Di pertemuan 4 ini kita akan membahasa Kurikulum dengan lebih khusus kurikulum pendidikan Kristen. Adapun pokok pikiran dari materi pertemuan 4 adalah Maria Harris, penulis buku Fashion Me of People. Kurikulum Pendidikan mendapatkan pengaruh dari perkembangan pemikiran dalam konteks posmodern, pembebasan, poskolonial maupun kontekstual lainnya sebab hal tersebut mempengaruhi cara komunitas Kristiani dalam menafsirkan spiritualitasnya dalam kekinian dan tradisinya. Di dalam komunitas gereja sendiri terjadi perubahan paradigma dan pendekatan. Maria Harris menawarkan spiritualitas baru bagi Pendidikan Kristiani. Ia memakai pendekatan seni dalam membangun kurikulum Pendidikan Kristiani. Pendidikan dilihat sebagai form-giving. Ini berlangsung dengan menunjukkan bahwa komunitas tidak mempunyai kurikulum sendiri, melainkan kehidupan komunitas adalah kurikulum itu sendiri. Semua hal mengandung pendidikan, yang diproses bagaikan seorang pembuat tembikar yang tidak melihat tembikar sebagai sasaran dan obyek, melainkan mitra dimana sang pembuat pun berproses dan belajar dari proses itu. Konsepnya adalah rekonseptualisasi pendekatan tradisional dalam komunitas gereja, yakni: koinonia sebagai kurikulum komunitas, leitourgia sebagai kurikulum doa, didache sebagai kurikulum pengajaran, kerygma sebagai kurikulum proklamasi, diakonia sebagai kurikulum pelayanan. Pemikiran Harris berangkat dari pemahaman gereja itu sendiri ketika membuat kurikulum. Menurut Harris gereja adalah pusat kegiatan pembelajaran termasuk di dalamnya kurikulum. Harris mengatakan bahwa The Word continually becoming flesh, in us, completes the image. For not only are we coming to understand ourselves more and more as a people; we now realize that we are a people with a pastoral vocation. Oleh sebab itu bagi Harris ketika membuat kurikulum semua bisa dilibatkan. Hal ini terbukti ketika dia mengatakan bahwa we are people, we are called to come together accros the boundaries of preacher and teacher, clergy and laity, professional and amateur, part time and full time, and realize that in partnership with one another and our Creator God we are angaged in the same fashioning work begun Genesis. Harris menegaskan bahwa seharusnya pusat pendidikan berada di gereja dan harus terus berjalan. Dia juga sempat menyinggung dua kesalahan besar yang dipahamai orang ketika berbicara pendidikan, yaitu : the first misunderstanding is that education is for children. The second misunderstanding gripping the educational imagination is the false identification of education with only one of its forms: schooling. Kesalahan pahaman pertama dalam konsep belajar yang pertama bahwa belajar itu ditujukan hanya untuk anak-anak, sehingga orang memahami kegiatan belajar akan berhenti pada saat orang telah menjadi dewasa bukan anak-anak lagi. Kedua, Pendidikan selalu dihubungkan dengan sekolah sehingga proses, sehingga di luar sekolah dianggap sebagai bukan kegiatan Pendidikan. Jadi bagi Harris seharusnya pendidikan itu bersifat seumur hidup dan sebagai konsekuensinya bahwa kurikulum di gereja harus dibuat dalam batas waktu yang tidak ditentukan. Atau dengan kata lain keberadaan kurikulum tergantung dari masa waktu kelangsungan gereja itu sendiri. Sebagai gereja kita harus secara konsisten membedakan antara kurikulum Menurut Maria Harris ada 5 prinsip dalam mendesain sebuah kurikulum. 1. Secara konsisten membedakan antara kurikulum Pendidikan dan kurikulum sekolah. 2. Kurikulum pendidikan pelayanan multiple 3. Materi pelajaran memiliki banyak lapisan 4. Kurikulum harus bersifat imamat, profetik, dan politis 5. Kurikulum memperhitungkan tiga bentuk: kurikulum ekspilist.
Harris mengatakan juga bahwa the understanding of education that I am advocating as
foundation for curriculum will also assume that the forms of ministry are interrelated. Community, for example,will have elements of kerygmatic speech, of teaching,of outreach, and of prayer; worship will have elements of community, teaching, outreach, and prophetic speech. Teaching will necessarily incorporate elements of outreach, prayer, community, and kerygma. Just as we have discover, similarly, that to be any one form of ministry is also to be with all the others. Only then can they be complete. Apa yang dimaksudkan Harris tentunya menyangkut kesatuan dari kurikulum yang dibuat harus berdasarkan panggilan gereja itu sendiri. Oleh sebab itu dalam bukunya dia memberikan penjelasan khusus menyangkut dengan apa yang diungkapkan di atas (koinonia sebagai kurikulum komunitas, leitourgia sebagai kurikulum doa, didache sebagai kurikulum pengajaran, kerygma sebagai kurikulum proklamasi, diakonia sebagai kurikulum pelayanan). Koinonia, sebagai kurikulum komunitas, pendekatan Harris mengarah kepada sentuhan kasih kepada orang-orang yang akan dijangkau. Dia mengatakan bahwa kadang kala kelemahan sebuah komunitas selalu dimulai dari ibadah dan pengajaran, tetapi jarang sekali diawali dengan merebut hati mereka. Hal ini diperkuat ketika berbicara komunitas. Di dalam semua komunitas pasti ingin diterima dan dikasihi dan dengan demikian membuat dia bisa bertahan dan merasa nyaman di komunitas itu. Mungkin inilah yang dimaksudkan Harris ketika membuat kurikulum harus melibatkan sentuhan sosial. Leiturgia, sebagai kurikulum doa . Harris melanjutkan bahwa pada dasarnya doa berarti permintaan, petisi, jeritan, namun sering secara khusus dalam kehadiran Sang Ilahi, tercakup di dalamnya pujian, pengucapan syukur dan penyesalan atas kesalahan dan kejahatan kita. Suatu pembelajaran yang baik memperkenalkan kita kepada istilah ACTS (Adoration, Contrition, Thanksgiving, Supplication). Harris menganggap bahwa betapa pentingnya doa dalam mendesign sebuah kurikulum. Didache, sebagai kurikulum pengajaran Harris mengatakan bahwa pengajaran adalah sesuatu yang sentral dalam sejarah kekristenan. Hal tersebut dapat dilihat mulai dari perintah Allah kepada umat pilihan-Nya di dalam Ul. 6:6-7 sampai kepada kehidupan gereja mula- mula yang tekun dalam pengajaran rasul-rasul dan oleh Harris menggunakan istilah didache menunjukkan kepada kurikulum pengajaran. Kurikulum pengajaran yang dimaksud oleh Harris harus dibagi menjadi dua bagian, yaitu: Pertma, batang Tubuh dari pengetahuan dan perilaku yang hendak diajarkan; Kedua, Kesatuan proses di mana pengetahuan itu dikomunikasikan. Keduanya adalah esensi dalam pembentukan kurikulum. Harris juga membagi dua bentuk pengajaran, yaitu: Pertama, bentuk internal yang terdiri dari Katekisasi dan khotbah; Kedua, bentuk kontemporer yang berupa tindakan reinterpreting, questioning, analyzing, rejecting, and resisting. Kedua bentuk ini saling melengkapi dalam perwujudannya. Kerygma, sebagai kurikulum proklamasi Harris mengatakan bahwa kerygma selalu berhubungan dengan dua hal, yaitu Apa yang kita beritakan dan Bagaimana caranya kita memberitakan. Bagi kita orang kristen pesan yang kita beritakan adalah tentang suatu proklamasi aka kehidupan, kematian, dan kebangkitan Yesus Kristus, Allah yang menyelamatkan. Harris membagi tiga bentuk kerygma, yaitu 1) Alkitab sebagai firman Allah. 2) Teologi sebagai bentuk kecerdasan yang bekerja untuk memberikan makna yang terkandung di dalam cerita-cerita alkitab dan mengaktualisasikannya dalam dunia nyata umat Tuhan hari ini. 3) Khotbah, yang mau tidak mau pasti didengarkan oleh jemaat atau khalayak ramai. Diakonia, kurikulum sebagai pelayanan. Harris membagi dua elemen besar, yaitu: 1) Restraining Elements, di mana seringkali ada pembatasan pada kurikulum ketika berbicara tentang diakonia. Kadang kala ditujukan hanya sebagai tugas kantor atau tugas khusus yang hanya pada pastor atau pelayanan pendidikan, pejabat tertentu. padahal pelayanan diakonia menjadi tanggung jawab setiap orang kristen dalam komunitasnya. 2) Liberating Elements, di mana Alkitab mengajarkan bahwa senantiasa mengasihi sesame manusia seperti diri kita.
Aturan Penyusunan Kurikulum menurut Maria Harris
1. Menemukan kebutuhan/minat 2. Menetapkan tujuan umum 3. Menentukan tujuan yang spesifik, pastikan tujuan tersebut jelas, spesifik, realistis, dan terukur. 4. Merancang program 5. Memastikan sumber daya 6. Menentukan prosedur evaluasi
5 081009 Peran Guru Pendidikan Agama Kristen Dalam Pembentukan Karakter Anak Didik Dalam Proses Pembelajaran - Nisma Simorangkir, M.PD .K (Saintech Vol .05 No .01 Maret2013)