamaan matematis yang bentuknya bisa linier atau non linier

(Sudjana, 2003:5). Penelitian ini bersifat regresi dengan bentuk linier.

Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan suatu hasil analisis sebuah data, ada

tidaknya pengaruh antara dua variabel dan seberapa besar pengaruh variabel bebas

terhadap variabel terikat.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Peneliti dilakukan di SMU Pangudi Luhur St. Yohanes Ketapang Kalimantan

Barat Tahun Ajaran 2009-2010. Sedangkan waktu pelaksanaannya adalah pada bulan

September 2009.
64

D. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Peneliti mengambil sampel

dengan menggunakan tehnik cluster random sampling. Pengambilan sampel pada

penelitian ini dipilih dengan cara diundi untuk memperoleh dua kelas yang akan

mewakili populasinya yakni kelas XI IPA dan kelas XI IPS3.

Siswa kelas XI SMA Pangudi Luhur Santo Yohanes sekarang berjumlah 323

orang yang terdiri dari tujuh kelas. Kelas XI IPS ada enam kelas dimana jumlah Kelas

XI IPS1: 48 orang, kelas XI IPS2 : 48 orang, kelas XI IPS3 : 48 orang, kelas XI IPS4:

48 orang, kelas XI IPS5: 48 orang, kelas XI IPS6 : 48 orang dan kelas XI IPA ada satu

kelas dengan jumlah siswanya 35 orang siswa. Kelas yang terpilih dari hasil

pengundian adalah kelas XI IPA dan kelas XI IPS3 dengan jumlah siswa yang

beragama katolik 60 orang. Subjek yang terpilih dalam penelitian ini dianggap

representatif dalam mewakili populasinya.

E. Definisi Operasional Variabel

Penelitian yang berjudul “Pengaruh Pendidikan Iman dalam Keluarga Terhadap

Prestasi Belajar Pendidikan Agama Katolik siswa kelas XI Di SMU Pangudi Luhur

Santo Yohanes Ketapang Kalimantan Barat Tahun Ajaran 2009-2010” ini mempunyai

dua variabel yakni variabel bebas dan variabel terikat. Adapun yang merupakan

variabel bebas adalah pendidikan iman sedangkan variabel terikat adalah prestasi PAK.

a. Pendidikan iman dalam keluarga kristiani:

Merupakan suatu proses pengarahan, pemberian informasi, teguran, tata cara

komunikasi dan keteladanan orang tua yang baik dalam usaha untuk mendewasakan

iman anak dalam keluarga kristiani (Dapiyanta, 2007:30 )


65

b. Prestasi belajar PAK:

Merupakan Hasil yang telah dicapai siswa dalam mata pelajaran PAK di

sekolah yang dinyatakan dalam bentuk angka dan huruf dalam nilai raport kelas I pada

semester I dan II.

F. Instrumen Penelitian

1. Jenis istrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah perbedaan semantik.

Perbedaan semantik: ada dua bentuk skala yang digunakan oleh penulis yakni skala

dengan memberikan pilihan jawaban dan skala yang terdiri dari lima tingkat yang

meliputi: selalu - tidak pernah. Perbedaan semantik tersebut untuk mengukur

pendidikan iman dalam keluarga dari segi pedoman, pengarahan, teguran, pemberian

informasi, keteladanan orang tua dan tata cara komunikasi serta mengukur prestasi

belajar siswa dari nilai raport semester I dan II pada mata pelajaran PAK.

Tabel 4: Kisi-kisi soal Instrumen Penelitian


No Variabel Sub variabel Indikator/rambu-rambu Item
soal
1 Pendidikan keteladanan ♦ Orang tua aktif dalam kegiatan 1-10

iman anak Contoh perilaku Lingkungan dan gereja

yang baik dari ♦ Orang tua rajin berdoa

orang tua dalam ♦ Disiplin dan bertanggungjawab

menghayati dengan tugasnya.

hidup dan iman ♦ Orang tua membuat jadwal

kristianinya. kegiatan harian pada anak

Teguran ♦ Memarahi anak yang 11-17

Peringatan yang melakukan kesalahan


66

diberikan oleh ♦ Memberikan kritik yang

orang tua membangun

kepada anaknya. ♦ Orang tua mengingatkan anak

agar aktif dalam kegiatan

Gereja dan lingkungan

♦ Mengingatkan anak untuk

mengerjakan PR dan belajar

♦ Orang tua memberikan

peringatan yang tegas pada

anak ketika pulang terlambat.

Pengarahan/ ♦ Orang tua mengarahkan anak 18-26

pemberian agar bersikap kritis.

informasi ♦ Memberitahu anak untuk rajin

berdoa

♦ Orang tua mengingatkan agar

berhati-hati dalam bergaul.

♦ Memberitahu anak jadwal

kegiatan Gereja

♦ Memberitahu anak bagaimana

cara bergaul yang baik

♦ Memberikan contoh bagaimana

bersikap jujur dan disiplin

Tata cara ♦ Orang tua ramah dan jujur 27-40

komunikasi terhadap anak


67

♦ Orang tua sopan dalam

bertingah laku dan berbicara

dengan anak

♦ Menghormati dan menghargai

keputusan anak

♦ Orang tua menceritakan

pengalaman hidup berimannya

kepada anak

♦ Orang tua terbuka dan

mendengarkan anak menceritakan

pengalamannya.

2 Prestasi Nilai ♦ Nilai raport siswa mata pelajaran

PAK raport PAK kelas I pada semester I dan

II

2. Validitas dan Reliabilitas

Instrumen yang baik adalah instrumen yang memberikan informasi seturut

dengan yang diharapkan. Instrumen dikatakan valid jika sesuai atau memiliki

kesejajaran dengan kreterium. Cara yang digunakan untuk mengetahui kesesuaian itu

adalah dengan korelasi product moment yang dikemukan oleh pearson. Pengembangan

instrumen mengunakan uji coba terpakai. Awalnya instrumen disebarkan pada sampel

penelitian untuk dikerjakan. Semua data yang ada diolah untuk menganalisis instrumen

data dari butir yang baik dianalisis sebagai hasil penelitian sedangkan dari analisis ini

butir yang tidak baik dibuang.


68

Nilai korelasi antara skor item dengan skor total dibandingkan dengan nilai r

tabel signifikansi 0,05 dengan uji 2 sisi dan jumlah data (n)=60 yang nilainya adalah

0,254 (Dwi Priyatno, 2008:16). Koefisien korelasi pada item dikatakan signifikan

apabila nilai korelasi item di atas r tabel. Hasil validitas instrumen yang tidak signifikan

ada pada nomor 11,17,19,28,35 dan 40. oleh karena itu data tersebut tidak digunakan.

Instrumen dapat dikatakan reliabel bila nilai alpha lebih besar dari nilai r kritis

product moment. Dari hasil analisis didapat nilai alpha 0,856, nilai tersebut lebih besar

dari 0,245 yang merupakan nilai r kritis (uji 2 sisi) (Dwi Priyatno, 2008:26). Oleh

karena itu dapat disimpulkan bahwa butir-butir instrumen sangat reliabel.

G. Teknik Analisis Data

1. Jenis Data

Data penelitian ini berjenis interval. Data interval merupakan data bukan dari

hasil kategorisasi dan dapat dilakukan perhitungan aritmatika. Analisis yang dipakai

dalam penelitian ini adalah statistik inferensial adalah teknik statistik yang digunakan

untuk menganalisis data sampel dan datanya diberlakukan untuk populasi (Sugiyono,

2008:148).

2. Uji Prasyarat Analisis Data

a. Uji Normalitas

Sebelum dilakukan analisis akan dilakukan uji persyaratan yang berupa uji

normalitas dan linieritas melalui program SPSS. Uji normalitas digunakan untuk

mengetahui apakah populasi data berdistribusi normal atau tidak. Sampel dianggap

normal jika pada out put normal probability plots data-data yang ada mendekati pola
69

linier, namun jika data-data menjauhi pola linier maka sampel bukan berasal dari

populasi yang berdistribusi normal.

b. Uji Linier

Uji linieritas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai

hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Penguji dengan menggunakan

program SPPSS dengan Test for linearity dengan taraf signifikansi 0,05. Dua variabel

dikatakan mempunyai hubungan yang linear bila signifikansinya kurang dari 0,05

(Dwi Priyatno, 2008:36).

Dari output di atas dapat diketahui bahwa nilai signifikansi pada linearity

sebesar 0,10. karena signifikansi kurang dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa

antara variabel pendidikan iman dalam keluarga terdapat dengan prestasi belajar

hubungan yang linier.

H. Uji Hipotesis

Pada penelitian ini peneliti menggunakan 2 analisis yaitu analisis deskriptif

untuk mengemukan persentase, mean serta standar deviasi dan analisis statistik regresi

guna mengetahui seberapa besar pengaruh variabel pendidikan iman dalam keluarga

terhadap variabel prestasi belajar PAK.

Analisis diskriptif dilakukan demi memperoleh mean setiap variabel dengan

mengklasifikasikan hasil data ke dalam lima tingkatan. Adapun cara mencari klasifikasi

kriteria tersebut dengan mengurangkan skor maksimal dengan skor minimal kemudian

hasilnya dibagi lima (rentang skala). Adapun kriterianya adalah sebagai berikut:
70

Tabel 5: Kriteria Klasifikasi Pendidikan Iman dalam Keluarga Berdasarkan Skor Total

Jumlah Maximum Minimum Interval Kualifikasi Skor


Item Skor Skor (200-40)
5
Sangat Baik 168-200
Baik 137-168
40 200 40 32 Cukup 105-136
Kurang 73-104
Sangat Kurang 41-72

Tabel 6: Kriteria Klasifikasi Pendidikan Iman dalam Keluarga Berdasarkan Apek


Keteladanan

Jumlah Maximum Minimum Interval Kualifikasi Skor


Item skor skor (50-10)
5
Sangat Baik 43-50
Baik 35-42
10 50 10 8 Cukup 27-34
Kurang 19-26
Sangat Kurang 11-18

Tabel 7: Kriteria Klasifikasi Pendidikan Iman dalam Keluarga Berdasarkan Apek


Teguran

Jumlah Maximum Minimum Interval Kualifikasi Skor


item Skor Skor (25-5)
5
Sangat Baik 22-25
Baik 18-21
5 25 5 4 Cukup 14-17
Kurang 10-13
Sangat Kurang 6-9

Tabel 8: Kriteria Klasifikasi Pendidikan Iman dalam Keluarga Berdasarkan Apek


Pengarahan

Jumlah Maximum Minimum Interval Kualifikasi Skor


Item Skor Skor (40-8)
5
Sangat Baik 33,7-40
Baik 27,3-33,6
8 40 8 6,4 Cukup 20,9-27,2
Kurang 14,5-20,8
Sangat Kurang 8-14,4
71

Tabel 9: Kriteria Klasifikasi Pendidikan Iman dalam Keluarga Berdasarkan Apek


Tatacara Komunikasi

Jumlah Maximum Minimum Interval Kualifikasi Skor


Item Skor Skor (55-11)
5
Sangat Baik 46,3-55
Baik 37,5-46,2
11 55 11 8,8 Cukup 28,7-37,4
Kurang 19,9-28,6
Sangat Kurang 11-19,8
72

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Data Hasil Penelitian

Peneliti menyebarkan instrumen kepada siswa/i SMU Pangudi Luhur Santo

Yohanes dengan jumlah responden sebanyak 60 siswa dan semua responden ini

beragama Katolik. Adapun hasil dari penelitian mengenai “Pengaruh Pendidikan Iman

dalam Keluarga terhadap Prestasi Belajar Pendidikan Agama Katolik Siswa kelas XI

Tahun Ajaran 2009-2010 di SMU Santo Yohanes Ketapang, Kalimantan Barat” adalah

sebagai berikut:

Tabe 10: Data Hasil Penelitian

NO Jenis kelamin KLS X Y


(Pendidikan iman (Prestasi Belajar
dalam keluarga) PAK)

1 P XI IPS3 108 70
2 L XI IPS3 134 75
3 L XI IPS3 97 65
4 L XI IPS3 142 80
5 L XI IPS3 131 80
6 L XI IPS3 129 80
7 P XI IPS3 127 75
8 P XI IPS3 152 75
9 P XI IPS3 137 75
10 L XI IPS3 153 80
11 P XI IPS3 135 74
12 P XI IPS3 141 72
13 L XI IPS3 132 67
14 P XI IPS3 147 80
15 L XI IPS3 132 75
16 L XI IPS3 128 76
17 L XI IPS3 141 73
18 L XI IPS3 122 80
19 L XI IPS3 120 67
20 P XI IPS3 144 75
21 L XI IPS3 126 69
22 L XI IPS3 140 77
73

23 P XI IPS3 134 76
24 P XI IPS3 164 83
25 L XI IPS3 141 70
26 P XI IPS3 154 72
27 P XI IPS3 151 80
28 L XI IPS3 111 80
29 P XI IPS3 123 72
30 P XI IPS3 123 78
31 P XI IPS3 123 75
32 P XI IPS3 135 78
33 P XI IPS3 119 85
34 P XI IPS3 161 71
35 L XI IPS3 122 84
36 L XI IPS3 118 82
37 L XI IPS3 126 80
38 L XI IPS3 106 65
39 L XI IPA 118 80
40 L XI IPA 121 65
41 P XI IPA 123 70
42 P XI IPA 116 72
43 P XI IPA 118 80
44 L XI IPA 102 68
45 L XI IPA 106 80
46 L XI IPA 130 71
47 P XI IPA 135 83
48 P XI IPA 115 72
49 P XI IPA 138 90
50 L XI IPA 133 70
51 P XI IPA 122 75
52 P XI IPA 131 72
53 P XI IPA 137 75
54 P XI IPA 99 75
55 L XI IPA 96 60
56 L XI IPA 98 62
57 L XI IPA 95 76
58 P XI IPA 110 80
59 L XI IPA 105 60
60 P XI IPA 115 85

Keterangan:

• X merupakan variabel pendidikan iman dalam keluarga

• Y merupakan variabel Prestasi Belajar PAK (nilai rapor)


74

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa 60 responden ini terdiri atas: 22 siswa XI IPA

dengan 10 laki-laki dan 12 perempuan, sedangkan pada kelas XI IPA3 ada 38 siswa

dengan 20 laki-laki dan 18 perempuan.

B. Analisis Hasil Penelitian

1. Uji persyaratan

• Pada out put regresi yang berjudul Normal Probability Plots [lampiran 3: 9]

menunjukkan bahwa data-data mendekati bahkan hampir membuat pola linear maka

dapat disimpulkan bahwa populasi berasal data yang berdistribusi normal.

• Pada out put regresi yang berjudul Model Summary [Lampiran 3:8] di kolom

Durbin-Watson menunjukkan nilai 2.436. Nilai tersebut tidak lebih dari tiga dan

tidak kurang dari satu sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi.

• Pada out put regresi yang berjudul Scatterplot [Lampiran 3:10] menunjukkan bahwa

data-data tidak menunjukkan pola tertentu sehingga dapat diasumsikan residual

mempunyai variance konstan.

2. Analisis Deskriptif

a. Variabel Pendidikan Iman dalam Keluarga

Pada tabel berjudul descriptive Statistics [Lampiran 3:8] menunjukan bahwa

variabel pendidikan iman dalam keluarga mempunyai nilai rata-rata (mean) 126.53

yang termasuk dalam kategori cukup. Sesuai kreteria klasifikasi yang telah dipaparkan

pada bab tiga maka didapatkan hasil klasifikasi dari variabel pendidikan iman dalam

keluarga.
75

Tabel 11. Hasil Klasifikasi Variabel Pendidikan Iman Dalam Keluarga

No. Skor Klasifikasi Skor Tiap Aspek


Respoden Total Keteladanan teguran pengarahan komunikasi
01 108 Cukup 23 16 32 37
02 134 Cukup 36 20 35 43
03 97 Kurang 30 9 26 32
04 142 Baik 40 22 33 47
05 131 Cukup 32 22 36 41
06 129 Cukup 33 20 31 45
07 127 Cukup 41 20 32 34
08 152 Baik 46 24 36 46
09 137 Cukup 31 24 37 45
10 153 Baik 44 22 39 48
11 135 Cukup 31 23 38 43
12 141 Baik 38 20 38 45
13 132 Cukup 34 18 34 46
14 147 Baik 41 22 40 44
15 132 Cukup 28 23 31 50
16 128 Cukup 21 23 36 48
17 141 Baik 44 19 38 40
18 122 Cukup 21 21 36 44
19 120 Cukup 34 14 30 42
20 144 Baik 30 25 40 49
21 126 Cukup 36 18 37 35
22 140 Baik 38 23 38 41
23 134 Cukup 35 19 37 43
24 164 Baik 47 25 40 52
25 141 Baik 28 23 38 52
26 154 Baik 46 23 38 47
27 151 Baik 44 22 36 49
28 111 Cukup 26 19 36 30
29 123 Cukup 38 22 31 32
30 123 Cukup 32 21 31 39
31 123 Cukup 37 20 30 36
32 135 Cukup 37 18 35 45
33 119 Cukup 31 20 37 31
34 161 Baik 43 25 40 53
35 122 Cukup 30 18 28 46
36 118 Cukup 40 20 31 27
37 126 Cukup 42 18 28 38
38 106 Cukup 21 17 32 36
39 118 Cukup 26 19 32 41
40 121 Cukup 18 15 35 53
41 123 Cukup 35 18 30 40
42 116 Cukup 32 15 30 39
43 118 Cukup 25 21 29 43
44 102 Kurang 22 16 35 29
76

45 106 Cukup 15 13 34 44
46 130 Cukup 41 21 34 34
47 135 Cukup 42 20 35 38
48 115 Cukup 18 18 35 44
49 138 Cukup 36 20 34 48
50 133 Cukup 29 23 35 46
51 122 Cukup 38 22 34 28
52 131 Cukup 37 20 31 43
53 137 Cukup 38 19 34 46
54 99 Kurang 10 11 33 45
55 96 Kurang 25 17 23 31
56 98 Kurang 22 16 28 32
57 95 kurang 22 15 23 35
58 110 Cukup 21 23 27 39
59 105 Kurang 15 18 34 38
60 115 Cukup 34 14 33 34
Berdasarkan hasil klasifikasi variabel pendidikan iman dalam keluarga di atas maka

dapatlah dibuat:

1) Deskripsi Pendidikan Iman dalam Keluarga

Tabel 12: Deskripsi Pendidikan Iman Dalam Keluarga berdasarkan Skor Total
Kualifikasi Skor Jumlah %
Sangat Baik 168-200 0 0%
Baik 137-168 16 26,7%
Cukup 105-136 38 63,3%
Kurang 73-104 6 10%
Sangat Kurang 41-72 0 0%
jumlah 60 100%
Mean 127

40

30 sangat baik
baik
20 cukup
kurang
10 sangat kurang

0
jumlah
77

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 60 siswa yang mengalami

pendidikan iman di dalam keluarga dengan kriteria sangat baik tidak ada, baik 16

orang (26,7%), cukup sebanyak 38 orang (63,3%), kurang sebanyak 6 orang (10 %) dan

sangat kurang tidak ada. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pendidikan iman

dalam keluarga pada umumnya cukup dengan nilai 127.

2) Deskripsi Berdasarkan Aspek keteladanan terhadap Prestasi Belajar PAK

Tabel 13: Deskripsi Aspek Keteladanan

Kualifikasi Skor Jumlah %


Sangat Baik 43-50 7 11,7%
Baik 35-42 20 33,3%
Cukup 27-34 16 26,7%
Kurang 19-26 12 20%
Sangat Kurang 11-18 5 8,3%
Jumlah 60 100%
Mean 32,2

20

15
sangat baik
10 baik
cukup
5 kurang
sangat kurang
0
JUMLAH

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 60 siswa, 7 (11,7%) siswa

mempunyai keteladanan dari orang tua yang sangat baik, 20 (33,3%) siswa mempunyai
78

keteladanan dari orang tua yang baik, 16 (26,7%) siswa mempunyai keteladanan dari

orang tua cukup, 12 (20%) siswa mempunyai keteladanan dari orang tua kurang dan 5

(8,3 %) siswa yang mempunyai keteladanan dari orang dengan kategori sangat kurang.

Oleh karena itu dapatlah ditarik kesimpulan bahwa keteladanan dari orang tua pada

umumnya baik dengan nilai 32,2.

3) Deskripsi Berdasarkan Aspek teguran

Tabel 14: Deskripsi Aspek Teguran

Kualifikasi Skor Jumlah %


Sangat Baik 22-25 20 33,3%
Baik 18-21 27 45%
Cukup 14-17 10 16,7%
Kurang 10-13 2 3,3%
Sangat Kurang 6-9 1 1,7%
Jumlah 60 100%
Mean 20

30

25

20 sangat baik
15 baik
cukup
10 kurang
5 sangat kurang

0
jumlah
79

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 60 siswa,20 (33,3%) siswa

mendapat teguran yang sangat baik, 27 (45%) siswa mendapat teguran yang baik, 10

(16,7%) siswa mendapat teguran yang cukup, 2 (3,3%) siswa mendapat teguran yang

kurang, dan 1 (1,7%) siswa yang mendapat teguran dengan kategori sangat kurang.

Oleh karena itu dapatlah ditarik kesimpulan bahwa pendidikan iman dalam keluarga

berdasarkan aspek teguran pada umumnya baik dengan nilai 20.

4) Deskripsi Berdasarkan Aspek pengarahan

Tabel 15: Deskripsi Aspek Pengarahan

Kualifikasi Skor Jumlah %


Sangat Baik 33,7-40 35 58,3%
Baik 27,3-33,6 21 35%
Cukup 20,9-27,2 4 6,7%
Kurang 14,5-20,8 0 0%
Sangat Kurang 8-14,4 0 0%
Jumlah 60 100%
Mean 33,7

35
30
25
sangat baik
20 baik
15 cukup
10 kurang
5 sangat kurang
0
jumlah
80

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 60 siswa, 35 (58,3%) siswa

mendapat pengarahan yang sangat baik, 21 (35%) siswa mendapat pengarahan yang

baik, 4 (6,7%) siswa mendapat pengarahan yang cukup, 0 (0%) siswa mendapat

pengarahan yang kurang dan 0 (0%) siswa mendapat pengarahan kategori sangat

kurang. Oleh karena itu dapatlah ditarik kesimpulan bahwa pendidikan iman dalam

keluarga berdasarkan aspek pengarahan pada umumnya sangat baik dengan nilai 33,7.

5) Deskripsi Berdasarkan Aspek tata cara komunikasi

Tabel 16: Deskripsi Aspek Tata cara Komunikasi


Kualifikasi Skor Jumlah %
Sangat Baik 46,3-55 11 18,4%
Baik 37,5-46,2 32 53,3%
Cukup 28,7-37,4 15 25%
Kurang 19,9-28,6 2 3,3%
Sangat Kurang 11-19,8 0 0%
Jumlah 60 100%
Mean 41

35
30
25 sangat baik

20 baik
cukup
15
kurang
10
sangat kurang
5
0
jumlah

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 60 siswa, 11 (18,4%) siswa

mempunyai tata cara komunikasi sangat baik, 32 (53,3%) siswa mempunyai tata cara

komunikasi yang baik, 15 (25%) siswa mempunyai tata cara komunikasi yang cukup,

2 (3,3%) siswa mempunyai tata cara komunikasi yang kurang dan 0% siswa yang

mempunyai tata cara komunikasi dengan kategori sangat kurang. Oleh karena itu
81

dapatlah ditarik kesimpulan bahwa pendidikan iman dalam keluarga pada aspek tata

cara komunikasi pada umumnya baik dengan nilai 41.

b. Variabel prestasi Belajar PAK

Pada tabel yang berjudul Descriptive Statistics menunjukan bahwa variabel

prestasi belajar PAK mempunyai nilai rata-rata 74.86. Kategorisasi prestasi belajar

dibagi menjadi 5 kriteria, yakni:

a) Sangat baik

b) Baik

c) Cukup

d) Kurang

e) Sangat kurang

Langkah-langkah kategorisasinya dilakukan dengan menghitung nilai tertinggi

dan nilai terendah prestasi belajar dalam skala pengukuran. Nilai tertinggi dalam skala

pengukuran dan nilai terendah dalam skala pengukuran ini akan dijadikan dasar untuk

penentuan interval kelas dengan jumlah kelas yang telah ditentukan yakni 5 kategori.

Dalam prestasi belajar ini nilai terendah dalam skala pengukuran di dapat sebesar 60

dan nilai tertinggi adalah 90. Dengan skor maksimal 90 dan skor minimal 60 maka

intervalnya adalah 6. Dengan demikian deskripsi Prestasi Belajar dapat dilihat sebagai

berikut.

Tabel 17: Deskripsi Prestasi Belajar PAK


Kualifikasi Skor Jumlah %
Sangat Baik 85-90 3 5%
Baik 79-84 17 28,3%
Cukup 73-78 18 30%
Kurang 67-72 16 26,7%
Sangat Kurang 61-66 6 10%
Jumlah 60 100%
Mean 74,87
82

20

15
sangat baik

10 baik
cukup
5 kurang
sangat kurang
0
JUMLAH

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 60 siswa,3 (5%) siswa prestasi

belajar sangat baik, 17 (28,3%) siswa mempunyai prestasi belajar yang baik, 18 (30%)

siswa mempunyai prestasi belajar yang cukup, 16 (26,7%) siswa mempunyai prestasi

belajar yang kurang dan 6 (10%) siswa yang mempunyai prestasi belajar sangat

kurang. Oleh karena itu dapatlah ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar PAK pada

umumnya cukup dengan nilai 74,87.

3. Analisis Regresi

• Nilai R Square dari tabel model Summary [Lampiran 3:8] menunjukkan nilai 0,108.

Hal tersebut mempunyai arti bahwa 10,8% dari varian Y dapat dijelaskan oleh

perubahan dari variabel X.

• Tabel Anova [Lampiran 3:8] menunjukkan bahwa nilai Fhitung sebesar 7,011 dengan

derajad kebebasan k=1 sehingga n-k-1=60-1-1=58 dan P-value = 0,01 yang lebih

kecil dari α = 0,05. Oleh karena itu dapat diartikan bahwa regresi secara statistik

signifikan dengan persamaan linearnya adalah Y=a + bX

• Uji F, menguji hipotesis H0:β1 = 0 terhadap H1: β1≠0. Dan didapatlah bahwa P-value

= 0,01 yang lebih kecil dari α = 0,05 maka H0:X = 0 ditolak secara signifikan.
83

• Pada tabel coefficient [Lampiran 3:8] menunjukan nilai konstant= 58,7 dan nilai

pendidikan iman dalam keluarga=0,13, sehingga diperolehlah persamaan regresi

dengan metode kuadrat terkecil kriteria (least squares cretterion) yakni

Y= 58,7 + 0,13 X

• Uji statistik t, digunakan untuk menguji signifikansi masing-masing koefisien

regresi. Adapun nilai t adalah 2,648 dengan derajad kebebasan k=1 dan n-k-1-60-1-

1=58 dan P-Value=0,010 yang lebih kecil dari α = 0,05. Oleh karena itu dapat

dibuktikan secara kuat bahwa H0:β1=0 ditolak yang artinya pendidikan iman dalam

keluarga berpengaruh terhadap variabel prestasi belajar PAK.

• Dari keluaran correlation [Lampiran 3:8] menunjukan nilai 0,328 yang merupakan

nilai r hitung dengan p-value 0,005 lebih kecil dari α=0,05 maka dapat diartikan

bahwa variabel X mempunyai hubungan positif dengan variabel Y. Oleh karena itu

variabel X dapat mempengaruhi 32,8 % terhadap variabel Y secara signifikan.

C. Pembahasan

Pada bab satu dan dua penulis telah memberikan gambaran dan kajian teori

mengenai pendidikan iman dalam keluarga dan prestasi belajar PAK. Pendidikan iman

anak merupakan suatu bagian yang paling penting dari rencana Allah dan merupakan

tanggung jawab dan terletak diatas bahu orang tua. Di dalam keluarga pendidikan iman

diberikan oleh orang tua kepada anak yang belum mengenal iman yang benar.

Pada analisis diskriptif yang berdasarkan pada skor total nampak bahwa siswa-

siswi mendapat pendidikan iman dikeluarga dengan kategori cukup dengan mean 127.

Hal ini mengambarkan bahwa siswa-siswi belum mendapatkan pendidikan iman yang

baik dalam keluarga.


84

Dari keempat aspek yang diungkap pada pendidikan iman dalam keluarga,

siswa mempunyai kreteria baik pada aspek teguran, pengarahan dan komunikasi

dengan nilai rata-ratanya adalah 20, 33,7 dan 41 sedangkan pada aspek keteladanan

orang tua masih pada kreteria cukup dengan nilai rata-ratanya 32,2 namun dari aspek

teguran dan tatacara komunikasi masih terdapat 3,3 % siswa yang mengalami

komunikasi yang kurang.

Pada aspek teguran mempunyai kategori baik dengan nilai 20. Pada aspek

teguran ini dapat dikatakan baik dengan presentase 45% namun masih juga terdapat

1,7% siswa yang sangat kurang mendapat teguran dari orang tuanya. Orang tua belum

sepenuhnya memberikan teguran dan mengingatkan anaknya bila tidak pergi ke Gereja

dan belajar dengan baik.

Pada aspek pengarahan sudah baik, hal ini dapat dilihat dari nilai rata-ratanya

33,7. Ternyata orang tua telah mampu memberikan pengarahan yang baik bagi

anaknya. Orang tua sudah memberitahu, mengarahkan untuk bersikap penuh tanggung

jawab dan mengingatkan anak aabila melakukan kesalahan.

Pada aspek komunikasi di dalam keluarga dikriteriakan baik, namun masih ada

3,3% siswa mengalami komunikasi yang masih kurang dalam keluarga. Kurangnya

komunikasi ini dikarenakan orang tua tidak mempunyai waktu untuk berkumpul dan

bercerita tentang pengalamanya.

Pada aspek keteladanan ini dapat dilihat dari sikap-sikap orang tua yang

mendukung pendidikan iman anaknya. Ternyata orang tua belum sepenuhnya bisa

memberikan teladan yang baik bagi anaknya. Orang tua belum begitu terlibat aktif di

dalam kegiatan paroki dan juga belum memberikan keteladanan hidup doa yang baik

pada anaknya. Keteladan orang tua di kriteriakan cukup namun masih ada 8,3% siswa
85

yang ada pada kriteria sangat kurang. Hal ini berarti siswa tidak mempunyai keteladan

orang tua yang baik.

Variabel prestasi belajar PAK siswa dapat dikatakan siswa kelas XI pada

kreteria cukup dengan nilai rata-rata 74,87 namun masih juga terdapat 6 (10%) siswa

yang ada pada kriteria sangat kurang dengan nilai PAK 61-66 dan hanya 3 (5%) siswa

yang ada pada kriteria baik yang nilainya ≥ 85 . Hal ini berarti masih ada siswa yang

mendapat pendidikan iman yang kurang baik dalam keluarganya sehingga

mempengaruhi prestasinya dan masuk dalam kriteria yang sangat kurang. Dari pihak

sekolah juga berperan penting terhadap peningkatan prestatsi belajar maka kompetensi

dan kualitas pengajaran perlu ditingkatkan. Guru PAK di sekolah mesti secara tepat

menangkap tujuan utama PAK dan mengarahkan proses belajar pada tujuan. Karena itu,

perlu ditegaskan bahwa dalam PAK hasil yang ingin dicapai adalah bahwa siswa

semakin beriman akan Yesus Kristus, semakin terlibat akan keprihatinan-keprihatinan

Kristus dalam memperjuangkan Kerajaan Allah serta memiliki interaksi aktif terhadap

lingkungan hidup.

Pada analisis diskriptif juga menggambarkan mengenai prestasi belajar PAK

yang dilihat dari nilai raport. Adapun nilai rata-ratanya sebesar 74,87 yang berarti

siswa-siswi SMA PL St. Yohanes mempunyai prestasi belajar cukup.

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat dipaparkan sebagai berikut:

Ha: ada pengaruh pendidikan iman dalam keluarga terhadap prestasi belajar PAK

Ho: tidak ada pengaruh pendidikan iman dalam keluarga terhadap prestasi belajar PAK.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ha diterima secara signifikan. Hal ini

ditunjukkan dengan nilai P-value yang lebih kecil dari α=0,05, yakni 0,01. Oleh karena

itu hipotesis yang telah terbukti pada sampel dapat diberlakukan pada populasi (dapat

digeneralisasi), sehingga pendidikan iman dalam keluarga memiliki pengaruh terhadap


86

prestasi belajar PAK siswa yakni sebesar 32,8%. Oleh karena itu apabila ada

peningkatan dalam pendididikan iman keluarga maka akan mempengaruhi prestasi

belajar PAK di sekolah. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pendidikan

iman dalam keluarga secara signifikan dapat mempengaruhi prestasi belajar PAK siswa

di sekolah.

Dari uraian di atas nampak bahwa variabel pendidikan iman dalam keluarga dan

prestasi belajar mempunyai rata-rata cukup. Hal ini mengambarkan bahwa pendidikan

iman dalam keluarga yang masuk dalam kategori cukup maka prestasi belajar PAK

anak juga cukup. Maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan iman dalam keluarga

masih ada yang dalam kriteria cukup dari kehidupan para siswa. Pada aspek pendidikan

iman keluarga hanya aspek keteladanan yang mempunyai rata-rata cukup sedangkan

aspek yang lain mempunyai kriteria baik. Oleh karena itu supaya terjadi peningkatan

prestasi belajar, agar rata-ratanya menjadi sangat baik maka pendidikan iman dalam

keluarga harusnya lebih ditingkatkan terutama pada aspek keteladanan orang tua

terhadap anaknya. Orang tua harus lebih aktif mengikuti kegiatan gereja dan sesering

mungkin mengajak anak untuk berdoa dan berdevosi bersama.

Dari hasil penelitian ini dikatakan bahwa pendidikan iman dalam keluarga

dikategorikan cukup. Adapun penyebab-penyebab yang dominan yang diketahui adalah

terbatasnya pengetahuan, penghayatan serta pemahaman dari orang tua akan

pentingnya pendidikan iman dalam keluarga. Penyebab lainnya adalah orang tua yang

terlalu sibuk dengan pekerjaannya sehingga tidak ada waktu berkumpul dengan

keluarga, makan bersama dan berdoa bersama dalam keluarga. Dari segi penghayatan

hidup beriman orang tua juga kurang dimana masih banyak orang tua yang tidak

berdevosi kepada Bunda Maria bahkan sering datang terlambat ke Gereja, belum
87

terlibat aktif dalam kegiatan di paroki maupun di lingkungan sehingga belum bisa

memberikan teladan yang baik kepada anaknya.

Adapun usaha yang dapat dilakukan antara lain adalah memberikan pemahaman

mengenai pentingnya pendidikan iman di dalam keluarga melalui pendalaman iman

yang membahas tentang iman, anak dan hidup dalam keluarga. Dengan demikian orang

tua akan mengalami proses pembelajaran berefleksi dan mensyukuri rahmat Tuhan atas

anak-anak mereka sehingga terciptalah kesadaran untuk membimbing iman anaknya.

D. Keterbatasan Penelitian

Dalam proses penelitian penulis menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan

yang cukup mempengaruhi penelitian ini. Keterbatasan-keterbatasan itu antara lain:

a. Keterbatasan waktu dan kemampuan peneliti dalam mempelajari metodologi

penelitian

b. Keterbatasan waktu untuk persiapan penelitian di sekolah SMA PL St. Yohanes

Ketapang.

c. Dalam penelitian ini peneliti tidak memperhatikan secara penuh keadaan awal

siswa
88

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bagian akhir penulisan ini dikemukakan mengenai kesimpulan hasil

penelitian dan saran-saran yang dapat berguna bagi orang tua dan sekolah SMU

Pangudi Luhur Santo Yohanes.

A. Kesimpulan

Berdasarkan kajian teoritis dan isian instrumen yang telah disebar serta

dianalisis, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Pendidikan iman dalam keluarga merupakan suatu bagian yang paling penting dari

rencana Allah dan merupakan tanggung jawab orang tua. Di dalam keluarga

pendidikan iman diberikan oleh orang tua kepada anak yang belum mengenal iman

yang benar sehingga sang anak memiliki iman yang benar terhadap sang pencipta.

Pendidikan iman dalam keluarga mempengaruhi prestasi belajar PAK siswa yakni

sebesar 32,8% [Lampiran 3:8].

2. Prestasi belajar pada dasarnya merupakan hasil yang telah dicapai siswa dalam

sejumlah mata pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk angka dan huruf.

Pendidikan Agama katolik di sekolah bertujuan membentuk nara didik berkembang

secara holistik. Siswa-siswi hendaknya mampu berpikir, menentukan sikap dan

mampu bertindak. Ketiga hal itu merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak

dapat dipisahkan satu dengan yang lain.

3. Uji hipotesis menunjukan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima, artinya melalui

analisis regresi membuktikan bahwa pendidikan iman dalam keluarga secara

signifikan mempengaruhi prestasi belajar PAK siswa dengan P-valuenya sebesar


89

0,01 yang lebih kecil dari α= 0,05. sehingga diperolehlah persamaan regresi dengan

metode kuadrat terkecil yakni:

Y= 58,7+ 0,13 X

4. Mean untuk pendidikan iman dalam keluarga sebesar 127 yang dapat dikategorikan

cukup dan mean prestasi belajar PAK sebesar 74,87 yang dapat dikategorikan

cukup.

5. Pada pendidikan iman dalam keluarga aspek keteladanan mempunyai mean 32,2

yang artinya orang tua memiliki keteladanan yang cukup, aspek teguran

mempunyai mean 20 yang artinya orang tua memberikan teguran dengan baik,

aspek pengarahan mempunyai mean 33,7 yang artinya siswa mendapat pengarahan

yang baik dan aspek komunikasi mempunyai mean 41 yang artinya siswa

memperoleh tata cara komunikasi yang baik.

B. Saran

Berdasarkan hasil studi pustaka serta hasil penelitian, dapat dikatakan bahwa

ada pengaruh yang signifikan dari pendidikan iman dalam keluarga terhadap prestasi

belajar PAK siswa. Meskipun demikian penulis memberikan beberapa masukan dan

saran yang kiranya dapat diusahakan dalam rangka melihat pengaruh pendidikan iman

dalam keluarga terhadap prestasi belajar PAK siswa:

a. Diadakan pertemuan rutin antara pihak sekolah dengan orang tua murid untuk

mengetahui perkembangan pendidikan anak baik dalam iman maupun pengetahuan.

b. Ada kerja sama antara guru dan orang tua untuk membantu proses perkembangan

iman anak.
90

c. Perlu pendampingan kepada orang tua supaya menyadari pentingnya pendidikan

iman dalam keluarga. Adapun satuan program pendampingan dapat dilihat pada

lampiran:6 halaman 14.

d. Sebagai agen pewarta diharapkan prodi IPPAK juga memberikan perhatiaan

terhadap perkembangan sel terkecil dari Gereja, yakni keluarga untuk tumbuh dan

berkembang dalam iman melalui pelaksanaan pendidikan iman dalam keluarga oleh

orang tua. Perhatian itu dapat diwujudkan dengan menciptakan buku-buku

pegangan bagi katekis di lapangan dalam usahanya mendampingi orang tua

melaksanakan pendidikan iman anak. Buku-buku pegangan itu kiranya dapat

menyempurnakan program katekese yang telah diusulkan oleh penulis dalam

skripsi ini
91

DAFTAR PUSTAKA

Adisusanto. F.X. (2000). Katekese sebagai Pendidikan Iman. Dalam Seri PUSKAT
372., Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Kateketik Puskat.
Azwar, Saifuddin. (2006). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Penerbit Pustaka
Pelajar.
Chang, William. (2001) . Pengantar Teologi Moral. Yogyakarta: Kanisius
Dakir, S. (2006). Strategi Pembelajaran. Diktat Mata Kuliah. Yogyakarta: IPPAK-
USD
Dapiyanta, F.X. Relevansi Kultur Sekolah Bagi Internalisasi nilai-nilai Dalam
Pendidikan Agama Katolik Di Sekolah. WIDYA DHARMA (NO.1, Oktober
2005). h.90
Dwi Priyatno. (2008). Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta: Mediakom.
Eminyan, Maurice. (2001). Teologi Keluarga. Yogyakarta: Kanisius.
Gilarso. T. (1996). Membangun Keluarga Kristiani., Yogyakarta: Kanisius.
Hardiwiratno. J. (1989). Menuju Keluarga Bertanggungjawab. Semarang: Obor
Hadiwardoyo, Purwa. (2002). Surat Untuk Suami Istri Katolik. Yogyakarta: Kanisius.
Heryatno, F.X. (2006). Pengantar PAK Sekolah. Diktat Mata Kuliah. Yogyakarta:
IPPAK-USD
Heuken, Adolf. (1987). Katekismus Konsili Vatikan II. Jakarta: Cipta Loka Caraka.
Hurlock, EB. (1996). Psikologi Perkembangan; Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. (Ed. V). Jakarta, Erlangga.
Kieser, Bernhard. (1987). Moral Dasar, Kaitan Iman dan Perbuatan. Yogyakarta:
Kanisius.
Kitab Hukum Kanonik. (2006). (R.D.R. Rubiyatmoko, edtr). Bogor. Grafika Mardi
Yuana.
Komaruddin, Hidayat. Problem Standarisasi Pendidikan. KOMPAS (6 Desember 2005)
h.7
Komisi Kateketik KWI. (2004). Pendidikan Agama Katolik untuk SMA/SMK Buku
Guru 3. Yogyakarta: Kanisius.
Konsili Vatikan II. (1993). Lumen Gentium (Konstitusi Dogmatis tentang Gereja,
diterjemahkan oleh R. Hardawiryana, SJ). Jakarta: Obor.
____. 1993. Gaudium et Spes (Konstitusi Pastoral tentang Gereja dalam Dunia Modern,
diterjemahkan oleh R. Hardawiryana, SJ). Jakarta: Obor.
____. 1993. Gravissimum Educationis (Pernyataan tentang Pendidikan Kristen,
diterjemahkan oleh R. Hardawiryana, SJ). Jakarta: Obor.
Konferensi Waligereja Indonesia. (1996). Iman Katolik: Buku Informasi dan Referensi.
Yogyakarta:Kanisius
Nana, Sudjana. (1988). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar
Baru.
Narramore, Clyde. (1961). Menolong Anak Anda Bertumbuh dalam Iman. Bandung:
Penerbit Kalam Hidup.
Suparno, Paul.dkk. Pendidikan Agama Di Sekolah Model KBK. BASIS (NO.07-08,
Juli-Agustus (2003). H 31.
Piet Go. (2007). Keluarga dan Hak-Hak Asasi. Departemen Dokumenttasi dan
Penerangan KWI: Jakarta.
Putranto, CB. (2005). Eklesiologi II. Diktat Mata Kuliah. Yogyakarta: IPPAK-USD
Setyakarjana, J.S. (1997). Kateketik Pendidikan Dasar. Pusat Kateketik Yogyakarta.
92

Slameto, (2003). Belajar dan Faktor-Faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka


Cipta.
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Warkitri, H.dkk. (1990). Penilaian Pencapaian Hasil Belajar. Universitas Terbuka:
Karunika Jakarta.
White, Ellen. (1981). Mendidik dan Membimbing Anak. Indonesia Publishing House:
Bandung.
Lampiran: I
Kuesioner
Nama :
Kelas :
PETUNJUK
1. Bacalah masing-masing pernyataan berikut dengan baik dan teliti, kemudian
berilah centang (√) pada salah satu alternatif yang cocok dengan pengalaman yang
anda alami. Alternatif jawaban adalah sebagai berikut:
SS : Sangat Sesuai
S : Sesuai
N : Netral
TS : Tidak Sesuai
STS : Sangat Tidak Sesuai

2. Jawablah pernyataan dengan singkat dan jelas sesuai dengan yang anda
Pahami
No Pernyataan SS S N TS STS
1 Orang tua mengajak berdoa sebelum dan
sesudah makan
2 Kami berdoa malam bersama-sama sebelum
tidur
3 Orang tua mengajak saya pergi ke Gereja
setiap hari Minggu
4 Orang tua selalu membuat tanda salib dan
berlutut ketika masuk ke dalam Gereja
5 Orang tua saya berdevosi kepada Bunda
Maria
6 Orang tua saya selalu memimpin doa di
lingkungan.
7 Orang tua saya datang ke Gereja sebelum
perayaan Ekaristi dimulai
8 Orang tua saya mengikuti doa rosario dan
ibadat di lingkungan

(1)
9 Orang tua saya menjadi anggota koor di
gereja
10 Orang tua saya terlibat aktif di paroki
11 Orang tua tidak pernah menegur saya ketika
saya pulang terlambat
12 Orang tua mengingatkan saya bahwa saya
boleh bermain tetapi tidak melupakan waktu
untuk berdoa
13 Saya ditegur orang tua ketika saya bercerita
di dalam Gereja pada waktu perayaan
ekaristi
14 Saya diingatkan orang tua untuk belajar dan
mengerjakan PR
15 Saya diingatkan orang tua ketika saya tidak
mengikuti perayaan Ekaristi pada hari
minggu
16 Orang tua mengingatkan saya untuk
mengikuti kerja bakti di Gereja
17 Orang tua tidak menegur saya ketika saya
tidak ke Gereja
18 Orang tua mendukung saya untuk mengikuti
kegiatan misdinar dan lektor di gereja
19 Orang tua tidak pernah menanyakan tentang
perkembangan belajarku di sekolah
20 Orang tua mengarahkan saya untuk belajar
dengan baik
21 Orang tua memberitahu bahwa setiap
pengalaman yang saya alami mempunyai
makna
22 Orang tua memberitahu bahwa saya harus
berbuat jujur
23 Orang tua memberi masukan tentang hal
yang baik kepada saya

(2)
24 Orang tua memberitahu bahwa saya harus
bertanggungjawab atas pekerjaan dan
perbuatan saya
25 Orang tua memberitahu saya agar bergaul
dengan baik
26 Orang tua mengarahkan saya untuk
mengikuti kegiatan yang ada di lingkungan
27 Orang tua saya selalu bertengkar di rumah
28 Orang tua selalu berbicara kasar pada saya
29 Orang tua saya tidak mempunyai waktu
untuk bercerita
30 Orang tua saya bersikap ramah terhadap
semua orang
31 Orang tua saya mempunyai waktu untuk
berbicara bersama
32 Orang tua saya berbicara sopan kepada
semua orang
33 Orang tua menghargai apa yang menjadi
keputusan saya
34 Orang tua selalu memaksakan kehendakanya
35 Orang tua melarang ketika saya mau
menonton film seksualitas dan berbicara
tentang hal-hal seksualitas
36 Orang tua mau mendengarkan curhat saya
37 Orang tua mau mendengarkan keluhan saya
38 Orang tua mau bercerita tentang
pengalamannya di tempat kerja
39 Orang tua kurang memperhatikan pendapat
saya
40 Orang tua marah ketika saya mendapat nilai
merah

(3)
LAMPIRAN:2

TABEL ANALISIS
No Jns klm Aspek Keteladanan Aspek Teguran Aspek Pengarahan
Perem
laki2 Kelas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
1 P IPS3 3 2 3 2 2 1 3 3 1 3 4 3 3 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 5 4 3 5 4 3 3
2 L IPS3 3 4 3 4 3 3 4 4 4 4 3 3 4 5 4 4 4 4 3 4 4 5 4 5 5 4 3 4 4 4
3 L IPS3 4 2 4 4 5 4 1 2 2 2 1 2 2 3 1 1 4 2 4 4 2 4 4 4 4 2 4 4 1 3
4 L IPS3 5 3 5 5 2 3 5 5 2 5 2 5 5 4 5 3 5 3 5 4 4 5 4 5 5 3 5 5 3 4
5 L IPS3 4 2 3 4 2 2 4 4 4 3 4 4 5 5 5 3 4 3 5 5 5 5 5 5 5 3 3 3 5 5
6 L IPS3 3 3 5 5 0 2 5 4 2 4 4 4 5 4 4 3 5 3 5 5 4 4 4 4 4 3 4 2 4 4
7 P IPS3 4 5 4 4 5 2 5 4 4 4 5 2 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4
8 P IPS3 5 4 5 5 4 4 5 5 4 5 4 4 5 5 5 5 4 4 4 5 4 4 5 4 5 5 4 2 2 5
9 P IPS3 3 3 4 4 4 2 4 3 2 2 4 5 5 5 5 4 4 5 4 5 4 5 5 4 5 4 4 4 4 4
10 L IPS3 5 4 5 5 4 4 5 4 4 4 5 4 5 4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 4 4
11 P IPS3 3 3 4 4 4 2 4 3 2 2 4 5 5 5 4 4 3 4 4 5 5 5 5 5 5 4 4 3 4 4
12 P IPS3 4 4 4 5 4 2 5 4 3 3 5 5 4 4 3 4 3 5 2 5 4 5 5 5 5 4 5 5 5 3
13 L IPS3 3 4 5 5 4 1 5 3 3 1 5 4 4 4 3 3 5 2 3 5 5 5 4 5 4 4 5 5 3 4
14 P IPS3 4 2 5 5 4 2 5 5 4 5 4 5 5 5 5 2 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4
15 L IPS3 4 2 4 4 2 2 5 2 2 1 5 5 4 5 5 4 5 0 5 5 4 4 5 5 4 4 4 5 4 5
16 L IPS3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 5 5 5 5 5 3 5 4 5 5 4 5 5 5 5 3 4 5 5 4
17 L IPS3 5 3 5 5 4 4 5 4 4 5 4 4 4 3 5 3 3 5 4 5 5 5 5 4 5 4 4 4 4 3
18 L IPS3 3 1 4 2 3 1 1 3 1 2 5 5 5 5 5 1 5 5 5 5 1 5 5 5 5 5 2 5 5 5
19 L IPS3 4 4 4 4 4 2 4 4 2 2 4 4 2 2 4 2 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
20 P IPS3 3 3 5 5 0 2 5 3 2 2 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 5 4 5
21 L IPS3 5 4 4 4 3 3 4 4 3 2 5 4 1 5 4 4 4 5 5 5 4 5 5 5 5 3 4 4 4 3
22 L IPS3 4 4 5 5 4 3 4 5 2 2 5 4 5 5 5 4 5 5 2 5 4 5 5 5 5 4 3 5 3 3
23 P IPS3 4 2 5 5 4 2 5 4 2 2 5 4 4 5 3 3 3 3 4 5 5 5 5 5 5 4 5 5 2 4
24 P IPS3 5 4 5 4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 2 5 5
25 L IPS3 1 2 4 5 3 4 4 3 1 1 3 3 5 5 5 5 5 5 3 5 5 5 5 3 5 5 5 5 5 5
26 P IPS3 5 2 5 5 5 4 5 5 5 5 1 5 5 5 5 3 1 5 4 5 3 5 5 5 5 5 5 5 3 3
27 P IPS3 5 5 5 5 4 3 5 4 4 4 4 4 5 5 5 3 5 5 5 5 4 4 5 5 5 3 5 5 5 4
28 L IPS3 2 1 4 5 2 1 5 2 2 2 5 5 5 2 5 2 5 5 2 5 5 5 2 5 5 4 4 2 2 2
29 P IPS3 5 3 5 5 5 3 2 4 4 2 1 5 5 5 2 5 2 1 1 5 4 5 4 5 2 5 2 1 4 1
30 P IPS3 3 2 5 5 4 3 3 3 2 2 5 4 4 4 5 4 5 3 5 5 4 4 4 4 4 3 4 5 4 3
31 P IPS3 3 2 4 4 3 3 5 5 5 3 4 3 4 5 5 3 4 3 3 5 3 3 4 4 5 3 3 3 3 4
32 P IPS3 3 2 4 5 4 4 3 5 4 3 5 3 5 4 4 2 4 4 3 5 3 5 5 5 5 3 5 5 5 3
33 P IPS3 2 2 4 4 4 2 5 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 5 5 5 5 4 4 4 2 4
34 P IPS3 4 4 5 5 5 3 5 4 3 5 1 5 5 5 5 5 3 5 3 5 5 5 5 5 5 5 3 1 5 5
35 L IPS3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 4 4 3 4 3 4 2 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4
36 L IPS3 4 3 5 5 4 3 5 5 3 3 2 4 4 4 4 4 4 5 3 3 3 4 4 4 4 4 2 3 3 4
37 L IPS3 3 3 5 5 4 3 5 5 5 4 3 2 4 4 5 3 1 0 5 4 3 4 5 4 5 3 5 3 5 4
38 L IPS3 2 1 2 5 3 1 3 2 1 1 5 4 5 4 3 1 2 2 5 5 5 4 4 5 5 2 3 4 4 2
39 L IPA 4 3 4 1 0 3 4 0 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4
40 L IPA 3 4 5 3 0 3 0 0 0 0 3 5 0 5 0 5 3 0 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
41 P IPA 2 2 4 3 4 4 5 4 3 4 3 3 5 5 3 2 4 5 5 5 3 4 5 3 2 3 3 3 4 4
42 P IPA 3 2 4 4 4 2 4 4 3 2 4 3 2 4 4 2 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 3 4 2 4
43 P IPA 5 4 5 0 0 4 4 0 3 0 4 5 4 5 4 3 4 0 5 4 5 4 4 5 4 3 5 5 3 5
44 L IPA 3 4 5 1 1 1 1 4 1 1 5 3 2 4 4 3 3 4 4 5 4 5 4 5 5 3 3 3 1 3
45 L IPA 3 4 1 1 1 1 1 1 1 1 5 5 1 5 1 1 5 1 5 5 5 5 5 5 5 3 5 5 5 4
46 L IPA 4 3 4 4 4 4 5 3 3 5 1 4 5 5 4 3 1 5 3 4 4 4 4 4 5 4 3 3 2 4
47 P IPA 3 3 5 5 4 3 5 5 5 4 5 3 4 4 5 4 1 5 4 4 4 5 4 5 5 3 5 4 3 5
48 P IPA 1 1 1 4 3 1 3 1 1 2 5 4 4 4 3 3 3 5 5 3 5 5 5 5 4 3 4 5 3 5
49 P IPA 4 1 4 5 3 2 5 5 3 4 5 5 5 5 3 2 4 2 5 5 5 4 5 5 3 5 5 5 5 5
50 L IPA 4 3 4 3 3 2 2 4 1 3 5 4 4 5 5 5 3 5 5 5 2 5 5 5 4 4 4 3 4 4
51 P IPA 4 3 5 5 4 3 5 4 2 3 4 4 4 5 5 4 5 5 5 4 5 5 4 4 3 4 4 3 3 4
52 P IPA 4 2 4 5 4 2 4 5 4 3 5 4 4 4 5 3 4 5 4 4 4 4 4 3 4 3 3 4 4 4
53 P IPA 5 3 5 5 5 2 4 4 2 3 4 3 4 4 5 3 3 5 3 3 4 5 5 4 5 3 5 5 4 4
54 P IPA 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 1 3 5 1 1 2 1 5 4 5 5 5 5 5 3 5 5 5 2
55 L IPA 3 3 4 4 1 1 3 2 3 1 4 2 3 5 4 3 3 2 4 2 2 3 3 4 4 3 3 2 3 4
56 L IPA 3 2 3 4 1 1 3 2 2 1 2 3 4 4 3 2 4 2 2 4 3 4 4 4 5 2 3 3 2 4
57 L IPA 2 2 4 4 1 1 3 2 2 1 4 2 4 4 3 2 3 3 4 3 3 3 4 2 3 2 2 3 4 4
58 P IPA 2 1 3 4 1 1 3 2 2 2 5 5 5 5 5 3 5 2 5 5 4 4 4 3 3 2 4 4 3 4
59 L IPA 1 1 3 4 1 1 1 1 1 1 3 2 4 5 5 2 5 3 1 5 5 5 5 5 5 1 2 2 3 3
60 P IPA 3 3 5 5 2 2 3 4 4 3 4 4 3 3 2 2 4 4 4 5 5 4 3 4 3 5 4 2 1 2

E 205 164 245 242 179 144 227 201 160 161 238 233 242 266 241 190 225 215 240 269 244 271 268 269 267 216 234 229 215 231
N 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300
p/IK 0.68 0.547 0.817 0.807 0.6 0.48 0.757 0.67 0.53 0.54 0.79 0.777 0.81 0.89 0.8 0.6 0.75 0.72 0.8 0.9 0.81 0.9 0.89 0.9 0.9 0.72 0.78 0.76 0.72 0.77
1
q 0.32 0.453 0.183 0.193 0.4 0.52 0.243 0.33 0.47 0.46 0.21 0.223 0.19 0.11 0.2 0.4 0.25 0.28 0.2 0.1 0.19 0.1 0.11 0.1 0.1 0.28 0.22 0.24 0.28 0.23
pq 0.22 0.248 0.15 0.156 0.24 0.25 0.184 0.221 0.25 0.25 0.16 0.173 0.16 0.1 0.16 0.2 0.19 0.2 0.2 0.09 0.15 0.09 0.1 0.09 0.1 0.2 0.17 0.18 0.2 0.18
n Subjektiv 40 39
n-1
Var Butir Su 1.23 1.148 1.129 1.626 2.29 1.09 1.969 1.994 1.58 1.95 1.49 1.054 1.39 0.55 1.51 1.3 1.34 2.48 1.2 0.59 0.88 0.36 0.42 0.49 0.6 0.92 0.91 1.3 1.3 0.81
Var Tot Sub
Reliabilitas Sub 0.856
Validitas 0.53 0.354 0.441 0.397 0.43 0.49 0.599 0.556 0.44 0.61 0.13 0.499 0.52 0.3 0.55 0.5 0.21 0.44 0.2 0.43 0.26 0.39 0.5 0.27 0.3 0.58 0.36 0.18 0.39 0.38

mean
Aspek Tata Cara Komunikasi Aspek Prestasi
31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 Nil TOT SKOR teladanteguranengarahamunika sem I sem II N TOT
3 3 3 4 3 3 4 3 3 4 130 108 23 16 32 37 70 70 70
3 5 4 3 5 5 5 4 3 5 158 134 36 20 35 43 70 80 75
3 4 2 4 2 2 2 3 4 1 113 97 30 9 26 32 65 65 65
4 4 5 5 5 5 4 3 5 1 165 142 40 22 33 47 80 80 80
5 4 3 2 5 4 4 4 2 5 157 131 32 22 36 41 80 80 80
4 4 4 4 5 4 4 4 5 4 154 129 33 20 31 45 80 80 80
2 4 2 4 5 4 4 2 2 4 153 127 41 20 32 34 70 80 75
5 5 5 4 4 4 4 4 4 5 175 152 46 24 36 46 70 80 75
4 4 4 4 1 5 5 4 3 3 157 137 31 24 37 45 70 80 75
4 4 5 5 2 4 4 5 4 4 178 153 44 22 39 48 80 80 80
4 5 4 4 1 4 4 4 2 4 154 135 31 23 38 43 72 76 74
4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 163 141 38 20 38 45 74 70 72
3 4 5 5 3 5 5 4 3 3 156 132 34 18 34 46 64 70 67
4 4 2 4 1 5 4 5 4 5 170 147 41 22 40 44 80 80 80
5 5 4 5 5 4 5 4 5 5 162 132 28 23 31 50 70 80 75
5 5 3 4 5 4 5 5 4 4 157 128 21 23 36 48 74 78 76
4 3 5 3 5 3 3 4 4 4 165 141 44 19 38 40 70 76 73
5 5 3 5 5 4 5 1 4 5 152 122 21 21 36 44 80 80 80
4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 142 120 34 14 30 42 70 64 67
5 5 5 3 5 5 5 5 4 5 174 144 30 25 40 49 75 75 75
3 3 4 5 2 4 0 3 2 3 149 126 36 18 37 35 63 75 69
4 5 4 5 1 4 4 1 5 5 163 140 38 23 38 41 76 78 77
4 5 4 2 5 4 5 4 4 3 159 134 35 19 37 43 78 74 76
5 5 5 2 5 5 5 5 5 5 191 164 47 25 40 52 78 88 83
5 5 3 5 1 4 5 5 5 5 163 141 28 23 38 52 70 70 70
4 5 5 4 5 5 5 5 3 3 173 154 46 23 38 47 40 74 72
5 4 4 5 3 4 4 4 5 4 177 151 44 22 36 49 80 80 80
2 4 2 2 5 4 4 2 2 5 135 111 26 19 36 30 77 83 80
4 5 4 1 5 5 4 1 1 4 137 123 38 22 31 32 70 74 72
3 3 3 4 4 4 4 3 4 3 150 123 32 21 31 39 76 80 78
3 4 3 3 5 3 4 3 3 3 145 123 37 20 30 36 80 70 75
5 4 3 4 5 5 5 3 3 3 160 135 37 18 35 45 80 76 78
3 4 2 2 3 2 2 2 4 2 140 119 31 20 37 31 84 86 85
5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 177 161 43 25 40 53 64 78 71
5 5 4 5 5 4 4 3 4 4 147 122 30 18 28 46 83 86 84
3 4 2 3 4 1 1 2 2 4 138 118 40 20 31 27 80 84 82
4 4 3 0 1 3 3 4 3 3 142 126 42 18 28 38 80 80 80
3 3 4 4 4 3 3 3 4 4 130 106 21 17 32 36 65 65 65
3 4 4 4 2 3 4 4 4 3 139 118 26 19 32 41 80 80 80
5 5 5 5 1 4 4 5 5 1 137 121 18 15 35 53 65 65 65
4 4 4 3 5 4 4 2 4 4 147 123 35 18 30 40 70 70 70
4 4 4 3 5 4 4 4 3 2 139 116 32 15 30 39 72 72 72
3 4 4 3 3 4 5 3 4 4 143 118 25 21 29 43 75 85 80
3 3 5 2 3 2 2 2 3 5 125 102 22 16 35 29 76 60 68
5 5 3 4 3 3 3 4 3 4 133 106 15 13 34 44 80 80 80
3 4 4 3 4 3 3 3 2 5 147 130 41 21 34 34 72 70 71
3 5 3 3 3 3 3 2 3 4 156 135 42 20 35 38 82 84 83
5 4 4 2 0 4 4 5 4 1 134 115 18 18 35 44 74 70 72
4 4 4 4 4 4 4 5 4 1 162 138 36 20 34 48 90 90 90
5 3 5 2 3 5 5 5 4 4 156 133 29 23 35 46 70 70 70
3 4 1 1 4 2 2 3 1 4 147 122 38 22 34 28 75 75 75
4 4 4 3 4 5 4 4 4 4 156 131 37 20 31 43 74 70 72
5 4 5 5 5 4 4 2 4 1 158 137 38 19 34 46 75 75 75
5 3 3 3 5 5 5 5 4 5 126 99 10 11 33 45 75 75 75
3 4 3 3 4 3 2 1 2 4 117 96 25 17 23 31 60 60 60
2 4 3 3 4 3 3 2 3 4 117 98 22 16 28 32 64 60 62
2 5 3 3 4 3 3 2 4 4 117 95 22 15 23 35 84 68 76
5 5 3 4 5 4 4 1 2 4 138 110 21 23 27 39 80 80 80
5 5 5 3 2 3 3 2 4 5 123 105 15 18 34 38 60 60 60
2 4 3 4 2 4 4 2 4 5 136 115 34 14 33 34 86 84 85

233 253 222 211 217 228 230 202 212 223
300 300 300 300 300 300 300 300 300 300
0.78 0.84 0.74 0.7 0.72 0.76 0.77 0.67 0.71 0.74

0.22 0.16 0.26 0.3 0.28 0.24 0.23 0.33 0.29 0.26
0.17 0.13 0.19 0.2 0.2 0.18 0.18 0.22 0.21 0.19

0.95 0.44 0.99 1.4 2.17 0.91 1.16 1.59 1.07 1.43 48.964
295.94

0.45 0.26 0.4 0.3 0.14 0.56 0.49 0.5 0.34 0.1

149.4 127 32.2 19.5 33.7 41 73.8 75.4667 74.87


LAMPIRAN :3
Out Put Regression
Correlations

Pendidikan
Prestasi Iman dalam
Belajar Keluarga
Pearson Correlation Prestasi Belajar 1.000 .328
Pendidikan Iman
dalam Keluarga .328 1.000
Sig. (1-tailed) Prestasi Belajar . .005
Pendidikan Iman
dalam Keluarga .005 .
N Prestasi Belajar 60 60
Pendidikan Iman
dalam Keluarga 60 60

Variables Entered/Removed(b)

Variables Variables
Model Entered Removed Method
1
Pendidikan
Iman dalam . Enter
Keluarga(a)

a All requested variables entered.


b Dependent Variable: Prestasi Belajar

Model Summary(b)

Adjusted R Std. Error of


Model R R Square Square the Estimate Durbin-Watson
1 .328(a) .108 .092 6.01861 2.436
a Predictors: (Constant), Pendidikan Iman dalam Keluarga
b Dependent Variable: Prestasi Belajar

ANOVA(b)

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regressio
253.961 1 253.961 7.011 .010(a)
n
Residual 2100.973 58 36.224
Total 2354.933 59
a Predictors: (Constant), Pendidikan Iman dalam Keluarga
b Dependent Variable: Prestasi Belajar
Coefficients(a)

Mod Unstandardized Standardized Collinearity


el Coefficients Coefficients t Sig. Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF


1 (Constant) 58.866 6.093 9.661 .000
Pendidikan
1.0
Iman dalam .126 .048 .328 2.648 .010 1.000
00
Keluarga
a Dependent Variable: Prestasi Belajar

(8)
Collinearity Diagnostics(a)

Variance Proportions
Pendidikan
Dimensio Condition Iman dalam
Model n Eigenvalue Index (Constant) Keluarga
1 1 1.992 1.000 .00 .00
2 .008 15.619 1.00 1.00
a Dependent Variable: Prestasi Belajar

Residuals Statistics(a)

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N


Predicted Value 70.8790 79.6046 74.8667 2.07471 60
Residual -12.14361 13.68328 .00000 5.96739 60
Std. Predicted Value -1.922 2.284 .000 1.000 60
Std. Residual -2.018 2.273 .000 .991 60
a Dependent Variable: Prestasi Belajar

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

Dependent Variable: Prestasi Belajar


1.0

0.8
Expected Cum Prob

0.6

0.4

0.2

0.0
0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
Observed Cum Prob

(9)
Scatterplot

Dependent Variable: Prestasi Belajar

4
Regression Standardized Residual

-2

-4

-2 -1 0 1 2 3
Regression Standardized Predicted Value

(10)
Lampiran : 4

Nilai Siswa
No NAMA Sem I semII TOT

1 Yuni 70 70 70
2 Y. rudianto 70 80 75
3 Fransiscus riko 65 65 65
4 Vincent 80 80 80
5 Andreas Anggara D 80 80 80
6 Agustinus prasti adi 80 80 80
7 Anita karolina 70 80 75
8 Melania suratni 70 80 75
9 Felisia maya sari 70 80 75
10 Martinus bandi 80 80 80
11 Yentina elsa tiana 72 76 74
12 Aprianti norva 74 70 72
13 Adrianus jeri 64 70 67
14 Monika eltasari 80 80 80
15 Tino karno 70 80 75
16 Dio gabriel cahyadi 74 78 76
17 Arkadius eko siloma 70 76 73
18 Hengki sihombing 80 80 80
19 Dionesius kandri 70 64 67
20 Priharti orpa susanti 75 75 75
21 Efentius deki 63 75 69
22 Erah 76 78 77
23 Brigita equalina 78 74 76
24 Yohanista moi 78 88 83
25 Libertus robertus bagio 70 70 70
26 Septiana magie hilinda 70 74 72
27 Kornelia laura andinna 80 80 80
28 Vivensius 77 83 80
29 Afriasi tani 70 74 72
30 Veronika astin 76 80 78
31 Yuniarti 80 70 75
32 Lidya novita tina 80 76 78
33 Natalia desi mora 84 86 85
34 Elisabet fatmawati 64 78 71
35 uvensius yumen 83 86 84
36 Kelvin tryanto 80 84 82
37 Indra C 80 80 80
38 Brian 65 65 65
39 Yonatalio sugianto 80 80 80
40 Debora yoan tobing 65 65 65
41 Eva selvia taher 70 70 70
42 Ane marseli 72 72 72
43 Yoan carolin 75 85 80
44 Jemmy hartanto 76 60 68
(11)
45 Andika 80 80 80
46 Heribertus D.K 72 70 71
47 Stela aurora W 82 84 83
48 Sinnati 74 70 72
49 Ika reisky purwaningsih 90 90 90
50 Edwar aroun 70 70 70
51 Carolina yulen carlin 75 75 75
52 Siska novi kalentina 74 75 72
53 Hanny 75 75 75
54 Melissa natalia 75 75 75
55 H. bambang henanto 60 60 60
56 Yoser pate pangrama 64 60 62
57 Sukanto 84 68 76
58 Stefania natalia leba 80 80 80
59 Antonika tryo 60 60 60
60 Pise yudiarti 86 85 85

(12)
Lampiran 5
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA
KATOLIK
Jl. Ahmad Jazuli 2, Tromolpos 75 Yogyakarta 55002
Telp.(0274)589035, 541642-Fax (0274) 541641

Hal : Permohonan Ijin Yogyakarta, 10 September 2009


Lampiran : -

Kepada Yth,
Guru Agama Katolik SMA PL Santo Yohanes
Di Tempat

Dengan Hormat,
Sehubungan dengan penulisan skripsi yang berjudul: “PENGARUH PENDIDIKAN IMAN
DALAM KELUARGA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PAK DI SMA SANTO
YOHANES KETAPANG, KALIMANTAN BARAT “, maka saya:

Nama : Agustina Anjelia


NIM : 051124016
Prodi : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Semester : IX (Sembilan)
Tahun Akademik : 2009-2010

Mengajukan permohonan ijin untuk mengadakan penelitian kepada anak-anak SMA PL.Santo
Yohanes kelas XI IPS3 dan kelas XI IPA yang beragama Katolik. Penelitian ini bertujuan
untuk mendapatkan data yang lengkap mengenai dampak pendidikan iman dalam keluarga
terhadap prestasi belajar PAK di sekolah.
Demikian permohonan ini saya ajukan. Atas perhatian dan ijin yang diberikan, saya ucapkan
terima kasih.
Yogyakarta, 10 September 2009
Mengetahui,
Kaprodi IPPAK-JIP-FKIP-USD Pemohon

Drs. H. J. Suhardiyanto, SJ. Agustina Anjelia


(13)
LAMPIRAN: 6

SATUAN PENDAMPINGAN

A. IDENTITAS PENDAMPINGAN
1. Tema : Keluarga adalah tempat pendidikan yang urama dan pertama!
2. Tujuan : Bersama pendamping, peserta diajak untuk semakin menyadari
pentingnya pendidikan iman dalam keluarga, sehingga mampu
meningkatkan prestasi PAK anak.
3. Peserta : Orang tua
4. Model : Shared Christian Praxis
5. Metode : - Sharing
- Refleksi Pribadi
- Informasi
6. Sarana : Teks Kitab Suci
Player dan kaset Film ”Tanggung jawab”
7. Sumber Bahan :Lukas 2:40-52
Komisi kitab Suci KAS (2007). Keluarga Kukuh Gereja
Tangguh. Yogyakarta: Kanisius. Hal 15-25

B. PEMIKIRAN DASAR
Berdasarkan hasil penelitian pada skripsi berjudul PENGARUH PENDIDIKAN
IMAN DALAM KELUARGA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN
AGAMA KATOLIK SISWA KELAS XI DI SMU PANGUDI LUHUR SANTO
YOHANES KETAPANG, KALIMANTAN BARAT TAHUN AJARAN 2009-2010
menyimpulkan bahwa Pendidikan iman dalam keluarga mempengaruhi prestasi belajar
PAK siswa yakni sebesar 32,8% secara signifikan dengan P-valuenya sebesar 0.01 yang
lebih kecil dari α= 0.05.
Pada kenyataannya pendidikan iman dalam keluarga aspek keteladanan
mempunyai mean 32,2 yang artinya orang tua memiliki keteladanan yang cukup atau
belum baik. Oleh karena itu perlulah meningkatkan keteladanan orang tua terhadap
anaknya supaya prestasi anakpun meningkat.
Zaman sekarang banyak orang tua yang hanya sibuk dengan pekerjaannya serta
menomorduakan kehidupan rohani, pendidikan iman dalam keluargapun masih dalam
kategori cukup, anak-anak dijaga oleh baby sister yang dibayar oleh orang tuanya.
Antara bapak dan ibu dalam keluarga tidak ada perbedaan lagi, di mana dahulu bapak
dianggap sebagai tulang punggung kaluarga dan ibu yang di rumah harus menjaga anak-
anak sekarang semua mempunyai kesibukan masing-masing dan lupa memberikan
teladan kepada anaknya khususnya dalam hal menumbuhkembangkan iman. Dengan
kesibukan itu anak-anak tidak mendapat keteladanan penuh dari orang tuanya.
Luk 2:40-52 pada perikopa ini berbicara tentang tanggung jawab dan
keteladanan Maria dan Yosef sebagai orang tua yang dipanggil untuk mendampingi
Yesus. Teladan Maria dan Yosef dalam injil Luk 2:40-52 ini membawa konsekuensi
yang tidak ringan bagi suami istri kristiani. Oleh karena itu kita diharapkan mampu
mewujudkan tanggung jawab kita sebagai orang tua untuk menjadi teladan. Sebagai
seorang kristiani, kita memahami bahwa panggilan menjadi orang tua merupakan suatu
hal yang luhur, dan dilain pihak konsekuensinya cukup berat.

(14)
Dari pertemuan ini kita diingatkan untuk semakin mampu melaksanakan
tanggung jawab kita sebagai orang tua yang mempunyai keteladanan terhadap anak
khususnya dalam hidup rohani dengan demikian prestasi PAK anakpun meningkat

C. PENGEMBANGAN LANGKAH-LANGKAH
1. Pembukaan
a. Pengantar
Selamat malam, bapak-ibu semuanya. Karena kasih setia dari Allah kita diberi
kesempatan untuk saling memperkuat hubungan kita dalam keluarga. Malam ini kita
berkumpul menjadi satu keluarga untuk saling berbagi pengalaman dalam hal
tanggungjawab kita bagi anak. Kita bersama-sama akan menggali pengalaman
bagaimana bapak dan ibu dalam melakukan pendidikan iman dalam keluarga Kita juga
bersama-sama akan melihat bagaimana perjuangan Maria dan Yosef bisa memberikan
teladan dan tanggungjawab kepada Yesus sebagai anaknya.
b. Lagu Pembukaan
Telah dipersiapkan dari sie liturgi dilingkungan.
c. Doa Pembukaan
Allah Bapa Mahacinta hari ini kami bersyukur boleh Kau persatukan dalam
pertemuan pendalaman malam ini. Bukalah hati dan budi kami agar kami siap
mendengarkan kehendak-Mu lewat sabda yang akan kami resapi dan alami. Pada
kesempatan ini kami ingin belajar dan memahami tanggung jawab kami sebagai orang
tua yang Kau percaya untuk mendampingi dan mendidik anak-anak kami ditengah
aneka macam tantangan jaman ini. Ya Bapa disurga, kurniakanlah kepada kami semua
rahmat yang kami butuhkan agar sebagai orang tua, kami semakin bertanggung jawab
atas anak-anak kami. Demi Tuhan kami Yesus Kristus yang bersatu dengan Dikau dan
Roh Kudus kini dan sepanjang masa. Amin

2. Langkah I: Mengungkapkan Pengalaman Hidup Peserta


a. Memutar Film “ Tanggung jawab”
Pendamping memutarkan film kepada peserta dan diberi kesempatan untuk
merenungkan film tersebut.
b. Penceritaan Isi Film
Pendamping meminta salah satu umat untuk menceritakan kembali dengan
singkat isi dari film
c. Intisari Cerita
Cerita dimulai saat Buang suami Bekti yang telah keluar dari lembaga
kemasyarakatan berangkat kerja bersama anak-anaknya kesekolah. Sebelum Buang
keluar dari Lembaga Kemasyarakatan Yu Bekti ikut acara ketoprak di kampungnya.
Tapi setelah Buang kembali, Yu Bekti mengagalkan rencananya ikut anggota ketoprak
dengan alasan ingin mendampingi anak-anaknya.
Orang-orang kampung yang berperan dalam permainan ketoprak itu
mempunyai prasangka buruk tentang pengunduran diri Yu Bekti dari peranannya dalam
permainan ketoprak. Saat mendengar alasan Yu Bekti untuk mendampingi anak-
anaknya, mas Joko membenarkan/menyetujui pengunduran diri Yu Bekti. Saat Yu Bekti
ingin menemui Buang suaminya yang tengah bekerja dan menyampaikan kalau anak-
anak mereka belum pulang dari sekolah, Yu Bekti diikuti dari belakang karena mereka
ingin melihat apa yang ingin dilakukan oleh Yu Bekti.

(15)
d. Pengungkapan Pengalaman
Peserta diajak untuk mendalami cerita dan mensharingkan pengalaman dengan
tuntunan pertanyaan:
1. Apa yang membuat Yu Bekti menggundurkan diri dari permainan ketoprak?
2. Kesulitan- kesulitan apa yang bapak – ibu alami dalam usaha melakukan pendidikan
iman dalam keluarga?
3. Cara apa yang bapak atau ibu lakukan/tempuh untuk menjalankan pendidikan iman
dalam keluarga?

e. Suatu Contoh Arah Rangkuman


Dalam film tersebut Yu Bekti mengungkapkan alasannya untuk mengundurkan
diri dari permainan ketoprak. Yu Bekti ingin mendampingi dan memberikan perhatian
sepenuhnya untuk keluarga khususnya untuk anak-anak mereka. Apalagi setelah
suaminya Buang telah kembali jadi lengkaplah kebahagian Yu Bekti. Yu Bekti ingin
mempertanggungjawabkan tugas luhurnya sebagai orang tua untuk memberikan
pendampingan bagi anak-anaknya. Saat pengunduran diri Yu Bekti dari ketoprak Yu
Bekti telah memikirkannya matang-matang dan mengambil keputusan yang terbaik
adalah keluarganya walaupun tanggung jawabnya sebagai orang tua sangat berat dan
penuh tantangan.
Begitupun pengalaman kita dalam keluarga. Kita mengalami banyak kesulitan
dan tantangan dalam melakukan pendidikan iman dalam keluarga. Anak itu mempunyai
banyak keinginan yang berbeda dari apa yang kita inginkan, sehingga kita harus mampu
mengarahkan mereka ke hal yang baik. Kesadaran dan kesabaran dari orang tua dalam
memberikan teladan kepada anak itulah yang sangat dibutuhkan.

4. Langkah II: Menggali Pengalaman Iman Kristiani


a. Pembacaan Perikopa Kitab Suci
Salah seorang peserta diminta bantuanya untuk membacakan perikopa langsung
dari injil Luk 2:40-52
b. Pertanyaan Untuk Menanggapi Bacaan Kitab Suci
Peserta diberi waktu untuk hening sejenak sambil secara pribadi merenungkan
dan menanggapi pembacaan Kitab Suci dengan dibantu beberapa pertanyaan.
1. Ayat–ayat mana yang menunjuk bahwa Maria dan Yosef selalu mengusahakan
pendidikan iman dalam keluarga?
2. Apa yang dikehendaki oleh perikopa ini bagi kita sebagai orang tua?
c. Saat Hening
Peserta diajak untuk sendiri mencari dan menemukan pesan inti dari perikopa
sehubungan dengan jawaban atas dua pertanyaan diatas

d. Tafsir
Ayat 40 bergema sebagai penutup panggung kehidupan Yesus sebagai orang
dewasa. Kisah asal-usul Yesus menjadi lengkap dengan kembalinya keluarga kudus ke
tanah asalnya sesudah kelahiran dan pemenuhan hukum.
Ayat 42 Yesus dan orang tuaNya mengadakan perjalanan ke Yerusalem untuk
merayakan pesta paskah. Lukas menggambarkan Yesus dalam perjalan ke Yerusalem
untuk Paskah yang menjadi perjalanNya yang terakhir ke Yerusalem, dan pesta Yahudi
akan jatuh bersamaan dengan PaskahNya sendiri.

(16)
Ayat 52 menjelaskan bahwa usaha Yosef dan Maria tidaklah sia-sia. Yesus
makin bertambah besar dan bertambah hikmat-nya dan besar-Nya , dan makin dikasihi
oleh Allah. Maria dengan segala usahanya melakukan pesan Allah dengan perantaraan
malaikat.
Perikopa tersebut semakin dapat meneguhkan dan memberikan penyegaran
kepada kita. Kita sebagai orang tua diajarkan untuk menjadi sepasang suami istri yang
benar-benar mempunyai tanggungjawab dan mampu memberikan teladan bagi anaknya.
Sejak Yesus kecil Maria dan Yosef telah memberikan teladan kepada Yesus untuk
merayakan paska secara bersama-sama meskipun harus melakukan perjalanan selama
sehari. Keluarga merupakan tempat pendidikan yang utama dan pertama oleh karena itu
sejak dini kita harus mengkondisikan doa bersama di dalam keluarga ataupun berangkat
ke Gereja bersama. Orangtua yang menjadi panutan anaknya harus mampu memberikan
teladan bagi anaknya.

5. Langkah IV: Menerapkan Iman Kristiani Dalam Situasi Peserta Konkrit


a. Pengantar
Dalam pertemuan tadi, kita telah menemukan apa yang menjadi tugas kita
sebagai orang tua unruk melakasanakan pendidikan iman dalam keluarga. Hal ini sangat
penting dalam menunjang prestasi PAK anak di sekolah. Sebagai orang tua yang
mempersembahkan hidup keluarga kepada Allah kita diajak untuk melaksanakan tugas
luhur kit. Ia telah memberikan kebahagian kepada kita melalui lahirnya anak-anak kita.
Kita bersyukur bahwa Allah memberikan kepercayaan kepada kita untuk mendamping
manusia baru yang yang dititipkanNya kepada kita. Kita juga diingatkan oleh Allah
supaya kita selalu memberikan keteladanan hidup rohani kepada anak.
b. Pertanyaan Untuk Refleksi
Sebagai bahan refleksi agar kita semakin mampu untuk melaksanakan
pendidikan iman dalam keluarga. Maka saat ini kita akan melihat situasi konkrit dalam
keluarga kita masing-masing dengan mencoba merenungkan pertanyaan berikut:
1. Usaha apa yang hendak bapak ibu lakukan untuk meningkatkan pendidikan iman
dalam keluarga?
2. Apakah bapak ibu diteguhkan dalam menghayati panggilan sebagai orang tua
Kristiani?
c. Suatu Contoh Rangkuman
Dalam injil Luk 2:40-52 kita diberi teladan akan pentingnya mengusahakan
pendidikan iman dalam keluarga. Maria dan Yosef mengajak Yesus untuk mengikuti
perayaan Paskah Yahudi meski harus berjalan berhari-hari. Maria dan Yosef dengan
setia dan mantap mendampingi Yesus anak Allah, semoga kitapun dengan mantap pula
meneladan sikap keluarga kudus. Untuk mampu mencapainya, kita perlu mengindahkan
teladan kita yaitu Maria dan Yosef, karena memberikan teladan kepada anak adalah
tugas yang luhur dari Allah.

6. Langkah V: Mengusahakan Situasi konkrit


a. Pengantar
Para bapak ibu yang terkasih dalam yesus, setelah kita bersama-sama menggali
pengalaman dalam usaha menjalani hidup berkeluarga lewat Film”Tanggung jawab”kita
dapat belajar dari Yu Bekti yang lebih mementingkan anaknya dari pada mengikuti
kegiatan ketoprak. Selain itu, sosok Yu Bekti yang bertanggung jawab atas tugasnya
menjadi point penting untuk dapat kita bawa pulang dan tentunya untuk diterapkan

(17)
dalam keluarga kita masing-masing. Dari perikopa Luk 2:40-52 kita mengetahui bahwa
Maria dan Yosef adalah orang tua yang di pilih Allah dan penuh teladan, oleh karena itu
kita sebagai umat Allah yang dipercayakanNya untuk mengemban tugas luhur dan
mulia ini tahu akan apa yang harus dilakukan.
b. Niat-niat
Memikirkan niat-niat dan bentuk pendampingan yang baru untuk lebih
mengusahakan pendidikan iman dalam hidup keluarga. Berikut ini adalah pernyataan
penuntun untuk membantu peserta membuat niat-niat:
1. Niat-niat apa yang hendak bapak ibu lakukan untuk semakin meningkatkan
pendidikan iman dalam keluarga?
2. Hal-hal apa yang sekiranya perlu diperhatikan dalam mewujudkan niat-niat
tersebut?
7. Penutup
a. Lagu penutup
Setelah semua merumuskan niat-niat, kemudian menyanyikan lagu Santo Yusuf
yang menjaga dari Puji Syukur no.644 yang dinyanyikan bersama umat.
b. Saat hening kesempatan untuk hening
Kesempatan hening sejenak untuk merenungkan niat-niat. Sementara lilin dan
salib dapat dipasang dan dinyalakan.
c. Doa Umat
Kesempatan untuk doa spontan yang diawali oleh pendamping yang
menghubungkan dengan tema dan hasil pembicaraan demi mewujudkan tanggung
jawab sebagai pendamping anak.
d. Doa Penutup
Allah Mahakasih, kami bersyukur atas penyertaan-Mu dari awal sampai akhir
sehingga pendalaman materi pada kesempatan ini semakin membuka hati dan budi kami
sebagai orang tua. Kami sadar bahwa tidak mudahlah untuk mengusahakan pendidikan
iman dalam keluarga Namun demikian, kami percaya bahwa Engkau tidak membiarkan
kami berjuang sendiri. Semoga dengan pertolongan santo Yosef dan Ibu Maria kami
para orang tua dapat lebih bersemangat untuk mengantar anak-anak kami bertumbuh
untuk menjadi pribadi yang semakin katolik, dan berbakti kepada Allah dan sesama
serta berprestasi di sekolah. Semua ini kami mohon kepadaMu dalam nama Yesus
Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin.

(18)

Anda mungkin juga menyukai