PERTANYAAN LK.1
Penjelasan
2. Tuna Rungu
Pembelajaran yang dilakukan bagia siswa mendengar berbeda dengan pembelajaran bagi
anak tunarungu, anak tunarungu lebih mengandalkan visualnya serta pembelajaran dapat
mudah dipahami jika guru melakukan prinsip-prinsip di bawah ini:
a. Prinsip keterarahwajahan
Dalam menyampaikan materi pembelajaran, guru harus berdiri di depan sehingga
wajah guru khususnya mulut guru dapat dilihat oleh anak tunarungu tanpa terhalang apapun,
sehingga anak tunarungu dapat memahami apa yang disampaikan oleh gurunya.Hindari
memberikan penjelasan sambil berjalan baik di depan kelas maupun ke belakang kelas.Ketika
berbicara dengan tunarungu harus berhadapan langsung (face to face) sehingga pesan yang
disampaikan dapat dipahami dan pembelajaran dapat lebih dimengerti.
b. Prinsip keterarahsuaraan
Bagi anak tunarungu suara tidak perlu keras dan kencang, namun guru harus berbicara
jelas dengan artikulasi yang tepat sehingga dapat dipahami oleh tunarungu. Dengan demikian
pembelajaran yang dilakukan tidak sia-sia.
c. Prinsip Intersubyektifitas
Dalam pembelajaran guru dan siswa tunarungu sebagai unsur yang penting harus
dapat membangun suatu kesamaan dalam proses pengamatan, apa yang akan diucapkan oleh
anak dengan perantara visualnya harus segera direspon dan dibahasakan kembali oleh guru.
d. Prinsip kekonkritan
Dalam memberikan pembelajaran kepada anak tunarungu harus konkrit hal ini
dikarenakan anak tunarungu daya abstraksinya rendah dibandingkan anak mendengar karena
minimnya bahasa yang dimiliki. Segala sesuatu yang diajarkan hendaknya disertai dengan
contoh-contoh nyata dan yang mudah dipahami.
e. Prinsip Visualisasi
Pendengaran anak tunarungu tidak dapat berfungsi maka melalui indera
penglihatannya anak tunarungu berusaha memperoleh informasi, untuk itu semua
pembelajaran yang diberikan oleh guru hendaknya dapat diilustrasikan dalam bentuk gambar
yang bercerita tentang materi yang diberikan atau lebih dikenal dengan visualisasi yang
berguna untuk memudahkan anak tunarungu mengerti akan maksud dan isi pembelajaran.
f. Prinsip Keperagaan
Setiap kata yang keluar dari mulut guru hendaknya diulas lebih lanjut hingga anak
tunarungu betul-betul paham maksud dari kata tersebut, kemudian memperagaan atau
mempraktekkannya akan lebih memudahkan anak tunarungu untuk mengerti apa yang
diajarkan serta upayakan semua pembelajaran yang dilakukan dapat diperagakan secara
pengalaman oleh anak sehingga anak mudah memahami dan mengerti apa yang diajarkan
guru.
g. Prinsip pengalaman yang menyatu
Pengalaman visual cenderung menyatukan informasi yang diterima, Mengajak anak
tunarungu untuk “mengalami” secara nyata dapat memudahkan anak untuk mengerti akan
hubungan-hubungan yang ada.
h. Prinsip belajar sambil melakukan
Pembelajaran hendaknya dapat bermakna bagi semua siswa tidak terkecuali bagi anak
tunarungu, untuk itu segala sesuatu yang dipelajari harus dapat dipraktekkan dan dilakukan
oleh anak tunarungu. Penggunaan strategi pembelajaran yang langsung melibatkan anak lebih
bermanfaat dibandingkan anak hanya mendengarkan saja.
3. Tuna Daksa
Ada beberapa prinsip utam dalam memberikan pendidikan pada anak tuna daksa,
diantaranya sebagai berikut:
a. Prinsip multisensory (banyak indra)
Proses pendidikan anak tuna daksa sedapat mungkin memanfaatkan dan
mengembangkan indra-indra yang ada dalam diri anak karena banyak anak tun daksa yang
mengalami gangguan indra. Dengan pendekatan multisensory, kelemahan pada indra lain
dapat difungsikan sehingga dapat membantu proses pemahaman
b. Prinsip individualisasi
Individualisasi mengandung arti bahwa titik tolak layanan pendidikan adalah
kemampuan anak secara individu. Model layanan pendidikannya dapat berbentuk klasikal
dan individual. Dalam model klasikal, layanan pendidikan diberikan pada kelompok individu
yang cenderung memiliki kemampuan yang hampir sama, dan bahan pelajaran yang
diberikan pada masing-masing anak sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing.
5. Anak Berbakat
a. Prinsip Percepatan (AkseIeras) Be1ajar.
Anak berbakat adalah anak yang memiliki kemampuan (intelegensi), kreatvitas, dan
tanggung jawab (task commitmeni) terhadap tugas di atas anak-anak seusianya. Salah satu
karakteristik yang sangat menonjol adalah mereka memiliki kecepatan belajar di atas
kecepatan belajar anak seusianya. Dengan diterangkan sekali saja oleh guru. mereka telah
dapat menangkap maksudnya: sementara anak-anak yang lainnya masih perlu dijelaskan lagi
oleh guru. Pada saat guru mengulangi penjelasan kepada teman-temannya itu, mereka
memiliki waktu tertuang. Bila tidak diantisipasi oleh guru, kadang-kadang waktu tertuang ini
dimanfaatkan untuk aktivitas sekehendaknya., misalnya melempar benda-benda kecil kepada
teman dekatnya. mencubit teman kanan-kirinya, dan sebagainya.
Untuk menghindari hal-hal yang tidak dikehendaki, dalam proses belajar-mengajar
hendaknya guru dapat memanfaatkan waktu luang anak berbakat dengan memberi materi
penilaian tambahan (materi pelajaran berikutnya). Sehingga kalau terakumulasi semua,
mungkin materi pelajaran selama satu semester dapat selesai dalam waktu 4 bulan: materi 1
tahun selesai dalam waktu 8 bulan: materi 6 tahun selesai dalam waktu 4 tahun. Hal disebut
dengan istilah percepatan (akselerasi) belajar.
b. Prinsip Pengayaan (Enrichment)
Ada anak berhakat yang tidak tertarik dengan program percepatan belajar Mereka
kurang berminat mempelajari materi di atasnya (berikutnya) mendahului teman-temannya.
Mereka merasa lehih enjoy dan fun dengan tetap mempelajari materi yang sama dengan
teman sekelasnya, namun diperdalam dan diperluas dengan mengembangkan proses berfikir
tingkat tinggi (analisis. sintesis. evaluasi, dan pemecahan masalah), tidak hanya
mengembangkan proses berfikir tingkat rendah (pengetahuan dan pemahaman), karena anak
berbakat lebih menonjol dalam proses berfikir tingkat tinggi tersebut.
Hal ini menuntut guru agar dalam kegiatan betajar mengajar dapat rnemanfaatkan
waktu luang anak berbakat dengan cara memberi program-program pengayaan kepada
mereka, dengan mengemhangkan proses berfikir tingkat tinggi seperti di atas.
6. Tunanetra
a. Prinsip Kekonkritan.
Anak tunanetra belajar terutama melalui pendengaran dan perabaan. Bagi mereka untuk
mengerti dunia sekelilingnya harus bekerja dengan benda-benda konkrit yang dapat diraba
dan dapat dimanipulasikan Melalui observasi perabaan benda-benda riil, dalam tempatnya
yang alamiah, mereka dapat memahami bentuk, ukuran, berat, kekerasan, sifat-sitat
permukaan, kelenturan, suhu, dan sebagainya.
Dengan menyadari kondisi seperti ini, maka dalam proses belajar-mengajar guru
dituntut semaksimal mungkin dapat menggunakan benda-benda konkrit (baik asli maupun
tiruan) sebagai alat bantu atau media dan sumber belajar dalam upaya pencapaian tujuan
pembelajaran.
b. Prinsip Pengalaman yang Menyatu
Pengalaman visual cenderung menyatukan informasi. Seorang anak normal yang
masuk ke toko, tidak saja dapat melihat rak-rak dan benda-benda riil, tetapi juga dalam
sekejap mampu melihat huhungan antara rak-rak dengan benda-benda di ruangan. Anak
tunanetra tidak mengerti hubungan-huhungan ini kecuali jika guru menyajikannya dengan
mengajar anak untuk “mengalami” suasana tersehut secara nyata dan menerangkan
huhungan-huhungan tersebut.
c. Prinsip Belajar Sambil Melakukan
Prinsip ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan prinsip belajar sambil berkerja.
Perbedaannya adalah, bagi anak tunanetra, melakukan sesuatu adalah pengalamanya nyata
yang tidak mudah terlupakan seperti anak normal melihat sesuatu sebagai kebutuhan utama
dalam rnenangkap informasi. Anak normal belajar mengenai keindahan lingkungan cukup
hanya dengan melihat gambar atau foto. Anak tunanetra menuntut penjelasan dan
penjelajahan secara langsung di lingkungan nyata.
Prinsip ini menuntut guru agar dalam proses belajar-mengajar tidak hanya bersifat
informatif akan tetapi semaksimal mungkin anak diajak ke dalam situsi nyata sesuai dengan
tuntutan tujuan yang ingin dicapai dan bahan yang diajarkannya.
SUMBER PUSTAKA
1. http://rinitarosalinda.blogspot.com/2015/10/prinsip-prinsip-pembelajaran-inklusif.html .
Diakses tanggal 5 Oktober 2020 Pukul 20.30
2. https://asrulywulandari.wordpress.com/2013/06/05/model-dan-kurikulum-pendidikan-
inklusif/. Diakses 5 Oktober 2020 Pukul 21.00
3. file:///D:/1_DATA%20PRIBADI%20TAHER/2_TAHER%20DATA%20SMPN
%2022%20BERAU/4_WEBINAR%20COURSE_TAHER/DIKLAT%20WEBSITE
%20PEMBELAJARAN/Permendikbud_Tahun2009_Nomor070.pdf. Diaskes 5 Oktober 2020
Pukul 21.30