Anda di halaman 1dari 36

BAB II PEMBAHASAN

PEMAHAMAN DAN DAYA ANALISIS TERHADAP KONSEP- KONSEP DASAR DAN


APLIKASI TEORI PERKEMBANGAN DARI FREUD

A. Sigmund Freud

Sigmund Freud yang dikenal dengan Teori Psikoanalisis dilahirkan di Morovia, pada tanggal
6 Mei 1856 dan meninggal di London pada tanggal 23 September 1939. Gerald Corey dalam
Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy menjelaskan bahwa Sigmund Freud
adalah anak sulung dari keluarga Viena yang terdiri dari tiga laki-laki dan lima orang wanita.
Dalam hidupnya ia ditempa oleh seorang ayah yang sangat otoriter dan dengan uang yang
sangat terbatas, sehingga keluarganya terpaksa hidup berdesakan di sebuah aparterment yang
sempit, namun demikian orang tuanya tetap berusaha untuk memberikan motivasi terhadap
kapasitas intelektual yang tampak jelas dimiliki oleh anak-anaknya.

Sebagian besar hidup Sigmund Freud diabdikan untuk memformulasikan dan


mengembangkan tentang teori psikoanalisisnya. Saat ia menglami problema emosional yang
sangat berat baginya adalah saat kreativitasnya muncul. Dengan mengeksplorasi makna
mimpi-mimpinya sendiri ia mendapat pemahaman tentang dinamika perkembangan
kepribadian seseorang.

Bagi Freud, tingkahlaku manusia digerakkan oleh dorongan-dorongan impulsif bawah sadar
yang ditransformasi sedemikian rupa menjadi berbagai wujud tingkahlaku, termasuk perilaku
artistik. Dorongan-dorongan itu bersumber pada id, bagian kepribadian yang dibawa sejak
lahir. Dari id bagian kepribadian lainnya, ego dan superego, terbentuk melengkapi struktur
kepribadian. Kepribadian manusia kemudian dipahami sebagai interaksi dinamis antara id,
ego dan superego dengan ego sebagai komando yang menjaga keseimbangan strukturnya.

Freud mengembangkan psikoanalisis sebagai kerangka teoritis dan metode untuk memahami
dunia-dalam jiwa manusia, memaparkanya hingga jadi sebuah teori psikologi umum yang
menjadi kerangka pikir untuk menjelaskan tingkah laku. Psikoanalisis Freud mengambil
pandangan biologisme dengan asumsi manusia sebagai makhluk yang digerakkan naluri-
naluri dasar. Naluri-naluri itu terkandung dalam id sebagai unsur asli psikis manusia. Freud
juga mengasumsikan bahwa dalam psikis manusia, ketidaksadaran (unconsciousness) lebih
berperan mempengaruhi tingkah laku dibandingkan kesadaran (consciousness). Id bertempat
dalam wilayah ketidaksadaran, oleh karenanya naluri-naluri dasar yang dikandungnya pun
bersifat tak sadar.

Awalnya Freud menggambarkan kepribadian manusia ibarat gunung es dengan bagian di atas
permukaan laut sebagai wilayah kesadaran dan bagian yang berada di bawah permukaan laut
sebagai wilayah ketidaksadaran. Di antara kedua wilayah itu terdapat wilayah prakesadaran.
Model topologis itu kemudian diubah menjadi model struktural. Freud menggambarkan
struktur kepribadian sebagai relasi dinamis antara unsur-unsurnya. Pada struktur itu,
kepribadian manusia terdiri dari tiga unsur yaitu id, ego dan superego.

Psikoanalisa dianggap sebagai salah satu gerakan revolusioner di bidang psikologi yang
dimulai dari satu metode penyembuhan penderita sakit mental, hingga menjelma menjadi
sebuah konsepsi baru tentang manusia. Hipotesis pokok psikoanalisa menyatakan bahwa
tingkah laku manusia sebahagian besar ditentukan oleh motif-motif tak sadar, sehingga Freud
dijuluki sebagai bapak penjelajah dan pembuat peta ketidaksadaran manusia.

Id, ego dan superego adalah tiga bagian dari aparatus psikis didefinisikan dalam model
struktur jiwa Sigmund Freud. Menurut model dari jiwa, id adalah himpunan tren insting tidak
terkoordinasi, ego adalah bagian, terorganisir realistis, dan superego memainkan peran kritis
dan moral. Menurut teori psikoanalisis Sigmund Freud, kepribadian terdiri dari tiga elemen.
Ketiga unsur kepribadian itu dikenal sebagai id, ego, dan superego yang bekerja sama untuk
menciptakan perilaku manusia yang kompleks.

B. Konsep Ig, Ego, dan Superego

1. Konsep Id atau Das Es (Aspek Biologis)

Freud menyatakan bahwa Id adalah lapisan psikis yang paling dasariah: yang di dalamnya
terdapat naluri-naluri bawaan (seksual dan agresif) dan keinginan-keinginan yang direpresi.

Id menjadi bahan dasar bagi pembentukan psikis lebih lanjut dan tidak terpengaruh oleh
kontrol pihak ego dan prinsip realitas. Koswara (1991:32) mengatakan bahwa Id adalah
sistem kepribadian yang paling dasar, sistem yang di dalamnya terdapat naluri-naluri bawaan.
Id adalah sistem yang bertindak sebagai penyedia atau penyalur energi yang dibutuhkan oleh
sistem-sistem tersebut untuk operasi-operasi atau kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan.

Id diatur oleh prinsip kenikmatan (pleasure principle) yang mendorongnya selalu ingin
mendapatkan kenikmatan. Id juga didorong oleh kecenderungan destruktif terhadap hal-hal
yang menghambat pencapaian kenikmatan dan penghindaran ketidaknyamanan, termasuk
merusak diri sendiri jika terlalu banyak hal menyakitkan dialami dalam kehidupan. Selain
bekerja secara tak sadar, id bersifat impulsif dan selalu ingin terpuaskan. Proses yang
berlangsung di dalamnya adalah refleks dan proses primer berupa berkhayal untuk memenuhi
kebutuhan. Setiap kali naluri merangsang tubuh, id secara refleks bereaksi dengan
membayangkan objek pemuas kebutuhan untuk meredakan dorongan naluriah itu. Proses
primer merupakan dasar bagi fantasi dan kreativitas yang nantinya berperan penting dalam
proses kreatif dan artistik.

Id didorong oleh prinsip kesenangan, yang berusaha untuk kepuasan segera dari semua
keinginan dan kebutuhan. Jika kebutuhan ini tidak puas langsung, hasilnya adalah kecemasan
atau ketegangan. Sebagai contoh, peningkatan rasa lapar atau haus harus menghasilkan upaya
segera untuk makan atau minum. id ini sangat penting awal dalam hidup, karena itu
memastikan bahwa kebutuhan bayi terpenuhi. Jika bayi lapar atau tidak nyaman, ia akan
menangis sampai tuntutan id terpenuhi.

Untuk mencapai kenikmatan yang kongkret dan mempertahankan eksistensi kepribadian


dalam kehidupan nyata, dibentuklah ego yang fungsinya sebagai operator bagi id dalam
menyalurkan dorongan-dorongan naluriah yang lebih realistis. Ego memegang fungsi rasional
dari kepribadian. Setelah ego, terbentuk lagi satu unsur struktur kepribadian, superego, yang
berfungsi sebagai hakim ‘moral’ bagi kepribadian. Superego berisi anjuran-anjuran (termasuk
perintah) dan larangan dari orang-orang yang signifan (orang tua) yang terinternalisasi dalam
diri individu. Superego dapat dikatakan memegang fungsi etis dari kepribadian.

Id memiliki perlengkapan berupa dua macam proses. Proses pertama adalah tindakan-
tindakan refleks, yakni suatu bentuk tingkah laku atau tindakan yang mekanisme kerjanya
otomatis dan segera. Serta adanya pada individu merupakan bawaan. Proses yang kedua
adalah proses primer, yakni suatu proses yang melibatkan sejumlah reaksi psikologis yang
rumit (Koswara, 1991: 33). Freud menambahkan bahwa pikiran autistic atau angan-angan
sangat diwarnai oleh pengaruh proses primer, gambaran-gambaran mentah yang bersifat
memenuhi hasrat ini merupakan satu-satunya kenyatan yang dikenal Id. Jadi, Id merupakan
sistem yang paling dasar yang dimiliki oleh manusia . jadi perlu diketahui bahwa Id tidak
membutuhkan perintah dari sistem yang lainnya karena Id akan bekerja secara otomatis.

Namun, segera memuaskan kebutuhan ini tidak selalu realistis atau bahkan mungkin. Jika
kita diperintah seluruhnya oleh prinsip kesenangan, kita mungkin menemukan diri kita
meraih hal-hal yang kita inginkan dari tangan orang lain untuk memuaskan keinginan kita
sendiri. Perilaku semacam ini akan baik mengganggu dan sosial tidak dapat diterima.
Menurut Freud, id mencoba untuk menyelesaikan ketegangan yang diciptakan oleh prinsip
kesenangan melalui proses utama, yang melibatkan pembentukan citra mental dari objek
yang diinginkan sebagai cara untuk memuaskan kebutuhan.

Bertitik tolak pada konsep diatas, maka contoh kepribadian yang saya lakukan dalam
hubungannya dengan teori Id ialah reflek berusaha untuk makan dan minum. Dimana ketika
terjadi rasa lapar implikasi yang terjadi pada dalam tubuh yaitu timbulnya rasa
lemas, sehingga dengan segera tubuh harus melakukan aktivitas makan dan minum yang
secara tidak sadar dilakukan untuk mengatasi efek lapar tersebut. Melalui tindakan tersebut,
secara otomatis tidak hanya rasa lapar tersebut dapat diredakan dan bahkan dapat dihilangkan
tetapi juga rasa lemas itu pun dapat dihilangkan.

Dorongan-dorongan dari Id dapat dipusatkan melalui proses primer yang dapat diperoleh
dengan tiga cara:

a. Perbuatan. Seorang bayi yang sedang timbul dorongan primitifnya, misalnya


menangis karena ingin menyusui ibunya. Bayi akan berhenti menangis ketika ia menemukan
putting susu ibunya dan mulai menyusu.

b. Fungsi kognitif, yaitu kemampuan individu untuk membayangkan atau mengingat


hal-hal yang memuaskan yang pernah dialami dan diperoleh. Dalam kasus ini individu akan
berhayal terhadap hal-hal yang nikmat atau menyenangkan.

c. Ekspresi dari afek atau emosi, yaitu dengan memperhatikan emosi tertentu akan
terjadi pengurangan terhadap dorongan-dorongan primitifnya

Namun, segera memuaskan kebutuhan ini tidak selalu realistis atau bahkan mungkin. Jika
kita diperintah seluruhnya oleh prinsip kesenangan, kita mungkin menemukan diri kita
meraih hal-hal yang kita inginkan dari tangan orang lain untuk memuaskan keinginan kita
sendiri. Perilaku semacam ini akan baik mengganggu dan sosial tidak dapat diterima.
Menurut Freud, id mencoba untuk menyelesaikan ketegangan yang diciptakan oleh prinsip
kesenangan melalui proses utama, yang melibatkan pembentukan citra mental dari objek
yang diinginkan sebagai cara untuk memuaskan kebutuhan.
2. Konsep Ego atau Das Ich (aspek rasional)

Ego adalah komponen kepribadian yang bertanggung jawab untuk menangani dengan
realitas. Menurut Freud, ego berkembang dari id dan memastikan bahwa dorongan dari id
dapat dinyatakan dalam cara yang dapat diterima di dunia nyata. ego adalah struktur
kepribadian yang berurusan dengan tuntutan realita,berisi penalaran dan pemahaman yang
tepat. Fungsi ego baik di pikiran sadar, prasadar, dan tidak sadar. Ego bekerja berdasarkan
prinsip realitas, yang berusaha untuk memuaskan keinginan id dengan cara-cara yang realistis
dan sosial yang sesuai. Prinsip realitas beratnya biaya dan manfaat dari suatu tindakan
sebelum memutuskan untuk bertindak atas atau meninggalkan impuls. Dalam banyak kasus,
impuls id itu dapat dipenuhi melalui proses menunda kepuasan, ego pada akhirnya akan
memungkinkan perilaku, tetapi hanya dalam waktu yang tepat dan tempat.

Ego juga pelepasan ketegangan yang diciptakan oleh impuls yang tidak terpenuhi melalui
proses sekunder, di mana ego mencoba untuk menemukan objek di dunia nyata yang cocok
dengan gambaran mental yang diciptakan oleh proses primer id’s. Menurut Freud, ego
terbentuk dengan diferensiasi dari Id karena kontaknya dengan dunia luar. Aktifitasnya
bersifat sadar, prasadar, maupun tak sadar. Ego seluruhnya dikuasai oleh prinsip realitas,
tugas ego adalah untuk mempertahankan kepribadiannya sendiri dan untuk memecahkan
konflik-konflik dengan realitas dan konflik-konflik antara keinginan-keinginan yang tidak
cocok satu sama lain, juga mengontrol apa yang mau masuk kesadaran yang akan dikerjakan.
Masih menurut Freud (dalam Koswara, 1991:34), ego terbentuk pada struktur kepribadian
individu sebagai hasil kontak dengan dunia luar.

Menurut Koswara (1991:33-34), ego adalah sistem kepribadian yang bertindak sebagai
pengarah individu kepada dunia objek dari kenyatan, dan menjalankan fungsinya berdasarkan
prinsip kenyataan. Jadi dalam hal ini, ego merupakan alat pengarah menuju dunia objek dan
menjalankan prinsipnya berdasarkan kenyataan dan merupakan hasil persinggungan dengan
dunia luar atau realitas kehidupan.

contoh kepribadian dalam konseps ego misalnya memutuskan pembelian yang paling efektif
ketika rasa lapar terjadi. Yang mana ketika rasa lapar terjadi, pada tahap sebelumnya tentunya
telah dilakukan proses berpikir untuk melakukan tindakan yang tepat dalam komunikasi
dengan pihak yang dianggap paling tepat baik melalui komunikasi langsung maupun
komunikasi tidak langsung. Melalui komunikasi ini tentunya, diharapkan akan memperoleh
informasi yang tentunya dapat memberikan keyakinan saya untuk melakukan proses aktivitas
selanjutnya. Misalnya bila dinilai lebih baik melakukan akativitas pembelian karena dirasa
lebih efisien, maka dilakukanlah aktivitas pembelian itu, sebagai respon untuk
menanggulangi rasa lapar tersebut. Sehingga rasa lega akan tumbuh sebagai implikasi dari
kebutuhan yang telah dipenuhi.

Menurut Freud, Ego berusaha menahan tindakan sampai dia memiliki kesempatan untuk
memahami realitas secara akurat, memahami apa yang sudah terjadi didalam situasi yang
berupa dimasa lalu,dan membuat rencana yang realistik dimasa depan. Tujuan ego adalah
menemukan cara yang realistis dalam rangka memuaskan Id.

Ego mempunyai beberapa fungsi di antaranya: a) menahan menyalurkan dorongan, b)


mengatur desakan dorongan-dorongan yang sampai pada kesdaran, c) mengarahkan suatu
perbuatan agar mencapai tujuan yang diterima, d) berfikir logis, e) menggunakan pengalaman
emosi-emosi kecewa sebagai tanda adanya suatu yang salah, yang tidak benar agar kelak
dapat dikategorikan dengan hal lain untuk memusatkan apa yang akan dilakukan sebaik-
baiknya.

Pembentukan ego dan superego menyisakan berbagai kecemasan dan ketakutan yang
merupakan cikal-bakal dari konflik intrapsikis yang jadi daya gerak kepribadian. Dari sinilah
petualangan psikis manusia yang kompleks bermula dan beragam tingkahlaku yang rumit
kemudian ditampilkan, termasuk perilaku artistik yang merupakan unsur utama proses

penciptaan seni. Id terus-menerus mendorong manusia untuk memperoleh kenikmatan dan


menghindari kesakitan. Refleks dan proses primer terus terjadi. Setiap kali naluri
merangsang, id menggebu-gebu menuntut pemenuhan segera. Namun, tidak setiap dorongan
naluriah bisa disalurkan karena ada hambatan atau keterbatasan diri untuk memenuhinya. Id
tidak realistik sehingga mengabaikan kenyataan yang ada. Tuntutannya banyak yang tak bisa
terlaksana sebab tak masuk akal atau tak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di
masyarakat.
Ego mengenali ketak-masuk-akalan dan ketakpantasan itu melalui uji realitas dan
pertimbangan-pertimbangan rasional normatif. Ego mengenali bahaya, ketaknyamanan,
kemungkinan hukuman dari lingkungan, dan rasa malu yang mengancam diri jika tuntutan id
dituruti begitu saja. Di sisi lain, ego juga memahami, tuntutan id adalah kebutuhan yang jika
tak dipenuhi mengancam keberadaan diri sebagai makhluk biologis. Kondisi dilematis ini
perlu diselesaikan dengan mekanisme-mekanisme khusus. Dari sisi lain, superego yang
bekerja dengan prinsip kesempurnaan menuntut ego untuk selalu berbuat sesuai dengan nilai
dan norma yang berlaku, menentang impulsivitas dan keprimitifan id.

Ego sebagai pengendali berusaha menyelaraskan tuntutan dari id, superego dan lingkungan.
Untuk itu, dikembangkanlah mekanisme pertahanan (defense mechanism) ego yang pada
intinya adalah proses-proses yang dijalani ego untuk mempertahankan keberlangsungan
kepribadian dengan cara menyeimbangkan berbagai tuntutan yang diajukan kepadanya.
Berbeda dengan proses ego lainnya, mekanisme pertahanan ini berciri menyangkal,
memalsukan dan mendistorsi realitas. Sifat terpenting dari mekanisme ini adalah berkerjanya
secara tak sadar. Berbagai tingkahlaku dihasilkan dari mekanisme pertahanan ego. Penciptaan
karya seni adalah salah satu wujudnya yang dominan dalam peradaban manusia.

3. Konsep Superego atau Das Ueber Ich (aspek sosial atau moral)

Komponen terakhir untuk mengembangkan kepribadian adalah superego. superego adalah


aspek kepribadian yang menampung semua standar internalisasi moral dan cita-cita yang kita
peroleh dari kedua orang tua dan masyarakat, kami rasa benar dan salah. Superego
memberikan pedoman untuk membuat penilaian. Menurut Freud, superego dibentuk dengan
melalui proses internalisasi dari nilai-nilai atau aturan-aturan oleh individu dari sejumlah
figure yang berperan, berpengaruh atau berarti bagi individu tersebut seperti orang tua dan
guru. Menurut Koswara (1991:34-35) fungsi utama superego adalah sebagai pengendali
dorongan-dorongan atau impuls-impuls naluri Id agar impuls-impuls tersebut disalurkan
dalam cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat; menagrahkan ego pada tujuan-
tujuan yang sesuai dengan moral ketimbang dengan kenyataan dan mendorong individu
kepada kesempurnaan.

Yang ideal ego mencakup aturan dan standar untuk perilaku yang baik. Perilaku ini termasuk
orang yang disetujui oleh figur otoritas orang tua dan lainnya. Mematuhi aturan- aturan ini
menyebabkan perasaan kebanggaan, nilai dan prestasi. Hati nurani mencakup informasi
tentang hal-hal yang dianggap buruk oleh orang tua dan masyarakat. Perilaku ini sering
dilarang dan menyebabkan buruk, konsekuensi atau hukuman perasaan bersalah dan
penyesalan. Superego bertindak untuk menyempurnakan dan membudayakan perilaku kita. Ia
bekerja untuk menekan semua yang tidak dapat diterima mendesak dari id dan perjuangan
untuk membuat tindakan ego atas standar idealis lebih karena pada prinsip-prinsip realistis.
Superego hadir dalam sadar, prasadar dan tidak sadar.

Dengan kekuatan bersaing begitu banyak, mudah untuk melihat bagaimana konflik mungkin
timbul antara ego, id dan superego. Freud menggunakan kekuatan ego istilah untuk merujuk
kepada kemampuan ego berfungsi meskipun kekuatan-kekuatan duel. Seseorang dengan
kekuatan ego yang baik dapat secara efektif mengelola tekanan ini, sedangkan mereka
dengan kekuatan ego terlalu banyak atau terlalu sedikit dapat menjadi terlalu keras hati atau
terlalu mengganggu.

Bertitik tolak pada konsep diatas, maka contoh kepribadian yang saya alami dalam
hubungannya dalam konsepsi superego adalah lahirnya sebuah keyakinan karena aktivitas
yang dilakukan sudah dirasa etis dan benar dan dapat diterima oleh maysarakat
dalam permasalahan ketika terjadi rasa lapar disuatu tempat dan memilih aktivitas pembelian
sebagai alternatif yang terbaik
C. Persepsi tentang Sifat Manusia

Menurut Sigmund Freud, perilaku manusia itu ditentukan oleh kekuatan irrasional yang tidak
disadari dari dorongan biologis dan dorongan naluri psikoseksual tertentu pada masa enam
tahun pertama dalam kehidupannya. Pandangan ini menunjukkan bahwa aliran teori Freud
tentang sifat manusia pada dasarnya adalah deterministik. Namun demikian menurut Gerald
Corey yang mengutip perkataan Kovel, bahwa dengan tertumpu pada dialektika antara sadar
dan tidak sadar, determinisme yang telah dinyatakan pada aliran Freud luluh. Lebih jauh
Kovel menyatakan bahwa jalan pikiran itu adalah ditentukan, tetapi tidak linier. Ajaran
psikoanalisis menyatakan bahwa perilaku seseorang itu lebih rumit dari pada apa yang
dibayangkan pada orang tersebut.

Di sini, Freud memberikan indikasi bahwa tantangan terbesar yang dihadapi manusia adalah
bagaimana mengendalikan dorongan agresif itu. Bagi Sigmund Freud, rasa resah dan cemas
seseorang itu ada hubungannya dengan kenyataan bahwa mereka tahu umat manusia itu akan
punah. Sigmund Freud, seorang Jerman keturunan Yahudi yang lahir 6 Mei 1856 di Freiberg
(Austria) ini telah membangkitkan semangat manusia untuk berpikir mengenai psikologi.
Freud, adalah mahasiswa yang jago di kampusnya. Meraih gelar sarjana dari Universitas
Wina pada tahun 1881. Selain itu, Freud juga menguasai 8 bahasa!! Bayangkan, dan dalam
umur 30 tahun, telah berhasil menaklukkan sekolah kedokteran. Teorinya dalam ilmu
psikodinamika yang membuatku tertarik adalah mengenai id, ego dan superego.

id, bagian jiwa paling liar, berpotensi jahat. Ada yang menafsirkan id sebagai nafsu manusia
yang mementingkan kebutuhan perut ke bawah. Di sisi lain, id, tidak mempertimbangkan
akibat dari pemenuhan hasratnya. Intinya, id adalah bagian jahat dari manusia yang beresiko
merugikan orang lain dan diri sendiri. Id sebenarnya adalah yang menguasai manusia pada
umur 0-2 tahun.

Ego, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan id. Ego juga ditafsirkan sebagai nafsu untuk
memanuhi nafsu. Hanya saja telah ada kontrol dari manusia itu sendiri. Sudah ada
pertimbangan, dan telah memikirkan akibat dari yang telah dilakukannya. Tepatnya, ego
adalah pengontrol id. Contoh nyata dari ego adalah peraturan. Semua rule yang dibuat adalah
untuk mencegah manusia menjadi liar dan tak terkontrol. Freud menyatakan bahwa ego
banyak mendominasi manusia pada umur 2-3 thn.

Superego, atau yang lebih sering di sebut dengan hati nurani. Pembentukan dan
perkembangan superego sangat ditentukan oleh pengarahan atau bimbingan lingkungan sejak
usia dini. Bila seseorang di asuh dalam lingkungan yang serba cuek dan mau menang sendiri,

bisa dipastikan, superego atau nuraninya tumpul. sedangkan superego ada dan muncul pada
diri manusia pada umur 3 tahun ke atas. Tapi jangan salah, walaupun telah dikelompokkan ke
dalam tahun-tahun munculnya, id, ego dan superego mutlak ada pada diri manusia. Mereka
memang muncul pada umur sekian dan sekian, tapi bukan berarti tidak akan pernah muncul
lagi. Ketiga bagian jiwa ini akan terus menghiasi keseharian manusia. Tergantung bagaimana
mereka memanajemen bagian jiwa tersebut. Manusia dewasa yang IDnya lebih dominan akan
menjadi cikal bakal psiko(pat), tidak berperi kemanusiaan seperti Hitler, dan mereka adalah
tikus-tikus kotor yang mencuru uang-uang rakyat. Yang mereka adalah orang-orang kejam.
Tapi perlu kita ketahui, betapapun kejamnya, mereka tak lebih dari anak kecil yang berumur
tak sampai 3 tahun.

Sedangkan bila IDnya telah dikuasai ego, ia akan menjadi orang yang mulai memikirkan.
Benar atau salah, Tapi pemikiran seringkali tumpul dan sangan tergantung dengan suasana di
sekitarnya. Itulah lemahnya id. Sangat beruntung bila seseorang bisa mengoptimalkan fungsi
superegonya. Dia memikirkan dan dia merasakan. Dia mempertimbangkan dan lebih berpikir
objektif dalam menghadapi masalah. Dengan superego manusia belajar memengerti dan
menindak lanjuti dengan kepala dingin. Berusaha seoptimal mungkin untuk tidak merugikan
siapapun, karena ia tahu betapa sakit dan sedihnya bila dirugikan, apalagi dirugikan secara
moral, sosial dan psikologi. Dan mempelajari psikologi adalah hal yang paling
menyenangkan, dalam tanda kutip, bila kau berniat mempelajarinya.

D. Struktur Kepribadian
1. Konsep Mengenai Conscious dan Unconscious

Dalam teori psikoanalisa dinyatakan bahwa hampir sebagian besar perilaku dipengaruhi oleh
kekuatan dari unconscious dan energi fisik yang kita miliki juga banyak digunakan untuk
menemukan ekspresi yang sesuai dalamunconscious. Sigmund Freud membagi kepribadian
ke dalam tiga tingkatan kesadaran.

a. Alam sadar (conscious). Kita sadar akan segala sesuatu yang ada di sekitar kita, yang
dapat kita lihat dan rasakan. Mencakup semua sensasi dan pengalaman yang kita sadari.
Freud menganggap alam sadar itu aspek yang terbatas karena hanya porsi kecil dari pikiran,
sensasi, dan ingatan yang siaga di alam sadar. Ia menghubungkan pikiran dengan sebuah
gunung es dimana alam sadar berada di ujung es yang terapung.

b. Alam pra-sadar (preconscious). Bagian dimana kita dapat menjadi sadar jika kita
menghadirkannya. Waktu yang diperlukan untuk membawa informasi ke tahap conscious
inilah yang disebut sebagai preconscious. Merupakan gudang dari memori, persepsi, dan
pikiran kita dimana kita tidak secara sadar, siaga setiap waktu tetapi kita dapat dengan mudah
memanggilnya ke alam kesadaran.

c. Alam bawah sadar (unconscious). Proses mental yang terjadi tanpa adanya conscious
atau mungkin terjadi dengan adanya pengaruh yang khusus. Merupakan fokus dari teori
psikoanalisa. Bagian yang besar di dasar gunung es yang tidak kelihatan yang merupakan
rumah dari instink, pengharapan, dan hasrat yang mengarahkan perilaku kita dan tempat
penyimpanan kekuatan yang tidak dapat kita lihat dan kita kendalikan.

Teori psikoanalisa lebih terfokus pada unconscious dikarenakan keinginan- keinginan yang
bersifat merangsang. Gagasan dalam psikoanalisa menyatakan bahwa kita memiliki tujuan
untuk melindungi diri dari keinginan-keinginan yang diasosiasikan dengan pikiran dan
kesenangan, dan kita mencapai tujuan ini dengan menjaga gagasan tersebut di luar kesadaran,
menyimpannya jauh di dalam unconcious. Unconcious bersifat alogical (tidak masuk akal),
mengabaikan ruang dan waktu.

2. The Motivated Conscious

Teori yang menyatakan bahwa sebagian perilaku kita ditentukan oleh pengaruh conscious.
Jika keinginan-keinginan yang kita miliki tidak tersalurkan, maka akan timbul
ketidaknyamanan dan rasa sedih. Dan untuk menghindari itu semua, kita membuang pikiran-
pikiran tersebut dari ketidaksadaran. Beberapa pikiran yang dapat menyebabkan kesedihan
akan dibuang dari consciousness seperti kenangan traumatik, perasaan cemburu, permusuhan
atau keinginan untuk melakukan hubungan seksual dengan orang yang ditakuti, dan
keinginan untuk menyakiti seseorang yang dicintai.

Bukti apa yang mendukung bahwa bagian unconcious ada dalam bagian pikiran? Dimulai
dari simulasi dari observasi yang dilakukan Freud, ia menyadari betapa pentingnya

unconcious setelah mengobservasi fenomena hipnotis. Dalam metode hipnotis, mereka


menampilkan perilaku bahwa perintah tanpa diketahui oleh concious. Karena itu, Freud
melanjutkan penelitian terapinya. Ia menemukan bahwa memori dan harapan-harapan terjadi
bukan hanya karena merupakan bagian dari conciouness tetapi dilupakan dengan sengaja
pada unconcious kita.

Segala tingkah laku kita, menurut Freud bersumber pada dorongan-dorongan yang terletak
jauh di dalam ketidaksadaran. Karena itu, Psikologi Freud disebut juga Psikologi Dalam
(Depth Psychology). Selain itu, teori Freud disebut juga sebagia Teori Psikodinamik
(Dynamic Psychology), karena ia menekankan kepada dinamika atau gerak mendorong dari
dorongan-dorongan dalam ketidaksadaran itu ke kesadaran. Perbedaan psikodinamika dari
Freud dan Lewin adalah bahwa Freud lebih mementingkan gerakan dorongan-dorongan
dalam diri, sedangkan Lewin lebih mementingkan gerakan kekuatan-kekuatan di luar diri
(objek-objek di lingkungan) yang saling tarik-menarik karena masing-masing mempunyai
nilai positif atau negatif terhadap individu, sekalipun sebenarnya Lewin mengakui pula
adanya dinamika dalam diri individu yang disebabkan kekuatan-kekuatan dari unsur-unsur
yang ada dalam diri individu tersebut (misalnya motivasi).
Dalam teori psikoanalitik, struktur kepribadian manusia itu terdiri dari id, ego dan superego.
Id adalah komponen kepribadian yang berisi impuls agresif dan libinal, dimana sistem
kerjanya dengan prinsip kesenangan “pleasure principle”. Ego adalah bagian kepribadian
yang bertugas sebagai pelaksana, dimana sistem kerjanya pada dunia luar untuk menilai
realita dan berhubungan dengan dunia dalam untuk mengatur dorongan-dorongan id agar
tidak melanggar nilai-nilai superego. Superego adalah bagian moral dari kepribadian
manusia, karena ia merupakan filter dari sensor baik-buruk, salah-benar, boleh-tidak sesuatu
yang dilakukan oleh dorongan ego.

Gerald Corey menyatakan dalam perspektif aliran Freud ortodoks, manusia dilihat sebagai
sistem energi, dimana dinamika kepribadian itu terdiri dari cara-cara untuk mendistribusikan
energi psikis kepada id, ego dan superego, tetapi energi tersebut terbatas, maka satu di antara
tiga sistem itu memegang kontrol atas energi yang ada, dengan mengorbankan dua sistem
lainnya, jadi kepribadian manusia itu sangat ditentukan oleh energi psikis yang
menggerakkan.

Menurut Calvil S. Hall dan Lindzey, dalam psikodinamika masing-masing bagian dari
kepribadian total mempunyai fungsi, sifat, komponen, prinsip kerja dinamika dan mekanisme
tersendiri, namun semuanya berinteraksi begitu erat satu sama lainnya, sehingga tidak
mungkin dipisahkan. Id bagian tertua dari aparatur mental dan merupakan komponen
terpenting sepanjang hidup. Id dan instink-instink lainnya mencerminkan tujuan sejati
kehidupan organisme individual. Jadi id merupakan pihak dominan dalam kemitraan struktur
kepribadian manusia.

Menurut S. Hall dan Lindzey, dalam Sumadi Suryabarata, cara kerja masing-masing struktur
dalam pembentukan kepribadian adalah:

1) apabila rasa id-nya menguasai sebahagian besar energi psikis itu, maka pribadinya
akan bertindak primitif, implusif dan agresif dan ia akan mengubar impuls-impuls
primitifnya,
2) apabila rasa ego-nya menguasai sebagian besar energi psikis itu, maka pribadinya
bertindak dengan cara-cara yang realistik, logis, dan rasional, dan

3) apabila rasa superego-nya menguasai sebagian besar energi psikis itu, maka
pribadinya akan bertindak pada hal-hal yang bersifat moralitas, mengejar hal-hal yang
sempurna yang kadang-kadang irrasional.

Jadi untuk lebih jelasnya sistem kerja ketiga struktur kepribadian manusia tersebut adalah:
Pertama, Id merupakan sistem kepribadian yang orisinil, dimana ketika manusia itu
dilahirkan ia hanya memiliki Id saja, karena ia merupakan sumber utama dari energi psikis
dan tempat timbulnya instink. Id tidak memiliki organisasi, buta, dan banyak tuntutan dengan
selalu memaksakan kehendaknya. Seperti yang ditegaskan oleh Supratika, bahwa aktivitas Id
dikendalikan oleh prinsip kenikmatan dan proses primer. Kedua, Ego mengadakan kontak
dengan dunia realitas yang ada di luar dirinya.

Di sini ego berperan sebagai eksekutif yang memerintah, mengatur dan mengendalikan
kepribadian, sehingga prosesnya persis seperti polisi lalulintas yang selalu mengontrol
jalannya id, superego dan dunia luar. Ia bertindak sebagai penengah antara instink dengan
dunia di sekelilingnya. Ego ini muncul disebabkan oleh kebutuhan-kebutuhan dari suatu
organisme, seperti manusia lapar butuh makan. Jadi lapar adalah kerja Id dan yang
memutuskan untuk mencari dan mendapatkan serta melaksanakan itu adalah kerja ego.
Sedangkan yang ketiga, superego adalah yang memegang keadilan atau sebagai filter dari
kedua sistem kepribadian, sehingga tahu benar-salah, baik-buruk, boleh-tidak dan

sebagainya. Di sini superego bertindak sebagai sesuatu yang ideal, yang sesuai dengan
norma-norma moral masyarakat.
E. Perkembangan Kepribadian

Perkembangan manusia dalam psikoanalitik merupakan suatu gambaran yang sangat teliti
dari proses perkembangan psikososial dan psikoseksual, mulai dari lahir sampai dewasa.
Dalam teori Freud setiap manusia harus melewati serangkaian tahap perkembangan dalam
proses menjadi dewasa. Tahap-tahap ini sangat penting bagi pembentukan sifat-sifat
kepribadian yang bersifat menetap. Freud percaya bahwa seluruh tingkah laku adalah sikap
untuk bertahan (mempertahankan diri). Tapi tidak semua orang menggunakan pertahanan diri
yang sama. Kita digerakkan oleh impuls id yang sama, tetapi tidak semua manusia memiliki
kecenderungan ego dan superego yang sama. Meskipun hal-hal tersebut memiliki fungsi yang
sama, tetapi terdapat banyak macam manusia, karena mereka dibentuk oleh pengalaman
pikiran dan tidak pernah ada dua orang yang sama persis dalam pengalamannya meskipun
mereka dibesarkan dalam satu rumah.

Karakter unik seseorang berkembang saat masa kanak-kanak, sebagian besar dari interaksi
orang tua dan anak-anak. Anak-anak mencoba untuk memaksimalkan kesenangan dengan
memuaskan kehendak id, sedangkan orang tua mencoba untuk meningkatkan kehendak
reality dan morality. Jadi, penting bagi Freud untuk mengingat pengalaman masa kanak-
kanak bahwa kepribadian orang dewasa terbentuk dan diperoleh sejak lima tahun pertama
kehidupan.

Freud membuat teori psychosexual stages of development. Dalam setiap tahap


perkembangan, suatu konflik harus diselesaikan sebelum bayi atau anak-anak menuju tahap
selanjutnya. Terkadang, seseorang tidak bisa berpindah ke tahap selanjutnya karena konflik
yang terjadi belum terselesaikan atau karena kebutuhan-kebutuhannya telah terlalu banyak
dipuaskan oleh orang tua yang memanjakannya sehingga anak tersebut tidak mau
maju. Dengan kata lain, individu tersebut dikatakan mengalami fixation dalam tahap
perkembangannya. Fixation merupakan bagian dari libido atau psychic energy yang

tertinggal dalam tahap perkembangan, meninggalkan energi yang sedikit untuk tahap-tahap
berikutnya.
1. Fase Oral lahir - 1 ½ th

Fase oral merupakan tahap pertama dari perkembangan psikoseksual. Dalam tahap ini,
sumber kenikmatan adalah rangsangan yang sampai pada bibir dan mulut. Mulut digunakan
untuk bertahan hidup (untuk proses pencernaan makanan dan minuman), tetapi Freud
menempatkan perhatian yang lebih besar pada kepuasan nafsu yang didapat dari aktifitas
oral.

Ada dua tipe perilaku dalam tahap ini, yaitu oral incorporative behavior
(memasukkan segala sesuatu ke dalam mulut) dan oral aggressive atau oral sadistic behavior
(menggigit dan meludah). Tipe oral incorporative muncul pertama kali dan melibatkan
stimulus yang menyenangkan pada mulut dari orang lain atau dari makanan. Fase oral yang
kedua, yaitu oral aggressive atau oral sadistic, terjadi ketika gigi mengalami kesakitan karena
munculnya gigi baru. Sebagai hasil dari kejadian ini, bayi memiliki perasaan benci sekaligus
cinta terhadap ibunya. Orang yang terfiksasi dalam tahap ini cenderung pesimis, bermusuhan,
dan bersikap agresif. Mereka cenderung suka menentang dan sarkastik, mengucap kata-kata
yang menggigit dan memperlihatkan kekejaman terhadap orang lain. Mereka cenderung
dengki terhadap yang lain dan mencoba untuk mengeksploitasi dan memanipulasi mereka
dalam usaha untuk mendominasi.

2. Fase Anal 1 ½ - 3 th

Masyarakat cenderung untuk menunda kebutuhan-kebutuhan bayi selama satu tahun pertama
kehidupan, menyesuaikan permintaan mereka dan mengharapkan secara relatif sedikit
penyesuaian sebagai imbalan. Situasi ini berubah setelah sekitar 18 bulan, ketika permintaan
yang baru (toilet training) muncul pada anak. Freud percaya bahwa pengalaman toilet
training selama fase anal memiliki efek yang besar terhadap perkembangan kepribadian.
Defekasi menghasilkan kenikmatan untuk anak, tetapi dengan munculnya toilet training, anak
harus menunda kesenangan ini. Untuk pertama kalinya, kesenangan terhadap impuls naluriah
diganggu oleh usaha orang tua untuk mengatur waktu dan tempat defekasi.
Jika toilet training ini tidak berjalan lancar, yaitu anak memiliki kesulitan dalam belajar atau
orang tua meminta terlalu banyak, anak akan bereaksi dalam satu atau dua cara. Cara yang
pertama yaitu membuang air besar ketika dan di mana orang tua tidak setuju, dalam arti
menentang usaha orang tua untuk mengatur. Jika anak menemukan teknik ini memuaskan
untuk mengurangi frustasi dan sering menggunakannya, anak tersebut mungkin akan
mengembangkananal aggressive personality. Bagi Freud, ini adalah dasar untuk berbagai
bentuk perilaku sadistik dan permusuhan dalam kehidupan dewasa, meliputi kekejaman,
menghancurkan, dan temper tantrum. Cara kedua dari reaksi anak terhadap rasa frustasi dari
toilet training adalah untuk menahan feses. Ini menghasilkan perasaan menyenangkan dan
bisa menjadi teknik yang berhasil untuk memanipulasi orang tua. Orang tua akan menjadi
cemas jika anak tidak buang air besar selama beberapa hari, sehingga anak menemukan
metode baru untuk mengamankan perhatian dari orang tua. Perilaku ini merupakan dasar
untuk perkembangan anal retentive personality. Orang ini cenderung menjadi kaku, rapi
secara kompulsif, keras kepala dan berhati-hati.

3. Fase Phallic 3-5 th

Pada tahap ini, anak memperlihatkan ketertarikannya untuk mengeksplorasi dan bermain
dengan alat genitalnya. Kesenangan yang diperoleh melalui alat genital tidak hanya melalui
perilaku seperti masturbasi tetapi juga melalui khayalan, anak-anak menjadi ingin tahu
tentang kelahiran dan mengenai kenapa anak laki-laki mempunyai penis sedangkan anak
perempuan tidak.

Konflik dasar dari tahap phallic berpusat pada hasrat yang tidak disadari kepada orang tua
yang berlainan jenisnya. Bersamaan dengan ini, terdapat keinginan untuk menggantikan
orang tua sesama jenisnya. Freud mengidentifikasi konflik tersebut dan mengemukakan
konsepnya tentang:

Oedipus complex yaitu hasrat yang tidak disadari oleh seorang anak laki-laki terhadap
ibunya, dan berkeinginan untuk menggantikan dan menyingkirkan ayahnya. Dengan hasrat
untuk menyingkirkan ayahnya karena ketekutannya bahwa ayahnya akan membalas dendam
dan menyakitinya. Dia mengintepretasikan ketakutannya bahwa ayahnya akan

memotong alat genitalnya yang merupakan sumber kesenangan dan keinginan seksualnya
disebut Freud sebagai castration anxiety.
Electra complex yaitu hasrat yang tidak disadari oleh seorang anak perempuan terhadap
ayahnya, dan berkeinginan untuk menggantikan ibunya. Disini anak perempuan menemukan
bahwa mereka tidak mempunyai penis seperti anak laki-kaki dan mereka menyalahkan
ibunya dikenal dengan istilah penis envy yaitu perasaan cemburu terhadap anak laki-laki
yang mempunyai penis disertai perasaan kehilangan karena anak perempuan tidak memiliki
penis.

Freud mengemukakan kepribadian anak laki-laki pada masa phallic adalah tidak tahu malu,
sia-sia, dan keyakinan diri. Sedangkan kepribadian anak perempuan pada masa phallic adalah
melebih-lebihkan feminitas dan bakatnya untuk mengemudikan dan menaklukan orang lain.

4. Fase Laten 5-12 th

Penyimpangan dan stress dari tahap oral, anal, dan phallic dari perkembangan psikoseksual
merupakan gabungan dari kepribadian orang dewasa yang terbentuk.pada tahap ini seorang
anak akan dilatih mengembangkan kecakapan sosialnya. Tiga struktur major dari kepribadian
yaitu Id, Ego, dan Superego telah dibentuk pada umur kira- kira 5 tahun dan hubungan antara
mereka telah dipadatkan. Beruntungnya anak-anak dan para orang tua dapat beristirahat
sejenak karena 5 atau sampai 6 tahun ke depan adalah merupakan masa tenang. Tahap laten
bukanlah tahap psikoseksual dari perkembangan. Insting seks menjadi dorman, dan
digantikan dengan aktivitas sekolah, hobi, dan olahraga serta mengembangkan hubungan
pertemanan dengan anggota yang berjenis kelamin sama. Freud telah dikritik tentang
kekurang tertarikannya terhadap periode laten. Sementara teori kepribadian lain menganggap
pada tahun-tahun periode ini menghadirkan problem yang signifikan dan tantangan yang
melibatkan teman sebaya dan adaptasi terhadap dunia luar.

.
5. Fase Genital 12 - keatas

Fase genital merupakan tahap akhir dari tahapan perkembangan psikoseksual, dimulai sejak
masa pubertas, badan secara fisiologis tumbuh dengan matang, jika tidak berarti ada
penyimpangan yang berarti pada tahap awal perkembangan. Konflik yang terjadi pada
periode ini lebih jarang dibandingkan dengan tahap lain. Sanksi sosial ada untuk mengontrol
ekspresi seksual yang harus ditaati oleh para remaja, tetapi konflik dorongan seksual dapat
ditekan para remaja setidaknya melalui substitusi ke perilaku yang dapat diterima oleh
masyarakat dan selanjutnya berhubungan dan berkomitmen dengan orang yang berlawanan
jenis. Tahap genital ini mencari kepuasan melalui cinta dan pekerjaan, ini menjadi perilaku
yang dapat diterima oleh impuls-impuls id.

Freud menekankan pada pentingnya masa kanak-kanak awal di dalam menentukan


kepribadiannya setelah dewasa. Menurut Freud, 5 tahun pertama kehidupan merupakan saat
yang penting. Teori kepribadiannya kurang memperhatikan masa perkembangan kanak-kanak
akhir, remaja, ataupun dewasa. Menurut Freud, apa yang terjadi ketika kita dewasa, cara kita
berperilaku dan merasakan ditentukan oleh konflik yang terjadi pada kita yang harus kita
hadapi jauh sebelum kita dewasa

F. Aplikasi Teori Sigmund Freud Dalam Bimbingan Perkembangan

Apabila menyimak konsep kunci dari teori kepribadian Sigmund Freud, maka ada beberapa
teorinya yang dapat aplikasikan dalam bimbingan, yaitu: Pertama, konsep kunci bahwa
manusia adalah makhluk yang memiliki kebutuhan dan keinginan. Konsep ini dapat
dikembangkan dalam proses bimbingan, dengan melihat hakikatnya manusia itu memiliki
kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan dasar. Dengan demikian konselor dalam
memberikan bimbingan harus selalu berpedoman kepada apa yang dibutuhkan dan yang
diinginkan oleh konseli, sehingga bimbingan yang dilakukan benar-benar efektif. Hal ini
sesuai dengan fungsi bimbingan itu sendiri. Mortensen (dalam Yusuf Gunawan) membagi
fungsi bimbingan kepada tiga yaitu: 1) memahami individu (understanding-individu), 2)
preventif dan pengembangan individual, dan 3) membantu individu untuk
menyempurnakannya.

1. Memahami Individu

Seorang guru dan pembimbing dapat memberikan bantuan yang efektif jika mereka dapat
memahami dan mengerti persoalan, sifat, kebutuhan, minat, dan kemampuan anak didiknya.
Karena itu bimbingan yang efektif menuntut secara mutlak pemahaman diri anak secara
keseluruhan. Karena tujuan bimbingan dan pendidikan dapat dicapai jika programnya
didasarkan atas pemahaman diri anak didiknya. Sebaliknya bimbingan tidak dapat berfungsi
efektif jika konselor kurang pengetahuan dan pengertian mengenai motif dan tingkah laku
konseling, sehingga usaha preventif dan treatment tidak dapat berhasil baik.

2. Preventif dan pengembangan individual

Preventif dan pengembangan merupakan dua sisi dari satu mata uang. Preventif berusaha
mencegah kemorosotan perkembangan anak dan minimal dapat memelihara apa yang telah
dicapai dalam perkembangan anak melalui pemberian pengaruh-pengaruh yang positif,
memberikan bantuan untuk mengembangkan sikap dan pola perilaku yang dapat membantu
setiap individu untuk mengembangkan dirinya secara optimal.

.
3. Membantu individu untuk menyempurnakan

Setiap manusia pada saat tertentu membutuhkan pertolongan dalam menghadapi situasi
lingkungannya. Pertolongan setiap individu tidak sama. Perbedaan umumnya lebih pada
tingkatannya dari pada macamnya, jadi sangat tergantung apa yang menjadi kebutuhan dan
potensi yang ia miliki. Pertama, bimbingan dapat memberikan pertolongan pada anak untuk
mengadakan pilihan yang sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Jadi
dalam konsep yang lebih luas, dapat dikatakan bahwa teori Freud dapat dijadikan
pertimbangan dalam melakukan proses bantuan kepada konseli, sehingga metode dan materi
yang digunakan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan individu.

Kedua, konsep kunci tentang kecemasan yang dimiliki manusia dapat digunakan sebagai
wahana pencapaian tujuan bimbingan, yakni membantu individu supaya mengerti dirinya dan
lingkungannya; mampu memilih, memutuskan dan merencanakan hidup secara bijaksana;
mampu mengembangkan kemampuan dan kesanggupan, memecahkan masalah yang dihadapi
dalam kehidupannya; mampu mengelola aktivitasnya sehari-hari dengan baik

dan bijaksana; mampu memahami dan bertindak sesuai dengan norma agama, sosial dalam
masyarakatnya. Dengan demikian kecemasan yang dirasakan akibat ketidakmampuannya
dapat diatasi dengan baik dan bijaksana. Karena menurut Freud setiap manusia akan selalu
hidup dalam kecemasan, kecemasan karena manusia akan punah, kecemasan karena tidak
dapat bersosialisasi dengan lingkungan dan banyak lagi kecemasan-kecemasan lain yang
dialami manusia, jadi untuk itu maka bimbingan ini dapat merupakan wadah dalam rangka
mengatasi kecemasan.

Ketiga, konsep psikolanalisis yang menekankan pengaruh masa lalu (masa kecil) terhadap
perjalanan manusia. Walaupun banyak para ahli yang mengkritik, namun dalam beberapa hal
konsep ini sesuai dengan konsep pembinaan dini bagi anak-anak dalam pembentukan moral
individual. Dalam sistem pemebinaan akhlak individual, Islam menganjurkan agar keluarga
dapat melatih dan membiasakan anak-anaknya agar dapat tumbuh berkembang sesuai dengan
norma agama dan sosial. Norma-norma ini tidak bisa datang sendiri, akan tetapi melalui
proses interaksi yang panjang dari dalam lingkungannya. Bila sebuah keluarga mampu
memberikan bimbingan yang baik, maka kelak anak itu diharapkan akan tumbuh menjadi
manusia yang baik. Dalam hal ini sebuah hadis Nabi menyatakan bahwa “Setiap anak yang
dilahirkan dalam keadaan fitrah, hingga lisannya fasih. Kedua orang tuanyalah yang ikut
mewarnainya sampai dewasa.” Selain itu seorang penyair menyatakan bahwa “Tumbuhnya
generasi muda kita seperti yang dibiasakan oleh ayah- ibunya”. Hadis dan syair tersebut di
atas sejalan dengan konsep Freud tentang kepribadian manusia yang disimpulkannya sangat
tergantung pada apa yang diterimanya ketika ia masih kecil. Namun tentu saja terdapat sisi-
sisi yang tidak begitu dapat diaplikasikan, karena pada hakikatnya manusia itu juga bersifat
baharu.

Keempat, teori Freud tentang “tahapan perkembangan kepribadian individu” dapat digunakan
dalam proses bimbingan, baik sebagai materi maupun pendekatan. Konsep ini memberi arti
bahwa materi, metode dan pola bimbingan harus disesuaikan dengan tahapan perkembangan
kepribadian individu, karena pada setiap tahapan itu memiliki karakter dan sifat yang
berbeda. Oleh karena itu konselor yang melakukan bimbingan haruslah selalu melihat
tahapan-tahapan perkembangan ini, bila ingin bimbingannya menjadi efektif.

Kelima, konsep Freud tentang ketidaksadaran dapat digunakan dalam proses bimbingan yang
dilakukan pada individu dengan harapan dapat mengurangi impuls-impuls dorongan Id yang
bersifat irrasional sehingga berubah menjadi rasional. Satu hal yang akan

mempermudah mengenali siapapun adalah dengan melihat kepribadiannya. Kepribadian


sering dipahami sebagai suatu pola pikir, perasaan dan perilaku yang telah berakar dan
bersifat tetap. Ia merupakan keseluruhan pola yang menyangkut kemampuan, perbuatan dan
kebiasaan baik secara jasmani, rohani, emosional maupun sosial. Pola ini telah terbentuk
secara khas yang ditata dari dalam serta dibawah pengaruh lingkungan. Pola ini akan muncul
dalam kebiasaan perilaku dan yang akan dipertahankan serta menjadi identitasnya dalam
usahanya menjadi manusia sebagaimana yang dikehendakinya. Melalui kepribadian
seseorang dapat diperkirakan tindakan ataupun reaksinya terhadap situasi yang berbeda-beda.
Satu teori kepribadian yang sangat berpengaruh adalah teori psychoanalytic dari Sigmund
Freud.

Ia meyakini bahwa proses bawah sadar menuntun bagian besar dari perilaku seseorang.
Meskipun orang sering tidak menyadari dorongan dan arahan itu tetapi alam bawah sadar
akan tetap mendorong dan mengendalikannya. Teori kepribadian lain yang juga sangat
berpengaruh adalah teori yang diturunkan dari behaviourism. Cara pandang ini disampaikan
oleh pemikir-pemikir barat baik Eropa maupun Amerika dengan salah satu tokohnya B.F.
Skinner, yang menempatkan tekanan utama pada learning (pembelajaran). Skinner melihat
bahwa perilaku ditentukan terutama oleh konsekuensi-konsekuensi yang terjadi. Apabila
dihargai, maka suatu kebiasaan perilaku akan selalu muncul sebaliknya apabila tertekan oleh
hukuman suatu perilaku tidak akan kembali.

Dua teori inilah yang akan secara khusus dipakai dalam memahami kepribadian sebagai
sarana untuk lebih mengenalinya baik proses pembentukannya maupun perkembangannya
dan bagaimana kita mengendalikan perubahan yang memungkinkan kearah yang lebih
baik.Bagaimana psikoanalis menerangkan kepribadian. Kepribadian muncul melalui
aktivitas, tingkah laku, perbuatan dan ekspresi. Pada awalnya, Sigmund Freud (1856 – 1939 )
menyatakan bahwa kehidupan psikis manusia dipengaruhi oleh dua sistem yaitu sistem sadar
pra sadar dan sistem tak sadar. Sehingga oleh Freud jiwa manusia digambarkan seperti
gunung es, dimana hal-hal yang nampak hanyalah 10 persen saja, berupa alam sadar,
sedangkan 90 persen yang tidak nampak adalah alam bawah sadar. Sehingga alam bawah
sadar merupakan sumber energi psikis yang lebih besar yang potensi menimbulkan konflik
batin.

Dalam perkembangan pemikiran selanjutnya Freud tidak lagi membagi hidup psikis
seseorang menjadi dua tetapi tiga sistem yaitu Id, Ego dan Superego. Sistem Id merupakan
sumber energi psikis yang berasal dari instink-instink biologis manusia yang merupakan
naluri bawaan, antara lain instink seksual, instink agresivitas, juga keinginan-keinginan
terpendam lainnya. Menurut teori Freud, hidup psikis bayi sebelum dan baru dilahirkan hanya
memiliki Id saja, sehingga Id merupakan dasar dan sumber pembentukan hidup psikis
manusia selanjutnya. Id mewakili segi-segi kehidupan instinktual, primitif dan irasional yang
sering muncul menjadi ‘menara’ dari dorongan-dorongan yang tidak disadari. Secara mudah
Id dapat kita amati dalam aktivitas anak-anak pada awal tahap kehidupannya.

Sedangkan yang dimaksudkan pengertian Ego dalam hal ini bukanlah pengertian ego dalam
psikologi yang berarti “Aku”, tetapi Freud memahaminya sebagai bentukan deferensiasi dari
Id karena kontaknya dengan dunia luar. Aktivitas ego bersifat sadar, pra- sadar dan tidak
sadar. Aktivitas sadar, misalnya terlihat dalam proses-proses intelektual, persepsi lahiriah dan
persepsi batiniah. Aktivitas tak sadar dilakukan pada mekanisme- mekanisme pertahanan, dan
aktivitas pra-sadar terlihat pada fungsi ingatan. Sistem Ego memiliki ciri khas bahwa ia
seluruhnya dikuasai oleh realitas. Tugas yang diembannya adalah mempertahankan
kepribadiannya yang telah dimiliki dan mengadakan penyesuaian dengan lingkungan, serta
perperan menyelesaikan konflik-konflik dengan realitas dan konflik-konflik yang tidak cocok
satu sama lain. Ego juga mengontrol apa yang akan muncul dalam kesadaran dan apa yang
akan dikerjakan. Sehingga Ego-lah yang bertanggungjawab menjamin keutuhan kepribadian.

Secara umum Ego bertanggungjawab merencanakan, memecahkan masalah, dan menciptakan


teknik-teknik untuk menguasai realitas disekitarnya, karena Ego diperlengkapi dengan
kemampuan mengendalikan impuls-impuls manusia dari ekspresi hiperaktif dan dorongan
agresivitas. Sehingga Egolah yang harus mengendalikan Id untuk menjamin kelancaran
interaksi individu dengan realitas atau dunia sekitarnya. Sedangkan sistem yang ketiga,
Superego menurut Freud dibentuk dengan jalan internalisasi, sehingga setiap orang akan
membentuk Superego. Sebagai contoh sederhana, pada awalnya seorang anak menerima
perintah dan larangan dari orang tuanya pada suatu hal. Pada awalnya anak ini hanya
menuruti dan memperhatikan larangan dan perintahnya saja, dengan akibat memperoleh
penghargaan atau hukuman.
Ketaatannya ditentukan oleh ada tidaknya pengawasan, tetapi kemudian terjadi proses
internalisasi, yaitu ketika ketaatan itu muncul dari dirinya sendiri tanpa kehadiran sipapun
disekitarnya. Saat itulah muncul ‘orang tua batin’ pada diri anak yang akan terus-menerus

mengawasinya. ‘Orang tua batin’ ini akan selalu ada dalam dirinya dan akan menghukum
maupun memuji dirinya terhadap suatu tindakan yang dilakukan. Freud menemukan bahwa
Superego adalah merupakan sumber berbagai gangguan kejiwaan.

Dalam proses perkembangan seorang manusia maka konflik akan selalu terjadi antara Id dan
Superego, sedangkan Ego selalu berada di antaranya. Ketiga Ego secara spontan didorong Id
memenuhi keinginan-keinginannya, maka superego akan menegur apabila pemenuhan
dorongan itu tidak tepat, bahkan akan menuduh setiap dorongan yang arahnya kurang tepat.
Ego yang akan menerima siksaan dari Superego terhadap suatu dorongan dari Id yang tidak
baik dan apabila kekuatan Superego lebih besar, Ego bukan saja tidak melakukannya tetapi
akan menutup dan menggesernya serta menyembunyikan dorongan tadi. Konflik akan selalu
muncul dari intink-instink yang tidak terekendali dari Id dengan larangan-larangan moralis
dari Superego.Apabila Superego dominan maka seseorang akan mengembangkan sikap
bersalah, penuh dosa yang akan nampak dalam perilakunya yang moralis, alim dan saleh.
Sehingga segala sesuatunya diukur dengan hukum-hukum moralitas, sehingga akan terus
berkembang rasa berdosa atau bersalah pada dirinya. Sedangkan dominasi Id akan
membentuk seseorang menjadi narsistis, egois, individualistis yang hanya akan
mementingkan dirinya tanpa melihat kepentingan orang lain. Dalam keadaan Id superior
dengan Ego dan Superego lemah, maka dorongan-dorongan instink biologis itu tidak
terkendali akan membentuk orang menjadi seseorang yang egosentris dan selalu memaksakan
kehendak atau keinginannya sendiri. Sikapnya menjadi sewenang-wenang, yang diketahuinya
hanyalah bagaimana mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dengan tidak segan-segan
merugikan orang lain. Sikap anti-sosial ini juga disebabkan ketiadaan nilai-nilai moral dalam
memenuhi keinginannya untuk memperoleh kesenangan-kesenangan pribadi. Ego akan
berhadapan dengan kecondongan-kecondongan spontan dari lapisan Id dan dari tuntutan-
tuntutan Superego. Ego harus mengambil sikap, dan apabila seseorang memiliki Ego lemah,
ia akan memenuhi setiap keinginan-keinginan spontan.
PEMAHAMAN DAN DAYA ANALISIS TERHADAP KONSEP- KONSEP DASAR DAN
APLIKASI TEORI PERKEMBANGAN DARI ERIK ERIKSON

A. Erik H. Erikson

Erik H Erikson lahir di Frankfurt Jerman, pada tanggal 15 Juni 1902, dan meninggal di
Harwich, Cape Cod, Massachusetts, Amerika Serikat, pada tanggal 12 Mei 1994 pada umur
91 tahun. Sebelum menjadi seorang psikoanalisis, Erikson adalah seorang guru seni di
sekolah swasta di Wina. Setelah berkenalan dengan Anna Freud, putri Sigmund Freud,
Erikson mulai mempelajari psikoanalisis di Wina Psychoanalytic Institute.

Buku pertamanya adalah Childhood dan Society (1950), yang menjadi salah satu buku klasik
di dalam bidang ini. Saat ia melanjut pekerjaan klinisnya dengan anak-anak muda, Erikson
mengembangkan konsep krisis perasaan dan identitas sebagai suatu konflik yang tak bisa
diacuhkan pada masa remaja.

Buku-buku karyanya antara lain yaitu: Young Man Luther (1958), Insight and Responsibility
(1964), Identity (1968), Gandhi’s Truth (1969): yang menang pada Pulitzer Prize and a
National Book Award dan Vital Involvement in Old Age(1986).

B. Teori Perkembangan Psikososial

Teori perkembangan psikososial berkaitan dengan prinsip-prinsip perkembangan psikologi


dan sosial. Teori ini merupakan bentuk pengembangan dari teori psikoseksual yang
dicetuskan oleh Sigmund Freud. Dalam bukunya “Childhood and Society” (1950), Erikson
membuat sebuah bagan untuk mengurutkan delapan tahap secara terpisah mengenai
perkembangan ego dalam psikososial, yang biasa dikenal dengan istilah “Delapan Tahap
Perkembangan Manusia”. Berikut 8 tahap-tahap perkembangan psikososial Erikson:
1. Trust vs Mistrust (percaya vs tidak percaya) (kelahiran – 18 bulan)

Pada tahap ini terjadi pada masa awal pertumbuhan seseorang dimulai. Pada tahap ini seorang
anak akan mulai belajar untuk beradaptasi dengan sekitarnya. Bayi pada usia 0-1 tahun
sepenuhnya bergantung pada orang lain, perkembangan rasa percaya yang dibentuk oleh bayi
tersebut berdasarkan kesungguhan & kualitas penjaga (yang merawat) bayi tersebut. Apabila
bayi telah berhasil membangun rasa percaya terhadap si pengasuh, dia akan merasa nyaman
& terlindungi di dalam kehidupannya. Akan tetapi, jika pengasuhanya tidak stabil & emosi
terganggu dapat menyebabkan bayi tersebut merasa tidak nyaman dan tidak percaya pada
lingkungan sekitar.

Hal pertama yang akan dipelajari oleh seorang anak adalah rasa percaya. Percaya pada orang-
orang yang berada di sekitarnya. Seorang ibu atau pengasuh biasanya adalah orang penting
pertama yang ada dalam dunia si anak. Jika ibu memperhatikan kebutuhan si anak seperti
makan maupun kasih sayang, maka anak akan merasa aman dan percaya untuk menyerahkan
atau menggantungkan kebutuhannya kepada ibunya. Namun, bila ibu tidak memberikan apa
yang harusnya diberikan kepada si anak, maka secara tidak langsung itu dapat membentuk
anak menjadi seorang yang penuh kecurigaan, sebab ia merasa tidak aman untuk hidup di
dunia (Slavin, 2006).

Shaffer (2005: 135) menyatakan bahwa pengasuh yang konsisten dalam merespon kebutuhan
anak akan menumbuhkan rasa percaya anak kepada orang lain, sedangkan pengasuh yang
tidak responsif atau tidak konsisten akan membentuk anak menjadi seorang yang penuh
kecurigaan. Anak-anak yang telah belajar untuk tidak mempercayai pengasuh selama masa
bayinya mungkin akan menghindari atau tetap skeptis untuk membangun hubungan
berdasarkan rasa saling percaya sepanjang hidupnya. Kegagalan mengembangkan rasa
percaya menyababkan bayi akan merasa takut dan yakin bahwa lingkungan tidak akan
memberikan kenyamanan bagi bayi tersebut, sehingga bayi tersebut akan selalu curiga pada
orang lain.
2. Autonomy vs Doubt (kemandirian vs keraguan) (18 bulan – 3 tahun)

Tahap ini merupakan tahap anus-otot (anal/mascular stages), masa ini disebut masa balita
yang berlangsung mulai usia 1-3 tahun (early childhood). Pada masa ini anak cenderung aktif
dalam segala hal, sehingga orang tua dianjurkan untuk tidak terlalu membatasi ruang gerak
serta kemandirian anak. Namun tidak pula terlalu memberikan kebebasan melakukan apapun
yang dia mau.

Pada tahap ini anak sudah memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa kegiatan secara
mandiri seperti makan, berjalan atau memakai sandal. Kepercayaan orang tua kepada anak
pada usia ini untuk mengeksplorasi hal-hal yang dapat dilakukannya secara mandiri dan
memberikan bimbingan kepadanya akan membentuk anak menjadi pribadi yang mandiri dan
percaya diri. Sementara orang tua yang membatasi dan berlaku keras pada anaknya, akan
membentuk anak tersebut menjadi orang yang lemah dan tidak kompeten yang dapat
menyebabkan malu dan ragu-ragu terhadap kemampuannya.

Pembatasan ruang gerak pada anak dapat menyebabkan anak akan mudah menyerah dan
tidak dapat melakukan segala sesuatu tanpa bantuan orang lain. Begitu pun sebalikny, jika
anak terlalu diberi kebebasan mereka akan cenderung bertindak sesuai yang dia inginkan
tanpa memperhatikan baik buruk tindakan tersebut.

Sehingga orang tua dalam mendidik anak pada usia ini harus seimbang antara pemberian
kebebasan dan pembatasan ruang gerak anak. Karena dengan cara itulah anak akan bisa
mengembangkan sikap kontrol diri dan harga diri.
3. Initiative vs Guilt (inisiatif vs rasa bersalah) (3 tahun – 6 tahun)

Pada tahap ini, kemampuan motorik dan bahasa anak mulai matang, sehingga memungkinkan
mereka untuk lebih agresif dalam mengeksplor lingkungan mereka baik secara fisik maupun
sosial. Pada usia-usia ini anak sudah mulai memiliki inisiatif dalam melakukan suatu
tindakan misalnya berlari, bermain, melompat dan melempar. Orang tua yang suka
memberikan hukuman terhadap upaya anaknya dalam mengambil inisiatif akan membuat
anak merasa bersalah tentang dorongan alaminya untuk melakukan sesuatu selama fase ini
maupun fase selanjutnya.

Pada masa ini anak telah memasuki tahapan prasekolah. Ia sudah memiliki beberapa
kecakapan dalam mengolah kemampuan motorik dan bahasa. Dengan kecakapan-kecakapan
tersebut, dia terdorong melakukan beberapa kegiatan. Namun, karena kemampuan anak
tersebut masih terbatas adakalanya dia mengalami kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut
menyebabkan dia memiliki perasaan bersalah. Peran orang tua untuk membimbing dan

memotivasi anak sangat dibutuhkan ketika anak mengalami kegagalan. Hal ini dimaksudkan
agar anak dapat melewati tahap ini dengan baik.

Erikson (dalam Shaffer, 2005) mengusulkan bahwa anak usia 2-3 tahun berjuang untuk
menjadi seorang yang independen atau mandiri dengan mencoba melakukan hal-hal yang
mereka butuhkan secara mandiri seperti makan dan berjalan. Sementara anak usia 4-5 tahun
yang telah mencapai rasa otonomi, sekarang mereka memperoleh keterampilan baru,
mencapai tujuan penting, dan merasa bangga dalam prestasi yang mereka capai. Anak-anak
usia prasekolah sebagian besar mendefinisikan diri mereka dalam hal kegiatan dan
kemampuan fisik seperti “aku bisa berlari dengan cepat, aku bisa memanjat tangga, aku bisa
menggambar bunga”. Hal ini mencerminkan rasa inisiatif mereka untuk melakukan suatu
kegiatan, dan rasa inisiatif ini sangat dibutuhkan oleh seorang anak dalam menghadapi
pelajaran-pelajaran baru yang akan ia pelajari di sekolah.
Sesuatu yang berlebihan maupun kekurangan itu tidaklah baik. Dalam hal ini, bila seorang
memiliki sikap inisiatif yang berlebihan atau juga terlalu kurang, maka dapat menimbulkan
suatu rasa ketidakpedulian (ruthlessness). Anak yang terlalu berinisiatif, maka ia tidak akan
memperdulikan bimbingan orang tua yang diberikan kepadanya. Sebaliknya, anak yang
terlalu merasa bersalah, maka ia akan bersikap tidak peduli, dalam arti tidak melakukan usaha
untuk berbuat sesuatu, agar ia terhindar dari berbuat kesalahan. Oleh sebab itu, hendaknya
orang tua dapat bersikap bijak dalam menanggapi setiap perbuatan yang dilakukan oleh anak.

4. Industry vs Inferiority (ketekunan vs rasa rendah diri) (6 tahun – 12 tahun)

Pada tahap ini, anak sudah memasuki usia sekolah, kemampuan akademiknya mulai
berkembang. Selain itu, kemampuan sosial anak untuk berinteraksi di luar anggota
keluarganya juga mulai berkembang. Anak akan belajar berinteraksi dengan teman-temannya
maupun dengan gurunya. Jika cukup rajin, anak-anak akan memperoleh keterampilan sosial
dan akademik untuk merasa percaya diri. Kegagalan untuk memperoleh prestasi-prestasi
penting menyebabkan anak untuk menciptakan citra diri yang negatif. Hal ini dapat
membawa kepada perasaan rendah diri yang dapat menghambat pembelajaran di masa depan.

Pada tahap ini anak juga akan membandingkan dirinya dengan teman-temannya. Shaffer
(2005) mengatakan pada usia 9 tahun hubungan teman sebaya menjadi sangat penting untuk
anak-anak sekolah. Mereka peduli pada sikap-sikap maupun penampilan yang akan
memperkuat posisi mereka dengan teman sebayanya. Sedangkan pada anak yang berusia 11,5
tahun, anak semakin membandingkan diri mereka dengan orang lain dan mengakui bahwa
ada dimensi di mana mereka mungkin kurang dalam perbandingan tersebut, seperti “aku
tidak cantik, aku biasa-biasa saja dalam hal prestasi”. Oleh sebab itu, sebagai seorang guru
hendaknya dapat memberikan motivasi pada anak-anak yang belum berhasil dalam mencapai
prestasi mereka agar anak tidak memiliki sifat yang rendah diri. Guru dapat mencari momen-
momen penting ketika di sekolah untuk memberikan penghargaan pada seluruh anak-anak,
sehingga anak akan merasa bangga dan percaya diri terhadap pencapaian yang mereka
peroleh.

5. Identity vs Role Confusion (identitas vs kekacauan identitas) (12 tahun -18 tahun)

Pada tahap ini anak sudah memasuki usia remaja dan mulai mencari jati dirinya. Masa ini
adalah masa peralihan antara dunia anak-anak dan dewasa. Secara biologis anak pada tahap
ini sudah mulai memasuki tahap dewasa, namun secara psikis usia remaja masih belum bisa
diberi tanggung jawab yang berat layaknya orang dewasa. Pertanyaan “Siapa Aku?” menjadi
penting pada tahapan ini. Pada tahap ini, seorang remaja akan mencoba banyak hal untuk
mengetahui jati diri mereka yang sebenarnya. Biasanya mereka akan melaluinya dengan
teman-teman yang mempunyai kesamaan komitmen dalam sebuah kelompok. Hubungan
mereka dalam kelompok tersebut sangat erat, sehingga mereka memiliki solidaritas yang
tinggi terhadap sesama anggota kelompok.

Erikson (dalam Shaffer, 2005) percaya bahwa individu tanpa identitas yang jelas akhirnya
akan menjadi tertekan dan kurang percaya diri ketika mereka tidak memiliki tujuan, atau
bahkan mereka mungkin sungguh-sungguh menerima bila dicap sebagai orang yang memiliki
identitas negatif, seperti menjadi kambing hitam, nakal, atau pecundang. Alasan mereka
melakukan ini karena mereka lebih baik menjadi seseorang yang dicap sebagai orang yang
memiliki identitas negatif daripada tidak memiliki identitas sama sekali.

Harter (dalam Shaffer, 2005) mengatakan bahwa remaja yang terlalu kecewa atas
penggambaran diri mereka yang tidak konsisten akan bertindak keluar dari karakter dalam
upaya untuk meningkatkan citra mereka atau mendapat pengakuan dari orang tua atau teman
sebaya. Anak pada usia ini rawan untuk melakukan beberapa hal negatif dalam rangka
pencarian jati diri mereka. Bimbingan dan pengarahan baik dari orang tua maupun guru juga
diperlukan bagi anak pada tahap ini, agar mereka dapat menemukan jati diri mereka
sebenarnya.

6. Intimacy vs Isolation (keintiman vs isolasi) (± 18 tahun – 40 tahun)

Pada tahap ini, seseorang sudah mengetahui jati diri mereka dan akan menjadi apa mereka
nantinya. Jika pada masa sebelumnya, individu memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok
sebaya, namun pada masa ini ikatan kelompok sudah mulai longgar. Pada fase ini seseorang
sudah memiliki komitmen untuk menjalin suatu hubungan dengan orang lain. Dia sudah
mulai selektif untuk membina hubungan yang intim hanya dengan orang-orang tertentu yang
sepaham. Namun, jika dia mengalami kegagalan, maka akan muncul rasa keterasingan dan
jarak dalam berinteraksi dengan orang.

Keberhasilan dalam melewati fase ini tentu saja tidak terlepas dari fase-fase sebelumnya. Jika
pada fase sebelumnya seseorang belum dapat mengatasi rasa curiga, rendah diri maupun
kebingungan identitas, maka hal tersebut akan berdampak pada kegagalan dalam membina
sebuah hubungan, dan menjadikannya sebagai seseorang yang terisolasi. Pada tahap ini,
bantuan dari pasangan ataupun teman dekat akan membantu seseorang dalam melewati tahap
ini.

7. Generativity vs Self Absorption (generativitas vs stagnasi) (± 40 tahun – 65 tahun)

Erikson (dalam Slavin, 2006) mengatakan bahwa generativitas adalah hal terpenting dalam
membangun dan membimbing generasi berikutnya. Biasanya, orang yang telah mencapai fase
generativitas melaluinya dengan membesarkan anak-anak mereka sendiri. Namun, krisis
tahap ini juga dapat berhasil dilalui dengan melewati beberapa bentuk-bentuk lain dari
produktivitas dan kreativitas, seperti mengajar. Selama tahap ini, orang harus terus tumbuh.
Jika mereka yang tidak mampu atau tidak mau memikul tanggung jawab ini, maka mereka
akan menjadi stagnan atau egois.

Pada masa ini, salah satu tugas untuk dicapai ialah dengan mengabdikan diri guna
mendapatkan keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generativitas) dengan tidak
berbuat apa-apa (stagnasi). Generativitas adalah perluasan cinta ke masa depan. Sifat ini
adalah kepedulian terhadap generasi yang akan datang. Melalui generativitas akan dapat
dicerminkan sikap memperdulikan orang lain. Pemahaman ini sangat jauh berbeda dengan
arti kata stagnasi yaitu pemujaan terhadap diri sendiri dan sikap yang dapat digambarkan
dalam stagnasi ini adalah tidak perduli terhadap siapapun.

Harapan yang ingin dicapai pada masa ini yaitu terjadinya keseimbangan antara generativitas
dan stagnansi guna mendapatkan nilai positif yang dapat dipetik yaitu kepedulian. Dalam
tahap ini, diharapkan seseorang yang telah mmasuki usia dewasa menengah dapat menjalin
hubungan atau berinteraksi secara baik dan menyenangkan dengan generasi penerusnya dan
tidak memaksakan kehendak mereka pada penerusnya berdasarkan pengalaman yang mereka
alami.

8. Integrity vs despair (integritas vs keputusasaan) (± 65 ke atas)

Seseorang yang berada pada fase ini akan melihat kembali (flash back) kehidupan yang telah
mereka jalani dan berusaha untuk menyelesaikan permasalahan yang sebelumnya belum
terselesaikan. Penerimaan terhadap prestasi, kegagalan, dan keterbatasan adalah hal utama
yang membawa dalam sebuah kesadaran bahwa hidup seseorang adalah tanggung jawabnya
sendiri.

Orang yang berhasil melewati tahap ini, berarti ia dapat mencerminkan keberhasilan dan
kegagalan yang pernah dialami. Individu ini akan mencapai kebijaksaan, meskipun saat
menghadapi kematian. Keputusasaan dapat terjadi pada orang-orang yang menyesali cara
mereka dalam menjalani hidup atau bagaimana kehidupan mereka telah berubah.

C. Kelebihan dan Kekurangan Teori Erikson

Shaffer (2005) mengatakan banyak orang lebih memilih teori Erikson daripada Freud karena
mereka hanya menolak untuk percaya bahwa manusia didominasi oleh naluri seksual mereka.
Erikson menekankan banyak konflik sosial dan dilema pribadi yang dialami seseorang atau
orang yang mereka kenal, sehingga mereka dapat dengan mudah mengantisipasinya. Erikson
tampaknya telah menangkap banyak isu sentral dalam kehidupan yang dituangkannya dalam

delapan tahapan perkembangan psikososialnya. Selain itu, rentang usia yang yang dinyatakan
dalam teori Erikson ini mungkin merupakan waktu terbaik untuk menyelesaikan krisis yang
dihadapi, tetapi itu bukanlah satu-satunya waktu yang mungkin untuk menyelesaikannya
(Slavin, 2006).

Selain memiliki kelebihan, teori Erikson juga memiliki beberapa kelemahan. Berikut
beberapa kritikan terhadap teori Erikson:

• Tidak semua orang mengalami kasus yang sama pada fase dan waktu yang sama
seperti yang dikemukakan Erikson dalam teori perkembangan psikososialnya (Slavin, 2006).

• Teori ini benar-benar hanya pandangan deskriptif dari perkembangan sosial dan
emosional seseorang yang tanpa menjelaskan bagaimana atau mengapa perkembangan ini
bisa terjadi (Shaffer, 2005).
• Teori ini lebih sesuai untuk anak laki-laki daripada untuk anak perempuan dan
perhatiannya lebih diberikan kepada masa bayi dan anak-anak daripada masa dewasa.
(Cramer, Craig, Flynn, Bernadette. & LaFave, Ann, 1997).

Kesimpulan

Tentu saja masih banya teori dari kedua tokoh besar yang kami tidak bisa masukan dan
sebutkan dalam makalah sederhana kami, seperti teori Sigmund Freud yang masih memiliki
bannyak hal untuk diulas. Namun kesimpulan yang kami dapatkan dari makalah yang telah
kami susun adalah bahwa setiap aliran dalam psikologi adalah berbeda, jadi tidak menutup
kemungkinan adanya perbedaan pendapat dalam hal perkembangan pada anak dan pada
orang dewasa.

Sigmund Freud membuka dasar perkembangan dari masa balita sampai dibeberapa tahun
pertama sebagai dasar terciptanya kepribadian dan watak seseorang, sementera Erikson
menyempurnakan dengan sifat atau sikap yang menempel pada individu berkembang dari
masa-ke masanya.

Dengan dasar teori keduanya semoga kita semua mampu memahami konsep dasar dari
Psikologi Perkembangan ditinjau dari Psikoanalisa.

DAFTAR PUSTAKA

Susanto,H. 2015. Teori Psikoanalisis Sigmund Freud. Diakses pada tanggal 10 Februari 2020
melalui https://bagawanabiyasa.wordpress.com/2015/11/21/teori-psikoanalisis-
sigmund-freud/
“ ”. 2018. Teori perkembangan Psikososial Erik H. Erikson. Diakses pada tanggal 10
Februari 2020 melalui http://www.genreindonesia.com/2018/06/21/teori-perkembangan-
psikososial-erik-h-erikson/

Cramer, Craig, Flynn, Bernadette. & LaFave, Ann. 1997. Critiques & Controversies of
Erikson. [Online: http://web.cortland.edu/andersmd/erik/crit.html] diakses pada tanggal 18
September 2013.

Erik Erikson. [Online: http://en.wikipedia.org/wiki/Erik_Erikson] diakses pada tanggal 20


September 2013.

Hanurawan, Fattah. 2007. Karakteristik Psikologi Siswa dan Pengembagan Metode


Pembelajaran. Jurnal Pendidikan Nilai, 14 (2): 92-100.

Kongkoh. 2010. Teori Perkembangan Psikososial Erik Erikson. [Online:


http://kongkoh.blogspot.com/2010/01/teori-perkembangan-psikososial-erik.html] diakses
pada tanggal 19 September 2013.

Shaffer, David R. 2005. Social and Personality Development. United States of America:
Thomson Wadsworth.

Slavin, Robert E. 2006. Educational Psychology: Theory and Practice. United State of
America: Pearson.

Anda mungkin juga menyukai