Anda di halaman 1dari 28

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

BEHAVIORISTIK

Oleh Kelompok 5:
1. Retno Estu Madyastini (2303416043)
2. Cahya Fajar Auliadani (3601416042)
3. Retno Wiyanti (4101416051)
4. Wiras Walmiki (4101416079)
PANDANGAN TENTANG BELAJAR
Skinner (1958)

Perubahan

Innert behavior Overt behavior


(tampak) (tidak tampak)
Aspek penting yang dikemukakan oleh
aliran Behavioristik dalam belajar adalah
bahwa hasil belajar (perubahan perilaku)
itu tidak disebabkan oleh kemampuan
internal manusia (insight), tetapi karena
faktor stimulus yang menimbulkan
respons.
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut
oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada,
teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya
terhadap perkembangan teori belajar behavioristik.
Program-program pembelajaran seperti Teaching
Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan
program-program pembelajaran lain yang berpijak
pada konsep hubungan stimulus-respons serta
mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement),
merupakan program pembelajaran yang menerapkan
teori belajar yang dikemukakan Skiner.
PRINSIP-PRINSIP BELAJAR
1. PENGUATAN (REINFORCEMENT)

2. HUKUMAN (PUNISHMENT)

3. KESEGARAN PEMBERIAN PENGUATAN

4. JADWAL PEMBERIAN PENGUATAN

5. PERANAN STIMULUS TERHADAP PERILAKU


TEORI BELAJAR
CLASSICAL
CONDITIONING
Teori belajar Classical Conditioning
dikembangkan oleh Ivan Pavlov (1849-1936)
seorang psikologi Rusia. Pavlov
mempelajari bagaimana anjing
percobaannya menjadi terkondisi untuk
berliur walau tanpa diberi makanan.
Sebagai binatang coba, anjing dioperasi
kelenjar air liurnya, sehingga bila anjing
mengeluarkan air liur, air liur tersebut
dapat ditampung atau diobservasi.
Menurut Pavlov, apabila anjing
mengeluarkan air liur karena melihat
makanan, respons ini bersifat alamiah
(alami). Disebut respons alamiah karena
respons itu tidak berkondisi (unconditioned
response) dan stimulusnya juga disebut
stimulus alamiah.
Di dalam eksperimen dapat dijelaskan
bahwa apabila di dalam diri anjing telah
terbentuk CR terhadap CS, maka stimulus
yang mirip dengan CS juga akan
menimbulkan CR. Hal ini terjadi karena
adanya kemiripan CS baru dengan CS lama
yang menimbulkan CR. Peristiwa ini disebut
dengan generalisasi (generalization)
Misalnya, suara bel diganti dengan suara
sirine, anjing akan tetap menegluarkan air lir.
Kemudian, apabila penyajian CS dilakukan
secara beurulang-ulang tanpa diikuti oleh
penyajian UCS (tidak diberi penguatan), maka
CR semakin lama semakin hilang. Peristiwa ini
disebut dengan kepunahan(extinction).
Misalnya, setiap kalui dibunyikan bel dan
tanpa disertai dengan pemberian makanan,
maka anjing tidak akan mengeluarkan air liur.
Teori Koneksionisme
Edward Thorndike (1874-1949) adalah yang
mengembangkan teori koneksionisme dengan
melakukan eksperimen menggunakan kucing
sebagai binatang coba. Menurut Thorndike,
koneksi merupakan asosiasi antara kesan-kesan
pengindraan dengan dorongan untuk bertindak,
yakni upaya untuk menggabungkan antara
kejadian pengindraan dengan perilaku.
Berdasar percobaan yang telah dilakukan,
Thorndike mengemukakan tiga hukum belajar
yaitu :
• Hukum kesiapan ( the law of readiness )
• Hukum latihan ( the law of exercise )
• Hukum akibat ( the law of affect )
Teori
Operant Conditioning
Teori ini dikembangkan oleh Burr Federic Skinner
(1904-1990), ia memandang manusia sebagai
mesin yang bertindak secara teratur dan dapat
diramalkan responsya terhadap stimulus yang
datang dari luar. Dalam eksperimenya ia
menggunakan tikus lapar sebagai hewan
percobaan yang diasumsikan bahwa tikus yang
lapar memiliki dorongan untuk mencari makan
Berdasarkan eksperimen tersebut Skinner
menemukakan prinsip umum, yaitu:
 Setiap respons yang diikuti oleh penguatan
cenderung akan diulang kembali.
 Reward akan meningkatkan kecepatan
terjadinya respons
Skinner membagi dua macam pengkondisian, yaitu :
1. Respondent conditionin ( conditioning tipe S )
karena conditioning ini menekan pentingnya
stimulus ( S ) dalam menimbulkan respons yang
dikehendaki.
2. Operant conditioning ( conditioning tipe R )
karena conditioning ini menekankan pentingnya
respon
MODELLING ATAU
OBSERVATION LEARNING
Yakni, meniru perilaku orang lain dan
pengalaman yang dialami orang lain atau meniru
keberhasilan atau kegagalan orang lain.
Empat tahap pengamatan menurut Bandura
1. Tahap perhatian
Individu memperhatikan model yang
menarik, berhasil, atraktif dan popular. Melalui
memperhatikan model ini, individu dapat meniru
bagaimana cara berpikir dan bertindak orang lain.
2. Tahap retensi
Apabila guru telah mendapatkan perhatian
siswa, guru memodelkan perilaku yang akan ditiru
dan memberi kesempatan kepada siswa untuk
mempraktekkannya

3. Tahap reproduksi
Siswa mencoba menyesuaikan diri dengan
perilaku model
4. Tahap motivasional
Siswa akan menirukan model karena
merasakan bahwa melakukan pekerjaan yang baik
akan meningkatkan kesempatan untuk
memperoleh penguatan.
Konsep penting dari belajar melalui
pengamatan dan modelling adalah pengaturan
diri, seperti mengamati perilaku sendiri, menilai
perilakunya sendiri dengan standar yang dibuat
sendiri dan memperkuat atau menghukum diri
sendiri apabila berhasil ataupun gagal dalam
berperilaku.
KONSEP PEMBELAJARAN
Menurut Aliran Behavioristik
Upaya membentuk tingkah laku yang
diinginkan dengan menyediakan lingkungan, agar
terjadi hubungan lingkungan dengan tingkah laku
si belajar
Dalam pembelajaran perilaku, tidak lepas
dari prinsip-prinsip bahwa perilaku berubah
menurut konsekuensi-konsekuensi langsung, bisa
menyenangkan dan juga bisa tidak. Pembelajaran
menyenangkan akan memperkuat perilaku,
sebaliknya, pembelajaran yang kurang
menyenangkan akan memperlemah perilaku.
1. perlu diberi penguatan untuk meningkatkan
motivasi belajar, bisa penguat sosial (pujian),
aktivitas (pemberian mainan), dan simbolik
(uang, nilai)
2. hukuman dapat digunakan sebagai
pembelajaran, namun harus hati-hati
3. kesegeraan konsekuensi, pendidik segera
memberikan pujian atau teguran setelah anak
berhasil atau tidak berhasil melakukan
kegiatan belajar
4. pembentukan, tercapainya tujuan dari
memberikan pengajaran.
Prinsip belajar perilaku
1. menentukan tujuan instuksional
2. menganalisis lingkungan kelas termasuk
identifikasi peserta didik
3. menentukan materi pelajaran
4. memecahkan materi pelajaran menjadi
bagian-bagian kecil
5. menyajikan materi pelajaran
6. memberikan simulus yang mungkin berupa
pertanyaan, latihan, maupun tugas-tugas
7. mengamati dan mengkaji respons peserta didik
8. memberikan penguatan
9. memberikan stimulus baru
QUIZ
BERIKAN SATU CONTOH
PENERAPAN TEORI CLASSICAL
CONDITIONING DALAM
PEMBELAJARAN!

Anda mungkin juga menyukai